Laporan Tutorial Skenario d
description
Transcript of Laporan Tutorial Skenario d
SKENARIO
Tuan Amir, umur 32 tahun dibawa keluarganya ke rumah sakit karena sudah 8 hari ini
demam terus menerus disertai nyeri ulu hati, mual dan lidah terasa pahit. Sejak 5 hari yang
lalu tidak BAB.
Pada pemeriksaan fisik dijumpai:
Kesadaran delirium,
temperature 39ºC,
nadi 136 x/menit,
tensi 80/60 mmHg,
RR 28 x/menit,
lidah kotor,
nyeri tekan pada epigastrium.
Dua hari sebelumnya berobat ke dokter umum, mendapat tablet siprofloksasin 2 x 500
mg dan parasetamol 3 x 500 mg, namun masih juga belum turun demamnya.
Hasil laboratorium:
Hb : 12 mg/dl
Leukosit : 13.000 /mm³
LED : 12 mm/jam
Hematokrit : 36 mg%
Trombosit : 210.000 /mm³
Diff. Count : 0/0/0/75/23/2
1
I. KLARIFIKASI ISTILAH
1. Demam : peningkatan suhu tubuh diatas normal (98,6°F atau
37°C)
2. Nyeri ulu hati : rasa sakit pada daerah lambung dengan sensasi panas terbakar,
terasa ditusuk-tusuk akibat naiknya kadar asam lambung.
3. Mual (nausea) : sensasi tidak menyenangkan yang secara samar mengacu pada
epigastrium dan abdomen, dengan kecendrungan untuk muntah.
4. Delirium : gangguan mental yang berlangsung singkat biasanya
mencerminkan keadaan toksik, yang ditandai oleh ilusi,
halusinasi, delusi, kegirangan, kurang istirahat, dan inkoheren.
5. Nyeri epigastrium : rasa sakit pada daerah perut bagian tengah dan atas yang
terletak pada antar angulus sterni.
6. Siprofloksasin : merupakan antibiotik golongan fluorokuinolon, bekerja
dengan cara mempengaruhi enzim DNA gyrase pada bakteri
gram positif dan negatif yang sensitive, i.e. Salmonella typhii .
7. Parasetamol : obat analgesik and antipiretik yang populer dan digunakan
untuk melegakan sakit kepala, sakit ringan, dan demam
8. LED : laju endap darah (erithrocyte sedimentation rate, ESR)atau
kecepatan endap darah (KED) atau laju sedimentasi eritrosit
adalah kecepatan sedimentasi eritrosit dalam darah yang belum
membeku, dengan satuan mm/jam
9. Hematokrit : volume eritrosit yang dimampatkan (packed cell volume);
volume sel-sel eritrosit seluruhnya dalam 100ml darah dan
dinyatakan dalam %.
2
II. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Tuan Amir, umur 32 tahun dibawa keluarganya ke rumah sakit karena sudah 8 hari ini
demam terus menerus disertai nyeri ulu hati, mual dan lidah terasa pahit.
2. Sejak 5 hari yang lalu tidak BAB.
3. Pada pemeriksaan fisik dijumpai: kesadaran delirium, temperature 39ºC, nadi 136
x/menit, tensi 80/60 mmHg,RR 28 x/menit, lidah kotor, nyeri tekan pada epigastrium.
4. Dua hari sebelumnya berobat ke dokter umum, mendapat tablet siprofloksasin 2 x 500
mg dan parasetamol 3 x 500 mg, namun masih juga belum turun demamnya.
5. Hasil laboratorium:Hb: 12 mg/dl, Leukosit: 13.000 /mm³, LED: 12 mm/jam,
Hematokrit: 36 mg%, Trombosit: 210.000 /mm³, Diff. Count: 0/0/0/75/23/2 .
III. ANALISIS MASALAH
1. a. Bagaimana mekanisme demam ?
Proses perubahan suhu yang terjadi saat tubuh dalam keadaan sakit lebih
dikarenakan oleh zat toksin yang masuk kedalam tubuh. Pada kasus ini,
keadaan sakit terjadi karena adanya proses peradangan (inflamasi) di dalam
tubuh. Proses peradangan itu sendiri sebenarnya merupakan mekanisme
pertahanan dasar tubuh terhadap adanya serangan yang mengancam keadaan
fisiologis tubuh. Proses peradangan diawali dengan masuknya zat toksin
(endotoksin dari S.typhi) kedalam tubuh kita yang akan merangsang pelepasan
zat pirogen oleh leukosit. Dengan masuknya S.typhi tersebut, tubuh akan
berusaha melawan dan mencegahnya dengan memerintahkan tentara
pertahanan tubuh antara lain berupa leukosit, makrofag, dan limfosit untuk
memakannya (fagositosit). Dengan adanya proses fagositosit ini, tentara-
tentara tubuh itu akan mengeluarkan senjata, berupa zat kimia yang dikenal
sebagai pirogen endogen (khususnya IL-1) yang berfungsi sebagai anti infeksi.
Pirogen endogen yang keluar, selanjutnya akan merangsang sel-sel endotel
hipotalamus untuk mengeluarkan suatu substansi yakni asam arakhidonat.
Asam arakhidonat dapat keluar dengan adanya bantuan enzim fosfolipase A2.
Asam arakhidonat yang dikeluarkan oleh hipotalamus akan pemacu
3
pengeluaran prostaglandin (PGE2). Pengeluaran prostaglandin dibantu oleh
enzim siklooksigenase (COX). Pengeluaran prostaglandin akan mempengaruhi
kerja dari termostat hipotalamus. Sebagai kompensasinya, hipotalamus akan
meningkatkan titik patokan suhu tubuh (di atas suhu normal). Adanya
peningkatan titik patokan ini dikarenakan termostat tubuh (hipotalamus)
merasa bahwa suhu tubuh sekarang dibawah batas normal. Akibatnya
terjadilah respon dingin/ menggigil. Adanya proses mengigil ( pergerakan otot
rangka) ini ditujukan untuk menghasilkan panas tubuh yang lebih banyak. Dan
terjadilah demam.
c. Bagaimana mekanisme mual (nausea) ?
