keratitis numularis

download keratitis numularis

If you can't read please download the document

description

setelah kupahami kau

Transcript of keratitis numularis

BAB I PENDAHULUAN Mata merupakan salah satu indera dari pancaindera yang sangat penting untuk kehidupan manusia. Terlebih lagi dengan majunya teknologi, indera penglihatan yang baik merupakan kebutuhan yang tidak dapat diabaikan. Mata merupakan bagian yang sangat peka, trauma sekecil apapun, seperti debu yang bila masuk mata, sudah cukup menimbulkan gangguan yang hebat.1,2 Kornea merupakan salah satu bagian dalam anatomi mata yang sangat berperan dalam menentukan hasil pembiasan sinar pada mata, karena kornea berfungsi sebagai jendela bagi mata dan membiaskan berkas cahaya, sehingga bila terjadi lesi pada kornea umumnya akan memberikan gejala penglihatan yang menurun, terutama bila lesi tersebut letaknya di tengah.2,3,4 Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang merupakan bagian dari media refraksi. Kornea terdiri atas lima lapis yaitu epitel, membran bowman, stroma, membran descemet, dan endotel.1,2 Keratitis adalah suatu peradangan kornea yang disebabkan oleh bakteri, virus, dan jamur. Keratitis dapat diklasifikasikan berdasarkan lapis kornea yang terkena seperti keratitis superficial dan profunda, atau berdasarkan penyebabnya yaitu keratitis karena berkurangnya sekresi air mata, keratitis karena keracunan obat, keratitis reaksi alergi, infeksi, reaksi kekebalan, reaksi terhadap konjungtivitis menahun.2,3,4 1Manajemen yang tepat dapat mengurangi insidensi kehilangan penglihatan dan membatasi kerusakan kornea. Kebanyakan gangguan penglihatan dapat dicegah, namun hanya bila di diagnosis penyebabnya ditetapkan secara dini dan diobati secara memadai.5 Berikut akan dilaporkan sebuah kasus keratitis pada seorang penderita anak laki-laki, umur 8 tahun yang berobat ke Poliklinik Penyakit Mata RSUD Ulin Banjarmasin. 2BAB II LAPORAN KASUS I. IDENTITAS Nama : An. A Jenis Kelamin : Laki-laki Umur : 8 tahun Status : Pelajar Alamat : Kab. Banjar II. ANAMNESIS Keluhan Utama : Mata kiri tampak bercak warna putih Riwayat penyakit sekarang: Sejak 2 minggu sebelum pasien datang ke Poli Mata RSUD Ulin, orang tua pasien menyadari adanya bercak-bercak berwarna putih pada mata kiri pasien. Pasien mengeluh pandangan mata sebelah kiri sedikit kabur. Mata kiri tidak terasa nyeri, tapi penglihatan pasien agak silau. Mata kiri tidak sering berair dan tidak terdapat kotoran pada mata. Riwayat demam, pusing, mual dan muntah disangkal oleh pasien. Akan tetapi kurang lebih 1 bulan sebelum pasien datang ke Poli Mata, mata kiri pasien tampak merah, terasa perih, dan sering berair, tapi tidak terdapat kotoran pada mata. Pasien sering menggosok-gosok matanya. Pasien sempat berobat ke Puskesmas dan mendapat obat tetes 3mata. Pasien menggunakan obat tetes mata tersebut hanya 2 hari dan tidak teratur. Riwayat penyakit Dahulu: Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya. Riwayat penyakit Keluarga Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya. III. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum : Baik Kesadaran : Komposmentis Tanda Vital : TD : 120/80 mmHg N : 88 x/menit RR : 20 x/menit Suhu : 36,5C IV. STATUS LOKALIS Mata Kanan Mata Kiri Infiltrat Sentral, normal Kedudukan Sentral, normal 5/5 Visus 5/6 Tidak dilakukan Visus Koreksi Tidak di lakukan Dalam batas normal Bulbus Oculi Dalam batas normal 4Dalam batas normal Supersilia Dalam batas normal (-) Edema Palpebrae Superior (-) Edema (-) Edem Palpebra Inferior (-) Edem (-) Hiperemi Konjungtiva (-) Hiperemi Palpebralis (-) Hiperemi Konjungtiva (-) Hiperemi Fornices (-) Hiperemi Konjungtiva Bulbi (-) Hiperemi Putih Sklera Putih Jernih Kornea (+) Jernih, infiltrat (-) Hiperemi Limbus (-) Hiperemi Cukup Kamera Okuli Cukup Anterior (Reguler(normal Iris (Reguler(normal Jernih Lensa Jernih Bulat Pupil Bulat Letak di pusat mata Letak di pusat mata . + 3 mm . + 3 mm (+) Reflek cahaya (+) Reflek cahaya Tidak