makalah PBL
-
Upload
riyan-saputra -
Category
Documents
-
view
53 -
download
2
Transcript of makalah PBL
MAKALAH PENELITIAN
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TERHADAP
PENYAKIT ANEMIA DI KELURAHAN PECOH RAYA KECAMATAN TELUK BETUNG SELATAN
TAHUN 2008
Disusun Sebagai Prasyarat Mata Kuliah Pengalaman Belajar Lapangan
Oleh :
Kelompok 23
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
BANDAR LAMPUNG2008
1
MAKALAH PENELITIAN
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TERHADAP
PENYAKIT ANEMIA DI KELURAHAN PECOH RAYA KECAMATAN TELUK BETUNG SELATAN
TAHUN 2008
Kelompok 23 :
1. Amir Syaiful Fikri 05310005
2. Ana Riska 05310006
3. Aprilia Diah P. 05310011
4. Arry Setiawan 05310015
5. Editha 05310040
6. Eko Syaputra 05310041
7. Eni Lestari 05310044
8. Herwin 05310061
9. Indra Jaya Putra 05310070
10. Lina Herlina 05310078
11. Maria Ulfa 05310085
12. Sari Agung L. 05310126
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
BANDAR LAMPUNG2008
2
Lembar Pengesahan
Kelompok : 23
Nama : 1. Amir Syaiful Fikri 05310005
2. Ana Riska 05310006
3. Aprilia Diah P. 05310011
4. Arry Setiawan 05310015
5. Editha 05310040
6. Eko Syaputra 05310041
7. Eni Lestari 05310044
8. Herwin 05310061
9. Indra Jaya Putra 05310070
10. Lina Herlina 05310078
11. Maria Ulfa 05310085
12. Sari Agung L. 05310126
Telah melakukan presentasi sebagai salah satu prasyarat mata kuliah Pengalaman
Belajar Lapangan (PBL) yang dilaksanakan tanggal :......... dengan judul :
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Tingkat Pengetahuan Remaja Putri Terhadap Penyakit Anemia
Telah disetujui oleh :
Pembimbing 1 : dr Marisa Anggraini
Pembimbing 2 : dr. Febrika Wediasari
3
Abstrak
Anemia menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah merah atau jumlah
hemoglobin dalam sel darah merah, sehingga darah tidak dapat mengangkut
oksigen dalam jumlah sesuai yang diperlukan tubuh.
Kelompok usia yang sering terkena anemia adalah remaja khususnya remaja
putri.
Ini disebabkan karena remaja putri memiliki siklus bulanan yang
menyebabkan kehilangan darah atau di sebut dengan siklus menstruasi.
Dampak anemia pada remaja putri yaitu tubuh pada masa pertumbuhan mudah
terinfeksi, mengakibatkan kebugaran/kesegaran tubuh berkurang, semangat
belajar/prestasi menurun, sehingga pada saat akan menjadi calon ibu dengan
keadaan berisiko tinggi (gklinis, 2004).
Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui gambaran faktor-faktor
yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan remaja putri terhadap penyakit
anemia dan mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan remaja putri
terhadap penyakit anemia.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif secara cross sectional, data
diperoleh dengan sistem quasioner. Data yang masuk dianalisis dengan sistem
univariat dan bivariat untuk mengetahui jumlah dan persen dari variabel yang
telah diketahui serta untuk mengetahui tingkat pemahaman responden
terhadap penyakit anemia.
Berdasarkan dari hasil penelitian di peroleh beberapa faktor yang
mempengaruhi tingkat pemahaman masyarakat terhadap penyakit anemia
yaitu di antaranya tingkat pendidikan masyarakat serta riwayat anemia dalam
keluarga.
4
Pengetahuan serta pemahaman mengenai anemia sangat di perlukan untuk
menghindari ataupun mengatasi penyakit anemia mengingat dampak yang di
sebabkan cukup membahayakan.
Kata Kunci : Faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan
remaja putri terhadap penyakit anemia.
Pengalaman Belajar Lapangan.
5
ABSTRACT
Anemia caused decreasing the total number of red blood cell or hemoglobin. As a
consequence, the contain of the oxygen at the blood are not enough supplying a
whole of body.
Female adolescence normally very easy affected by anemia because of
menstruation cycles.
The main impact of anemia is infection of the stamina. Finally, they are possible
to have a risk of her life.
The objective of the research is to know the degree of community anemia
knowledge, especially at the level of female adolescence.
The method used are descriptive with cross-sectional techniques. The data
collected by questionnaire.
The result shows that there is correlation between educational level with anemia
knowledge. It is very important to increase the affective anemia, because of the
risk.
The knowledge and affection about anemia is very important for avoiding anemia
disease. That is because of the dangerous impact.
Password : The correlation factor of the knowledge degrees of female adolescence
to the anemia disease.
6
Kata Pengantar
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya
kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini tepat pada
waktunya.
Penulisan karya tulis ini merupakan salah satu prasyarat mata kuliah Pengalaman
Belajar Lapangan (PBL) yanag dilakukan di kelurahan Pecoh Raya Kecamatan
Teluk Betung Selatan.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada kedua pembimbing yaitu dr Marisa Anggraini dan dr Febrika
Wediasari, juga kepada Bapak Camat Teluk Betung Selatan dan Bapak Lurah
Pecoh Raya beserta seluruh jajaran stafnya.
Pada penulisan makalah ini penulis menyadari bahwa banyak kekurangan, oleh
karena itu penulis mengharapkan masukan dan kritikan dari seluruh pembaca.
Penulis berharap, makalah ini dapat berguna bagi para pembaca.
Bandar Lampung, 18 Desember 2008
Penulis
7
Daftar Tabel
I. Tabel. 1 Kadar Hemoglobin Pada Setiap Tingkatan usia .....………… 5
II. Tabel. 2 Distribusi besi tubuh
(Sumber: Kapita Selekta Hematologi) ..........................................………... 9
III. Tabel. 3 Prevalensi Anemia Defisiensi Besi di Dunia ..................……..... 15
IV. Tabel. 4 Perkiraan kebutuhan besi setiap hari, unit adalah mg/hari ....... 22
V. Tabel. 5 ANALISIS UNIVARIAT
5.1. Distribusi Statistik Responden
Berdasarkan Umur ................................................................... 30
5.2. Distribusi Statistik Responden
Berdasarkan Pekerjaan Orang Tua .......................................... 31
5.3. Distribusi Statistik Responden
Berdasarkan Pendidikan ...................................................... 32
5.4. Distribusi Statistik Responden
Berdasarkan Status Sosial ...................................................... 32
5.5. Distribusi Statistik Responden
Berdasarkan Riwayat Keluarga .......................................... 33
5.6. Distribusi Statistik Responden
Berdasarkan Sumber Informasi .......................................... 33
5.7. Distribusi Statistik Responden
Berdasarkan Penyuluhan .......................................... 34
VI. Tabel. 6 Tingkat Pengetahuan Remaja Putri
Di Kelurahan Pecoh Raya Tahun 2008 ............................... 34
8
VII. Tabel 7 ANALISIS BIVARIAT
7.3 Hubungan Pendidikan Dengan Tingkat
Pengetahuan Remaja Putri ....................................................... 36
7.5 Hubungan Riwayat Penyakit Dengan
Tingkat Pengetahuan Remaja Putri ........................................... 37
9
Daftar Gambar
I. Gambar 1. Struktur molekul hemoglobi ........................................... 6
II. Gambar 2. Proses absorbsi besi pada permukaan duodenum ....... 11
III. Gambar 3. Skema siklus pertukaran besi dalam tubuh ................... 14
IV. Gambar 4. Skema penyebab anemia mikrositik hipokrom ....... 23
10
DAFTAR ISI
HalamanDAFTAR ISI ...............................................................................................
1. PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................... 1B. Masalah ........................................................................................... 2C. Maksud dan Tujuan Penelitian
1. Tujuan Penelitian ...................................................................... 2a. Tujuan Umum .................................................................... 2b. Tujuan Khusus .................................................................... 2
D. Manfaat Penelitian .......................................................................... 3E. Kerangka Pemikiran ........................................................................ 3
1. Kerangka Teori ......................................................................... 32. Kerangka Konsep ...................................................................... 4
F. Metodologi Penelitian ..................................................................... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 5
A. Anemia ............................................................................................ 5B. Anemia Pada Remaja Putri ............................................................. 7
1. Anemia Defisiensi Besi ............................................................. 7c. Zat Besi ............................................................................... 8d. Prevalensi Anemia Defisiensi Besi ..................................... 15e. Etiologi ................................................................................ 15f. Patogénesis .......................................................................... 16g. Gejala .................................................................................. 17h. Pemeriksaan Penunjang ...................................................... 18i. Terapi .................................................................................. 18j. Pencegahan .......................................................................... 20
2. Anemia Defisiensi Besi Pada Remaja Putri .............................. 21C. Tingkat Kesadaran Pada Remaja Putri ............................................ 23
III. METODE PENELITIAN ...................................................................... 26
A. Disain Penelitian ............................................................................. 26B. Analisa Tabel .................................................................................. 26C. Populasi ........................................................................................... 26D. Sampel ............................................................................................ 26E. Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................... 26
1. Lokasi ........................................................................................ 262. Waktu Penelitian ....................................................................... 26
F. Cara Pengumpulan Data .................................................................. 27G. Pengolahan Data ............................................................................. 27
11
H. Defisini Operasional ...................................................................... 27I. Etika Penelitian ............................................................................... 28J. Alur Penelitian ............................................................................... 29
IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan.......................................................... 30 4.1 ANALISIS UNIVARIAT................................................................ 30 4.2 ANALISIS BIVARIAT................................................................... 36
PEMBAHASAN.......................................................................................... 38
V. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................... 40 A. KESIMPULAN.................................................................................. 40 B. SARAN.............................................................................................. 41
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
12
Bab IPendahuluan
A. Latar Belakang Penelitian
Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan generasi-generasi
penerus yang berpotensi tinggi. Hal ini tidak dapat terjadi secara instan,
namun secara bertahap dan dalam kurun waktu yang lama. Menurut Laporan
Pembangunan Manusia 2003 yang dikeluarkan oleh Program Pembangunan
Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP), Indeks Pembangunan Manusia (1PM)
Indonesia mengalami kemerosotan dan 0,684 ke 0,682. Peringkat IPM kita
juga melorot dari urutan 110 ke 112 dari 175 negara. Di antara negara-negara
ASEAN, Indonesia hanya Lebih baik dari Kamboja, Myanmar dan Laos.
(Khudori, 2003).
Anemia defisiensi besi merupakan penyebab terbesar anemia di Indonesia dan
negara sedang berkembang lainnya. Penelitian terhadap beberapa siswa SMU
di Jakarta menunjukkan 40% remaja menderita anemia. (H.S Dijon dan
Supandi, 1994). Sedangkan hasil penelitian di Surabaya ( Hari Basuki, 2000 )
terhadap beberapa remaja putri di Pondok Pesantren di Surabaya
menunjukkan 87,5% santriwati menderita anemia.
