Kaspan Trauma Okuli

44
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mata merupakan salah satu organ manusia yang terekspos dengan dunia luar yang mau tidak mau akan rentan untuk mendapatkan trauma dari luar dan tentu saja akan mengakibatkan penyulit hingga dapat mengganggu fungsi penglihatan. Struktur bola mata manusia mempunyai sistem pelindung yang cukup baik seperti rongga orbita yang dikelilingi oleh tulang - tulang kuat, kelopak mata dengan refleks memejam atau mengedip, serta jaringan lemak retrobulbar. Meskipun demikian, mata masih sering mendapatkan trauma dari dunia luar yang dapat mengenai jaringan-jaringan mata seperti: palpebrae, konjungtiva, kornea, uvea, lensa, retina, papil saraf optik, dan cavumorbita (Ilyas dan Yulianti, 2011). Trauma kimia pada mata, merupakan suatu terminologi yang enandai adanya trauma yang disebabkan oleh bahan kimia yang dapat berupa kimia asam maupun kimia basa, baik berupa bahan padatan, cairan, maupun aerosol, yang mengenai bagian mata. Trauma kimia pada mata merupakan salah satu kasus 1

Transcript of Kaspan Trauma Okuli

Page 1: Kaspan Trauma Okuli

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mata merupakan salah satu organ manusia yang terekspos dengan dunia

luar yang mau tidak mau akan rentan untuk mendapatkan trauma dari luar dan

tentu saja akan mengakibatkan penyulit hingga dapat mengganggu fungsi

penglihatan. Struktur bola mata manusia mempunyai sistem pelindung yang

cukup baik seperti rongga orbita yang dikelilingi oleh tulang - tulang kuat, kelopak

mata dengan refleks memejam atau mengedip, serta jaringan lemak retrobulbar.

Meskipun demikian, mata masih sering mendapatkan trauma dari dunia luar

yang dapat mengenai jaringan-jaringan mata seperti: palpebrae, konjungtiva,

kornea, uvea, lensa, retina, papil saraf optik, dan cavumorbita (Ilyas dan Yulianti,

2011).

Trauma kimia pada mata, merupakan suatu terminologi yang enandai

adanya trauma yang disebabkan oleh bahan kimia yang dapat berupa kimia

asam maupun kimia basa, baik berupa bahan padatan, cairan, maupun aerosol,

yang mengenai bagian mata. Trauma kimia pada mata merupakan salah satu

kasus emergensi yang membutuhkan penanganan dengan segera. Biasanya

trauma kimia pada mata terjadi pada lingkungan industri (Spector, 2008).

Bahan kimia yang mengenai mata dapat menyebabkan kerusakan yang

signifikan pada mata, mulai dari epitel, kornea, dan segmen anterior. Bahkan

trauma kimia yang parah dapat berakibat hilangnya fungsi penglihatan (Spector,

2008). Meskipun kerusakan yang ditimbulkan oleh bahan kimia yang bersifat

basa lebih parah dibandingkan dengan erusakan yang ditimbulkan bahan kimia

asam, keduanya tetap merupakan kegawatan di bidang mata.

1

Page 2: Kaspan Trauma Okuli

Data yang diperoleh di Amerika Serikat menunjukkan, bahwa trauma

kimia pada mata merupakan 9.9% kasus mata yang ditangani pada bagian

kegawatdaruratan (Alan, 2011). Dengan komplikasi sebanyak 20% diantaranya

mengalami kecacatan kosmetik dan fungsional (Bradley, 2013).

Pada makalah ini penulis melaporkan pasien Tn. A usia 30 tahun dengan

diagnosa OD trauma chemical e.c lem alteco dengan komplikasi defek epitel

kornea.

1.2 Rumusan Masalah

a. Apakah definisi trauma kimia mata?

b. Apakah etiologi trauma kimia mata?

c. Bagaimana patogenesis trauma kimia mata?

d. Bagaimana klasifikasi derajat berat trauma kimia mata?

e. Bagaimana gejala klinis trauma kimia mata?

f. Apa saja temuan pada anamnesis pada trauma kimia mata?

g. Apa saja temuan klinis pada pemeriksan fisik pada trauma kimia mata?

h. Apakah pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada trauma kimia

mata?

i. Bagaimana penatalaksanaan trauma kimia mata?

j. Bagaimana pencegahan trauma kimia mata?

