LP Pneumonia Pada Anak

27
LAPORAN PENDAHULUAN PNEUMONIA A. Definisi Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab non-infeksi yang akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat (Bradley et.al., 2011) Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang melibatkan bronkus atau bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution) (Bennete, 2013). B. Penyebab Berdasarkan etiologinya pneumonia dapat disebabkan oleh : 1. Bakteri 2. Virus 3. Jamur 4. Aspirasi makanan 5. Pneumonia hipostatik 6. Sindrom Loefler. (Bradley et.al., 2011) Berbagai mikroorganisme dapat menyebabkan pneumonia, antara lain virus dan bakteri seperti Pneumokokus, Staphilococcus Pneumoniae, dan H. influenzae. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko penyakit ini diantaranya adalah defek anatomi bawaan, defisit imunologi, polusi, GER, aspirasidan lain-lain. C. Patofisiologi Gadis Mutiara Puspita Ika 0910723026 / PSIK UB

description

LP

Transcript of LP Pneumonia Pada Anak

PNEUMONIA PADA ANAK

LAPORAN PENDAHULUANPNEUMONIAA. DefinisiPneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab non-infeksi yang akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat(Bradley et.al., 2011)Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang melibatkan bronkusataubronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution)(Bennete, 2013).B. PenyebabBerdasarkan etiologinya pneumonia dapat disebabkan oleh :

1. Bakteri

2. Virus

3. Jamur

4. Aspirasi makanan

5. Pneumonia hipostatik

6. Sindrom Loefler. (Bradley et.al., 2011)Berbagai mikroorganisme dapat menyebabkan pneumonia, antara lain virus dan bakteri seperti Pneumokokus, Staphilococcus Pneumoniae, dan H. influenzae. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko penyakit ini diantaranya adalah defek anatomi bawaan, defisit imunologi, polusi, GER, aspirasidan lain-lain.C. Patofisiologi

Jalan nafas secara normal steril dari benda asing dari area sublaringeal sampai unit paru paling ujung. Paru dilindungi dari infeksi bakteri dengan beberapa mekanisme:

1. filtrasi partikel dari hidung.

2. pencegahan aspirasi oleh reflek epiglottal.

3. Penyingkiran material yang teraspirasi dengan reflek bersin.

4. Penyergapan dan penyingkiran organisme oleh sekresi mukus dan sel siliaris.

5. Pencernaan dan pembunuhan bakteri oleh makrofag.

6. Netralisasi bakteri oleh substansi imunitas lokal.

7. Pengangkutan partikel dari paru oleh drainage limpatik.

Infeksi pulmonal bisa terjadi karena terganggunya salah satu mekanisme pertahanan dan organisme dapat mencapai traktus respiratorius terbawah melalui aspirasi maupun rute hematologi. Ketika patogen mencapai akhir bronkiolus maka terjadi penumpahan dari cairan edema ke alveoli, diikuti leukosit dalam jumlah besar. Kemudian makrofag bergerak mematikan sel dan bakterial debris. Sisten limpatik mampu mencapai bakteri sampai darah atau pleura viseral.

Jaringan paru menjadi terkonsolidasi. Kapasitas vital dan pemenuhan paru menurun dan aliran darah menjadi terkonsolidasi, area yang tidak terventilasi menjadi fisiologis right-to-left shunt dengan ventilasi perfusi yang tidak pas dan menghasilkan hipoksia. Kerja jantung menjadi meningkat karena penurunan saturasi oksigen dan hiperkapnia. (Bennete, 2013)Secara patologis, terdapat 4 stadium pneumonia, yaitu (Bradley et.al., 2011):

1.Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)

Disebuthiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.2.Stadium II (48 jam berikutnya)

Disebuthepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.3.Stadium III (3-8 hari berikutnya)

Disebuthepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.4.Stadium IV (7-11 hari berikutnya)

Disebut jugastadium resolusi,yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.D. Manifestasi klinisPasien dengan bronkopneumoni dapat mengalami demam tinggi dengan peningkata suhu secara mendadak sampai 40. Anak sangat gelisah, sesak nafas dan sianosis sekunder hidung dan mulut, pernafasan cuping hidung merupakan trias gejala yang patognomotik. Kadang-kadang disertai muntah dan diare, batuk mula-mula kering kemudian menjadi produktif.