Kuman masuk bersama makanan asam lambung meningkat iritasi dan
radang pada lambung rangsang pengeluaran zat vas aktif permeabilitas
kapiler pembuluh darah meningkat lambung edema impuls
rangsangan pada 2 daerah di medulla oblongata:
- Nucleus salitarius (pusat muntah di medulla)
- Bagian yang berdekatan dengan formatio retikularis lateralis di
medulla oblongata mual
d. Apa yang menyebabkan lidah tuan Amir menjadi pahit?
lidah pahit disebabkan oleh lidah kotor
e. Mengapa demamnya tidak sembuh-sembuh dalam 8 hari?
Demam terjadi karena respon imun terhadap antigen. Pada saat makrofag
memfagosit antigen, akan dilepaskan sitokin-sitokin yang menimbulkan
demam. Pada kasus ini demamnya belum sembuh dalam waktu 8 hari karena
imun sistem kita belum bisa membunuh semua antigen yang menimbulkan
infeksi. Selain itu, pasien diduga menderita tifoid yang disebabkan oleh
Salmonella typhi yang mengeluarkan endotoksin yang merupakan pirogen
yang juga menimbulkan demam.
Demamnya terus menerus selama 8 hari karena sepsis yang dialaminya karena
tifoid toksin. Pada sepsis, terjadi demam dengan suhu > 38 C dan juga ada
peningkatan mediator inflamasi yaitu IL 1 yang akan mempengaruhi produksi
prostaglandin dan timbullah demam
4
2. a. Mengapa tuan susah BAB sejak 5 hari terakhir?
Salmonella yang masuk ke usus halus melalui mulut nantinya akan mencapai
jaringan limfoid plaque peyeri, menetap dan menyebabkan makrofag
hiperaktif, menimbulkan reaksi hiperplasia jaringan akibat akumulasi sel-sel
mononuklear, sehingga terjadi pengecilan diameter lumen dari usus halus ke
usus besar yang menyebabkan terjadinya konstipasi.
b. Bagaimana hubungan antara gejala-gejala yang diderita tuan Amir?
- Nyeri ulu hati dan mual terjadi karena tingginya kadar HCl akibat demam tifoid yang dialaminya.
- Lidah terasa pahit dan mual juga terjadi karena adanya infeksi Salmonella typhi.
3. a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik tuan Amir?
Pemeriksaan Normal Hasil Interpretasi
Blood pressure 120/80 mmHg 80/60 mmHg
Heart rate 70-80 x/menit 136 x/minute
Respiratory rate 18-24 x/menit 28 x/minute Takipneu
Temperature 36,5o-37,2o C 39 o C Febris
Kesadaran Compos mentis delirium
b. Bagaimana mekanisme lidah tuan Amir menjadi kotor?
Lidah kotor dapat terjadi karena adanya infeksi dari Salmonella typhii dan ini biasa terjadi pada penderita demam tifoid. Mekanisme nya :Jika pergerakan lidah dibatasi oleh infeksi maka papilla filiformis tidak mengalami pembaruan sel tetapi akan terlapisi tebal oleh bakteri dan jamur dan juga lapisan ini akan dari menahan pigmen dari makanan sehingga lidah menjadi kotor.
c. Bagaimana struktur anatomi dari epigastrium (regio epigastrica)?
Di regio epigastrium terdapat lobus kiri hati, lambung, pankreas.
d. Mengapa terjadi nyeri tekan pada epigastrium?
5
Hepatoslplenomegali : S.typhi masuk bersama makanan sebagian
dimusnahkan lambung sebagian lolos ke usus dan berkembang biak bila
respon humoral mukosa ( igA) usus kurang baik kuman menembus sel-sel
epitel masuk ke lamina propia disana kuman berkembang biak dan di
fagositosis oleh makrofag kuman dapat berkembang biak di makrofag
terbawa ke palgue peyeri menuju KGB mesentrika melalui duktus
torasikus kuman masuk ke sirkulasi menyebar ke organ2 retikuloendotelial
terutama hati dan limfa kuman berkembang biak reaksi inflamasi pada
limfa dan hati hapatosplenomegali
4. a. Bagaimana farmakologi dari Siprofloksasin?
Siprofloksasin merupakan antibiotik golongan fluorokuinolon, bekerja dengan cara mempengaruhi enzim DNA gyrase pada bakteri.Siprofloksasin merupakan antibiotik untuk bakteri gram positif dan negatif yang sensitif.
b. Bagaimana farmakologi dari Parasetamol?
c. Apakah pemberian Siprofloksasin dengan dosis 2x 500mg dan Parasetamol dengan
dosis 3x 500mg sudah tepat untuk kasus ini?
d. Mengapa demam tuan Amir tetap tidak turun setelah pemberian obat-obat ini?
Ini disebabkan obat-obat tersebut penggunaan obat yang masih sangat dini
sehingga belum menimbulkan pengaruh yang signifikan
5. Bagaimana interpretasi dari Laboratory examination ?
Pemeriksaan Hasil Normal InterpretasiHemoglobin 12 mg/dl 13-18/dl RendahLeukosit 13.000 /mm³ /mm³Hematokrit 36 mg % mg%ESR / LED 12 mm/jam mm/jamTrombosit 210.000 /mm³ /mm³Diff. Count :Basofil 0 0-1 NormalEosinofil 0 1-3 RendahNetrofil batang 0 2-6 RendahNetrofil segmen 75 50-70 MeningkatLimfosit 23 20-40 Normal
