KLB DIFTERI

8
DIFTERITerdapat 3 jenis type C.difteri yaitu mitis, intermedius dan gravis yang terbagi menjadi beberapa varian.Difteri mempunyai gejala klinis demam ± 38°C, peudomembran putih keabu-abuanyang tak mudah lepas dan mudah berdarah di faring, laring atau tonsil, sakit waktumenelan , leher membengkak seperti leher sapi (bullneck) dan sesak nafas disertaistridor. Masa inkubasi antara 2-5 hari. Masa penularan penderita 2-4 minggu sejak masa inkubasi, sedangkan masa penularan carrier bisa sampai 6 bulan.Ciri khas dari penyakit ini ialah pembekakan di daerah tenggorokan, yang berupareaksi radang lokal, dimana pembuluh-pembuluh darah melebar mengeluarkan seldarah putih sedang sel-sel epitel disitu rusak, lalu terbentuklah disitu membaran putihkeabu-abuan(psedomembrane). Membran ini sukar diangkat dan mudah berdarah. Di bawah membran ini bersarang kuman difteri dan kuman-kuman ini mengeluarkanexotoxin yang memberikan gejala-gejala yang lebih berat dan Kelenjer getah beningyang berada disekitarnya akan mengalami hiperplasia dan mengandung toksin.Eksotoksin dapat mengenai jantung dapat menyebabkan miyocarditisct toksik ataumengenai jaringan perifer sehingga timbul paralisis terutama pada otot- otot pernafasan. Toksini ini juga dapat menimbulkan nekrosis fokal pada hati dan ginjal,malahan dapat timbul nefritis interstisial. Penderita yang paling berat didapatkan padadifterifauncial dan faringea karena terjadi penyumbatan membran pada laring dantrakea sehingga saluran nafas ada obstruksi dan terjadi gagal napas, gagal jantung yang bisa mengakibatkan kematian, ini akibat komplikasi yang seriing pada bronkopneumoniDeterminanBeberapa kemungkinan faktor yang menyebabkan kejadian Difteria diantaranya :1. Cakupan imunisasi, artinya dimana ada bayi yang kurang bahkantidak mendapatkan imunisasi DPT secara lengkap.Berdasarkan penelitian Basuki Kartono bahwa anak dengan statusimunisasi DPT dan DT yang tidak lengkap beresiko menderita difteri46.403 kali lebih besar dari pada anak yang status imunisasi DPT danDT lengkap.2. Kualitas vaksin, artinya pada saat proses pemberian vaksinasi kurangmenjaga Coldcain secara sempurna sehingga mempengaruhi kualitasvaksin.3. Faktor Lingkungan,4. Rendahnya tingkat pengetahuan ibu, dimana pengetahuan akan pentingnya imunisasi sangat rendah dan kurang bisa mengenali secaradini gejala-gejala penyakit difteria.5. Akses pelayanan kesehatan yang rendah, dimana hal ini dapat dilihatdari rendahnya cakupan imunisasi di beberapa daerah tertentu.Misalnya di Kabupaten Sidoarjo, berdasarkan data yang ada ada empatdesa yang belum tercapai program imunisasinya, yakni Sekardangan,Porong, Tanggulangin dan Kedungsolo JabonKLB Kejadian Luar Biasa (KLB) : adalah timbulnya suatu kejadiankesakitan/kematian dan atau meningkatnya suatu kejadiankesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis

description

KLB DIFTERI

Transcript of KLB DIFTERI

Page 1: KLB DIFTERI

DIFTERITerdapat 3 jenis type C.difteri yaitu mitis, intermedius dan gravis yang terbagi menjadi beberapa varian.Difteri mempunyai gejala klinis demam ± 38°C, peudomembran putih keabu-abuanyang tak mudah lepas dan mudah berdarah di faring, laring atau tonsil, sakit waktumenelan , leher membengkak seperti leher sapi (bullneck) dan sesak nafas disertaistridor. Masa inkubasi antara 2-5 hari. Masa penularan penderita 2-4 minggu sejak masa inkubasi, sedangkan masa penularan carrier bisa sampai 6 bulan.Ciri khas dari penyakit ini ialah pembekakan di daerah tenggorokan, yang berupareaksi radang lokal, dimana pembuluh-pembuluh darah melebar mengeluarkan seldarah putih sedang sel-sel epitel disitu rusak, lalu terbentuklah disitu membaran putihkeabu-abuan(psedomembrane). Membran ini sukar diangkat dan mudah berdarah. Di bawah membran ini bersarang kuman difteri dan kuman-kuman ini mengeluarkanexotoxin yang memberikan gejala-gejala yang lebih berat dan Kelenjer getah beningyang berada disekitarnya akan mengalami hiperplasia dan mengandung toksin. Eksotoksin dapat mengenai jantung dapat menyebabkan miyocarditisct toksik ataumengenai jaringan perifer sehingga timbul paralisis terutama pada otot-otot  pernafasan. Toksini ini juga dapat menimbulkan nekrosis fokal pada hati dan ginjal,malahan dapat timbul nefritis interstisial. Penderita yang paling berat didapatkan padadifterifauncial dan faringea karena terjadi penyumbatan membran pada laring dantrakea sehingga saluran nafas ada obstruksi dan terjadi gagal napas, gagal jantung yang bisa mengakibatkan kematian, ini akibat komplikasi yang seriing pada bronkopneumoniDeterminanBeberapa kemungkinan faktor yang menyebabkan kejadian Difteria diantaranya :1. Cakupan imunisasi, artinya dimana ada bayi yang kurang bahkantidak mendapatkan imunisasi DPT secara lengkap.Berdasarkan penelitian Basuki Kartono bahwa anak dengan statusimunisasi DPT dan DT yang tidak lengkap beresiko menderita difteri46.403 kali lebih besar dari pada anak yang status imunisasi DPT danDT lengkap.2. Kualitas vaksin, artinya pada saat proses pemberian vaksinasi kurangmenjaga Coldcain secara sempurna sehingga mempengaruhi kualitasvaksin.3. Faktor Lingkungan,4. Rendahnya tingkat pengetahuan ibu, dimana pengetahuan akan pentingnya imunisasi sangat rendah dan kurang bisa mengenali secaradini gejala-gejala penyakit difteria.5. Akses pelayanan kesehatan yang rendah, dimana hal ini dapat dilihatdari rendahnya cakupan imunisasi di beberapa daerah tertentu.Misalnya di Kabupaten Sidoarjo, berdasarkan data yang ada ada empatdesa yang belum tercapai program imunisasinya, yakni Sekardangan,Porong, Tanggulangin dan Kedungsolo JabonKLBKejadian Luar Biasa (KLB) : adalah timbulnya suatu kejadiankesakitan/kematian dan atau meningkatnya suatu kejadiankesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis padasuatu kelompok penduduk dalam kurun waktu tertentu(Undang-undang Wabah, 1969).Wabah : adalah peningkatan kejadian kesakitan/kematian,yangmeluassecara cepat baik dalam jumlah kasus maupunluas daerah penyakit, dan dapat menimbulkan malapetaka.Kriteria Kerja KLB:1. Timbulnya suatu penyakit/menular yang sebelumnya tidak ada/tidak dikenal.2. Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus menerus selama 3 kurun waktu berturut-turut menurut jenis penyakitnya.3. Peningkatan kejadian penyakit/kematian, 2 kali atau lebih dibandingkandengan periode sebelumnya.4. Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikkan dua kali lipatatau lebih bila dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahunsebelumnya.5. Angka rata-rata per bulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan dua kalilipat atau lebih dibanding dengan angka rata-rata perbulan dari tahunsebelumnya.6. Case Fatality Rate (CFR) dari suatu penyakit dalam suatu kurun waktu tertentum e n u n j u k k a n k e n a i k a n 5 0 % a t a u l e b i h , d i b a n d i n g d e n g a n C F R d a r i p e r i o d e sebelumnya.7. Proposional Rate (PR) penderita baru dari suatu periode tertentumenunjukkan kenaikan dua kali atau lebih periode yang sama dalam kurunwaktu/tahun sebelumnya.8. Beberapa penyakit khusus: kolera, DBD/DSS:a. Setiap peningkatan kasus dari periode sebelumnya (pada daerah endemis) b. Terdapat satu atau lebih penderita baru dimana pada periode 4 minggusebelumnya daerah tersebut dinyatakan bebas dari penyakit yang bersangkutan.9. Beberapa penyakit yang dialami 1 atau lebih penderita: keracunan makanan,keracunan pestisida.Tujuan Penyidikan KLBTujuan Umum :• Mencegah meluasnya ( penanggulangan