Manifestasi yang lain yang sering adalah nyeri dada saat batuk ataupun bernafas, batuk produktif disertai dahak purulen, sesak nafas, dyspnea sampai terjadi sianosis, penurunan kesadaran pada keadaan yang buruk atau parah, perubahan suara nafas ralews, ronchi, wezhing, hipotensi apabila disertai dengan bakterimia atau hipoksia berat, tachipnea serta nadi cepat.

Pneumoniakhususnya bronkopneumoniabiasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-400C dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif(Bennete, 2013).

Dalam pemeriksaan fisik penderitapneumonia khususnya bronkopneumoniaditemukan hal-hal sebagai berikut(Bennete, 2013):1.Padainspeksi terlihatsetiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan pernapasan cuping hidung.

Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah retraksi dinding dada;penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping hidung; orthopnea; dan pergerakan pernafasan yang berlawanan. Tekanan intrapleura yang bertambah negatif selama inspirasi melawan resistensi tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi bagian-bagian yang mudah terpengaruh pada dinding dada, yaitu jaringan ikat inter dan sub kostal, dan fossae supraklavikula dan suprasternal. Kebalikannya, ruang interkostal yang melenting dapat terlihat apabila tekanan intrapleura yang semakin positif. Retraksi lebih mudah terlihat pada bayi baru lahir dimana jaringan ikat interkostal lebih tipis dan lebih lemah dibandingkan anak yang lebih tua.Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan pergerakan fossae supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling dapat dipercaya akan adanya sumbatan jalan nafas. Pada infant, kontraksi otot ini terjadi akibat head bobbing, yang dapat diamati dengan jelas ketika anak beristirahat dengan kepala disangga tegal lurus dengan area suboksipital. Apabila tidak ada tanda distres pernapasan yang lain pada head bobbing, adanya kerusakan sistem saraf pusat dapat dicurigai.

Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya distress pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara abnormal (contohnya pada kondisi nyeri dada). Pengembangan hidung memperbesar pasase hidung anterior dan menurunkan resistensi jalan napas atas dan keseluruhan. Selain itu dapat juga menstabilkan jalan napas atas dengan mencegah tekanan negatif faring selama inspirasi. 2.Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi paru (kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang.

3.Pada perkusi tidak terdapat kelainan4.Pada auskultasi ditemukancracklessedang nyaring.Cracklesadalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan berulang dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi ataupun rendah (tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi), keras atau lemah (tergantung dari amplitudo osilasi) jarang atau banyak (tergantung jumlahcrackles individual) halus atau kasar (tergantung dari mekanisme terjadinya).Cracklesdihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui sekret jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.E. PathwayInfeksi kuman patogen

( bakteri / virus )

terganggunya parenkhim paru brochiolitis gangguan interstisiil

PK : Infeksi

kerusakan epitel

pembentukan mukus muntah infiltrat ke duktus alveolus

penyumbatan bronkhus kerusakan alveolus

Gangguan pertukaran gas

brochietase gangguan fungsi paru

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif

2. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

3. Perubahan pola nafas

F. Klasifikasi

Menurut Zul Dahlan (2007), pneumonia dapat terjadi baik sebagai penyakit primer maupun sebagai komplikasi dari beberapa penyakit lain. Secara morfologis pneumonia dikenal sebagai berikut:

1. Pneumonia lobaris, melibatkan seluruh atau satu bagian besar dari satu atau lebih lobus paru. Bila kedua paru terkena, maka dikenal sebagai pneumonia bilateral atau ganda.

2. Bronkopneumonia, terjadi pada ujung akhir bronkiolus, yang tersumbat oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam lobus yang berada didekatnya, disebut juga pneumonia loburalis.

3. Pneumonia interstisial, proses inflamasi yang terjadi di dalalm dinding alveolar (interstisium) dan jaringan peribronkial serta interlobular.

