Lapsus Anak KOTA-Pneumonia
-
Upload
laili-khairani -
Category
Documents
-
view
74 -
download
18
Transcript of Lapsus Anak KOTA-Pneumonia
BAB I
PENDAHULUAN
Saat ini pneumonia masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak di negara
berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak balita.
Menurut survei kesehatan nasional (SKN) 2001,27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian balita
di Indonesia disebabkan oleh penyakit sistem respiratori,terutama pneumonia.1
Pada usia anak-anak menurut UNICEF (2006), pneumonia merupakan penyebab
kematian terbesar terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Angka kematian pneumonia
pada balita diperkirakan mencapai 21%. Adapun angka kesakitan mencapai 250 hingga 299 per
1000 anak balita setiap tahunnya. Fakta yang sangat mencengangkan. Karenanya,kita patut
mewaspadai setiap keluhan panas, batuk, sesak pada anak dengan memeriksakannya secara dini.2
Pneumonia biasanya disebabkan oleh virus atau bakteri. Sebagian besar episode yang
serius disebabkan oleh bakteri. Biasanya sulit untuk menentukan penyebab spesifik melalui
gambaran klinis atau gambaran foto dada. Dalam penanggulangan penyakit ISPA, pneumonia
dikalsifikasikan sebagai pneumonia sangat berat, pneumonia berat, peneumonia dan bukan
pneumonia, berdasarkan ada tidaknya tanda bahay, tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
dan frekuensi napas, dan dengan pengobatan yang spesifik untuk masing-masing derajat
penyakit.3
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. Pneumonia
2.1. Definisi
Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Sebagaian besar disebabkan
oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain (aspirasi,
radiasi, dll).1
Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Terjadinya
pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan terjadinya proses infeksi akut pada bronkus
yang disebut bronchopneumonia.4
Pneumonia adalah salah satu bentuk infeksi saluran nafas bawah akut (ISNBA) yang
tersering. Pneumonia merupakan peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencangkup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan
konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran udara setempat.6
2.2. Epidemiologi
Pneumonia merupakan salah satu penyebab kematian tersering pada anak di bawah usia 5
tahun. Di Negara berkembang, dari 1000 anak terdapat 100-150 kasus pneumonia berat dalam 5
tahun pertama kehidupan dan 21% berakibat kematian. Di Negara maju seperti Eropa dan
Amerika Utara dilaporkan insidensi pneumonia berkisar 34-40 kasus per 1000 anak. Berdasarkan
profil kesehatan Indonesia tahun 2007, dari 31 Provinsi di Indonesia terdapat 477.420 balita
pneumonia dan berturut-turut menyebabkan kematian bayi dan balita sebesar 22,3% dan 23,6%.5
Diperkirakan hampir seperlima kematian anak di seluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak
balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia
Tenggara. Menurut survei kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8%
kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit system respiratori, terutama pneumonia.1
2
2.3. Etiologi
Usia pasien merupakan factor yang memegang peranan penting pada perbedaan dan
kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spectrum etiologi, gambaran klinis, dan strategi
pengobatan. Etiologi pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus group B dan bakteri
Gram negative seperti E.colli, Pseudomonas sp, atau Klabsiella sp. Pada bayi yang lebih besar
dan anak balita, pneumonia sering disebabkan oleh infeksi Streptococcus pneumoniae,
Haemophillus influenza tipe B, dan Staphylococcus aureus, sedangkan pada anak yang lebih
besar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma
pneumoniae.1,7
Di Negara maju, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh virus, di samping bakteri atau campuran bakteri dan virus. Virkki dkk, melakukan
penelitian pada pneumonia anak dan menemukan etiologi virus saja sebanyak 32%, campuran bakteri dan virus 30% dan bakteri saja 22%. Virus yang terbanyak
ditemukan adalah Respiratory Sincytial Virus (RSV), Rhinovirus dan virus Parainfluenza. Bakteri yang terbanyak ditemukan adalah Streptococcus pneumoniae,