6
Monosit 2 2-8 Normal
6. Apa different diagnosis dalam kasus ini ?
D. TIFOID septikemia Enterokolitis
Demam Demam tinggi Demam meningkat
cepat, lalu menukik
seperti sepsi
Demam ringan
Periode inkubasi 7- 20 hari bervariasi 8- 48 jam
Awitan Perlahan mendadak Mendadak
Lama penyakit Beberapa minggu bervariasi 2-5 hari
Gejala
gastrointestinal
Awalnya sering
konsstipasi,
dilanjutkan diare
berdarah
Seringnya tidak ada Mual, muntah,
diare saat awitan
Biakan darah Positif pada
minggu pertama
hingga kelima
penyakit
Positif saat kondisi
demam tinggi
Negatif
B. malaria : memiliki gejala- gejala seperti demam, hepatosplenomegali, abdominal
discomfort. Namun yang membedakan karakter demam pada malaria yang
mempunyai selang beberapa hari sedangkan pada kasus ini demamnya meningkat
pada sore dan turun di pagi hari Dan tidak diketemukannya bakteri salmonela, karena
disebabkan oleh parasit plasmodium
7. Bagaimana diagnosis dalam kasus ini ?
Septic shock oleh demam tifoid yang disebabkan oleh infeksi Salmonella
8. Bagaimana epidimiologi dari kasus ini?
Dalam 20 tahun terakhir ini angka kejadian sepsis meningkat di amerika kira-kira 400.000-500.000 tiap tahun. Angka kejadian pada pria lebih tinggi dibandingkan dengan wanita. Ras kulit hitam lebih tinggi angka kejadiannya dibandingkan dengan ras kulit putih. Angka kematian yakni
7
9. Bagaimana etiologi dari kasus ini?
bakteri gram negatif dengan presentase 60-70% kasus. LPS (lipopolisakarida atau endotoksin) pada bakteri negatif dapat langsung mengaktifkan sistem imun selular dan humoral yang dapat menimbulkan gejala sepsis.
10. Bagaimana pathogenesis dari kasus ini?
11. Bagaimana penatalaksanaan dalam kasus ini ?
8
a. Istirahat dan perawatan, dengan tujuan mencegah komplikasi dan
mempercepat penyemuhan.
b. Diet dan terapi penunjang ( simtomatik dan suportif ), dengan tujuan
mengembalikan rasa nyaman dan kesehatan pasien secara optimal.
c. Pemberian antimikroba, dengan tujuan menghentikan dan mencegah
penyebaran kuman., terdiri dari kloramfenikol, tiamfenikol, kortimoksazol,
ampisilin dan amoksisilin, sefalosporin, golongan fluorokuinolon.
12. Bagaimana prognosis dalam kasus ini ?
Prognosis demam tifoid tergantung dari umur, keadaan umum, derajat
kekebalan tubuh, jumlah dan virulensi Salmonela, serta cepat dan tepatnya
pengobatan. Angka kematian pada anak-anak 2,6 %, dan pada orang dewasa
7,4 %, rata-rata 5,7 %.
(Kapita Selekta UI jilid 1 hal.425)
Prognosis menjadi kurang baik atau buruk bila terdapat gejala klinis yang
sangat berat, seperti :
1. Panas tinggi (hiperpireksia) atau febris kontinyu.
2. Kesadaran menurun sekali yaitu sopor, komas atau delirium
3. Terdapat komplikasi yang berat, misalnya dehidrasi dan asidosis, peritonitis,
bronkopneumonia dan lain-lain.
Sedangkan pada sepsis, terutama septic shock, pasien dapat meninggal dalam
30 hari tanpa perawatan
13. Bagaimana pencegahan yang dapat dilakukan?
Pencegahan sepsis:1. Hindarkan trauma pada permukaan mukosa yang biasanya di huni
bakteri Gram negatif.2. Gunakan trimetroprim-sulfametoksazol secara profilaktik pada anak
penderita leukemia3. Gunakan nitrat perak tipikal, sulfadiazin perak, atau sulfamilon secara
profilaktik pada pasien luka bakar.4. berikan semorotan ( spray) polimiksin pada faring posterior untu
mencegah pneumonia gram negatif nosokomial.
9
5. Sterilisasi flora aerobik lambung dengan polimiksin dan gentamisin dengan vankomisin dan nistatin efektif dalam mengurangi sepsis Gram negatif pada pasien neutropenia.
6. Lingkungan yang protektif bagi pasien beresiko kurang berhasil karena sebagian besar infeksi berasal dari dalam ( endogen )
7. Untuk melindungi neonatus dari sepsis strep Grup B ambil apusan ( swab ) vagina/rektum pada kehamilan 35 hingga 37 minggu. Biakkan untuk streptococcus agalactiae ( penyebab utama sepsis dan neonatus). Jika positif untuk strep Grup B, berikan penisilin intrapatum pada ibu hamil. Hal ini akan menurunkan infeksi Grup B se esra 78%.
14. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan?
Pemeriksaan diagnostik untuk pasien dengan kasus febris typhoid menurut Corwin (2000) antara lain :
a. Pemeriksaan Leukosit Pada febris typhoid terhadap ileumopenia dan limfobrastis relatif tetap kenyataan leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kasus febris typhoid jumlah leukosit pada sediaan darah tepi pada berada dalam batas normal, walaupun kadang-kadang terikat leukositanis tidak ada komplikasi berguna untuk febris typhoid.
b. Pemeriksaan SGOT dan SGPTSering kali meningkat tetapi kembali normal setelah sembuhnya febris typhoid, kenaikan SGOT dan SGPT tidak memerlukan pembatasan pengobatan.
c. Kenaikan Darah Gerakan darah (+) memastikan febris typhoid tetapi biakan (-) tidak menyingkirkan febris typhoid. Hal ini karena hasil biakan darah bergantung pada beberapa faktor, yaitu :1) Tekhnik pemeriksaan laboratorium.2) Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit.3) Laksinasi di masa lampau.4) Pengobatan dengan obat anti mikroba.
d. Uji Widal, suatu uji dimana antara antigen dan antibodi yang spesifik terhadap saluran monolle typhi dalam serum pasien dengan febris typhoid juga pada orang yang pernah terkena salmonella typhi dan pada orang yang pernah divaksinasi terhadap febris typhoid dengan tujuan untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita yang disangka menderita febris typhoid. Hasil pemeriksaan widal, titer antibodi terhadap antigen O yang bernilai ≥ 1/200 atau peningkatan ≥ 4 kali antara masa akut dan konvalesens mengarah pada demam typhoid, meskipun dapat terjadi positif ataupun negatif palsu akibat adanya reaksi silang antara spesies salmonella.Diagnosis mikrobiologis merupakan metode diagnosis yang paling spesifik. Kultur darah dan sum-sum tulang positif pada minggu pertama dan kedua, sedang minggu ketiga dan keempat kultur tinja dan kultur urin positif (Wong, 2003).
