kelainan kongenital

42
KELAINAN KONGENITAL 2.1 Definisi Kelainan kongenital Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasiI konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera setelah lahir. Kematian bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya sering diakibatkan oleh kelainan kongenital yang cukup berat, hal ini seakan-akan merupakan suatu seleksi alam terhadap kelangsungan hidup bayi yang dilahirkan. Bayi yang dilahirkan dengan kelainan kongenital besar, umumnya akan dilahirkan sebagai bayi berat lahir rendah bahkan sering pula sebagai bayi kecil untuk masa kehamilannya. Bayi berat lahir rendah dengan kelainan kongenital berat, kira-kira 20% meninggal dalam minggu pertama kehidupannya. 2.2 Etiologi Kelainan Kongenital Beberapa faktor etiologi yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya kelainan kongenital antara lain: a) Kelainan Genetik dan Khromosom. Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh atas kelainan kongenital pada anaknya. Beberapa contoh kelainan kromosom autosomal trisomi 21 sebagai sindroma Down (mongolism) kelainan pada kromosom kelamin sebagai sindroma Turner. b) Faktor mekanik Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat menyebabkan kelainan hentuk organ tubuh hingga

description

kelainan kongenital

Transcript of kelainan kongenital

KELAINAN KONGENITAL 2.1 Definisi Kelainan kongenital Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasiI konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera setelah lahir. Kematian bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya sering diakibatkan oleh kelainan kongenital yang cukup berat, hal ini seakan-akan merupakan suatu seleksi alam terhadap kelangsungan hidup bayi yang dilahirkan. Bayi yang dilahirkan dengan kelainan kongenital besar, umumnya akan dilahirkan sebagai bayi berat lahir rendah bahkan sering pula sebagai bayi kecil untuk masa kehamilannya. Bayi berat lahir rendah dengan kelainan kongenital berat, kira-kira 20% meninggal dalam minggu pertama kehidupannya.

2.2 Etiologi Kelainan KongenitalBeberapa faktor etiologi yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya kelainan kongenital antara lain:a) Kelainan Genetik dan Khromosom.Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh atas kelainan kongenital pada anaknya. Beberapa contoh kelainan kromosom autosomal trisomi 21 sebagai sindroma Down (mongolism) kelainan pada kromosom kelamin sebagai sindroma Turner.b) Faktor mekanikTekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat menyebabkan kelainan hentuk organ tubuh hingga menimbulkan deformitas organ tersebut. Faktor predisposisi dalam pertumbuhan organ itu sendiri akan mempermudah terjadinya deformitas suatu organ. c) Faktor infeksi.Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah infeksi yang terjadi pada periode organogenesis yakni dalam trimester pertama kehamilan. Infeksi pada trimesrer pertama di samping dapat menimbulkan kelainan kongenital dapat pula meningkatkan kemungkinan terjadinya abortus. Beberapa infeksi pada trimester pertama yang dapat menimbulkan kelainan kongenital antara lain ialah infeksi virus sitomegalovirus, infeksi toksoplasmosis, kelainan-kelainan kongenital yang mungkin dijumpai ialah adanya gangguan pertumbuhan pada system saraf pusat seperti hidrosefalus, mikrosefalus, atau mikroftalmia.d) Faktor ObatBeberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada trimester pertama kehamilan diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital pada bayinya. Salah satu jenis obat yang telah diketahui dagat menimbulkan kelainan kongenital ialah thalidomide yang dapat mengakibatkan terjadinya fokomelia atau mikromelia. e) Faktor umur ibuTelah diketahui bahwa mongoIisme lebih sering ditemukan pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang mendekati masa menopause. Di bangsal bayi baru lahir Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo pada tahun 1975-1979, secara klinis ditemukan angka kejadian mongolisme 1,08 per 100 kelahiran hidup dan ditemukan resiko relatif sebesar 26,93 untuk kelompok ibu berumur 35 tahun atau lebih; angka keadaan yang ditemukan ialah 1: 5500 untuk kelompok ibu berumur < 35 tahun, 1: 600 untuk kelompok ibu berumur 35-39 tahun, 1 : 75 untuk kelompok ibu berumur 40 - 44 tahun dan 1 : 15 untuk kelompok ibu berumur 45 tahun atau lebih.f) Faktor hormonalFaktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan kejadian kelainan kongenital. Bayi yang dilahirkan oleh ibu hipotiroidisme atau ibu penderita diabetes mellitus kemungkinan untuk mengalami gangguan pertumbuhan lebih besar bila dibandingkan dengan bayi yang normal.g) Faktor radiasiRadiasi ada permulaan kehamiIan mungkin sekali akan dapat menimbulkan kelainan kongenital pada janin. Adanya riwayat radiasi yang cukup besar pada orang tua dikhawatirkan akan dapat mengakibatkan mutasi pada gene yang mungkin sekali dapat menyebabkan kelainan kongenital pada bayi yang dilahirkannya. h) Faktor giziPada manusia, pada penyelidikan-penyelidikan menunjukkan bahwa frekuensi kelainan kongenital pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang kekurangan makanan lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi-bayi yang lahir dari ibu yang baik gizinya. i) Faktor-faktor lainBanyak kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya. Faktor janinnya sendiri dan faktor lingkungan hidup janin diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Masalah sosial, hipoksia, hipotermia, atau hipertermia diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Seringkali penyebab kelainan kongenitai tidak diketahui.2.3 Pertumbuhan Dan Perkembangan Wajah

Palatum primer dan palatum sekunder terbentuk berdasarkan perkembangan embriologi. Palatum primer atau premaksila merupakan daerah triangular pada bagian anterior langitan keras, meluas secara anterior ke insisiv foramen sampai ke insisiv lateral kanan dan kiri, termasuk bagian alveolar ridge gigi gigi insisif maksila. Palatum sekunder terdiri dari sisa sisa bagian palatum keras dan semua palatum lunak.

Menurul Alberry, perkembangan wajah terjadi pada minggu keempat setelah fertilisasi, dengan lima buah penonjolan atau swelling yang mengelilingi stomodeum. Swelling ini disebut juga facial processes. Facial processes tersebut merupakan akumulasi sel mesenkim yang berada dibawah permukaan epitel. Mesenkim ini merupakan ektomesenkimal dan berkontribusi terhadap perkembangan struktur orofasial seperti saraf, gigi, tulang, mukosa mulut. Swelling yang berada diatas stomodeum disebut frontonasal processes dimana berkontribusi dalam perkembangan hidung dan bibir atas. Dibagian bawah dal lateral stomodeum terdapat dua buah mandibular processes yang berkontribusi dalam perkembangan rahang bawah dan bibir dan di atas mandibular processes terdapat maxillary processes yang berkontribusi dalam perkembangan rahang atas dan bibir. Pada sisi inferior frontonasal processes akan muncul nasal placodes. Proliferasi ektomesenkim pada tiap kedua sisi placode akan menghasilkan pembentukan medial dan lateral nasal prosesus. Diantara pasangan prosesus tersebut terdapat cekungan yaitu nasal pit yang merupakan primitive nostril.

Celah pada palatum primer dapat terjadi karena kegagalan mesoderm untuk berpenetrasi ke dalam grooves diantara maxillary processes dan median nasal processes sehingga proses penggabungan antara kuduanya tidak terjadi. Sedangkan celah pada palatum sekunder diakibatkan karena kegagalan palaite shelf untuk berfusi satu sama lain.

Berbagai hipotesis dikemukakan bagaimana bagaimana bisa menyebabkan kegagalan proses penyatuan. Pada normal embrio, epitel diantara median dan prosesus lateral nasal dipenetrasikan oleh mesenkim dan akan menghasilkan fusi diantara keduanya. Jika penetrasi tidak terjadi maka epitel akan terpisah dan terbentuk celah.