Hemophilus Influenzae tipe B dan Mycoplasma pneumoniae. Kelompok anak berusia 2 tahun ke atas mempunyai etiologi infeksi bakteri yang lebih banyak daripada
anak berusia di bawah 2 tahun.1
Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang
Lahir 20 hari Bakteri Bakteri
E. colli Bakteri anaerob
Listeria monocytogenes Haemophillus influenza
Streptococcus pneumoniae
Ureaplasma urealyticum
Virus
Virus Sitomegalo
Virus Herpes simpleks
3 minggu-3 bulan Bakteri Bakteri
3
Chlamydia trachomatis Bordetella pertusis
Streptococcus pneumoniae Haemophillus influenza tipe B
Virus Moraxella catharalis
Virus adeno Staphylococcus aureus
Virus influenza Ureaolasma urealyticum
Virus Parainfluenza 1, 2, 3 Virus
Respiratory syncytial virus Virus Sitomegalo
4 bulan – 5 bulan Bakteri Bakteri
Chlamydia pneumoniae Haemophilus influenza tipe B
Mycoplasma pneumoniae Moraxella catharalis
Streptococcus pneumoniae Neisseria meningitides
Virus Staphylococcus aureus
Virus Adeno Virus
Virus Influenza Virus Varisela-Zoster
Virus Parainfluenza
Virus Rino
Respiratory Syncytial virus
5 tahun – remaja Bakteri Bakteri
Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenza
Mycoplasma pneumoniae Legionella sp
4
Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus
Virus
Virus Adeno
Virus Eptain-Barr
Virus Influenza
Virus Parainfluenza
Virus Rino
Respiratory Syncytial Virus
Virus Varisela-Zoster
2.4. Klasifikasi
a. Klasifikasi untuk Pneumonia yang terjadi pada bayi usia < 2 bulan
Perjalanan penyakit lebih bervariasi, mudah terjadi komplikasi, dan sering menyebabkan
kematian. Klasifikasi pada kelompok usia ini adalah:
Pneumonia, adanya nafas cepat (frekuensi pernafasan > 60 x/menit) atau sesak napas.
Dan harus dirawat serta diberikan antibiotic.
Bukan pneumonia, tidak ada napas cepat atau sesak napas. Tidak perlu dirawatm hanya
diberikan obat simptomatis.1,4
b. Klasifikasi untuk Pneumonia yang terjadi pada bayi dan anak usia 2 bulan – 5 tahun:
Pneumonia berat, adanya nafas sesak atau tarikan dinding dada bagian bawah. Dan harus
dirawat serta diberikan antibiotic.
5
Pneumonia, bila tidak ada sesak napas, atau ada nafas cepat, usia 2 bulan - 1 tahun > 50
kali permenit, untuk usia 1 tahun - 5 tahun > 40 kali permenit. Dan pasien tidak perlu
dirawat, dapat diberikan antibiotic oral.
Bukan pneumonia, bila tidak ada napas cepat dan sesak napas, hanya batuk pilek biasa
tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam.dan pasien tidak perlu dirawat dan
tidak perlu antibiotic, hanya diberikan pengobatan simtomatis seperti penurun panas.1,4
2.5. Patologi dan Patogenesis
Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer melalui saluran resporatori.
Ada 3 stadium dalam patofisiologi penyakit pneumonia, yaitu :
1) Stadium hepatisasi merah.
Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang mempermudah proliferasi dan penyebaran
kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadi
serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema, dan ditemukannya kuman di alveoli.1,5
2) Stadium hepatisasi kelabu.
Selanjutnya, deposisi fibrin semakin bertambah, terdapat fibrin dan leukosit PMN di alveoli dan
terjadi proses fagositosis yang cepat.1,5
3) Stadium resolusi
Setelah itu, jumlah makrofag meningkat di alveoli, sel akan mengalami degenerasi, fibrin
menipis, kuman dan debris menghilang. Sistem bronkopulmoner jaringan paru yang tidak
terkena akan tetap normal.1,5
2.6. Manifestasi Klinis
Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis pneumonia pada anak adalah imaturitas
anatomik dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas, gejala klinis yang
6
kadangkadang tidak khas terutama pada bayi, terbatasnya penggunaan prosedur diagnostik
invasif, etiologi non infeksi yang relatif lebih sering, dan faktor pathogenesis.1
Menurut Said (2010) gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat
ringannya infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut :
1. Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan nafsu
makan, keluhan GIT seperti mual, muntah atau diare: kadang-kadang ditemukan gejala
infeksi ekstrapulmoner.
2. Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak napas, retraksi dada, takipnea, napas
cuping hidung, air hunger, merintih, dan sianosis.
Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan tanda klinis seperti pekak perkusi, suara napas melemah,
dan ronki, akan tetapi pada neonatus dan bayi kecil, gejala dan tanda pneumonia lebih beragam
dan tidak selalu jelas terlihat. Pada perkusi dan auskultasi paru umumnya tidak ditemukan
kelainan.1
2.7. Pemeriksaan Penunjang
a) Darah perifer lengkap
Pada pneumonia virus dan juga pneumonia mikoplasma umumnya ditemukan leukosit
dalam batas normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi, pada pneumonia bakteri
didapatkan leukositosis yang berkisar antara 15.000 – 40.000/mm3 dengan predominan
PMN. Leucopenia (< 5.000/mm3) menunjukkan prognosis yang buruk.. leukositosis hebat
(> 30.000/mm3) hampir selalu menunjukkan adanya infeksi bakteri, sering ditemukan
pada keadaan bakteremi, dan resiko terjadinya komplikasi lebih tinggi. Pada infeksi
Chlamydia pneumoniae kadang-kadang ditemukan eosinofilia. Efusi pleura merupakan
cairan eksudat dengan sel PMN berkisar antara 300 – 100.000/mm3, protein > 2,5 g/dl,
dan glukosa relative lebih rendah daripada glukosa darah. Kadang-kadang terdapat
anemia ringan dan laju endap darah (LED) yang meningkat.1,7
b) C-Reactive protein
C-recative protein adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit. Sebagai
respons infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP secara cepat distimulasi oleh
7
sitokin, terutama interleukin (IL)-6, IL-1, dan tumor necrosis factor (TNF). Secara klinis
CRP digunakan sebagai alat diagnostic untuk membedakan antara factor infeksi dan
noninfeksi, infeksi virus atau infeksi bakteri superfisialis dan profunda. Kadar CRP
biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan infeksi bakteri superfisialis daripada infeksi
bakteri profunda.1
c) Uji serologi
Uji serologi untuk mendeteksi antigen dan antibody pada infeksi bakteri tipik mempunyai
sensitifitas dan spesifisitas yang rendah. Akan tetapi, diagnosis infeksi Streptococcus
grup A dapat dikonfirmasi dengan peningkatan titer antibody seperti antistreptolisin O,
streptozin, atau antiDnase B. peningkatan titer dapat juga berarti adanya infeksi
terdahulu.1
d) Pemeriksaan Rontgen thoraks
Kelainan foto rontgen toraks pada pneumonia tidak selalu berhubungan dengan gambaran
klinis. Kadang-kadang bercak-bercak sudah ditemukan pada gambaran radiologis
sebelum timbul gejala klinis. Akan tetapi, resolusi infiltrate sering membutuhkan waktu
yang lebih lama setelah gejala klinis menghilang.1
Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari:
1. Infiltrate interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskuler,
peribronchial cuffing, hiperaerasi.
2. Infiltrate alveolar, merupakan konsolidari paru dengan air bronchogram. Konsolidasi
dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris, atau terlihat sebagai
lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas yang tidak terlalu
tegas, dan menyerupai lesi tumor paru, dikenal sebagai round pneumonia.
3. Bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difusi merata pada kedua paru, berupa
bercak-bercak infiltrate yang dapat meluas hingga daerah perifer paru, disertai dengan
peningkatan corakan peribronkial.
