KECAP IKAN_YEHEZKIEL_12.70.0163_A6

23
KECAP IKAN LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT Disusun oleh: Nama : Yehezkiel Putra A NIM : 12.70.0163 Kelompok : A6 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

Transcript of KECAP IKAN_YEHEZKIEL_12.70.0163_A6

KECAP IKAN

LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI HASIL LAUT

Disusun oleh:Nama : Yehezkiel Putra ANIM : 12.70.0163Kelompok : A6

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIANUNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG2014

1. HASIL PENGAMATANHasil pengamatan kecap ikan dengan berbagai perlakuan dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Kecap IkanKelompokPerlakuanWarnaRasaAromaSalinitas (%)Penampakan

A1Papain 0,4%++++++++++3++

A2Papain 0,8%+++++++++++2,8++

A3Papain 1,2%++++++++++3,3++

A4Papain 1,6%+++++++++++3,5+++

A5Papain 2,0%++++++++++2,8+++

A6Papain 2,5%++++++++++3,3+

Keterangan:Warna: +: tidak coklat gelapRasa :+: sangat tidak asin ++: kurang coklat gelap ++: kurang asin +++: agak coklat gelap +++: agak asin ++++: coklat gelap ++++: asin +++++: sangat coklat gelap+++++: sangat asin+++++: Sangat kentalAroma: +: sangat tidak tajamPenampakan :+: sangat cair ++: kurang tajam ++: cair +++: agak tajam +++: agak kental ++++: tajam ++++: kental +++++: sangat tajam +++++: sangat kental

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui jika penambahan enzim papain dengan konsentrasi yang berbeda akan mempengaruhi warna, rasa, dan aroma dari kecap ikan yang dihasilkan. Jumlah enzim papain yang ditambahkan pada kelompok A1 0,4%, A2 0,8%, A3 1,2%, A4 1,6%, A5 2%, A6 2,5% Warna kecap ikan yang dihasilkan yang memiliki warna paling gelap adalah kelompok A6.Rasa kecap ikan paling asin adalah kelompok A2 dan A4. Aroma yang dimiliki pada semua kelompok memiliki aroma yang sama yaitu tajam. Salinitas paling tinggi adalah dimiliki kelompok A4 dengan salinitas 3,5%. Untuk penampakan kecap paling tinggi adalah kelompok A4 dan A5 yaitu agak kental.

2. PEMBAHASAN

Kecap merupakan salah satu makanan tradisional yang dibuat dari fermentasi kedelai hitam atau kacang-kacangan lainnya yang menghasilkan cairan berwarna coklat sampai hitam (Rahman, 1992). Selain kecap tersebut, terdapat juga kecap yang terbuat dari ikan yang disebut dengan kecap ikan. Kecap ikan adalah salah satu produk perikanan tradisional yang diolah secara fermentasi dan telah dikenal sejak lama. Kecap ikan dapat dibuat dari sari ikan atau juga dapat dibuat dari sari daging ikan yang merupakan produk sampingan dari proses pengolahan ikan(Afrianto & Liviawaty, 1989).

Kecap ikan adalah suatu produk hasil hidrolisa ikan baik secara fermentasi atau menggunakan garam, enzimatis, maupun kimiawi.Kecap ikan memiliki bentuk cair dan waranya coklat jernih.Produk ini terkenal di berbagai daerah, antara lain Asia Tenggara, Asia Selatan, dan Eropa. Perbedaan kecap ikan dengan kecap adalah kecap ikan hanya ada satu jenis, yaitu kecap asin, sedangkan kecap yang terbuat dari fermentasi kedelai terbagi menjadi dua kelompok, yaitu kecap asin dan kecap manis. Selain itu, kecap asin juga memiliki warna yang berbeda dari kecap kedelai.Kecap asin tidak memiliki warna merah kecoklatan, namun berwarna kekuningan hingga coklat hingga coklat muda dan cair.Kecap ikan memiliki rasa yang berbeda dengan kecap kedelai, yaitu sedikit asin dan banyak mengandung senyawa nitrogen. Penggunaan kecap ikan sangat beragam, antara lain untuk membuat sambal yang dicampur dengan potongan-potongan cabe rawit. Kualitas kecap ikan sangat ditentukan oleh jumlah penggunaan garam dan lamanya proses fermentasi(Afrianto & Liviawaty, 1989). Hal ini juga ditambahkan oleh jurnal Chemical and sensory changes associated Yu-lu fermentation process A traditional Chinese fish sauce

