KECAP IKAN_Catherine_13.70.0178_A1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

21
Acara IV KECAP IKAN LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT Disusun oleh: Nama: Catherine Maria Margareta NIM: 13.70.0178 Kelompok: A1 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2015

description

Praktikum teknologi hasil laut tentang pembuatan kecap ikan menggunakan limbah ikan patin

Transcript of KECAP IKAN_Catherine_13.70.0178_A1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

Page 1: KECAP IKAN_Catherine_13.70.0178_A1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

Acara IV

KECAP IKAN

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI

HASIL LAUT

Disusun oleh:

Nama: Catherine Maria Margareta

NIM: 13.70.0178

Kelompok: A1

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

2015

Page 2: KECAP IKAN_Catherine_13.70.0178_A1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

1. MATERI METODE

1.1. Alat dan Bahan

1.2. Metode

2

Sebanyak 50 gram bahan dimasukkan ke dalam toples berisi 250 ml air

Enzim papain ditambahkan ke dalam toples dengan konsentrasi 0,2% (kelompok A1), konsentrasi 0,4% (kelompok A2), konsentrasi 0,6% (kelompok A3), konsentrasi 0,8%

(kelompok A4); konsentrasi 1% (kelompok A5)

Tulang dan kepala ikan dihancurkan

Page 3: KECAP IKAN_Catherine_13.70.0178_A1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

3

Toples diinkubasi pada suhu ruang selama 4 hari

Hasil fermentasi disaring

Page 4: KECAP IKAN_Catherine_13.70.0178_A1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

2. PENGAMATAN

Hasil pengamatan kecap ikan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kecap Ikan

Kel Perlakuan Warna Rasa Aroma Penampakan Salinitas %

A1 Enzim papain 0,2 % ++++ ++++ +++ ++++ -

A2 Enzim papain 0,4 % ++++ +++++ +++ ++++ -

A3 Enzim papain 0,6 % ++++ +++++ +++ ++++ -

A4 Enzim papain 0,8 % ++++ ++++ ++ ++++ -

A5 Enzim papain 1 % ++++ ++++ +++++ +++ -

Keterangan:Warna Rasa Aroma+ : tidak coklat gelap + : sangat tidak asin + : sangat tidak tajam++ : kurang coklat gelap ++ : kurang asin ++ : kurang tajam+++ : agak coklat gelap +++ : agak asin +++ : agak tajam++++ : coklat gelap ++++ : asin ++++ : tajam+++++ : sangat coklat gelap +++++ : sangat asin +++++ : sangat tajam

Penampakan+ : sangat cair++ : cair+++ : agak kental++++ : kental+++++ : sangat kental

Berdasarkan hasil pengamatan di atas, dapat dilihat bahwa setiap kelompok

menambahkan konsentrasi enzim papain yang berbeda-beda. Dari analisis warna,

kelompok A1, A2, A4, dan A5 memperoleh kecap ikan dengan warna cokelat gelap,

sedangkan kelompok A5 berwarna agak cokelat gelap. Pada analisis rasa, kelompok A1

dan A4 menghasilkan rasa yang asin, kelompok A2, A3, dan A5 menghasilkan kecap

ikan dengan rasa sangat asin. Dari segi aroma, kelompok A1, A2, dan A3 menghasilkan

aroma kecap ikan yang agak tajam, sedangkan kelompok A4 beraroma kurang tajam

dan A5 sangat tajam. Penampakan kecap ikan pada kelompok A1, A2, A3, dan A4

kental, sementara kelompok A5 agak kental. Hasil salinitas pada setiap kelompok tidak

dapat terbaca.