Page 2: KLB DIFTERI

).• Mencegah terulangnya KLB di masa yang akan datang( pengendalian).Tujuan khusus :• Diagnosis kasus yang terjadi dan mengidentifikasi penyebab penyakit .• Memastikan bahwa keadaan tersebut merupakan KLB,• Mengidentifikasikan sumber dan cara penularan• Mengidentifikasi keadaan yang menyebabkan KLB• Mengidentifikasikan populasi yang rentan atau daerah yang beresiko akan terjadi KLB (CDC, 1981; Bres, 1986).LANGKAH-LANGKAH PENYIDIKAN KLB1 Persiapan penelitian lapangan.2 Menetapkan apakah kejadian tersebut suatu KLB.3 Memastikan Diagnosis Etiologis4 Mengidentifikasikan dan menghitung kasus atau paparan5 Mendeskripsikan kasus berdasarkan orang, waktu dan tempat.6 Membuat cara penanggulangan sementara dengan segera(jika diperlukan).7 Mengidentifikasi sumber dan cara penyebaran8 Mengidentifikasi keadaan penyebab KLB9 Merencanakan penelitian lain yang sistimatis10 Menetapkan saran cara pencegahan atau penanggulangan.11 Menetapkan sistim penemuan kasus baru atau kasus dengankomplikasi.12 Melaporkan hasil penyidikan kepada instansi kesehatansetempat dan kepada sistim pelayanan kesehatan yang lebih ting9gi.Kegiatan Penanggulangan KLB Diphteria. Penyelidikan EpidemiologiKegiatan ini bertujuan untuk mengetahui Indeks kasus atau palingtidak dari mana kemungkinan kasus berawal , mencari kasus-kasustambahan, cara penyebaran kasus, waktu penyebaran kasus,arah penyebaran penyakit, kontak erat penderita, kasus karier dan penanggulangannyab. Tatalaksana kasusPenderita secepatnya dirujuk ke Rumah Sakit, ditempatkan diruang isolasic. Data Record reviewKegiatan ini dilakukan di Rumah Sakit dengan cara aktif melakukanreview dari data record medik atau register RSd. Faktor RisikoDalam KLB Diphteri diketahui beberapa faktor risiko seperti tak imunisasi, tak validnya dosis imunisasi, status gizi rendah, suhulemari es >8C, mobilitas penduduk tinggi, tidak ada bidan desa, dll.e. Identifikasi Risiko TinggiPopulasi ini biasanya terjadi pada anak-anak yang tak diimunisasiyang kontak/mungkin kontak dengan penderita Diphteri, daerahdengan cakupan imunisasi (DPT3. DT) rendah (non UCI)f. Alat Perlindungan Diri (APD)Alat perlindungan di sangat mutlak digunakan oleh petugaskesehatan. Penularan difteri yang sangat mudah akan menjadikantertularnya petugas hingga menjadi sajkit atau bahkan menjadikerier sehingga m,enjadi sumber penularan ke orang lain.g. Pengambilan dan pemeriksaan spesimenSetiap kasus difteri yang muncul maka dilakukan penyelidikanepidemiologi dan pengambilan spesimen untuk konfirmasi kasus.Spesimen yang diambil terutama kepada penderita, kontak eratserumah, kontak paling erat penderita di tetangga, teman bermain,teman sekolah, teman ngaji, teman les, teman sekerja, dllh. Pemberian ProphilaksisProphilaksis dilakukan dengan antibiotika Erytromisin (etylsuksinat) dengan dosis 50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 kali pemberian selama 7 hari.i. Intervensi Faktor Risiko (FR)Setelah dapat diketahui faktor risiko KLB Diphteria tersebut maka perlu dilakukan intervensi sesuai masalahnya (faktor risikonya).Misal, status imunisasi sebagai faktor risiko KLB Diphteri dancakupan imunisasi daerah KLB rendah, maka peningkatan cakupanimunisasi perlu dilakukan. Demikian juga jika manajemenimunisasi (rantai dingin, tenaga, kualitas vaksin, kualitas imunisasi,dll) yang menjadi masalah sedangkan cakupan imunisasinyatinggi/rendah, maka imunisasi massal sesuai kriteria pemberian perlu dilakukan. Kriteria pemberian untuk imunisasi, sebagai berikuta. Usia < 3 tahun DPT-HB b. Usia 3 – 7 tahun : DTc. Usia > 7 tahun Td j. Surveilans intensive

