Makalah PBL Blok 12 (Autosaved)

37
Makalah PBL Dengue Shock Syndrome Natalia Angreini Gunawan 102010016/A6 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta 2011 [email protected] 1

description

pbl blok 12

Transcript of Makalah PBL Blok 12 (Autosaved)

Page 1: Makalah PBL Blok 12 (Autosaved)

Makalah PBL

Dengue Shock Syndrome

Natalia Angreini Gunawan

102010016/A6

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jakarta

2011

[email protected]

1

Page 2: Makalah PBL Blok 12 (Autosaved)

Daftar Isi

Halaman Judul…………………………………………………………………………….1

Daftar Isi………………………………………….…………………………………….....2

Pendahuluan……………………………………………………………………………....3

Tinjauan Pustaka

1. Anamnesis…………………………………………………………………………4

2. Pemeriksaan ...…………………………………………………………………….5

3. Diagnosis……………………………………………………………………….….7

4. Epidemiologi……………………………………………………………………....9

5. Patofisiologi…………………………………………………………………..….11

6. Gejala…………………………………………………………………………….13

7. Penatalaksanaan……………………………………………………………….....14

8. Komplikasi……………………………………………………………………….20

9. Pencegahan………………………………………………………………………23

Penutup…………………………………………………………………………………..32

Daftar Pustaka……………………………………………………………………………33

2

Page 3: Makalah PBL Blok 12 (Autosaved)

Pendahuluan

Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit endemis yang menyerang

berbagai wilayah termasuk Indonesia. Penyakit DBD disebabkan virus dengue yang

ditransmisikan oleh nyamuk Aedes aegypti. Gejala khas dari penyakit ini adalah demam

yang naik turu, nyeri otot dan timbulnya ruam pada kulit.

Penyakit DBD dapat menimbulkan berbagai komplikasi bahkan kematian bagi

penderita. Oleh karena itu pasien harus segera mendapat penanganan tepat dan segera

sesuai derajat penyakitnya.

Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui anamnesa, pemeriksaan,

diagnosis, epidemiologi, patofissiologi, gejala, penatalaksanaan, komplikasi dan

pencegahan penyakit DBD.

3

Page 4: Makalah PBL Blok 12 (Autosaved)

Tinjauan Pustaka

Dilakukan secara aloanamnesis yaitu dengan keluarga pasien.

Keluhan utama

Apakah keluhan utama pasien?

Demam, mual dan nyeri otot sejak 5 hari lalu

Riwayat perjalan penyakit

Apakah pasien mengalami demam, sejak kapan?

Demam disertai menggigil atau tidak?

Demam terjadi sepanjang hari atau hanya di waktu tertentu?

Suhu pasien stabil atau naik turun?

Apakah pasien mengalami mual dan muntah, sejak kapan?

Apakah pasien mengalami batuk atau pilek,sejak kapan?

5 hari SMRS pasien mengalami demam terus menerus, mual dan nyeri otot. Tidak

ada batuk atau pilek.

1 hari SMRS pasien mengeluarkan darah dari lubang hidung kira-kira satu

sendok makan.

Riwayat penyakit dahulu

Apakah pasien pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya?

Apakah pasien pergi ke daerah endemis demam berdarah?

Apakah pasien sebelumnya melakukan kontak fisik dengan pasien positif demam

berdarah?

Riwayat penyakit keluarga

Apakah sebelumnya ada keluarga yang mengalami sakit seperti yang dialami

pasien?

4

Page 5: Makalah PBL Blok 12 (Autosaved)

Pemeriksaan

1. Fisik

Pada pemeriksaan fisik, pemeriksaan tanda-tanda vital selalu dijalankan pertama kali

untuk mendapatkan suhu badan pasien, tekanan darah dan frekuensi pernafasan serta

bilangan denyut nadi.

Pemeriksaan fisik lainnya adalah vokal fremitus, auskultasi dan perkusi. Auskultasi

penting untuk mengetahui keadaan dan frekuensi jantung serta iramanya. Adakah

mempunyai bunyi tambahan, bradicardi atau tachycardia dan peristaltik usus. selain

itu 1

o Keadaan umum : tampak sakit

o Kesadaran : somnolen

o Tekanan darah : 60mmHg per palpasi

o Nadi : lemah dan cepat

o Vokal fremitus : pada paru kanan melemah

o Perkusi : pada paru kanan redup

o Auskultasi : pada paru kanan melemah

2. Penunjang

Pemeriksaan laboratorium meliputi kadar hemoglobin, kadar hematokrit ,jumlah

trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai

gambaran limfosit plasma biru (sejak hari ke 3). Trombositopenia umumnya dijumpai

pada hari ke 3-8 sejak timbulnya demam. Hemokonsentrasi dapat mulai dijumpai

mulai hari ke-3 demam. Pada DBD yang disertai manifestasi perdarahan atau

5

Page 6: Makalah PBL Blok 12 (Autosaved)

Untuk membuktikan etiologi DHF, dapat dilakukan uji diagnostik melalui

pemeriksaan isolasi virus, pemeriksaan serologi atau biologimolekular. Di antara tiga

jenis uji etiologi, yang dianggap sebagai baku emas adalah metode isolasi virus.

