Lapsus Anak KOTA-Pneumonia

37
BAB I PENDAHULUAN Saat ini pneumonia masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak di negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak balita. Menurut survei kesehatan nasional (SKN) 2001,27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit sistem respiratori,terutama pneumonia. 1 Pada usia anak-anak menurut UNICEF (2006), pneumonia merupakan penyebab kematian terbesar terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Angka kematian pneumonia pada balita diperkirakan mencapai 21%. Adapun angka kesakitan mencapai 250 hingga 299 per 1000 anak balita setiap tahunnya. Fakta yang sangat mencengangkan. Karenanya,kita patut mewaspadai setiap keluhan panas, batuk, sesak pada anak dengan memeriksakannya secara dini. 2 Pneumonia biasanya disebabkan oleh virus atau bakteri. Sebagian besar episode yang serius disebabkan oleh bakteri. Biasanya sulit untuk menentukan penyebab spesifik melalui gambaran klinis atau gambaran foto dada. Dalam penanggulangan penyakit ISPA, pneumonia dikalsifikasikan sebagai pneumonia sangat berat, pneumonia berat, peneumonia dan bukan pneumonia, berdasarkan ada tidaknya tanda bahay, tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam dan frekuensi napas, dan dengan pengobatan yang spesifik untuk masing-masing derajat penyakit. 3 1

Transcript of Lapsus Anak KOTA-Pneumonia

Page 1: Lapsus Anak KOTA-Pneumonia

BAB I

PENDAHULUAN

Saat ini pneumonia masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak di negara

berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak balita.

Menurut survei kesehatan nasional (SKN) 2001,27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian balita

di Indonesia disebabkan oleh penyakit sistem respiratori,terutama pneumonia.1

Pada usia anak-anak menurut UNICEF (2006), pneumonia merupakan penyebab

kematian terbesar terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Angka kematian pneumonia

pada balita diperkirakan mencapai 21%. Adapun angka kesakitan mencapai 250 hingga 299 per

1000 anak balita setiap tahunnya. Fakta yang sangat mencengangkan. Karenanya,kita patut

mewaspadai setiap keluhan panas, batuk, sesak pada anak dengan memeriksakannya secara dini.2

Pneumonia biasanya disebabkan oleh virus atau bakteri. Sebagian besar episode yang

serius disebabkan oleh bakteri. Biasanya sulit untuk menentukan penyebab spesifik melalui

gambaran klinis atau gambaran foto dada. Dalam penanggulangan penyakit ISPA, pneumonia

dikalsifikasikan sebagai pneumonia sangat berat, pneumonia berat, peneumonia dan bukan

pneumonia, berdasarkan ada tidaknya tanda bahay, tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam

dan frekuensi napas, dan dengan pengobatan yang spesifik untuk masing-masing derajat

penyakit.3

1

Page 2: Lapsus Anak KOTA-Pneumonia

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. Pneumonia

2.1. Definisi

Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Sebagaian besar disebabkan

oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain (aspirasi,

radiasi, dll).1

Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Terjadinya

pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan terjadinya proses infeksi akut pada bronkus

yang disebut bronchopneumonia.4

Pneumonia adalah salah satu bentuk infeksi saluran nafas bawah akut (ISNBA) yang

tersering. Pneumonia merupakan peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari

bronkiolus terminalis yang mencangkup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan

konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran udara setempat.6

2.2. Epidemiologi

Pneumonia merupakan salah satu penyebab kematian tersering pada anak di bawah usia 5

tahun. Di Negara berkembang, dari 1000 anak terdapat 100-150 kasus pneumonia berat dalam 5

tahun pertama kehidupan dan 21% berakibat kematian. Di Negara maju seperti Eropa dan

Amerika Utara dilaporkan insidensi pneumonia berkisar 34-40 kasus per 1000 anak. Berdasarkan

profil kesehatan Indonesia tahun 2007, dari 31 Provinsi di Indonesia terdapat 477.420 balita

pneumonia dan berturut-turut menyebabkan kematian bayi dan balita sebesar 22,3% dan 23,6%.5

Diperkirakan hampir seperlima kematian anak di seluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak

balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia

Tenggara. Menurut survei kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8%

kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit system respiratori, terutama pneumonia.1

2

Page 3: Lapsus Anak KOTA-Pneumonia

2.3. Etiologi

Usia pasien merupakan factor yang memegang peranan penting pada perbedaan dan

kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spectrum etiologi, gambaran klinis, dan strategi

pengobatan. Etiologi pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus group B dan bakteri