4

Page 5: KECAP IKAN_Catherine_13.70.0178_A1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

1. PEMBAHASAN

Kecap ikan merupakan produk hasil dari hidrolisa ikan yang diperoleh melalui proses

fermentasi dengan garam, secara enzimatis maupun kimiawi. Kecap ikan berbentuk cair

dan berwarna coklat jernih (Astawan & Astawan, 1988). Karakteristik kecap ikan yaitu

rasanya agak asin, warna kekuningan sampai coklat muda dan mengandung banyak

senyawa nitrogen. Penggunaan garam dan lamanya proses fermentasi sangat

menentukan kualitas dari kecap ikan (Afrianto & Liviawaty, 1989). Sifat dari kecap

ikan adalah mudah dicerna dan diabsorbsi oleh tubuh manusia, karena komposisinya

merupakan komponen yang mempunyai berat molekul rendah (Kasmidjo, 1990). Kecap

ikan merupakan produk pangan tradisional yang difermentasikan, berasal dari negara di

Asia. Di Jepang disebut ’Shottsuru’, ’Yuiru’ di Cina, di Thailand disebut ’Nam plaa’, di

Filipina disebut ’Patis’, di Vietnam ’Nouc mam’ disebut, dan disebut di Korea disebut

’Jeotgal’ (Harada, 2007).

Dalam Jurnal “Characteristics and Sensory Analysis of Ketchup and Sauce Products

from "Bibisan" Fish Hydrolyzate”, menyatakan bahwa kecap ikan mempunyai aroma

yang khas, yang sering digunakan sebagai indikator untuk mengukur kualitas. Kecap

ikan sarden merupakan sumber EPA dan DHA yang baik. Selain itu, karena kandungan

asam aminonya, kecap ikan ini juga merupakan sumber yang baik bagi kebutuhan leusin

dan isoleusin. Peningkatan jumlah asam amino bebas merupakan akibat dari

keseimbangan dinamis antara produksi dan pemecahan asam amino bebas dalam proses

autolisis dan aksi mikrobia. Degradasi pada protein otot menjadi peptida dan asam

amino menentukan penampakan dan flavor. Dikatakan pula bahwa ikan bibisan

menghasilkan warna kecap ikan yang jernih. Dari penelitian ini, dijelaskan bahwa

penggunaan enzim papain akan memperbaiki kualitas sensori dari kecap ikan yang

diproduksi.

Dalam pembuatan kecap ikan, pertama-tama tulang dan ekor ikan tongkol dipersiapkan

terlebih dahulu, kemudian dihaluskan menggunakan blender. Penghancuran bertujuan

untuk merusakan sel dan memudahkan senyawa flavor untuk keluar sehingga dapat

meningkatkan efektivitas dari ekstraksi. Selain itu, dengan penghancuran maka

5

Page 6: KECAP IKAN_Catherine_13.70.0178_A1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

6

permukaan bahan akan semakin luas, sehingga semakin besar pula kemampuan bahan

untuk melepas komponen flavornya (Saleh et al., 1996). Kemudian 50 gram bahan

dimasukkan ke dalam wadah fermentasi yang berupa toples tertutup. Lalu, enzim papain

ditambahkan dengan konsentrasi yang berbeda untuk masing-masing kelompok; A1

konsentrasi 0,4%%, A2 konsentrasi 0,8%, A3 konsentrasi 1,2%, A4 konsentrasi 1,6%,

serta A5 konsentrasi 2%. Penambahan enzim papain bertujuan untuk mempercepat

proses fermentasi kecap ikan, di mana fermentasi dengan menggunakan garam saja

membutuhkan waktu yang cukup lama. Enzim papain termasuk dalam enzim protease

yang mampu menguraikan protein menjadi beberapa komponen seperti peptida, pepton,

dan asam amino yang saling berinteraksi menciptakan rasa yang khas. (Astawan &

Astawan, 1988). Menurut Muhidin (1999), enzim papain terdapat dalam getah pepaya

pada bagian batang, daun, dan buahnya.

Setelah itu, diinkubasi pada suhu ruang selama 4 hari. Proses inkubasi selama 4 hari

dalam wadah tertutup bertujuan menciptakan kondisi anaerob agar proses fermentasi

dapat berjalan lebih cepat serta mencegah terjadinya kontaminasi dari luar. Selama

proses fermentasi senyawa - senyawa kompleks akan diuraikan menjadi senyawa yang

lebih sederhana, dimana proses penguraian ini berlangsung dalam kondisi lingkungan

yang terkontrol (Astawan & Astawan, 1988). Visessanguan et al. (2004) menyatakan

bahwa fermentasi tidak hanya teknik untuk pengawetan sehingga dapat memperpanjang

umur simpan, tetapi juga untuk menambah kualitas flavor dan nutrisi produk.