Namun, metode ini membutuhkan tenaga laboratorium yang ahli, waktu yang lama

(lebih dari 1–2 minggu), serta biaya yang relatif mahal. Oleh karena keterbatasan ini,

seringkali yang dipilih adalah metode diagnosis molekuler dengan deteksi materi

genetik virus melalui pemeriksaan reverse transcription polymerase chain reaction

(RT-PCR). Pemeriksaan RT-PCR memberikan hasil yang lebih sensitif dan lebih

cepat bila dibandingkan dengan isolasi virus, tapi pemeriksaan ini juga relatif mahal

serta mudah mengalami kontaminasi yang dapat menyebabkan timbulnya hasil positif

semu. Pemeriksaan yang saat ini banyak digunakan adalah pemeriksaan serologi,

yaitu dengan mendeteksi IgM dan IgG-anti dengue. Imunoserolog berupa IgM

terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke 3 dan menghilang setelah

60-90 hari. Pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke 14, sedangkan pada

infeksi sekunder dapat terdeteksi mulai hari ke 2. Salah satu metode pemeriksaan

terbaru yang sedang berkembang adalah pemeriksaan antigen spesifik virus Dengue,

yaitu antigen nonstructural protein 1 (NS1). Antigen NS1 diekspresikan di permukaan

sel yang terinfeksivirus Dengue. Masih terdapat perbedaan dalam berbagai literatur

mengenai berapa lama antigen NS1 dapat terdeteksi dalam darah. Dengan metode

ELISA, antigen NS1 dapat terdeteksi dalam kadar tinggi sejak hari pertama sampai

hari ke 12 demam pada infeksi primer Dengue atau sampai hari ke 5 pada infeksi

sekunder Dengue. Pemeriksaan antigen NS1 dengan metode ELISA juga dikatakan

memiliki sensitivitas danspesifisitas yang tinggi (88,7% dan 100%). Oleh karena

berbagai keunggulan tersebut, WHO menyebutkan pemeriksaan deteksi antigen NS1

sebagai uji dini terbaik untuk pelayanan primer. Pemeriksaan radiologis (foto toraks

PA tegak dan lateral dekubitus kanan) dapat dilakukan untuk melihat ada tidaknya

efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan dan pada keadaan perembesan plasma

hebat, efusi dapat ditemukan pada kedua hemitoraks. Asites dan efusi pleura dapat

pula dideteksi dengan USG.2,3

Diagnosis Kerja

6

Page 7: Makalah PBL Blok 12 (Autosaved)

Berdasarkan kriteria WHO 1997, diagnosis DHF ditegakkan bila semua hal ini terpenuhi:

Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari biasanya bifasik

Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut:

uji bendung positif

petekie, ekimosis, atau purpura

perdarahan mukosa

hematemesis dan melena

Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ ml)

Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma sbb:

Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuaiumur dan jenis kelamin.

Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapicairan, dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.

Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites,hipoproteinemia,

Dari keterangan diatas terlihat perbedaan utama antara DD dan DBD adalah ditemukan kebocoran plasma pada DBD.4

Tabel 1. Klasifikasi Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue4

7

Page 8: Makalah PBL Blok 12 (Autosaved)

Langkah diagnosis

Pemeriksaan klinis: panas, manifestasi perdarahan, tanda efusi,hepatomegali,

tanda kegagalan sirkulasi.

Pemeriksaan laboratorium: uji torniquet, hematokrit dan hitungtrombosit secara

berkala serta pemeriksaan serologi, pemeriksaanLPB, albumin darah, CT, BT,

PT, PTT, gambaran darah tepi padakecurigaan DIC.

Pemeriksaan penunjang: foto thorak pada dispneu untuk menelusuri penyebab

lain disamping efusi pleura, USG bila ada, dapat dipakaiuntuk memeriksa efusi

pleura minimal

Indikasi rawat

Penderita tersangka demam berdarah derajat I dengan panas 3 hari atau lebih

sangat dianjurkan untuk dirawat.

Tersangka demam berdarah derajat I disertai hiperpireksia atau tidak mau makan

atau muntah-muntah atau kejang-kejang atau Ht cenderungmeningkat dan

trombosit cenderung turun harus dirawat.

Penderita demam berdarah derajat I pada follow up berikutnyaditemukan status

mental berubah, nadi menjadi cepat dan kecil, kakitangan dingin, tekanan darah

menurun , oligouria harus dirawat.

Seluruh derajat II, III, IV

Diagnosis Banding

8

Page 9: Makalah PBL Blok 12 (Autosaved)

Pada awal penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi bakteri, virus atau protozoa

seperti demam tifoid, campak, influenza , hepatitis, demam chikungunya, leptospirosis

dan malaria. Adanya trombositopenia yang jelas disertai hemokonsentrasi membedakan

DBD dari penyakit lain. Diagnosis banding lain adalah sepsis, meningitis, idiophatic

trombositopeni purpura (ITP), leukemia dan anemia aplastik.

Demam chikungunya sangat menular dan biasanya seluruh keluarga terkena dengan

gejala demam mendadak, masa demam lebih pendek, suhu lebih tinggi, hampir selalu

diikuti dengan ruam makulopapular, injeksi konjungtiva dan nyeri sendi. Proporsi uji

bending positif, petekie dan epistaksis hampir sama dengan DBD. Pada demam

chikungunya tidak ditemukan pendarahan gastrointestinal dan syok.