2.4 Definisi Celah Bibir Dan Langitan

Celah bibir dan langitan merupakan suatu bentuk kelainan sejak lahir atau cacat bawaan pada wajah. Kelainan ini terjadi akibat kegagalan penyatuan tonjolan processus facialis untuk bertumbuh dengan akurat dan saling bergabung satu sama lain, dimana melibatkan penutupan selubung ektoderma yang berkontak dengannya.

Celah bibir merupakan bentuk abnormalitas dari bibir yang tidak terbentuk sempurna akibat kegagalan proses penyatuan processus selama perkembangan embrio di dalam kandungan. Tingkat pembentukan celah bibir dapat bervariasi, mulai dari yang ringan yaitu brupa sedikit takikan (notching) pada bibir, sampai yang parah dimana celah atau pembukaan yang muncul cukup besar yaitu dari bibir atas sampai ke hidung. Celah langitan terjadi ketika palatum tidak menutup secara sempurna, meninggalkan pembukaan yang dapat meluas sampai ke kavitas nasal. Celah bisa melibatkan sisi lain dari palatum, yaitu meluas ke bagian palatum keras di anterior mulut sampai palatum lunak kearah tenggorokan. Seringkali terjadi bersamaan antara celah bibir dan celah alveolar atau dapat tanpa kelainan lainnya. Pada kelainan ini dapat terjadi gangguan pada proses menelan, bicara dan mudah terjadi infeksi pada saluran pernafasan karena tidak adanya sekat antara rongga mulut dan rongga hidung. Infeksi juga dapat berkembang ke daerah telinga. Prevalensi celah bibir dan langitan sekitar 45% dari keseluruhan kasus, celah bibir saja 25% dan celah langitan saja 35%. Celah bibir dengan atau tanpa celah langitan lebih sering terjadi pada anak laki laki sedangkan celah langitan lebih sering terjadi pada anak perempuan. Perbandingan insiden celah bibir dengan atau tanpa celah langitan antar anak laki- laki dan perempuan yaitu 2:1, sebaliknya perbandingan insiden celah insiden celah langitan antara anak laki- laki dan perempuan sekitar 1:2.

Celah palatum bilateral yang tidak diperbaiki dapat menyebabkan terjadinya protusi maksila ke anterior pada bagian premaksila. Insiden terjadinya celah palatum yang berhubungan dengan anomali ini lebih banyak pada ras negroid dibandingkan ras kulit putih. Insiden terjadinya celah palatum tanpa celah bibir adalah 0,5 dari 1000 kelahiran.3.2 Macam-Macam Kelainan Kongenital A) Kelainan Kongenital Jaringan Lunak

1. Makroglosia

Pembesaran lidah dapat merupakan kelainan perkembangan yang disebabkan oleh hipertrofi otot lidah. Lidah yang besar akan mendorong gigi dan tapakan gigi akan terbentuk pada tepi lateral lidah, seperti kerang.

Makroglosia dapat terlihat pada sindrom down dan pada kretinisme kongenital akibat kekurangan hormon kelenjar tiroid pada si ibu. Makroglosia juga dapat merupakan kelainan yang didapat, selain karena faktor perkembangan misalnya, karena kehilangan gigi geligi rahang bawah dalam jumlah yang banyak. Pembesaran lidah dapat pula disebabkan oleh tumor, radang dan perubahan hormonal (misalnya pada kretinisme dan akromegali).

Bergantung pada derajat keparahan dan potensinya untuk menimbulkan problem dalam rongga mulut, pembesaran lidah dapat dikurangi dengan tindakan bedah.

2. Mikroglosia

Mikroglosia adalah lidah yang kecil. Kejadian ini sangat jarang ditemukan, dapat ditemukan pada sindrom Pierre Robin yang merupakan kelainan herediter.

Pada hemiatrofi lidah, sebagian lidah mengecil. Penyebabnya dapat berupa cacat pada saraf hipoglosus yang mempersarafi otot lidah. Tanpa rangsangan, otot lidah menjadi atrofi dan tubuh lidah menjadi mengecil. Pada kasus ini, selain cacat pada lidah, juga menimbulkan kerusakan ditempat lain.

3. Ankiloglosia (tongue tie)

Ankiloglosia merupakan perlekatan sebagian atau seluruh lidah kedasar mulut. Frenulum lingualis melekat terlalu jauh kedepan dan terlihat pada posisi bervariasi, yang paling parah bila terletak pada ujung anterior lidah. Pergerakan lidah dapat terhambat dan penderita tidak dapat menyentuh palatum keras dalam posisi mulut terbuka. Bicara dapat terganggu. Kasus ringan tidak membutuhkan perawatan, sedangkan kasus berat berhasil diobati dengan bedah untuk memperbaiki perlekatan frenulum.4. Sumbing Lidah (cleft tongue)

Sumbing lidah terjadi akibat terganggunya perpaduan bagian kanan dan kiri lidah.

5. Tiroid Lingual

Tiroid lingual tampak sebagai suatu penonjolan pada pangkal lidah sekitar foramen caecum yang mengandung jaringan tiroid.

Patogenesis: kelenjar tiroid dibentuk pada pangkal lidah (foramen caecum). Pada minggu ke 5, intrauterin akan turun kebawah di depan trakea dan berhenti di depan os hyoideum dan os tiroid. Jika sebagian tidak turun, terjadi tiroid lingual. Secara normal, perjalanan penurunan ini merupakan suatu saluran yang akhirnya menghilang karena atrof, tetapi kadang-kadang sisa saluran tertinggal dan terbentuk kista (kista tiroglosus).6. Kista Tiroglosus

Mikroskopis: dinding kista mengandung sisa-sisa jaringan tiroid yang terdiri atas folikel kelenjar tiroid yang mengandung koloid.

Kista ini perlu dibedakan dengan kista lain yang ditemukan juga pada leher, misalnya kista brankiogenik yang letaknya tidak pada garis tengah, tetapi lebih ke samping. Pada gambaran mikroskopis, kista brankiogenik tidak mengandung sisa-sisa kelenjar tiroid, tetapi terdiri atas folikel jaringan limfoid yang padat serta dilapisi oleh epitel gepeng berlapis sebagai lapisan dalam dinding kista.

7. Median Romboid Glositis

Median romboid glositis merupakan kelainan kongenital akibat kelainan perkembangan embrional. Kedua tuberkulum lateral lidah tidak bertemu di tengah lidah dan tidak menutup bagian tengah yang disebut tuberkulum impar. Bagian tengah tampak sebagai suatu daerah berbentuk belah ketupat berwarna kemerahan seperti terkena radang dengan permukaan licin karena tidak berpapil.

Mikroskopis: ditemukan akantosis dengan fibrosis jaringan dibawahnya dan sebukan sel radang akut sehingga secara histologis merupakan radang. Secara patogenetik, kelainan ini termasuk golongan cacat kongenital8. Lidah Geografik

Biasanya terjadi pada anak-anak. Tampak daerah kemerahan pada dorsum lidah. Tampak daerah kemerahan pada dorsum lidah akibat deskuamasi papila filiformis dikelilingi daerah sedikit menonjol dan berbatas tegas dengan tepi tidak teratur dan berwarna putih kekuningan. Papila fungiformis tetap ada. Gambaran dapat berubah ubah sehingga dinamakan glositis migratoris jinak. Lesi umumnya tidak sakit, tetapi kadang-kadang timbul rasa sakit, terutama ketika memakan makanan asin dan pedas. Jarang sekali disertai dengan stomatitis areata migrans pada sisi lain mukosa mulut yang umumnya pada mukosa labial atau bukal. Gambaran mikroskopisnya sama dengan stomatitis areata migrans, yaitu tampak perpanjangan rete peg dan ada infiltrasi sel neutrofil.

9. Hairy Tongue

Tampak bagian tengah belakang lidah lebih merah dengan permukaan seperti berambut karena hipertrofi papila filiformis.