1.3 Tujuan

a. Untuk mengetahui definisi trauma kimia mata.

b. Untuk mengetahui etiologi trauma kimia mata.

c. Untuk mengetahui patogenesis trauma kimia mata.

d. Untuk mengetahui klasifikasi derajat berat trauma kimia mata.

e. Untuk mengetahui gejala klinis trauma kimia mata.

f. Untuk mengetahui temuan anamnesis pada trauma kimia mata.

2

Page 3: Kaspan Trauma Okuli

g. Untuk mengetahui temuan klinis pada pemeriksaan fisik pada trauma

kimia mata.

h. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada trauma

kimia mata.

i. Untuk mengetahui penatalaksanaan trauma kimia mata.

j. Untuk mengetahui pencegahan trauma kimia mata.

3

Page 4: Kaspan Trauma Okuli

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Trauma Kimia Mata

2.1 Definisi

Trauma kimia pada mata merupakan kedaruratan di bidang penyakit

mata, terutama yang melibatkan kornea. Trauma kimia pada mata memerlukan

perawatan segera, sebelum dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang

lengkap. Trauma kimia dapat disebabkan oleh bahan alkali kuat maupun bahan

asam kuat (Kanski, 2011) .

Pengaruh bahan kimia tersebut sangat tergantung pada pH, kecepatan

dan jumlah bahan kimia. Oleh karena itu trauma karena asam dan basa kuat

lebih berbahaya. Trauma karena bahan alkali dua kali lebih sering dibandingkan

karena bahan asam, karena alkali lebih banyak digunakan dalam industri dan

rumah tangga. Trauma yang disebabkan oleh bahan alkali lebih cepat merusak

dan menembus kornea dibandingkan bahan asam. Trauma asam kuat dapat

menyebabkan pengendapan dan penggumpalan protein, sementara trauma basa

dapat menyebabkan penghancuran jaringan kolagen kornea. Pada trauma kimia

basa dapat menembus ke dalam bilik mata depan dalam waktu 7 detik, karena

sifat bahan basa yaitu koagulasi sel dan proses penyabunan yang disertai

dengan dehidrasi (Ilyas, 2010).

Penatalaksanaan yang diberikan terutama melakukan irigasi secepatnya

dengan bahan fisiologis atau air bersih. Irigasi sebaiknya dilakukan sesegera

mungkin dan cukup lama, paling sedikit 15-30 menit (Ilyas, 2010). Selain itu perlu

juga ditentukan jenis bahan kimia yang mengenai mata, hal ini bisa didapatkan

dari anamnesis serta pemeriksaan dengan kertas lakmus untuk menentukan sifat

bahan, apakah sifat asam kuat atau basa kuat. Hal ini penting dilakukan karena

dalam tatalaksana diperlukan langkah untuk menetralisasi bahan. Trauma kimia

yang parah memerlukan perawatan yang lama dan intensif di rumah sakit serta

kunjungan rawat jalan yang juga berlangsung lama. Pemulihan dan rehabilitasi

membutuhkan waktu berbulan-bulan. Sebagai akibat dari kehilangan

penglihatan sesisi atau kedua-duanya maka pasien bisa kehilangan kemampuan

4

Page 5: Kaspan Trauma Okuli

mengemudi, kehilangan pekerjaan dan menjadi tergantung dengan orang lain

(Weaver, 2011).

A. Trauma Asam

Asam terdisosiasi menjadi ion-ion hidrogen dan anion di kornea.

Molekul hidrogen merusak permukaan bola mata dengan merubah pH,

sedangkan anion menyebabkan denaturasi, presipitasi dan koagulasi protein

pada epitel – epitel kornea yang terpajan (Weaver, 2011). Presipitasi dan

koagulasi permukaan bola mata disebut nekrosis koagulatif (Brooker, 2000).

Koagulasi protein mencegah terjadinya penetrasi asam lebih dalam, sehingga

bila konsentrasi tidak tinggi tidak akan bersifat destruktif seperti trauma alkali.

Umumnya kerusakan yang terjadi bersifat nonprogresif dan hanya pada bagian

superfisial saja (Randleman, 2012).