Gram negative seperti E.colli, Pseudomonas sp, atau Klabsiella sp. Pada bayi yang lebih besar

dan anak balita, pneumonia sering disebabkan oleh infeksi Streptococcus pneumoniae,

Haemophillus influenza tipe B, dan Staphylococcus aureus, sedangkan pada anak yang lebih

besar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma

pneumoniae.1,7

Di Negara maju, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh virus, di samping bakteri atau campuran bakteri dan virus. Virkki dkk, melakukan

penelitian pada pneumonia anak dan menemukan etiologi virus saja sebanyak 32%, campuran bakteri dan virus 30% dan bakteri saja 22%. Virus yang terbanyak

ditemukan adalah Respiratory Sincytial Virus (RSV), Rhinovirus dan virus Parainfluenza. Bakteri yang terbanyak ditemukan adalah Streptococcus pneumoniae,

Hemophilus Influenzae tipe B dan Mycoplasma pneumoniae. Kelompok anak berusia 2 tahun ke atas mempunyai etiologi infeksi bakteri yang lebih banyak daripada

anak berusia di bawah 2 tahun.1

Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang

Lahir 20 hari Bakteri Bakteri

E. colli Bakteri anaerob

Listeria monocytogenes Haemophillus influenza

Streptococcus pneumoniae

Ureaplasma urealyticum

Virus

Virus Sitomegalo

Virus Herpes simpleks

3 minggu-3 bulan Bakteri Bakteri

3

Page 4: Lapsus Anak KOTA-Pneumonia

Chlamydia trachomatis Bordetella pertusis

Streptococcus pneumoniae Haemophillus influenza tipe B

Virus Moraxella catharalis

Virus adeno Staphylococcus aureus

Virus influenza Ureaolasma urealyticum

Virus Parainfluenza 1, 2, 3 Virus

Respiratory syncytial virus Virus Sitomegalo

4 bulan – 5 bulan Bakteri Bakteri

Chlamydia pneumoniae Haemophilus influenza tipe B

Mycoplasma pneumoniae Moraxella catharalis

Streptococcus pneumoniae Neisseria meningitides

Virus Staphylococcus aureus

Virus Adeno Virus

Virus Influenza Virus Varisela-Zoster

Virus Parainfluenza

Virus Rino

Respiratory Syncytial virus

5 tahun – remaja Bakteri Bakteri

Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenza

Mycoplasma pneumoniae Legionella sp

4

Page 5: Lapsus Anak KOTA-Pneumonia

Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus

Virus

Virus Adeno

Virus Eptain-Barr

Virus Influenza

Virus Parainfluenza

Virus Rino

Respiratory Syncytial Virus

Virus Varisela-Zoster

2.4. Klasifikasi

a. Klasifikasi untuk Pneumonia yang terjadi pada bayi usia < 2 bulan

Perjalanan penyakit lebih bervariasi, mudah terjadi komplikasi, dan sering menyebabkan

kematian. Klasifikasi pada kelompok usia ini adalah:

Pneumonia, adanya nafas cepat (frekuensi pernafasan > 60 x/menit) atau sesak napas.

Dan harus dirawat serta diberikan antibiotic.

Bukan pneumonia, tidak ada napas cepat atau sesak napas. Tidak perlu dirawatm hanya

diberikan obat simptomatis.1,4

b. Klasifikasi untuk Pneumonia yang terjadi pada bayi dan anak usia 2 bulan – 5 tahun:

Pneumonia berat, adanya nafas sesak atau tarikan dinding dada bagian bawah. Dan harus

dirawat serta diberikan antibiotic.

5

Page 6: Lapsus Anak KOTA-Pneumonia

Pneumonia, bila tidak ada sesak napas, atau ada nafas cepat, usia 2 bulan - 1 tahun > 50

kali permenit, untuk usia 1 tahun - 5 tahun > 40 kali permenit. Dan pasien tidak perlu

dirawat, dapat diberikan antibiotic oral.

Bukan pneumonia, bila tidak ada napas cepat dan sesak napas, hanya batuk pilek biasa

tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam.dan pasien tidak perlu dirawat dan

tidak perlu antibiotic, hanya diberikan pengobatan simtomatis seperti penurun panas.1,4

2.5. Patologi dan Patogenesis

Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer melalui saluran resporatori.

Ada 3 stadium dalam patofisiologi penyakit pneumonia, yaitu :

1) Stadium hepatisasi merah.

Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang mempermudah proliferasi dan penyebaran

kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadi

serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema, dan ditemukannya kuman di alveoli.1,5

2) Stadium hepatisasi kelabu.