IV. HIPOTESIS
10
Tuan Amir ,32 tahun, mengalami septic shock karena menderita demam tifoid
11
V. KERANGKA KONSEP
12
Makanan terkontaminasi Salmonella Thypi
Menetap di mulut berupa bercak putih
Masuk melalui mulut
Lidah pahit dan kotor
Masuk ke usus halus
Dimusnahkan oleh asam lambung
Dimusnahkan oleh asam lambung
Mencapai jaringan limfoid plak peyeri
Peningkatan asam lambung
Iritasi lambung
Impuls saraf oleh nervus vagal
Medulla oblongata
Nausea
Menembus lamina propia
Masuk aliran limfe
Kelenjar limfe mesentrika
Masuk aliran darah melalui ductus torasikus
Masuk ke hati dan limfa
Bakteri berkembang biak
Inflamasi
Hepatoslplenomegali
Epigastrium pain
Zat pirogen
Merangsang pelepasan zat pirogen oleh leukosit
Merangsang sekresi asam arakidonat
Prostaglandin
Menaikkan set point di hipotalamus
Demam
Menetap
Makrofag hiperaktif
Hiperplasia jaringan
Pengecilan diameter lumen
Konstipasi
Mengalami demam tifoid
Toksik tifoid
Peningkatan mediator inflamasi
Sepsis
V. KERANGKA KONSEP
13
Makanan terkontaminasi Salmonella Thypi
Menetap di mulut berupa bercak putih
Masuk melalui mulut
Lidah pahit dan kotor
Masuk ke usus halus
Dimusnahkan oleh asam lambung
Dimusnahkan oleh asam lambung
Mencapai jaringan limfoid plak peyeri
Peningkatan asam lambung
Iritasi lambung
Impuls saraf oleh nervus vagal
Medulla oblongata
Nausea
Menembus lamina propia
Masuk aliran limfe
Kelenjar limfe mesentrika
Masuk aliran darah melalui ductus torasikus
Masuk ke hati dan limfa
Bakteri berkembang biak
Inflamasi
Hepatoslplenomegali
Epigastrium pain
Zat pirogen
Merangsang pelepasan zat pirogen oleh leukosit
Merangsang sekresi asam arakidonat
Prostaglandin
Menaikkan set point di hipotalamus
Demam
Menetap
Makrofag hiperaktif
Hiperplasia jaringan
Pengecilan diameter lumen
Konstipasi
Mengalami demam tifoid
Toksik tifoid
Peningkatan mediator inflamasi
Sepsis
VI. LEARNING ISSUE
1. Sepsis
2. Salmonella
3. Demam tifoid
4. Farmakologi paracetamol dan siprofloksasin
VII. SINTESIS
1. DEMAM
1.1. MEKANISME DEMAM
Proses perubahan suhu yang terjadi saat tubuh dalam keadaan sakit
lebih dikarenakan oleh zat toksin yang masuk kedalam tubuh. Pada kasus ini,
keadaan sakit terjadi karena adanya proses peradangan (inflamasi) di dalam
tubuh. Proses peradangan itu sendiri sebenarnya merupakan mekanisme
pertahanan dasar tubuh terhadap adanya serangan yang mengancam keadaan
fisiologis tubuh. Proses peradangan diawali dengan masuknya zat toksin
(endotoksin dari S.typhi) kedalam tubuh kita yang akan merangsang pelepasan
zat pirogen oleh leukosit. Dengan masuknya S.typhi tersebut, tubuh akan
berusaha melawan dan mencegahnya dengan memerintahkan tentara
pertahanan tubuh antara lain berupa leukosit, makrofag, dan limfosit untuk
memakannya (fagositosit). Dengan adanya proses fagositosit ini, tentara-
tentara tubuh itu akan mengeluarkan senjata, berupa zat kimia yang dikenal
sebagai pirogen endogen (khususnya IL-1) yang berfungsi sebagai anti infeksi.
Pirogen endogen yang keluar, selanjutnya akan merangsang sel-sel endotel
hipotalamus untuk mengeluarkan suatu substansi yakni asam arakhidonat.
Asam arakhidonat dapat keluar dengan adanya bantuan enzim fosfolipase A2.
Asam arakhidonat yang dikeluarkan oleh hipotalamus akan pemacu
pengeluaran prostaglandin (PGE2). Pengeluaran prostaglandin dibantu oleh
enzim siklooksigenase (COX). Pengeluaran prostaglandin akan mempengaruhi
kerja dari termostat hipotalamus. Sebagai kompensasinya, hipotalamus akan
meningkatkan titik patokan suhu tubuh (di atas suhu normal). Adanya
14
peningkatan titik patokan ini dikarenakan termostat tubuh (hipotalamus)
merasa bahwa suhu tubuh sekarang dibawah batas normal. Akibatnya
terjadilah respon dingin/ menggigil. Adanya proses mengigil ( pergerakan otot
rangka) ini ditujukan untuk menghasilkan panas tubuh yang lebih banyak. Dan
terjadilah demam. (Ref : Fisiologi Sheerwood).
Klasifikasi klinik dari demam :
Demam rendah : 37,4 – 38c
Demam sedang : 38,1 – 39c
Demam tinggi : 39,1 – 41c
Demam sangat tinggi (hiperpirexia) : >41c
2.SALMONELLA
2.1. MORFOLOGI DAN IDENTIFIKASI
Panjang salmonella bervariasi. Sebagian besar isolat dengan flagel
tersebutperitrika. Salmonella mudah tumbuh pada medium sederhana, tetapi
hampir tidak pernah memfermentasikan lakotosa dan sukrosa. Organisme ini
membentuk asam dan kadang-kadang gas dari glukosa dan manosa.
