Laporan Tutorial Kelompok III Blok VII Skenario 5

download Laporan Tutorial Kelompok III Blok VII Skenario 5

of 47

description

.

Transcript of Laporan Tutorial Kelompok III Blok VII Skenario 5

LAPORAN HASIL DISKUSIBLOK RESPIRASISkenario 5Tutor: dr. Susiyadi, Sp. An.Kelompok 4Ketua: Putri Restu Wulandari1413010007Sekretaris: Venda Happy Pinesa1413010019Anggota:Yuanita Hasna Rahmadhani1413010010Hudaya Taufiq1413010017Ani Setyowati1413010023Abdul Khalik Adam1413010025Tyas Ratna Pangestika1413010030Ade Guvinda Perdana1413010035Arumita Puspa Hapsari1413010038Ririn Pratiwi Nunsi1413010040

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERFAKULTAS KEDOTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO2015

DAFTAR ISIBAB I KLARIFIKASI ISTILAH3BAB II IDENTIFIKASI MASALAH4BAB III ANALISIS MASALAH5BAB IV SKEMA13BAB V LEARNING OBJECTIVE14BAB VI PEMBAHASAN LEARNING OBJECTIVE15Kesimpulan57Saran57Daftar Pustaka58

BAB IKLARIFIKASI ISTILAH

1.1. Suara Nafas AmforikMerupakan suara napas menyerupai bunyi tiupan diatas mulut botol yang kosong, terjadi karena pembentukan kavitas di paru. (Hidayat, 2008)1.2. KavitasMerupakan rongga atau lubang yang berada pada parenkim paru dengan dinding dan isinya. (Darmanto, 2009)1.3. BronkoskopiMerupakan tekhnik pemeriksaan yang menggunakan alat bronkoskopyang dimasukkan ke dalam saluran napas untuk enilai keadaan saluran napas dan juga dapat mengambil spesimen untuk pemeriksaan sel kanker serta untuk menilai apakah ada kegawatan. (Suryo, 2010)

BAB IIIDENTIFIKASI MASALAH

1. Mengapa laki-laki tersebut mengalami batuk darah?2. Mengapa demam dan keringat malam hari?3. Apa hubungan penurunan berat badan dengan keluhan?4. Mengapa pasien muntah-muntah dan mata kuning?5. Apa hubungan riwayat sosial ekonomi dengan keluhan pasien?6. Bagaimana interpretasi PF dan PP?7. Bagaimana interpretasi foto thorax?8. Apa indikasi dari bronkoskopi?

BAB IIIANALISIS MASALAH

3.1. Batuk darah merupakan suatu gejala atau tanda dari suatu penyakit infeksi.Volume darah yang dibatukkan bervariasi dan dahak bercampur darah dalam jumlah minimal hingga masif, tergantung laju perdarahan dan lokasi perdarahan. Batuk darah atau hemoptisis adalah ekspektorasi darah akibat perdarahan pada saluran napas di bawah laring, atau perdarahan yang keluar melalui saluran napas bawah laring. Batuk darah lebih sering merupakan tanda atau gejala dari penyakit dasar sehingga etiologi harus dicari melalui pemeriksaan yang lebih teliti. Batuk darah masif dapat diklasifikasikan berdasarkan volume darah yang dikeluarkan pada periode tertentu. Batuk darah masif memerlukan penanganan segera karena dapat mengganggu pertukaran gas di paru dan dapat mengganggun kestabilan hemodinamik penderita sehingga bila tidak ditangani dengan baik dapat mengancam jiwa. Asal anatomis perdarahan berbeda tiap proses patologik tertentu: a. Bronkitis akibat pecahnya pembuluh darah superfisial di mukosa,b. TB paru akibat robekan atau ruptur aneurisma arteri pulmoner (dinding kaviti aneurisma Rassmussen). atau akibat pecahnya anastomosis bronkopulmoner atau proses erosif pada arteri bronkialis,c. Infeksi kronik akibat inflamasi sehingga terjadi pembesaran & proliferasi arteri bronchial misal : bronkiektasis, aspergilosis atau fibrosis kistik,d. Kanker paru akibat pembuluh darah yg terbentuk rapuh sehingga mudah berdarah.(Rasmin, 2010)Batuk darah adalah salah satu gejala respiratorik selain sesak napas (dyspneu), dan nyeri dada. Klasifikasi batuk darah berdasarkan berat ringannya gejala dan volume darah yang dibatukkan:a. Bercak (streaking), volume darah 15-20 ml dalam 24 jam, bercampur dengan sputum, biasanya pada bronkitis, b. Hemoptisis, volume darah 20-600 ml dalam 24 jam, biasanya karena kanker paru, necrotizing pneumonia, TB, atau emboli paru, c. Hemoptisis masif, volume darah lebih dari 600 mL dalam 24 jam, umumnya karena kanker paru, kavitas TB, atau bronkiektasis, d. Pseudohemoptisis, luka terletak di saluran napas atas atau saluran cerna(Amin, 2009)

3.2. Demam merupakan salah satu manifestasi apabila terjadi infeksi di dalam tubuh kita. Ketika kuman atau pirogen eksogen masuk, respon imun akan dimunculkan. Salh satunya yaitu sel monosit yang ada di pembuluh darah mengeluarkan TNF atau tumor necrosis factor yang kemudian akan ikut bersirkulasi ke dalam aliran darah. Ketika TNF tersebut masuk ke aliran darah hipotalamus maka respon hipotalamus akan merespon dengan meningkatkan set point tubuh sehingga terjadilah demam. Kemudian tubuh akan mengkompensasi dengan vasodilatasi pembuluh darah agar panasnya berkurang dengan pengeluaran keringat.Keringat malam adalah keluhan subjektif berupa keluhan berkeringat di malam hari yang bisa disebabkan oleh irama teperatur sirkardian normal yang berlebihan. Suhu normal manusia memiliki irama sirkardian dimana suhu paling rendah didapatkan pada saat pagi hari sekitar fajar yaitu 36,1 derajat. Sedangkan pada siang hari meningkat menjadi 37,4 derajat dan pada sore hari menjadi lebih tinggi yaitu pada sekitar pukul 18.00.Selain karena irama sirkardian, keringan malam bia disebabkan karena respon aktif terhadap mediator inflamasi yang dikeluarkan ketika tubuh terpapar oleh bakteri maupun virus. Mediator inflamasi ini akan menyebabkan timbulnya demam dan pada fase akhir demam akan terjadi vasodilatasi kulit yang menyebabkan hilangnya panas dari dalam tubuh berupa keringat. (Arif, 2009)

3.3. Menurut Kalra dkk (2006) pengaturan pola makan kita diatur oleh hipotalamus, dimana di dalam hipotalamus terdapat dua sistem. Sistem tersebut yaitu melanocortin (pro-opiomelanocortin) yang merupakan system syaraf serotonergik dan neuropeptide Y (NPY) yang merupakan system syaraf prophagic.Suatu saat apabila terdapat stimulus yang merangsang system syaraf melanocortin maka akan menyebabkan supresi nafsu makan atau penurunan nafsu makan. Sebaliknya apabila ada suatu rangsangan terhadap system syaraf NPY maka akan menyebabkan peningkatan nafsu makan.Pada saat tubuh terkena infeksi bakteri maupun virus, maka system imun akan merespon dengan mengeluarkan mediator mediator inflamasi. Mediator inflamasi ini akan merangsang pembentukan serotonin. Peningkatan kadar serotonin akan merangsang system syaraf melanocortin yang menyebabkan supresi nafsu makan. Hal ini karena system syaraf melanocorin dipengaruhi langsung oleh sinyal sinyal metabolic seperti leptin yang berasal dari jaringan adipose dan insulin dari pancreas.Untuk mencegah supresi nafsu makan maka bisa diberikan BCAA (leucine, isoleucine, valine), dimana BCAA ini akan memblok triptofan yang merupakan asal dari serotonin. Pemblokan ini akan menyebabkan kadar serotonin turun. Selanjutnya BCAA akan merangsang NPY dan menyebabkan peninkatan nafsu makan kembali.Pada skenario, pasien mengeluh nafsu makan turun dikarenakan adanya rangsang pada system syaraf melanocortin yang merupakan akibat adanya infeksi dan pengeluaran sitokin inflamasi sehingga nafsu makan menjadi turun. Penurunan nafsu makan ini menyebabkan pemasukan glukosa kedalam tubuh akan menurun sedangkan tubuh perlu untuk terus melakukan metabolisme, sehingga menyebabkan berat badannya menjadi menurun. (Kalra, 2006)Pada keadaan nafsu makan menurun dan kegiatan metabolisme terus aktif maka akan mengakibatkan terjadinya penurunan berat badan pada seseorang. Metabolisme akan terus aktif dikarenakan kita akan selalu membutuhkan energy (Almatsier, 2005).