Selanjutnya, deposisi fibrin semakin bertambah, terdapat fibrin dan leukosit PMN di alveoli dan

terjadi proses fagositosis yang cepat.1,5

3) Stadium resolusi

Setelah itu, jumlah makrofag meningkat di alveoli, sel akan mengalami degenerasi, fibrin

menipis, kuman dan debris menghilang. Sistem bronkopulmoner jaringan paru yang tidak

terkena akan tetap normal.1,5

2.6. Manifestasi Klinis

Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis pneumonia pada anak adalah imaturitas

anatomik dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas, gejala klinis yang

6

Page 7: Lapsus Anak KOTA-Pneumonia

kadangkadang tidak khas terutama pada bayi, terbatasnya penggunaan prosedur diagnostik

invasif, etiologi non infeksi yang relatif lebih sering, dan faktor pathogenesis.1

Menurut Said (2010) gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat

ringannya infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut :

1. Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan nafsu

makan, keluhan GIT seperti mual, muntah atau diare: kadang-kadang ditemukan gejala

infeksi ekstrapulmoner.

2. Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak napas, retraksi dada, takipnea, napas

cuping hidung, air hunger, merintih, dan sianosis.

Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan tanda klinis seperti pekak perkusi, suara napas melemah,

dan ronki, akan tetapi pada neonatus dan bayi kecil, gejala dan tanda pneumonia lebih beragam

dan tidak selalu jelas terlihat. Pada perkusi dan auskultasi paru umumnya tidak ditemukan

kelainan.1

2.7. Pemeriksaan Penunjang

a) Darah perifer lengkap

Pada pneumonia virus dan juga pneumonia mikoplasma umumnya ditemukan leukosit

dalam batas normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi, pada pneumonia bakteri

didapatkan leukositosis yang berkisar antara 15.000 – 40.000/mm3 dengan predominan

PMN. Leucopenia (< 5.000/mm3) menunjukkan prognosis yang buruk.. leukositosis hebat

(> 30.000/mm3) hampir selalu menunjukkan adanya infeksi bakteri, sering ditemukan

pada keadaan bakteremi, dan resiko terjadinya komplikasi lebih tinggi. Pada infeksi

Chlamydia pneumoniae kadang-kadang ditemukan eosinofilia. Efusi pleura merupakan

cairan eksudat dengan sel PMN berkisar antara 300 – 100.000/mm3, protein > 2,5 g/dl,

dan glukosa relative lebih rendah daripada glukosa darah. Kadang-kadang terdapat

anemia ringan dan laju endap darah (LED) yang meningkat.1,7

b) C-Reactive protein

C-recative protein adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit. Sebagai

respons infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP secara cepat distimulasi oleh

7

Page 8: Lapsus Anak KOTA-Pneumonia

sitokin, terutama interleukin (IL)-6, IL-1, dan tumor necrosis factor (TNF). Secara klinis

CRP digunakan sebagai alat diagnostic untuk membedakan antara factor infeksi dan

noninfeksi, infeksi virus atau infeksi bakteri superfisialis dan profunda. Kadar CRP

biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan infeksi bakteri superfisialis daripada infeksi

bakteri profunda.1

c) Uji serologi

Uji serologi untuk mendeteksi antigen dan antibody pada infeksi bakteri tipik mempunyai

sensitifitas dan spesifisitas yang rendah. Akan tetapi, diagnosis infeksi Streptococcus

grup A dapat dikonfirmasi dengan peningkatan titer antibody seperti antistreptolisin O,

streptozin, atau antiDnase B. peningkatan titer dapat juga berarti adanya infeksi

terdahulu.1

d) Pemeriksaan Rontgen thoraks

Kelainan foto rontgen toraks pada pneumonia tidak selalu berhubungan dengan gambaran

klinis. Kadang-kadang bercak-bercak sudah ditemukan pada gambaran radiologis

sebelum timbul gejala klinis. Akan tetapi, resolusi infiltrate sering membutuhkan waktu

yang lebih lama setelah gejala klinis menghilang.1

Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari:

1. Infiltrate interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskuler,

peribronchial cuffing, hiperaerasi.

2. Infiltrate alveolar, merupakan konsolidari paru dengan air bronchogram. Konsolidasi

dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris, atau terlihat sebagai

lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas yang tidak terlalu

tegas, dan menyerupai lesi tumor paru, dikenal sebagai round pneumonia.

3. Bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difusi merata pada kedua paru, berupa

bercak-bercak infiltrate yang dapat meluas hingga daerah perifer paru, disertai dengan

peningkatan corakan peribronkial.