8
Gambaran foto rontgen toraks pneumonia anak meliputi infiltrate ringan pada satu paru
hingga luas pada kedua paru. Pada suatu penelitian ditemukan bahwa lesi pneumonia
pada anak terbanyak berada di paru kanan, terutama di lobus atas. Bila ditemukan di paru
kiri, dan terbanyak di lobus bawah, maka hal itu merupakan predictor perjalanan penyakit
yang lebih berat dengan resiko terjadinya peluritis lebih meningkat.1,6
2.8. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarka gejala klinis sederhana yang meliputi napas cepat, sesak
napas, dan berbagai tanda bahaya agar anak segera dirujuk ke playanan kesehatan. Napas
cepat di hitung dengan frekuensi napas selama satu menit penuh ketika bayi dalam keadaan
tenang. Sesak napas di nilai dengan melihat adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam ketika menarik napas (retraksi epigastrium). Tanda bahaya pada anak usia 2 bulan – 5
tahun adalah tidak dapat minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk.1,6
Pneumonia ringan
Disamping batuk atau kesulitan bernapas, hanya terdapat napas cepat saja. Napas
cepat:
Anak umur 2 bulan – 11 bulan : ≥ 50 x/menit
Anak umur 1 tahun - 5 tahun : ≥ 40 x/menit
Pastikan anak tidak mempunyai tanda-tanda pneumonia berat.3
Pneumonia Berat
Batuk dan atau kesulitan bernapas ditambah minimal salah satu hal berikut ini:
Kepala terangguk-angguk
Pernapasan cuping hidung
Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
Foto dada menunjukkan gambaran pneumonia (infiltrate luas, konsolidasi, dll).
9
Selain itu bias didapatkan pula tanda berikut ini:
Napas cepat
Anak umur < 2 bulan : ≥ 60 x/menit
Anak umur 2 – 11 bulan : ≥ 50 x/menit
Anak umur 1 – 5 tahun : ≥ 40 x/menit
Anak umur ≥ 5 tahun : ≥ 30 x/menit
Suara merintih (grunting) pada bayi muda
Pada aukultasi terdengar:
Crackles (ronki)
Suara pernapasan menurun
Suara pernapasan bronchial
Dalam keadaan sangat berat dapat dijumpai:
Tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan semuanya.
Kejang, letargi atau tidak sadar.
Sianosis
Distress pernapasan berat.3,7
2.9. Tatalaksana
10
Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan antibiotic yang sesuai,
serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi pemberian cairan intravena, terapi oksigen,
koreksi terhadap gangguan keseimbangan asam basa, elektrolit dan gula darah. Untuk nyeri dan
demam dapat diberikan analgetik/antipiretik.1
Pneumonia ringan
Anak di rawat jalan
Beri antibiotic : Kotrimoksasol (4 mg TMP/kgBB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari atau
Amoksisilin (25 mg/kgBB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari. Untuk pasien HIV diberikan
selama 5 hari.
Anjurkan ibu untuk memberi makan anak. Nasihati ibu untuk membawa kembali anaknya
setelah 2 hari, atau lebih cepat bila keadaan anak memburuk atau tidak bias minum atau
menyusu. Ketika anak kembali, jika pernapasannya membaik (melambat), demam berkurang,
nafsu makan membaik, lanjutkan pengobatan sampai seluruhnya 3 hari. Jika frekuensi
pernapasan, demam dan nafsu makan tidak ada perbaikan, ganti ke antibiotic lini kedua dan
nasihati ibu untuk kembali 2 hari lagi. Jika ada tanda pneumonia berat, rawat anak di rumah
sakit.3
Pneumonia Berat
Anak dirawat di rumah sakit
Terapi antibiotic
Beri ampisilin/amoksisilin (25 – 50 mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 6 jam), yang
harus dipantau dalam 24 jam selama 72 jam pertama. Bila anak memberikan
respons yang baik maka diberikan selama 5 hari. Selanjutnya terapi dilanjutkan di
rumah taau di rumah sakit dengan amoksisilin oral (15 mg/kgBB/kali 3 kali
sehari) untuk 5 hari berikutnya.
Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam, atau terdapat keadaan yang berat
(tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan semuanya, kejang,
11
letargi atau tidak sadar, sianosis, distress pernapasan berat) maka ditambahkan
khloramfenikol (25 mg/kgBB IM atau IV setiap 8 jam)
Bila pasien datang dalam keadaan klinis berat, segera berikan oksigen dan
pengobatan kombinasi ampisilin-kloramfenikol atau ampisilin-gentamicin.
Sebagai alternative, beri seftriakson (80 – 100 mg/kgBB IM atau IV sekali
sehari).
Bila anak tidak membaik dalam 48 jam, maka bila memungkinkan foto dada.