Menurut Depkes (1998) anemia yang terjadi pada remaja disebabkan masa ini
merupakan masa pertumbuhan yang membutuhkan zat gizi lebih tinggi
termasuk zat besi. Kebutuhan zat gizi pada remaja putri akan lebih tinggi
karena remaja putri mengalami menstruasi setiap bulan, sementara jumlah
makanan yang dikonsumsinya lebih rendah dari pria karena faktor ingin
langsing (Renata, Diah & Evy, 2002).
Anemia pada remaja putri menjadi masalah kesehatan dengan prevalensi
>15%, dimana merupakan hasil penelitian pada remaja putri 10-14 tahun di
Bogor sebesar 57,1% (SKRT 1995), remaja putri di Bogor 44% (Permaesih
1988), remaja putri di Bandung 40-41% (Saidin 2002 & Lestari 1996), remaja
putri di Bogor, Tangerang dan Kupang 4,17% (UNICEF 2001), remaja putri
13
10-19 tahun 30% (SKRT 2001), anak SEL daerah pantai 23,58% (Dinkes Kab.
Tangerang 2001).
Dampak anemia pada remaja putri yaitu tubuh pada masa pertumbuhan mudah
terinfeksi, mengakibatkan kebugaran/kesegaran tubuh berkurang, semangat
belajar/prestasi menurun, sehingga pada saat akan menjadi calon ibu dengan
keadaan berisiko tinggi (gklinis, 2004).
Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas yang menyatakan bahwa
adanya dampak anemia yang cukup besar pada remaja putri dan tingginya
angka kejadian anemia pada remaja putri maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian tentang anemia pada remaja putri dengan judul “Faktor-
faktor yang mempengaruhi tingkat pemahaman remaja putri terhadap penyakit
anemia”.
B. Identifikasi Masalah
Faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat pemahaman remaja putri di
kelurahan pecoh raya kec. Teluk Betung Selatan terhadap penyakit anemia.
C. Maksud dan Tujuan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
pemahaman remaja putri terhadap penyakit anemia.
b. Tujuan Khusus
Mengetahui hubungan antara tingkat pemahaman remaja putri terhadap
penyakit anemia.
14
Tingkat Pengeta
D. Manfaat Penelitian
a. Memberi informasi kepada masyarakat tentang penyakit anemia dan
pengaruhnya terhadap masyarakat.
b. Bagi peneliti, merupakan pengalaman berharga dalam
mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama perkuliahan.
c. Sebagai referensi bagi institusi dan peneliti selanjutnya.
d. Sebagai masukan bagi sistem pendidikan Indonesia dan Dinas
Kesejahteraan Masyarakat mengenai gambaran tingkat pengetahuan
masyarakat terhadap penyakit anemia.
E. Kerangka Pemikiran
1. Kerangka Teori
Menurut Notoacmojo (2002), kerangka teori pada dasarnya adalah
kerangka hubungan antara teori-teori yang ingin diamati untuk diukur
melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan. Berdasarkan teori yang
telah dijelaskan diatas, maka dapat digambarkan kerangka teori penelitian
dalam diagram sebagai berikut:
Anemia
Sumber : Suinito Arkharida, 1986
15
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit
anemia:
Pendidikan
Sosial ekonomi
Umur
Lingkungan
Informasi
Nutrisi
2. Kerangka Konsep
F. Metodologi Penelitian
1. Disain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif secara cross sectional,
data diperoleh dengan system questioner.
2. Lokasi
Penelitian ini dilakukan di kelurahan Pecoh Raya Kecamatan Teluk
Betung Selatan.
3. Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan selama 13 hari dimulai dari tanggal 3 November
sampai dengan tanggal 15 November.
16
Faktor internal1. Pendidikan2. Umur3. Riwayat penyakit
anemia4. Penghasilan
Keluarga5. Pekerjaan Orang
tua
Faktor eksternal
1. Penyuluhan2. Informasi tentang
anemia
Tingkat Pengetahuan Penyakit Anemia
Baik / Kurang Baik
Bab II TINJAUAN PUSTAKA
A. ANEMIA
Anemia (dalam bahasa Yunani: Tanpa darah) adalah keadaan dimana jumlah
sel darah merah atau jumlah hemoglobin (protein pembawa oksigen) dalam sel
darah merah berada dibawah normal.
Sel darah merah mengandung hemoglobin, yang memungkinkan mereka
mengangkut oksigen dan paru-paru dan mengantarkannya ke seluruh bagian
tubuh.
Anemia menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah merah atau jumlah
hemoglobin dalam sel darah merah, sehingga darah tidak dapat mengangkut
oksigen dalam jumlah sesuai yang diperlukan tubuh.
Batasan untuk kadar hemoglobin berbeda untuk setiap kelompok umur dan
jenis kelamin, yaitu:
Tabel 1. Kadar Hemoglobin pada setiap tingkatan usia
NO UMUR KELOMPOK KADAR (gram%)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
0-5 thn
6-17 thn
18-27 thn
18-30 thn
BALITA
ANAK USIA SEKOLAH
WANITA DEWASA
LAKI-LAKI DEWASA
IBU HAMIL
IBU MENYUSUI
11
12
12
13
11
12
17
Gambar l. Hemoglobin merupakan bagian terpenting dan sel darah merah, terdiri
atas protein (heme) yang berfungsi mengikat oksigen.
Sel darah merah
Agar berhasil mengangkut Hb untuk mengenai jaringan dan untuk pertukaran
gas yang baik sel darah merah berdiameter 8 cm, harus sanggup melewati
secara berulang-ulang inikrosirkulasi dengan diameter minimal 3,5 m, untuk
menjaga Hb dalam keadaan tereduksi dan untuk mempertaharikan
keseimbangan osmotik walaupiln terdapat konsentrasi protein (Hb) tinggi
didalam sel. Utk memenuhi fungsi ini sel bersifat lentur, bikonkaf dengan
kemampilan membentuk energi sebagai ATP dengan jalan anaerob, glikolitik
dan menghasilkan daya pereduksi NADH dengan jalan ini dan sebagai
NADPH dengan shunt heksosa monofosfat.
- Membran sel darah merah
Ini merupakan lapisan lipid bipolar yang mengandung lipid struktural dan
kontraktil dan banyak enzim serta antigen permukaan. Kira-kira 50%
membran adalah protein, 40% adalah lemak, dan sampai 10% karbohidrat.
Lipid terdiri dari 60% fosfolipid, 30% lipid netral (terutama kolesterol)
dan 10% glikolipid.
18
- Penghancuran sel darah merah
Ini terjadi selelah umur rata-rata 120 hari ketika sel dipindahkan ke
ekstravaskular oleh makrofag system reticular endothelial (RES),
teristimewa dalam sumsum tulang tetapi juga dalam hati dan limfa.
Metabolisme sel darah merah perlahan-lahan memburuk karena enzim
tidak diganti, sampai sel menjadi tidak mampil (non-viable), tetapi alasan
yang tepat mengapa sel darah merah mati tidak jelas. Sel darah merah
yang pecah membebaskan besi untuk sirkulasi melalui transferin plasma
ke eritobias sumsum, dan protoporfirin yang dipecah menjadi bilirubun.
Bilirubin beredar di hati dimana ia dikonjugasikan dengan glukoronida
yang diekskbesi kedalam usus melalui empedu dan dikonversi menjadi
sterkobilinogen dan sterkobilin (diekskbesi dalam feses). Sterkobilinogen
dan sterkobilin sebagian diserap kembali (reabsorpsi) dan diekskbesi
dalam urin sebagai urobilinogen dan urobilin. Fraksi kecil protoporfirin
dikonversi menjadi karbonmonoksida (CO) dan diekskbesi melalui paru-
paru. Rantai globin dipecah menjadi asam amino yang dipakai kembali
(reutilisasi) untuk sintesis protein umum dalam tubuh.
B. ANEMIA PADA REMAJA PUTRI
Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa anemia
defisiensi besi (disebut juga anemia gizi besi) merupakan anemia yang sering
terjadi dimasyarakat, terutama pada remaja yang sedang dalam masa
pertumbuhan dan pada wanita hamil (Sumber Depkes, 1998).
a. Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya
penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted
iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin
berkurang. Kekurangan besi terjadi dalam tiga tahap.
19
- Tahap pertama
Terjadi bila simpanan besi berkurang, yang terlihat dan penurunan feritin
dalam plasma hingga 12 ug/L. Hal ini dikompensasi dengan peningkatan
absorpsi besi yang terlihat dan peningkatan kamampilan mengikat besi
total (Total Iron Binding Capacily/TIBC). Pada tahap ini belum terlihat
perubahanfungsional pada tubuh.
- Tahap Kedua
Tahap kedua terlihat dengan habisnya simpanan besi, menurunnya jenuh
transferin dan meningkatnya protporfirin. Pada tahap ini nilai hemoglobin
di dalam darah masih berada pada 95% nilai normal. Hal ini dapat
mengganggu metabolisme energi, sehingga menyebabkan menurunnya
kemampilan bekerja.
- Tahap Ketiga
Pada tahap ketiga, terjadilah anemia defisiensi besi, dimana kadar
hemoglobin total turun dibawah nilai normal. Anemia defisiensi besi
ditandai oleh anemia hipokroinik inikrositer dan basil laboratorim yang
menunjukkan cadangan besi kosong. Oleh karena itu, anemia defisiensi
besi dinamakan anemia inikrositik hipokroinik. (Almatsier, 2002)
Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang paling sering dijumpai,
terutama di negara-negara tropik atau negara dunia ketiga, oleh karena sangat
berkaitan erat dengan tarafsosial akonomi.
1. Zat Besi
Besi merupakan trace element vital yang sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk
pembentukan oleh tubuh untuk pembentukan hemoglobin, mioglobin dan
berbagai enzim. Di samping sebagai komponcn Hemoglobin dan mioglobin,
besi juga merupakan komponen dan enzim oksidase pemindah energi, yaitu
sitokrom paksidasc, xanthine oksidase, suksinat dan dehidrogenase, katalase
dan peroksidase. Besi di alam terdapat dalam jumlah yang cukup berlimpah.
Dilihat dari segi evolusi alat penyerapan besi dalam usus, maka sejak awal
manusia dipersiapkan untuk menerima besi yang berasal dan sumber hewani,
20
tetapi kemudian pola makanan berubah dimana sebagian besar besi berasal dari
sumber nabati, tetapi perangkat besi tidak mengalami evolusi yang sama,
sehingga banyak menimbulkan defisiensi besi.
Tabel.2 Distribusi besi tubuh (Sumber: Kapita Selekta Hematologi)
Jumlah besi pada orang dewasa
Pria (g) Wanita (g) % dari keseluruhari
Hemoglobin Ferritin dan haemosiderinMyoglobinEnzim-enzim haem (misalnya sitokrom, katalase, peroksidase, flavopotrein)Besi yang terlihat dengan transferrin
2.41.0 (0.3 – 1.5)0.150.02
0.004
1.70.3 (0 – 1.0)0.120.015
0.003
65303.50.5
0.1
a. Kompartemen besi dalam tubuh
Besi terdapat dalam berbagai jaringan dalam tubuh berupa:
1. Senyawa besi fungsional, yaitu besi yang membentuk senyawa yang
berfungsi dalam tubuh.