Pada praktikum Teknologi Hasil Laut ini dilakukan pembuatan kecap ikan dengan berbagai perlakuan jumlah penambahan enzim papain. Pada kelompok A1 dilakukan penambahan enzim papain 0,4%; A2 sebesar 0,8%; A3 sebesar 1,2%; A4 sebesar 1,6%; kelompok A5 sebesar 2% dan kelompok A6 2,5%. Bahan utama yang digunakan dalam praktikum ini adalah tulang dan ekor ikan yang merupakan produk samping dari pembuatan surimi. Menurut Irawan (1995), tidak semua bagian ikan dapat dimakan. Umumnya bagian yang dapat dimakan berkisar 70%. Beberapa bagian seperti kepala, ekor, sirip, isi perut dibuang atau diolah menjadi produk lain. Isi perut dan kepala ikan merupakan limbah, yang diolah menjadi produk kecap ikan.Pada umumnya kecap ikan dibuat dari ikan-ikan yang memiliki ukuran kecil seperti tembang, japuh, selar, teri, pepetek maupun ikan air tawar seperti nilam, sriwet, jempang, seluang, butuh dan ikan-ikan kecil lainnya (Astawan& Astawan, 1988). Pada praktikum ini ikan yang digunakan adalah ikan gurami yang ukurannya tidak kecil. Parameter yang diuji dalam praktikum ini adalah warna, rasa, dan aroma kecap ikan secara sensoris. Hal ini juga ditambahkan oleh jurnal IDENTIFICATION OF HALOPHILIC BACTERIA FROM FISH SAUCE (NAM-PLA) IN THAILAND

Menurut Shahidi & Botta (1994), kandungan utama dari kecap ikan adalah lemak golongan tidak jenuh dan protein yang sebagian besar tersusun dari 10 asam amino esensial dan juga air. Protein yang terdapat pada daging ikan adalah 16-18%.Protein utama pada ikan adalah aktin dan myosin yang sering disebut protein fibriler.Protein ini merupakan protein yang berperan dalam kontraksi dan relaksasi otot ikan.Selain komponen tersebut, kecap ikan juga mengandung komponen minor berupa komponen volatile (urea dan trimetilamin), asam amino bebas, gula, mineral, dan vitamin.Protein ikan memiliki daya ketercernaan yang tinggi, yaitu sekitar 98%.Hal ini menandakan jika protein ikan mudah dicerna dan diserap oleh tubuh sehingga dapat dimanfaatkan dengan baik oleh manusia.Protein pada ikan juga lengkap karena memiliki seluruh asam amino esensial (Hadju, 1998). Mennurut jurnal MICROBIOLOGICAL CHARACTERIZATION OF , AN INDIGENOUS MALAYSIAN FISH SAUCE

Proses pembuatan kecap dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu fermentasi dengan garam dan fermentasi secara enzimatis. Fermentasi dengan garam atau fermentasi tradisional membutuhkan waktu fermentasi yang lama, yaitu lebih dari 7 bulan. Proses fermentasi ini melibatkan bakteri. Fungsi dari garam dari pembuatan kecap asin adalah sebagai bahan pengawet dan menyeleksi mikroorganisme yang boleh tumbuh. Jika proses fermentasi dilakukan tanpa penambahan garam maka akan terjadi proses fermentasi anaerob yang tidak diinginkan. Proses fermentasi tradisional dilakukan pada larutan garam 20% selama 2-4 minggu.Warna larutan kecap ikan akan berubah karena adanya reaksi browning antara gula pereduksi dengan gugus amino dari protein. Garam dalam konsentrasi tinggi mempunyai tekanan osmotik yang tinggi yang dapat menarik air dari dalam tubuh ikan untuk keluar. Adanya garam dalam dosis tinggi juga melindungi ikan dari pencemaran oleh lalat, serangan belatung, dan pembusukan oleh bakteri pembusuk. Selama fermentasi, mikroorganisme halofilik seperti Saccharomyces, Torulopsis, dan Pediococcus yang tahan garam berkembang menghasilkan senyawa flavor (Astawan & Astawan, 1988). Hal ini juga sesuai dengan jurnal yang berjudul Seasonal effects on the physicochemical characteristics of fish sauce made from capelin (Mallotus villous)