Pneumonia lebih sering diklasifikasikan berdasarkan agen penyebabnya, virus, atipikal (mukoplasma), bakteri, atau aspirasi substansi asing. Pneumonia jarang terjadi yang mingkin terjadi karena histomikosis, kokidiomikosis, dan jamur lain.

1. Pneumonia virus, lebih sering terjadi dibandingkan pneumonia bakterial. Terlihat pada anak dari semua kelompok umur, sering dikaitkan dengan ISPA virus, dan jumlah RSV untuk persentase terbesar. Dapat akut atau berat. Gejalanya bervariasi, dari ringan seperti demam ringan, batuk sedikit, dan malaise. Berat dapat berupa demam tinggi, batuk parah, prostasi. Batuk biasanya bersifat tidak produktif pada awal penyakit. Sedikit mengi atau krekels terdengar auskultasi.

2. Pneumonia atipikal, agen etiologinya adalah mikoplasma, terjadi terutama di musim gugur dan musim dingin, lebih menonjol di tempat dengan konsidi hidup yang padat penduduk. Mungkin tiba-tiba atau berat. Gejala sistemik umum seperti demam, mengigil (pada anak yang lebih besar), sakit kepala, malaise, anoreksia, mialgia. Yang diikuti dengan rinitis, sakit tenggorokan, batuk kering, keras. Pada awalnya batuk bersifat tidak produktif, kemudian bersputum seromukoid, sampai mukopurulen atau bercak darah. Krekels krepitasi halus di berbagai area paru.

3. Pneumonia bakterial, meliputi pneumokokus, stafilokokus, dan pneumonia streptokokus, manifestasi klinis berbeda dari tipe pneumonia lain, mikro-organisme individual menghasilkan gambaran klinis yang berbeda. Awitannya tiba-tiba, biasanya didahului dengan infeksi virus, toksik, tampilan menderita sakit yang akut , demam, malaise, pernafasan cepat dan dangkal, batuk, nyeri dada sering diperberat dengan nafas dalam, nyeri dapat menyebar ke abdomen, menggigil, meningismus.

Berdasarkan usaha terhadap pemberantasan pneumonia melalui usia, pneumonia dapat diklasifikasikan:

1. Usia 2 bulan 5 tahun

a. Pneumonia berat, ditandai secara klinis oleh sesak nafas yang dilihat dengan adanya tarikan dinding dada bagian bawah.

b. Pneumonia, ditandai secar aklinis oleh adanya nafas cepat yaitu pada usia 2 bulan 1 tahun frekuensi nafas 50 x/menit atau lebih, dan pada usia 1-5 tahun 40 x/menit atau lebih.

c. Bukan pneumonia, ditandai secara klinis oleh batuk pilek biasa dapat disertai dengan demam, tetapi tanpa terikan dinding dada bagian bawah dan tanpa adanya nafas cepat.

2. Usia 0 2 bulan

a. Pneumonia berat, bila ada tarikan kuat dinding dada bagian bawah atau nafas cepat yaitu frekuensi nafas 60 x/menit atau lebih.

b. Bukan pneumonia, bila tidak ada tarikan kuat dinding dada bagian bawah dan tidak ada nafas cepat.

G. Tanda dan GejalaTanda dan gejala dari pneumonia antara lain:

1. Demam, sering tampak sebagai tanda infeksi yang pertama. Paling sering terjadi pada usia 6 bulan 3 tahun dengan suhu mencapai 39,5 40,5 bahkan dengan infeksi ringan. Mungkin malas dan peka rangsang atau terkadang eoforia dan lebih aktif dari normal, beberapa anak bicara dengan kecepatan yang tidak biasa.2. Meningismus, yaitu tanda-tanda meningeal tanpa infeksi meninges. Terjadi dengan awitan demam yang tiba-tiba dengan disertai sakit kepala, nyeri dan kekakuan pada punggung dan leher, adanya tanda kernig dan brudzinski, dan akan berkurang saat suhu turun.

