Makalah Difteri

25
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Definisi Difteri Difteria adalah suatu penyakit infeksi mendadak yang disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae (Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 2, 2007). Difteri adalah suatu penyakit infeksi akut yang sangat menular yang terjadi secara lokal pada mukosa saluran pernapasan atau kulit, yang disebabkan oleh basil gram positif Corynebacterium diphteriae, ditandai oleh terbentuknya eksudat yang berbentuk membran pada tempat infeksi, diikuti oleh gejala-gejala umum yang ditimbulkan oleh eksotoksin yang diproduksi oleh basil ini (Sudoyo Aru, dkk. 2009). Difteri adalah suatu penyakit infeksi mendadak yang disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae. Mudah menular dan menyerang terutama saluran napas bagian atas dengan tanda khas berupa pseudomembran dan dilepaskannya eksotoksin yang dapat menimbulkan gejala umum dan lokal. Penularan umumnya melalui udara, berupa infeksi droplet, selain itu dapat melalui benda atau makanan yang terkontaminasi. Masa tunas 2-7 hari (FKUI: 2007).

description

Difteri adalah penyakit akut yang menyerang pernafasan atas

Transcript of Makalah Difteri

BAB IIPEMBAHASAN

2.1 Definisi DifteriDifteria adalah suatu penyakit infeksi mendadak yang disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae (Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 2, 2007). Difteri adalah suatu penyakit infeksi akut yang sangat menular yang terjadi secara lokal pada mukosa saluran pernapasan atau kulit, yang disebabkan oleh basil gram positif Corynebacterium diphteriae, ditandai oleh terbentuknya eksudat yang berbentuk membran pada tempat infeksi, diikuti oleh gejala-gejala umum yang ditimbulkan oleh eksotoksin yang diproduksi oleh basil ini (Sudoyo Aru, dkk. 2009).Difteri adalah suatu penyakit infeksi mendadak yang disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae. Mudah menular dan menyerang terutama saluran napas bagian atas dengan tanda khas berupa pseudomembran dan dilepaskannya eksotoksin yang dapat menimbulkan gejala umum dan lokal. Penularan umumnya melalui udara, berupa infeksi droplet, selain itu dapat melalui benda atau makanan yang terkontaminasi. Masa tunas 2-7 hari (FKUI: 2007). Jadi dari beberapa definisi yang telah disampaikan dapat disimpulkan Difteri adalah infeksi akut di membran mukosa oleh bakteri Corynebacterium diphteriae.

2.2 Etiologi DifteriDifteri disebabkan Corynebacterium diphteriae, bakteri gram positif yang bersifat polimorf, tidak bergerak dan tidak membentuk spora. Pewarna sediaan langsung dengan biru metilen atau biru toluidin. Basil ini dapat ditemukan dengan sediaan langsung dari lesi (Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 2, 2007).