Lidah dapat mempunyai bentuk dan pergerakan yang berbeda beda karena pengaruh faktor genetik dan turunan. Lidah dapat berbentuk seperti gulungan atau berfisura dengan sisi lateral menyentuh garis tengah. Beberapa penderita dapat mengontrol otot pada ujung lidah untuk membuat bentuk daun daun semanggi, dinamakan lidah trefoil. Ada pula penderita yang mempunyai genetik untuk mampu menggerakkan lidah kebelakang dan keluar dari rongga mulut, dinamakan lidah menelan. Kesemua bentuk lidah yang dapat melakukan pergerakan ini bukan menunjukkan kelainan genetik bawaan maupun penyakit, tetapi merupakan keadaan normal bagi mereka yang dapat melakukan pergerakan tersebut.

B) Kelainan Kongenital Jaringan Keras

1. Torus

Torus merupakan pembengkakan pada rahang yang menonjol dari mukosa mulut yang tidak berbahaya dan disebabkan oleh pembentukan tulang normal yang berlebihan, tampak radiopak dan dapat terjadi di beberapa tempat dari tulang rahang.

Pada garis tengah palatum keras, tampak sebagai massa tonjolan tunggal atau multipel didaerah sutura palatal bagian tengah, berbentuk konveks, dapat pula berbentuk gepeng, nodular atau lobular dan dinamakan torus palatinus.

Mandibula umumnya merupakan massa putih bilateral di bagian lingual akar gigi premolar dan dinamakan torus mandibularis. Bentuk bervariasi, dapat satu lobus atau multipel, unilateral atau bilateral. Tumbuh langsung di atas garis milohioid, meluas dari kaninus sampai molar pertama.

Umumnya, torus menjadi jelas sesudah dewasa meskipun kadang-kadang pada anak-anak sudah jelas. Pasien umumnya tek menyadari, hanya diketahui oleh dokter atau dokter gigi, terutama dalam hubungannya dengan pembuatan desain geligi tiruan. Frekuensi bervariasi dengan usia. Rasio wanita:pria adalah 2:1

Torus dapat disebabkan oleh faktor genitik atau fungsi. Namun, peran faktor fungsi tidak begitu kuat karena frekuensi kejadian pada wanita Eskimo kurang dibandingkan laki-laki Eskimo meskipun fungsi rahang pada wanita Eskimo ini lebih besar mengingat wanita Eskimo sering mengunyah sejenis tumbuhan.

Gambaran mikroskopis tampak korteks tulang yang padat dan kompak, dengan daerah sentral tulang lebih spongiosa dan kadang-kadang ditemukan lemak dalam sumsum tulang.

Proyeksi tulang yang sama dapat terlihat pada permukaan labial atau bukal dari lingir alveolar maksila atau mandibula dan dinamakan tulang eksostosis. Umumnya, kelainan ini tidak membutuhkan perawatan. Kalau mengganggu pemakaian gigi tiruan atau bicara, dapat dilakukan pengambilan secara bedah.2. Agnasia

Kesalahan pembentukan lengkung mandibula sering dihubungkan dengan anomali fusi telinga luar pada daerah garis tengah yang normalnya ditempati oleh mandibula sehingga telinga bertemu di garis tengah.

Agenesis absolut mandibula masih diragukan apakah bisa terjadi. Pada keadaan ini, lidah juga tidak terbentuk atau mengalami reduksi ukuran. Meskipun astomia (tidak terbentuknya mulut) dapat terjadi, mikrostomia (mulut yang kecil) lebih sering terjadi. Kadang-kadang tidak ada hubungan dengan faring, yang tersisa hanya membran buko faringeal. Agnasia sering juga disebabkan oleh gangguan vaskularisasi.3. Mikrognasia

Istilah mikrognasia umumnya dipakai khusus untuk mandibula meskipun dapat pula dipakai untuk menunjukkan pengecilan ukuran mandibula dan maksila. Dagu dapat sangat retrusif atau absen sama sekali. Hidung dan bibir atas menjadi menonjol sehingga muka seperti burung.

Keadaan ini dapat bersifat kongenital seperti yang ditemukan pada berbagai sindrom, dapat pula terjadi sesudah lahir, misalnya akibat trauma, atau infeksi seperti atritis rematoid juvenilis.

Mikrognasia disebabkan oleh kegagalan pusat pertumbuhan di kepala sendi. Penyebabnya adalah kelainan perkembangan atau didapat. Cedera pada kepala sendi oleh trauma pada saat lahir atau infeksi pada telinga dapat menyerang pusat pertumbuhan kepala sendi. Kemungkinan lain adalah trauma atau infeksi daerah kepala sendi yang umumnya unilateral dan menyebabkan pengecilan ukuran rahang yang unilateral.

Mikrognasia rahang atas ditemukan pada disostosis kraniofasial sindrom akrosefalosindaktilia yang karakteristik ditemukan pada oksisefalik, sindaktilia tangan dan kaki dan pada sindrom down.

Keadaan ini dapat dikoreksi dengan bedah. Bila perkembangan rahang tidak bagus, gigi geligi menjadi berdesakan dan rahang gagal untuk menyesuaikan diri sehingga gigi tidak dapat beroklusi dengan baik atau dalam posisi buruk untuk berfungsi atau mengganngu estetik.

4. Makrognasia

Makrognasia adalah rahang yang besar. Jika terjadi pada rahang bawah, hal ini dapat menyebabkan protrusi (kelas III Angle) dengan dagu menonjol.

Keadaan ini dapat bersifat kongenital dan dapat pula bersifat dapatan melalui penyakit serta dapat dikoreksi dengan tindakan bedah. Pada akromegali, penderita mempunyai tumor kelenjar hipofisis yang akan mendorong pertumbuhan terus menerus pada tempat tertentu, misalnya jari dan tulang mandibula.

Beberapa kelainan menyerang rahang dan juga daerah lain, antara lain merupakan sindrom seperti sindrom Pierre Robin. Pada sindrom ini, anak lahir dengan mikrognasia rahang bawah yang berat, lidah menjulur keluar dan sumbing palatum. Cacat lain seperti deformitas telinga dapat juga terjadi. Contoh lain adalah sindrom Treacher Collins.

Ada beberapa sindrom perkembangan yang menunjukkan mikrognasia rahang atas sebagai bagian suatu sindrom, misalnya sindrom down atau sindrom Apert. Sindrom down merupakan penyakit genetika yang paling sering ditemukan dengan ciri khas berupa rahang atas yang kecil selain tanda lainnya. Pada penyakit Crouzon yang merupakan kraniofasial sinostosis yang berkaitan dengan sindrom Apert, ditemukan rahang atas dan hidung yang kecil sehingga menyebabkan muka melesak kedalam.5. cleft lip dan cleft palate

Bibir sumbing (cleft lip) adalah kelainan berupa celah pada bibir atas yang didapatkan seseorang sejak lahir. Bila celah berada pada bagian langit-langit rongga mulut (palatum), maka kelainan ini disebut cleft palate. Pada cleft palate, celah akan menghubungkan langit-langit rongga mulut dengan rongga hidung. Ada tiga jenis kelainan cleft, yaitu:

Cleft lip tanpa disertai cleft palate Cleft palate tanpa disertai cleft lip Cleft lip disertai dengan cleft palate