8

Page 9: Lapsus Anak KOTA-Pneumonia

Gambaran foto rontgen toraks pneumonia anak meliputi infiltrate ringan pada satu paru

hingga luas pada kedua paru. Pada suatu penelitian ditemukan bahwa lesi pneumonia

pada anak terbanyak berada di paru kanan, terutama di lobus atas. Bila ditemukan di paru

kiri, dan terbanyak di lobus bawah, maka hal itu merupakan predictor perjalanan penyakit

yang lebih berat dengan resiko terjadinya peluritis lebih meningkat.1,6

2.8. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarka gejala klinis sederhana yang meliputi napas cepat, sesak

napas, dan berbagai tanda bahaya agar anak segera dirujuk ke playanan kesehatan. Napas

cepat di hitung dengan frekuensi napas selama satu menit penuh ketika bayi dalam keadaan

tenang. Sesak napas di nilai dengan melihat adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke

dalam ketika menarik napas (retraksi epigastrium). Tanda bahaya pada anak usia 2 bulan – 5

tahun adalah tidak dapat minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk.1,6

Pneumonia ringan

Disamping batuk atau kesulitan bernapas, hanya terdapat napas cepat saja. Napas

cepat:

Anak umur 2 bulan – 11 bulan : ≥ 50 x/menit

Anak umur 1 tahun - 5 tahun : ≥ 40 x/menit

Pastikan anak tidak mempunyai tanda-tanda pneumonia berat.3

Pneumonia Berat

Batuk dan atau kesulitan bernapas ditambah minimal salah satu hal berikut ini:

Kepala terangguk-angguk

Pernapasan cuping hidung

Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam

Foto dada menunjukkan gambaran pneumonia (infiltrate luas, konsolidasi, dll).

9

Page 10: Lapsus Anak KOTA-Pneumonia

Selain itu bias didapatkan pula tanda berikut ini:

Napas cepat

Anak umur < 2 bulan : ≥ 60 x/menit

Anak umur 2 – 11 bulan : ≥ 50 x/menit

Anak umur 1 – 5 tahun : ≥ 40 x/menit

Anak umur ≥ 5 tahun : ≥ 30 x/menit

Suara merintih (grunting) pada bayi muda

Pada aukultasi terdengar:

Crackles (ronki)

Suara pernapasan menurun

Suara pernapasan bronchial

Dalam keadaan sangat berat dapat dijumpai:

Tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan semuanya.

Kejang, letargi atau tidak sadar.

Sianosis

Distress pernapasan berat.3,7

2.9. Tatalaksana

10

Page 11: Lapsus Anak KOTA-Pneumonia

Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan antibiotic yang sesuai,

serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi pemberian cairan intravena, terapi oksigen,

koreksi terhadap gangguan keseimbangan asam basa, elektrolit dan gula darah. Untuk nyeri dan

demam dapat diberikan analgetik/antipiretik.1

Pneumonia ringan

Anak di rawat jalan

Beri antibiotic : Kotrimoksasol (4 mg TMP/kgBB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari atau

Amoksisilin (25 mg/kgBB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari. Untuk pasien HIV diberikan

selama 5 hari.

Anjurkan ibu untuk memberi makan anak. Nasihati ibu untuk membawa kembali anaknya

setelah 2 hari, atau lebih cepat bila keadaan anak memburuk atau tidak bias minum atau

menyusu. Ketika anak kembali, jika pernapasannya membaik (melambat), demam berkurang,

nafsu makan membaik, lanjutkan pengobatan sampai seluruhnya 3 hari. Jika frekuensi

pernapasan, demam dan nafsu makan tidak ada perbaikan, ganti ke antibiotic lini kedua dan

nasihati ibu untuk kembali 2 hari lagi. Jika ada tanda pneumonia berat, rawat anak di rumah

sakit.3

Pneumonia Berat

Anak dirawat di rumah sakit

Terapi antibiotic

Beri ampisilin/amoksisilin (25 – 50 mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 6 jam), yang

harus dipantau dalam 24 jam selama 72 jam pertama. Bila anak memberikan

respons yang baik maka diberikan selama 5 hari. Selanjutnya terapi dilanjutkan di

rumah taau di rumah sakit dengan amoksisilin oral (15 mg/kgBB/kali 3 kali

sehari) untuk 5 hari berikutnya.

Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam, atau terdapat keadaan yang berat

(tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan semuanya, kejang,

11

Page 12: Lapsus Anak KOTA-Pneumonia

letargi atau tidak sadar, sianosis, distress pernapasan berat) maka ditambahkan

khloramfenikol (25 mg/kgBB IM atau IV setiap 8 jam)

Bila pasien datang dalam keadaan klinis berat, segera berikan oksigen dan

pengobatan kombinasi ampisilin-kloramfenikol atau ampisilin-gentamicin.