Setelah 4 hari, hasil fermentasi disaring, filtrat direbus sampai mendidih dan selama

perebusan dilakukan penambahan bumbu halus yang terdiri dari 50 gram bawang putih,

50 gram garam, dan 50 gram gula jawa. Penyaringan berfungsi untuk memisahkan

filtrat dengan padatan. Proses perebusan memiliki tujuan untuk membunuh

mikroorganisme kontaminasi dari proses fermentasi dan penyaringan, melarutkan

bumbu yang ditambahkan, meningkatkan cita rasa, menguapkan sebagian besar air,

serta mengentalkan kecap (Fellows, 1990). Sedangkan penambahan bumbu - bumbu

bertujuan untuk mengurangi rasa asin yang berlebihan, memberikan rasa lembut,

mempengaruhi cita rasa, aroma, dan warna kecap ikan yang dihasilkan (Fachruddin,

Page 7: KECAP IKAN_Catherine_13.70.0178_A1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

7

1997). Gula jawa yang ditambahkan berperan sebagai pengawet, memberikan warna

coklat karamel dan meningkatkan viskositas dari kecap ikan (Kasmidjo, 1990).

Sebagaimana yang disampaikan di dalam jurnal Preliminary Production Of Sauce From

Clupeids, penambahan garam bertujuan untuk memberi rasa asin, menguatkan rasa, dan

memberi efek pengawet karena dapat menurunkan nilai Aw. Bawang putih dapat

memberikan aroma dan cita rasa pada kecap ikan serta mempunyai sifat antimikrobia

yakni mengandung zat allicin yang efektif untuk membunuh bakteri (Fachruddin,

1997). Setelah mendidih dan agak dingin, dilakukan penyaringan kedua. Lalu

dilakukan pengamatan secara sensoris yang meliputi warna, rasa, aroma, dan

penampakan, serta salinitas menggunakan hand refractometer.

Dari analisis warna, kelompok A1, A2, A4, dan A5 memperoleh kecap ikan dengan

warna cokelat gelap, sedangkan kelompok A5 berwarna agak cokelat gelap. Hasil

salinitas pada setiap kelompok tidak dapat terbaca. Menurut Ibrahim (2010), warna

coklat terbentuk karena adanya reaksi antar asam - asam amino dengan gula reduksi.

Gula jawa yang digunakan sebagai bumbu menyebabkan warna coklat karamel pada

kecap ikan. Selain itu, menurut Astawan & Astawan (1991), aktivitas enzim proteolitik

dapat menyebabkan terbentuknya warna coklat. Semakin banyak enzim papain yang

ditambahkan, maka aktivitas enzim protease akan semakin tinggi sehingga warna

cairan yang dihasilkan dari proses hidrolisa akan semakin gelap. Hasil yang diperoleh

tidak sesuai dengan pendapat Astawan & Astawan (1991) tersebut karena kelompok A5

yang menggunakan konsentrasi enzim papain tertinggi seharusnya berwarna paling

gelap. Hal ini dikarenakan pengujian warna yang dilakukan secara indrawi sehingga

hasil yang didapat bersifat subjektif. Selain itu, lama pemasakan dan suhu pemasakan

masing – masing kelompok yang berbeda – beda dapat pula menyebabkan

penyimpangan hasil. Lamanya pemasakan dan suhu pemasakan mempengaruhi warna

coklat yang dihasilkan dari reaksi Maillard. Pemasakan dengan suhu tinggi dan waktu

yang lama menyebabkan warna kecap ikan semakin gelap (Lay, 1994).

Pada analisis rasa, kelompok A1 dan A4 menghasilkan rasa yang asin, kelompok A2,

A3, dan A5 menghasilkan kecap ikan dengan rasa sangat asin. Hasil pengamatan

iniseuai dengan pernyataan Astawan & Astawan (1988) yang menyebutkan bahwa

Page 8: KECAP IKAN_Catherine_13.70.0178_A1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

8

semakin besar jumlah enzim papain yang digunakan, maka semakin besar pula

kemampuan enzim untuk memecah protein. Hal ini akan menyebabkan proses

fermentasi berjalan lebih sempurna dan kecap ikan yang dihasilkan memiliki rasa yang

kuat.