2.3 Manifestasi KlinisDifetria mempunyai masa tunas 2-7 hari. Pasien pada umumnya datang untuk berobat setelah beberapa hari menderita keluhan sistemik. Gejal umum yang timbul berupa demam tidak terlalu tinggi, lesu, pucat, nyeri kepala, anoeksia, sehingga tampak penderita sangat lemah. Gejala ini biasanya disertai dengan gejala khas seperti pilek atau nyeri menelan atau sesak nafas sedangkan gejala akibat eksotoksin bergantung kepada jaringan yang terkena seperti miokarditis, paralisis jaringan saraf atau nefritis (Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 2, 2007).Keluhan-keluhan : (Sudoyo Aru,dkk 2009).1. Demam yang tidak tinggi sekitar 38 2. Kerongkongan sakit dan suara parau3. Perasaan tidak enak, mual, muntah dan lesu4. Sakit kepala5. Rinorea, berlendir kadang-kadang bercampur darah.2.4 PatofisiologiCorynebacterium diphteriae masuk kehidung atau mulut dimana basil akan menempel di mukosa saluran nafas bagian atas, kadang-kadang kulit, mata atau mukosa genital.Setelah 2-4 jam masa inkubasi kuman dengan corynephage menghasilkan toksik yang mula-mula diabsorbsi oleh membran sel, selanjutnya menyebar keseluruh tubuh melalui pembuluh limfe dan pembuluh darah. Efek toksin pada jaringan tubuh manusia adalah hambatan pembentukan protein dalam sel. Kemudian penetrasi dan interferensi dengan sintesa protein bersama-sama dengan sel kuman mengeluarkan suatu enzim penghancur terhadap Nicotinamide Adenine Dinucleotide (NAD). Sehingga sintesa protein terputus karena enzim dibutuhkan untuk memindahkan asam amino dan RNA dengan memperpanjang rantai polipeptida akibatnya terjadi nekrose sel yang menyatu dengan nekrosis jaringan dan membentuk eksudat yang mula-mula dapat diangkat, produksi toksin kian meningkat dan daerah infeksi makin meluas akhirnya terjadi eksudat fibrin, perlengketan dan membentuk membran yang berwarna dari abu-abu sampai kehitaman tergantung jumlah darah yang tercampur dari pembentukan membran tersebut apabila diangkat maka akan terjadi perdarahan dan akhirnya menimbulkan difteri. Hal tersebut dapat menimbulkan beberapa dampak antara lain sesak nafas sehingga menyebabkan pola nafas tidak efektif, anoreksia sehingga penderita tampak lemah sehingga terjadi intoleransi aktifitas.Penularan penyakit difteria melalui udara (droplet infection), tetapi juga dapat perantara alat/ benda yang terkontaminasi oleh uman difteria. Penyakit dapat mengenai bayi tetapi kebanyakan pada usia balita. Penyakit difteria dapat berat atau ringan bergantung dari virulensi, banyaknya basil, dan daya tahan tubuh anak. Bila ringan, hanya berupa keluhan sakit menelan dan akan sembuh sendiri serta dapat menimbulkan kekebalan pada anak jika daya tahan tubuhnya baik. Tetapi kebanyakan pasien yang datang berobat sering dalam keadaan berat seperti telah adanya bullneck atau sudah stridor dan dispnea. Pasien difteria selalu dirawat di rumah sakit karena mempunyai risiko terjadi kompliksi seperti miokrditis atau sumbatan jalan napas (Ngastiyah,2005).

2.5 KlasifikasiBiasanya pembagian dari infeksi difteri ini dibuat menurut tempat atau lokalisasi jaringan yang terkena infeksi. Pembagian berdasarkan berat ringannya penyakit ini juga diajukan oleh Beach dkk. (1950) sebagai berikut :1. Infeksi RinganPseudomembran terbatas pada mukosa hidung atau fausial dengan gejala hanya nyeri menelan.2. Infeksi SedangPseudomembran menyebar lebih luas sampai ke dinding posterior faring dengan edema ringan laring yang dapat diatasi dengan pengobatan konservatif.3. Infeksi BeratDisertai gejala sumbatan jalan nafas yang berat, yang hanya dapat diatasi dengan trakeostomi. Juga gejala miokarditis, paralisis atau pun nefritis dapat menyertaiya (Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 2, 2007).