Sekitar separuh dari semua kasus cleft melibatkan bibir atas dan langit-langit sekaligus. Celah dapat hanya terjadi pada satu sisi (unilateral) atau pada kedua sisi (bilateral) bibir. Cleft lip dan cleft palate terbentuk saat bayi masih dalam kandungan (Anonim, 2009).Proses terbentuknya kelainan ini sudah dimulai sejak minggu-minggu awal kehamilan ibu. Saat usia kehamilan ibu mencapai 6 minggu, bibir atas dan langit-langit rongga mulut bayi dalam kandungan akan mulai terbentuk dari jaringan yang berada di kedua sisi dari lidah dan akan bersatu di tengah-tengah. Bila jaringan-jaringan ini gagal bersatu, maka akan terbentuk celah pada bibir atas atau langit-langit rongga mulut. Sebenarnya penyebab mengapa jaringan-jaringan tersebut tidak menyatu dengan baik belum diketahui dengan pasti. Akan tetapi faktor penyebab yang diperkirakan adalah kombinasi antara faktor genetik dan faktor lingkungan seperti obat-obatan, penyakit atau infeksi yang diderita ibu saat mengandung, konsumsi minuman beralkohol atau merokok saat masa kehamilan. Resiko terkena akan semakin tinggi pada anak-anak yang memiliki saudara kandung atau orang tua yang juga menderita kelainan ini, dan dapat diturunkan baik lewat ayah maupun ibu. Cleft lip dan cleft palate juga dapat merupakan bagian dari sindroma penyakit tertentu. Kekurangan asam folat juga dapat memicu terjadinya kelainan ini.1. Klasifikasi

Klasifikasi menurut struktur struktur yang terkena menjadi :a. Palatum primer : meliputi bibir, dasar hidung, alveolus dan palatum durum dibelahan foramen incivisium.

b. Palatum sekunder : meliputi palatum durum dan molle posterior terhadap foramen.

Suatu belahan dapat mengenai salah satu atau keduanya, palatum primer dan palatum sekunder dan dapat unilateral atau bilateral.

Kadang kadang terlihat suatu belahan submukosa, dalam kasus ini mukosanya utuh dengan belahan mengenai tulang dan jaringan otot palatum.

Klasifikasi menurut organ yang terlibat :

1. Celah bibir (labioskizis)

2. Celah di gusi (gnatoskizis)

3. Celah dilangit (Palatoskizis)

4. Celah dapat terjadi lebih dari satu organ misalnya terjadi di bibir dan langit langit (labiopalatoskizis).

Klasifikasi menurut lengkap/ tidaknya celah yang terbentuk :

Tingkat kelainan bibir sumbing bervariasi, mulai dari yang ringan hingga yang berat, beberapa jenis bibir sumbing yang diketahui adalah :

1. Unilateral iincomplete : Jika celah sumbing terjadi hanya di salah satu bibir dan tidak memanjang ke hidung

2. Unilateral complete : Jika celah sumbing yang terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung

3. Bilateral complete : Jika celah sumbing terjadi dikedua sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung.

(A) Celah bibir unilateral tidak komplit, (B) Celah bibir unilateral (C) Celah bibir bilateral dengan celah langit-langit dan tulang alveolar, (D) Celah langit-langit. (Stoll et al. BMC Medical genetics. 2004, 154.)2. Komplikasi

Jika penderita labiopalatoschisis tidak segera ditangani (operasi), maka penderita beresiko mengalami komplikasi. Berikut komplikasi jika penderita tidak segera dioperasi :a. Masalah dental

Anak yang lahir dengan celah bibir mungkin mempunyai masalah tertentu yang berhubungan dengan kehilangan gigi, malformasi, dan malposisi dari gigi geligi pada area dari celah bibir yang terbentuk.

b. Masalah asupan makanan

Adanya celah bibir memberikan kesulitan pada bayi untuk melakukan hisapan payudara ibu atau dot. Sehingga jika tidak segera ditangani akan terjadi masalah asupan makanan. Tekanan lembut pada pipi bayi dengan labioschisis mungkin dapat meningkatkan kemampuan hisapan oral. Keadaan tambahan yang ditemukan adalah refleks hisap dan refleks menelan pada bayi dengan celah bibir tidak sebaik bayi normal, dan akibatnya bayi menghisap lebih banyak udara pada saat menyusu. Cara memegang bayi dengan posisi tegak lurus dan menepuk-nepuk punggung bayi secara berkala dapat membantu proses menyusui bayi. Bayi yang hanya menderita labioschisis atau dengan celah kecil pada palatum biasanya dapat menyusui, namun pada bayi dengan labiopalatochisis biasanya membutuhkan penggunaan dot khusus. Dot khusus (cairan dalam dot ini dapat keluar dengan tenaga hisapan kecil) ini dibuat untuk bayi dengan labio-palatoschisis dan bayi dengan masalah pemberian makan atau asupan makanan tertentu, bentuknya panjang dan pada ujung dot lubangnya lebih besar dari dot biasa.

c. Gangguan berbicara

Pada bayi dengan labio-palatoschisis biasanya memiliki abnormalitas pada perkembangan otot-otot yang mengurus palatum mole. Sehingga menimbulkan suara hidung. Saat palatum mole tidak dapat menutup ruang/ rongga nasal pada saat bicara, maka didapatkan suara dengan kualitas nada yang lebih tinggi (hypernasal quality of 6 speech). Meskipun telah dilakukan reparasi palatum, kemampuan otot-otot tersebut diatas untuk menutup ruang atau rongga nasal pada saat bicara mungkin tidak dapat kembali sepenuhnya normal. Penderita celah palatum memiliki kesulitan bicara, sebagian karena palatum lunak cenderung pendek dan kurang dapat bergerak sehingga selama berbicara udara keluar dari hidung. Anak mungkin mempunyai kesulitan untuk menproduksi suara atau kata "p, b, d, t, h, k, g, s, sh, dan ch", dan terapi bicara (speech therapy) biasanya sangat membantu.

d. Infeksi telinga

Anak dengan labio-palatoschisis lebih mudah untuk menderita infeksi telinga karena terdapatnya abnormalitas perkembangan dari otot-otot yang mengontrol pembukaan dan penutupan tuba eustachius. Tuba eustachius adalah saluran penghubung antara rongga mulut dan telinga.

e. Otitis Media

Otitis media adalah peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media adalah komplikasi umum dari suatu celah langit-langit mulut dan hadir di hampir semua anak-anak dengan unrepaired clefts.

f. Obstruksi jalan napas

Obstruksi jalan napas dapat hadir pada anak-anak dengan sumbing langit-langit, terutama mereka yang memiliki rahang hypoplasia (yaitu, sebuah Pierre Robin urutan). Obstruksi jalan napas bagian atas hasil dari posisi posterior lidah, yang rentan terhadap prolaps ke dalam faring dengan inspirasi. Obstruksi nasal dapat juga hasil dari lidah menonjol ke rongga hidung.

3. Pemeriksaan Diagnostik

1. Tes pendengaran, bicara dan evaluasi.

2. Laboratorium untuk persiapan operasi; Hb, Ht, leuko, BT, CT.3. Evaluasi ortodental dan prostontal dari mulai posisi gigi dan perubahan struktur dari orkumaxilaris.4. Konsultasi bedah plastik, ahli anak, ahli THT, ortodentisist, spech therapi.5. MRI untuk evaluasi abnormal6. Foto rontgen7. Pemeriksaan fisik8. USG sebagai persiapan mental bagi calon orang tua. Sehingga setelah bayi lahir, orang tua sudah siap dengan keadaan anak dan penanganan khusus yang diperlukan dalam perawatan bayi.ETIOLOGI CLEFT LIP (BIBIR SUMBING) Sebagian besar kasus cleft lip dan palatum congenital disebabkan oleh pewarisan multi-faktor dan seringnya terjadi celah pada keluarga setelah beberapa generasi. Teratogen tertentu terlibat dalam celah palatum. Di antaranya yang paling utama adalah virus rubella, thalidomide, aminopterin, steroid, dan alcohol. Selain itu dapat juga disebakan oleh kebiasaan merokok saat trisemester pertama, dan juga mengkonsumsi obat-obat vasoactive saat kehamilan (pseudoephedrine, aspirin, ibuprofen, amphetamine, cocaine, or ecstasy).