3.4. Pasien mengalami mual muntah dan skera kuning sebabkan karena efek samping dari OAT yng dikonsumsinya yaitu :(PDPI, 2006)Sedangkan ikterus merupakan akumulasi dari ke abnormalan pigmen bilirubin dalam darah. Sering terlihat dalam mata karena sklera elastin. Ikterus dapat terjadi karena :a. Over Produksi: Keadaan dimana meningkatnya jumlah HB yang dilepas dari sel darah merah yang sudah tua atau yang mengalami hemolisis dan disebut hiperbilirubinemia. Konjugasi dan transfer bilirubin normal, tetapi suplai bilirubin tidak terkonjugasi melampui kemampuan sel hati. Ketika terjadi peningkatan bilirubin tidak terkonjugasi dalam plasma. Jadi, penyerapan ke dalam sel hati, dan pengekresia bilirubin oleh hati meningkat. Contoh : Circle Cell Anemiab. Penurunan kecepatan penyerapan bilirubin oleh sel hati. Pengambilan bilirubin tidak terkonjugasi dilakukan dengan memisahkannya dari albumin dan berikatan dengan protein penerima. Contoh : Sindrom Gilbertc. Gangguan konjugasi bilirubin. Karena sudah terdefisiensi enzim glukonil transferase. Contoh : Sindrom Crigler Najsavd. Gangguan ekresi bilirubin ke dalam empedu. Akibat disfungsi intrahepatik/obstruksi mekanik ekstrahepatik. Contohnya : Reaksi obat, hepatitis alkoholik.Pada skenario penyebab sklera ikterik adalah efek dari OAT yang bersifat hepatotoksik yang menyebabkan penurunan kecepatan penyerapan bilirubin oleh sel hati sehingkan birirubin menupuk di plasma. (Arif, 2009)

3.5. Pada riwayat keluarga pasien didapatkan ayahnya pernah terkena penyakit paru menular. Salah satu penyakit paru emnular adalah Tuberculosis Paru. Kemungkinan pasien untuk terinfeksi TB tergantung pada:a. Kepadatan droplet nuclei yang infeksius per volume udarab. Lamanya kontak dengan droplet nuclei tersebutc. Kedekatan dengan penderita TBRisiko terinfeksi TBKarena faktor eksternal terutama karena faktor lingkunganseperti rumah tak sehat, pemukiman padat dan kumuh. Penyakit Tblebih banyak menyerang masyarakat yang berasal dari kalangan sosio ekonomi rendah. Lingkungan yang buruk dan pemukiman yang terlampau padat sangat potensial dalam penyebaran penyakit TB.Risiko menjadi sakit TBKarena faktor internal dalam tubuh penderita itu sendiri yang disebabkan oleh terganggunya sistem kekebalan dalam tubuh penderita seperti kurang gizi, infeksi HIV/AIDS, pengobatan dengan immunosupresan dan lain sebagainya. Malnutrisi akan mengurangi daya tahan tubuh sehingga akan menurunkan resistensi terhadap berbagai penyakit termasuk TB. Faktor ini sangat berperan pada negara miskin dan tidak mengira usia. (Croft, 2002)

3.6. Tekanan darah pasien(100/60mmHg) dinyatakan berada di bawah standar tekanan darah normal yaitu 120/80mmHg pada pemeriksaan dalam keadaan sehat. Pada umumnya, infeksi pada saluran respirasi menyebabkan penurunan tekanan darah. Pada pemeriksaan didapatkan konjungtiva pucat, yang merupakan tanda-tanda dari anemia hemoragik, yang dapat terjadi akibat dari defisiensi vitamin B12 dan asam folat. Hal ini dimunkinkan terkait adanya anoreksia atau penurunan nafsu makan yang dialami oleh pasien. Suara napas amforik adalah bunyi suara napas menyerupai bunyi tiupan di atas mulut botol yang kosong. Suara ini didapatkan karena terjadi pembentukan kavitas di paru. Pembesaran kelenjar leher terjadi karena basil telah menyebar melalui aliran limfe (secara limfogen).Karena jumlah bakteri lebih banyak, terjadi pembengkakan sebagai kompensasi dari tubuh untuk mencapai kondisi normal/ seimbang. (Amin,2007)Pemeriksaan darah hasilnya tidak sensitif dan tidak spesifik. Pada saat tuberkulosis baru mulai (aktif), akan didapatkan jumlah lekosit yang sedikit meninggi. Jumlah limfosit masih dibawah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah lekosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai turun ke arah normal. Hasil pemeriksaan lain dari darah didapatkan anemia ringan normokrom normositer. (Amin, 2007)