Apabila diduga peneumonia stafilokokal, ganti antibiotic dengan gentamisin (7,5
mg/kgBB IM sehari sekali) dan kloksasilin (50 mg/kgBB IM atau IV setiap 6
jam) atau klindamisin (15 mg/kgBB/hari – 3 kali pemberian). Bila keadaan anak
membaik, lanjutkan kloksasilin (atau dikoksasilin) secara oral 4 kali sehari sampai
secara keseluruhan mencapai 3 minggu, atau klindamisin secara oral sampai 2
minggu.
Terapi oksigen
o Beri oksigen pada semua anak dengan pneumonia berat
o Bila tersedia pulse oximetry, gunakan sebagai panduan untuk terapi oksigen
(berikan pada anak dengan saturasi oksigen < 90%, bila tersedia oksigen yang
cukup). Lakukan periode uji coba tanpa oksigen setiap harinya pada anak yang
stabil. Hentikan pemberian oksigen bila saturasi tetap stabil > 90%.
o Gunakan nasal prongs, kateter nasal, atau kateter nasofaringeal.
o Lanjutkan pemberian oksigen sampai tanda hipoksia (seperti tarikan dinding dada
bagian bawah ke dalam yang berat atau napas ≥ 70 x/menit tidak ditemukan lagi.
Perawatan penunjang
Bila anak disertai demam (≥ 39C) yang tampaknya menyebabkan distress, beri
paracetamol.
12
Bila ditemukan adanya weezing, beri bronkodilator kerja cepat.
Bila terdapat secret kental di tenggorokan yang tidak dapat dikeluarkan oleh anak,
hilangkan dengan alat penghisap secara perlahan.3
2.10. Komplikasi
Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, perikarditis purulenta,
pneumotoraks atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis purulenta. Empiema torasis
merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada pneumonia bakteri.1
BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien:
Nama lengkap : By. Abian Ramadhan
Tempat dan tanggal lahir : Mataram, 3 Agustus 2012
13
Umur : 5 bulan 17 hari
Jenis kelamin : Laki-Laki
Alamat : Ampenan
Identitas keluarga : Anak kandung
Ibu Ayah
Nama Nurul Aini Ragil Hidayat
Umur 21 tahun 28 tahun
Pendidikan/Berapa tahun SMP SMP
Pekerjaan IRT Tani
Masuk RS tanggal : 20-01-2013
Diagnosis Masuk : bronkhiolitis
Keluar RS tanggal : -
Lama Perawatan : -
I. ANAMNESIS (tanggal 20-01-2013, diberi tahu oleh pasien dan orangtua pasien)
Keluhan Utama : sesak
1. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke Rumah Sakit Kota Mataram dengan dikeluhkan mengalami sesak nafas
sejak pukul 01.00 (dini hari) pada tanggal 20-01-2013. Sesak yang dikeluhkan semakin
memberat. Pasien juga dikeluhkan mengalami batuk-batuk sejak ± 1 hari sebelum masuk
rumah sakit. Batuk dikeluhkan mengeluarkan lendir (dahak yang encer) saat pasien
batuk. Pasien juga dikeluhkan mengalami pilek yang timbulnya bersamaan dengan
14
keluhan batuk, namun saat ini pilek dikeluhkan sudah berhentu. Riwayat demam (-),
namun pasien dikeluhkan banyak berkeringat dan badan terasa dingin.
Minum susu ASI langsung masih kuat, namun saat timbul sesak minum susu mulai
berkurang dan tampak agak malas minum susu. Riwayat BAB (+) normal dengan
frekuensi 2 – 3 kali per hari dengan konsistensi lembek dan berwarna kuning. BAK (+)
normal dengan frekuensi 4-5 kali per hari berwarna kuning jernih, darah (-).
2. Riwayat Penyakit Sebelumnya :
Riwayat sesak sebelumnya disangkal, jika mengalami batuk-pilek pasien hanya
mengalami keluhan tersebut selama beberapa hari dan tanpa minum obat pasien dapat
sembuh.
Riwayat alergi makanan/obat disangkal
3. Riwayat penyakit keluarga dan sosial
Riwayat sesak napas pada keluarga yang tinggal serumah, keluarga lain, tetangga
sekitar dan teman-teman pasien disangkal
Riwayat asma didalam keluarga pasien (-).