Sayangnya proses pembuatan kecap secara tradisional membutuhkan waktu yang lama, namun sekarang ini dilakukan penambahan enzim tertentu yang dapat mempercepat prosesnya dan disebut juga fermentasi secara enzimatis. Fermentasi ini dapat dilakukan menggunakan enzim protease seperti bromelin yang didapatkan dari parutan buah nanas muda dan papain yang didapatkan dari getah buah papaya muda.Kedua jenis enzim protease ini dalat menguraikan protein menjadi beberapa komponen seperti peptida, pepton, dan asam amino yang dapat saling berinteraksi dan menghasilkan rasa yang khas.Dengan fermentasi ini produk kecap ikan dapat dibuat dengan waktu yang lebih singkat dan nilai protein yang terkandung lebih tinggi.Sayangnya, kecap yang dibuat dengan fermentasi enzimatis memiliki aroma dan rasa yang masih kurang disukai (Astawan & Astawan, 1988). Proses pembuatan kecap ikan secara enzimatis menggunakan campuran perbandingan antara daging dengan cairan ekstrak enzim protease sebesar 1:5 (Afrianto& Liviawaty, 1989). Hal ini juga didukung oleh jurnal Occurrence of Biogenic Amines and Amines Degrading Bacteria in Fish Sauce.

Dalam praktikum ini, pembuatan kecap ikan dilakukan secara fermentasi enzimatik.Enzim yang digunakan berupa enzim papain yang termasuk enzim protease. Menurut Lay (1994), protease merupakan enzim yang digunakan untuk menghidrolisis protein. Enzim protease mempunyai kemampuan untuk memecah ikatan peptida pada suatu substrat di bawah kondisi yang memungkinkan.Papain terdapat dalam getah pepaya pada bagian batang, daun, dan buahnya. Getah buah lebih kuat dayanya dibanding getah batang dan daun. Papain yang dihasilkan dari getah batang dan daun ternyata memiliki aktivitas proteolitik 200 MCU/g, sedangkan dari buah sekitar 400 MCU/g (Muhidin, 1999).

Pembuatan kecap ikan dalam praktikum ini dimulai dengan cara menghaluskan tulang dan ekor ikan, kemudian dimasukan wadah fermentasi dan ditambahkan enzim papain. Jumlah enzim papain yang ditambahkan setiap kelompok berbeda-beda seperti yang sudah ditentukan. Proses penghancuran bahan bertujuan untuk memudahkan proses ekstraksi berikutnya (Astuti, 1996).Adanya penambahan garam sebelum proses fermentasi ini berfungsi untuk melindungi ikan dari pencemaran oleh lalat, serangan belatung, dan pembusukan oleh bakteri pembusuk. Selama fermentasi, mikroba halofilik seperti Saccharomyces, Torulopsis, dan Pediococcus yang tahan garam berkembang menghasilkan senyawa flavor (Astawan & Astawan, 1988). Setelah itu bahan tersebut dimasukkan dalam wadah dan ditutup menggunakan kain saring kemudian diinkubasi selama 3 hari. Menurut Lisdiana & Soemardi (1997), penutupan dengan kain saring ini dilakukan untuk menciptakan kondisi anaerob, sehingga proses fermentasi dapat berjalan dengan baik dan lebih cepat. Selain itu, penutupan ini juga bertujuan untuk mencegah adanya kontaminan (kotoran) yang masuk dan untuk membiarkan proses enzimatis oleh enzim protease dapat terjadi.Menurut Afrianto & Liviawaty (1989) , fermentasi adalah suatu proses penguraian senyawa-senyawa kompleks yang terdapat di dalam tubuh ikan menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana oleh enzim atau fermen yang berasal dari tubuh ikan itu sendiri atau dari mikroorganisme dan berlangsung dalam kondisi lingkungan yang terkontrol. Proses penguraian ini dapat berlangsung dengan atau tanpa aktivitas mikroorganisme, terutama dari golongan jamur dan ragi. Enzim dominan yang berperan dalam proses fermentasi ini adalah enzim proteolitis yang mampu mengubah protein.Setelah 3 hari, bahan teresbut ditambah dengan air sebanyak 250 ml, diaduk, dan disaring menggunakan kain saring. Penyaringan bertujuan untuk memisahkan cairan yang terbentuk dari hasil fermentasi dengan padatan atau kotoran yang terikut.