3.7. Pada pemeriksaan foto thorax ditemukan gambaran fibroinfiltrat dan kavitas di paru kanan. Gambaran sarang tawon di apex paru kiri. Mekanisme terjadinya gambaran fibroinfiltrat dan kavitas berkaitan dengan patogenesis penyakit Tuberculosis Paru. Tuberkulosis disebabkan Mycobacterium tuberculosis. Kuman berbentuk batang, tahan asam dalam pewarnaan bakteri tahan asam (BTA). Cepat mati dengan sinar matahari langsung tetapi dapat bertahan hidup di tempat gelap dan lembab. Cara penularan, melalui droplet (percikan dahak). Kuman dapat menyebar secara langsung jaringan sekitar, pembuluh limfe, pembuluh darah. Daya penularan ditentukan banyaknya kuman yang dikeluarkan dari paru.Bakteri tuberculosis berada di udara dalam bentuk droplet kemudian masuk ke saluran pernafasan atas. Basil yang tertelan atau masuk ke saluran pernafasan merupakan gumpalan basil (unit) yang terdiri dari 2-3 basil, yang lebih besar dari itu biasanya tidak bias masuk karena terlalu besar dan tertahan di bronkus/bronkiolus, saluran hidung, dan tidak menimbulkan penyakit. Setelah berhasil masuk kesaluran pernafasan bagian bawah sampai ke alveolus biasanya daerah yang disenangi oleh bakteri TB adalah di daerah-daerah yang memiliki tekanan oksigen yang tinggi yaitu di lobus tengah pada paru-paru kanan, atau pada apex paru bagian bawah sampai lobus atas bagian bawah, kemudian lobus inferior bagian atas. Basil tuberkel yang berada di alveolus akan membangkitkan reaksi radang berupa odema mukosa, pelebaran pembuluh darah, produksi cytokine, senyawa kimia yang bersifat kemotaktik bagi PMN. PMN yang datang ke alveolus kemudian berkumpul, berakumulasi dan bertambah bayak untuk memfagosit basil tersebut. Dalam tubuh PMN basil tersebut tidak mati melainkan berkembang biak didalam sel PMN. Sesudah hari pertama terjadinya infeksi leukosit yaitu PMN tadi digantikan perannya oleh makrofag. Makrofag tersebut berkumpul menjadi banyak akhirnya terjadilah konsolidasi alveolus akibat terdapatnya makrofag dan PMN yang berkumpul disertai cairan-cairan dari pembuluh darah yang vasodilatasi akibat reaksi peradangan tadi. Ketika terjadi konsolidasi inilah ditemukan adanya tanda-tanda pneumonia akut. Bakteri yang difagosit oleh makrofag yang seharusnya mati justru berkembang biak lagi di dalam makrofag. Sampai pada proses ini banyak yang menamainya proses infeksi primer Ghon. Basil yang sudah banyak ini melalui pembuluh darah yang rusak dan aliran limfatik paru menyebar ke nodus limfatikus regional. Sampai pada penyebaran ini dinamakan proses infeksi primer kompleks Ranke. Proses ini berjalan dan memakan waktu 3-8 minggu. Pada tahap ini pada sebagian orang dapat sembuh sendiri tanpa cacat. Sebagian orang meninggalkan sedikit berkas-berkas berupa garis fibrotic, kalsifikasi di hilus yang berpotensi untuk kambuh lagi karena kuman yang dormant. Dan pada sebagian orang lagi ada yang terus berlanjut menyebar secara perkontinuitatum, secara bronkogen menyebabkan paru sebelahnya ikut terinfeksi. Kuman juga dapat tertelan bersama sputum dan ludah sehingga sampai ke usus dan secara limfogen ke oragan tubuh lainnya, secara hematogen ke organ tubuh yang lainnya. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka akan menjadi TB milier karena menjalar keseluruh lapang paru.Basil tuberkel yang didalam makrofag berhasil mengambil alih makrofag sehingga mengatur makrofag agar dapat menyatu satu sama lainnya menjadi Tuberkel yaitu suatu granuloma yang terdiri dari histiosit dan sel datia langerhans yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat. Keadaan ini biasanya memakan waktu 3-10 minggu setelah gejala pneumonia yang berupa konsolidasi. Sarang-sarang granuloma ini dapat direabsorbsi kembali tanpa cacat atau sarang-sarang tadi meluas namun sembuh dengan meninggalkan bekas sebukan jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi keras dan menimbulkan pengapuran. Selanjutnya yang paling parah adalah keadaan granuloma yang terus meluas dan menyebar sehingga jumlahnya juga banyak pada lapang paru sehingga bagian yang meluas tadi akan menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis menjadi lembek membentuk jaringan keju kejadian inilah yang disebut perkejuan. Bila jaringan keju tadi copot dan dibatukkan keluar maka akan terbentuklah kavitas pada tengah-tengahnya. Mula-mula dinding kavitasi ini tipis namun semakin lama semakin tebal karena sebukan fibroblast membentuk jaringan fibrositik yang pada akhirnya menjadi kronik dinamai kavitas sklerotik. Terjadinya perkejuan tersebut dikarenakan pada jaringan nekrotik tersebut dihasilkan TNF dan sitokin yang berlebihan oleh jaringan sekitar dan oleh leukosit, selain itu juga dihasilkannya enzim-enzim hidrolisis protein, lipid dan asam nukleat yang dihasilkan makrofag yang sebetulnya ditujukan pada basil TB namun karena makrofagnya rusak maka enzim tersebut keluar ke jaringan.Banyak komplikasi yang terjadi akibat dari persarangan ini diantaranya adalah meluasnya lesi tersebut dan membuat sarang pneumonia baru. Bila masuk dalam arteri pulmonalis maka akan menjadi TB millier. Tertelan akan menjadi TB ekstra paru. Apabila sampai pada bronchial dan tracea makan akan menjadi TB endobronchial dan TB endotracheal dan bisa menjadi empiema bila rupture ke pleura. Sarang-sarang ini bisa memadat dan membentuk suatu pengerasan yang dinamakan tuberkuloma. Tuberkuloma ini dapat cair yang membentuk kavitas baru. Komplikasi kronik kavitas adalah apabila berinteraksi dan kolonisasi dengan fungus seperti Aspergillus dan kemudian menjadi mycetoma. Selain itu komplikasi TB yang lain adalah bronkiektasis yang ditandai dengan adanya gambaran sarang tawon. (Price dan Standridge, 2006; Amin dan Bahar, 2007).

3.8. Indikasi dilakukannya bronkoskopi adalah sebagai berikut :a. Pemeriksaan hemoptisis, mencari asal perdarahan.b. Pengambilan benda asing (corpus alienum).c. Terapi pada atelectasis.d. Penggunaan di ICU: intubasi intratrakea, menghisap sekret.e. Mendiagnosis dan menentukan staging kanker paru.f. Mendiagnosis nodul di perifer dan infiltrate.g. Mendiagnosis penyakit paru interstisial.h. Mendiagnosis pnemonia dengan cara mendapat sekret atau mukus di trakea atau bronkus.i. Mendiagnosis penyebab batuk.j. Mendiagnosis penyebab efusi pleura.(Djojodibroto, 2009)

BAB IVSKEMA

BAB VLEARNING OBJECTIVE

1. Mahasiswa mampu menjelaskan karsinoma paru.2. Mahasiswa mampu menjelaskan bronkiektasis.3. Mahasiswa mampu menjelaskan tuberculosis.4. Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi tuberculosis.5. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan sputum pada tuberculosis.6. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan darah pada tuberculosis.7. Mahasiswa mampu menjelaskan gambaran radiologis dari tuberculosis.8. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan tuberculosis.9.