dilakukan Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tonometri Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tes Fluorescen Tidak dilakukan Normal Palpasi Normal V. DIAGNOSA KLINIS Keratitis Nummularis Okuli Sinistra VI. DIAGNOSA BANDING Konjungtivitis Uveitis anterior VII. PENATALAKSANAAN 5Xytrol eye drop 3x1 tetes VIII. USULAN PEMERIKSAAN Tes Flouresensi IX. PROGNOSIS Dubia ad bonamBAB III PEMBAHASAN Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya, dan lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah depan. Permukaannya mempunyai lengkung teratur, mengkilap, dan licin oleh air mata. 2,6 Kornea adalah jaringan yang tranparan tidak mengandung pembuluh darah (avaskuler). Sifat avaskuler ini penting untuk penerimaan transplantasi kornea oleh resipien dari donor siapapun tanpa memandang kesamaan sifat genetis.4 Bentuk kornea bundar melengkung seperti kaca arloji. Pembiasan cahaya/sinar terkuat dilakukan oleh kornea, di mana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan masuk kornea. Pembiasan cahaya terutama terjadi di permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea akan mengganggu pembentukan bayangan yang baik pada retina.5 Kornea merupakan salah satu media media refrakta dengan diameter 11,5 mm, tebal + 1 mm (0,54 0,65 mm) dan dengan kekuatan bias 43 dioptri. Pembiasan sinar terkuat dilakukan 7oleh kornea, dimana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea. Jaringan kornea terdiri atas lima lapisan, yaitu (dari luar ke dalam) : 2,3,4,5 1. Epitel Epitel kornea berasal dari ektoderm permukaan dan memiliki ketebalaan 50 pm, terdiri atas 5 lapis sel epitel bertanduk yang saling tumpang tindih satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng, merupakan lanjutan dari epitel konjungtiva bulbi. Pada sel basal terlihat mitosis sel, dan sel muds ini terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng. Sel basal berikatan erat dengan sel basal di sampingya dan sel poligonal di depannya melalui desmosom dan makula okluden dan ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan barrier. Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren. 2. Membran Bowman Membran Bowman letaknya di bawah epitel dan terdiri dari lamel-lamel tanpa sel atau nukleus dan merupakan modifikasi dari jaringan stroma. Merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma. Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi 3. Stroma Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan lainnya. Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedangkan di bagian perifer serat kolagen ini bercabang dan terbentuknya kembali serat kolagen 8memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma. 4. Membran Descement Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma. Bersifat sangat elastik dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40 m. 5. Endotel Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40 pm. Endotel melekat spada membran descement melalui hemidesmosom dan zonula okluden. Permeabilitas dari kornea ditentukan oleh epitel dan endotel, yang merupakan membran semipermeabel. Keadaan kedua lapisan ini sangat penting untuk mempertahankan kejernihan kornea. Permukaan kornea juga dapat menyerap oksigen dari atmosfer yang larut ke dalam air mata. 2,3 9Gambar 1. Anatomi mataGambar 2. Lapisan kornea Innervasi saraf sensorik untuk kornea berasal dari percabangan pertama saraf Trigeminus (N.V) yaitu ophtalmicus. Di epitel kornea tersebar akhiran sara f sensibel. Bila kena paparan maka akan menghasilkan rasa sakit. Jumlah yang banyak dari akhiran saraf dan lokasinya yang tersebar akan peka walaupun dengan sentuhan/abrasi yang halus pada epitel kornea. 