TANDA DAN GEJALA CLEFT LIP (BIBIR SUMBING) Tanda yang paling jelas adalah adanya celah pada bibir atas atau langit-langit rongga mulut. Bayi dengan cleft lip dapat mengalami kesulitan saat menghisap ASI karena sulitnya melakukan gerakan menghisap. Kesulitan ini dapat diatasi dengan penggunaan botol khusus yang direkomendasikan oleh dokter gigi spesialis gigi anak dan dokter spesialis anak, tentunya disesuaikan dengan tingkat keparahan kasus. Cleft palate juga dapat menyebabkan kesulitan dalam berbicara. Besarnya cleft bukan indikator seberapa serius gangguan dalam berbicara, bahkan cleft yang kecil pun dapat menyebabkan kesulitan dalam berbicara. Anak dapat memperbaiki kesulitannya dalam berbicara setelah menjalani terapi bicara, walaupun kadang tindakan operasi tetap diperlukan untuk memperbaiki fungsi langit-langit rongga mulut. Anak dengan cleft palate seringkali memiliki suara hidung saat berbicara. Biasanya cleft palate dapat mempengaruhi pertumbuhan rahang anak dan proses tumbuh kembang dari gigi-geliginya. Susunan gigi-geligi dapat menjadi berjejal karena kurang berkembangnya rahang. Anak dengan cleft kadang memiliki gangguan dalam pendengaran. Hal ini disebabkan oleh kemungkinan adanya infeksi yang mengenai tuba Eustachia (saluran yang menghubungkan telinga dengan rongga mulut). Semua telinga anak normal memproduksi cairan telinga yang kental dan lengket. Cairan ini dapat menumpuk di belakang gendang telinga. Adanya cleft dapat meningkatkan kemungkinan terbentuknya cairan telinga ini, sehingga menyebabkan gangguan atau bahkan kehilangan pendengaran sementara

Gejalanya berupa:

a. pemisahan bibir

b. pemisahan langit-langit

c. pemisahan bibir dan langit-langit

d. distorsi hidung

e. infeksi telinga berulang

f. berat badan tidak bertambah

g. regurgitasi hidung ketika menyusu (air susu keluar dari lubang hidung)

Gambaran Klinis

Gambaran klinis celah bibir menurut Klasifikasi Veau, dapat bervariasi, dari pit atau takik kecil pada tepi merah bibir sampai sumbing yang meluas ke dasar hidung.

Klas I : takik unilateral pada tepi merah bibir dan meluas sampai bibir.

Klas II: bila takik pada merah bibir sudah meluas ke bibir, tetapi tidak mengenai dasar hidung.

Klas III: sumbing unilateral pada merah bibir yang meluas melalui bibir ke dasar hidung.

Klas IV: setiap sumbing bilateral pada bibir yang menunjukkan takik tak sempurna atau merupakan sumbing yang sempurna.

Menurut sistem Veau, sumbing palatum dapat dibagi dalam 4 tipe klinis, yaitu :

Kelas I : Sumbing yang terbatas pada palatum lunak.

Kelas II: Cacat pada palatum keras dan lunak yang hanya terbatas pada palatum sekunder tetapi tidak melampaui foramen insisivum.

Kelas III: Sumbing pada palatum sekunder dapat komplet atau tidak komplet. Sumbing palatum komplet meliputi palatum lunak dan keras sampai foramen insisivum. Sedangkan sumbing yang tidak komplet meliputi palatum lunak dan palatum keras, tetapi tidak meluas sampai foramen insisivum. Sumbing unilateral yang komplet dan meluas dari uvula sampai foramen insisivum di garis tengah dan proc. Alveolaris unilateral yang juga termasuk kelas III.

Kelas IV : Sumbing bilateral komplet meliputi palatum lunak dan keras serta proc. Alveolaris pada kedua sisi premaksila, meninggalkan daerah itu bebas dan sering kali bergerak.

Patofisiologi

Labio/palatoskizis terjadi karena kegagalan penyatuan prosesus maksilaris dan premaksilaris selama awal usia embrio. Labioskizis dan palatoskizis merupakan malformasi yang berbeda secara embrional dan terjadi pada waktu yang berbeda selama proses perkembangan embrio. Penyatuan bibir atas pada garis tengah selesai dilakukan pada kehamilan antara minggu ketujuh dan kedelapan.

Fusi palatum sekunder (palatum durum dan mole) terjadi kemudian dalam proses perkembangan, yaitu pada kehamilan antara minggu ketujuh dan keduabelas. Lalam proses migrasi ke posisi horisontal, palatum tersebut dipisahkan oleh lidah untuk waktu yang singkat. Jika terjadi kelambatan dalam migrasi atau pemindahan ini, jika atau lidah tidak berhasil turun dalam waktu yang cukup singkat,bagian lain proses perkembangan tersebut akan terus berlanjut namun palatum tidak pernah menyatu. Kelainan sumbing selain mengenai bibir juga bisa mengenai langit-langit. Berbeda pada kelainan bibir yang terlihat jelas secara estetik, kelainan sumbing langit-langit lebih berefek kepada fungsi mulut seperti menelan, makan, minum, dan bicara.

Pada kondisi normal, langit-langit menutup rongga antara mulut dan hidung. Pada bayi yang langit-langitnya sumbing barrier ini tidak ada sehingga pada saat menelan bayi bisa tersedak. Kemampuan menghisap bayi juga lemah, sehingga bayi mudah capek pada saat menghisap, keadaan ini menyebabkan intake minum/makanan yg masuk menjadi kurang dan jelas berefek terhadap pertumbuhan dan perkembangannya selain juga mudah terkena infeksi saluran nafas atas karena terbukanya palatum tidak ada batas antara hidung dan mulut, bahkan infeksi bisa menyebar sampai ke telinga.3.4 Mengetahui Perawatan Cleft Lip Dan Cleft Palate

Penanganan kecacatan pada celah bibir dan celah langit-langit tidaklah sederhana, melibatkan berbagai unsur antara lain, ahli Bedah Plastik, ahli ortodonti, ahli THT untuk mencegah menangani timbulnya otitis media dan kontrol pendengaran, dan anestesiologis. Speech therapist untuk fungsi bicara. Setiap spesialisasi punya peran yang tidak tumpang-tindih tapi saling saling melengkapi dalam menangani penderita CLP secara paripurna.

1. Terapi Non-bedah

Palatoschisis merupakan suatu masalah pembedahan, sehingga tidak ada terapi medis khusus untuk keadaan ini. Akan tetapi, komplikasi dari palatoschisis yakni permasalahan dari intake makanan, obstruksi jalan nafas, dan otitis media membutuhkan penanganan medis terlebih dahulu sebelum diperbaiki. Perawatan Umum Pada Cleft PalatumPada periode neonatal beberapa hal yang ditekankan dalam pengobatan pada bayi dengan cleft palate yakni:

a. Intake makanan

Intake makanan pada anak-anak dengan cleft palate biasanya mengalami kesulitan karena ketidakmampuan untuk menghisap, meskipun bayi tersebut dapat melakukan gerakan menghisap. Kemampuan menelan seharusnya tidak berpengaruh, nutrisi yang adekuat mungkin bisa diberikan bila susu dan makanan lunak jika lewat bagian posterior dari cavum oris. pada bayi yang masih disusui, sebaiknya susu diberikan melalui alat lain/ dot khusus yang tidak perlu dihisap oleh bayi, dimana ketika dibalik susu dapat memancar keluar sendiri dengan jumlah yang optimal artinya tidak terlalu besar sehingga membuat pasien menjadi tersedak atau terlalu kecil sehingga membuat asupan nutrisi menjadi tidak cukup.

Untuk membantu keadaan ini biasanya pada saat bayi baru lahir di pasang selang Nasogastric tube, adalah selang yang dimasukkan melalui hidung..berfungsi untuk memasukkan susu langsung ke dalam lambung untuk memenuhi intake makanan.