Asam hidrofluorat adalah pengecualian dalam kasus trauma akibat

asam. Asam hidrofluorat adalah asam lemah yang dapat melewati membran sel

dengan cepat, dalam keadaan tetap tidak terionisasi, sementara ion fluoride

berpenetrasi lebih baik ke stroma dibanding asam lainnya sehingga

menyebabkan kerusakan yang lebih parah di segmen anterior. Karena itu asam

hidrofluorat bekerja seperti basa, menyebabkan nekrosis liquefactive. Ion fluoride

yang dilepaskan ke dalam sel dapat menginhibisi enzim glikolitik dan dapat

bergabung dengan kalsium dan magnesium, membentuk kompleks tidak larut.

Nyeri lokal yang hebat diduga sebagai akibat dari kegagalan imobilisasi kalsium,

yang kemudian mendorong stimulasi syaraf oleh perpindahan potassium

(Weaver, 2011).

Komplikasi paling serius dari trauma asam adalah jaringan parut

konjungtiva dan kornea, vaskularisasi kornea, glaukoma dan uveitis (Ashbury,

2007). Biasanya trauma akibat asam akan normal kembali, sehingga tajam

penglihatan tidak banyak terganggu (Ilyas, 2010).

B. Trauma Basa

Basa terdisosiasi menjadi ion hidroksil dan kation di permukaan bola

mata. Ion hidroksil membuat reaksi saponifikasi pada membran sel asam lemak,

sedangkan kation berinteraksi dengan kolagen stroma dan glikosaminoglikan.

Jaringan yang rusak ini menstimulasi respon inflamasi, yang merangsang

pelepasan enzim proteolitik, sehingga memperberat kerusakan jaringan. Interaksi

ini menyebabkan penetrasi lebih dalam melalui kornea dan segmen anterior.

Hidrasi lanjut dari glikosaminoglikan menyebabkan kekeruhan kornea.

5

Page 6: Kaspan Trauma Okuli

Kolagenase yang terbentuk akan menambah kerusakan kolagen kornea.

Berlanjutnya aktivitas kolagenase menyebabkan terjadinya perlunakan kornea

(Ashbury, 2007).

Hidrasi kolagen menyebabkan distorsi dan pemendekan fibril sehingga

terjadi perubahan pada jalinan trabekulum yang selanjutnya dapat menyebabkan

peningkatan tekanan intraokular. Mediator inflamasi yang dikeluarkan pada

proses ini merangsang pelepasan prostaglandin yang juga dapat menyebabkan

peningkatan tekanan intraokular. Basa yang menembus dalam bola mata akan

dapat merusak retina sehingga akan berakhir dengan kebutaan penderita (Ilyas,

2010).

Trauma akibat bahan kimia basa akan memberikan akibat yang sangat

gawat pada mata. Basa akan menembus dengan cepat ke kornea, bilik mata

depan dan sampai pada jaringan retina. Proses yang terjadi disebut nekrosis

liquefactive. Bahan akustik soda dapat menembus ke dalam bilik mata depan

dalam waktu 7 detik (Ilyas, 2010).

Penyulit yang dapat ditimbulkan oleh trauma basa adalah simblefaron,

kekeruhan kornea, edema dan neovaskularisasi kornea, katarak, disertai dengan

terjadi ftisis bola mata. Penyulit jangka panjang dari luka bakar kimia adalah

glaukoma sudut tertutup, pembentukan jaringan parut kornea, simblefaron,

entropion, dan keratitis sika (Ashbury, 2007).

2.2 Etiologi

Alkali: Ammonia , Lye, Potassium hydroxide, Magnesium hydroxide,Lime

Produk yang mengandung alkali : Fertilizers, produk

pembersih(ammonia), drain cleaners (lye), Oven cleaners, Potash

(potassium hydroxide), Fireworks (magnesium hydroxide),Cement (lime)

Asam: Sulfuric acid, Sulfurous acid (paling sering), Hydrofluoric acid

(paling fatal) , Acetic acid, Chromic acid, Hydrochloric acid

Produk yang mengandung asam : Baterai(sulfuric), Glass polish

(hydrofluoric), Vinegar (acetic)

Produk yang mengandung iritan : Pepper spray

2.3 Patogenesis

Bahan asam dan basa menyebabkan trauma dengan mekanisme yang

berbeda. Baik bahan asam dapat menyebabkan terjadinya trauma kimia.