2.6 Gejala KlinisBerdasarkan tempat atau lokalisasi infeksi, penyakit ini dibagi menjadi 4 macam,dan masing-masing mempunyai gejala klinis yang berbeda-beda, yaitu :a. Difteri HidungGejalanya paling ringan dan jarang terdapat (hanya 2 %). Mula- mula hanya tampak pilek, tetapi kemudian seket yang eluar tecampur darah sedikit yang berasal dari pseudomemran. Penyebaran pseudomembran dapat pula mencapai faring dan laring. Penderita dioati seperti penderita difteria lainnya.b. Difteria Tonsil Faring (fausial) Gejala difteria tonsil-faring adalah anoreksia, malaise, demam ringan, dan nyeri menelan. Dalam 1-2 hari kemudian timbul membran yang melekat, berwarna putih-kelabu dapat menutup tonsil dan dinding faring, meluas ke uvula dan pallatum molle atau ke bawah ke laring dan trakea. Pada kasus berat, dapat terjadi kegagalan pernafsan atau sirkulasi.c. Difteria Laring dan Trakea Difteria laring biasanya merupakan perluasan difteri faring. Pada difteri primer gejala toksik kurang nyata, oleh karena mukosa laring mempunyai daya serap toksin yang rendah dibandingkan mukosa faring sehingga gejala obstruksi saluran nafas atas lebih mencolok. Gejala klinis difteri laring sukar untuk dibedakan dengan tipe infectius croups yang lain, seperti nafas bunyi, stridor yang progresif, suara parau dan batuk kering. Bila terjadi pelepasan membran yang menutup jalan nafas bisa terjadi kematian mendadak.d. Difteri Kulit, Vulvovaginal, Konjungtiva dan Telinga Difteria kulit, difteria vulvovaginal, diftera konjungtiva dan difteri telinga merupakan tipe difteri yang tidak lazim. Difteri kulit berupa tukak di kulit, tetapi jelas dan terdapat membran pada dasarnya. Kelainan cenderung menahun. Difteri pada mata dengan lesi pada konjungtiva berupa kemerahan, edema dan membran pada konjungtiva palpebra. Pada telinga berupa otitis eksterna dan sekret purulen dan berbau (Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 2, 2007).2.7 KomplikasiKomplikasi penyakit difteria dapat terjadi dini maupun lambat, berupa :1. Saluran pernafasanObstruksi jalan nafas dengan segala akibatnya, bronkopneumonia dan atelektasis.2. KardiovaskularMiokarditis akibat toksin yang dibentuk oleh kuman penyakit ini.3. UrogenitalDapat terjadi nefritis atau gagal ginjal akut.4. Susunan sarafKira-kira 10% penderita difteria akan mengalami komplikasi yang mengenai sistem susunan saraf terutama sistem motorik.Paralisis sapat berupa:a. Paralisis/ paresis palatum mole sehingga terjadi rinolalia, kesukaran menelan. Sifatnya reversibel dan terjadi pada minggu kesatu dan keduab. Paralisis/paresis otot-otot mata, sehingga dapat mengakiatkan strabismus, gangguan akomodasi, dilatasi pupil, yang timbul setelah mnggu ketiga.c. Paralisis umum yang dapat timbul setelah minggu keempat. Kelainan dapat mengenai otot muka, leher, anggota gerak dan yang paling berbahaya bila mengenai otot pernafasan (Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 2, 2007).

2.8 Penatalaksanaan dan TerapiDalam pengobatan penderita infeksi difteria terdiri dari :1. Pengobatan Umum Tirah baring mutlak selama 10 14 hari. Pada miokarditis, tirah baring selama 4 6 minggu. Diberi cukup cairan dan kalori. Makanan lunak dan mudah dicerna. Pada penderita gawat, mungkin perlu cairan per infus Isolasi penderita dan pengawasan yang ketat atas kemungkinan timbulnya komplikasi antara lain pemeriksaan EKG setiap minggu.2. Pengobatan Khususa. Antitoksin : Anti Diphtheria Serum (ADS)Diberikan sebanyak 20.000 U/hari selama 2 hari berturut-turut.dengan sebelumnya dilakukan uji kulit dan mata. Bila ternyata penderita sensitif terhadap serum tersebut, maka harus dilakukan desensitisasi dengan cara Besredka (secara bertahap).Dalam literatur lain, dosis pemberian ADS ini dibedakan berdasarkan tingkat infeksi : Difteri ringan (hidung, mata dan kulit) : 20.000 U secara IM Difteri sedang (tonsil, laring) : 40.000 U secara IV tetesan Difteri berat disertai penyulit : 100.000 U secara IV tetesanb. AntimikrobaPenisilin prokain sebanyak 50.000 U/kgBB/hari sampai 3 hari bebas panas atau selama 10 hari.Bila alergi terhadap penisilina : eritromisin 50 mg/kgBB/hari oral atau 500 mg per hari selama 5 10 hari.Pada penderita yang dilakukan trakeostomi, ditambahkan kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari, dibagi 4 dosis.c. KortikosteroidDapat diberikan prednison 2 mg/kgBB/hari selama 3 minggu kemudian diberhentikan secara bertahap. Pada penderita dengan penyulit jantung perlu dipertimbangkan (Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 2, 2007).