Pemasangan Obturator yang terbuat dari bahan akrilik yg elastic untuk bayi brumur 1-2 minggu, semacam gigi tiruan tapi lebih lunak, jadi pembuatannya khusus dan memerlukan pencetakan di mulut bayi. Beberapa ahli beranggarapan obturator menghambat pertumbuhan wajah pasien, tapi beberapa menganggap justru mengarahkan. Pada center-center cleft seperti Harapan Kita di Jakarta dan Cleft Centre di Bandung, dilakukan pembuatan obturator, karena pasien rajin kontrol sehingga memungkinkan dilakukan penggerindaan oburator tiap satu atau dua minggu sekali kontrol dan tiap beberapa bulan dilakukan pencetakan ulang, dibuatkan yg baru sesuai dg pertumbuhan pasien. Obturator juga harus di bersihkan otherwise malah jd sumber infeksi jadi pendidikan serta kooperasi orang tua pasien sangat mutlak, dengan berbagai pertimbangan tsb jadi dokter memutuskan perlu atau tidaknya tergantung situasi dan kondisi. Membersihkan mulut setelah di beri susu dan off course menghindari infeksi dengan memperkuat daya tahan tubuh. Obturator diberi tali untuk membantu agar mudah dilepaskan, tapi ada pula jenis yg tidak perlu di beri tali,

Pemberian dot khusus dot khusus, dot ini bisa dibeli di apotik2 besar. Dot ini bentuknya lebih panjang dan lubangnya lebih lebar daripada dot biasa; tujuannya dot yang panjang menutupi lubang di langit2 mulut; susu bisa langsung masuk ke kerongkongan; karena daya hisap bayi yang rendah, maka lubang dibuat sedikit lebih besar sehingga air susu dapat mengalir ke dalam bagian belakang mulut dan mencegah regurgitasi ke hidung.

Cara menyusui nya untuk menghindari tersedak, dengan posisi sebagai berikut.

Setelah operasi baik bibir maupun langit2 biasanya tidak di sarankan untuk memakai dot, disaranakan untuk memberikan susu pakai sendok, hal ini diperlukan untuk memberi waktu penyembuhan luka jaringan post operasi

b. Pemeliharaan jalan nafas

Pernafasan dapat menjadi masalah anak dengan cleft, terutama jika dagu dengan retroposisi (dagu pendek, mikrognatik, rahang rendah (undershot jaw), fungsi muskulus genioglossus hilang dan lidah jatuh kebelakang, sehingga menyebabkan obstruksi parsial atau total saat inspirasi (The Pierre Robin Sindrom).

c. Gangguan telinga tengah

Otitis media merupakan komplikasi yang biasa terjadi pada cleft palate dan sering terjadi pada anak-anak yang tidak dioperasi, sehingga otitis supuratif rekuren sering menjadi masalah. Komplikasi primer dari efusi telinga tengah yang menetap adalah hilangnya pendengaran. Masalah ini harus mendapat perhatian yang serius sehingga komplikasi hilangnya pendengaran tidak terjadi, terutama pada anak yang mempunyai resiko mengalami gangguan bicara karena cleft palatum. Pengobatan yang paling utama adalah insisi untuk ventilasi dari telinga tengah sehingga masalah gangguan bicara karena tuli konduktif dapat dicegah.

2. Terapi bedah

Terapi pembedahan pada palatoschisis bukanlah merupakan suatu kasus emergensi, dilakukan pada usia antara 12-18 bulan. Pada usia tersebut akan memberikan hasil fungsi bicara yang optimal karena memberi kesempatan jaringan pasca operasi sampai matang pada proses penyembuhan luka sehingga sebelum penderita mulai bicara dengan demikian soft palate dapat berfungsi dengan baik.

Ada beberapa teknik dasar pembedahan yang bisa digunakan untuk memperbaiki celah palatum, yaitu:

i) Teknik von Langenbeck

Teknik ini pertama kali diperkenalkan oleh von Langenbeck yang merupakan teknik operasi tertua yang masih digunakan sampai saat ini. Teknik ini menggunakan teknik flap bipedikel mukoperiosteal pada palatum durum dan palatum molle. Untuk memperbaiki kelainan yang ada, dasar flap ini disebelah anterior dan posterior diperluas ke medial untuk menutup celah palatum.

ii) Teknik V-Y push-back

Teknik V-Y push-back mencakup dua flap unipedikel dengan satu atau dua flap palatum unipedikel dengan dasarnya disebelah anterior. Flap anterior dimajukan dan diputar ke medial sedangkan flap posterior dipindahkan ke belakang dengan teknik V to Y akan menambah panjang palatum yang diperbaiki.

iii) Teknik double opposing Z-plasty

Teknik ini diperkenalkan oleh Furlow untuk memperpanjang palatum molle dan membuat suatu fungsi dari m.levator.

iv) Teknik Schweckendiek

Teknik ini diperkenalkan oleh Schweckendiek pada tahun 1950, pada teknik ini, palatum molle ditutup (pada umur 4 bulan) dan di ikuti dengan penutupan palatum durum ketika si anak mendekati usia 18 bulan.

v) Teknik palatoplasty two-flap

Diperkenalkan oleh Bardach dan Salyer (1984). Teknik ini mencakup pembuatan dua flap pedikel dengan dasarnya di posterior yang meluas sampai keseluruh bagian alveolar. Flap ini kemudian diputar dan dimajukan ke medial untuk memperbaiki kelainan yang ada.

Speech terapi mulai diperlukan setelah operasi palatoplasty yakni pada usia 2-4 tahun untuk melatih bicara benar dan miminimalkan timbulnya suara sengau karena setelah operasi suara sengau masih dapat terjadi suara sengau karena anak sudah terbiasa melafalkan suara yang salah, sudah ada mekanisme kompensasi memposisikan lidah pada posisi yang salah. Bila setelah palatoplasty dan speech terapi masih didapatkan suara sengau maka dilakukan pharyngoplasty untuk memperkecil suara nasal (nasal escape) biasanya dilakukan pada usia 4-6 tahun. Pada usia anak 8-9 tahun ahli ortodonti memperbaiki lengkung alveolus sebagai persiapan tindakan alveolar bone graft dan usia 9-10 tahun spesialis bedah plastic melakukan operasi bone graft pada celah tulang alveolus seiring pertumbuhan gigi caninus.

Perawatan setelah dilakukan operasi, segera setelah sadar penderita diperbolehkan minum dan makanan cair sampai tiga minggu dan selanjutnya dianjurkan makan makanan biasa. Jaga hygiene oral bila anak sudah mengerti. Bila anak yang masih kecil, biasakan setelah makan makanan cair dilanjutkan dengan minum air putih. Berikan antibiotik selama tiga hari. Pada orangtua pasien juga bisa diberikan edukasi berupa, posisi tidur pasien harusnya dimiringkan/tengkurap untuk mencegah aspirasi bila terjadi perdarahan, tidak boleh makan/minum yang terlalu panas ataupun terlalu dingin yang akan menyebabkan vasodilatasi dan tidak boleh menghisap /menyedot selama satu bulan post operasi untuk menghindari jebolnya daerah post operasi.Penatalaksanaan

Biasanya anak dengan cleft lip and palate akan dirawat oleh tim dokter khusus yang mencakup dokter gigi spesialis bedah mulut, dokter spesialis bedah plastik, ahli terapi bicara, audiologist (ahli pendengaran), dokter spesialis anak, dokter gigi spesialis gigi anak, dokter gigi spesialis orthodonsi, psikolog, dan ahli genetik.