Salmonella biasanya menghasilkan H2S. Mereka bertahan dala air yang
membeku untuk waktu yang lama.Salmonella resisten terhadap bahan kimia
tertentu( misal, hijau brilian, natrium tetrationat, natrium deoksikolat) yang
menghambat bakteri enterik lain , oleh karena itu, senyawa-senyawa tersebut
berguna untuk inklusi isolat salmonela dari feses pada medium.
1.2. KLASIFIKASI
Klasifikasi salmonella sangat rumit karena organisme tersebut merupakan
rangkaian kesatuan. Anggota genus Salmonella awalnya di klasifikasikan
berdasarkan epidemiologi, jangkauan pejamu,igen reaksi biokimia, dan
struktur antigen O, H, dan Vi( bila ada). Namanya ( misal, Salmonella typhi,
Salmonella typhimurium) di tulis seakan keduanya merupakan genus dan
spesies, bebtuk nomenklatur ini banyak di pakai, tetapi penggunaannya tidak
benar.
15
Terdapat lebih dari 2500 serotipe Salmonella , termasuk lebi dari 1400
dalamkelompok hibridisasi DNA grup I yang dapat mengimfeksi manusia.
Empat tipe salmonella yang menyebabkan dema enterik dapat di
identifikasikan di laboratorium klinis melalui pemeriksan biokimian dan
serologik. Serotipe-serotipe ini sebaiknya rutin di identifikasi karena serotipe-
serotipe ini bermakna secara klinis. Serotipe tersebut adalah : Salmonella
Paratyphi A, Salmonella Paratyphi B. Salmonella Cholerasuis, dan Salmonella
typhi. Lebih dari ium kloo1400 salmonella lain yang di isolasi di
laboratororium klinik di golongkan menjadi beberapa serogrup berdasarkan
antigen O sebagai A,B, C1, C2, D , dan E. Beberapa organisme tidak dapat di
golongkan dengan rangkaian antiserum tersebut.
1.3. VARIASI
Organisme dapat kehilangan antigen H, dan menjadi tidak motil.Hilangnya
antigen O menimbulkan perubahan bentuk koloni yang halus menjadi
kasar.Antigen Vi dapat hilang sebagian atau selurunya.Antigen dapat di
peroleh(atau hilang) pada proses tranduksi.
1.4. PATOGENESIS DAN GAMBARAN KLINIS
Salmonella Typhi , Salmonella Choaleraesuis, dan mungkin juga
Salmonella Paratyphi A dan B bersifat infeksius untuk manusia, dan infeksi
oleh organisme tersebut di dapatkan dari manusia.Namun, sebagian besar
salmonella bersifat patogen terutama bagi hewan yang menjadi reservoir untuk
infeksi manusia, unggas , babi , hewan penggerat, hewan ternak, binatang
piaraan dan banyak lainnya.
Organisme ini hampir selalu masuk rute oral, biasanya bersama makanan
atau minuman yang terkontaminasi. Dosis infektif rata-rata untuk
menimbulkan infeksi klinis atau sub klinis pada manusia adalah 10 pangkat 5-
10 pangkat 8 salmonella. Beberapa faktor pejamu yang menimbulkan
resistansi terhadap infeksi salmonella adalah keasaman lambung , flora
mikroba normal usus, dan kekebalan usus setempat. Salmonella menyebabkan
3 macam penyakit utama pada manusia.
Penyakit klinis yang di sebabkan oleh salmonella
16
Demam
enterik(Demam
tifoid)
Septikemia Enterokolitis
Periode inkubasi 7-20hari Bervariasi 8-24 jam
Awitan Perlahan Men dadak Mendadak
Demam Bertahap,
kemudian
plateau,
Meningkat
dengan cepat,
kemungkinan
temperatur
menukik seperti
sepsis
Biasanya demam ringan
Lama penyakit Beberapa
minggu
Bervariasi 2-5hari
Gejala Gastrointestinal Awalnya sering
konstipasi,
selanjutnya
diare berdarah
Seringnya tidak
ad
Mual, muntah, diare saat
awitan
Biakan darah Positif pada
minggu
pertama hingga
kelima penyakit
Positif saat
kondisi demam
tinggi
Negatif
Biakan feses Positif sejak
minggu kedua,
negatif pada
awal perjalanan
penyakit
Jarang positif Positifsegera setelah
awitan
3.DEMAM TIFOID
3.1. EPIDEMIOLOGI
17
Insidens demam tifoid bervariasi di tiap daerah dan biasanya terkait
dengan sanitasi lingkungan, di daerah rural ( Jawa barat ) 157 kasus per
100.000 penduduk, sedangkan di daerah urban di temukan 760-810 per
100.00o penduduk. Perbedaan insidens di perkotaan berhubungan erat dengan
penyediaan air bersih yang belum memadai serta sanitasi lingkungan dengan
pembuangan sampah yang kurang memenuhi syarat kesehatan lingkungan.
Demam tifoid yang tersebar di seluruh dunia tidak tergantung pada iklim.
Kebersihan perorangan yang buruk merupakan sumber dari penyakit ini
meskipun lingkungan hidup umumnya adalah baik. Perbaikan sanitasi dan
penyediaan sarana air yang baik dapat mengurangi penyebaran penyakit ini.
Penyebaran Geografis dan Musim
Kasus-kasus demam tifoid terdapat hampir di seluruh bagian dunia.
Penyebarannya tidak bergantung pada iklim maupun musim. Penyakit itu
sering merebak di daerah yang kebersihan lingkungan dan pribadi kurang
diperhatikan.
Penyebaran Usia dan Jenis Kelamin
Siapa saja bisa terkena penyakit itu tidak ada perbedaan antara jenis kelamin
lelaki atau perempuan. Umumnya penyakit itu lebih sering diderita anak-anak.