3. Anoreksia, merupakan hal yang umum yang disertai dengan penyakit masa kanak-kanak. Seringkali merupakan bukti awal dari penyakit. Menetap sampai derajat yang lebih besar atau lebih sedikit melalui tahap demam dari penyakit, seringkali memanjang sampai ke tahap pemulihan.

4. Muntah, anak kecil mudah muntah bersamaan dengan penyakit yang merupakan petunjuk untuk awitan infeksi. Biasanya berlangssung singkat, tetapi dapat menetap selama sakit.

5. Diare, biasanya ringan, diare sementara tetapi dapat menjadi berat. Sering menyertai infeksi pernafasan. Khususnya karena virus.

6. Nyeri abdomen, merupakan keluhan umum. Kadang tidak bisa dibedakan dari nyeri apendiksitis.

7. Sumbatan nasal, pasase nasal kecil dari bayi mudah tersumbat oleh pembengkakan mukosa dan eksudasi, dapat mempengaruhi pernafasan dan menyusu pada bayi.8. Keluaran nasal, sering menyertai infeksi pernafasan. Mungkin encer dan sedikit (rinorea) atau kental dan purulen, bergantung pad tipe dan atau tahap infeksi.

9. Batuk, merupakan gambarab umum dari penyakit pernafasan. Dapat menjadi bukti hanya selama faase akut.

10. Bunyi pernafasan, seperti batuk, mengi, mengorok. Auskultasi terdengar mengi, krekels.

11. Sakit tenggorokan, merupakan keluhan yang sering terjadi pada anak yang lebih besar. Ditandai dengan anak akan menolak untuk minum dan makan per oral.

H. Faktor risiko pneumonia pada anakFaktor risiko pneumonia yang menyertai pada anak antara lain:1. Status gizi buruk, menempati urutan pertamam pada risiko pneumonia pada anak balita, dengan tiga kriteria antopometri yaitu BB/U, TB/U, BB/TB. Status gizi yang buruk dapat menurunkan pertahanan tubuh baik sistemik maupun lokal juga dapat mengurangi efektifitas barier dari epitel serta respon imun dan reflek batuk.

2. Status ASI buruk, anak yang tidak mendapat ASI yang cukup sejak lahir ( kurang 4 bulan) mempunyai risiko lebih besar terkena pneumonia. ASI merupakan makanan paling penting bagi bayi karena ASI mengandung protein, kalori, dan vitamin untuk pertumbuhan bayi. ASI mengandung kekebalan penyakit infeksi terutama pneumonia.

3. Status vitamin A, pemberian vitamin A pada anak berpengaruh pada sistem imun dengan cara meningkatkan imunitas nonspesifik, pertahanan integritas fisik, biologik, dan jaringan epitel. Vitamin A diperlukan dalam peningkatan daya tahan tubuh, disamping untuk kesehatan mata, produksi sekresi mukosa, dan mempertahankan sel-sel epitel.

4. Riwayat imunisasi buruk atau tidak lengkap, khususnya imunisasi campak dan DPT. Pemberian imunisasi campak menurunkan kasusu pneumonia, karena sebagian besar penyakit campak menyebabkan komplikasi dengan pneumonia. Demikian pula imunisasi DPT dapat menurunkan kasus pneumonia karena Difteri dan Pertusis dapat menimbulkan komplikasi pneumonia.

5. Riwayat wheezing berulang, anak dengan wheezing berulang akan sulit mengeluarkan nafas. Wheezing terjadi karena penyempitan saluran nafas (bronkus), dan penyempitan ini disebabkan karena adanya infeksi. Secara biologis dan kejadian infeksi berulang ini menyebabkan terjadinya destruksi paru, keadaan ini memudahkan pneumonia pada anak.

6. Riwayat BBLR, anak dengan riwayat BBLR mudah terserang penyakit infeksi karena daya tahan tubuh rendah, sehingga anak rentan terhadap penyakit infeksi termasuk pneumonia.

7. Kepadatan penghuni rumah, rumah dengan penghuni yang padat meningkatkan risiko pneumonia dibanding dengan penghuni sedikit. Rumah dengan penghuni banyak memudahkan terjadinya penularan penyakit dsaluran pernafasan.