Kerusakan jaringan akibat trauma kimia ini secara primer akibat proses

6

Page 7: Kaspan Trauma Okuli

denaturasi dan koagulasi protein selular, dan secara sekunder melalui kerusakan

iskemia vaskular. Bahan asam menyebabkan terjadinya nekrosis koagulasi

dengan denaturasi protein pada jaringan yang berkontak. Hal ini disebabkan

karena bahan asam cenderung berikatan dengan protein jaringan dan

menyebabkan koagulasi pada epitel permukaaan. Timbulnya lapisan koagulasi

ini nerupakan barier terjadinya penetrasi lebih dalam dari bahan asam sehingga

membatasi kerusakan lebih lanjut. Oleh karena itu trauma asam sering terbatas

pada jaringan superfisial (Rhee, 1999).

Terdapat pengecualian yaitu asam hidrofluorik yang dapat menyebabkan

nekrosis likuefaksi yang mirip pada alkali. Bahan asam hidrofluorik ini dapat

dengan cepat menembus kulit sampai ke pembuluh darah sehingga terjadi

diseminasi ion fluoride. Ion fluoride ini kemudian mempresipitasi kalsium

sehingga menyebabkan hipokalsemi dan metastasis kalsifikasi yang dapat

mengancam jiwa (Rhee, 1999).

Bahan alkali dapat menyebabkan nekrosis likuefaksi yang potensial lebih

berbahaya dibandingkan bahan asam. Larutan alkali mencairkan jaringan

dengan jalan mendenaturasi protein dan saponifikasi jaringan lemak. Larutan

alkali ini dapat terus mempenetrasi lapisan kornea bahkan lama setelah trauma

terjadi (Rhee, 1999).

Kerusakan jangka panjang pada konjungtiva dan kornea meliputi defek

pada epitel kornea, simblefaron serta pembentukan jaringan sikatriks. Penetrasi

yang dalam dapat menyebabkan pemecahan dan presipitasi glikosaminoglikan

dan opasitas lapisan stroma kornea. Jika terjadi penetrasi pada bilik mata depan,

dapat terjadi kerusakan iris dan lensa. Kerusakan epitel silier dapat menggangu

sekresi asam askorbat yang diperlukan untuk produksi kolagen dan repair

kornea. Selain itu dapat terjadi hipotoni dan ptisis bulbi. Proses penyembuhan

dapat terjadi pada epitel kornea dan stroma melalui proses migrasi sel epitel dari

stem cells pada daerah limbus. Kolagen stroma yang rusak akan difagositosis

dan dibentuk kembali (Khanski, 2011).

2.4 Klasifikasi Derajat Berat Trauma Kimia

Gradasi dan prognosis trauma kimia ditentukan berdasarkan kerusakan

kornea dan iskemia limbus. Iskemia limbus merupakan faktor klinis yang sangat

penting karena menunjukkan level kerusakan pada pembuluh darah di limbus

dan mengindikasikan kemampuan stem sel kornea (yang terdapat di limbus)

7

Page 8: Kaspan Trauma Okuli

untuk regenerasi kornea yang rusak. Oleh karena itu, pada trauma kimia mata

putih lebih berbahaya dibanding mata merah.

Ada 2 jenis klasifikasi derajat trauma kimia yang sering digunakan pada

praktek sehari-hari.

Derajat beratnya trauma kimia (menurut Roper-Hall) dibagi atas :

Grade I : kornea jernih, tidak terdapat iskemia limbus (prognosis sangat

baik)

Grade II : kornea hazy tetapi detail iris masih tampak, dengan iskemia

limbus < sepertiga (prognosis baik)

Grade III :detail iris tidak terlihat, iskemia limbus antara sepertiga sampai

setengah

Grade IV : kornea opak, dengan iskemia limbus lebih dari setengah

(prognosis sangat buruk)

Gradasi klinis berdasarkan kerusakan stem sel limbus (menurut kriteria

Hughes), yang digunakan di departemen mata RSCM yaitu :

Grade I : Iskemia limbus yang minimal atau tidak ada

Grade II : Iskemia kurang dari 2 kuadran limbus

Grade III : Iskemia lebih dari 3 kuadran limbus

Grade IV : Iskemia pada seluruh limbus, seluruh permukaan epitel

konjungtiva dan bilik mata depan

Selain pembagian tersebut diatas, khusus untuk trauma basa dapat

diklasifikasikan

menurut Thoft menjadi :