Filtrat yang didapatkan dari penyaringan kemudian direbus sampai mendidih. Selama menunggu filtrat tersebut mendidih, dilakukan penghalusan bumbu-bumbu berupa bawang putih, gula jawa, dan garam. Setelah mendidih, bumbu tersebut dicampurkan dalam filtrat kemudian diaduk hingga semua bumbu terlarut dalam filtrat. Tujuan penambahan bumbu adalah untuk menambah aroma dan cita rasa produk. Penggunaan bumbu juga dapat berfungsi sebagai pengawet. Bawang putih mengandung zat allicin yang efektif membunuh bakteri, sedangkan garam dan gula juga dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Proses perebusan yang dilakukan bertujuan untuk membunuh mikroorganisme kontaminan dari proses fermentasi dan penyaringan sebelumnya, meningkatkan cita rasa, menguapkan sebagian besar air sehingga kecap yang dihasilkan menjadi lebih kental (Fachruddin, 1997). Moeljanto (1992) menambahkan jika pengadukan juga bertujuanuntuk menghomogenkan semua komponen-komponen bumbu yang telah dihaluskan ke dalam kecap ikanagardapat larut dengan sempurna dalam airserta mencegah kosongnya kecap ikan. Setelah bumbu terlarut kemudian kecap ikan tersebut didinginkan kemudian disaring menggunakan kain saring. Tujuan penyaringan ini adalah untuk memisahkan kecap ikan dari ampas-ampas bumbu yang telah ditambahkan.Kecap ikan yang sudah disaring selanjutnya diamati warna, rasa, dan aromanya secara sensori.

Berdasarkan hasil pengamatan, dapat diketahui jika warna kecap ikan yang dihasilkan oleh setiap kelompok berbeda. Warna kecap ikan yang dihasilkan pada kelompok A1-A5 adalah kurang coklat gelap. Sedangkan pada kecap A6 memiliki warna yaitu agak coklat gelap. Menurut Afrianto & Liviawaty (1989), kecap ikan memiliki bentuk cair dan berwarna coklat jernih. Selain itu Lees & Jackson (1973) menambahkan jika warna coklat pada kecap terbentuk karena adanya reaksi maillard.Reaksi Maillard merupakan reaksi yang terjadi antara gugus-gugus asam amino yang terkandung dalam daging ikan dengan gula pereduksi yang terdapat dalam gula jawa, sehingga menyebabkan timbulnya warna coklat. Proses enzimatis yang terjadi secara sempurna akan menghasilkan kecap ikan dengan warna coklat muda (Astawan & Astawan, 1988). Berdasarkan teori tersebut dapat disimpulkan jika semakin banyak jumlah enzim papain yang ditambahkan maka proses enzimatis akan berlangsung lebih cepat dan sempurna sehingga warna kecap yang dihasilkan akan semakin baik dan mendekati warna kecap yang paling tepat, yaitu coklat. Data hasil pengamatan warna yang didapatkan pada praktikum sudah sesuai dengan teori yang ada.Berdasarkan hasil pengamatan, dapat diketahui jika rasa dari kecap asin yang dihasilkan pada kelompok A1,A3 dan A5 adalah asin, sedangkan kelompok A2 dan A4 adalah sangat asin, sedang untuk kelompok A6 rasanya agak asin. Rasa dari kecap asin dipengaruhi oleh banyak sedikitnya bumbu berupa bawang putih, garam, dan gula jawa yang ditambahkan.Enzim protease mampu menguraikan protein menjadi beberapa komponen seperti peptida, pepton, dan asam amino yang saling berinteraksi menciptakan rasa yang khas. Berdasarkan teori ini dapat disimpulkan jika semakin banyak enzim papain yang ditambahkan akan lebih banyak protein yang terurai dan menimbulkan rasa yang kuat, yaitu rasa asin(Astawan & Astawan, 1988). Pada praktikum ini didapatkan hasil yang kurang sesuai dengan teori hal ini dikarenakan kesalahan dari panelis.