8. Status sosial ekonomi, ada hubungan bermakna antara tingkat penghasilan keluarg dengan pendidikan orang tua terhadap kejadian pneumonia anak.

I. Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium

a. Leukosit, umumnya pneumonia bakteri didapatkan leukositosis dengan predominan polimorfonuklear. Leukopenia menunjukkan prognosis yang buruk.

b. Cairan pleura, eksudat dengan sel polimorfonuklear 300-100.000/mm. Protein di atas 2,5 g/dl dan glukosa relatif lebih rendah dari glukosa darah.

c. Titer antistreptolisin serum, pada infeksi streptokokus meningkat dan dapat menyokong diagnosa.

d. Kadang ditemukan anemia ringan atau berat.

2. Pemeriksaan mikrobiologik

a. Spesimen: usap tenggorok, sekresi nasofaring, bilasan bronkus atau sputum darah, aspirasi trachea fungsi pleura, aspirasi paru.

b. Diagnosa definitif jika kuman ditemukan dari darah, cairan pleura atau aspirasi paru.

3. Pemeriksaan imunologis

a. Sebagai upaya untuk mendiagnosis dengan cepat

b. Mendeteksi baik antigen maupun antigen spesifik terhadap kuman penyebab.

c. Spesimen: darah atau urin.

d. Tekniknya antara lain: Conunter Immunoe Lectrophorosis, ELISA, latex agglutination, atau latex coagulation.

4. Pemeriksaan radiologis, gambaran radiologis berbeda-beda untuk tiap mikroorganisme penyebab pneumonia.

a. Pneumonia pneumokokus: gambaran radiologiknya bervariasi dari infiltrasi ringan sampai bercak-bercak konsolidasi merata (bronkopneumonia) kedua lapangan paru atau konsolidasi pada satu lobus (pneumonia lobaris). Bayi dan anak-anak gambaran konsolidasi lobus jarang ditemukan.

b. Pneumonia streptokokus, gambagan radiologik menunjukkan bronkopneumonia difus atau infiltrate interstisialis. Sering disertai efudi pleura yang berat, kadang terdapat adenopati hilus.

c. Pneumonia stapilokokus, gambaran radiologiknya tidak khas pada permulaan penyakit. Infiltrat mula=mula berupa bercak-bercak, kemudian memadat dan mengenai keseluruhan lobus atau hemithoraks. Perpadatan hemithoraks umumnya penekanan (65%), < 20% mengenai kedua paru.

J. Terapi1. Perhatikan hidrasi.

2. Berikan cairan i.v sekaligus antibiotika bila oral tidak memungkinkan.

3. Perhatikan volume cairan agar tidak ada kelebihan cairan karena seleksi ADH juga akan berlebihan.

4. Setelah hidrasi cukup, turunkan ccairan i.v 50-60% sesuai kebutuhan.

5. Disstres respirasi diatasi dengan oksidasi, konsentrasi tergantung dengan keadaan klinis pengukuran pulse oksimetri.

6. Pengobatan antibiotik:

a. Penisillin dan derivatnya. Biasanya penisilin S IV 50.000 unit/kg/hari atau penisilil prokain i.m 600.000 V/kali/hari atau amphisilin 1000 mg/kgBB/hari . Lama terapi 7 10 hari untuk kasus yang tidak terjadi komplikasi.

b. Amoksisillin atau amoksisillin plus ampisillin. Untuk yang resisten terhadap ampisillin.

c. Kombinasi flukosasillin dan gentamisin atau sefalospirin generasi ketiga, misal sefatoksim.

d. Kloramfenikol atau sefalosporin. H. Influensa, Klebsiella, P. Aeruginosa umumnya resisten terhadap ampisillin dan derivatnya. Dapat diberi kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari aatu sefalosporin.

e. Golongan makrolit seperti eritromisin atau roksittromisin. Untuk pneumonia karena M. Pneumoniae. Roksitromisin mempenetrasi jaringan lebih baik dengan rasio konsentrasi antibiotik di jaringan dibanding plasma lebih tinggi. Dosis 2 kali sehari meningkatkan compliance dan efficacy.