2. Besi cadangan, senyawa besi yang dipersiapkan bila masukan besi kurang.
3. Besi transport, besi yang berikatan dengan protein tertentu dalam
fungsinya untuk mengangkut besi dan satu kompartemen ke komparteman
lainnya.
Besi dalam tubuh tidak pernah terdapat dalam bentuk logam bebas (free iron),
tetapi selalu berikatan dengan protein tertentu. Besi bebas akan merusak
jaringan, mempilnyai sifat seperti radikal bebas (Sumber Buku Ajar ilmu
Penyakit Dalam FK UI, 2006).
b. Absorpsi besi
Tubuh mendapatkan masukan besi yang berasal dari makanan. Untuk
memasukkan besi dari usus ke dalam tubuh diperlukan proses absorpsi.
21
Absorpsi besi paling banyak pada bagian proksimal duodenum disebabkan
oleh pH dari asam lambung dan kepadatan protein tertentu yang diperlukan
dalam absorpsi besi pada epitel usus. Proses absorpsi besi dibagi menjadi 3
fase:
1. Fase Luminal
Besi dalam makanan diolah dalam lambung kemudian siap diserap di
duodenum. Besi dalam makanan terdapat dalam dua bentuk yaitu:
- Besi heme
Terdapat dalam daging dan ikan, tingkat absorpsinya tinggi, tidak
dihambat oleh bahan penghambat sehingga mempilnyai
bioavailabilitas tinggi.
- Besi non-heme
Berasal dan sumber tumbuh-tumbuhan, tingkat absorpsinya rendah,
dipengaruhi oleh bahan pemacu atau penghambat sehingga
bioavalabilitasnya rendah.
Yang tergolong sebagai bahan pemacu absorpsi besi adalah “meat factors”
dan vitamin C, sedangkan yang tergolong bahan penghambat adalah tanat,
phytat dan serat. Dalam lambung karena pengaruh asam lambung maka
besi dilepaskan dan ikatannya dengan senyawa lain. Kemudian terjadi
reduksi dan ferri ke ferro yang siap untuk diserap.
2. Fase Mukosal
Penyerapan besi terjadi terutama melalui mukosa duodenum dan jejunum
proksimal. Penyerapan terjadi secara aktif melalui proses yang sangat
kompleks dan terkendali (carefully regulated). Besi dipertahankan dalam
keadaan terlarut oleh pengaruh asam lambung. Sel absorptif terletak pada
pilncak dan vili usus (apical cell). Pada brush border pada sel absorptif,
besi ferri dikonversi menjadi besi ferro oleh enzim ferireduktase, mungkin
dimediasi oleh protein duodenal cytochrome b-like (DCYTB). Selelah besi
masuk dalam sitoplasma, sebagian disimpan dalam bentuk feritin,
sebagian ditoloskan melalui basolateral transporter kedalam kapiler usus.
22
Pada proses ini terjadi reduksi dan feri ke fero oleh enzim ferooksidase,
kemudian besi (feri) diikat oleh apotransferin dalam kapiler usus.
Gambar 2. Proses absorpsi besi pada permukaan duodenum
(Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FK UI)
Besi heme diabsorpsi melalui proses berbeda yang mekanismenya belum
diketahui dengan jelas. Besi heme dioksidasi menjadi heinin, yang
kemudian diabsorpsi secara intak (utuh) diperkirakan melalui suatu
reseptor. Absoprsi besi heme jauh lebih efisien dibandingkan dengan besi
non-heme.
3. Fase Korporeal
Meliputi proses transportasi besi dalam sirkulasi, utilisasi besi oleh sel-sel
yang memerlukan dan penyimpanan besi oleh tubuh.
Besi selelah diserap oleh enterosit (epitel usus), melewati bagian basal
epitel usus, memasuki kapiler usus, kemudian dalam darah diikat oleh
apotransferin menjadi transferin. Transferin akan melepaskan besi pada sel
RES melalui proses pinositosis. Satu molekul transferin dapat mengikat
maksimal dua molekul besi. Besi yang terikat pada transfcrin (Fe2-Tt)
23
akan diikat oleh reseptor transferin (tran.sferin reseptor = Tfr) yang
terdapat pada permukaan sel, terutama sel normoblas. Kompleks Fe2-Tf-
Tfr akan terlokalisir pada suatu cekungan yang dilapisis oleh klatrin,
sekungan ini mengalami invaginasi sehingga membentuk endosom. Suatu
pompa proton menurunkan pH dalam endosom, menyebabkan
perubahankonformasional dalam protein sehingga melepaskan ikatan besi
dengan transferin. Besi dalam endosom akan dikeluakan ke sitoplasma
dengan bantuan DMTI, sedangkan ikatan apotransferin dan reseptor
transferin mengalami siklus kembali ke permukaan sel dan dapat
dipergunakan kembali.
c. Mekanisme regulasi absorpsi besi
Terdapat tiga mekanisme regulasi absorpsi besi dalam usus:
1. Regulator dictetik
Absorpsi besi dipengaruhi oleh jenis diet dimana besi terdapat. Diet dengan
bioavailabilitas tinggi yaitu besi heme, besi dan sumber hewani, serta
adanya faktor enharicer akan meningkatkan absorpsi besi. Sedangkan besi
dengan bioavailabilitas rendah adalab besi non-heme, besi yang berasal dan
sumber nabati dan banyak mengandung inhibuor akan disertai persentase
absorpsi besi yang rendah. Pada dietary regulator ini juga dikenal adanya
mucosal block, seperti yang telah diuraikan didepan.
2. Regulator simpanan
Penyerapan besi diatur melalui besarnya cadangan besi dalam tubuh.
Penyerapan besi rendah jika cadangan besi tinggi, sebaliknya apabila
cadangan besi rendah maka absorpsi besi akan ditingkatkan. Bagaimana
mekanisme regulasi ini bekcrja belum diketahui dengan pasti. Diperkirakan
melalui crypt cell- pro grainining sehubungan dengan respon saturasi
transferin plasma dengan besi.
3. Regulator eritropietik
Besar absoprsi besi berhubungan kecepatan eritropoesis. Erythropoietic
regulator mempilnyai kemampilan regu lasi absorpsi besi lebih tinggi
24
dibandingkan dengan stores regulator. Mekanisme eiythropoietic regulator
ini belum diketahui dengan pasti. Eritropoesis inefektif (peningkatan
eritropoesis tetapi disertai penghancuran precursor eritrosit dalam sumsum
tulang), seperti misalnya pada thalesmia atau hemoglobinopati lainnya,
disertai peningkatan absorpsi besi lebih besar dibandingkan dengan
peningkatan eritropoesis akibat destruksi eritrosit di daerah tepi, seperti
misalnya pada anemia hemolitik autoimun. Oleh karena itu hemokromatosis
sekunderjauh lebih sering pada keadaan pertama dibandingkan keadaan
kedua. Akhir-akhir ini ditemukan suatu peptide hormonal kecil yaitu
hepsidin yang diperkirakan mempilnyai peran sebagai soluble regulator
absorpsi besi dalam usus.
d. Siklus besi dalam tubuh
Pertukaran besi dalam tubuh merupakan lingkaran yang tertutup yang diatur
oleh besarnya besi yang diserap usus, sedangkan kehilangan besi fisiologik
bersifat tetap. Besi yang diserap usus setiap hariberkisar antara 1-2 mg,
ekskbesi besi terjadi dalam jumlah yang sama melalui eksfoliasi epitel besi dan
usus dalam bentuk transferin akan bergabung dengan besi yang dimobilisasi
dan makrofag dalam sumsum tulang sebesar 22mg untuk dapat memenuhi
kebutuhaneritropoiesis sebanyak 24 mg/hari. Eritrosit yang teHbentuk secara
efektif yang akan beredar melalui sirkulasi memerlukan besi 17mg, sedangkan
besi sebesar 7 mg akan dikembalikan ke makrofag karena terjadinya
eritropoesis inefektif (hemolisis intramedular). Besi yang terdapat pada eritrosit
yang beredar, selelah mengalami proses penuaan juga akan dikembalikan pada
makrofag sumsum tulang sebesar 17 mg. sehingga dengan demikian dapat
dilihat suatu Iingkaran tertutup (closed sit-cult) yang sangat efisien, seperti
yang dilukiskan pada gambar.
25
Gambar 3. Skema sikius pertukaran besi dalam tubuh
(Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FK UI)
e. Kiasifikasi derajat defisiensi besi
Jika dilihat dan denajat kekurang besi dalam tubuh maka defisiensi besi dapat
dibagi menjadi tiga tingkatan:
1. Deplesi besi (iron depleted state)
Cadangan besi menurun tetapi penyediaan besi untuk eritropoesis belum
terganggu. Pada orang dewasa keadaan ini mudah dibedakan dengan
keadaan normal, tetapi pada anak yang sedang tumbuh agak sulit
ditentukan, karena pada anakanak yang sedang tumbuh dalam keadaan
nornialpiln bisa didapati kadar hemosiderin dalam sumsum tulang yang
sangat rendah.
2. Eritropoiesis defisiensi besi (iron deficient erythropoiesis)
Cadangan besi kosong, penyediaan besi untuk eritropoiesis
terganggu, tetapi belum timbul anemia secara labolatorik.
26
3. Anemia defisiensi besi
Cadangan besi kosong disertai anemia defisiensi besi. (sumber Davidson
dkk)
2. Prevalensi Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi merupakan jenis anemia yang paling sering dijumpai
baik di klinik maupiln di masyarakat. ADB merupakan anemia yang sangat
sering dijumpai di negara berkembang. Dari berbagai data yang dikumpillkan
sampai saat ini, didapatkan gambaran prevalensi anemia defisiensi besi seperti
tertera pada tabel
Tabel 3. Prevalensi Anemia defisiensi besi di dunia
Afrika Amerika Latin Indonesia
Laki dewasa 6% 3% 16 - 50%
Wanita tak hamil 20% 17 - 21% 25 - 48%
Wanita hamil 60% 39 - 46% 46 - 92%
(sumber Buku Ajar ilmu Penyakit Dalam FK UI)
Belum ada data yang pasti mengenal prevalensi ADB di Indonesia.
Martoacmojo et al memperkirakan ADB pada laki-laki 16-50% dan 25- 84%
pada perempilan tidak hamil. Pada pensiunan pegawai negeri di Bali didapatkan
prevalensi anemia 36% dengan 61% disebabkan oleh karena defisiensi besi.
Sedangkan pada penduduk suatu desa di Bali didapatkan angka prevalensi ADB
sebesar 27%.