Dari segi aroma, kelompok A1, A2, dan A3 menghasilkan aroma kecap ikan yang agak

tajam, sedangkan kelompok A4 beraroma kurang tajam dan A5 sangat tajam. Menurut

Astawan & Astawan (1991), semakin banyak protein terhidrolisis, maka komponen

yang memberi  flavor khas pada kecap ikan semakin besar. Flavor khas tersebut

disebabkan karena senyawa nitrogen seperti amonia, histidin, putresin, kadaverin dan

arginin. Oleh karena itu, semakin banyak konsentrasi enzim yang ditambahkan, maka

aroma yang dihasilkan juga semakin tajam. Hasil pengamatan yang diperoleh sesuai

dengan teori yang ada.

Penampakan kecap ikan pada kelompok A1, A2, A3, dan A4 kental, sementara

kelompok A5 agak kental. Viskositas dari kecap ikan sangat dipengaruhi oleh lama dan

suhu perebusan yang diaplikasikan. Proses perebusan dapat menguapkan sebagian besar

air, sehingga dapat mengentalkan kecap yang dihasilkan (Fellows, 1990). Menurut

Martassasmita et al. (1975), semakin banyak enzim ditambahkan, semakin besar

komponen kompleks berubah menjadi komponen yang lebih sederhana serta menjadi

mudah larut dalam air. Dengan demikian,seharusnya semakin banyak enzim papain

digunakan, semakin kental pula kecap yang dihasilkan.

Hasil salinitas yang diperoleh setiap kelompok tidak dapat terbaca. Menurut Wibisono

(2004), salinitas merupakan kadar garam yang terlarut dalam 1000 gram air laut.

Berdasarkan pernyataan tersebut, maka semakin tinggi nilai salinitas yang diperoleh

maka rasa dari kecap ikan tersebut akan semakin asin. Teori tersebut sesuai dengan hasil

pengamatan nilai salinitas dengan analisa rasa secara sensori yang sebanding. Semakin

banyak enzim yang ditambahkan, proses hidrolisis berjalan dengan baik sehingga rasa

kecap semakin asin, dan nilai salinitas menjadi sangat tinggi sehingga tidak mampu

erbaca.

Page 9: KECAP IKAN_Catherine_13.70.0178_A1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

9

Dalam melakukan fermentasi kecap ikan, seringkali terjadi kegagalan yang berupa

kontaminasi jamur dan munculnya belatung. Astawan & Astawan (1988) mengatakan

penambahan garam pada saat fermentasi dapat melindungi dari pencemaran oleh lalat,

pembusukan oleh bakteri, dan serangan belatung. Munculnya belatung dapat disebabkan

karena toples yang digunakan untuk fermentasi tidak tertutup secara sempurna (ada

lubang), sehingga memungkinkan terjadinya kontaminasi oleh lalat. Selain itu, dalam

proses fermentasi tidak ditambahkan garam. Sedangkan munculnya jamur dapat

disebabkan karena proses fermentasi yang tidak aseptis, selain itu kelembaban yang

cukup tinggi di dalam toples dapat memicu pertumbuhan jamur. Dalam Jurnal

“Occurrence of Biogenic Amines and Amines Degrading Bacteria in Fish

SauceProteinase-Producing Halophilic Lactic Acid Bacteria Isolated From Fish Sauce

Fermentation and Their Ability to Produce Volatile Compounds”, menyatakan bahwa

banyak bakteri yang dapat ditemukan dalam fermentasi kecap ikan termasuk Bacillus,

Micrococcus, Staphylococcus, Streptococcus, Pediococcus, dan Tetragenococcus

(bakteri asam laktat halofilik). T. halophilus memiliki jalur kolin-glisin yang dapat

mengkonversi kolin menjadi glisin dalam kondisi pertumbuhan aerobik. T. halophilus

mampu menghidrolisis protein ikan dalam lingkungan dengan kadar garam yang tinggi,

yang biasanya mengandung NaCl 26-30%. T. halophilus berperan dalam hidrolisis

protein selama proses fermentasi kecap ikan.