f. Klaritromisin. Punya aktivitas 10 kali erirtomisin terhadap C. pneumonie in vitro dan mempenetrasi jaringan lebih baik.K. Asuhan Keperawatan1.Pengkajian

a. Riwayat pasien: Panas, batuk, nasal discharge, perubahan pola makan, kelemahan, Penyakit respirasi sebelumnya,perawatan dirumah, penyakit lain yangdiderita anggota keluarga di rumah

b. Pemeriksaan Fisik: Demam, dispneu, takipneu, sianosis, penggunaan otot pernapasn tambahan, suara nafas tambahan, rales, menaikan sel darah putih (bakteri pneumonia), arterial blood gas, X-Ray dada

c. Psikososial dan faktor perkembangan: Usia, tingkat perkembangan, kemampuan memahami rasionalisasi intervensi, pengalaman berpisah denganm orang tua, mekanisme koping yang diapkai sebelumnya, kebiasaan (pengalaman yang tidak menyenangkan, waktu tidur/rutinitas pemberian pola makan, obyek favorit)

d. Pengetahuan pasien dan keluarga: Pengalaman dengan penyakit pernafasan, pemahaman akan kebutuhan intervensi pada distress pernafasan, tingkat pengetahuan kesiapan dan keinginan untuk belajar.

2.Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul

a. Pola nafas tidak efektif b.d proses inflamasi

b. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d obstruksi mekanis, inflamasi, peningkatan sekresi, nyeri.

c. Intoleransi aktivitas b.d proses inflamasi, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.

d. Risiko tinggi infeksi b.d adanya organisme infektif.

e. Nyeri b.d proses inflamasi

f. Cemas b.d kesulitan bernafas, prosedur dan lingkungan yang tidak dikenal (rumah sakit).

g. Perubahan proses keluarga b.d penyakit dan atau hospitalisasi anak.

3.Rencana asuhan keperawatan

No DxTujuanIntervensiRasional

1Klien menunjukkan fungsi pernafasan normal.

Kriteria hasil: pernafasan tetap dalam batas normal, pernafasan tidak sulit, anak istirahat dan tidur dengan tenang.

NOC: Perpiratory: airways patency, respiratory status: ventilasi. Status vital sign.

NIC: Mechanical ventilatory weaning. Beri posisi yang nyaman

Posisikan untuk ventilasi yang maksimum (pertahankan peninggian kepala sedikitnya 30 derajat)

Periksa posisi anak dengan sering, untuk memastikan bahwa anak tidak merosot.

Hindari pakaian atau gedong yang terlalu ketat.

Tingkatkan istirahat dan tidur dengan penjadualan yang tepat.

Dorong teknik relaksasi.

Ajarkan pada anak dan keluarga tentang tindakan yang mempermudah upaya pernafasan (misal: pemberian posisi yang tepat). Mengurangi stres pada anak dan anak dapat beristirahat

Untuk mempertahankan terbuka jalan nafas.

Untuk menghindari penekanan diafragma.

Pakaian yang ketat menghambat perkembangan nafas.

Untuk meningkatkan keadekuatan oksigen.

Relaksasi dapat mengurangi kecemasan.

Pendidikan kesehatan dapat meningkatkan pengetahuan tentang teknik meningkatkan kepatenan jalan nafas.

2Klien dapar mempertahankan jalan nafas paten.

Kriteria hasil: jalan nafas tetap bersih, anak bernafas dengan mudah, pernafasan dalam batas normal.

NOC: Status respirasi: kepatenan jalan nafas.

NIC: airways suctioning Posisikan anak pada kesejajaran tubuh yang tepat.

Hisap sekresi jalan nafas sesuai kebutuhan.

Bantu anak dalam mengeluarkan sputum.

Beri ekspektoran sesuai ketentuan.

Lakukan fisioterapi dada.

Puasakan anak.

Berikan penatalaksanaan nyeri yang tepat.

Bantu anak dalam menahan atau membebat area insisi atau cedera Memungkinkan ekspansi paru yang lebih baik dan perbaikan pertukaran gas, serta mencegah aspirasi sekresi.

Untuk membersihkan jalan nafas akibat hipersekresi.