Pada hari-hari pertama ITP dibedakan dengan DBD dengan demam yang cepat

menghilang dan tidak dijumpai adanya hemokonsentrasi, sedangkan pada proses

penyembuhan jumlah trombosit pada DBD lebih cepat kembali.

Pendarahan juga dapat terjadi pada leukemia atau anemia aplastik. Pada leukemia,

demam tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan anak sangat anemis. Pada anemia

aplastik anak sangat anemis dan demam timbul akibat infeksi sekunder.1

Epidemiologi

Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat dan Karibia.

Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air.

Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989-1995), dan

pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk tahun

1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun

1999. Penularan terjadi melalui vector nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus).

Peningkatan kasus setiap tahuuya berkaitan dengan sanitasi lingkungan.4

9

Page 10: Makalah PBL Blok 12 (Autosaved)

Gambar 1. Penyebaran demam berdarah dengue

Di Indonesia, nyamuk Aedes aegypti umumnya memiliki habitat di lingkungan

perumahan, dimana terdapat banyak genangan air bersih dalam bak mandi ataupun

tempayan. Oleh karena itu, jenisini bersifat urban, bertolak belakang dengan Aedes

albopictus yang cenderung berada di alam atau kawasan hutan.

Aedes aegypti bersifat diurnal atau aktif pada pagi hingga siang hari. Aedes aegypti yang

menggigit kulit manusia adalah nyamuk Aedes aegypti betina. Nyamuk Aedes aegypti

jantan tidak menghisap darah tetapi memakan nektar (sari bunga). Nyamuk betina ini

membutuhkan darah karena ia membutuhkan banyak protein sebagai nutrisi bagi

telurnya.

Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti meliputi beberapa proses yaitu : nyamuk betina

bertelur di permukaan air. Kemudian, telur berubah bentuk menjadi larva. Dalam satu

hingga dua minggu, larva kemudian akan berubah menjadi pupa (kepompong). Saat fase

pupa, nyamuk tidak makan, tetapi tetap aktif berenang di atas permukaan air . Dalam

beberapa hari, pupa akan membuka dan keluarlah nyamuk dewasa. Nyamuk betina

10

Page 11: Makalah PBL Blok 12 (Autosaved)

dewasa bisa hidup hingga 2 bulan, sedangkan nyamuk jantan dewasa hanya berumur

seminggu saja.5

Gambar 2. Nyamuk Aedes aegypti

Patofisiologi

Demam dengue dan demam be rda rah dengue d i s ebabkan o l eh v i ru s

dengue, yang termasuk dalam flavivirus, keluarga flaviridae. Flavivirus merupakan

virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai t ungga l

dengan be ra t mo leku l 4x10 6. Te rdapa t empa t s e ro type v i ru s ya i t u

DEN-1 , DEN-2 , DEN-3 dan DEN-4 yang s emuanya dapa t

menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotype

ditemukan di I ndones i a dengan DEN-3 merupakan s e ro type t e rbanyak .

Te rdapa t r e aks i s i l ang an t a r a s e ro type dengue dengan f l av iv i ru s l a i n

s epe r t i yellow fever, Japanese encephalitis dan West Nile virus.

Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia seperti tikus,

kelinci, anjing, kelelawar dan primata. Survei epidemiologi pada hewan ternak

didapatkan antibody terhadap virus dengue pada hewan kuda, s ap i dan bab i .

Pene l i t i an pada a r t ropoda menun jukkan v i ru s dengue dapa t bereplikasi

pada nyamuk Aedes (Stegomya) dan Toxorhynchites.4

11

Page 12: Makalah PBL Blok 12 (Autosaved)

Gambar 3. Virus dengue

Virus hanya dapat hidup dalam sel hidup sehingga harus bersaing dengan sel manusia

terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan tersebut sangat bergantung pada daya

tahan manusia. Sebagai reaksi terhadap infeksi terjadi (1) aktivasi sistem komplemen

sehingga dikeluarkan zat anafilatoksin yang menyebabkan peningkatan permeabilitas

kapiler dan terjadi perembesan plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular ;

(2) agregasi trombosit menurun, apabila kelainan ini berlanjut akan menyebabkan

kelainan fungsi trombosit sebagai akibat mobilisasi trombosit muda dari sumsum tulang;

dan (3) kerusakan sel endotel pembuluh darah akan mengaktivasi faktor pembekuan.1,6

Ketiga faktor diatas akan menyebabkan penibgkatan permeabilitas kapiler dan kelainan

homeostasis, yang disebabkan oleh vaskulopati, trombositopenia dan koagulopati.1

12

Page 13: Makalah PBL Blok 12 (Autosaved)

Gambar 4. Patofisiologi infeksi dengue

Gejala

Infeksi virus dengue mengakibatkan manifestasi klinis yang bervariasi mulai dari

asimtomatik, penyakit paling ringan, demam dengue, demam berdarah dengue sampai

sindrom syok dengue, Walaupun secara epidemiologis infeksi ringan lebih banyak, tetapi

pada awal penyakit hampir tidak mungkin membedakan infeksi ringan atau berat.