Page 3: KLB DIFTERI

Surveilans intensive Diphteri bertujuan untuk Kewaspadaan Dinidengan menemukan kasus secara awal dengan gejala miripDiphteri di wilayah yang dicurigai telah terjadi penyebaran.termasuk kegiatan imunisasi sehingga diharapkan adanyakewaspadaan petugas imunisasi dalam pelaksanaan imunisasi.k. Survei Cakupan imunisasiMelakukan survey cakupan imunisasi DPT-Hb3 minimal 30 balita disekitar kasus untuk mengetahui cakupan imunisasisekitar kasus.l. PelaporanLaporan cepat <24 jam. Bisa didahului dengan telephon atau SMSnamun harus dilanjutkan dengan form W1.MASALAH- Sejak tahun 2007 terjadi peningkatan kasus yang bermakna pdakelompok usia > 10 tahun tapi kasus tetap dominan pada kelompok usia 1-4 th dan 5-9 tahun- Sekitar 70% kasus Diphteri ternyata pada kelompok usia < 7 tahun- Sekitar 50% penderita Diphteri sudah diimunisasi lengkap, Catatanimunisasi tidak ada, monitor kualitas pelayanan imunisasi, sepertimutu vaksinnya belum diketahui. Jadi hanya sekitar 10-15% saja dari penderita yang sakit dengan status imunisasi lengkap dan valid.- Kontak erat penderita biasanya banyak, sehingga memerlukanEritromisin cukup banyak untuk kontak erat ” kasus ” atau ” karier ”dan sangat sulit mendeteksi seluruh kontak eratnya padahal karier yang tidak mendapatkan prophilaksis akan terus menjadi kerier dansumber penularan selama 6 bulan.- Intervensi dengan vaksinasi massal sampai saat ini belum bisadilakukan karena keterbatasan biaya operasional dan vaksin Td.- Kebijakan nasional imunisasi rutin tentang pelaksanaan backlogfighting/BLF (penyulaman) bagi desa/kelurahan non UCI 2 tahun berturut-turut tidak dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota,sehingga dari tahun ke tahun terjadi penggelembungan jumlah anak yang belum kebal terhadap infeksi diphteri.