3. Etiologi
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya masukan besi,
gangguan absorpsi, serta kehilangan besi akibat perdarahanmenahun :
- Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun dapat berasal dari :
27
Saluran cema akibat dan tukak peptik, pemakaian salisilat atau NSAIDs,
Kanker lambung, kanker kolon, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi
cacing tambang.
Saluran genitalia perempilan : menorraghia atau metrorraghia.
Sal uran keinih : hematuria.
Saluran nafas : hemoptoe.
- Faktor nutrisi : akibat kurangnyajumlah besi total dalam makanan, atau
kualitas besi (bioavailabilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat,
rendah vitamin C, dan rendah daging).
- Kebutuhanbesi meningkat : seperti pada prematuritas, anak dalam masa
pertumbuhandan kehamilan.
- Gangguan absorpsi besi : gasterektoini, tropical sprue atau kolitis kronik.
Terdapat perbedaan pola etiologi ADB di masyarakat atau di lapangan dengan
ADB di Rumah Sakit atau praktek klinik. ADB di lapangan pada umumnya
disertai anemia ringan atau sedang, sedangkan di klinik ADB pada umumnya
disertai anemia derajat berat. Di lapangan faktor nutrisi lebih berperan di
bandingkan dengan perdarahan(Sumber Buku ajar ilmu Penyakit Dalam FK
UI).
4. Patogenesis
Asupan nutrisi yang miskin kandungan besi akan mengakibatkan terpakainya
cadangan besi dalam tubuh. Jika hal ini berlangsung dalam jangka waktu yang
lama akan mengakibatkan penurunan cadangan besi dalam tubuh. Jika
cadangan besi menurun, keadaan ini disebut iron depleted state atau negative
iron balance. Keadaan ini ditandai oleh penurunan kadar feritin serum,
peningkatan absoprsi besi dalam usus, serta pengecatan besi dalam sumsum
tulang negatif. Apabila kekurangan besi berlanjut terus maka cadangan besi
menjadi kosong sama sekali, penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang
sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara
klinis belum terjadi, keadaan ini disebut sebagai iron deficient eryihropoiesis.
Pada fase ini kelainan pertama yang dijumpai ialah peningkatan kadar free
protophorpirin atau zinc protophorpirin dalam eritrosit. Saturasi transferin
28
menurun dan total iron binding capacity (TIBC) meningkat. Akhir-akhir ini
parameter yang sangat spesifik ialah peningkatan reseptor transferin dalam
serum. Apabilajumlah besi menurun terus maka eritropoiesis semakin
terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun, akibatnya timbul anemia
hipokroinik inikrositer, disebut sebagai iron deficiency anemia. Pada saat ini
juga terjadi kekurangan besi pada epitel serta pada beberapa enzim yang dapat
menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut dan faring serta berbagai gejala
lainnya.
5. Gejala
Gejala ADB dapat digolongkan menjadi tiga golongan besar, yaitu:
a. Gej ala umum anemia
Gejala umum anemia yang disebut juga sebagai sindrom anemia (anemiac
syndrome) dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin
turun dibawah 7-8g/dL. Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah,
mata berkunang-kunang, serta telinga berdenging. Pada anemia defisiensi
besi karena penurunan kadar hemoglobin yang terjadi secara perlahan-
lahansering kali sindroma anemia tidak terlalu menyolok dibandingkan
dengan anemia lain yang penurunan kadar hemoglobinnya terjadi lebih
cepat, oleh karena mekanismc kompensasi tubuh dapat berjalan dengan
baik. Anemia bersifat simtomatik jika hemoglobin telah turun >7g/dL. Pada
pcmeriksaan fisik dijumpai pasien yang pilcat, terutama pada konjungtiva
dan jaringan dibawah kuku.
b. Gejala khas defisiensi besi
Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidak
dijumpai pada anemia jenis lain adalah:
Koilonychia : kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-
garis vertikal dan menjadi cekung sehingga inirip seperti sendok.
Atrofi papil lidah permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena
papil lidah menghilang.
29
Stomatitis angularis (cheilosis) : adanya keradangan pada sudut mulut
sehingga tampak sebagai bercak berwarna pilcat kepiltihan.
Disfagia: nycri menelan karena kerusakan epitci hipofaring
Pica keinginan untuk memakan bahanyang tidak lazim, seperti : tanah
hat, es, lem dan lain-lain.
c. Gejala penyakit dasar
Pada anemia defisiensi besi dapat dijumapi gejala-gejala penyakit yang
menjadi penyebab anemia defisiensi tersebut. Misalnya pada anemia akibat
cacing tambang dijumpai dyspepsia, parotis membengkak dan kulit telapak
tangan berwarna kuning seperti jerami. Pada anemia karena
perdarahankronik akibat kanker colon dijumpai gejala gangguan kebiasaan
buang besar atau gejala lain tergantung dan lokasi kanker tersebut.
6. Pemeriksaan Penunjang
- Hemoglobin, Hct dan indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC) menurun
- Hapils darah tepi menunjukkan hipokroinik inikrositik
- Kadar besi serum (Si) menurun dan TIBC meningkat , saturasi menurun
- Kadar feritin menurun dan kadar Free Erythrocyte Porphyrin (FEP,)
meningkat
- sumsum tulang : aktifitas eritropoitik meningkat
7. Terapi
Selelah diagnosis ditegakkan maka dibuat rencana pemberian terapi. Terapi
terhadap anemia defisiensi besi adalah:
a. Terapi kausal
Terapi terhadap penyebab perdarahan. Misalnya pengobatan cacing
tambang, pengobatan hemoroid, pengobatan menorraghia. Terapi kausal
harus dilakukan, kalau tidak maka anemia akan kambuh kembal i.
b. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh
(iron replacement therapy):
- Terapi besi oral
30
Terapi besi oral merupakan terapi piliharipertama oleh karena efektif,
murah dan aman. Preparat yang tersedia adalah ferrous suphat (sulfas
ferosus) merupakan preparat piliharipertama oleh karena paling murah
tetapi efektif. Dosis anjuran adalah 3 x 200 mg. setiap 200mg sulfas
ferosus mengandung 66 mg besi elemental. Pemberian sulfas ferosus 3
x 200 mg mengakibatkan absorpsi besi 50 mg/hari yang dapat
rneningkatkan eritropoiesis 2-3 kali normal.
Preparat besi oral sebaiknya diberikan saat lambung kosong, tetapi efek
samping lebih sering dibandigkan dengan pemberikan selelah makan.
Pada pasien yang mengalami intoleransi, sulfas ferosus dapat dibenikan
saat makan atau selelah makan.
Efek samping utama besi peroral adalah gangguan gastrointestinal yang
dijumpai pada 15-20% yang sangat mengurangi kepatuharipasien.
Keluhan ini dapat berupa mual, muntah, serta konstipasi. Untuk
mengurangi efek samping besi saat makan atau dosis dikurangi menjadi
3 x 100mg.
Pengobatan besi diberikan 3-6 bulan, ada juga yang menganjurkan
sampai 12 bulan, selelah kadar hemoglobin normal untuk mengisi
cadangan besi tubuh. Dosis pemeliharaan yang diberikan adalah 100-
200 mg. Jika tidak diberikan dosis pemeliharaan, anemia sering kambuh
kembali.
- Terapi besi parenteral
Terapi besi parenteral sangat efektif tetapi mempilnyai besiko lebih
besar dan harganya lebih mahal. Oleh karena besiko ini maka besi
parenteral hariya diberikan atas indikasi tertentu.
Preparat yang tersedia ialah iron dextran complex (mengandung 50mg
besi/ml), iron sorbitol citrit acid complex dan yang terbaru adalah iron
ferric gluconate dan iron sucroce yang lebih aman. Besi parenteral
dapat diberikan secara intramuskular dalam atau intravena pelan.
31
Pemberian secara intramuskular memberikan rasa nyeri dan
memberikan warna hitam pada kulit. Efek samping yang dapat timbul
adalah reaksi anafilaksis, meskipiln jarang (0,6%). Efek samping lain
adalah flebitis, sakit kepala, flushing, mual, muntah, nyeri perut dan
sinkop.
Terapi besi parenteral bertujuan untuk mengembalikan kadar
hemoglobin dan mengisi besi sebesar 500-1000 mg.
c. Pengobatan lain
- Diet
Sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein terutama
yang berasal dan protein hewani.
- VitaminCV
Vitamin C diberikan 3 x 100 mg/hari untuk meningkatkan absorpsi besi.
- Transfusi darah
ADB jarang memerlukan transfusi darah. Indikasi pemberian transfusi
darah pada anemia kekurangan besi adalah:
Adanya penyakit jantung anemiak dengan ancaman payah jantung.
Anemia yang sangat simtomatik, misalnya anemia dengan gejala
pilsing yang sangat menyolok.
Pasien memerlukan peningkatan kadar hemoglobin yang cepat
seperti pada kehamilan trimester akhir atau preoperasi.
Jenis darah yang diberikan adalah PRC (packed red cell) untuk mengurangi
bahaya overload. Sebagai premedikasi dapat dipertimbangkan pemberian
furoseinid intravena. (Sumber Buku Ajar ilmu Penyakit Dalam FK UI)
8. Pencegahan
Mengingat tingginya prevelensi anemia defisiensi besi di masyarakat maka
diperlukan suatu tindakan pencegahanyang terpadu. Tindakan pencegahan
tersebut dapat berupa :
- Pendidikan Kesehatan :
32
Kesehatan lingkungan, misalnya tentang pemakaian jamban, perbaikan
lingkungan kerja, misalnya pemakaian alas kaki sehingga dapat
mencegah penyakit cacing tambang
Penyuluhan gizi untuk mendorong konsumsi makanan yang membantu
absorpsi besi.
- Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber perdarahan kronis
paling yang sering dijumpai di daerah tropik.
- Suplementasi besi yaitu pemberian besi profilaksis pada segmen penduduk
yang rentan, seperti ibu hamil dan anak balita. Di Indonesia diberikan pada
perempilan hamil dan anak balita memakai pil besi dan folat.
- Fortifikasi bahanmakanan dengan besi, yaitu mencampurkan besi pada
bahanmakan. Di negara barat dilakukan dengan mencampur tepung untuk
roti atau bubuk susu dengan besi.
b. Anemia Defisiensi Besi pada Remaja Putri
Sebenarnya, tubuh punya mekanisme menjaga keseimbangan zat besi dan
mencegah berkembangnya kekurangan zat besi. Tubuh mampu mengatur
penyerapan zat besi sesuai kebutuhan tubuh dengan meningkatkan penyerapan
pada kondisi kekurangan dan menurunkan penyerapan saat kelebihan zat besi.