Derajat 1 : hiperemi konjungtiva disertai dengan keratitis pungtata

Derajat 2 : hiperemi konjungtiva disertai dengan hilangnya epitel kornea

Derajat 3 : hiperemi disertai dengan nekrosis konjungtiva dan lepasnya

epitel kornea

Derajat 4 : konjungtiva perilimal nekrosis sebanyak 50%

2.5 Gejala Klinis

Diagnosis trauma kimia pada mata lebih sering didasarkan pada

anamnesis dibandingkan atas dasar tanda dan gejala. Pasien biasanya

mengeluhkan nyeri dengan derajat yang bervariasi, fotofobia, penurunan

8

Page 9: Kaspan Trauma Okuli

penglihatan serta adanya halo di sekitar cahaya. Umumnya pasien datang

dengan keluhan adanya riwayat terpajan cairan atau gas kimia pada mata.

Keluhan pasien biasanya nyeri setelah terpajan, rasa mengganjal di mata,

pandangan kabur, fotofobia, mata merah dan rasa terbakar (Randleman, 2012).

2.6 Anamnesis

Anamnesis jenis bahan penyebab sebaiknya digali, misalnya dengan

menunjukkan botol bahan kimia, hal ini dapat membantu menentukan jenis

bahan kimia yang mengenai mata. Waktu dan durasi dari pajanan, gejala yang

timbul segera setelah pajanan, serta penatalaksanaan yang telah diberikan di

tempat kejadian juga merupakan anamnesis yang dapat membantu dalam

diagnosis (Rhee, 1999).

2.7 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang cermat harus ditunda setelah dilakukan irigasi

yang banyak pada mata yang terkena dan pH mata telah netral. Setelah

dilakukan irigasi, dilakukan pemeriksaan dengan seksama terutama melihat

kejernihan dan integritas kornea, iskemia limbus dan tekanan intraokular.

Pemeriksaan dapat dilakukan dengan pemberian anestesi topikal.

Tanda-tanda yang dapat ditemui pada pemeriksaan fisik dan oftalmologi

adalah :

Defek epitel kornea, dapat ringan berupa keratitis pungtata sampai kerusakan

seluruh epitel. Kerusakan semua epitel kornea dapat tidak meng-up take

fluoresin secepat abrasi kornea sehingga dapat tidak teridentifikasi.

Kekeruhan kornea yang dapat bervariasi dari kornea jernih sampai

opasifikasi total sehingga menutupi gambaran bilik mata depan.

Perforasi kornea. Sangat jarang terjadi, biasa pada trauma berat yang

penyembuhannya tidak baik.

Reaksi inflamasi bilik mata depan, dalam bentuk flare dan cells. Temuan ini

biasa terjadi pada trauma basa dan berhubungan dengan penetrasi yang

lebih dalam.

Peningkatan tekanan intraokular

Kerusakan / jaringan parut pada adneksa. Pada kelopak mata hal ini

menyebabkan kesulitan menutup mata sehingga meng-exspose permukaan

bola yang telah terkena trauma.

Inflamasi konjungtiva.

9

Page 10: Kaspan Trauma Okuli

Iskemia perilimbus

Penurunan tajam penglihatan . Terjadi karena kerusakan epitel, kekeruhan

kornea, banyaknya air mata.

Pada trauma derajat ringan sampai sedang biasanya yang dapat ditemukan

berupa kemosis, edema pada kelopak mata, luka bakar derajat satu pada

kulit sekitar, serta adanya sel dan flare pada bilik mata depan. Pada kornea

dapat ditemukan keratitis punktata sampai erosi epitel kornea dengan

kekeruhan pada stroma. Sedangkan pada derajat berat mata tidak merah,

melainkan putih karena terjadinya iskemia pada pembuluh darah konjungtiva.

Kemosis lebih jelas, dengan derajat luka bakar yang lebih berat pada kulit

sekitar mata, serta opasitas pada kornea (Randleman, 2012).

2.8 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan pH permukaan bola mata secara periodik dan melanjutkan

irigasi sampai PH netral . Selain itu, pemeriksaan seperti tes flourescein, tes

tonometri Goldman, tes Schimmer, tes sitologi impresi juga perlu dilakukan.

Pemeriksaan laboratorium diperlukan jika terdapat kelainan sistemik lain.