Dalam Jurnal “Chemical and microbial properties of mahyaveh, a traditional Iranian

fish sauce”, lima belas strain bakteri yang sangat halofilik diisolasi dari kecap. Bakteri

ini diisolasi pada berbagai tahap proses fermentasi. Isolat yang didapatkan membentuk

spora, aerobik, berbentuk batang, dan merupakan bakteri Gram-positif. Mereka tumbuh

optimal pada konsentrasi NaCl 20-26%. Koloni Lentibacillus halophilus sp. nov.

berwarna putih kecoklatan, cembung atau timbul, halus dan melingkar. Peptidoglikan

pada dinding sel bakteri Lentibacillus halophilus sp. nov. hasil isolasi mengandung

asam meso-diaminopimelic.

Dalam Jurnal “Proteolytic action in Valamugil seheli and Ilisha melastoma for fish

sauce production”, limbah ikan dapat digunakan untuk produksi berbagai produk

Page 10: KECAP IKAN_Catherine_13.70.0178_A1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

10

sebagai protein, minyak, asam amino, mineral, enzim, peptida bioaktif, kolagen dan

gelatin. Minyak ikan mengandung dua asam lemak tak jenuh ganda yang penting

disebut EPA dan DHA. EPA dan DHA dapat mencegah aterosklerosis, perlindungan

terhadap penyakit maniak-depresif dan berbagai obat lainnya. Asam amino dapat

diproduksi dari protein ikan secara enzimatik atau kimiawi. Proses hidrolisis enzimatik

melibatkan penggunaan substrat protein langsung dan enzim seperti alkalase, neutrase,

karboksipeptidase, kimotripsin, pepsin dan tripsin. Sedangkan dalam proses hidrolisis

kimia, asam atau alkali digunakan dalam pemecahan protein untuk mengekstrak asam

amino.

Dalam Jurnal “Analysis of Volatile Compounds in Traditional Chinese Fish Sauce”, Yu

lu merupakan kecap ikan fermentasi tradisional dari Cina serta populer karena bau yang

khas. Senyawa volatil dalam saus ikan dapat bervariasi karena jenis ikan serta proses

produksi. Banyak jenis alkilbenzena dan alkana bercabang yang berkontribusi terhadap

bau pada kecap ikan. Sekitar 70 senyawa volatil diidentifikasi dalam dua jenis kecap

ikan dari Engraulis japonius dan Channa asiatica, termasuk 4 karbonil, 14 hidrokarbon,

14 nitrogen, 20 asam, 3 sulfur, 8 ester, 3 senyawa fenolik, dan 4 furan. Di antara

senyawa-senyawa tersebut, dimetil disulfida, dimetil trisulfida, 3- (metilthio) -propanol,

asam 2-metilpropanoat, asam butanoat, asam 2-metil-butanoat, dan 2 metilbutenal

dianggap sebagai kontributor utama terhadap karakteristik bau kecap ikan.

Page 11: KECAP IKAN_Catherine_13.70.0178_A1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

2. KESIMPULAN

Penghancuran bertujuan untuk merusakan sel dan memudahkan senyawa flavor

untuk keluar sehingga dapat meningkatkan efektivitas dari ekstraksi.

Penambahan enzim papain bertujuan untuk mempercepat proses fermentasi kecap

ikan.

Proses inkubasi bertujuan menciptakan kondisi anaerob agar proses fermentasi

dapat berjalan lebih cepat serta mencegah terjadinya kontaminasi dari luar.

Fermentasi tidak hanya untuk pengawetan sehingga dapat memperpanjang umur

simpan, tetapi juga untuk menambah kualitas flavor dan nutrisi produk.

Proses perebusan memiliki tujuan untuk membunuh mikroorganisme kontaminasi,

melarutkan bumbu, meningkatkan cita rasa, menguapkan sebagian besar air, serta

mengentalkan kecap.

Gula jawa yang ditambahkan berperan sebagai pengawet, memberikan warna

coklat karamel dan meningkatkan viskositas dari kecap ikan.

Penambahan garam bertujuan untuk memberi rasa asin, menguatkan rasa, dan

memberi efek pengawet.

Bawang putih dapat memberikan aroma dan cita rasa pada kecap ikan serta

mempunyai sifat antimikrobia.

Semakin banyak enzim papain yang ditambahkan, maka warna kecap akan

semakin gelap, rasanya semakin asin, aroma semakin tajam, dan semakin pekat.