Begitupun, anemia tetap bisa menyerang, bahkan siapa saja. Di antaranya
mereka yang karena aktif, amat sibuk, dan pilnya keterbatasan waktu, tidak bisa
mengikuti pola makan yang memenuhi kebutuhan akan zat besi. Kemungkinan
lain adalah meningkatnya kebutuhankarena kondisi fisiologis, misalnya hamil,
kehilangan darah karena kecelakaan, pascabedah atau menstruasi, adanya
penyakit kronis atau infeksi, misalnya infeksi cacing tambang, malaria,
tuberkulose atau TB (dulu dikenal sebagai /TBC/). Mereka yang berdiet pun
terbuka kemungkinan menderita anemia karena diet yang berpantang telur,
daging, hati, atau ikan. Padahal jenis pangan itu sumber zat besi yang mudah
diserap tubuh. Tak heran bila para vegetarian cenderung mudah menderita
anemia. Apalagi disertai kebiasaan tidak sarapan atau frekuensi makan tidak
teratur tanpa kualitas makanan seimbang. Demikian pula pengidap gangguan
33
penyerapan zat besi dalam usus. ini bisa terjadi karena gangguan pencernaan
atau dikonsumsinya substansi penghambat seperti kopi, teh, atau serat makanan
tertentu tanpa asupan zat besi yang cukup. Wanita, terutama, perlu memberi
perhatian khusus pada anemia. Dimulai pada saat remaja mengalami haid di
masa pubertas. Di fase ini sangat diperlukan zat gizi cukup seperti zat besi,
vitamin A, dan kalsium. Sayangnya, akibat menstruasi ia harus kehilangan zat
besi hingga dua kali jumlah yang dikeluarkan pria. Pada wanita dewasa dengan
berat badan 55 kg, zat besi yang keluar lewat saluran pencernaan dan kulit atau
kehilangan basal berjumlah 0,5 - 1,0 mg per hari, atau umumnya sekitar 0,8 mg
per hari. Sedangkan jumlah zat besi yang hilang karena haid, pada 95%
populasi adalah 1,6 mg per hari. Sehingga jumlah zat besi yang hilang akibat
haid ditambah kehilangan basal menjadi sekitar 2,4 mg per hari pada 95%
populasi. Tak heran bila wanita cenderung menderita kekurangan zat besi
karena hilangnya zat itu di kala haid tiap bulan tanpa diimbangi asupan
makanan yang cukup mengandung zat besi. Kehilangan zat besi lewat haid
pada wanita biasanya konstan, tetapi bervariasi jumlahnya di antara kaum
wanita. Dapat dimengerti bila beberapa wanita perlu zat besi lebih banyak
daripada wanita lain.
Tabel 4. Perkiraan kebutuhan besi setiap hari, unit adalah mg/hari
Urin, Keringat
FesesHaid Kehamilan Pertumbuhan Total
PriadewasaWanita yangsedang menstruasiWanita hamilAnak-anak(rata-rata)Wanita(umur l2-15)
0.5 – 10.5 – 1
0.5 – 10.5
0.5 – 1
0.5 – 1
0.5 – 1
1 – 2 0.6
0.6
0.5 – 11 – 2
1.5 – 31
1 – 2.5
(Sumber Kapita Selekia Hematologi)
34
Penyebab lain adalah kecenderungan wanita berdiet karena ingin
mempertaharikan bentuk tubuh ideal, tanpa mempertimbangkan jumlah zat gizi
penting yang masuk, terutama zat besi. Kurangnya asupan zat besi akan
mengakibatkan terpakainya cadangan zat besi dan bila hal ini berlangsung
dalam jangka waktu yang lama akan mengakibatkan terjadinya anemia
defisiensi besi seperti telah dijelaskan di atas.
Gambar 4. Sebab anemia mikrositik hipokrom.
(Sumber Kapita Selekta Hematologi)
C. TINGKAT PRESTASI PADA REMAJA PUTRI
Perubahanyang dialaini remaja meliputi perubahan fisik, baik yang dapat
dilihat maupiln yang tidak dapat dilihat dan luar. Remaja juga mengalami
perubahanernosiona! yang tercerinin dalam sikap dan tingkah laku.
Perkembangan kepribadian remaja selain dipengaruhi olehorangtua dan
lingkungan keluarga juga dipengaruhi oleh lingkungan sekolah dan teman-
teman pergaulan di luar sekolah, dan faktor gizi. Pada remaja juga terjadi
perubahan-perubahan emosi, pikiran, lingkungan pergaulan dan tanggung
jawab yang dihadapi (Suinito Arkanda, 1986). Berikut faktor-faktor yang
mempengaruhi tumbuh kembang remaja:
35
a. Faktor herediter. Yaitu faktor keturunan (heretio-constiturnet).
b. Faktor jumlah anak Yang dapat mempengaruhi besar dan panjang anak.
Anak pertama biasanya lebih kecil dan anak kedua sewaktu dilahirkan,
dan anak kedua biasanya lebih kecil dari anak yang ketiga.
c. Faktor sosial lekonomi. Golongan sosial ekonomi rendah biasanya
memiliki postur tubuh yang lebih kecil dibandingkan golongan sosial
ekonomi tinggi atau menengah.
d. Faktor seks/kelamin. Pada adolescent seks berpengaruh terhadap tinggi
dan berat badan
e. Faktor bangsa dan kebiasaan serta lingkungan. Contoh: orang-orang
Jepang yang terkenal pendek-pendek ternyata mereka yang tinggal di
Amerika, berat dan panjangnya hampir menyamai orang-orang Amerika.
f. Faktor endokrin. Terutama hyphophyse dan thyroid. Contoh hyphophyse:
cretinisme/kekerdilan.
g. Kelainan kongenital (bawaan) dapat terjadi karena faktor herediter atau
penyakit pada masa kecil akibat dan banyak hal. Contoh: beberapa organ
mental mengalami perlambatan (retardation), kebutaan, atau ketulian
bawaan.
h. Faktor malnutrition (kekurangan gizi). Gizi sangat berpengaruh,
terjadinya kelambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan terutama
disebabkan oleh kekurangan protein dan vitamin B. Malnutrisi secara
primer terjadi akibat kekurang makan, secara sekunder terjadi akibat
penyakit kronis, penyakit darah, dan kelainan kongenital (Suinito
Arkandha, 1986)
Salah satu akibat dan faktor maInurisi adalah anemia defisiensi besi , disebut
juga anemia gizi (Djoko, 2006). Pertumbuhan remaja yang cepat
menyebabkan volume darah meningkat, demikian pula massa otot dan
enzim-enzim. Oleh karena itu diperlukan asupan besi yang cukup untuk
menjamin kebutuhan tersebut, zat besi membantu pembentukan hemoglobin
dalam sel darah merah, mcncegah anemia, keletihan, dan kondisi yang
menyebabkan mereka kehilangan konsentrasi dalam belajar. Remaja lebih
banyak memerlukan zat besi untuk mencegah anemia karena kekurangan zat
36
besi dan remaja putri memerlukan lebih banyak lagi untuk mengganti zat
besi yang hilang bersama darah haid (Arisman, 2003). Kebutuhan zat besi
pada remaja putri adalah 15 mg/hari, sedangkan pada remaja putra harinya
12 mg/hari (Sumber Kapita Selekta Hematologi).
Sel-sel otak memiliki mitokondria yang lebih banyak dan sel-sel tubuh yang
lain. ini berarti sel-sel otak membutuhkan oksigenasi sel yang lebih banyak.
Penghantaran oksigen ke otak diperantarai oleh sel darah merah dalam hal ini
hemoglobin. Jumlah hemoglobin yang cukup akan dapat mengantarkan
jumlah oksigen yang cukup ke sel-sel otak. Dengan cukupnya jumlah
oksigen pada sel-sel otak proses penerimaan impills pada sel-sel otak akan
berlangsung dengan baik (Enoch M, 1999).
37
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Disain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif secara cross sectional, data
diperoleh dengan system questioner.
3.2 Analisa Tabel
Data yang masuk dianalisis dengan bivariat untuk mengetahui jumlah dan %
dari variable yang telah diketahui serta untuk mengetahui tingkat pemahaman
responden terhadap penyakit anemia.
3.3 Populasi
Penduduk di kelurahan Pecoh Raya kecamatan Teluk Betung Selatan yang
berusia 14 - 22 tahun.
3.4 Sampel
Responden dalam penelitian ini adalah remaja putri yang berada di lingkungan
kelurahan Pecoh Raya kec. Teluk Betung Selatan. Mengingat waktu penelitian
yang amat singkat maka sample yang dipilih adalah 50 orang responden yang
diambil secara random dari 5.018 orang penduduk di wilayah tersebut.
3.5 Lokasi & Waktu Penelitian
3.5.1 Lokasi
Penelitian ini dilakukan di kelurahan Pecoh Raya Kecamatan Teluk
Betung Selatan.
3.5.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan selama 13 hari dimulai dari tanggal 3 November
sampai dengan tanggal 15 November.
38
3.6 Cara Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini didapat dengan menggunakan teknik kuesioner.
Pengumpulan data dilakukan dengan datang langsung ke lapangan yang
sebelumnya sudah terbagi-bagi menurut sub wilayah kerja masing-masing
dengan mendatangi langsung secara acak.
3.7 Pengolahan Data
Semua data yang diperoleh dan hasil penelitian ditampilkan dalam bentuk
piebar. Hasilnya diuraikan dengan penjelasan-penjelasan yang selanjutnya
dijelaskan dengan teori untuk pembahasan yang lebih lanjut.
3.8 Definisi Operasional
Variabel Definisi Alat Ukur Metode Skala- Umur
- Pendidikan terakhir
- Status sosial
- Pekerjaan orang tua
Umur responden pada saat penelitian dilakukan
Pendidikan terakhir yang dijalani oleh responden
Pendapatan minimum yang didapat oleh keluarga responden dalam jangka waktu 1 bulan
Pekerjaan dari keluarga responden dalam menghasilkan apa?
Kuesioner
Kuesioner
Kuesioner
Kuesioner
Wawancara
Wawancara
Wawancara
Wawancara
0 = <18 tahun1 = ≥18 tahun
1 = <SMU2 = ≥SMU
0 = ≤1.000.0001 = 1.000.000- 2.000.0002 = ≥ 2.000.000
0 = Pedagang1 = Petani2 = Buruh3 = PNS4 = Wiraswasta5 = lain-lain
39
- Riwayat Penyakit anemia
- Informasi
- Pengetahuan
Perjalanan penyakit anemia dalam keluarga responden
Dari mana Responden mendapat pengetahuan tentang anemia
Wawasan atau informasi yang diketahui oleh responden dalam suatu hal
Kuesioner
Kuesioner
Kuasioner
Wawancara
Wawancara
wawancara
Dikotomous0 = Ada1 = Tidak ada
0 = Dokter1 = Bidan2 = Perawat3 = Teman4 = Penyuluhan5 = Buku6 = Majalah7 = Iklan
Dikotomus 0 = baik1 = kurang baik
3.8 Etika Penelitian
- Proposal ini akan diajukan ke komite etik untuk dinilai etika penelitiannya
- Para responden akan diberikan surat persetujuan ( Informed Consent) untuk
ditanda tangani
40
3.9 Alur Penelitian
Persiapan
Informed Consent
Pengumpulan Data
Analisa Data
Pengolahan Data
Penulisan Laporan
Pengumpulan Laporan
Presentasi Laporan
Revisi
41
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penelitian dilakukan di Kelurahan Pecoh Raya Kecamatan Teluk Betung Selatan
Bandar Lampung pada tangga 3 November 2008 – 15 November 2008.