2.9 Tatalaksana

Trauma kimia merupakan trauma mata yang membutuhkan tatalaksana

sesegera mungkin. Tujuan utama dari terapi adalah menekan inflamasi, nyeri,

dan risiko inflamasi. (Weaver, 2011) Tatalaksana emergensi yang diberikan

yaitu: (Rhee, 1999)

1. Irigasi mata, sebaiknya menggunakan larutan Salin atau Ringer laktat

selama minimal 30 menit. Jika hanya tersedia air non steril, maka air

tersebut dapat digunakan. Larutan asam tidak boleh digunakan untuk

menetralisasi trauma basa. Spekulum kelopak mata dan anestetik topikal

dapat digunakan sebelum dilakukan irigasi. Tarik kelopak mata bawah dan

eversi kelopak mata atas untuk dapat mengirigasi fornices.

2. Lima sampai sepuluh menit setelah irigasi dihentikan, ukurlah pH dengan

menggunakan kertas lakmus. Irigasi diteruskan hingga mencapai pH netral

(pH=7.0)

3. Jika pH masih tetap tinggi, konjungtiva fornices diswab dengan

menggunakan moistened cotton-tipped applicator atau glass rod.

Penggunaan Desmarres eyelid retractor dapat membantu dalam

pembersihan partikel dari fornix dalam.

10

Page 11: Kaspan Trauma Okuli

Selanjutnya, tatalaksana untuk trauma kimia derajat ringan hingga

sedang meliputi: (Rhee, 1999)

1. Fornices diswab dengan menggunakan moistened cotton-tipped applicator

atau glass rod untuk membersihkan partikel, konjungtiva dan kornea yang

nekrosis yang mungkin masih mengandung bahan kimia. Partikel kalsium

hidroksida lebih mudah dibersihkan dengan menambahkan EDTA.

2. Siklopegik (Scopolamin 0,25%; Atropin 1%) dapat diberikan untuk

mencegah spasme silier dan memiliki efek menstabilisasi permeabilitas

pembuluh darah dan mengurangi inflamasi.

3. Antibiotik topikal spektrum luas sebagai profilaksis untuk infeksi.

(tobramisin, gentamisin, ciprofloxacin, norfloxacin, basitrasin, eritromisin)

4. Analgesik oral, seperti acetaminofen dapat diberikan untuk mengatasi

nyeri.

5. Jika terjadi peningkatan tekanan intraokular > 30 mmHg dapat diberikan

Acetazolamid (4x250 mg atau 2x500 mg ,oral), beta blocker (Timolol 0,5%

atau Levobunolol 0,5%).

6. Dapat diberikan air mata artifisial (jika tidak dilakukan pressure patch).

Tatalaksana untuk trauma kimia derajat berat setelah dilakukan irigasi,

meliputi: (Rhee, 1999)

1. Rujuk ke rumah sakit untuk dilakukan monitor secara intensif mengenai

tekanan intraokular dan penyembuhan kornea.

2. Debridement jaringan nekrotik yang mengandung bahan asing

3. Siklopegik (Scopolamin 0,25%; Atropin 1%) diberikan 3-4 kali sehari.

4. Antibiotik topikal (Trimetoprim/polymixin-Polytrim 4 kali sehari; eritromisin

2-4 kali sehari)

5. Steroid topikal ( Prednisolon acetate 1%; dexametasone 0,1% 4-9 kali per

hari). Steroid dapat mengurangi inflamasi dan infiltrasi netrofil yang

menghambat reepitelisasi. Hanya boleh digunakan selama 7-10 hari

pertama karena jika lebih lama dapat menghambat sintesis kolagen dan

migrasi fibroblas sehingga proses penyembuhan terhambat, selain itu juga

meningkatkan risiko untuk terjadinya lisis kornea (keratolisis). Dapat

diganti dengan non-steroid anti inflammatory agent.

6. Medikasi antiglaukoma jika terjadi peningkatan tekanan intraokular.

Peningkatan TIO bisa terjadi sebagai komplikasi lanjut akibat blokade

jaringan trabekulum oleh debris inflamasi.