Biasanya ditandai dengan demam tinggi, fenomena pendarahan, hepatomegali, dan

kegagalan sirkulasi. Demam dengue pada bayi dan anak berupa demam ringan disertai

timbulnya ruam makulopapular. Pada anak besar dan dewasa dikenal sindrom trias

dengue berupa demam tinggi mendadak, nyeri pada anggota badan dan timbul ruam

makulopapular. Tanda lain menyerupai demam dengue yaitu anoreksia, muntah dan nyeri

kepala. 1

13

Page 14: Makalah PBL Blok 12 (Autosaved)

Gambar 5. Manifestasi infeksi virus dengue

Gambar 6. Kurva suhu DBD

Penatalaksanaan

Pada dasarnya terapi DHF adalah bersifat suportif dan simtomatis. Penatalaksanaan

14

Page 15: Makalah PBL Blok 12 (Autosaved)

ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran plasma dan memberikan

terapi substitusi komponen darah bilamana diperlukan. Dalam pemberian terapi cairan,

hal terpenting yang perlu dilakukan adalah pemantauan baik secara klinis maupun

laboratoris. Proses kebocoran plasma dan terjadinya trombositopenia pada umumnya

terjadi antara hari ke 4 hingga 6 sejak demam berlangsung. Pada hari ke-7 proses

kebocoran plasma akan berkurang dan cairan akan kembali dari ruang interstitial ke

intravaskular. Terapi cairan pada kondisi tersebut secara bertahap dikurangi. Selain

pemantauan untuk menilai apakah pemberian cairan sudah cukup atau kurang,

pemantauan terhadap kemungkinan terjadinya kelebihan cairan serta terjadinya efusi

pleura ataupun asites yang masif perlu selalu diwaspadai. Terapi nonfarmakologis yang

diberikan meliputi tirah baring (pada trombositopenia yang berat) dan pemberian

makanan dengan kandungan gizi yang cukup, lunak dan tidak mengandung zat atau

bumbu yang mengiritasi saluran cerna. Sebagai terapi simptomatis, dapat diberikan

antipiretik berupa parasetamol, serta obat simptomatis untuk mengatasi keluhan

dispepsia. Pemberian aspirin ataupun obat antiinflamasi nonsteroid sebaiknya dihindari

karena berisiko terjadinya perdarahan pada saluran cerna bagaian atas

(lambung/duodenum).

Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam terapi cairan khususnya pada

penatalaksanaan demam berdarahdengue: 1. jenis cairan 2.jumlah serta kecepatan cairan

yang akan diberikan. Karena tujuan terapi cairan adalah untuk mengganti kehilangan

cairan diruang intravaskular, pada dasarnya baik kristaloid (ringer laktat, ringer

asetat,cairan salin) maupun koloid dapat diberikan. WHO menganjurkan terapi kristaloid

sebagai cairan standar pada terapi DHF karena dibandingkan dengan koloid, kristaloid

lebih mudah didapat dan lebih murah. Jenis cairan yang ideal yang sebenarnya

dibutuhkan dalam penatalaksanaan antara lain memiliki sifat bertahan lama di

intravaskular, aman dan relatif mudah diekskresi, tidak mengganggu sistem koagulasi

tubuh, dan memiliki efek alergi yang minimal.Secara umum, penggunaan kristaloid

dalam tata laksana DHF aman dan efektif. Beberapa efek samping yang dilaporkan

terkait dengan penggunaan kristaloid adalah edema, asidosis laktat, instabilitas

hemodinamik dan hemokonsentrasi. Kristaloid memiliki waktu bertahan yang singkat di

dalam pembuluh darah. Pemberian larutan RL secara bolus (20 ml/kg BB) akan

15

Page 16: Makalah PBL Blok 12 (Autosaved)

menyebabkan efek penambahan volume vaskular hanya dalam waktu yang singkat

sebelum didistribusikan ke seluruh kompartemen interstisial (ekstravaskular) dengan

perbandingan 1:3, sehingga dari 20 ml bolus tersebut dalam waktu satu jam hanya 5 ml

yang tetap berada dalam ruang intravaskular dan 15 ml masuk ke dalam ruang interstisial.

Namun demikian, dalam aplikasinya terdapat beberapa keuntungan penggunaan

kristaloid antara lain mudah tersedia dengan harga terjangkau, komposisi yang

menyerupai komposisi plasma, mudah disimpan dalam temperatur ruang, dan bebas dari

kemungkinan reaksi anafilaktik. Dibandingkan cairan kristaloid, cairan koloid memiliki

beberapa keunggulan yaitu: pada jumlah volume yang sama akan didapatkan ekspansi

volume plasma (intravaskular) yang lebih besar dan bertahan untuk waktu lebih lama di

ruang intravaskular. Dengan kelebihan ini, diharapkan koloid memberikan oksigenasi

jaringan lebih baik dan hemodinamik terjaga lebih stabil. Beberapa kekurangan yang

mungkin didapatkan dengan penggunaan koloid yakni risiko anafilaksis, koagulopati, dan

biaya yang lebih besar. Namun beberapa jenis koloid terbukti memiliki efek samping

koagulopati danalergi yang rendah (contoh: hetastarch). Penelitian cairan koloid

dibandingkan kristaloid pada sindrom renjatan dengue (DSS) pada pasien dengan

parameter stabilisasi hemodinamik pada 1 jam pertama renjatan, memberikan hasil

sebanding pada kedua jenis cairan.1,4

Protokol ini terbagi dalam 5 kategori :

Protokol 1. Penanganan Tersangka (Probable) DHF Dewasa Tanpa Syok

Protokol 1 ini digunakan sebagai petunjuk dalam memberikanpertolongan pertama pada

penderita DHF atau diduga DHF di Instalasi Gawat Daruratdan juga bisa dipakai sebagai

petunjuk dalam memutuskan indikasi rawat. Seseorangyang tersangka menderita DHF di

ruang Gawat Darurat dilakukan pemeriksaanhemoglobin (Hb), hematokrit (Ht) dan

trombosit bila:

Hb, Ht dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000-150.000, pasien dapat

dipulangkan dengan anjuran kontrol atau berobat jalan ke Poliklinik dalam waktu 24

jam berikutnya (dilakukan pemeriksaan Hb, Ht, leukosit dan trombosittiap 24 jam)

atau bila keadaan penderita memburuk segera kembali ke IGD.