Ada tiga tahap penanganan bibir sumbing yaitu tahap sebelum operasi, tahap sewaktu operasi dan tahap setelah operasi.1. Pada tahap sebelum operasi

Yang dipersiapkan adalah ketahanan tubuh bayi menerima tindakan operasi, asupan gizi yang cukup dilihat dari keseimbangan berat badan yang dicapai dan usia yang memadai. Patokan yang biasa dipakai adalah rule of ten meliputi berat badan lebih dari 10 pounds atau sekitar 4-5 kg , Hb lebih dari 10 gr % dan usia lebih dari 10 minggu , jika bayi belum mencapai rule of ten ada beberapa nasehat yang harus diberikan pada orang tua agar kelainan dan komplikasi yang terjadi tidak bertambah parah. Misalnya memberi minum harus dengan dot khusus dimana ketika dot dibalik susu dapat memancar keluar sendiri dengan jumlah yang optimal artinya tidak terlalu besar sehingga membuat bayi tersedak atau terlalu kecil sehingga membuat asupan gizi menjadi tidak cukup, jika dot dengan besar lubang khusus ini tidak tersedia bayi cukup diberi minum dengan bantuan sendok secara perlahan dalam posisi setengah duduk atau tegak untuk menghindari masuknya susu melewati langit-langit yang terbelah. Selain itu celah pada bibir harus direkatkan dengan menggunakan plester khusus non alergenik untuk menjaga agar celah pada bibir menjadi tidak terlalu jauh akibat proses tumbuh kembang yang menyebabkan menonjolnya gusi kearah depan (protrusio pre maksila) akibat dorongan lidah pada prolabium , karena jika hal ini terjadi tindakan koreksi pada saat operasi akan menjadi sulit dan secara kosmetika hasil akhir yang didapat tidak sempurna. Plester non alergenik tadi harus tetap direkatkan sampai waktu operasi tiba.

2. Tahapan selanjutnya adalah tahapan operasi

Pada saat ini yang diperhatikan adalah soal kesiapan tubuh si bayi menerima perlakuan operasi, hal ini hanya bisa diputuskan oleh seorang ahli bedah Usia optimal untuk operasi bibir sumbing (labioplasty) adalah usia 3 bulan Usia ini dipilih mengingat pengucapan bahasa bibir dimulai pada usia 5-6 bulan sehingga jika koreksi pada bibir lebih dari usia tersebut maka pengucapan huruf bibir sudah terlanjur salah sehingga kalau dilakukan operasi pengucapan huruf bibir tetap menjadi kurang sempurna. Operasi untuk langit-langit (palatoplasty) optimal pada usia 18 20 bulan mengingat anak aktif bicara usia 2 tahun dan sebelum anak masuk sekolah. Operasi yang dilakukan sesudah usia 2 tahun harus diikuti dengan tindakan speech teraphy karena jika tidak, setelah operasi suara sengau pada saat bicara tetap terjadi karena anak sudah terbiasa melafalkan suara yang salah, sudah ada mekanisme kompensasi memposisikan lidah pada posisi yang salah. Bila gusi juga terbelah (gnatoschizis) kelainannya menjadi labiognatopalatoschizis, koreksi untuk gusi dilakukan pada saat usia 8 9 tahun bekerja sama dengan dokter gigi ahli ortodonsi.

3. Tahap selanjutnya adalah tahap setelah operasi

Penatalaksanaanya tergantung dari tiap-tiap jenis operasi yang dilakukan, biasanya dokter bedah yang menangani akan memberikan instruksi pada orang tua pasien misalnya setelah operasi bibir sumbing luka bekas operasi dibiarkan terbuka dan tetap menggunakan sendok atau dot khusus untuk memberikan minum bayi.

Banyaknya penderita bibir sumbing yang datang ketika usia sudah melebihi batas usia optimal untuk operasi membuat operasi hanya untuk keperluan kosmetika saja sedangkan secara fisiologis tidak tercapai, fungsi bicara tetap terganggu seperti sengau dan lafalisasi beberapa huruf tetap tidak sempurna, tindakan speech teraphy pun tidak banyak bermanfaat.

Untuk menangani komplikasi sebelum dilakukan labiopalatoplasti, antara lain :

1. Refleks menghisap bayi yang kurang baik karena pembentukan mulut yang tidak sempurna dapat ditangani dengan penggunaan botol susu. Bila bayi menelan lebih banyak udara selama menyusu atau susu mudah masuk hidung dan telinga dalam, dapat ditangani dengan cara bayi didudukan secara tegak selama dan setelah menyusu. Sendawakan bayi setelah menyusu dengan menepuk-nepuk punggung bayi.

2. Gangguan pendengaran dapat dikonsulkan ke ahli audiologi.

3. Gangguan bicara dapat ditangani dengan terapi bicara dan tes pendengaran secara berkala.

4. Dokter gigi spesialis anak dan orthodontis dapat memberikan perawatan yang berkaitan dengan perawatan gigi-geligi anak dan melakukan tindakan-tindakan pencegahan agar tidak timbul kelainan-kelainan lain pada rongga mulut.

Perawatan :1. Menyusui

2. Menggunakan alat khusus

3. posisi mendekati duduk dengan aliran yang langsung menuju bagian sisi atau belakang lidah bayi

4. tepuk tepuk punggung bayi berkali kali karena cenderung uuntuk menelan banyak udara

5. periksa bagian bawah hidung dengan teratur, kadang kadang luka terbentuk pada bagian bawah pemisah lobang hidung

6. Suatu kondisi yang sangat sakit dapat membuat bayi menolak menyusu. Jika hal ini terjadi arahkan dot ke bagian sisi mulut uuntuk memberikan kesempatan pada kulit yang elmbut tersebut untuk sembuh

7. Setelah siap menyusu, perlahan lahan bersihkan daerah sumbing dengan alat berujung kapas yang dicelupkan dalam hydrogen peroksida setengah kuat atau air.

Pengobatan :1. Dilakukan bedah elektif yang melibatkakn bebrapa disiplin ilmu untuk penanganan selanjutnya. Bayi akan memperoleh operasi untuk memperbaiki kalainan tetapi waktunya yang tepat untuk operasi tersebut bervariasi.

2. Tindakan pertama dikerjakan untuk menutup celah bibir berdasarkan kriteria rule of ten yaitu umur >10 mg, BB > 10 ton, Hb > 10 gr/dl, leukosit > 10.000 ui

3. Tindakan operasi selanjutnya adalah menutup langitan / palatoplasti dikerjakan sediini mungkin (15 24 bln) sebelum anak mampu bicara lengkap sehiongga pusat bicara otak belum membentuk cara bicara. Pada umur 8 9 thn dilaksanakan tindakan operasi penambahan tulang pada celah alveolus/maksila uuntuk memungkinkan ahli ortodensi mengatur pertumbuhan gigi dikanan dan kiri celah supaya normal.

4. Operasi terakhir pada usia 15 17 tahu n dikerjakan setelah pertumbuhan tulang tulang muka mendeteksi selesai.

5. Operasi mungkin tidak dapat dilakukan jika anak memiliki kerusakan yang lebar. Dalam hal ini suatu kontur seperti balon bicara ditempel pada bagian belakang gigi geligi menutupi nasofaring dan membantu anak bicara yang lebih baik.

6. Anak tersebut juga membutuhkan teraphi bicara karena langit langit sangat penting untuk pembentukan bicara dan perubahan struktur.

Prinsip perawatan secara umum :Agar Operasi Bibir Sumbing berhasil baik perlu kerjasama yang sangat erat antara dokter operator dan keluarga pasien. Selain kerjasama tersebut perlu juga diperhatikan tahapan Operasi. Tahapan operasi dalam menangani bibir sumbing yaitu: NoTahapUsiaPenatalaksanaan

1Tahap1CheilonasoraphyLahirbantuan pernafasan dan pemasangan NGT (naso Gastric Tube) bila perlu untuk membantu masuknya makanan kedalam lambung.