BAB VIPEMBAHASAN LEARNING OBJECTIVE

6.1 Kanker paru dalam arti luas adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup keganasan yang berasal dari paru sendiri maupun keganasan dari luar paru (metastasis tumor di paru). (PDPI, 2003)Etiologia. MerokokMenurut Van Houtte, merokok merupakan faktor yang berperan paling penting, yaitu 85% dari seluruh kasus ( Wilson, 2005). Rokok mengandung lebih dari 4000 bahan kimia, diantaranya telah diidentifikasi dapat menyebabkan kanker. Kejadian kanker paru pada perokok dipengaruhi oleh usia mulai merokok, jumlah batang rokok yang diisap setiap hari, lamanya kebiasaan merokok, dan lamanya berhenti merokok (Stoppler,2010)b. Polusi udaraKematian akibat kanker paru juga berkaitan dengan polusi udara, tetapi pengaruhnya kecil bila dibandingkan dengan merokok kretek. Kematian akibat kanker paru jumlahnya dua kali lebih banyak di daerah perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan. Hal ini, sebagian dapat dijelaskan dari kenyataan bahwa kelompok sosial ekonomi yang lebih rendah cenderung hidup lebih dekat dengan tempat pekerjaan mereka, tempat udara kemungkinan besar lebih tercemar oleh polusi. c. Gas RadonRadon adalah gas yang tidak berwarna dan tidak berbau dihasilkan dari penguraian radioaktif radium, yang merupakan produk dari peluruhan uranium, yang ditemukan di lapisan kerak bumi. Produk peluruhan radiasi meng ion kan materi genetika, sehingga menyebabkan mutasi yang kadang menjadi bersifat kanker. Radon merupakan penyebab kanker paru paling banyak kedua di AS, setelah rokok. Risikonya meningkat hinggga 816% untuk setiap peningkatan konsentrasi radon sebesar 100Bq/m. United States Environmental Protection Agency (EPA) memperkirakan satu dari 15 rumah di AS memiliki tingkat radon lebih tinggi dari tingkat rekomendasi 4 picocurie per liter (pCi/l) (148 Bq/m).d. AsbestosAsbestos dapat menyebabkan berbagai penyakit paru-paru, termasuk kanker paru. Merokok tembakau dan asbestos memberikan efek sinergis dalam pembentukan kanker paru. Asbestos juga dapat menyebabkan kanker pada pleura, yang disebut mesotelioma (yang berbeda dari kanker paru).e. Genetika Diperkirakan bahwa 8 hingga 14% dari kanker paru disebabkan oleh faktor diturunkan. Pada orang dengan saudara yang terkena kanker paru, risiko meningkat hingga 2.4 kali. Hal ini disebabkan oleh adanya kombinasi gen.Patofisiologi(Price, 2006)Manifestasi KlinisGejala tidak khas: batuk, sesak napas atau nyeri dada (gejala respirasi) yang tidak kunjung sembuh dengan pengobatan biasa pada kelompok risiko. Suara serak menandakan telah terjadi kelumpuhan syaraf atau gangguan pada pita suara. Gejala sistemik : penurunan berat badan dalam waktu yang singkat, nafsu makan menurun, demam hilang timbul. Gejala neurologis :sakit kepala, lemah/paresesering terjadi jika telah terjadi penyebaran ke otak atau tulang belakang. Nyeri tulang sering menjadi gejala awal pada kanker yang telah menyebar ke tulang. (KNPK, 2015)Deteksi DinISasaran untuk deteksi dini terutama ditujukan pada subyek dengan risiko tinggi yaitu:a. Laki -laki, usia lebih dari 40 tahun, perokokb. Paparan industri tertentuDengan satu atau lebih gejala: batuk darah, batuk kronik, sesak napas, nyeri dada dan berat badan menurun.Golongan lain yang perlu diwaspadai adalah perempuan perokok pasif dengan salah satu gejala di atasdan seseorang yang dengan gejala klinik : batuk darah, batuk kronik, sakit dada, penurunan berat badan tanpa penyakit yang jelas. Riwayat tentang anggota keluarga dekat yang menderita kanker paru juga perlu jadi faktor pertimbangan. Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk deteksi dini ini, selain pemeriksaan klinis adalah pemeriksaan radio toraks dan pemeriksaan sitologi sputum. Jika ada kecurigaan kanker paru, penderita sebaiknya segera dirujuk ke spesialis paru. (PDPI, 2003)Klasifikasi Ca Paru1) Karsinoma skuamosaKarsinoma sel skuamosa menjadi penyebab sekitar 30% kanker paru2) Karsinoma sel kecilBerkembang cepat dan menyebar di tahap awal perkembangan penyakit. 60%-70% memiliki penyakit metastatik saat penyakit mulai memberikan gejala. sangat berkaitan dengan kebiasaan merokok.3) Adenokarsinoma40% kanker paru adalah adenokarsinoma, yang biasanya bermula di jaringan paru perifer.4) Karsinoma sel besarSekitar 9% kanker paru adalah karsinoma sel besar.DiagnosisAnamnesis Gambaran klinik penyakit kanker paru tidak banyak berbeda dari penyakit paru lainnya, terdiri dari keluhan subyektif dan gejala obyektif. Keluhan utamanya antara lain:a. Batuk-batuk dengan / tanpa dahak (dahak putih, dapat juga purulen)b. Batuk darahc. Sesak napasd. Suara serake. Sakit dadaf. Sulit / sakit menelang. Benjolan di pangkal leherh. Sembab muka dan leher, kadang-kadang disertai sembab lengan dengan rasa nyeri yang hebatGejala dan keluhan yang tidak khas seperti:a. Berat badan berkurangb. Nafsu makan hilangc. Demam hilang timbuld. Sindrom paraneoplastik, seperti "Hypertrophic pulmonary osteoartheopathy", trombosis vena perifer dan neuropatia.

Alur Deteksi Kanker Paru

Pemeriksaan FisikTampilan umum biasanya menurun. Pemeriksaan fisis paru (suara napas yang abnormal), benjolan suprafisial pada leher, ketiak atau di dinding dada , tanda pembesaran hepar atau tanda asites , nyeri ketok di tulang-tulang. Pemeriksaan Penunjanga. Radiologis Pada pemeriksaan foto toraks PA/lateral akan dapat dilihat bila masa tumor dengan ukuran tumor lebih dari 1 cm. Tanda yang mendukung keganasan adalah tepi yang ireguler, disertai identasi pleura, tumor satelit tumor b. CT scanTehnik pencitraan ini dapat mendeteksi tumor dengan ukuran lebih kecil dari 1 cm secara lebih tepat.Pemeriksaan khususa. BronkoskopiBronkoskopi adalah pemeriksan dengan tujuan diagnostik sekaligus dapat dihandalkan untuk dapat mengambil jaringan atau bahan agar dapat dipastikan ada tidaknya sel ganas. Pemeriksaan ada tidaknya masa intrabronkus atau perubahan mukosa saluran napas, seperti terlihat kelainan mukosa tumor misalnya, berbenjol-benjol, hiperemis, atau stinosis infiltratif, mudah berdarah.b. Biopsi aspirasi jarumApabila biopsi tumor intrabronkial tidak dapat dilakukan, misalnya karena amat mudah berdarah, atau apabila mukosa licin berbenjol, maka sebaiknya dilakukan biopsi aspirasi jarum.c. Sitologi sputumSitologi sputum adalah tindakan diagnostik yang paling mudah dan murah. Semua bahan yang diambil dengan pemeriksaan tersebut di atas harus dikirim ke laboratorium Patologi Anatomik untuk pemeriksaan sitologi/histologi. Bahan berupa cairan harus dikirim segera tanpa fiksasi, atau dibuat sediaan apus, lalu difiksasi dengan alkohol absolut atau minimal alkohol 90%. Semua bahan jaringan harus difiksasi dalam formalin 4%.(PDPI, 2003)

6.2 Bronkiektasis merupakan kelainan karena terjadi dilatasi bronkus yang bersifat abnormal dan permanen. Dilatasi ini dapat bersifat fokal atau difus yang biasanya diakibatkan oleh infeksi kronik, obstruksi pernapasan proksimal atau abnormalitas bronkus kongenital.Insidens bronkiektasi meningkat seiring bertambahnya usia, sekitar 272 per 100.000 orang dengan usia lebih dari 75 tahun. Sering ditemui pada perempuan berusia di atas 50 tahunyang tidak merokok. Bronkiektasis sering terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki. Sebanyak 42% kasus disebabkan oleh infeksi. Penyakit bronkiektasis bersifat kronis dengan eksaserbasi akut sepanjang perjalanannya. Pseudomonas aeruginosa atau Haemophilus influenza menyebabkan proses peradangan dan menyebabkan rusaknya bronkus. Kemudian akan menghasilkan pigmen, protease, dan toksin yang dapat merusak epitel pernapasan dan klirens mukosilia. Proses inflamasi tersebut juga dapat menyebabkan kolonisasi bakteri mudah terjadi sehingga terjadi gangguan klirens mukosilier yang disebut dengan Vicious Cycle, kemudian menyebabkan neutrophil dan mediatorlainnya keluar dan menyebabkan kerusakan epitel yang semakin berat, obstruksi, kerusakan jalur napas, dan infeksi berulang.