Orang dewasa sering mengalami dengan gejala yang tidak khas, kemudian
menghilang atau sembuh sendiri. Persentase penderita dengan usia di atas 12
tahun seperti bisa dilihat pada tabel di bawah ini
Usia Persentase12 – 29 tahun 70 – 80 %30 – 39 tahun 10 – 20 %> 40 tahun 5 – 10 %
1.2. PATOGENESIS
18
Masuknya kuman Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi ke dalam
tubuh manusia terjadi bmelalui makanan yang terkontaminasi kuman.
Sebagian kuman di musnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk ke
dalam usus dan selanjutnya berkembang. Bila respons imunitas humoral
mukosa IgA usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel
( terutama sel-M dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia kuman
berkembang biak dan di fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup
dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya di bawa ke plak
peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesentrika.
Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam makrofag
ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakteremia pertama yang
asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutam
hati dan limfa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan
kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya
masuk ke dalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakterimia yang kedua
kalinya dengan di sertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sitemik.
Di dalam hati kuman masuk ke dalam kantung empedu, berkembang biak, dan
bersama cairan empedu di ekskresikan secara intermiten ke dalam lumen usus.
Sebagian kuman di keluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam
sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali,
berhubung makrofag telah teraktivasi dan hiperatif maka saat fagositosis
kuman Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang
selanjutnya akan menimbulkan gejal reaksi inflamasi sistemik seperti demam,
malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskular, gangguan
mental, dan koagulasi.
Di dalam plak peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia
jaringan. Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah
sekitar plak peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia akibat
akumulasi sel-sel mononuklear di dinding usus. Proses patologis jaringan
limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan dapat
mengakibatkan perforasi.
Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat
timbulnya komplikasi seperti gangguan europsikiatrik, kardiovaskular,
pernpasan, dan gangguan organ lainnya.
19
1.3. GAMBARAN KLINIS
Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala-gejala
klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari
asimtomatik hingga ganbaran penyakit yang khas di sertai komplikasi hingga
kematian.
Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini di temukan keluhan dan
gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri
kepala, pusing, nyeri otot, anorexia, mual, muntah, obstipasi, atau diare.,
perasaan tidak enak di perut, batuk, dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik
hanya di daptkansuu badan meningkat. Sifat demam adalah meningkat
perlahan-lahan dan terutama pada sore hingga malam hari. Dalam minggu
kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, brakikardi, relatif,
lidah yang berselaput, hepatomegali, splenomegali, gangguan mental berupa
somnolen, stupor , koma, delirium, dan psikosis.
1.4. DIAGNOSIS
Pemeriksaan Laboratorium meliputi pemeriksaan hematologi, urinalisa,
kimia klinik, imunoreologi, mikrobiologi, dan biologi molekular. Pemeriksaan
ini ditujukan untuk membantu menegakkan diagnosis (adakalanya bahkan
menjadi penentu diagnosis), menetapkan prognosis, memantau perjalanan
penyakit dan hasil pengobatan serta timbulnya penyulit.
Pemeriksaan laoratorium untuk menunjang diagonsis demam typhoid
meliputi :
a.Hematologi
Pada penderita demam tifoid bisa didapatkan anemia, jumlah leukosit normal,
bisa menurun atau meningkat, mungkin didapatkan trombositopenia dan
hitung jenis biasanya normal atau sedikit bergeser ke kiri, mungkin didapatkan
aneosinofilia dan limfositosis relatif, terutama pada fase lanjut. Jumlah
trombosit normal atau menurun (trombositopenia). Penelitian oleh beberapa
ilmuwan mendapatkan bahwa hitung jumlah dan jenis leukosit serta laju endap
darah tidak mempunyai nilai sensitivitas, spesifisitas dan nilai ramal yang
20
cukup tinggi untuk dipakai dalam membedakan antara penderita demam tifoid
atau bukan, akan tetapi adanya leukopenia dan limfositosis relatif menjadi
dugaan kuat diagnosis demam tifoid.
b.Urinalisa
Protein : bervariasi dari negatif sampai positif (akibat demam). Leukosit dan
eritrosit normal; bila meningkat kemungkinan terjadi penyulit.
c.KimiaKlinik
Enzim hati (SGOT, SGPT) sering meningkat dengan gambaran peradangan
sampai hepatitis Akut.
d.Imunologi
1)WidalSlide
Diagnosis Demam Tifoid / Paratifoid dinyatakan bila a/titer O = 1/160, bahkan
mungkin sekali nilai batas tersebut harus lebih tinggi mengingat penyakit
demam tifoid ini endemis di Indonesia. Titer O meningkat setelah akhir
minggu.
2)ELISA Salmonella typhi/paratyphi lgG dan lgM
Pemeriksaan ini merupakan uji imunologik yang lebih baru, yang dianggap
lebih sensitif dan spesifik dibandingkan uji Widal untuk mendeteksi Demam
Tifoid atau Paratifoid. Sebagai tes cepat (Rapid Test) hasilnya juga dapat
segera di ketahui. Diagnosis Demam Typhoid/ Paratyphoid dinyatakan : bila
lgM positif menandakan infeksi akut dan jika lgG positif menandakan pernah
kontak/ pernah terinfeksi/ reinfeksi/ daerah endemik.
3)TesTubex
Tes TUBEX® merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang
sederhana dan cepat (kurang lebih 2 menit) dengan menggunakan partikel
yang berwarna untuk meningkatkan sensitivitas. Spesifisitas ditingkatkan
dengan menggunakan antigen O9 yang benar-benar spesifik yang ditemukan
pada Salmonella serogrup D. Tes ini sangat akurat untuk diagnosis infeksi
21
akut karena hanya mendeteksi antibodi IgM dan tidak mendeteksi antibodi
IgG dalam waktu beberapa menit.
Tes ini mempunyai sensitivitas dan spesifisitas lebih baik daripada uji Widal.