Salinitas berbanding lurus dengan rasa asin (kandungan garam).

Semarang, 25 Sepetember 2015

Praktikan, AsistenDosen :

Michelle Darmawan

Catherine Maria Margareta

13.70.0178

11

Page 12: KECAP IKAN_Catherine_13.70.0178_A1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

3. DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E. & Liviawaty. (1989). Pengawetan Dan Pengolahan Ikan. Kanisius. Yogyakarta.

Astawan & Astawan. 1991. Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat Guna. Cv Akademika Pressindo. Jakarta.

Astawan, M.W. & M. Astawan. 1988. Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat Guna. CV. Akademika Pressindo. Jakarta.

Desrosier, N. W. & Desrosier. 1977. Teknologi Pengawetan Pangan. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Dincer, T., S. Cakli, B. Kilinc, and S. Tolasa. 2010. Amino Acids and Fatty Acid Composition Content of Fish Sauce. Journal of Animal and Veterinary Advances 9 (2): 311-315.

Fachruddin, L. 1997. Membuat Aneka Selai. Kanisius. Yogyakarta.

Fellows, P. 1990. Food Processing Technology : Principles and Practise. Ellis Horwood Limited. New York.

Ghaly A.E., Ramakrishnan V.V., Brooks M.S., Budge S.M., and Dave D. 2013. Fish Processing Wastes as a Potential Source of Proteins, Amino Acids and Oils: A Critical Review. Journal of Microbiology Biochemistry Technology 5 (4): 107-129.

Harada. (2007). Efficacy of puffer fish sauce in reducing hydroxyl radical damage to DNA assessed using the apurinic / apyrimidinic site method. Int J Mol Med, 20, 309-314.

Ibrahim, S. M. 2010. Utilization of Gambusia (Affinis affinis) For Fish Sauce Production. Turkish Journal of Fisheries and Aquatic Sciences 10: 169-172.

Jiang, J.J, Q.X. Zeng, Z.W. Zhu. 2008. Analysis of Volatile Compounds in Traditional Chinese Fish Sauce (Yu Lu). Journal of Food Bioprocess Technology.

Kasmidjo, R. B. 1990. Tempe: Mikrobiologi dan Biokimia Pengolahan serta Pemanfaatannya. PAU UGM. Yogyakarta.

12

Page 13: KECAP IKAN_Catherine_13.70.0178_A1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

13

Lay, B. W. 1994. Analisa Mikroba di Laboratorium. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Martassasmita.S. Winarno, F.G. dan Kristiaty.D. 1975. Buletin Penelitian TeknologiHasil Pertanian Institut Pertanian Bogor. Pengaruh Jenis Kapang, WaktuFermentasi dan Varietas Kedelai Terhadap Mutu Kecap.

Muhidin, D. 1999. Agroindustri Papain dan Pektin. Penebar Swadaya. Jakarta.

Saleh, M ; A. Ahyar ; Murdinah ; dan N. Haq. 1996. Ekstraksi Kepala Udang Menjadi Flavor Udang Cair. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol. II, No.1, hal 60-68.

Tanasupawat, S., A. Pakdeeto, S. Namwong, C. Thawai, T. Kudo, and T. Itoh. 2006. Lentibacillus halophilus sp. nov., from Fish Sauce in Thailand. International Journal of Systematic and Evolutionary Microbiology 56:1859–1863.

Udomsil, N., S. Rodtong, S. Tanasupawat, and J. Yongsawatdigul. 2010. Proteinase-Producing Halophilic Lactic Acid Bacteria Isolated From Fish Sauce Fermentation and Their Ability to Produce Volatile Compounds. International Journal of Food Microbiology 141:186–194.

Visessanguan, W., S. Bejakul, S. Riebroy, and P. Thepkasikul. 2004. Changes in Composition and Functional properties of Proteins and Their Contributions to Nham Characteristic. Food Chem 66: 579-588.

Wibisono, M.S. 2004. Pengantar Ilmu Kelautan. PPPTMGB LEMIGAS.

Page 14: KECAP IKAN_Catherine_13.70.0178_A1_UNIKA SOEGIJAPRANATA

4. LAMPIRAN

4.1. Laporan Sementara

4.2. Diagram Alir

4.3. Abstrak Jurnal

14