Untuk menegakkan diagnosis bronkiektasis perlu dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat ditemukan gejala klinis seperti batuk berdahak, hemoptysis, lemas, penurunan berat badan, myalgia, sesak napas, mengi, demam, nyeri dada pleuritik, cor pulmonal, tidak ada atau riwayat merokok, riwayat keluhan yang kronik. Dari pemeriksaan fisik juga dapat ditemukan gejala seperti takipneu, ronki basah, mengi, jari tabuh. Jika disertai penyakit sistemik berat lainnya dapat terjadi hipoksemia kronik, cor pulmonal atau bahkan gagal jantung.Pada pemeriksaan foto thorax dapat terlihat gambaran seperti jalur tram, cincin, garis paralel dan struktur tubular serta terdapat gambaran khas yaitu honey comb. CT-Scan merupakan standar baku dalam mendiagnosis bronkiektasis dan lebih sensitive untuk mengetahui adanya dilatasi saluran napas pada kedua lobus dan lingual. Karakteristiknya yaitu bronchial tapering menurun, bronkus terlihat 1 cm pada tepi paru, rasio ukuran bronkoarteri meningkat. Pemeriksaan bronkoskopi fiberoptik dapat dilakukan untuk mengetahui penyebab penyumbatan endobronkial. Pemeriksaan sputum atau kultur sputum dapat ditemukan neutrofilia dan kolonisasi. Selain itu dapat dilakukan tes resistensi antibiotic terutama pada infeksi pseudomonas aeruginosa. (Hoffbrand, 2014)

6.3 Etiologi Disebebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis yang dapat menyerang paru dan ektra paru (pleura, tulang, usus, ginjal dan organ lainnya)a) Gejala sistemik/umum a. Penurunan nafsu makan dan berat badan. b. Perasaan tidak enak (malaise), lemah. c. Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.

b) Gejala khusus a. Bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru- paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak. b. Jika ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada.Pada lesi minimal, pemeriksaan fisis dapat normal atau dapat ditemukan tanda konsolidasi paru utamanya apeks paru. Tanda pemeriksaan fisik paru tersebut dapat berupa: a. Fokal fremitus meningkat, perkusi redup, bunyi napas bronkovesikuler atau adanya ronkhi terutama di apeks paru.b. Pada lesi luas dapat pula ditemukan tanda-tanda seperti deviasi trakea ke sisi paru yang terinfeksi, tanda konsolidasi, suara napas amporik pada cavitas atau tanda adanya penebalan pleura.Pemeriksaan foto toraks memberi gambaran bermacam-macam bentuk. Gambaran radiologi yang dicurigai lesi Tb paru aktif:a. Bayangan berawan/nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas dan segmen superior lobus bawah paru. b. Kaviti terutama lebih dari satu, dikelilingi bayangan opak berawan atau nodular. c. Bayangan bercak milier.d. Efusi Pleura Gambaran radiologi yang dicurigai Tb paru inaktif: a. Fibrotik, terutama pada segmen apical dan atau posterior lobus atas dan atau segmen superior lobus bawah. b. Kalsifikasi. c. Penebalan pleura

6.4 Menurut PDPI (2006) komplikasi tuberculosis adalah :a) Batuk darahb) Pneumotoraxc) Luluh parud) Gagal napase) Gagal jantungf) Efusi pleura

6.5 Pemeriksaan Sputum termasuk Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologik ini selain berasal dari dahak/sputum dapat berasal dari : cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH).Cara pengumpulan dan pengiriman bahan Cara pengambilan dahak 3 kali, setiap pagi 3 hari berturut-turut atau dengan cara: a. Sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan) b. Dahak Pagi ( keesokan harinya ) c. Sewaktu/spot ( pada saatmengantarkan dahak pagi) Bahan pemeriksaan / spesimen yang berbentuk cairan dikumpulkan/ ditampung dalam pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak bocor. Apabila ada fasiliti, spesimen tersebut dapat dibuat sediaan apus pada gelas objek (difiksasi) sebelum dikirim ke laboratorium.Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan apus kering di gelas objek atau untuk kepentingan biakan dan uji resistensi dapat ditambahkan NaCl 0,9% 3-5 ml sebelum dikirim ke laboratorium. Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada gelas objek dimasukkan ke dalam kotak sediaan) yang akan dikirim ke laboratorium, harus dipastikan telah tertulis identitas penderita yang sesuai dengan formulir permohonan pemeriksaan laboratorium. Bila lokasi fasiliti laboratorium berada jauh dari klinik/tempat pelayanan penderita, spesimen dahak dapat dikirim dengan kertas saring melalui jasa pos. Cara pembuatan dan pengiriman dahak dengan kertas saring: a. Kertas saring dengan ukuran 10 x 10 cm, dilipat empat agar terlihat bagian tengahnya b. Dahak yang representatif diambil dengan lidi, diletakkan di bagian tengah dari kertas saring sebanyak +1 ml c. Kertas saring dilipat kembali dan digantung dengan melubangi pada satu ujung yang tidak mengandung bahan dahak d. Dibiarkan tergantung selama 24 jam dalam suhu kamar di tempat yang aman, misal di dalam dus e. Bahan dahak dalam kertas saring yang kering dimasukkan dalam kantong plastik kecil f. Kantong plastik kemudian ditutup rapat (kedap udara) dengan melidahapikan sisi kantong yang terbuka dengan menggunakan lidi g. Di atas kantong plastik dituliskan nama penderita dan tanggal pengambilan dahak h. Dimasukkan ke dalam amplop dan dikirim melalui jasa pos ke alamat laboratorium. Pemeriksaan mikroskopik: a. Mikroskopik biasa (Pewarnaan Ziehl-Nielsen, pewarnaan Kinyoun Gabbett) b. Mikroskopik fluoresens (Pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya untuk screening))Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, dahak dipekatkan lebih dahulu dengan cara sebagai berikut: a. Masukkan dahak sebanyak 2 4 ml ke dalam tabung sentrifuge dan tambahkan sama banyaknya larutan NaOH 4%. b. Kocoklah tabung tersebut selam 5 10 menit atau sampai dahak mencair sempurna c. Pusinglah tabung tersebut selama 15 30 menit pada 3000 rpm d. Buanglah cairan atasnya dan tambahkan 1 tetes indicator fenol-merahpada sediment yang ada dalam tabung tersebut, warnanya menjadi merah e. Netralkan reaksi sedimen itu dengan berhati-hati meneteskan larutan HCl 2n ke dalam tabung sampai tercapainya warna merah jambu ke kuning-kuningan f. Sedimen ini selanjutnya dipakai untuk membuat sediaan pulasan (boleh juga dipakai untuk biakan M.tuberculosis ) lnterpretasi hasil pemeriksaan mikroskopik dari 3 kali pemeriksaan ialah bila : a. 2 kali positif, 1 kali negatif Mikroskopik positif b. 1 kali positif, 2 kali negatif ulang BTA 3 kali , kemudian bila 1 kali positif, 2 kali negatif Mikroskopik positif bila 3 kali negatf Mikroskopik negatif Intrepetasi hasil dilihat dari dahaknya :1) Sputum yang dihasilkan sewaktu membersihkan tenggorokan, kemungkinan berasal dari sinus, atau saluran hidung, bukan berasal dari saluran napas bagian bawah.2) Sputum banyak sekali & purulen proses supuratif (eg. Abses paru)3) Sputum yg terbentuk perlahan & terus meningkat tanda bronkhitis/ bronkhiektasis.4) Sputum kekuning - kuningan proses infeksi.5) Sputum hijau proses penimbunan nanah. Warna hijau ini dikarenakan adanya verdoperoksidase yg dihasikan oleh PMN dlm sputum. Sputum hijau ini sering ditemukan pada penderita bronkhiektasis karena penimbunan sputum dalam bronkus yang melebar dan terinfeksi.6) Sputum merah muda & berbusa tanda edema paru akut.7) Sputum berlendir, lekat, abu-abu/putih tanda bronkitis kronik.8) Sputum berbau busuk tanda abses paru/ bronkhiektasis.