16

Page 17: Makalah PBL Blok 12 (Autosaved)

Hb, Ht normal tetapi trombosit < 100.000 dianjurkan untuk dirawat.

Hb, Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan untuk dirawat.4

Protokol 2. Pemberian Cairan pada Tersangka DHF Dewasa di RuangRawat

Pasien yang tersangka DHF tanpa perdarahan spontan dan masif fantanpa syok maka di

ruang rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah rumus berikut ini:

Volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan, sesuai rumus berikut 1500 + {20 x

(BB dalam kg – 20)} Setelah pemberian cairan dilakukan pemeriksaan Hb, Ht tiap 24

jam:

Bila Hb, Ht meningkat 10-20% dan trombosit < 100.000 jumlahpemberian cairan

tetap seperti rumus diatas tetapi pemantauan Hb, Ht dantrombosit dilakukan tiap 12

jam.

Bila Hb, Ht meningkat > 20% dan trombosit < 100.000 maka pemberiancairan sesuai

cairan sesuai dengan protokol penatalaksaan DHF dengan Ht> 20%.4

Protokol 3. Penatalaksaan DHF dengan Peningkatan ht > 20%

Meningkatknya Ht > 20% menunjukkan bahwa tubuh mengalami defisitcairan sebanyak

5%. Pada keadaan ini terapi awal pemberian cairan adalahdengan memberikan infus

cairan kristaloid sebanyak 6-7 ml/kgBB/jam. Pasienkemudian dipantau setelah 3-4 jam

pemberian cairan. Bila terjadi perbaikanyang ditandai dengan tanda-tanda hematokrit

turun, frekuensi nadi turun,tekanan darah stabil, produksi urine meningkat maka jumlah

cairan infusdikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam. 2 jam kemudian dilakukan

pemantauankembali dan bila keadaan tetap menunjukkan perbaikan maka jumlah

cairaninfus dikurangi menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila dalam pemantuan keadaan

tetapmembaik maka pemberian cairan dapat dihentikan 24-48 jam kemudian.Apabila

setelah pemberian terapi cairan awal 6-7 ml/kgBB/jam tadikeadaan tetap tidak membaik,

yang ditandai dengan hematokrit dan nadimeningkat, tekanan nadi menurun < 20 mmHg,

produksi urin menurun, makakita harus menaikkan jumlah cairan infus mejadi 10

ml/kgBB/jam. Dua jamkemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan

17

Page 18: Makalah PBL Blok 12 (Autosaved)

menunjukkanperbaikan maka jumlah pemberian cairan dikurangi menjadi 5

ml/kgBB/jamtetapi bila keadaan tidak menunjukkan perbaikan maka jumlah

pemberiancairan infus dinaikkan menjadi 15 ml/kgBB/jam dan bila

dalamperkembangannya kondisi menjadi memburuk dan didapatkan tanda-tandasyok

maka pasien ditangani sesuai dengan protokol tatalaksana DSS padadewasa. Bila syok

telah teratasi maka pemberian cairan dimulai lagi sepertiterapi pemberian cairan awal.4

Protokol 4. Penatalaksaan Perdarahan Spontan pada DHF Dewasa

Perdarahan spontan masif pada penderita DHF dewasa adalah:perdarahan

hidung/epistaksis yang tidak terkendali walaupun talah diberikantampon hidung,

perdarahan saluran cerna (hematemesis dan melena atauhematoskesia), perdarahan

saluran kemih (hematuria), perdarahan otak atauperdarahan tersembunyi dengan jumlah

perdarahan 4-5 ml/kgBB/jam. Padakeadaan seperti ini jumlah dan kecepatan pemberian

cairan tetap sepertikeadaan DHF tanpa syok lainnya. Pemeriksaan tekanan darah, nadi,

pernafasandan jumlah urin dilakukan sesering mungkin dengan kewaspadaan Hb, Ht

dantrombosis serta hemostase harus segera dilakukan dan pemeriksaan Hb, Ht

dantrombosit sebaiknya diulang setiap 4-6 jam.Pemberian heparin diberikan apabila

secara klinis dan laboratorisdidapatkan tanda-tanda koagulasi intravaskular diseminata