11

Page 12: Kaspan Trauma Okuli

7. Diberikan pressure patch di setelah diberikan tetes atau salep mata.

8. Dapat diberikan air mata artifisial.

Selain pengobatan tersebut diatas, pemberian obat-obatan lain juga

bermanfaat dalam menurunkan proses inflamasi, meningkatkan regenerasi epitel

dan mencegah ulserasi kornea. Obat tambahan yang biasa diberikan: (Kanski,

2011)

Asam askorbat : berfungsi untuk meningkatkan produksi kolagen, diberikan

secara topikal dan sistemik. Beberapa riset menunjukkan pemberian topikal

asam askorbat 10% terbukti dapat menekan perforasi kornea. Akan tetapi,

tatalaksana ini baru digunakan pada tahap eksperimental (asam askorbat

topikal 10% , setiap 2 jam dan sistemik 4x 2 g per hari).

Asam sitrat : merupakan inhibitor kuat terhadap aktivitas neutrofil.

Pemberian topikal 10% setiap 2 jam selama 10 hari.

Tetrasiklin : membantu menghambat proses kolagenase, menghambat

neutrofil dan mengurangi ulserasi. Biasanya pemberian secara topikal dan

sistemik (doksisiklin 2 x 100 mg)4

Untuk tatalaksana trauma oleh asam hidrofluorat, medikasi yang optimum

masih belum dilakukan. Beberapa studi menggunakan 1% calcium

gluconate sebagai media irigasi atau untuk tetes mata. Bahan – bahan

mengandung Magnesium juga digunakan pada kasus ini. Sayangnya,

masih sedikit penelitian yang mendukung efektifitas terapi – terapi tersebut.

Irigasi mengunakan magnesium klorida terbukti tidak bersifat toksik

terhadap mata. Efek positif dari terapi ini dilaporkan masih dapat ditemukan

walaupun pada pemberian 24 jam setelah cedera, dimana medikasi lainnya

sudah tidak berguna. Beberapa penulis merekomendasikan penggunaan

sebagai tetes mata setiap 2 – 3 jam atas pertimbangan irigasi dapat

mengiritasi mata dan menimbulkan ulserasi kornea (Weaver, 2011)

Injeksi subkonjungtival kalsium glukonat dan kalsium klorida tidak

direkomendasikan karena terbukti tidak bermanfaat dalam terapi (Weaver,

2011)

Terapi bedah dini penting untuk revaskularisasi limbus, restorasi populasi

sel limbus dan membentuk fornises. Sedangkan terapi bedah lanjutan

meliputi graft konjungtiva atau membran mukosa, koreksi deformitas

kelopak mata, keratoplasti, serta keratoprostheses (Kanski, 2011)

12

Page 13: Kaspan Trauma Okuli

Tatalaksana berdasarkan prosedur standar di bagian IP mata RSCM

berdasarkan gradasi, dan lamanya trauma kimia tersebut.

Berdasarkan fase lamanya trauma kimia, dibagi menjadi :

I. Fase kejadian (immediate)

Tujuan : menghilangkan materi penyebab sebersih mungkin

Tindakan :

Irigasi Bahan Kimia

Pembilasan dilakukan segera, bila mungkin berikan anastesi topikal terlebih

dahulu. Pembilasan dengan larutan non-toxic (NaCl 0.9%, Ringer Lactat

dsb), sampai pH air mata kembali normal (dinilai dengan kertas

Lakmus).Pembilasan dilakukan segera, bila mungkin berikan anastesi

terlebih dahulu. Pembilasan dengan larutan non-tosis (NaCl 0.9%, RL dsb),

sampai pH air mata kembali normal (dinilai dengan kertas Lakmus).

Pembilasan dilakukan selama mungkin dan paling sedikit 15-30 menit (60

mnt untuk trauma basa). Untuk bahan asam dipergunakan larutan natrium

bikarbonat 3%, sedangkan untuk basa digunakan larutan asam borat, asam

asetat 0,5% atau buffer asam asetat pH 4,5% untuk menetralisir. Pendapat

lain menganjurkan untuk memakai cairan yang netral.

Benda Asing yang melekat dan jaringan bola mata yang nekrosis harus

dibuang (pada anak-anak, jika perlu dalam narkose).

Bila diduga telah terjadi penetrasi bahan kimia kedalam bilik mata depan

(BMD), dilakukan irigasi BMD dengan larutan RL.

Diagnosa berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, oftalmologis dan

penentuan gradasi klinis.