1 minggupembuatan feeding plate untuk membantu menutup langit-langit dan mengarahkan pertumbuhan, pemberian dot khusus.

3 Bulanlabioplasty; tindakan operasi untuk bibir, alanasi (untuk hidung) dan evaluasi telingga.

sesuai rule over ten (umur >10 mg, BB > 10 pon, Hb > 10 gr/dl, leukosit > 10.000 ui)

2Tahap 2Palatoplasty18 bulan 20 bulanpalathoplasty atau tindakan operasi langit-langit bila terdapat sumbing pada langit-langit.

3Tahap 3Pharyngoplasty Speech therapy2 4 tahundipertimbangkan repalatorapy atau pharingoplasty.

4Tahap 4Orthodonsia6 7 tahunevaluasi gigi dan rahang, evaluasi pendengaran.

5Tahap 5Alveolar Bone Graft11 tahunalveolar bone graft augmentation (cangkok tulang pada pinggir alveolar untuk memberikan jalan bagi gigi caninus), perawatan otthodontis.

6Tahap 612-13 tahunfinal touch; perbaikan-perbaikan bila diperlukan.

7Tahap 717-18 tahunorthognatik surgery bila perlu.

Pencegahan

1. Menghindari merokok Ibu yang merokok mungkin merupakan faktor risiko lingkungan terbaik yang telah dipelajari untuk terjadinya celah orofacial. Ibu yang menggunakan tembakau selama kehamilan secara konsisten terkait dengan peningkatan resiko terjadinya celah-celah orofacial. Mengingat frekuensi kebiasaan kalangan perempuan di Amerika Serikat, merokok dapat menjelaskan sebanyak 20% dari celah orofacial yang terjadi pada populasi negara itu.

Lebih dari satu miliar orang merokok di seluruh dunia dan hampir tiga perempatnya tinggal di negara berkembang, sering kali dengan adanya dukungan publik dan politik tingkat yang relatif rendah untuk upaya pengendalian tembakau. (Aghi et al.,2002). Banyak laporan telah mendokumentasikan bahwa tingkat prevalensi merokok pada kalangan perempuan berusia 15-25 tahun terus meningkat secara global pada dekade terakhir (Windsor, 2002). Diperkirakan bahwa pada tahun 1995, 12-14 juta perempuan di seluruh dunia merokok selama kehamilan mereka dan, ketika merokok secara pasif juga dicatat, 50 juta perempuan hamil, dari total 130 juta terpapar asap tembakau selama kehamilan mereka (Windsor, 2002).

2. Menghindari alkoholPeminum alkohol berat selama kehamilan diketahui dapat mempengaruhi tumbuh kembang embrio, dan langit-langit mulut sumbing telah dijelaskan memiliki hubungan dengan terjadinya defek sebanyak 10% kasus pada sindrom alkohol fetal (fetal alcohol syndrome). Pada tinjauan yang dipresentasikan di Utah Amerika Serikat pada acara pertemuan konsensus WHO (bulan Mei 2001), diketahui bahwa interpretasi hubungan antara alkohol dan celah orofasial dirumitkan oleh biasa yang terjadi di masyarakat. Dalam banyak penelitian tentang merokok, alkohol diketemukan juga sebagai pendamping, namun tidak ada hasil yang benar-benar disebabkan murni karena alkohol.

3. Nutrisi Nutrisi yang adekuat dari ibu hamil saat konsepsi dan trimester I kehamilan sangat penting bagi tumbuh kembang bibir, palatum dan struktur kraniofasial yang normal dari fetus.

a. Asam Folat

Peran asupan folat pada ibu dalam kaitannya dengan celah orofasial sulit untuk ditentukan dalam studi kasus-kontrol manusia karena folat dari sumber makanan memiliki bioavaibilitas yang luas dan suplemen asam folat biasanya diambil dengan vitamin, mineral dan elemen-elemen lainnya yang juga mungkin memiliki efek protektif terhadap terjadinya celah orofasial. Folat merupakan bentuk poliglutamat alami dan asam folat ialah bentuk monoglutamat sintetis. Pemberian asam folat pada ibu hamil sangat penting pada setiap tahap kehamilan sejak konsepsi sampai persalinan. Asam folat memiliki dua peran dalam menentukan hasil kehamilan. Satu, ialah dalam proses maturasi janin jangka panjang untuk mencegah anemia pada kehamilan lanjut. Kedua, ialah dalam mencegah defek kongenital selama tumbuh kembang embrionik. Telah disarankan bahwa suplemen asam folat pada ibu hamil memiliki peran dalam mencegah celah orofasial yang non sindromik seperti bibir dan/atau langit-langit sumbing.

b. Vitamin B-6

Vitamin B-6 diketahui dapat melindungi terhadap induksi terjadinya celah orofasial secara laboratorium pada binatang oleh sifat teratogennya demikian juga kortikosteroid, kelebihan vitamin A, dan siklofosfamid. Deoksipiridin, atau antagonis vitamin B-6, diketahui menginduksi celah orofasial dan defisiensi vitamin B-6 sendiri cukup untuk membuktikan terjadinya langit-langit mulut sumbing dan defek lahir lainnya pada binatang percoban. Namun penelitian pada manusia masih kurang untuk membuktikan peran vitamin B-6 dalam terjadinya celah.

c. Vitamin A

Asupan vitamn A yang kurang atau berlebih dikaitkan dengan peningkatan resiko terjadinya celah orofasial dan kelainan kraniofasial lainnya. Hale adalah peneliti pertama yang menemukan bahwa defisiensi vitamin A pada ibu menyebabkan defek pada mata, celah orofasial, dan defek kelahiran lainya pada babi. Penelitian klinis manusia menyatakan bahwa paparan fetus terhadap retinoid dan diet tinggi vitamin A juga dapat menghasilkan kelainan kraniofasial yang gawat. Pada penelitian prospektif lebih dari 22.000 kelahiran pada wanita di Amerika Serikat, kelainan kraniofasial dan malformasi lainnya umum terjadi pada wanita yang mengkonsumsi lebih dari 10.000 IU vitamin A pada masa perikonsepsional.

4. Modifikasi Pekerjaan

Dari data-data yang ada dan penelitian skala besar menyerankan bahwa ada hubungan antara celah orofasial dengan pekerjaan ibu hamil (pegawai kesehatan, industri reparasi, pegawai agrikulutur). Teratogenesis karena trichloroethylene dan tetrachloroethylene pada air yang diketahui berhubungan dengan pekerjaan bertani mengindikasikan adanya peran dari pestisida, hal ini diketahui dari beberapa penelitian, namun tidak semua. Maka sebaiknya pada wanita hamil lebih baik mengurangi jenis pekerjaan yang terkait. Pekerjaan ayah dalam industri cetak, seperti pabrik cat, operator motor, pemadam kebakaran atau bertani telah diketahui meningkatkan resiko terjadinya celah orofasial.

5. Suplemen Nutrisi

Beberapa usaha telah dilakukan untuk merangsang percobaan pada manusia untuk mengevaluasi suplementasi vitamin pada ibu selama kehamilan yang dimaksudkan sebagai tindakan pencegahan. Hal ini dimotivasi oleh hasil baik yang dilakukan pada percobaan pada binatang. Usaha pertama dilakukan tahun 1958 di Amerika Serikat namun penelitiannya kecil, metodenya sedikit dan tidak ada analisis statistik yang dilaporkan. Penelitian lainnya dalam usaha memberikan suplemen multivitamin dalam mencegah celah orofasial dilakukan di Eropa dan penelitinya mengklaim bahwa hasil pemberian suplemen nutrisi adalah efektif, namun penelitian tersebut memiliki data yang tidak mencukupi untuk mengevaluasi hasilnya.Salah satu tantangan terbesar dalam penelitian pencegahan terjadinya celah orofasial adalah mengikutsertakan banyak wanita dengan resiko tinggi pada masa produktifnya.