Sebagai alternative, beri seftriakson (80 – 100 mg/kgBB IM atau IV sekali

sehari).

Bila anak tidak membaik dalam 48 jam, maka bila memungkinkan foto dada.

Apabila diduga peneumonia stafilokokal, ganti antibiotic dengan gentamisin (7,5

mg/kgBB IM sehari sekali) dan kloksasilin (50 mg/kgBB IM atau IV setiap 6

jam) atau klindamisin (15 mg/kgBB/hari – 3 kali pemberian). Bila keadaan anak

membaik, lanjutkan kloksasilin (atau dikoksasilin) secara oral 4 kali sehari sampai

secara keseluruhan mencapai 3 minggu, atau klindamisin secara oral sampai 2

minggu.

Terapi oksigen

o Beri oksigen pada semua anak dengan pneumonia berat

o Bila tersedia pulse oximetry, gunakan sebagai panduan untuk terapi oksigen

(berikan pada anak dengan saturasi oksigen < 90%, bila tersedia oksigen yang

cukup). Lakukan periode uji coba tanpa oksigen setiap harinya pada anak yang

stabil. Hentikan pemberian oksigen bila saturasi tetap stabil > 90%.

o Gunakan nasal prongs, kateter nasal, atau kateter nasofaringeal.

o Lanjutkan pemberian oksigen sampai tanda hipoksia (seperti tarikan dinding dada

bagian bawah ke dalam yang berat atau napas ≥ 70 x/menit tidak ditemukan lagi.

Perawatan penunjang

Bila anak disertai demam (≥ 39C) yang tampaknya menyebabkan distress, beri

paracetamol.

12

Page 13: Lapsus Anak KOTA-Pneumonia

Bila ditemukan adanya weezing, beri bronkodilator kerja cepat.

Bila terdapat secret kental di tenggorokan yang tidak dapat dikeluarkan oleh anak,

hilangkan dengan alat penghisap secara perlahan.3

2.10. Komplikasi

Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, perikarditis purulenta,

pneumotoraks atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis purulenta. Empiema torasis

merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada pneumonia bakteri.1

BAB III

LAPORAN KASUS

Identitas Pasien:

Nama lengkap : By. Abian Ramadhan

Tempat dan tanggal lahir : Mataram, 3 Agustus 2012

13

Page 14: Lapsus Anak KOTA-Pneumonia

Umur : 5 bulan 17 hari

Jenis kelamin : Laki-Laki

Alamat : Ampenan

Identitas keluarga : Anak kandung

Ibu Ayah

Nama Nurul Aini Ragil Hidayat

Umur 21 tahun 28 tahun

Pendidikan/Berapa tahun SMP SMP

Pekerjaan IRT Tani

Masuk RS tanggal : 20-01-2013

Diagnosis Masuk : bronkhiolitis

Keluar RS tanggal : -

Lama Perawatan : -

I. ANAMNESIS (tanggal 20-01-2013, diberi tahu oleh pasien dan orangtua pasien)

Keluhan Utama : sesak

1. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke Rumah Sakit Kota Mataram dengan dikeluhkan mengalami sesak nafas

sejak pukul 01.00 (dini hari) pada tanggal 20-01-2013. Sesak yang dikeluhkan semakin

memberat. Pasien juga dikeluhkan mengalami batuk-batuk sejak ± 1 hari sebelum masuk

rumah sakit. Batuk dikeluhkan mengeluarkan lendir (dahak yang encer) saat pasien

batuk. Pasien juga dikeluhkan mengalami pilek yang timbulnya bersamaan dengan

14

Page 15: Lapsus Anak KOTA-Pneumonia

keluhan batuk, namun saat ini pilek dikeluhkan sudah berhentu. Riwayat demam (-),

namun pasien dikeluhkan banyak berkeringat dan badan terasa dingin.

Minum susu ASI langsung masih kuat, namun saat timbul sesak minum susu mulai

berkurang dan tampak agak malas minum susu. Riwayat BAB (+) normal dengan

frekuensi 2 – 3 kali per hari dengan konsistensi lembek dan berwarna kuning. BAK (+)

normal dengan frekuensi 4-5 kali per hari berwarna kuning jernih, darah (-).

2. Riwayat Penyakit Sebelumnya :

Riwayat sesak sebelumnya disangkal, jika mengalami batuk-pilek pasien hanya

mengalami keluhan tersebut selama beberapa hari dan tanpa minum obat pasien dapat

sembuh.