Aroma kecap asin yang dihasilkan pada setiap kelompok sama dari kecap ikan kelompok A1-A6 memiliki aroma tajam. Menurut Amstrong (1995), aroma dan flavor kecap ditentukan oleh komponen nitrogen pendukung yaitu kadaverin, putresin, arginin, histidin dan amonia. Bila membentuk senyawa garam dengan asam glutamat akan menyebabkan flavor yang enak. Demikian pula arginin, histidin, lisin, putresin dengan asam suksinat yang juga dapat menyebabkan flavor enak. Flavor kecap yang khas dihasilkan dari asam glutamat (hasil penguraian protein).Berdasarkan teori ini, seharusnya semakin banyak papain maka semakin banyak protein yang dapat diuraikan dan menimbulkan aroma yang lebih baik.

Dari hasil pengamatan pada praktikum ini juga didapatkan bahwa salinitas pada kecap ikan memiliki data yang acak, kecap ikan yang memiliki nilai salinitas paling tinggi adalah kelompok A4 dengan nilai 3,5%. Seharusnya yang mendapat salinitas paling tinggi adalah kelompok A6, karena semakin banyak enzim papain yang ditambahkan maka semakin tinggi nilai salinitasnya. Ketidaksesuaian ini juga dapat disebabkan karena kesalahan praktikan dalam membaca skala yang ada pada hand refractometer atau karena kesalahan praktikan yang tidak mengelap hand refractometer terlebih dahulu ketika akan melakukan pengujian salinitas kecap ikan berikutnya

Beberapa data yang didapatkan pada praktikum ini kurang sesuai dengan teori.Hal ini dapat disebabkan karena pengujiannya berdasarkan pada uji sensoris. Setiap orang memiliki kepekaan tersendiri terhadap aroma, rasa, dan warna yang berbeda-beda sehingga akan memunculkan penilaian yang berbeda.

Beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan pada pembuatan kecap ikan adalah enzim papain, tingkat kesegaran ikan yang digunakan, dan bumbu-bumbu yang ditambahkan. Semakin banyak jumlah enzim papain yang digunakan maka protease yang tersedia untuk menghidrolisa ikan akan semakin tinggi sehingga komponen penyusun aroma yang dihasilkan akan semakin banyak (Astawan & Astawan, 1991). Semakin segarikan yang digunakan maka warna dan rasa yang dihasilkan akan semakin kuat karena adanya kandungan asam amino yang dihasilkan dari hidrolisa ikan. Bumbu yang digunakan akan menambah aroma dan rasa. Selain itu bumbu akan memberikan daya awet pada kecap ikan (Fachruddin, 1997). Garam akan berfungsi untuk memberikan rasa asin, memberi efek pengawetan, serta memperkuat rasa kecap ikan(Desrosier & Desrosier, 1977). Penggunaan gula akan membantu pembentukan warna pada kecap ikan menjadi kecoklatan (Kasmidjo, 1990).