Penelitian oleh Lim dkk (2002) mendapatkan hasil sensitivitas 100% dan
spesifisitas 100%. Penelitian lain mendapatkan sensitivitas sebesar 78% dan
spesifisitas sebesar 89%. Tes ini dapat menjadi pemeriksaan ideal, dapat
digunakan untuk pemeriksaan secara rutin karena cepat, mudah dan sederhana,
terutama di negara berkembang
e. Mikrobiologi Gall Culture
Uji ini merupakan baku emas (gold standard) untuk pemeriksaan Demam
Typhoid/ paratyphoid. Interpretasi hasil : jika hasil positif maka diagnosis
pasti untuk Demam Tifoid/ Paratifoid. Sebalikanya jika hasil negatif, belum
tentu bukan Demam Tifoid/ Paratifoid, karena hasil biakan negatif palsu dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu antara lain jumlah darah terlalu sedikit
kurang dari 2mL, darah tidak segera dimasukan ke dalam media Gall (darah
dibiarkan membeku dalam spuit sehingga kuman terperangkap di dalam
bekuan), saat pengambilan darah masih dalam minggu 1 sakit, sudah
mendapatkan terapi antibiotika, dan sudah mendapat vaksinasi.
Kekurangan uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera diketahui karena perlu
waktu untuk pertumbuhan kuman (biasanya positif antara 2-7hari, bila belum
ada pertumbuhan koloni ditunggu sampai 7 hari). Pilihan bahan spesimen
yang digunakan pada awal sakit adalah darah, kemudian untuk stadium lanjut/
carrier digunakan urin dan tinja.
f. Biologi molekular
PCR (Polymerase Chain Reaction) Metode ini mulai banyak dipergunakan.
Pada cara ini di lakukan perbanyakan DNA kuman yang kemudian
diindentifikasi dengan DNA probe yang spesifik. Kelebihan uji ini dapat
mendeteksi kuman yang terdapat dalam jumlah sedikit (sensitifitas tinggi)
22
serta kekhasan (spesifitas) yang tinggi pula. Spesimen yang digunakan dapat
berupa darah, urin, cairan tubuh lainnya serta jaringan biopsi.
1.5. KOMPLIKASI
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada demam tifoid:
A. Komplikasi intestinal
a. Perdarahan intestinal
pada plak peyeri usus yang terinfeksi (terutama ileum terminalis) dapat
terbentuk tukak/luka berbentuk lonjong dan memanjang terhadap sumbu usus.
Bila luka menembus lumen usus dan mengenai pembuluh darah maka terjadi
perdarahan. Selanjutnya bila tukak menembus dinding usus maka perforasi
dapat terjadi. Selain karena faktor luka, perdarahan juga dapat terjadi karena
gangguan koagulasi darah(KID) atau gabungan kedua faktor. Sekitar 25%
penderita demam tifoid dapat mengalami perdarahan minor yang tidak
membutuhkan tranfusi darah. Perdarahan hebat dapat terjadi hingga penderita
mengalami syok. Secara klinis perdarahan akut darurat bedah ditegakkan bila
terdapat perdarahan sebanyak 5 ml/kgBB/jam dengan faktor hemostasis dalam
batas normal. Jika penanganan terlambat, mortalitas cukup tinggi sekitar 10-
32%, bahkan ada yang melaporkan sampai 80%. Bila transfusi yang diberikan
tidak dapat mengimbangi perdarahan yang terjadi, maka tindakan bedah perli
dipertimbangkan.
b. Perforasi usus
Biasanya timbul pada minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu
pertama. Selain gejala umum demam tifoid yang biasa terjadi maka penderita
demam tifoiddengan perforasi mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di
daerah kuadran kanan bawah yang kemudian menyebar ke seluruh perut dan
disertai dengan tanda-tanda ileus. Bising usus melemah pada 50% penderita
dan pekak hati terkadang tidak di temukan karena adanya udara bebas di
abdomen. Tanda-tanda perforasi lainnya adalah nadi cepat, tekanan darah
turun, dan bahkan syok. Leukositosis dengan pergeseran ke kiri dapat
menyokong adanya perforasi.
Bila pada gambaran foto polos abdomen ditemukan udara pada rongga
peritoneum atau subdiafragma kanan, maka hal ini merupakan nilai yang
23
cukup menentukan terdapatnya perforasi usus pada demam tifoid. Beberapa
faktor yang dapat meningkatkan kejadian perforasi adalah umur (20-30 tahun),
lama demam, modalitas penyakit, beratnya penyakit, dan mobilitas penderita.
Antibiotik diberikan secara selektif bukan hanya untuk mengobati kuman
S.typhi tetapi juga untuk mengatasi kuman yang bersifat fakultatif dan
anaerobik pada flora usus. Umumnya diberikan antibiotik spektrum luas
dengan kombinasi kloramfenikol dan ampisilin intravena. Untuk kontaminasi
usus dapat diberikan gentamisin/metrodinazol. Cairan harus diberikan dalam
jumlah yang cukup serta penderita dipuasakan dan dipasang nasogastric tube.
Transfusi darah dapat diberikan bila terdapat kehilangan darah akibat
perdarahan intestinal.
c. Ileus paralitik
d. pankreatitis
B. Komplikasi ekstra intestinal
a. Komlikasi kardiovaskuler: gagal sirkulasi perifer, miokarditis,
tromboflebitis.
b. Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombositopenia, KID, trombosis.
c. Komplikasi paru: pneumonia, empiema, pleuritis.
d. Komplikasi hepatobilier: hepatitis, kolesisitis.
e. Komplikasi ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis, perinefritis.
f. Komplikasi tulang: osteomielitis, periositis spondilitis, artritis.
g. Komplikasi neuropsikiatrik/tifoid toksik.