Riwayat alergi makanan/obat disangkal

3. Riwayat penyakit keluarga dan sosial

Riwayat sesak napas pada keluarga yang tinggal serumah, keluarga lain, tetangga

sekitar dan teman-teman pasien disangkal

Riwayat asma didalam keluarga pasien (-).

Riwayat sesak napas, sering bersin pagi hari pada keluarga disangkal

Riwayat alergi obat/makanan disangkal

4. Riwayat keluarga (ikhtisar)

Pasien adalah anak pertama dan seorang anak tunggal

5. Riwayat Pengobatan

Di PKM Tanjung Karang : diberika syrup Chloramfenicol dan obat puyer, namun

setelah minum obat tersebut keluhan sesak semakin memberat, sehingga pasien

dibawa ke RS Kota Mataram.

Riwayat Pribadi

1. Riwayat kehamilan dan persalinan15

Page 16: Lapsus Anak KOTA-Pneumonia

- Ibu pasien rutin ANC di Puskesmas, frekuensi >4 x.

- Riwayat sakit berat selama hamil (-). Riwayat minum obat-obatan selama hamil: ibu

lupa

- Riwayat konsumsi obat penambah darah dari Puskesmas (+) sejak bulan pertama

kehamilan sampai menjelang persalinan

- Selama ANC, tidak ditemukan kelainan pada janin atau ibu (riwayat perdarahan,

muntah berlebihan, demam selama kehamilan disangkal; bidan juga mengatakan letak

dan perkembangan janin normal)

- Pasien lahir spontan di Puskesmas, ditolong Bidan, Lahir cukup bulan dengan berat

lahir 3.000 gram. Lahir langsung menangis, riwayat biru setelah lahir (-), kuning

setelah lahir (-).

2. Riwayat nutrisi

ASI (+) usia 0 – 5 bulan.

Pemberian susu formula disangkal

Minum susu menurun sejak keluhan sesak datang. Minum susu ASI yang

biasanya sekali dalam 2 jam, saat ini menjadi hampir sekali dalam 5 jam dan lama

untuk menyusu lebih cepat berhenti.

3. Perkembangan dan kepandaian

Orang tua pasien menyatakan perkembangan anaknya baik dan sesuai dengan anak yang

seumuran dengan pasien. Saat ini sudah dapat belajar duduk dan tidur sudah dapat

tengkurap sendiri.

4. Vaksinasi :

A. Dasar B. Ulangan

16

Page 17: Lapsus Anak KOTA-Pneumonia

BCG : (+) pada umur: ibu lupa

Hepatitis : 2x pada umur: ibu lupa

Polio : 3x, pada umur: lupa Pada umur :

DPT : (+) pada umur: lupa Pada umur :

Campak : - bulan

o Orangtua mengaku pasien telah mendapatkan imunisasi dasar lengkap

o Riwayat imunisasi ulangan/lainnya disangkal

5. Sosial ekonomi dan lingkungan

Keluarga pasien termasuk Sosial-ekonomi rendah, bapak pasien bekerja sebagai petani

dengan penghasilan perbulan tidak tentu sekitar Rp.500.000-750.000 perbulan.

Pasien tinggal berempat bersama orang tuanya.

Ayah pasien adalah perokok aktif (2-3 batang perhari) dan sering merokok di dekat

pasien.

Pasien tinggal di daerah perkampungan yang jarak antar rumah saling berdekatan

(halaman sempit). Rumah pasien berdinding tembok, beratap genteng, lantai semen,

jumlah kamar 3 dengan ukuran 3x3 m, ventilasi ruangan sedikit, sirkulasi udara kurang,

pencahayaan kurang. Dapur dan kamar mandi terpisah dari rumah, memasak

menggunakan kompor minyak, asap kompor sampai ke dalam rumah. Sumber air untuk

MCK dari air sumur. Air minum dari air PAM, diakui dimasak dulu.

17

Page 18: Lapsus Anak KOTA-Pneumonia

II. PEMERIKSAAN FISIK (tanggal 20-01-2013)

Status Present

KU : Sedang

Kes : Compos Mentis

RR : 63 x/menit, tipe : torakoabdominal

Nadi : 160 x/menit, isi dan tegangan cukup, teratur.

T ax : 37,6 oC.

CRT : <2 detik.