Riwayat sesak napas, sering bersin pagi hari pada keluarga disangkal
Riwayat alergi obat/makanan disangkal
4. Riwayat keluarga (ikhtisar)
Pasien adalah anak pertama dan seorang anak tunggal
5. Riwayat Pengobatan
Di PKM Tanjung Karang : diberika syrup Chloramfenicol dan obat puyer, namun
setelah minum obat tersebut keluhan sesak semakin memberat, sehingga pasien
dibawa ke RS Kota Mataram.
Riwayat Pribadi
1. Riwayat kehamilan dan persalinan15
- Ibu pasien rutin ANC di Puskesmas, frekuensi >4 x.
- Riwayat sakit berat selama hamil (-). Riwayat minum obat-obatan selama hamil: ibu
lupa
- Riwayat konsumsi obat penambah darah dari Puskesmas (+) sejak bulan pertama
kehamilan sampai menjelang persalinan
- Selama ANC, tidak ditemukan kelainan pada janin atau ibu (riwayat perdarahan,
muntah berlebihan, demam selama kehamilan disangkal; bidan juga mengatakan letak
dan perkembangan janin normal)
- Pasien lahir spontan di Puskesmas, ditolong Bidan, Lahir cukup bulan dengan berat
lahir 3.000 gram. Lahir langsung menangis, riwayat biru setelah lahir (-), kuning
setelah lahir (-).
2. Riwayat nutrisi
ASI (+) usia 0 – 5 bulan.
Pemberian susu formula disangkal
Minum susu menurun sejak keluhan sesak datang. Minum susu ASI yang
biasanya sekali dalam 2 jam, saat ini menjadi hampir sekali dalam 5 jam dan lama
untuk menyusu lebih cepat berhenti.
3. Perkembangan dan kepandaian
Orang tua pasien menyatakan perkembangan anaknya baik dan sesuai dengan anak yang
seumuran dengan pasien. Saat ini sudah dapat belajar duduk dan tidur sudah dapat
tengkurap sendiri.
4. Vaksinasi :
A. Dasar B. Ulangan
16
BCG : (+) pada umur: ibu lupa
Hepatitis : 2x pada umur: ibu lupa
Polio : 3x, pada umur: lupa Pada umur :
DPT : (+) pada umur: lupa Pada umur :
Campak : - bulan
o Orangtua mengaku pasien telah mendapatkan imunisasi dasar lengkap
o Riwayat imunisasi ulangan/lainnya disangkal
5. Sosial ekonomi dan lingkungan
Keluarga pasien termasuk Sosial-ekonomi rendah, bapak pasien bekerja sebagai petani
dengan penghasilan perbulan tidak tentu sekitar Rp.500.000-750.000 perbulan.
Pasien tinggal berempat bersama orang tuanya.
Ayah pasien adalah perokok aktif (2-3 batang perhari) dan sering merokok di dekat
pasien.
Pasien tinggal di daerah perkampungan yang jarak antar rumah saling berdekatan
(halaman sempit). Rumah pasien berdinding tembok, beratap genteng, lantai semen,
jumlah kamar 3 dengan ukuran 3x3 m, ventilasi ruangan sedikit, sirkulasi udara kurang,
pencahayaan kurang. Dapur dan kamar mandi terpisah dari rumah, memasak
menggunakan kompor minyak, asap kompor sampai ke dalam rumah. Sumber air untuk
MCK dari air sumur. Air minum dari air PAM, diakui dimasak dulu.
17
II. PEMERIKSAAN FISIK (tanggal 20-01-2013)
Status Present
KU : Sedang
Kes : Compos Mentis
RR : 63 x/menit, tipe : torakoabdominal
Nadi : 160 x/menit, isi dan tegangan cukup, teratur.
T ax : 37,6 oC.
CRT : <2 detik.