  - Rendahnya / tidak adanya / terbatasnya kdana untuk kegiatansurveilans di daerah menyebabkan aktifitas penanggulangan dankegiatan surveilans difteri belum optimal- Biaya pengobatan difteri sangat tinggi, ADS (Antui Difteri Serum)sangat mahal dan sulit dicari demikian juga dengan Eritromisin- Pengobatan profilaksis sangat lama (7-10 hari) dengan dosis yangtinggi ( 50mg/KgBB/hari) dibagi dalam 4 dosis- Efek sampinmg eritromisin seperti perih, mual, muntah dan diaremenajdi tingginya angka ” DO (Drop out)” pengobatan profilaksis padakontak erat penderita- Belum tersedianya ”Ruang Isolasi” khusus penyakit menular ( difteri)yang memadai di setiap RSUD Kab/Kota untuk merawat penderitaagar tidak terjadi Nosokomial infeksi- Terbatasnya stock ADS dan Eritromisin di tingkat Provinsi sehinggakebutuhan logistik tersebut masih sering di supplay dari Kemenkes .Kebutuhan ADS dan Eritromisin untuk difteri sangat banyak dan belumsemua Kab/Kota menyediakan sendiriUPAYA YANG TELAH DILAKUKAN1. Melacak setiap kasus dan ditindak-lanjuti dengan pengobatan dan prophilaksis kepada kontak erat.2. Melaporkan kasus difteri di Jawa Timur kepada KementerianKesehatan RI.3. Membuat surat edaran Kepala Dinas Kesehatan Provinsi kepadaKepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Direktur RSU untuk  peningkatan kewaspadaan terhadap diphteri dan tata cara penanggulangannya.4. Pengambilan dan pemeriksaan sampel laboratorium untuk memastikan adanya diphteri terhadap penderita dan kontak erat bekerjasama dengan BBLK Surabaya.5. Sosialisasi penanggulangan KLB Diphteri kepada petugas surveilanskabupaten/kota dan Puskesmas se Jawa Timur.6. Memberikan bantuan operasional penanggulangan KLB terutamakepada kabupaten/kota terjangkit dan tidak ada atu kekurangan danaoperasional.7. Meningkatan mutu pelayanan imunisasi dengan cara melaksanakan pelatihan bagi pelaksana imunisasi di desa dan di unit pelayananswasta serta bagi pengelola rantai vaksin kabupaten/kota danPuskesmas.8. Melaksanakan umpan balik kuantitas dan kualitas data laporan program imunisasi ke Bupati/Walikota se Jawa Timur.9. Supervisi suportif ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota danPuskesmas bermasalah, yaitu ditemukan kasus diphteri, kasus KIPIdan target UCI bulan tidak tercapai.10. Rapat koordinasi lintas program (P3-PMK, kesga, kespro, promkes,dan P2).11. Membuat surat edaran kepada Kepala Dinas KesehatanKabupaten/Kota tentang penggunaan dana Bantuan