Status Gizi

Berat badan : 6,3 kg, Panjang badan : 62 cm

BB/TB : -2 SD s/d +2 SD Gizi baik

BB/U : -2 SD s/d +2 SD BB Normal

TB/U : -2 SD s/d +2 SD TB Normal

Edema: (-)

Kesimpulan status gizi : Gizi Baik

Status General :

o Kepala dan Leher :

Kepala : Bentuk : normosefali

UUB : datar, belum menutup

UUK : datar, belum menutup

Rambut : Warna : hitam

Tebal/tipis : tebal

Jarang/tidak (distribusi) : tidak jarang18

Page 19: Lapsus Anak KOTA-Pneumonia

Alopesia : tidak ada

Mata : Palpebra : tidak edema

Alis & bulu mata : tidak mudah dicabut

Konjungtiva : tidak anemis

Sklera : tidak ikterik

Produksi air mata : cukup

Pupil : Diameter : 3 mm/3 mm

Simetris : isokor, normal

Reflek cahaya : +/+

Kornea : jernih

Telinga : Bentuk : simetris

Sekret : tidak ada

Serumen : minimal

Nyeri : tidak ada

Hidung : Bentuk : simetris

Pernafasan cuping hidung : Ada

Epistaksis : tidak ada

Sekret : tidak ada

Mulut : Bentuk : normal

Bibir : mukosa bibir kering, sianosis tidak ada

Gusi : - tidak mudah berdarah

19

Page 20: Lapsus Anak KOTA-Pneumonia

- pembengkakan tidak ada

Lidah : Bentuk: normal

Pucat/tidak : tidak pucat

Tremor/tidak : tidak tremor

Kotor/tidak : tidak kotor

Warna : kemerahan

Faring : Hiperemi : tidak Ada

Edema : tidak ada

Membran/pseudomembran : (-)

Tonsil : Pembesaran : tidak ada

Abses/tidak : tidak ada

Membran/pseudomembran : (-)

Leher :

Vena Jugularis : Pulsasi : tidak terlihat

Tekanan : tidak meningkat

Pembesaran kelenjar leher :tidak Ada

Kaku kuduk : tidak ada

Massa : tidak ada

Tortikolis : tidak ada

o Thorak :

20

Page 21: Lapsus Anak KOTA-Pneumonia

Dinding dada/paru :

Inspeksi : Bentuk : simetris

Retraksi : Ada

Dispnea : Ada

Pernafasan : Abdomino-thorakal

Palpasi : kesan simetris, massa (-)

Perkusi : sonor/sonor

Auskultasi : Suara Napas Dasar : Suara napas vesikuler

Suara Napas Tambahan : Rhonki (+/+) basah halus, pada hampir

seluruh lapang paru, Wheezing (+/+)

Jantung :

Inspeksi : Iktus : tidak terlihat

Palpasi : Apeks : tidak teraba

Thrill : tidak ada

Perkusi : Batas kanan : ICS IV LPS dextra

Batas kiri : ICS V LMK sinistra

Batas atas : ICS II LPS dextra

Auskultasi :

Frekuensi : 160 x/menit

Suara dasar : S1 dan S2 tunggal

Bising : tidak ada

21

Page 22: Lapsus Anak KOTA-Pneumonia

o Abdomen

Inspeksi : Bentuk : datar,

tampak depan : proporsi perut lebih besar daripada pinggul dan paha

tampak samping : bantalan bokong tebal

tampak belakang : baggy pants (-)

Palpasi : Hati : tidak teraba

Lien : tidak teraba

Ginjal : tidak teraba

Massa : tidak ada

Perkusi : Timpani/pekak : timpani

Asites : tidak ada

Auskultasi : bising usus (+) normal

o Anggota Gerak:

Tungkai Atas Tungkai Bawah

Kanan Kiri Kanan Kiri

Akral hangat + + + +

Edema - - - -

Pucat - - - -

Kelainan bentuk - - - -

22

Page 23: Lapsus Anak KOTA-Pneumonia

Pembengkakan

Sendi

- - - -

Pembesaran KGB

Leher

Axilla

Inguinal

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

o Kulit : Ikterus (-), pustula (-), peteki (-), sklofuloderma (-)

o Urogenital : Laki-laki dan tidak tampak kelainan

o Vertebrae : tidak tampak kelainan

III. RESUME

Pasien bayi laki-laki usia 5 bulang datang ke Rumah Sakit Kota Mataram dengan keluhan sesak

napas, sesak dikeluhkan sejak pukul 01.00 (dini hari) 20/01/2013. Pasien juga dikeluhkan

mengalami batuk-batuk sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga dikeluhkan

mengalami pilek yang timbulnya bersamaan dengan batuk-batuknya. Pasien juga dikeluhkan

mengalami penurunan nafsu minum susu sejak timbul sesak tersebut. Riwayat demam (-), pasien

sebelumnya tidak pernah mengalami keluhan sesak seperti ini sebelumnya, dan didalam keluarga

pasien tidak ada yang mengalami keluhan sesak seperti pasien saat ini.