Sputum yang keluar akan mengurangi efek hambatan jalan nafas.

Ekspektoran obat untuk mengencerkan dahak sehingga sputum dapat dikeluarkan.

Fisioterapi dada membantu mengeluarkan sputum

Untuk mencegah aspirasi cairan (pada dengan takipnea hebat).

Pengurangan nyeri mengurangi kebutuhan oksigen.

Untuk memaksimalkan efek batuk dan fisioterapi dada.

3Klien mempertahankan tingkat energi yang adekuat.

Kriteria hasil: anak mentoleransi peningkatan aktivitas.

NOC: endurance

NIC: Menejemen energi. Kaji tingkat toleransi anak.

Bantu anak dalam aktivitas hidup sehari-hari yang mungkin melebihi toleransi.

Berikan aktivitas pengalihan yang sesuai dengan usia, kondisi, kemampuan, dan minat anak.

Beri periode istirahat dan tidur yang sesuai dengan usia dan kondisi.

Instruksikan anak untuk beristirahat jika lelah.

Tujuannya agar aktivitas anak sesuai dengan kemampuannya.

Agar tidak terjadi penggunaan energi yang berlebihan.

Untuk mencegah anak dari rasa bosan, dan untuk stimulasi tumbuh kembang.

Untuk menjaga keseimbangan oksigenasi dan mengurangi konsumsi oksigen yang berlebihan.

Untuk mencegah penggunaan oksigen yang berlebihan.

4Klien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi sekunder.

Kriteria hasil: anak menunjukkan bukti penurunan gejala infeksi.

NOC: Risk contol dan status imun.

NIC: Kontrol infeksi dan perlindungan infeksi. Pertahankan lingkungan aseptik, dengan menggunakan kateter penghisap steril dan teknik mencuci tangan yang baik.

Isolasi anak sesuai indikasi.

Beri antibiotik sesuai ketentuan.

Berikan diit bergizi sesuai kesukaan anak dan kemauan untuk mengkonsumsi nutrisi.

Ajarkan fisioterapi dada yang baik. Mencegah terjadi potensial komplikasi infeksi nosokomial.

Untuk mencegah penyebaran infeksi nosokomial.

Untuk mencegah atau mengatasi infeksi.

Untuk mendukung pertahanan tubuh alami.

Membantu mengurangi sputum yang ada di dalam dada.

5Klien tidak mengalami nyeri atau penurunan nyeri/ketidaknyamanan sampai tingkat yang dapat diterima oleh anak.

Kriteria hasil: anak tidak mengalami nyeri atau tingkat nyeri dapat diterima dengan baik.

NOC: Level kenyamanan.

NIC: Conscious sedation. Lakukan strategi nonfarmakologis untuk membantu anak mengatasi nyeri.

Rencanakan untuk memberikan analgesik yang ditentukan sebelum prosedur.

Berikan analgesik dengan rute traumatik yang paling kecil jika mungkin.

Gunakan strategi yang dikenal anak atau gambarkan beberapa strategi dan biarkan anak memilih salah satunya.

Libatkan rang tua dalam pemilihan strategi.

Ajarkan anak untuk menggunakan strategi nonfarmakologis khusus sebelum terjadi nyeri atau sebelum nyeri menjadi lebih berat.

Bantu atau minta orangtua membantu anak dengan menggunakan stratei selama nyeri aktual. Teknik-teknik seperti relaksasi, nafas dalam, dan distraksi dapat membuat nyeri dapat lebih ditoleransi.

Maksudnya agar efek puncaknya tepat dengan kejadian nyeri.

Untuk menghindari nyeri tambahan. Hindari injeksi i.m atau i.sc.

Untuk memudahkan pembelajaran anak dan penggunaan strategi toleransi nyeri.

Karena orang tua adalah orang yang paling mengetahui anaknya.

Karena pendekatan ini tampak paling efektif pada nyeri ringan.

Karena pelatihan mungkin diperlukan untuk membantu anak berfokus pada tindakan yang diperlukan.