Kelurahan Pecoh Raya terbagi menjadi 2 lingkungan yaitu lingkungan 1 dan
lingkungan 2. lingkungan 1 terbagi menjadi 8 RT sedangkan lingkungan 2 terbagi
menjadi 5 RT.
Peneliti melakukan penelitian di ingkungan 1, dimana sebagian besar merupakan
wilayah kumuh dengan persentase 75% dan sisa nya 25 % merupakan wilayah
tidak kumuh. Sebagian besar masyarakat berprofesi sebagai buruh sehingga
tingkat kesejahteraan masyarakat dikelurahan Pecoh Raya khususnya lingkungan
1 sangat rendah. Ini sangat berpengaruh terhadap tingkat pendidikan masyarakat
yang mana sebagian besar memiliki tingkat pendidikan yang rendah, yaitu rata-
rata dibawah SMU.
A. Hasil Penelitian
4.1 ANALISIS UNIVARIAT
4.1.1 Data Umum
Distribusi responden masyarakat Kelurahan Pecoh Raya berdasarkan
umur, pekerjaan, pendidikan, dan status social.
4.1.1.1 Umur Responden
Tabel 5.1Distribusi Statistik Responden Berdasarkan Umur
Di Kelurahan Pecoh RayaTahun 2008
UmurResponden
Jumlah %<18 Tahun≥18 Tahun
Total
2624
50
5248
100
42
Dari data yang didapat berdasarkan tingkat usia/umur responden yang mengisi
kuasioner, di ketahui responden yang memiliki usia <18 tahun ( remaja muda )
sebanyak 26 orang atau 52 %, sedangkan responden yang usia >18 tahun ( remaja
dewasa ) sebanyak 24 orang atau 48 %.
4.1.1.2 Pekerjaan Orang Tua Responden
Hasil Penelitian :
Tabel 5.2Distribusi Statistik Responden Berdasarkan Pekerjaan Orang Tua
Di Kelurahan Pecoh Raya Tahun 2008
PekerjaanResponden
Jumlah %PedagangPetaniBuruhPNSWiraswastaLain-lain
Total
11223158
50
224463016
100
Pekerjaan orang tua responden yang mengisi kuasioner di kelurahan Pecoh Raya
menunjukkan sebagian besar pekerjaannya adalah sebagai buruh yaitu sebanyak
22 responden (44%), kemudian wiraswasta sebanyak 15 respponden (30%), lain-
lain sebanyak 8 responden (16%), PNS sebanyak 3 responden (6%), petani
sebanyak 1 responden (2%) dan pedagang sebanyak 1 responden (2%).
43
4.1.1.3 Pendidikan Responden
Tabel 5.3Distribusi Statistik Responden Berdasarkan Pendidikan
Di Kelurahan Pecoh Raya Tahun 2008
PendidikanResponden
Jumlah %< SMU≥ SMU
Total
3614
50
7228
100
Dari data yang diperoleh Responden yang memiliki tingkat pendidikan < SMU
sebanyak 36 Responden ( 72% ), dari 50 total responden. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa tingkat pendidikan masyarakat di kelurahan Pecoh Raya
Kecamatan Teluk Betung Selatan masih sangat rendah.
4.1.1.4 Status Sosial
Tabel 5.4Distribusi Statistik Responden Berdasarkan Status Sosial
Di Kelurahan Pecoh Raya Tahun 2008
PenghasilanResponden
Jumlah %< Rp 1.000.000≥ Rp 1.000.000
Total
4010
50
8020
100
Dari data yang didapat, Responden yang keluarganya mempunyai pendapatan
perbulan < Rp 1.000.000 sebanyak 40 responden atau 80%, sedangkan yang
berpendapatan ≥ Rp1.000.000 sebanyak 10 responden atau 20%. Sehingga dapat
kita simpulkan bahwa masyarakat di Kelurahan Pecoh Raya Kecamatan Teluk
Betung Selatan mempunyai status sosial yang rendah. Ini sangat erat kaitannya
dengan tingkat pendidikan masyarakat dimana semakin rendah status sosial maka
semakin rendah pula tingkat pendidikan masyarakat.
44
4.1.2 Data Khusus
4.1.2.1 Distribusi Responden Mengenai Ada Tidaknya Riwayat Keluarga
Yang Terkena Anemia
Tabel 5.5Distribusi Statistik Responden Berdasarkan Riwayat Keluarga
Yang Terkena Anemia Di Kelurahan Pecoh Raya Tahun 2008
Riwayat KeluargaResponden
Jumlah %AdaTidak ada
Total
1040
50
8020
100
Dari data diatas, diketahui bahwa hanya ada 10 orang responden ( 80 % ) yang
memiliki riwayat keluarga terkena anemia dari 50 orang total jumlah responden.
4.1.2.2 Distribusi Responden Mengenai Informasi Penyakit Anemia
Tabel 5.6Distribusi Statistik Responden Berdasarkan Sumber Informasi
Di Kelurahan Pecoh Raya Tahun 2008
Sumber InformasiResponden
Jumlah %Dokter BidanPerawatTemanBukuIklan
Total
2724467
50
544881214
100
Berdasarkan data yang diperoleh dari 50 responden mengenai informasi penyakit
anemia, 27 orang (54%) mendapatkan informasi dari dokter, 2 orang (4%) dari
45
bidan, 4 orang (8%) dari perawat, 4 orang (8%) dari teman, 6 Orang (12%) dari
buku, 7 orang (14%) dari iklan.
4.1.2.3 Distribusi Responden Mengenai Penyuluhan Yang Dilakukan Di
Lingkungan Responden
Hasil Penelitian :
Tabel 5.7Distribusi Statistik Responden Berdasarkan Penyuluhan Yang
Dilakukan Di Kelurahan Pecoh Raya Tahun 2008
PenyuluhanResponden
Jumlah %Tidak Pernah 50 100
Dari data diatas, di lingkungan responden tidak pernah diadakan penyuluhan
mengenai penyakit anemia.
Tidak pernah nya diadakan penyuluhan mengenai penyakit anemia di lingkungan
masyarakat di sebabkan karena tidak tersedia nya sarana dan prasarana yang
memadai untuk mengadakan penyuluhan. Padahal penyuluhan sangat bermanfaat
untuk menambah pengetahuan masyarakat mengenai penyakit anemia.
Tabel 6.
Tingkat Pengetahuan Remaja Putri Di Kelurahan Pecoh Raya
Kecamatan Teluk Betung Selatan
Tahun 2008
Tingkat PengetahuanResponden
Jumlah %BaikKurang Baik
Total
446
50
892
100
46
Dari data diatas, didapatkan bahwa responden yang memiliki tingkat pengetahuan
yang baik mengenai penyakit anemia sebanyak 4 orang dari 50 responden.
Ini menunjukkan masih sangat rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai
penyakit anemia.
Faktor penyebab rendah nya pemahaman masyarakat terhadap penyakit anemia
adalah salah satunya yaitu tingkat pendidikan masyarakat yang sangat rendah
sehingga masyarakat sulit untuk memperoleh informasi mengenai penyakit
anemia. Di tambah lagi tidak pernah di adakannya penyuluhan-penyuluhan
kepada masyarakat mengenai penyakit anemia itu sendiri. Hal inilah yang
menyebabkan masyarakat khususnya di kelurahan Pecoh Raya Kecamatan Teluk
Betung Selatan sangat awam terhadap Penyakit anemia.
47
4.2 ANALISIS BIVARIAT
Variabel-variabel yang memiliki hubungan dengan tingkat pengetahuan remaja
mengenai penyakit anemia yaitu diantaranya adalah sebagai berikut :
4.2.3 Pendidikan Responden
Tabel 7.3Hubungan Pendidikan Dengan Tingkat Pengetahuan Remaja
Terhadap Penyakit Anemia Di Kelurahan Pecoh Raya Tahun 2008
Tingkat
pendidikan
InterpretasiTotal P value
OR
(95%CI)Baik Kurang Baik
< SMU
≥ SMU
Total
1 (2,8%) 35 (97,2%) 36 (100%)
0,031 0,1053 (21,4%) 11 (78,6%) 14 (100%)
4 46 50
Berdasarkan Tabel 6.3, di peroleh bahwa remaja yang mempunyai tingkat
pengetahuan baik mengenai penyakit anemia dengan pendidikan < SMU sebesar
2,8 % atau 1 responden dari total 36 responden. Sedangkan remaja yang tingkat
pendidikannya ≥ SMU sebesar 21,4 % atau 3 responden dari 14 responden yang
mempunyai tingkat pendidikan sama.
Nilai p value 0,031. lebih kecil dibandingkan dengan nilai alpha (0,05). Dengan
demikian dapat di simpulkan secara statistik dengan derajat kepercayaan 95%,
ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan tingkat
pemahaman masyarakat mengenai penyakit anemia.
Nilai OR (95% CI) sebesar 0,105, dengan demikian responden yang memiliki
pendidikan ≥ SMU mempunyai peluang Lebih Paham 0,105 dari responden yang
mempunyai pendidikan < SMU.
48
4.2.5 Riwayat Penyakit
Tabel 7.5Hubungan Riwayat Penyakit Anemia Dengan Tingkat Pengetahuan Remaja
Terhadap Penyakit Anemia Di Kelurahan Pecoh Raya Tahum 2008
Perjalanan
penyakit dalam
keluarga
Interpretasi
TotalP
value
OR
(95%CI)Baik Kurang Baik
Ada
Tidak Ada
Total
3 (25%) 9 (75%) 12 (100%)
0,014 12,3331 (2,6%) 37 (97,4%) 38 (100%)
4 46
Berdasarkan Tabel 6.5, di peroleh remaja yang mempunyai tingkat pengetahuan
baik terhadap penyakit anemia yang ada riwayat keluarga sebesar 25 % atau 3
responden dari total 12 responden yang mempunyai riwayat anemia dalam
keluarga. Sedangkan remaja yang tidak ada riwayat keluarga ada 2,6 % atau 1
orang responden yang tingkat pengetahuannya baik dari 38 total jumlah responden
yang ada yang sama-sama tidk memiliki riwayat penyakit anemia dalam keluarga.
Nilai p value 0,014 sehingga lebih kecil dibandingkan dengan nilai alpha (0,05).
Dengan demikian dapat di simpulkan secara statistik dengan derajat kepercayaan
95%, ada hubungan yang signifikan antara riwayat penyakit dalam keluarga
dengan tingkat pemahaman masyarakat mengenai penyakit anemia.
Nilai OR (95% CI) sebesar 12,333, sehingga peluang untuk masyarakat yang
mempunyai riwayat penyakit anemia dalam keluarga memiliki peluang untuk
lebih paham sebesar 12,333 dari masyarakat yang tidak memiliki riwayat
keluarga.