2.9 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksan gram / kultur sputumDapat diambil dengan biopsy jarum, aspirasi transtrakeal, bronkoskopi fiberoptik, Pemeriksaan elektrokardiogram (ECG)Miokarditis atau peradangan dinding otot jantung pada pasien difteri dapat diketahui dngan melakukan pemeriksaan electrocardiogram (ECG). Pemeriksaan darah lengkap. Tes schickUji Schick ialah pemeriksaan untuk mengetahui apakah seseorang telah mengandung antitoksin. Dengan titer antitoksin 0,03ml satuan per millimeter darah cukup dapat menahan infeksi difteria. Untuk pemeriksaan ini digunakan dosis 1/50 MLD yang diberikan intrakutan dalam bentuk larutan yang telah diencerkan sebanyak 0.1 ml. pada seseorang yang tidak mengandung antitoksin, akan timbul vesikel pada bekas suntikan dan hilang setelah beberapa minggu. Pada yang mengandung antitoksin rendah, uji Schick dapat positif, pada bekas suntikan timbul warna merah kecoklatan dalam 24 jam. Uji Schick dikatakan negatif bila tidak didapatkan reaksi apapun pada tempat suntikan dan ini terdapat pada orang dengan imunitas atau mengandung antitoksin yang tinggi. Positif palsu terjadi akibat reaksi alergi terhadap protein antitoksin yang akan menghilang dalam 72 jam. (FKUI kapita selekta)Uji ini berguna untuk mendiagnosis kasus-kasus difteri ringan dan kasus-kasus yang mengalami kontak dengan difteri, sehingga diobati dengan sempurna. Cara melakukan Schick test ialah, sebanyak 0,1 ml toksin difetri disuntikkan intrakutan pada lengan klien, pada lengan yang lain disuntikkan toksin yang sudah dipanaskan (kontrol). Reaksi dibaca pada hari ke-45, hasilnya positif bila terjadi indurasi eritema yang diameternya 10mm atau lebih pada tempat suntikkan. Hasil positif berarti adanya antitoksin difteri dalam serumnya (menderita difteri). (Sumarmo: 2008)Perlu diperhatikan bahwa hasil positif ini bisa juga ditimbulkan oleh reaksi alergi terhadap toksin, tapi hal ini dapat dibedakan yaitu reaksi eritema dan indurasinya menghilang dalam waktu 48-72 jam. Sedangkan yang positif karena adanya antitoksin akan menetap selama beberapa hari.

2.10 Pencegahan1. Isolasi penderitaPenderita difteria harus di isolasi dan baru dapat dipulangkan setelah pemeriksaan sediaan langsung menunjukkan tidak terdapat lagi C. Diphteriae 2 kali berturut-turut.2. ImunisasiPencarian kemudian mengobati karier difteria. Dilakukan dengan uji Schick, yaitu bila hasil uji negatif (mungkin penderita karier atau pernah mendapat imunisasi), maka harus dilakukan hapusan tenggorok. Jika ternyata ditemukan C. Diphteriae, penderita harus dioati dan bila perlu dilakukan tonsilektomi (Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 2, 2007).

2.11 Diagnosa BandingDifteria fausial dibedakan dengan:a. Tonsilitis folikularis atau lakunarisTerutama bila membran masih berupa bintik-bintik putih. Anak harus dianggap sebagai penderita difteria bila panas tidak terlalu tinggi tetapi anak tampak lemah dan terdapat membran putih kelabu dan mudah berdarah bila diangkat. Tonsilitis lakunaris biasanya disertai panas yang tinggi sedangkan anak tampak tidak terlampau lemah, faring an tonsil tampak hiperemis dengan membran putih kekuningan, rapuh dan lembek, tidak mudah berdarah dan hanya terdapat pada tonsil saja.b. Angina Plaut VincentPenyakit ini juga membentuk membran yang rapuh, tebal, berbau dan tidak mudah berdarah. Sediaan langsung akan menunjukkan kuman fisiformis (gram positif) dan spirilia (gram negatif).c. Infeksi tenggorok oleh mononukleosus infeksiosaTerdapat kelainan ulkus membranosa yang tidak mudah berdarah dan disertai pembengkakan kelenjar umum. Khas pada penyakit ini terdapat peningkatan monosit dalam darah tepi.d. Blood dyscrasia (misal agranulositosis dan leukimia)Mungkin pula ditemukan ulkus membranosa pada faring dan tonsil. Difteria laring harus dibedakan dengan laringitis akuta, laringotrakeaitis, laringitis membranosa (dengan membran rapuh yang tidak berdarah) atau benda asing pada laring, yang semuanya akan memberikan gejala stridor inspirasi dan sesak (Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 2, 2007).