6.6 Kelainan hematologi pada seorang penderita tuberkulosis dapat disebabkan karena proses infeksi tuberkulosis, efek samping OAT atau kelainan dasar hematologis yang sudah ada sebelumnya. Tuberkulosis dapat memberikan kelainan-kelainan hematologi yang sangat bervariasi dan dapat mengenai seri eritrosit, lekosit , trombosit serta gangguan pada sumsum tulang. (Lichtman A, 2001)

1) Eritrosit Menurun (anemia), disebabkan karena:a. Anemi penyakit kronisb. Defisiensi asam folat sekunder karena anoreksia atau peningkatan pemakaian folat c. Efisiensi vitamin B12 sekunder karena keterlibatan ileumd. Anemia hemolisis autotoimun e. Anemia sideroblastik sekunder karena gangguan metabolisme B6f. Fibrosis sumsum tulangg. Aplasi sumsum tulangh. Infiltrasi amiloid pada sumsum tulangi. HipersplenismeMeningkat (polisitemi), disebabkan karena:a. Tuberculosis ginjal menyebabkan penaingkatan eritropoietin (Lichtman A, 2001)Anemia hemolitikTuberkulosis dapat menimbulkan anemi hemolitik auotoimun yang bersifat sementara dan reaksi tes Coombs postitif. Anemia hemolitik berat kadang-kadang didapatkan pada tuberkulosis, beberapa di antaranya didapatkan pada tuberkulosis milier atau tuberkulosis limpa. Anemia sideroblastikGangguan metabolisme B6 dapat menimbulkan anemi sideroblastik dengan pembentukan sel sideroblast bercincin. Pemberian isoniazid, sikloserin atau pirazinamide dapat mencetuskan terjadinya anemi sideroblastik. (Lichtman A, 2001)Polisitemia Polisitemi ditemukan pada 8% penderita tuberkulosis dengan infiltrasi ke sumsum tulang.

2) Trombosit Menurun, disebabkan karena:a. Mekanisme imunologisb. Koagulasi intravaskuler diseminata c. Fibrosis sumsum tulangd. Aplasia sumsum tulange. HipersplenismeMeningkat, disebabkan karena:a. Reaksi fase akutTrombositosis Trombositosis adalah jumlah trombosit di atas 450000/mm3. Pada tuberkulosis dapat terjadi trombositosis reaktif, kadang-kadang melebihi 1.000.000/mm3. (Lichtman A, 2001)Trombositopeni Trombositopeni adalah jumlah trombosit di bawah 100000/mm3. Trombositopeni ditemukan pada 52 % penderita dengan infiltrasi tuberkulosis pada sumsum tulang. (Lichtman A, 2001)3) Limfosit Menurun, karena:a. Infeksi tuberculosisMeningkat, karena:a. Respon inflamasi4) Leukosit Leukositosis5) Netrofilia Netrofilia adalah peningkatan jumlah netrofil di atas 6000/mm3. Netrofilia ditemukan pada 20 % penderita tuberculosis dengan infiltrasi ke sumsum tulang. Netrofilia disebabkan karena reaksi imunologis dengan mediator sel limfosit T dan membaik setelah pengobatan.Pada infeksi tuberkulosis yang berat atau tuberkulosis milier, dapat ditemukan peningkatan jumlah netrofil dengan pergeseran ke kiri dan granula toksik (reaksi lekemoid).6) EosinofiliaEosinofili adalah peningkatan jumlah eosinofil di atas 700/mm3. Tuberkulosis dapat menimbulkan sindroma PIE (Pulmonary Infiltration with Eosinophilia) yang ditandai dengan adanya batuk, sesak, demam ,berkeringat, malaise dan eosinofili.7) BasofiliaBasofili adalah peningkatan jumlah basofil di atas 150/mm3. Merupakan respon terhadap inflamasi serta menunjukkan kemungkinan adanya kelainan dasar penyakit mieloproliferatif.8) Monositosis Monositosis adalah peningkatan jumlah monosit di atas 950/mm3. Monosit berperan penting dalan respon imun pada infeksi tuberkulosis. Monosit berperan dalam reaksi seluler terhadap bakteri tuberkulosis. Monosit merupakan sel utama dalam pembentukan tuberkel. Aktivitas pembentukan tuberkel ini dapat tergambar dengan adanya monositosis dalam darah.Monositosis dianggap sebagai petanda aktifnya penyebaran tuberkulosis. Adanya monositosis menunjukkan prognosis yang kurang baik. (Lichtman A, 2001)9) Limfositosis Limfositosis adalah peningkatan jumlah limfosit di atas 4000/mm3. Limfositosis merupakan respon imun normal di dalam darah dan jaringan limfoid terhadap tuberkulosis. Limfositosis menunjukkan proses penyembuhan tuberculosis10) LeukopeniLekopeni adalah penurunan jumlah lekosit di bawah 4000/mm3. Pada umumnya lekopeni disebabkan karena penurunan jumlah netrofil (netropeni). Infeksi mikobakterium tuberculosis dapat menimbulkan pansitopeni (anemi, lekopeni, trombositopenia.5) 6) 7) 8) 9) 10) 11) Netropeni Netropeni adalah penurunan netrofil di bawah 2000 /mm3. Netropeni biasanya merupakan bagian dari anemi dan disebabkan karena fibrosis atau disfungsi sumsum tulang atau sekuestrasi di limpa. Defisiensi folat dan vitamin B12 dapat menyebabkan netropeni. 12) Limfopeni Limfopeni adalah penurunan jumlah limfosit di bawah 1500 /mm3. Limfopeni menunjukkan proses tuberculosis aktif. Tuberkulosis yang aktif menyebabkan penurunan total limfosit T sebagai akibat penurunan sel T4. Limfopeni ditemukan pada 100 % penderita dengan infiltrasi tuberkulosis pada sumsum tulang. 13) Monositopeni Monositopeni adalah penurunan jumlah monosit di bawah 200/mm3. Monositosis ditemukan pada 40% penderita tuberkulosis dengan infiltrasi ke sumsum tulang. (Lichtman A, 2001)

6.7 Foto toraks menunjukkan gambaran fibroinfiltrat dan kavitas di paru kanan serta gambaran sarang tawon di apeks paru kiri. Gambaran radiologis beranekaragam ini semakin menguatkan diagnosis tuberkulosis, namun untuk memastikan diagnosis melalui gambaran radiologis selain gambaran posterior anterior dan lateral seharusnya dilakukan foto toraks top lordotik, oblik, dan tomografi dengan densitas keras karena masing-masing gambaran yang beranekaragam ini menggambarkan juga proses penyakit lain seperti kavitas pada abses paru dan infiltrat pada kanker paru. (Zulkifli, 2006)Sedangkan gambaran radiologis pada pasien skenario kemungkinan dimulai dengan proses TB primer dimulai di paru kanan yang membuat banyak lesi dan kavitas sehingga memungkinkan relaps menjadi TB pascaprimer yang menyebar ke paru kiri serta akibat terbentuknya banyak kavitas menyebabkan juga bronkiektasis di apeks paru kiri karena tingginya tekanan oksigen di daerah tersebut dibandingkan daerah lain membuat kuman tumbuh dengan baik.Pemeriksaan radiologis seringkali menunjukkan adanya TB, tetapi hampir tidak dapat membuat diagnosis berdasarkan pemeriksaan ini saja karena hampir semua manifestasi TB dapat menyerupai penyakit-penyakit lainnya. (Price, 2006)Secara patologis, manifestasi TB paru biasanya berupa suatu kompleks kelenjar getah bening parenkim. Pada orang dewasa, segmen apeks dan posterior lobus atas atau segmen superior lobus bawah merupakan tempat-tempat yang sering menimbulkan lesi yang terlihat homogen dengan densitas yang lebih pekat. Dapat juga terlihat adanya pembentukan kavitas dan gambaran penyakit yang menyebar yang biasanya bilateral. Ketidaknormalan apapun pada foto dada seseorang yang positif HIV dapat mengindikasikan adanya penyakit TB. Sebenarnya, seseorang yang positif HIV dengan penyakit TB dapat memiliki foto dada yang normal. (CDC, 2000)Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk menentukan lesi tuberkulosis. Pemeriksaan ini memang membutuhkan biaya lebih dibandingkan pemeriksaan sputum, tetapi dalam beberapa hal memberikan keuntungan seperti pada tuberculosis anak-anak dan tuberculosis milier. Pada kedua hal di atas diagnosis dapat diperoleh melalui pemeriksaan radiologis dada, sedangkan pemeriksaan sputum hampir selalu negatif.Lokasi lesi tuberculosis umumnya di daerah apeks paru (segmen apikal lobus atas atau segmen apikal lobus bawah), tetapi dapat juga mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau daerah hillus menyerupai tumor paru (misalnya pada tuberculosis endokondrial).Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia, gambaran radiologis berupa bercak-bercak seperti awan dan dengan batas-batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini dikenal sebagai tuberculoma.Gambar 1: Bayangan berawan pada lapang paruPada kavitas bayangannya berupa cincin yang mula-mula berdinding tipis. Lama-lama dinding jadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila terjadi fibrosis terlihat bayangan yang bergaris-garis. Pada kalsifikasi bayangannya tampak sebagai bercak-bercak padat dengan densitas tinggi. Pada atelektasis terlihat seperti fibrosis yang luas disertai penciutan yang dapat terjadi pada sebagian atau satu lobus maupun pada satu bagian paru.Gambar 2: Cavitas pada apex paru dextraGambaran tuberculosis milier terlihat berupa bercak-bercak halus yang umumnya tersebar merata pada seluruh lapangan paru.Gambar 3: Gambaran TB milierGambaran radiologis lain yang sering menyertai tuberculosis paru adalah penebalan pleura (pleuritis), massa cairan di bagian bawah paru (efusi pleura/empiema), bayangan hitam radio-lusen di pinggir paru/ pleura (pneumotoraks).