Status Gizi
Berat badan : 6,3 kg, Panjang badan : 62 cm
BB/TB : -2 SD s/d +2 SD Gizi baik
BB/U : -2 SD s/d +2 SD BB Normal
TB/U : -2 SD s/d +2 SD TB Normal
Edema: (-)
Kesimpulan status gizi : Gizi Baik
Status General :
o Kepala dan Leher :
Kepala : Bentuk : normosefali
UUB : datar, belum menutup
UUK : datar, belum menutup
Rambut : Warna : hitam
Tebal/tipis : tebal
Jarang/tidak (distribusi) : tidak jarang18
Alopesia : tidak ada
Mata : Palpebra : tidak edema
Alis & bulu mata : tidak mudah dicabut
Konjungtiva : tidak anemis
Sklera : tidak ikterik
Produksi air mata : cukup
Pupil : Diameter : 3 mm/3 mm
Simetris : isokor, normal
Reflek cahaya : +/+
Kornea : jernih
Telinga : Bentuk : simetris
Sekret : tidak ada
Serumen : minimal
Nyeri : tidak ada
Hidung : Bentuk : simetris
Pernafasan cuping hidung : Ada
Epistaksis : tidak ada
Sekret : tidak ada
Mulut : Bentuk : normal
Bibir : mukosa bibir kering, sianosis tidak ada
Gusi : - tidak mudah berdarah
19
- pembengkakan tidak ada
Lidah : Bentuk: normal
Pucat/tidak : tidak pucat
Tremor/tidak : tidak tremor
Kotor/tidak : tidak kotor
Warna : kemerahan
Faring : Hiperemi : tidak Ada
Edema : tidak ada
Membran/pseudomembran : (-)
Tonsil : Pembesaran : tidak ada
Abses/tidak : tidak ada
Membran/pseudomembran : (-)
Leher :
Vena Jugularis : Pulsasi : tidak terlihat
Tekanan : tidak meningkat
Pembesaran kelenjar leher :tidak Ada
Kaku kuduk : tidak ada
Massa : tidak ada
Tortikolis : tidak ada
o Thorak :
20
Dinding dada/paru :
Inspeksi : Bentuk : simetris
Retraksi : Ada
Dispnea : Ada
Pernafasan : Abdomino-thorakal
Palpasi : kesan simetris, massa (-)
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : Suara Napas Dasar : Suara napas vesikuler
Suara Napas Tambahan : Rhonki (+/+) basah halus, pada hampir
seluruh lapang paru, Wheezing (+/+)
Jantung :
Inspeksi : Iktus : tidak terlihat
Palpasi : Apeks : tidak teraba
Thrill : tidak ada
Perkusi : Batas kanan : ICS IV LPS dextra
Batas kiri : ICS V LMK sinistra
Batas atas : ICS II LPS dextra
Auskultasi :
Frekuensi : 160 x/menit
Suara dasar : S1 dan S2 tunggal
Bising : tidak ada
21
o Abdomen
Inspeksi : Bentuk : datar,
tampak depan : proporsi perut lebih besar daripada pinggul dan paha
tampak samping : bantalan bokong tebal
tampak belakang : baggy pants (-)
Palpasi : Hati : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Ginjal : tidak teraba
Massa : tidak ada
Perkusi : Timpani/pekak : timpani
Asites : tidak ada
Auskultasi : bising usus (+) normal
o Anggota Gerak:
Tungkai Atas Tungkai Bawah
Kanan Kiri Kanan Kiri
Akral hangat + + + +
Edema - - - -
Pucat - - - -
Kelainan bentuk - - - -
22
Pembengkakan
Sendi
- - - -
Pembesaran KGB
Leher
Axilla
Inguinal
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
o Kulit : Ikterus (-), pustula (-), peteki (-), sklofuloderma (-)
o Urogenital : Laki-laki dan tidak tampak kelainan
o Vertebrae : tidak tampak kelainan
III. RESUME
Pasien bayi laki-laki usia 5 bulang datang ke Rumah Sakit Kota Mataram dengan keluhan sesak
napas, sesak dikeluhkan sejak pukul 01.00 (dini hari) 20/01/2013. Pasien juga dikeluhkan
mengalami batuk-batuk sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga dikeluhkan
mengalami pilek yang timbulnya bersamaan dengan batuk-batuknya. Pasien juga dikeluhkan
mengalami penurunan nafsu minum susu sejak timbul sesak tersebut. Riwayat demam (-), pasien
sebelumnya tidak pernah mengalami keluhan sesak seperti ini sebelumnya, dan didalam keluarga
pasien tidak ada yang mengalami keluhan sesak seperti pasien saat ini.