1.6. PENATALAKSANAAN
1. Perawatan umum
Pasien demam tifoid perlu dirawat dirumah sakit untuk isolasi,
observasi dan pengobatan. Paasien harus tirah baring absolut sampai minimal
7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Maksud tirah baring
adalah untuk mencegah terjadinya komplikasi perdarahan usus atau perforasi
usus. Mobilisasi pesien harus dilakukan secara bertahap,sesuai dengan
pulihnya kekuatan pasien.
24
Pasien dengan kesadaran menurun, posisi tubuhnya harus diubah-ubah pada
waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan
dekubitus. Defekasi dan buang air kecil harus dperhatikan karena kadang-
kadang terjadi obstipasi dan retensi air kemih. Pengobatan simtomik diberikan
untuk menekan gejala-gejala simtomatik yang dijumpai seperti demam, diare,
sembelit, mual, muntah, dan meteorismus. Sembelit bila lebih dari 3 hari perlu
dibantu dengan paraffin atau lavase dengan glistering. Obat bentuk laksan
ataupun enema tidak dianjurkan karena dapat memberikan akibat perdarahan
maupun perforasi intestinal.
Pengobatan suportif dimaksudkan untuk memperbaiki keadaan penderita,
misalnya pemberian cairan, elektrolit, bila terjadi gangguan keseimbangan
cairan, vitamin, dan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh dan kortikosteroid
untuk mempercepat penurunan demam.
2. Diet
Di masa lampau, pasien demam tifoid diberi bubur saring, kemudian bubur
kasar dan akhirnya diberi nasi. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa
pemberian makanan padat dini,yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa
(pantang sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan dengan aman pada
pasien demam tifoid.
3. Obat
Obat-obat antimikroba yang sering digunakan adalah :
Kloramfenikol : Kloramfenikol masih merupakan obat pilihan utama
pada pasien demam tifoid.Dosis untuk orang dewasa adalah 4 kali 500 mg
perhari oral atau intravena,sampai 7 hari bebas demam.Penyuntikan
kloramfenikol siuksinat intramuskuler tidak dianurkan karena hidrolisis ester
ini tidak dapat diramalkan dan tempat suntikan terasa nyeri.Dengan
kloramfenikol,demam pada demam tifoid dapat turun rata 5 hari.
25
Tiamfenikol : Dosis dan efektivitas tiamfenikol pada demam tifoid sama
dengan kloramfenikol.Komplikasi hematologis pada penggunaan tiamfenikol
lebih jarang daripada klloramfenikol. Dengan penggunaan tiamfenikol demam
pada demam tiofoid dapat turun rata-rata 5-6 hari
Ko-trimoksazol (Kombinasi Trimetoprim dan Sulfametoksazol) :
Efektivitas ko-trimoksazol kurang lebih sama dengan kloramfenikol,Dosis
untuk orang dewasa,2 kali 2 tablet sehari,digunakan sampai 7 hari bebas
demam (1 tablet mengandung 80 mg trimetoprim dan 400 mg
sulfametoksazol).dengan ko-trimoksazol demam rata-rata turun d setelah 5-6
hari.
Ampislin dan Amoksisilin : Dalam hal kemampuan menurunkan
demam,efektivitas ampisilin dan amoksisilin lebih kecil dibandingkan dengan
kloramfenikol.Indikasi mutlak penggunannnya adalah pasien demam tifoid
dengan leukopenia.Dosis yang dianjurkan berkisar antara 75-150 mg/kgBB
sehari,digunakan sampai 7 hari bebas demam.Dengan Amoksisilin dan
Ampisilin,demam rata-rata turun 7-9 hari.
Sefalosporin generasi ketiga : Beberapa uji klinis menunjukkan bahwa
sefalosporin generasi ketiga antara lain Sefoperazon,seftriakson, dan
sefotaksim efektif untuk demam tifoidtetapi dosis dan lama pemberian yang
optimal belum diketahui dengan pasti.
Fluorokinolon : Fluorokinolon efektif untuk demam tifoidtetapi dosis
dan lama pemberian belum diketahui dengan pasti.
Furazolidon.
1.7. PROGNOSIS
Prognosis demam tifoid tergantung dari umur, keadaan umum, derajat
kekebalan tubuh, jumlah dan virulensi Salmonela, serta cepat dan tepatnya
pengobatan. Angka kematian pada anak-anak 2,6 %, dan pada orang dewasa
7,4 %, rata-rata 5,7 %.
(Kapita Selekta UI jilid 1 hal.425)
Prognosis menjadi kurang baik atau buruk bila terdapat gejala klinis yang
sangat berat, seperti :
26
1. Panas tinggi (hiperpireksia) atau febris kontinyu.
2. Kesadaran menurun sekali yaitu sopor, komas atau delirium
3. Terdapat komplikasi yang berat, misalnya dehidrasi dan asidosis, peritonitis,
bronkopneumonia dan lain-lain.
1.8. PENCEGAHAN
Pencegahan adalah segala upaya yang dilakukan agar setiap anggota
masyarakat tidak tertular oleh bakteri Salmonella. Ada 3 pilar strategis yang
menjadi program pencegahan yakni:
Mengobati secara sempurna pasien dan carrier demam tifoid.
Mengatasi faktor-faktor yang berperan terhadap rantai penularan.
Perlindungan dini agar tidak tertular.
27
Daftar Pustaka
Arif,Suprohaita,Wahyu,Wiwiek.2000.Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3.Jilid 2.Jakarta:
Fakultas Kedokteran UI.
Baratawidjaja,Karnen Garna dan Rengganis,Iris.2009.Immunologi Dasar Edisi Ke-
8.Jakarta :Balai Penerbit FKUI
Kamus Kedokteran DORLAND, ed. 29. 2002. Jakarta: EGC
Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam.2006. Edisi IV. Jilid 2.Jakarta :PPFKUI
Jawetz,Melnick,dan Adelberg.2008.Mikrobiologi, Edisi 23.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Sutedjo AY.2009.Buku Saku Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan
Laboratorium.Yogyakarta: Amara books.
Sheerwood.2001.Fisiologi Kedokteran.Jakrta.EGC
Widoyono. 2005. Penyakit Tropis. Jakarta : Erlangga
28