(KID). Transfusikomponen darah diberikan sesuai indikasi. FFP diberikan bila

didapatkandefisiensi faktor-faktor pembekuan (PT dan aPTT yang memanjang), PRC

diberikan bila nilai Hb kurang dari 10 g/dl. Transfusi trombosit hanyadiberikan pada

pasien DHF dengan perdarahan spontan dan masif denganjumlah trombosit

<100.000/mm3> disertai atau tanpa KID.4

Protokol 5. Penatalaksaan Sindrom Syok Dengue pada DHF Dewasa

Bila kita berhadapan dengan dengue shock syndrome (DSS) maka hal pertama yang

harus diingat adalah bahwa rejatan harus segera diatasi dan oleh karena itu penggantian

cairan intravaskular yang hilang harus segera dilakukan.Angka kemtian DSS sepuluh kali

lipat dibandingkan dengan penderita DHF tanpa rejatan, dan rejatan dapat terjadi karena

keterlambatan penderita DHF mendapatkan pertolongan/pengobatan, penatalaksaan yang

tidak tepat termasuk kurangnya kewaspadaan terhadap tanda-tanda rejatan dini,

18

Page 19: Makalah PBL Blok 12 (Autosaved)

danpenatalaksanaan rejatan yang tidak adekuat.Pada kasus DSS cairan kristaloid adalah

pilihan utama yang diberikan. Selain resusitasi cairan, penderita juga diberi oksigen 2-4

liter/menit.Pemeriksaan-pemeriksaan yang harus dilakukan adalah pemeriksaan

darahperifer lengkap, hemostasis, analisis gas darah, kadar natrium, kalium danklorida,

serta ureum dan kreatinin

Pada fase awal, cairan kristaloid diguyur sebanyak 10-20 ml/kgBB dan dievaluasi setelah

15-30 menit. Bila rejatan telah teratasi jumlah cairandikurangi menjadi 7 ml/kgBB/jam.

Bila dalam 60-120 menit keadaan tetapstabil pemberian cairan sebanyak 5 ml/kgBB/jam.

Bila dalam 60-120 menitkeadaan tetap stabil pemberian cairan menjadi 3 ml/kgBB/jam.

Bila 24-48 jamsetelah rejatan teratasi tanda-tanda vital dan hematokrit tetap stabil serta

diuresis cukup maka pemberian cairan perinfus harus dihentikan (karena jika reabsorbsi

cairan plasma yang mengalami ekstravasasi telah terjadi ditandai dengan turunnya

hematokrit, cairan infus terus diberikan maka keadaanhipervolemi, edema paru atau gagal

jantung dapat terjadi).

Pengawasan dini kemungkinan terjadinya rejatan berulang harus dilakukan terutama

dalam waktu 48 jam pertama sejak terjadi rejatan (karena selain proses patogenesis

penyakit masih berlangsungm ternyata cairan kristaloid hanya sekitar 20% saja yang

menetap dalam pembuluh darah setelah 1 jam saat pemberian). Oleh karena untuk

mengetahui apakah rejatan telah teratasi dengan baik, diperlukan pemantauan tanda vital

secara ketat. Diuresis diusahakan 2 ml/kgBB/jam. Pemantauan kadar Hb, Htm dan

jumlah trombosit dapat dipergunakan untuk pemantauan perjalanan penyakit.

Bila setelah fase awal pemberian cairan ternyata rejatan belum teratasi, maka pemberian

cairan kristaloid dapat ditingkatkan menjadi 10-30 ml/KgBB,dan kemudian dievaluasi

setelah 20-30 menit. Bila keadaan tetap belumteratasi, maka perhatikan nilai hematokrit.

Bila nilai Ht meningkat, berarti perembesan plasma masih berlangsung maka pemberian

cairan koloid merupakan pilihan, tetapi bila nilai Ht menurun, berarti terjadi

perdarahan(internal bleeding ) maka penderita diberikan transfusi darah segar 10

ml/kgBB dan dapat diulang sesuai kebutuhan.

Sebelum cairan koloid diberikan maka sebaiknya kita harus mengetahui sifat-sifat cairan

19

Page 20: Makalah PBL Blok 12 (Autosaved)

tersebut. Pemberian koloid sendiri mula-mula diberikan dengan tetesan cepat 10-20

ml/kgBB dan dievaluasi setelah 10-30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi maka

untuk memantau kecukupan cairan dilakukan pemasangan kateter vena sentral, dan

pemberian koloid dapat ditambah hingga jumlah maksimum 30 ml/kgBB (maksimal 1-

1,5 liter/hari)dengan sasaran tekanan vena sentral 15-18 cmH2O. Bila keadaan tetap

belum teratasi harus diperhatikan dan dilakukan koreksi terhadap gangguan asam basa,

elektrolit, hipoglikemi, anemia, KID, infeksi sekunder. Bila tekanan vena sentral

penderita sudah sesuai dengan target tetapi rejatan tetap belum teratasi maka dapat

diberikan obat inotropik/vasopresor.4

Komplikasi

Kebanyakan orang yang menderita DBD pulih dalam waktu dua minggu. Namun, untuk

orang-orang tertentu dapat berlanjut untuk selama beberapa minggu hinga berbulan-

bulan. Gejala klinis yang semakin berat pada penderita DBD dan dengue shock

syndromes dapat berkembang menjadi gangguan pembuluh darah dan gangguan hati. Hal

ini tentu dapat mengancam jiwa.7

Sindrom Syok Dengue (SSD)

Seluruh kriteria Demam Berdarah Dengue (DBD) disertai kegagalan sirkulasi dengan

manifestasi nadi yang cepat dan lemah, tekanan darah turun (≤ 20 mmHg), hipotensi