Didapatkan keadaan umum dalam keadaan sedang, kesadaran kompos mentis, N :160 x/menit,

RR: 63x/menit, T: 37,6 ºC, CRT <2 detik, status gizi : gizi baik. Pada pemeriksaan fisik

pernapasan cuping hidung, adanya retraksi, rhonki basah halus pada hampir seluruh paru kiri

dan kanan, Weezing (+) pada kedua paru.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

23

Page 24: Lapsus Anak KOTA-Pneumonia

Tanggal 20/01/2013

o Darah Lengkap

WBC : 22,77 x103/ᵤL N = 4x103 – 11x103/ᵤL

RBC : 4,59 x106/ᵤL N = 3,5x106 – 5,0x106/ᵤL

HGB : 8,9 g/dl N = 12 – 16 g/dl

HCT : 29,5 % N = 37 – 48%

MCV : 64,2 fL N = 82 – 95 fL

MCH : 19,3 pg N = 27 - 31 pg

MCHC : 30,1 % N = 32-36 %

PLT : 411 x103/ᵤL N = 150x103 – 400x103/ᵤL

V. DIAGNOSIS KERJA

Pneumonia Berat

o DD : Bronkiolitis

Anemia hipokromik mikrositik ec Anemia def. Fe

VII. RENCANA AWAL

Rencana terapi :

o O2 2 lt/mnt

o Infus D5 ¼ NS 10 tpm

o Ampicilin 4 x 157 mg

o Chloramfenicol 3 x 157 mg

o Paracetamol drop 7 mg

o Nebulisasi dengan Combiven /6 jam

24

Page 25: Lapsus Anak KOTA-Pneumonia

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada kasus ini, pasien didiagnosis pneumonia berat. Diagnosis ini ditegakkan

berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan.

Diagnose pneumonia berat berdasarkan anamnesis yang didapatkan bahwa pasien mengeluh

sesak nafas sejak sehari sebelum masuk rumah sakit disertai batuk dan pilek. Sedangkan dari

pemeriksaan fisik didapatkan nafas cepat (jumlah respirasi 63x/mnt) disertai retraksi subcosta

dan dari auskultasi didapatkan rhonki basah halus serta wheezing di kedua lapang paru.

Penatalaksanaan pada pasien ini, pasien ini diberi terapi antibiotic, infuse D5 ¼ NS dan

oksigen 2 lpm. Pada pasien ini juga diberikan bronkodilator untuk mencaikan dahak yang

mengental didalam saluran pernapasan. Serta dilakukan konsultasi fisioterapi dada untuk

mengeluakan dahak yang sulit keluar setelah diberikan bronkodilator.

25

Page 26: Lapsus Anak KOTA-Pneumonia

Daftar Pustaka

1. Said M 2010. Pneumonia. In : Rahajoe N.N., Supriyatno B., Setyanto D.B. (eds). Buku

Ajar Respirologi Anak. Edisi I. Jakarta : Badan Penerbit IDAI, pp 350-364.

2. Mansjoer A., Suprohaita, Wadhani W.I., Setiowulan W. 2008. Kapita Selekta

Kedokteran, Jilid 2 Edisi III. Jakarta : Media Aesculapius FKUI, p 467.

3. World Health Organization. 2009. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah

Sakit. Jakarta : WHO Indonesia, p 86-93.

4. Hasibun, Fifi Dewi. 2012. Karakteristik Penderita Pneumonia Pada Balita Rawat Inap Di

Rumah Sakit Umum Daerah Sipirok Kabupaten Tapanuli Tapanuli Selatantahun 2001-

2005. Viewer : 21-01-2013.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24996/3/Chapter%20II.pdf

5. Irawati, dkk. 2010. Kesesuaian C-Reactive Protein dan Procalcitonin dalm Diagnosis

Pneumonia Berat pada Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran

Universitas Padjadjaran/Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin, Bandung.

www.idai.or.id/saripediatri/fulltext.asp?q=674

6. Dahlan Z. 2007. Pneumonia. In : Sudoyo A.W., Setiyohadi B., Alwi I., Simadibrata M.,

Setiati S. (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II Edisi IV. Jakarta : Pusat

Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, pp 964-965.

7. Gozali, Ahmad. 2010. Hubungan Antara Status Gizi dengan Klasifikasi Pneumonia pada

Balita di Puskesmas Gilingan kecamatan Banjarsari Surakarta. Viewer : 21/01/2013

http://eprints.uns.ac.id/112/1/167360309201012321.pdf

26