2.12 Diganosa Bersihan jalan nafas tidak efektif Pola nafas tidak efektif Gangguan pertukaran gas Intoleransi aktifitas Devisit volume cairan Nyeri akut berhubungan dengan penurunan curah jantung Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Perfusi jaringan serebral

2.13 Discharge Planning1. Imunisasi DPT.2. Biasakan hidup sehat dan selalu menjaga kebersihan lingungan.3. Tingkatkan imunitas tubuh dengan makan makanan yang mengandung nutrisi seimbang, berolahraga, dan cukup istirahat serta mengurangi stress.4. Mengetahui gejala dan bahaya yang disebabkan difteri.

BAB IIIASUHAN KEPERAWATAN DIFTERIAnak L usia 6 tahun di bawa ke rumah sakit karena sesak nafas dan demam. Dari pemeriksaan fisik anak L, di diagnosa difteri laring dan faring. Kemudian dari hasil EKG didapatkan tachicardi. Anak L rewel dan tidak mau makan, sehingga di pasang NGT dan juga terpasang nasal kanul dengan 3 Ipm.Anamnesa:1. Identitas pasiena. Nama : Lb. Usia: 6 Tahunc. Jenis Kelamin : Laki-laki2. Keluhan Utama :Keluhan utama yang di rasakan pasien adanya sesak nafas dan demam.3. Riwayat Penyakit Sekarang :Anak L demam, sesak nafas dan tidak mau makan. Sehingga anak L dipasang NGT dan juga terpasang nasal kanul. Dari hasil EKG didapat tachicardy.4. Riwayat penyakit keluargaKeluarga klien mengatakan bahwa orang tua atau pun anggota keluarga klien tidak memiliki riwayat penyakit apapun.5. Riwayat penyakit masa laluKeluarga klien mengatakan bahwa klien dulunya tidak memiliki riwayat penyakit apapun. Hanya saja klien sering mengalami pilek terus-menerus.

Pemeriksaan Fisik :a. Rambut dan kepalaBentuk kepala simetris, tidak ada lesi, kulit kepala bersih, rambut bersih, tidak rontok dan tidak berbaub. MataKonjungtiva anemis, pupil normalc. HidungBentuk simetris, terdapat sekret pada rongga hidungd. Bibir dan mulutMukosa bibir pucat dan kering, nafas berbau aseton.e. Pernafasan/dadaInspeksi: bentuk dada simetris, tidak terdapat jejas, klien tampak sesak (nafas tidak teratur)Palpasi: tidak terdapat nyeri tekan pada dadaPerkusi: - Auskultasi: terdengan ronchi dan wheezing saat bernafasf. KardiovaskulerInspirasi : bentuk simetris, tidak ada lesi, tidak ada edemPalpasi: tidak ada nyeri tekanPerkusi: normalAuskultasi: tidak terdapat suara tambahang. Pencernaan / abdomenInspeksi: tidak ada lesi, tidak terdapat benjolan/edemPalpasi: tidak terdapat benjolan Perkusi: perut kembungAuskltasi: terdapat bising usush. Ekstrtemitas atas dan bawahInspeksi: tidak ada bekas luka, bentuk simetris, pergerakan baikPalpasi: tidak terdapat nyeri tekanPerkusi: refleks patella baikAuskultasi: -i. IntegumenInspeksi: kulit bersih, tampak pucat dan keringPalpasi: kulit kering, turgor kulit jelekPerkusi: -Auskultasi: -

Diagnosa Keperawatan1. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas akibat pembengkakanTujuan: Pasien mampu bernafas tetap pada batas normalKriteria Hasil:Tidak terjadi Obstruksi jalan nafasPernapasan tetap pada batas normalIntervensi/Rencana KeperawatanRasional

Oksigenasi dengan pemasangan nasal kanul.Mempertahankan kebutuhan oksigen yang maksimal bagi pasien.

Tirah baring selam 2 minggu di ruang isolasi.Untuk mepertahankan atau memperbaiki keadaan umum.

Pemberian SAD 40.000 KI secara IM atau IV.Menetralisir toksin sehingga mengurangi peradangan.