49
PEMBAHASAN :
4.2.3 Hubungan Tingkat Pendidikan Terhadap tingkat Pemahaman Masyarakat
Dari data yang diperoleh Responden yang memiliki tingkat pendidikan < SMU
sebanyak 36 Responden ( 72% ), sedangkan responden yang memiliki tingkat
pendidikan ≥ SMU sebanyak 16 responden ( 28 % ) dari 50 total responden yang
ada. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan masyarakat di
kelurahan Pecoh Raya Kecamatan Teluk Betung Selatan masih sangat rendah.
Berdasarkan data di atas, bahwa responden yang mempunyai pendidikan < SMU
hanya terdapat 1 responden dari 36 responden yang ada yang mempunyai tingkat
pemahaman baik terhadap penyakit anemia. Sedangkan responden yang memiliki
pendidikan ≥ SMU terdapat 3 responden dari 16 responden yang ada yang
memiliki pemahaman yang baik mengenai penyakit anemia.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan faktor
pendukung terhadapat tingkat pemahaman masyarakat mengenai penyakit
anemia. Semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat, semakin baik pemahaman
mengenai penyakit anemia. Hal ini dikarenakan masyarakat yang mempunyai
pendidikan lebih tinggi mempunyai akses yang lebih baik serta lebih
komprehensif untuk memperoleh sumber informasi yang memadai tentang
berbagai hal. Mereka bisa mendapatkan informasi dari berbagai sumber, misalnya
dari para pendidik, buku, internet, serta teman-teman. Sehingga mereka cenderung
memiliki wawasan dan pengetahuan yang lebih luas terhadap semua hal di
bandingkan dengan masyarakat yang mempunyai tingkat pendidikan rendah.
Khususnya mengenai tingkat pemahaman terhadap penyakit anemia.
50
4.2.5 Hubungan Antara Riwayat Penyakit Dengan Tingkat Pemahaman Mengenai
Penyakit Anemia
Dari data yang diperoleh, diketahui bahwa hanya ada 10 orang responden ( 80 % )
yang memiliki riwayat keluarga terkena anemia dari 50 orang total jumlah
responden.
Berdasarkan data diatas diperoleh tingkat pengetahuan yang baik pada responden
yang memiliki riwayat penyakit anemia sebanyak 3 orang dari 10 responden.
Sedangan responden yang tidak memiliki riwayat penyakit anemia sebanyak 1
orang dari 40 responden.
Riwayat Penyakit anemia dalam keluarga memiliki keterkaitan yang erat dengan
tingkat pemahaman masyarakat terhadap penyakit anemia.
Adanya riwayat penyakit anemia dalam keluarga sangat mempengaruhi tingkat
pemahaman masyarakat akan penyakit anemia. Dengan kata lain masyarakat yang
mempunyai riwayat keluarga cenderung memiliki pemahaman yang baik tentang
penyakit anemia. Ini dikarenakan masyarakat bisa melihat dan memahami secara
langsung terhadap gejala-gejala yang timbul, bagaimana cara mengatasinya serta
apa akibat yang bisa di timbulkan dari anemia itu sendiri dengan cara mengamati
serta menanyakan secara langsung kepada keluarga yang terkena anemia.
51
Bab V. Kesimpulan dan Saran
A. Kesimpulan
Berdasarkan data penelitian yang di peroleh, bahwa tingkat pengetahuan
masyarakat mengenai penyakit anemia di kelurahan Pecoh Raya Kecamatan
Teluk Betung Selatan tahun 2008 masih sangat kurang. Hal ini disebabkan oleh
beberapa faktor yang mempengaruhi pemahaman masyarakat yaitu salah
satunya yang dapat kami temukan diantaranya adalah tingkat pendidikan yang
masih sangat rendah serta adanya riwayat penyakit anemia dalam keluarga.
Tingkat Pendidikan masyarakat di Kelurahan Pecoh Raya Kecamatan Teluk
Betung Selatan jauh dibawah standard pemerintah, Dimana persentasinya
adalah 30% SD (15 responden), 42% SLTP (21 responden), 22% SMU (11
responden), 4 % DIPLOMA (2 responden) dan 2% Sarjana (1 responden). Ini
dikarenakan tidak adanya kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan
serta tingkat ekonomi masyarakat yang sangat rendah sehingga pendidikan
tidak bisa di jangkau oleh masyarakat.
Adanya riwayat anemia dalam keluarga merupakan salah satu faktor yang
cukup berpengaruh terhadap tingkat pemahaman masyarakat tentang penyakit
anemia. Masyarakat yang memiliki riwayat keluarga cenderung lebih paham
mengenai penyakit anemia di bandingkan dengan masyarakat yang tidak
memiliki riwayat anemia dalam keluarga. Ini di karenakan masyarakat yang
mempunyai riwayat anemia dalam keluarga bisa melihat dan memahami secara
langsung bagaimana tanda-tanda serta dampak dari anemia itu sendiri dengan
cara bertanya kepada anggota keluarga yang terkena atau pernah terkena
anemia.
52
B. Saran
Penyakit anemia khususnya karena defisiensi besi adalah penyakit yang bisa
dicegah serta disembuhkan dengan pemahaman serta informasi yang memadai
akan penyakit anemia itu sendiri.
Dengan demikian untuk menekan angka resiko terkena dan mengurangi
dampak negatif yang bisa di timbulkan oleh anemia sangat diperlukan sekali
peran serta pihak terkait untuk memberikan informasi dan pemahaman kepada
masyarakat tentang penyakit anemia dengan cara memberikan penyuluhan
kepada masyarakat.
53
PRINT OUT SPSS :
1. Umur
Frequencies
UMUR
26 52,0 52,0 52,0
24 48,0 48,0 100,0
50 100,0 100,0
remaja muda
remaja dewasa
Total
ValidFrequency Percent Valid Percent
CumulativePercent
Crosstabs
Statistics
UMUR
50
0
Valid
Missing
N
Case Processing Summary
50 100,0% 0 ,0% 50 100,0%UMUR * INTERPREN Percent N Percent N Percent
Valid Missing Total
Cases
UMUR * INTERPRETASI Crosstabulation
Count
3 23 26
1 23 24
4 46 50
remaja muda
remaja dewasa
UMURGRP
Total
PAHAM TIDAK PAHAM
INTERPRE
Total
54
Chi-Square Tests
,921b 1 ,337
,192 1 ,661
,966 1 ,326
,611 ,336
,903 1 ,342
50
Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by-LinearAssociation
N of Valid Cases
Value dfAsymp. Sig.
(2-sided)Exact Sig.(2-sided)
Exact Sig.(1-sided)
Computed only for a 2x2 tablea.
2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is1,92.
b.
Symmetric Measures
,135 ,337
,136 ,128 ,949 ,347c
,136 ,128 ,949 ,347c
50
Contingency CoefficientNominal by Nominal
Pearson's RInterval by Interval
Spearman CorrelationOrdinal by Ordinal
N of Valid Cases
ValueAsymp.
Std. Errora
Approx. Tb
Approx. Sig.
Not assuming the null hypothesis.a.
Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.b.
Based on normal approximation.c.
Risk Estimate
3,000 ,290 31,013
2,769 ,309 24,846
,923 ,785 1,085
50
Odds Ratio forUMURGRP (remajamuda / remaja dewasa)
For cohort INTERPRE =PAHAM
For cohort INTERPRE =TIDAK PAHAM
N of Valid Cases
Value Lower Upper
95% ConfidenceInterval
55
2. Pekerjaan
FrequenciesStatistics
pekerjaan dari keluarga responden50
0
Valid
Missing
N
pekerjaan dari keluarga responden
1 2,0 2,0 2,0
1 2,0 2,0 4,0
22 44,0 44,0 48,0
3 6,0 6,0 54,0
15 30,0 30,0 84,0
8 16,0 16,0 100,0
50 100,0 100,0
pedagang
petani
buruh
PNS
wiraswasta
lain-lain
Total
ValidFrequency Percent Valid Percent
CumulativePercent
CrosstabsCase Processing Summary
50 100,0% 0 ,0% 50 100,0%pekerjaan * INTERPRETASI
N Percent N Percent N Percent
Valid Missing Total
Cases
pekerjaan dari keluarga responden * INTERPRE Crosstabulation
Count
1 1
1 1
1 21 22
3 3
1 14 15
2 6 8
4 46 50
pedagang
petani
buruh
PNS
wiraswasta
lain-lain
Pekerjaan dari keluargaResponden
Total
PAHAM TIDAK PAHAM
INTERPRE
Total
56
Chi-Square Tests
3,969a 5 ,554
3,396 5 ,639
2,208 1 ,137
50
Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
Linear-by-LinearAssociation
N of Valid Cases
Value dfAsymp. Sig.
(2-sided)
9 cells (75,0%) have expected count less than 5. Theminimum expected count is ,08.
a.
Symmetric Measures
,271 ,554
-,212 ,141 -1,505 ,139c
-,215 ,146 -1,523 ,134c
50
Contingency CoefficientNominal by Nominal
Pearson's RInterval by Interval
Spearman CorrelationOrdinal by Ordinal
N of Valid Cases
ValueAsymp.
Std. Errora
Approx. Tb
Approx. Sig.
Not assuming the null hypothesis.a.
Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.b.
Based on normal approximation.c.
Risk Estimate
aOdds Ratio for pekerjaandari keluarga responden(pedagang / petani)
Value
Risk Estimate statistics cannot be computed. Theyare only computed for a 2*2 table without empty cells.
a.
57
3. Pendidikan
FrequenciesStatistics
pendidikan terakhir yang dijalani responden50
0
Valid
Missing
N
pendidikan terakhir yang dijalani responden
36 72,0 72,0 72,0
14 28,0 28,0 100,0
50 100,0 100,0
<SMU
>=SMU
Total
ValidFrequency Percent Valid Percent
CumulativePercent
CrosstabsCase Processing Summary
50 100,0% 0 ,0% 50 100,0%INTERPRE * pendidikanterakhir yang dijalaniresponden
N Percent N Percent N Percent
Valid Missing Total
Cases
INTERPRE * pendidikan terakhir yang dijalani respondenCrosstabulation
Count
1 3 4
35 11 46
36 14 50
PAHAM
TIDAK PAHAM
INTERPRE
Total
<SMU >=SMU
pendidikan terakhiryang dijalaniresponden
Total
58
Chi-Square Tests
4,764b 1 ,029
2,567 1 ,109
4,190 1 ,041
,061 ,061
4,669 1 ,031
50
Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by-LinearAssociation
N of Valid Cases
Value dfAsymp. Sig.
(2-sided)Exact Sig.(2-sided)
Exact Sig.(1-sided)
Computed only for a 2x2 tablea.
2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is1,12.
b.
Symmetric Measures
,295 ,029
-,309 ,150 -2,248 ,029c
-,309 ,150 -2,248 ,029c
50
Contingency CoefficientNominal by Nominal
Pearson's RInterval by Interval
Spearman CorrelationOrdinal by Ordinal
N of Valid Cases
ValueAsymp.
Std. Errora
Approx. Tb
Approx. Sig.