(dibandingkan standar sesuai umur), kulit dingin dan lembab serta gelisah.4

Pada penderita DBD yang disertai syok, setelah demam berlangsung selama beberapa

hari, keadaan umum penderita tiba-tiba memburuk. Pada sebagian besar penderita

ditemukan tanda kegagalan peredaran darah yaitu kulit teraba lembab dan dingin, sianosis

sekitar mulut, nadi menjadi cepat dan lemah, kecil sampai tidak dapat diraba. Tekanan

darah menurun menjadi 20 mmHg atau kurang, dan tekanan sistolik menurun sampai 80

mmHg atau lebih rendah. Penderita kelihatan lesu, gelisah, dan secara cepat masuk dalam

fase kritis syok. Penderita seringkali mengeluh nyeri di daerah perut sesaat sebelum syok

timbul. Nyeri perut hebat seringkali mendahului perdarahan gastrointestinal, dan nyeri di

daerah retrosternal tanpa sebab yang dapat dibuktikan memberikan petunjuk terjadinya

perdarahan gastrointestinal yang hebat. Syok yang terjadi selama periode demam

20

Page 21: Makalah PBL Blok 12 (Autosaved)

biasanya mempunyai prognosis buruk. 1

Tatalaksana sindrom syok dengue sama dengan terapi DBD, yaitu pemberian cairan ganti

secara adekuat. Pada sebagian besar penderita, penggantian dini plasma secara efektif

dengan memberikan cairan yang mengandung elektrolit, ekspander plasma, atau plasma,

memberikan hasil yang baik. Nilai hematokrit dan trombosit harus diperiksa setiap hari

mulai hari ke-3 sakit sampai 1-2 hari setelah demam menjadi normal. Pemeriksaan inilah

yang menentukan perlu tidaknya penderita dirawat dan atau mendapatkan pemberian

cairan intravena.1

Ensefalopati Dengue

Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan

dengan pendarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak disertai syok.

Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau perdarahan, dapat menjadi

penyebab terjadinya ensefalopati. Melihat ensefalopati DBD bersifat sementara, maka

kemungkinan dapat juga disebabkan oleh trombosis pembuluh darah –otak, sementara

sebagai akibat dari koagulasi intravaskular yang menyeluruh. Dilaporkan bahwa virus

dengue dapat menembus sawar darah-otak. Dikatakan pula bahwa keadaan ensefalopati

berhubungan dengan kegagalan hati akut.

Pada ensefalopati cenderung terjadi udem otak danalkalosis, maka bila syok telah teratasi

cairan diganti dengan cairan yang tidak mengandung HC03- danjumlah cairan harus

segera dikurangi. Larutan laktat ringer dektrosa segera ditukar dengan larutan NaCl

(0,9%) : glukosa (5%) = 1:3. Untuk mengurangi udem otak diberikan dexametason 0,5

mg/kg BB/kali tiap 8 jam, tetapi bila terdapat perdarahan saluran cerna sebaiknya

kortikosteroid tidak diberikan. Bila terdapat disfungsi hati, maka diberikan vitamin K

intravena 3-10 mg selama 3 hari, kadar gula darah diusahakan > 80 mg. Mencegah

terjadinya peningkatan tekanan intrakranial dengan mengurangi jumlah cairan (bila perlu

diberikan diuretik), koreksi asidosis dan elektrolit. Perawatan jalan nafas dengan

pemberian oksigen yang adekuat. Untuk mengurangi produksi amoniak dapat diberikan

neomisin dan laktulosa. Usahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak diperlukan

(misalnya antasid, anti muntah) untuk mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati.

21

Page 22: Makalah PBL Blok 12 (Autosaved)

Transfusi darah segar atau komponen dapat diberikan atas indikasi yang tepat. Bila perlu

dilakukan tranfusi tukar. Pada masa penyembuhan dapat diberikan asam amino rantai

pendek.1

Kelainan ginjal

Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat dari syok yang

tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindrom uremik hemolitik walaupun jarang.

Untuk mencegah gagal ginjal maka setelah syok diobati dengan menggantikan volume

intravaskular, penting diperhatikan apakah benar syok telah teratasi dengan baik. Diuresis

merupakan parameter yang penting dan mudah dikerjakan untuk mengetahui apakah syok

telah teratasi. Diuresis diusahakan > 1 ml / kg berat badan/jam. Oleh karena bila syok

belum teratasi dengan baik, sedangkan volume cairan telah dikurangi dapat terjadi syok

berulang. Pada keadaan syok berat sering kali dijumpai acute tubular necrosis, ditandai

penurunan jumlah urin dan peningkatan kadar ureum dan kreatinin.8

Udem paru

Udem paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat pemberian cairan

yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit ketiga sampai kelima sesuai panduan

yang diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan udem paru oleh karena perembesan

plasma masih terjadi. Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang

ekstravaskuler, apabila cairan diberikan berlebih (kesalahan terjadi bila hanya melihat

penurunan hemoglobin dan hematokrit tanpa memperhatikan hari sakit), pasien akan

mengalami distress pernafasan, disertai sembab pada kelopak mata, dan ditunjang dengan

gambaran udem paru pada foto rontgen dada.8

Kerusakan hati

Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit, bervariasi

dari hanya sekedar dapat diraba (just palpable) sampai 2-4 cm di bawah lengkung iga

kanan, derajat pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit. Untuk

menemukan pembesaran hati ,harus dilakukan perabaan setiap hari. Nyeri tekan di daerah

22

Page 23: Makalah PBL Blok 12 (Autosaved)

hati sering kali ditemukan dan pada sebagian kecil kasus dapat disertai ikterus. Nyeri

tekan di daerah hati tampak jelas pada anak besar dan ini berhubungan dengan adanya

perdarahan.8

Gangguan neurogik (kejang, ensephalopati)

Pencegahan

Pencegahan penyakit demam berdarah (DBD) sangat tergantung dengan pengendalian

pada vektornya, yaitu nyamuk aedes aegypti, karena vaksin dan obat untuk membasmi

virusnya belum tersedia.