3 Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya yang uniform, avaskuler dan deturgenes. Deturgenes, atau keadaan dehidrasi relative jaringan kornea dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi dan cidera kimiawi atau fisik, pada endotel jauh lebih berat daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema 10kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya cedera pada epitel hanya menyebabkan edema lokal sesaat stroma kornea yang akan menghilang bila selsel epitel itu telah beregenerasi.2 Epitel kornea merupakan sawar yang andal bagi mikroorganisme yang akan masuk kornea. Tetapi kalau epitel terkena trauma dan rusak, maka membran Bowman menjadi kultur yang sangat baik untuk bermacam-macam mikroorganisme, terutama Pseudomonas Aeruginosa. Membran Descemet menahan mikroorganisme tetapi tidak terhadap jamur.3,4 Keratitis ialah peradangan pada kornea. Gejala patognomik dari keratitis ialah terdapatnya infiltrat di kornea. Infiltrat dapat ada di seluruh lapisan ko rnea, dan menetapkan diagnosis dan pengobatan keratitis. Tanda subyektif lain yang dapat mendukung keratitis adalah fotofobia, lakrimasi, blefarospasme dan gangguan visus. Injeksi perikornea di limbusmerupakan tanda objektif yang dapat timbul pada keratitis, selain dapat pula terjadinya edema kornea.2,3 Karena kornea merupakan bangunan yang avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak bereaksi dengan cepat, seperti jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi. Sehingga badan kornea, wandering cells dan sel-sel lainnya yang terdapat di dalam stroma kornea akan segera bekerja sebagai makrofag yang kemudian akan disusul dengan terjadinya dilatasi dari pembuluh darah yang terdapat di limbus dan akan tampak sebagai injeksi perikornea. Kemudian akan terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuklear, sel plasma dan sel polimorfonuklear yang akan mengakibatkan timbulnya infiltrat yang selanjutnya dapat berkembang dengan terjadinya kerusakan epitel dan timbullah ulkus (tukak) 11kornea. Pada peradangan yang dalam, penyembuhan berakhir dengan pembentukan jaringan parut (sikatrik), yang dapat berupa nebula, makula, dan leukoma.2,3 Keratitis adalah infeksi pada kornea yang biasanya diklasifikasikan menurut lapisan kornea yang terkena yaitu keratitis superfisialis apabila mengen al lapisan epitel atau Bowman dan keratitis profunda atau interstisialis (atau dise but juga keratitis parenkimatosa) yang mengenai lapisan stroma.4 Bentuk-bentuk klinik keratitis superfisialis antara lain adalah:4 1. Keratitis punctata superfisialis Berupa bintik-bintik putih pada permukaan kornea yang dapat disebabkan oleh sindrom dry eye, blefaritis, keratopati logaftalmus, keracunan obat topical, sinar ultraviolet, trauma kimia ringan dan pemakaian lensa kontak. 2. Keratitis flikten Benjolan putih yang yang bermula di limbus tetapi mempunyai kecenderungan untuk menyerang kornea. 3. Keratitis sika Suatu bentuk keratitis yang disebabkan oleh kurangnya sekresi kelenjar lakrimale atau sel goblet yang berada di konjungtiva. 4. Keratitis lepra Suatu bentuk keratitis yang diakibatkan oleh gangguan trofik saraf, disebut juga keratitis neuroparalitik. 5. Keratitis nummularis 12Bercak putih berbentuk bulat pada permukaan kornea biasanya multipel dan banyak didapatkan pada petani. Bentuk-bentuk klinik keratitis superfisialis antara lain adalah : 1. Keratitis interstisialis luetik atau keratitis sifilis congenital 2. Keratitis sklerotikans. Keratitis numularis disebut juga keratitis sawahica atau keratitis punctata tropica. Keratitis numularis diduga diakibatkan oleh virus. Diduga virus yang masuk ke dalam epitel kornea melalui luka setelah trauma. Replikasi virus pada sel epitel diikuti penyebaran toksin pada stroma kornea sehingga menimbulkan kekeruhan atau infiltrat berbentuk bulat seperti mata uang. Pada kornea terdapat infiltrat bulat-bulat subepitelial dan di tengahnya lebih jernih, seperti halo. Tes fluoresinnya (-).2,3,7 Untuk melihat adanya defek pada epitel kornea dapat dilakukan uji fluoresin. Caranya, kertas fluoresin dibasahi terlebih dahulu dengan garam fisiologis kemudian diletakkan pada saccus konjungtiva inferior setelah terlebih dahulu penderita diberi anestesi lokal. Penderita diminta menutup matanya selama 20 detik, kemudian kertas diangkat. Defek kornea akan terlihat berwarna hijau dan disebut sebagai uji fluoresin positif. 