Page 4: KLB DIFTERI

OperasionalKesehatan (BOK) untuk program imunisasi.12. Sosilasisasi dan pelatihan tentang penanggulangan difteri, deteksi dinidifteri, cara pengambilan spesimen difteri, manajemen cool chain, programer imunisasi kepada petugas kesehatan di Kab/kota danPuskesmas di Jawa Timur 13. Melakukan ORI (outbreak Respons Imunisasi) di 11 Kab/Kota dengankasus yang tinggi kepada anak usia 12 bulan s/d 15 tahun pada tahun201014. Melakukan ORI terbatas di wilayah sekitar KLB, sesaat setalah terjadi15. Peningkatan kapasitas Laboratorium (Balai Besar LaboratoriumKesehatan Surabaya) dengan mendatangkan ahli dari Inggris serta pemeriksaan sampai diketahuion toxigenitas bakteriC diphteriaeV. REKOMENDASI & RENCANA TINDAKLANJUTMenurunkan Angka Kesakitan (Attack Rate) dan Angka Kematian (CFR)di seluruh Jatim. Beberapa kegiatan untuk menurunkan AR dan CFR tersebut antara lain :1. Surat Edaran Gubernur yang menetapkan situasi KLB diphteri di JawaTimur 2. Memastikan setiap bayi (<12 bulan) mendapat imunisasi lengkapsebagai sasaran, melalui penguatan imunisasi rutin agar tercapaitarget UCI desa secara merata dan berkualitas,3. Melakukan BackLog Fighting/BLF (penyulaman) pada anak usia 1-3tahun yang belum mendapatkan imunisasi DPT-HB 3 dosis.4. Kampanye imunisasi DT tambahan terhadap semua anak umur 3-7tahun dan imunisasi Td pada anak usia 8 – 15 tahun.5. Surveilans ketat untuk penemuan kasus di masyarakat secara dini baik berbasis masyarakat maupun Rumah Sakit, sehingga dapatdiberikan pengobatan dan perawatan segera guna menghindari jatuhnya korban dan mengurangi resiko terjadinya penularan dimasyarakat .6. Pengobatan propilaksis secara terbatas yaitu terhadap semua kontak kasus, kontak kasus yang dinyatakan positif (karier) dan semua gurusekolah, dengan disertai pengawasan minum obat guna menjamin bahwa obat diminum secara benar sesuai dengan aturan yangditetapkan.7. Melakukan tata laksana kasus sesuai dengan SOP dan isolasi sertamemberikan Td pada saat penderita keluar dari RS dan melengkapi 3dosis apabila belum ada riwayat imunisasinya.8.Melakukan penelitian (survei) tentang tingkat kekebalan Diphteri padamasyarakat dengan kelompok umur tertentu, uji resistensi eritromisinterhadapCorynebacterium diphteriae.9.Meningkatkan kemampuan laboratorium untuk melihat type dan subtype dari bakteriCorynebacterium diphteriae.10. Melakukan surveilans ketat dan menemukan kasus sedini mungkin11. Mempermudah rujuklan kasus ke RS rujukan yang memadai12. Meningkatkan mutu pelayanan RS dengan menyediakan Ruang Isolasiyang memadai13. Pengobatan adekuat penderita dengan ADS dan Eritromisin14. Menyelesaikan KLB dan daerah endemis15. Mencegah KLB di masa mendatang16. Mencegah dan mengurangi penyebaran kasus17. Memperkuat kegiatan imunisasi dan suveilansMacam penyakit menular:Penyakit karantina atau wabah (UU No.1 dan 2 tahun 1962): Kolera, Pes,Demam kuning, Deman bolak-balik, Tifus Bercak Wabah, Poliomielitis danDifteri).Penyakit menular dengan potensi wabah tinggi: DBD, Diare, Campak, Pertusisdan Rabies, Avian Influenza, HIV/AIDS.Penyakit menular dengan potensi wabah rendah: malaria, meningitis,frambusia, keracunan, influenza, ensefalitis, antraks, tetanus neonatorumdan tifus abdominalis.Penyakit menular yang tidak berpotensi wabah : kecacingan, lepra, TBC,Sifilis, Gonore dan Filariasis.Prevensi primer Beberapa kegiatan bidang imunisasi dalam penanggulangan KLB difteri antara lain :1. Penguatan imunisasi rutin bayi (<1tahun), terutama peningkatan cakupan danmutu pemberian DPT-HB.2. Penyulaman status imunisasi DPT-HB bagi anak usia 12-36 bulan,diprioritaskan pada desa/kelurahan non UCI dengan sasaran :a. Anak yang saat usia bayi belum mendapatkan imunisasi DPT-HB 3 dosis danatau, b. Anak yang saat usia bayi, DPT-HB yang didapatkan tidak valid dose (dosisDPT-HB1 diberikan belum 2 bulan dan atau interval pemberian dosis