Pemberantasan nyamuk dewasa dengan pengasapan/fogging dengan menggunakan

malathion , fenthion, piretroid sintetik dan karbamat.

Pemberantasan jentik dikenal dengan istilah pemberantasan sarang nyamuk (PSN)

dilakukan dengan cara :

1. Kimiawi : Pemberantasan larva dengan larvasida yang dikenal dengan istilah

abatisasi. Larvasida yang biasa digunakan adalah temefos.

2. Biologis : Memelihara ikan pemakan jenti, misalnya ikan guppy

3. Fisik : Menguras bak mandi dan tempat penampungan air sekurang-kurangnya

seminggu sekali, dikarenakan perkembangan telur nyamuk menetas sekitar 7-10 hari.

Menutup rapat tempat penampungan air agar nyamuk tidak menggunakannya sebagai

tempat berkembang biak. Mengubur barang-barang bekas yang tidak digunakan.

Vektor potensial DHF adalah Aedes albopictus yang sepintas tampak mirip dengan

Aedes aegypti. Larva Aedes albopictus lebih menyukai tempat perindukan alamiah yaitu

di kelopak daun atau tempurung kelapa yang mengandung air hujan. Nyamuk Aedes

albopictus dewasa lebih suka beristiarahat di luar rumah.5

23

Page 24: Makalah PBL Blok 12 (Autosaved)

Penutup

Penyakit demam dengue atau demam berdarah dengue disebabkan oleh virus

dengue. Virus dengue terdiri dari 4 serotipe yaitu: DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4.

Infeksi oleh salah satu dari keempat serotipe tersebut tidak menimbulkan kekebalan

protektif silang, artinya jika seseorang pernah terinfeksi oleh DEN 1,maka di kemudian

hari mungkin saja orang tersebut akan terinfeksi oleh serotipe lainnya, sehingga orang-

orang yang tinggal di daerah endemis dengue, bisa menderita keempat jenis infeksi

dengue. Keempat serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype

terbanyak.

Dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti betina, yang lebih menyukai untuk

menyimpan telurnya di dalam wadah yang berisi air bersih dan terletak di sekitar habitat

manusia. Aedes aegypti bersifat diurnal atau aktif pada pagi hingga siang hari.

Adanya trombositopenia yang jelas disertai hemokonsentrasi membedakan Demam

Berdarah dengue (DBD) dari penyakit lain. Tidak ada terapi spesifik untuk DBD, prinsip

utama adalah terapi suportif dan simptomatis. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka

kematian dapat diturunkan hingga kurang dari 1%. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi

merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DHF, asupan cairan

pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral pasien tidak

mampu dipertahankan, maka dibutuhkan asupan cairan melalui intravena untuk

mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna.

DBD yang disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi yang cepat dan

lemah, tekanan darah turun (≤ 20 mmHg), hipotensi ,kulit dingin dan lembab serta

gelisah disebut Dengue Shock Syndrome (DSS). Pada kasus DSS cairan kristaloid adalah

pilihan utama yang diberikan. Selain resusitasi cairan, penderita juga diberi oksigen 2-4

liter/menit. Angka kematian DSS sepuluh kali lipat dibandingkan dengan penderita DBD.

Hipotesis diterima. Tn A mengalami dengue shock Dengue Shock Syndrome

yang dibuktikan dengan demam, mual dan nyeri otot yang dialami pasien. Hasil

pemeriksaan darah menunjukan penurunan kadar trombosit hingga 40.000/ul dan

peningkatan hematokrit sebanyak 54%.

24

Page 25: Makalah PBL Blok 12 (Autosaved)

25

Page 26: Makalah PBL Blok 12 (Autosaved)

Daftar Pustaka

1. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita selekta kedokteran.

Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,

2003.

2. Depkes RI. Pedoman tatalaksana klinis infeksi dengue di sarana pelayanan kesehatan.

Jakarta: Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, 2005

3. Hoffbrand AV,Petit JE, Moss PAH. Kapita selekta hematologi. Edisi 4. Jakarta :

EGC,2005

4. Sudoyo AW, Setiyohadi D. Alwi I, Simadibrata WI, Setiati S. Buku ajar ilmu

penyakit dalam. Jakarta : Interna Publishing, 2010

5. Sutanto I, Ismid IS, Sjarifuddin PK, Sungkar S. Parasitologi kedokteran. Edisi 4.

Jakarta : Balai penerbit FKUI, 2009

6. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2006

7. Longo DL, Kasper DL, Jameson LJ, Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo J. Harrison’s

Principles of Internal Medicine. 16 ed. New York: Mc-Graw Hill. 2005.

8. Suroso T, Hadinegoro SR, Wuryadi S, Sumanjuntak G, Umar AI, Pitoyo PD, dkk.

Penyakit Demam Berdarah Dengue dan Demam Berdarah Dengue. WHO dan Depkes

RI, Jakarta 2000.

26