2. Gangguan menelan berhubungan dengan peradangan pada faringTujuan: Pasien mendapatkan nutrisi yang adekuat.Kriteria Hasil: Pasien mendapat nutrisi yang cukup dan menunjukkan penambahan berat badan yang memuaskan.

Intervensi/Rencana KeperawatanRasional

Beri makan melalui Naso Gastric Tube (NGT).Untuk memberikan nutrisi sampai pemberian makan oral memungkinkan.

Pantau masukan keluaran dan berat badan.Untuk mengkaji keadekuatan masukan nutrisi.

Memantau reflek menelanMengetahui sejauh mana keparahan dari gangguan menelan tersebut.

Memberikan makanan dalam jumlah kecilUntuk mengurangi terjadinya iritasi.

3. Nyeri akut berhubungan dengan penurunan curah jantungTujuan: Pasien menyatakan nyeri hilang atau terkontrol.Kriteria Hasil: Anak menunjukan rileks dan peningkatan aktivitas dengan tepat.

Intervensi/Rencana KeperawatanRasional

Tentukan karakteristik nyeri.Nyeri biasanya ada dalam beberapa tingkatan.

Pantau TTV

Perubahan frekuensi jatung menunjukan bahwa pasien mengalami nyeri.

Berikan tanda nyaman.Tindakan non-analgesik diberikan dengan sentuhan lembut dapat menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi analgesik.

Berikan analgetik (kolaborasi)Obat ini dapat digunakan untuk meningkatkan kenyamanan atau istirahat umum.

4. Ansietas berhubungan dengan kesulitan menelan, ketidaknyamanan karena pemasangan NGT.Tujuan: Pasien mengalami rasa aman tanda ketidaknyamanan.Kriteria Hasil: Pasien istirahat dengan tenang, sadar bila terjaga. Mulut tetap bersih dan lembab. Nyeri yang dialami pasien minimal atau tidak ada.

Intervensi/Rencana KeperawatanRasional

Beri stimulasi taktil (mis; membelai, mengayun).Untuk memudahkan perkembangan optimal dan meningkatkan kenyamanan.

Beri perawatan mulut.Untuk menjaga agar mulut tetap bersih dan membran mukosa lembab.

Dorong orangtua untuk berpartisipasi dalam perawatan anak.Untuk memberikan rasa nyaman dan aman.

5. Tachicardi berhubungan dengan penyebaran eksotoksin ke daerah jantungTujuan : Denyut jantung normal dan pasien tidak gelisahKriteria hasil: Bunyi jantung normal. Tidak ditemukan tanda-tanda payah jantung. Gambaran EKG : tidak ada depresi segmen ST.

Intervensi/Rencana KeperawatanRasional

Pemberian ADS 40.000 KI secara IM atau IV. Menetralisir Toksin. Eradikasi Kuman. Menanggulangi infeksi sekunder.

Pemberian obat sedative (diazepam/luminal)Untuk mengurangi rasa gelisah anak.

Pantau terus hasil perekaman EKG.Untuk evaluasi segala kedaaan dari miokard.

6. Risiko kekurangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan muak dan muntah.Tujuan : Menunjukan peningkatan nafsu makanKriteria Hasil : Mempertahankakn atau meningkatkan berat badan

Intervensi/Rencana KeperawatanRasional

Identifikasi faktor yang menimbulkan mual muntah.Pilihan intervensi tergantung pada penyebab masalah.

Berikan atau bantu kebersihan mulut setelah muntah.Menghilangkan rasa, bau dari lingkungan dan dapat menurunkan mual.

Evaluasi status nutrisi umum, ukur berat badan dasar.Adanya kondisi kronis atatu keterbatasan keuangan dapat menimbulkan malnutrisi, rendahnya tahanan terhadap infeksi, dan lambatnya respon terhadap terapi.

DAFTAR PUSTAKAAplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis dan NANDA (North American Nursing Diagnosis Association) NIC-NOC. 2013. Panduan Penyusunan Asuhan Keperawatan Profesional. MediAction. Yogyakarta. Ngastiyah. 2005. Perawatan anak sakit. Ed. 2. EGC. Jakarta.Richard E. Behrman, Robert M. Kliegman, Ann M. Arvin. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol 2. Ed. 15. EGC. Jakarta.Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 2. Ifomedika. Jakarta.