Not assuming the null hypothesis.a.
Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.b.
Based on normal approximation.c.
Risk Estimate
,105 ,010 1,112
,329 ,060 1,808
3,136 1,459 6,743
50
Odds Ratio forINTERPRE (PAHAM /TIDAK PAHAM)
For cohort pendidikanterakhir yang dijalaniresponden = <SMU
For cohort pendidikanterakhir yang dijalaniresponden = >=SMU
N of Valid Cases
Value Lower Upper
95% ConfidenceInterval
59
4. Pendapatan
FrequenciesStatistics
pendapatan minimum yang didapatoleh keluarga responden per bulan
50
0
Valid
Missing
N
pendapatan minimum yang didapat oleh keluarga responden per bulan
40 80,0 80,0 80,0
10 20,0 20,0 100,0
50 100,0 100,0
< 1.000.000
1.000.000 - 2.000.000
Total
ValidFrequency Percent Valid Percent
CumulativePercent
CrosstabsCase Processing Summary
50 100,0% 0 ,0% 50 100,0%
pendapatan minimumyang didapat olehkeluarga respondenper bulan * INTERPRE
N Percent N Percent N Percent
Valid Missing Total
Cases
pendapatan minimum yang didapat oleh keluarga responden per bulan * INTERPRECrosstabulation
Count
3 37 40
1 9 10
4 46 50
< 1.000.000
1.000.000 - 2.000.000
pendapatanminimum yangdidapat oleh keluargaresponden per bulan
Total
PAHAM TIDAK PAHAM
INTERPRE
Total
60
Chi-Square Tests
,068b 1 ,794
,000 1 1,000
,065 1 ,799
1,000 ,603
,067 1 ,796
50
Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by-LinearAssociation
N of Valid Cases
Value dfAsymp. Sig.
(2-sided)Exact Sig.(2-sided)
Exact Sig.(1-sided)
Computed only for a 2x2 tablea.
2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is,80.
b.
Symmetric Measures
,037 ,794
-,037 ,152 -,256 ,799c
-,037 ,152 -,256 ,799c
50
Contingency CoefficientNominal by Nominal
Pearson's RInterval by Interval
Spearman CorrelationOrdinal by Ordinal
N of Valid Cases
ValueAsymp.
Std. Errora
Approx. Tb
Approx. Sig.
Not assuming the null hypothesis.a.
Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.b.
Based on normal approximation.c.
Risk Estimate
,730 ,068 7,865
,750 ,087 6,468
1,028 ,821 1,287
50
Odds Ratio forpendapatan minimumyang didapat olehkeluarga responden perbulan (< 1.000.000 /1.000.000 - 2.000.000)
For cohort INTERPRE =PAHAM
For cohort INTERPRE =TIDAK PAHAM
N of Valid Cases
Value Lower Upper
95% ConfidenceInterval
61
5. Riwayat Penyakit
FrequenciesStatistics
perjalanan penyakit anemia dalam keluarga responden50
0
Valid
Missing
N
perjalanan penyakit anemia dalam keluarga responden
10 20,0 20,0 20,0
40 80,0 80,0 100,0
50 100,0 100,0
ADA
TIDAK ADA
Total
ValidFrequency Percent Valid Percent
CumulativePercent
Crosstabs
Case Processing Summary
50 100,0% 0 ,0% 50 100,0%perjalanan penyakitanemia dalam keluargaresponden * INTERPRE
N Percent N Percent N Percent
Valid Missing Total
Cases
perjalanan penyakit anemia dalam keluarga responden * INTERPRECrosstabulation
Count
3 9 12
1 37 38
4 46 50
ADA
TIDAK ADA
perjalanan penyakitanemia dalamkeluarga responden
Total
PAHAM TIDAK PAHAM
INTERPRE
Total
62
Chi-Square Tests
6,200b 1 ,013
3,533 1 ,060
5,132 1 ,023
,038 ,038
6,076 1 ,014
50
Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by-LinearAssociation
N of Valid Cases
Value dfAsymp. Sig.
(2-sided)Exact Sig.(2-sided)
Exact Sig.(1-sided)
Computed only for a 2x2 tablea.
2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is,96.
b.
Symmetric Measures
,332 ,013
,352 ,159 2,607 ,012c
,352 ,159 2,607 ,012c
50
Contingency CoefficientNominal by Nominal
Pearson's RInterval by Interval
Spearman CorrelationOrdinal by Ordinal
N of Valid Cases
ValueAsymp.
Std. Errora
Approx. Tb
Approx. Sig.
Not assuming the null hypothesis.a.
Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.b.
Based on normal approximation.c.
Risk Estimate
12,333 1,144 132,930
9,500 1,087 83,047
,770 ,553 1,072
50
Odds Ratio for perjalananpenyakit anemia dalamkeluarga responden (ADA/ TIDAK ADA)
For cohort INTERPRE =PAHAM
For cohort INTERPRE =TIDAK PAHAM
N of Valid Cases
Value Lower Upper
95% ConfidenceInterval
63
6. Informasi
FrequenciesStatistics
dari mana responden mendapat pengetahuan tentang anemia50
0
Valid
Missing
N
dari mana responden mendapat pengetahuan tentang anemia
27 54,0 54,0 54,0
2 4,0 4,0 58,0
4 8,0 8,0 66,0
4 8,0 8,0 74,0
6 12,0 12,0 86,0
7 14,0 14,0 100,0
50 100,0 100,0
DOKTER
BIDAN
PERAWAT
TEMAN
BUKU
IKLAN
Total
ValidFrequency Percent Valid Percent
CumulativePercent
CrosstabsCase Processing Summary
50 100,0% 0 ,0% 50 100,0%
dari mana respondenmendapatpengetahuan tentanganemia * INTERPRE
N Percent N Percent N Percent
Valid Missing Total
Cases
dari mana responden mendapat pengetahuan tentang anemia *INTERPRE Crosstabulation
Count
4 23 27
2 2
4 4
4 4
6 6
7 7
4 46 50
DOKTER
BIDAN
PERAWAT
TEMAN
BUKU
IKLAN
dari manarespondenmendapatpengetahuantentang anemia
Total
PAHAM TIDAK PAHAM
INTERPRE
Total
64
Chi-Square Tests
3,704a 5 ,593
5,225 5 ,389
2,535 1 ,111
50
Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
Linear-by-LinearAssociation
N of Valid Cases
Value dfAsymp. Sig.
(2-sided)
9 cells (75,0%) have expected count less than 5. Theminimum expected count is ,16.
a.
Symmetric Measures
,263 ,593
,227 ,059 1,618 ,112c
,257 ,066 1,841 ,072c
50
Contingency CoefficientNominal by Nominal
Pearson's RInterval by Interval
Spearman CorrelationOrdinal by Ordinal
N of Valid Cases
ValueAsymp.
Std. Errora
Approx. Tb
Approx. Sig.
Not assuming the null hypothesis.a.
Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.b.
Based on normal approximation.c.
Risk Estimate
a
Odds Ratio for darimana respondenmendapat pengetahuantentang anemia(DOKTER / BIDAN)
Value
Risk Estimate statistics cannot be computed. Theyare only computed for a 2*2 table without empty cells.
a.
65
Diagram
pekerjaan dari keluarga responden
lain-lain
wiraswasta
PNS
buruh
petani
pedagang
Status Sosial
1.000.000 - 2.000.00
< 1.000.000
UMUR
remaja dewasa
remaja muda
66
Pendidikan Responden
>=SMU
<SMU
Riwayat Penyakit
TIDAK ADA
ADA
Sumber Informasi
IKLAN
BUKU
TEMAN
PERAWAT
BIDAN
DOKTER
67
Penyuluhan
TIDAK
INTERPRETASI
TIDAK PAHAM
PAHAM
68
DAFTAR PUSTAKA
A.V. Hoffbrand MA DM FRACP FRCPath, J.E. Pettit FRCPA FRCPath. Kapita
Selekta HAEMA TOLOGI (Essensial Haematology). Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta 1985
Alton, Irene. Iron Deficiency Anemia, Chapter 9 .Availabe at http: //www. epi.
umn.edu/let /pubs/irng/adolch9.pdf
Aru W Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus AIwi, Marcellus Sirnadibrata K, Siti
Satiati. Buku Ajar ilmu Penyakit Dalam, Jilid II. Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta. 2006
Bambang Permono, IDG Ugrasena, Mia Ratwita A. Anemia Defisiensi Besi.
Available at: http://ummusalma.wordpress.com/2
Conrad MD, Marcell E. Iron Deficiency Anemia . Available at:
http://www.emedicine. com /med/topic 1188 .htm 007/01 /24/anernia-
defisicnsi-besi/
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Pusat Data dan Informasi, 2005.
Glosarium Data dan Informasi Kesehatan. Available at :
http://bankdata.depkes.go.id/data%20 intranet/Dokumen/Glosarium.pdf
Depkes. 1998. Pedoman Penanggulangan Anemia Gizi untuk Remja Putri dan
Wanita Usia Subur. Departemen Kesehatan Republik Indomesia, Jakarta.
Enoch, M. 1989. Kekurangan gizi pada anak dan konsentrasi belajar. Buletin
Gizi.1(13).
69
Errnawati, Fitrah. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Severitas Anemia Anak
Balita dan Wanita Usia Subur. Research Report. Availabe at :
http://litbang.depkes.c
Isselbacher, Braunwauld, Wilson, Martin, Fauci, Kasper. Harrison Prinsip-
prinsip Iimu Penyakit Dalam, Volume 4, E/13. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta. 2000o.id
Khudori. Kebutuhan Pokok dan SDM Berkualitas. Sinar Harapan Press. 2003
Notoatmodjo, Dr. Soekidjo. Metodologi Penelitian Kesehatan. PT. Rineka Cipta.
Jakarta. 2005
Permaisih, D. A.M. Dahro, & H. Riyadi. 1989. Hubungan Status Anemi dan
Status Besi Wanita Remaja Santri. Penelitian Gizi dan Makanan (II),
Puslitbang Gizi, Depkes RI, Bogor
Ratna, dr. Ida. Anemia. Available at : http : //www.mer-c.org/mc/inalkonkes/2005
/ kkes_0505_h_anemia.htm
Robert E. Olson, dkk (1988), Mineral, pengetahuan Gizi Mutakhir, PT Gramedia,
Jakarta
Solihin pudjiadi (1993), Ilmu Gizi Klinis, FK UI, Jakarta
SWARA TIGARAKSA No. 80/Th.V/Pekan I - Il April 2004 - hal 14
Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2006
70
Wahyuni, Chatarina Umbul. Peranan Pola Makan Terhadap Anemia Gizi pada
Remaja Putri Pondok Pesantren di Surabaya. Research Report. Availabe
at : http://litbang. depkes.co.id
Wahyuni, dr. Arlinda Sari. Anemia Defisiensi Besi. Karya Tulis Ilmiah. Available
at:http://library.usu.ac.id/modules.php?
op=modload&name=Downloads&file=index&reqgetit&lid=996.
71