Gambar 4: Gambaran efusi pleura pada cavum pleura sinistraPada satu foto dada sering didapatkan bermacam-macam bayangan sekaligus (pada tuberculosis yang sudah lanjut) seperti infiltrat, garis-garis fibrotik, kalsifikasi, kavitas (non sklerotik/sklerotik) maupun atelektasis dan emfisema.Tuberculosis sering memberikan gambaran yang aneh-aneh, terutama gambaran radiologis sehingga dikatakan tuberculosis is the great imitator. Gambaran infiltrasi dan tuberculoma sering diartikan sebagai pneumonia, mikosis paru, karsinoma bronkus atau karsinoma metastasis. Gambaran kavitas sering diartikan sebagai abses paru. Di samping itu perlu diingat juga faktor kesalahan dalam mebaca foto. Faktor kesalahan ini dapat mencapai 25%. Oleh sebab itu untuk diagnosisd radiologi sering dilakukan juga foto dengan proyeksi densitas keras.Adanya bayangan (lesi) pada foto dada, bukanlah menunjukkan adanya aktivitas penyakit, kecuali suatu infiltrat yang betul-betul nyata. Lesi penyakit yang sudah non-aktif, sering menetap selama hidup pasien. Lesi yang berupa fibrotik, kalsifikasi, kavitas, schwarte, sering dijumpai pada orang-orang yang sudah tua.Pemeriksaan khusus yang kadang-kadang juga diperlukan adalah bronkografi, yakni untuk melihat kerusakan bronkus atau paru yang disebabkan oelh tuberculosis. Pemeriksaan ini umumnya dilakukan bila pasien akan mengalami pembedahan paru.Pemeriksaan radiologis dada yang lebih canggih dan saat ini sudah banyak dipakai di rumah sakit rujukan adalah Computed Tomography Scanning (CT Scan). Pemeriksaan ini lebih superior dibanding lebih superior dibanding radiologis biasa. Perbedaan densitas jaringan terlihat lebih jelas dan sayatan dapat dibuat transversal.Pemeriksaan lain yang lebih canggih lagi adalah Magnetic Resonance Imaging (MRI). Pemeriksaan MRI ini tidak sebaik CT Scan, tetapi dapat mengevaluasi proses-proses dekat apeks paru, tulang belakang, perbatasan dada-perut. Sayatan bisa dibuat transversal, sagital dan koronal. (Amin, 2007)

6.8 Penggunaan Obat Anti TB yang dipakai dalam pengobatan TB adalah antibotik dan anti infeksi sintetis untuk membunuh kuman Mycobacterium. Aktifitas obat TB didasarkan atas tiga mekanisme, yaitu aktifitas membunuh bakteri, aktifitas sterilisasi, dan mencegah resistensi. Obat yang umum dipakai adalah Isoniazid (H), Etambutol (E), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), dan Streptomisin (S). (PDPI, 2006)Sesuai dengan sifat kuman TB, untuk memperoleh efektifitas pengobatan, maka prinsip-prinsip yang dipakai yaitu:a. Menghindari penggunaan monoterapi. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Hal ini untuk mencegah timbulnya kekebalan terhadap OAT. b. Untuk menjamin kepatuhan penderita dalam menelan obat, pengobatan dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO). c. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan: a) Tahap IntensifPada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan. b) Tahap LanjutanPada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten (dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan Paduan pengobatan yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan TB oleh Pemerintah Indonesia:(PDPI, 2006)1) KATEGORI-1 (2HRZE/4H3R3) Tahap intensif terdiri dari HRZE diberikan setiap hari selama 2 bulan. Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari HR diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan. Obat ini diberikan untuk:a. Penderita baru TB Paru BTA Positifb. Penderita baru TB Paru BTA negatif Rntgen Positif yang sakit beratc. Penderita TB Ekstra Paru berat

(PDPI, 2006)2) KATEGORI -2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3) Tahap intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan HRZES setiap hari. Dilanjutkan 1 bulan dengan HRZE setiap hari. Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang diberikan tiga kali dalam seminggu. Obat ini diberikan untuk penderita TB paru BTA (+) yang sebelumnya pernah diobati, yaitu:a. Penderita kambuh (relaps).b. Penderita gagal (failure).c. Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default).

(PDPI, 2006)3) KATEGORI-3 (2HRZ/4H3R3)Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZ), diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan 3 kali seminggu. Obat ini diberikan untuk: a. Penderita baru BTA negatif dan rntgen positif sakit ringan.b. Penderita TB ekstra paru ringan.

(PDPI, 2006)4) OAT SISIPAN (HRZE) Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan obat sisipan (HRZE) setiap hari selama 1 bulan. Paduan OAT sisipan untuk penderita dengan berat badan antara 33 50 kg yaitu 1 tablet Isoniazid 300 mg, 1 kaplet Rifampisin 450 mg, 3 tablet Pirazinamid 500 mg, 3 tablet Etambutol 250 mg Satu paket obat sisipan berisi 30 blister HRZE yang dikemas dalam 1 dos kecil.