6Klien mengalami penurunan rasa cemas. Kriteria hasil: Anak tidak menunjukkan tanda-tanda disstres pernafasan atau ketidaknyamanan fisik.

NOC: Kontrol kecemasan dan koping.

NIC: Penurunan kecemasan. Jelaskan prosedur dan peralatan yang tidak dikenal pada anak dengan istilah yang sesuai dengan tahap perkembangan.

Ciptakan hubungan anak dan orangtua.

Tetap bersama anak selama prosedur.

Gunakan cara yang tenang dan meyakinkan.

Beri kehadiran yang sering selama fase akut penyakit.

Beri tindakan kenyamanan yang diinginkan anak (misal: mengayun, membelai, musik).

Berikan objek kedekatan (misak: mainan keluarga, selimut, boneka).

Anjurkan perawatan yang berpusat pada keluarga dengan peningkatan kehadiran orangtua dan bila mungkin, keterlibatan orangtua Dengan pendidikan kesehatan , klien akan berkurang kecemasan dan disstres emosional, dan dapat meningkatkan kemampuan koping.

Memberi rasa aman pada anak karena orangtua adalah orang yang dikenal oleh anak.

Menjadi suportif dan pendekatan untuk mendukung komunikasi.

Memberi rasa percaya kepada anak dan menurunkan kecemasan.

Dukungan dapat membantu anak mengurangi kecemasan.

Dapat meningkatkan kenyamanan anak.

Objek kedekatan memberikan rasa aman pada anak.

Khadiran orangtua memberikan rasa aman pada anak dan dapat menurunkan kecemasan anak.

7Klien (keluarga) mengalami pengurangan kecemasan dan peningkatan kemampuan untuk melakukan koping.

Kriteria hasil: Orangtua mengajukan pertanyaan yang tepat, mendiskusikan kondisi dan perawatan anak dengan tenang serta terlibat secara positif dalam perawatan anak. NOC: Family functioning.

NIC: family support, teaching: disease process Kenali kekuatiran dan kebutuhan orangtua untuk informasi dan dukungan.

Gali perasaan orangtua dan masalah sekitar hospitalisasi dan penyakit anak.

Jelaskan tentang terapi dan perilaku anak.

Beri dukungan sesuai kebutuhan.

Anjurkan perawatan yang berpusat pada keluarga dan anjurkan anggota keluarga agar terlibat dalam perawatan anak. Untuk membuat rencana pendidikan kesehatan yang tepat bagi orangtua.

Untuk mengetahui kecemasan orangtua.

Untuk mengurangi kecemasan orangtua dan meningkatkan kemampuan koping orangtua.

Dukungan dapat mendorong pembentukan koping yang positif.

Memberi rasa aman pada orangtua dan membantu orangtua membuat keputusan tentang terapi anaknya.

DAFTAR PUSTAKA

Bennete M.J. 2013.Pediatric Pneumonia. http://emedicine.medscape.com/article/ 967822-overview. (29 September 2014 pukul 15.50 WIB)Bradley J.S., Byington C.L., Shah S.S, Alverson B., et al. 2011. The Management of Community-Acquired Pneumonia in Infants and Children Older than 3 Months of Age: Clinical Practice Guidelines by the Pediatric Infectious Diseases Society and the Infectious Diseases Society of America.Clin Infect Dis 53 (7): 617-630Dahlan, Zul. 2007. Pneumonia : Buku Ajar Penyakit Dalam Edisi 2 Jilid 4. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas IndonesiaDochterman, Joanne M., Gloria N. Bulecheck. 2004. Nursing Interventions Classifications (NIC) Fourth Edition. Missouri: Mosby Elsevier Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012. Panduan Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Penerbit IDAI.Moorhed, Sue, Marion Jhonson, Meridean L. Mass, dan Elizabeth Swanson. 2008. Nursing Outcomes Classifications (NOC) Fourth Edition. Missouri: Mosby Elsevier.

NANDA International. 2010. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2009-2011. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Suryadi dan Yuliani, Rita. 2001. Praktek klinikAsuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: Sagung Seto.Ngastiyah. 1997.

Gadis Mutiara Puspita Ika0910723026 / PSIK UB