Didapatkan keadaan umum dalam keadaan sedang, kesadaran kompos mentis, N :160 x/menit,
RR: 63x/menit, T: 37,6 ºC, CRT <2 detik, status gizi : gizi baik. Pada pemeriksaan fisik
pernapasan cuping hidung, adanya retraksi, rhonki basah halus pada hampir seluruh paru kiri
dan kanan, Weezing (+) pada kedua paru.
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
23
Tanggal 20/01/2013
o Darah Lengkap
WBC : 22,77 x103/ᵤL N = 4x103 – 11x103/ᵤL
RBC : 4,59 x106/ᵤL N = 3,5x106 – 5,0x106/ᵤL
HGB : 8,9 g/dl N = 12 – 16 g/dl
HCT : 29,5 % N = 37 – 48%
MCV : 64,2 fL N = 82 – 95 fL
MCH : 19,3 pg N = 27 - 31 pg
MCHC : 30,1 % N = 32-36 %
PLT : 411 x103/ᵤL N = 150x103 – 400x103/ᵤL
V. DIAGNOSIS KERJA
Pneumonia Berat
o DD : Bronkiolitis
Anemia hipokromik mikrositik ec Anemia def. Fe
VII. RENCANA AWAL
Rencana terapi :
o O2 2 lt/mnt
o Infus D5 ¼ NS 10 tpm
o Ampicilin 4 x 157 mg
o Chloramfenicol 3 x 157 mg
o Paracetamol drop 7 mg
o Nebulisasi dengan Combiven /6 jam
24
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, pasien didiagnosis pneumonia berat. Diagnosis ini ditegakkan
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan.
Diagnose pneumonia berat berdasarkan anamnesis yang didapatkan bahwa pasien mengeluh
sesak nafas sejak sehari sebelum masuk rumah sakit disertai batuk dan pilek. Sedangkan dari
pemeriksaan fisik didapatkan nafas cepat (jumlah respirasi 63x/mnt) disertai retraksi subcosta
dan dari auskultasi didapatkan rhonki basah halus serta wheezing di kedua lapang paru.
Penatalaksanaan pada pasien ini, pasien ini diberi terapi antibiotic, infuse D5 ¼ NS dan
oksigen 2 lpm. Pada pasien ini juga diberikan bronkodilator untuk mencaikan dahak yang
mengental didalam saluran pernapasan. Serta dilakukan konsultasi fisioterapi dada untuk
mengeluakan dahak yang sulit keluar setelah diberikan bronkodilator.
25
Daftar Pustaka
1. Said M 2010. Pneumonia. In : Rahajoe N.N., Supriyatno B., Setyanto D.B. (eds). Buku
Ajar Respirologi Anak. Edisi I. Jakarta : Badan Penerbit IDAI, pp 350-364.
2. Mansjoer A., Suprohaita, Wadhani W.I., Setiowulan W. 2008. Kapita Selekta
Kedokteran, Jilid 2 Edisi III. Jakarta : Media Aesculapius FKUI, p 467.
3. World Health Organization. 2009. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah
Sakit. Jakarta : WHO Indonesia, p 86-93.
4. Hasibun, Fifi Dewi. 2012. Karakteristik Penderita Pneumonia Pada Balita Rawat Inap Di
Rumah Sakit Umum Daerah Sipirok Kabupaten Tapanuli Tapanuli Selatantahun 2001-
2005. Viewer : 21-01-2013.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24996/3/Chapter%20II.pdf
5. Irawati, dkk. 2010. Kesesuaian C-Reactive Protein dan Procalcitonin dalm Diagnosis
Pneumonia Berat pada Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Padjadjaran/Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin, Bandung.
www.idai.or.id/saripediatri/fulltext.asp?q=674
6. Dahlan Z. 2007. Pneumonia. In : Sudoyo A.W., Setiyohadi B., Alwi I., Simadibrata M.,
Setiati S. (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II Edisi IV. Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, pp 964-965.
7. Gozali, Ahmad. 2010. Hubungan Antara Status Gizi dengan Klasifikasi Pneumonia pada
Balita di Puskesmas Gilingan kecamatan Banjarsari Surakarta. Viewer : 21/01/2013
http://eprints.uns.ac.id/112/1/167360309201012321.pdf
26