3. KESIMPULAN

Kecap ikan adalah suatu produk hasil hidrolisa ikan baik secara fermentasi atau menggunakan garam, enzimatis, maupun kimiawi. Kualitas kecap ikan sangat ditentukan oleh jumlah penggunaan garam dan lamanya proses fermentasi Proses pembuatan kecap dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu fermentasi dengan garam dan fermentasi secara enzimatis. Pada praktikum ini, proses pembuatan kecap dilakukan secara fermentasi enzimatik menggunakan enzim papain. Enzim papain berfungsi untuk menghidrolisis proteinsehingga komponen penyusun aroma yang dihasilkan akan semakin banyak. Fungsi penambahan garam sebelum inkubasi adalah sebagai bahan pengawet dan menyeleksi mikroorganisme yang boleh tumbuh. Bumbu-bumbu seperti garam, bawang putih, dan gula jawaakan memberikan daya awet pada kecap ikan. Warna yang dihasilkan pada kecap ikan disebabkan karena adanya reaksi maillard antara gula yang ditambahkan dengan asam amino pada kecap ikan. Semakin banyak enzim papain yang digunakan maka aroma dan rasa kecap ikan akan semakin kuat.

Semarang, 29 Oktober 2014Mengetahui, Asisten Dosen: Yuni Rusiana

Yehezkiel Putra A (12.70.0163)

4. DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E. & Liviawaty. (1989). Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius. Yogyakarta.Amstrong, S.B. (1995). Buku Ajar Biokimia Edisi Ketiga. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.Astawan,M.W. & M. Astawan. (1988). Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat Guna. CV. Akademika Pressindo. Jakarta.Astawan, M.W. & M.Astawan. (1991). Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat Guna. CV Akademika Pressindo. Jakarta.Fachruddin, L. (1997). Membuat Aneka Dendeng. Kanisius. Yogyakarta.Gustaf et al(2007). Seasonal effects on the physicochemical characteristics of fish sauce made from capelin (Mallotus villous). United States.Hadju, V. (1998). Pangan Potensial untuk Meningkatkan Pertumbuhan Fisik, Daya Pikir, dan Produktifitas serta Mencegah Penyakit Degeneratif. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. LIPI. Jakarta.Desrosier, N.W. & Desrosier. (1977). Teknologi Pengawetan Pangan. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Irawan, A. (1995). Pengolahan Hasil Perikanan Home Industri dan Usaha Perikanan dan Mengomersilkan Hasil Sampingnya. Penerbit Aneka. Solo.Jin Jiang et al(2007). Chemical and sensory changes associated Yu-lu fermentation process A traditional Chinese fish sauce. ChinaKasmidjo, R.B. (1990). Tempe: Mikrobiologi dan Biokimia Pengolahan serta Pemanfaatannya. PAU UGM. Yogyakarta.Lay, B. W. (1994). Analisa Mikroba dalam Laboratorium. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.Lees, R. & E.B. Jackson. (1973). Sugar Confectionery and Chocolate Manufacture. Leonard Hill. Glasgow.Lisdiana & W. Soemardi. (1997). Budidaya Nanas: Pengantar dan Pemasaran. CV.Aneka. Solo.Moeljanto. (1992). Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Penebar Swadaya. Jakarta.Muhidin, D. (1999). Agroindustri Papain dan Pektin. Penebar Swadaya. Jakarta.Rahman, A. ( 1992 ). Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan. Jakarta.Shahidi, F. & J.R. Botta. (1994). Seafoods: Chemistry, Processing, Technology & Quality. Chapman & Hall. USA.Sim et al(2009). MICROBIOLOGICAL CHARACTERIZATION OF , AN INDIGENOUS MALAYSIAN FISH SAUCE. Sabah, MalaysiaSoombon et al(2009). IDENTIFICATION OF HALOPHILIC BACTERIA FROM FISH SAUCE (NAM-PLA) IN THAILANDZaman et al(2010). Occurrence of Biogenic Amines and Amines Degrading Bacteria in Fish Sauce. Selangor, Malaysia.

5. LAMPIRAN

5.1. PerhitunganKelompok A1

Kelompok A2

Kelompok A3

Kelompok A4

Kelompok A5

Kelompok A6

5.2. Laporan Sementara