13Gambar 3. Keratitis numularis Pada penderita dari anamnesis didapatkan keluhan adanya bercak-bercak berwarna putih pada mata kiri. Penderita mengeluh pandangan mata sebelah kiri sedikit kabur. Mata kiri tidak terasa nyeri, tapi penglihatan pasien agak silau. Mata kiri tidak sering berair dan tidak terdapat kotoran pada mata. Riwayat demam, pusing, mual dan muntah disangkal oleh pasien. Kurang lebih 1 bulan sebelum pasien datang ke Poli Mata, mata kiri pasien tampak merah, terasa perih, dan sering berair, tapi tidak terdapat kotoran pada mata. Dari anamnesis menunjukkan bahwa pasien mengalami suatu infeksi mata kiri dengan keluhan mata merah, silau (fotofobia), berair dan penurunan visus (kabur). Sedangkan dar i pemeriksaan fisik didapatkan adanya infiltrat berbentuk nummular pada mata kiri. Gejala dan tanda yang timbul tersebut mendukung diagnosis keratitis. Karena kornea memiliki banyak serabut nyeri, kebanyakan lesi kornea, superfisisalis maupun dalam (benda asing kornea, abrasi kornea, phlyctenule, keratitis interstisisal), menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit ini diperhebat oleh gesekan palpebra (terutama palpebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Karena kornea berfungsi sebagai jendela bagi mata dan membiaskan cahaya, lesi kornea umunya agak mengaburkan penglihatan, terutama kalau letaknya di pusat.2 Fotofobia pada penyakit kornea adalah akibat kontraksi iris beradang yang sakit. Dilatasi pembuluh iris adalah fenomena reflek yang disebabkan iritasi pad a ujung saraf kornea. Fotofobia, yang berat pada kebanyakan penyakit kornea, 14minimal. Meskipun berair mata dan fotofobia umunya menyertai penyakit kornea, umumnya tidak terdapat tahi mata kecuali pada ulkus bakteri purulen.2 Pada pemeriksaan visus didapatkan VOD = 5/5, VOS = 5/6, pemeriksaan mata sebelah kiri ditemukan adanya infiltrat multipel berbentuk nummular, tidak ditemukan lagi hiperemi pada perikorneal. Dari hasil pemeriksaan status lokalis ini menunjukkan bahwa infeksi kornea yang mengakibatkan edem pada kornea mengakibatkan penurunan visus pada mata sebelah kanan. Terapi yang diberikan yaitu pemberian antimikroba dan antiinflamasi Xytrol. Xytrol mengandung Polimiksina sulfat 6000 IU, Neomisina sulfat 5 mg, dan deksametason Na-fosfat 1,3 mg. Pasien juga dianjurkan menggunakan pelindung mata (kaca mata hitam) untuk melindungi dari paparan dari luar seperti debu dan sinar ultraviolet. Untuk mengistirahatkan iris dapat diberikan obat siklopegik. 15BAB IV PENUTUP Telah dilaporkan sebuah kasus penderita anak laki-laki berumur 8 tahun datang dengan keluhan pada mata kiri tampak bercak warna putih yang disadari sejak 2 minggu yang lalu. Pasien mengeluh pandangan mata sebelah kiri sedikit kabur dan agak silau. Riwayat demam, pusing, mual dan muntah disangkal oleh pasien. Terdapat riwayat mata kiri merah, terasa perih, dan sering berair, tapi tidak terdapat kotoran pada mata 1 bulan sebelum pasien datang ke Poli Mata. Pasien pernah berobat ke Puskesmas dan mendapat obat tetes mata. Pada pemeriksaan status lokalis didapatkan visus OD 5/5 dan OS 5/6, pada mata kiri tampak kornea ada infiltrat, tidak ada kelainan pada konjungtiva, palpebra, sklera, iris, dan pupil. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik penderita didiagnosa keratitis nummularis ocular sinistra dan pada penatalaksanaan diberikan Xytrol eye drop. 16DAFTAR PUSTAKA 1. American Academy of Ophthalmology. Externa disease and cornea. San Fransisco 2007 2. Vaughan, Daniel. Oftalmologi Umum. Edisi 14 Cetakan Pertama. Widya Medika Jakarta, 2000 3. Ilyas, Sidarta. Sari Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FKUI Jakarta, 2000 4. Ilyas, Sidarta Ilmu Penyakit Mata, Edisi 3. Balai Penerbit FKUI Jakarta, 2006 5. Srinivasan M, et al. Distinguishing infectious versus non infectious keratitis. Indian Journal of Opthalmology. 2006. 56:3; 50-56 6. Radjiman T, dkk. Ilmu Penyakit Mata. Airlangga. Surabaya, 1984 7. Anonymous. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit Mata Edisi III. Bagian/SMF Ilmu Penyakit Mata RSU Dokter Soetomo. Surabaya. 17