OBAT ANTI TUBERKULOSIS KOMBINASI TETAP Disamping Kombipak, saat ini tersedia juga obat TB yang disebut Fix Dose Combination (FDC). Obat ini pada dasarnya sama dengan obat kompipak, yaitu rejimen dalam bentuk kombinasi, namun didalam tablet yang ada sudah berisi 2, 3 atau 4 campuran OAT dalam satu kesatuan. WHO sangat menganjurkan pemakaian OAT-FDC karena beberapa keunggulan dan keuntungannya dibandingkan dengan OAT dalam bentuk kombipak apalagi dalam bentuk lepas.Keuntungan penggunaan OAT FDC yaitu:a. Mengurangi kesalahan peresepan karena jenis OAT sudah dalam satu kombinasi tetap dan dosis OAT mudah disesuaikan dengan berat badan penderitab. Dengan jumlah tablet yang lebih sedikit maka akan lebih mudah pemberiannya dan meningkatkan penerimaan penderita sehingga dapat meningkatkan kepatuhan penderita.c. Dengan kombinasi yang tetap, walaupun tanpa diawasi, maka penderita tidak bisa memilih jenis obat tertentu yang akan ditelan.d. Dari aspek manajemen logistik, OAT-FDC akan lebih mudah pengelolaannya dan lebih murah pembiayaannya. PERHATIAN KHUSUS UNTUK PENGOBATAN Beberapa kondisi berikut ini perlu perhatian khusus yaitu :a. Wanita hamil Pada prinsipnya paduan pengobatan TB pada wanita hamil tidak berbeda dengan pengobatan TB pada umumnya. Semua jenis OAT aman untuk wanita hamil, kecuali streptomisin karena dapat menembus barier placenta dan dapat menyebabkan permanent ototoxic terhadap janin dengan akibat terjadinya gangguan pendengaran dan keseimbangan yang menetap pada janin tersebut. Perlu dijelaskan kepada ibu hamil bahwa keberhasilan pengobatannya sangat penting artinya supaya proses kelahiran dapat berjalan lancar dan bayi yang akan dilahirkannya terhindar dari kemungkinan penularan TB. (PDPI, 2006)b. Ibu menyusui dan bayinya Pada prinsipnya paduan pengobatan TB pada ibu menyusui tidak berbeda dengan pengobatan pada umumnya. Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui. Seorang ibu menyusui yang menderita TB harus mendapat paduan OAT secara adekuat. Pemberian OAT yang tepat merupakan cara terbaik untuk mencegah penularan kuman TB kepada bayinya. Ibu dan bayi tidak perlu dipisahkan dan bayi tersebut dapat terus menyusu. Pengobatan pencegahan dengan INH dapat diberikan kepada bayi tersebut sesuai dengan berat badannya selama 6 bulan. BCG diberikan setelah pengobatan pencegahan. (PDPI, 2006)c. Wanita penderita TB pengguna kontrasepsi. Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal (pil KB, suntikan KB, susuk KB), sehingga dapat menurunkan efektifitas kontrasepsi tersebut. Seorang wanita penderita TB seyogyanya mengggunakan kontrasepsi nonhormonal, atau kontrasepsi yang mengandung estrogen dosis tinggi (50 mcg). (PDPI, 2006)d. Penderita TB dengan infeksi HIV/AIDS Prosedur pengobatan TB pada penderita dengan infeksi HIV/AIDS adalah sama seperti penderita TB lainnya. Obat TB pada penderita HIV/AIDS sama efektifnya. (PDPI, 2006)e. Penderita TB dengan hepatitis akut Pemberian OAT pada penderita TB dengan hepatitis akut dan atau klinis ikterik, ditunda sampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan. Pada keadaan dimana pengobatan TB sangat diperlukan dapat diberikan SE selama 3 bulan sampai hepatitisnya menyembuh dan dilanjutkan dengan RH selama 6 bulan, bila hepatitisnya tidak menyembuh seharus dilanjutkan sampai 12 bulan. (PDPI, 2006)f. Penderita TB dengan penyakit hati kronik Bila ada kecurigaan gangguan fungsi hati, dianjurkan pemeriksaan faal hati sebelum pengobatan TB. Kalau SGOT dan SGPT meningkat lebih dari 3 kali OAT harus dihentikan. Pirazinamid (Z) tidak boleh digunakan. Paduan obat yang dapat dianjurkan adalah 2RHES/6RH atau 2HES/10HE atau 9RE. (PDPI, 2006)g. Penderita TB dengan gangguan ginjal Isoniazid, Rifampisin dan Pirazinamid dapat diberikan dengan dosis normal pada penderita-penderita dengan gangguan ginjal. Hindari penggunaan Streptomisin dan Etambutol kecuali dapat dilakukan pengawasan fungsi ginjal dan dengan dosis diturunkan atau interval pemberian yang lebih jarang. Paduan OAT yang paling aman untuk penderita dengan gangguan ginjal adalah 2RHZ/6HR. (PDPI, 2006)h. Penderita TB dengan Diabetes Melitus Diabetesnya harus dikontrol. Perlu diperhatikan bahwa penggunaan Rifampisin akan mengurangi efektifitas obat oral anti diabetes (sulfonil urea) sehingga dosisnya perlu ditingkatkan. Hati-hati dengan penggunaan etambutol, karena mempunyai komplikasi terhadap mata. (PDPI, 2006)

EFEK SAMPING1) Efek samping ringan(PDPI, 2006)

2) Efek samping berat(PDPI, 2006)

KesimpulanBerdasarkan tanda-tanda yang diperlihatkan pasien pada skenario kali ini, diagnosis yang mungkin pada pasien adalah tuberkulosis (TB). Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycrobacterium tuberculosis.Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis pada skenario adalah pemeriksaan sputum, pemeriksaan darah, pemeriksaan foto rongent thorax, dan pemeriksaan biopsi jarum halus (BAJAH).Penatalaksaan yang dapat dilakukan adalah dengan penggunaan obat anti TB yang berupa antibotik dan antiinfeksi sintetis untuk membunuh kuman Mycobacterium. Aktifitas obat TB didasarkan atastiga mekanisme, yaitu aktifitas membunuh bakteri, aktifitas sterilisasi, dan mencegahresistensi. Obat yang umum dipakai adalah Isoniazid (H), Etambutol (E), Rifampisin (R),Pirazinamid (Z), dan Streptomisin (S).Penatalaksanaan TB dilakukan dalam 2 tahap yaitu tahap intensif dan tahap lanjutan. Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari danperlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan obat. Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit,namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan pentinguntuk membunuh kuman persister (dormant) sehingga mencegahterjadinya kekambuhan.SaranPada tutorial skenario 5 ini kelompok kami sudah dapat mengemukakan pendapat nya dengan baik. Diharapkan kelompok kami lebih dapat mencari referensi yang bersifat klinis dan semua anggota kelompok dapat berfikir kritis. Semoga pada tutorial berikutnya kelompok kami dapat lebih aktif berpendapat dan memahami skenario dengan lebih baik.

Daftar PustakaA, Aziz Alimul, 2008, Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, Jakarta: Salemba MedikaAlmatsier S. 2005. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka UtamaAmin Z. Manifestasi Klinik Dan Pendekatan Pada Pasien Dengan Kelainan Sistem Pernapasan. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, Editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Ed 5. Jakarta: InternaPublishing; 2009. h. 969-73Arif, Mansjoer, dkk. 2009. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Medica Aesculpalu: FKUIA.V. Hoffbrand, J.E. Petit, P.A.H. Moss. 2014. Kapita Selekta Hematologi Jilid 2 Edisi 4. Jakarta: EGC Centers for Disease Control and Prevention (CDC), 2000. Outbreak Of Mesotherapy Associated Skin Reactions District of Columbia Area, January - February 2000. MMWR Morb Mortal Wkly Rep 54(44): 1127-30Croft, J, Norman, H, Fred, M., 2002.Tuberkulosis Klinik. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Widya MedikDarmanto Sp.P FCCP, 2009, Respirologi, Jakarta EGCDR. R. Darmanto djojodibroto, SP. p, FCCP, 2009, Respirologi, Jakarta, EGCKNPK.2015.Pedoman Nasional Penanganan Kanker Paru. Jakarta : Kementrian Kesehatan Republik IndonesiaPerhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). 2006. Tuberculosis: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.Price, S.A, Standridge, M.P, 2006. Tuberkulosis Paru. Dalam: Price S.A., Wilson, L.M., Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, 6th ed. Volume 1. Jakarta: EGC, 852-861.Price, S.A, Standridge, M.P, 2006. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, 6th ed. Volume 2. Jakarta: EGCRasmin, Menaldi.2010.Editorial Hemoptisis. Departemen Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI SMF Paru RSUP PersahabatanSeligsohn U. Disseminated Intravascular Coagulopathy. In : Beutler E. Lichtman A,Coleer BS, Kipps TJ, Selingsohn U, eds. William Hematology, 6th ed. Vol 1.New York: Mc Graw-Hill, 2001 : 882.Sudoyo, Aru W, dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUISuryo, Joko. 2010. Herbal: Penyembuh Gangguan Sistem Pernapasan. Yogyakarta: B FirstStoppler, M.C.2010.Lung Cancer. Available from: http://www.emedicinehealthZulkifli. (2006). Psikologi Perkembangan, Bandung: Rosdakarya45