Page 5: KLB DIFTERI

DPT-HB berikutnya kurang 28 hari).3. Pemberian imunisasi tambahan kepada anak usia (>3-7 tahun menggunakanv a k s i n D T d a n > 7 - 1 5 t a h u n m e n g g u n a k a n v a k s i n T d ) , d i p r i o r i t a s k a n p a d a dusun/RW/sekolah/ponpes yang terdapat kasus difteri.4. Melakukan Rapid Convenience Assesment (RCA) pada wilayah yang adakegiatan imunisasi untuk mengetahui validitas cakupan dan tanggapan masyarakatyang masih menolak imunisasi.5. Memantau kualitas dan manajemen rantai vaksin. Potensi vaksin sangat besar kontribusinya terhadap kualitas pelayanan imunisasi dan terbentuknya kekebalan.6. Memantau dan membina kompetensi petugas pengelola vaksin maupun koordinator program imunisasi. Kualitas pengelola vaksin dan koordinator programimunisasi yang tidak qualified akan berpengaruh pada kulaitas vaksinasinya.7. Mengadakan lemari es penyimpanan vaksin untuk mengganti lemari es diPuskesmas yang telah rusak / tidak berfungsi secara normal.8. Melakukan imunisasi ulang kepada penderita yang sudah sembuh sesuaikelompok umurnya. Penderita difteri tidak selalu memberikan kekebalan yang alami.Karenanya penderita difteri harus divaksinasi setelah pulang dari Rumah sakit.9. Melakukan BLF (Backlog Fighting) yaitu memberikan imunisasi DPT/HBkepada kelompok usia 1 -3 tahun yang belum lengkap status imunisasinya saat bayidan mengulang dosis yang tidak valid yaitu pemberian imunisasi sesuai dengan umur atau interval. (ini termasuk ORI)10. Penderita difteri apabila telah sembuh dan tidak pernah divaksinasi sebaiknyasegera diberi satu dosis vaksin yang mengandung toksoid difteri (sebaiknya Td) dankemudian lengkapi imunisasi dasar sekurang-kurangnya 3 dosis.11. Penderita dengan imunisasi parsial harus melengkapi imunisasi dasar sesuai jadualmenurut rekomendasi nasional. Individu yang pernah imunisasi dasar lengkap harusdiberi booster (kecuali imunisasi terakhir kurang dari 5 tahun, yang belum dibooster)12. Imunisasi bagi kontak erat : semua kontak dekat yang belum mendapat imunisasi3 dosis toksoid difteri atau tidak diketahui status imunisasinya, harus mendapatkansekali dosis vaksin difteri, kemudian dilengkapi sesuai dengan jadual nasional yangdirekomendasikan. Kontak yang telah diimunissi 3 kali di masa lalu juga harusmenerima booster, kecuali bila dosis terakhir yang diberikan dalam 12 bulansebelumnya. Dalam hal ini dosis booster tidak diperlukan.13. Pencapaian Cakupan imunisasi yang tinggi di wilayah KLB : target yangdiusulkan oleh WHO pada tahun 1992 yang harus dipedomani adalah :a. Cakupan imunisasi dasar (DPT 3) harus mencapai 95% pada anak usia <2 tahundi semua wilayah. b. Cakupan imunisasi booster harus mencapai 95% pada anak usia sekolah disemua wilayah.c. Agar yakin bahwa semua anak telah kebal terhadap difteri, maka imunisasimassal harus dilakukan di sekolah-sekolah dan lembaga pra sekolah dengan sasaran : pemberian imunisasi dasar bagi anak yang belum atau tidak lengkap imunisasinya, dan pemberian booster untuk yang sudah lengkap tapi suntikan terakhir diberikan lebihdari 5 tahun yang lalu.14. Untuk orang yang termasuk kelompok resiko tinggi dan usianya lebih dari 25tahun, perlu imunisasi dengan menggunakan vaksin Td.15. Jika pertimbangan epidemiologi mengharuskan, maka seluruh populasi orangdewasa harus disertakan dalam imunisasi massal