Penderita dirawat bila sesuai indikasi

II. Phase Akut (sampai hari ke 7)

Tujuan : Mencegah terjadinya penyulit

Prinsip :

1. Mempercepat proses re-epitelisasi kornea

2. Mengontrol tingkat peradangan

3. Mencegah infiltrasi sel-sel radang

4. Mencegah pembentukan enzim kolagenase

5. Mencegah infeksi sekunder

13

Page 14: Kaspan Trauma Okuli

6. Mencegah peningkatan tekanan bola mata

7. Suplement / anti oksidan

III. Phase Pemulihan Dini (early repair : hari ke 7 – 21)

Tujuan : Membatasi tingkat penyulit

Problem:

Hambatan re-epitelisasi kornea

Gangguan fungsi kelopak mata

Hilangnya sel Goblet

Ulserasi stroma ®perforasi kornea

Prinsip : sesuai dengan Phase II

14

Page 15: Kaspan Trauma Okuli

IV. Phase Pemulihan Akhir (late repair : setelah hari ke 21)

Tujuan : Rehabilitasi fungsi penglihatan

Masalah :

Disfungsi sel Goblet

Hambatan re-epitelisasi Kornea

Ulserasi stroma (gradasi III dan IV)

Prinsip :

Mempercepat proses re-epitelisasi kornea, atau optimalisasi fungsi epitel

permukaan

Dan seterusnya sesuai dengan phase II

15

Page 16: Kaspan Trauma Okuli

Rujukan

Setelah terapi inisial dan irigasi, pasien harus dirujuk ke fasilitas dimana

terdapat dokter mata.

2.10 Pencegahan

Edukasi dan pelatihan untuk mencegah pajanan zat kimia di tempat kerja

dapat mencegah terjadinya trauma kimia pada mata. Pekerja yang dapat

terpajan zat kimia di tempat kerja harus menggunakan safety goggles. Trauma

kimia pada anak sering terjadi karena tidak adanya pengawasan. Letakkan

semua produk rumah tangga yang dapat menimbulkan bahaya di tempat yang

tidak dapat dijangkau oleh anak-anak (Weaver, 2011).

16

Page 17: Kaspan Trauma Okuli

BAB 3

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : Tn. A

Umur : 30 tahun

Alamat : Poncokususmo, Malang

Agama : Islam

Pekerjaan : Sopir

Register : 11190xxx

3.2 Anamnesis (Autoanamnesis pada tanggal 7 Agustus 2014)

Keluhan Utama : Mata kanan terkena lem G (sejenis alteco)

Riwayat penyakit sekarang:

Mata kanan terkena lem alteco tanggal 6 Agustus 2014 pukul 20.00

WIB. Setelah terkena lem, pasien tidak bisa membuka kelopak mata karena

lengket. Mata sebelah kanan terasa nyeri. Mata merah (+), nrocoh (+),

mengganjal (+), sekret (-), pandangan kabur (+) sebelah kanan.

Dibawa berobat ke dokter umum (tanggal 6 Agustus 2014, segera

setelah terkena lem) kemudian dirujuk ke RSSA.

Riwayat pengobatan:

Tanggal 6 Agustus 2014 pukul 20.00

Dibawa berobat ke dokter umum segera setelah terkena lem. Di dokter

umum mata dibersihkan dari lem yang menempel dengan air hangat

kemudian dirujuk ke RSSA

Tanggal 6 Agustus 2014 pukul 21.30

17

Page 18: Kaspan Trauma Okuli

Pasien sampai di RSSA, mendapat terapi irigasi pada mata kanan.

Tobroson 6x1 tetes pada mata kanan, EDTA 4x1 tetes pada mata kanan,

Repithel 6x1 tetes pada mata kanan, dan vitamin C 4x500 mg

- Pasien tidak sedang menjalani pengobatan apapun

Riwayat penyakit dahulu :

Diabetes Mellitus (-), Hipertensi (-), peggunaan kacamata (-), riwayat

trauma okuli lain sebelumnya (-), riwayat trauma (-), epilepsi (-)

3.3 Pemeriksaan Fisik:

Pemeriksaan visus, segment anterior, dan schziot:

Tanggal 6 Agustus 2014 pukul 21.00 di UGD RSSA

Mata Kanan Parameter Mata Kiri

20/30 ph 20/25 Visus 20/20

OrthoforiaPosisi Bola

MataOrthoforia

Tidak diperiksaGerakan Bola

MataTidak diperiksa

Spasme (-), edema (+), silia

terpotong (+)Palpebra Spasme (-), edema (-)

CI (+), PCI(+) Konjungtiva CI (-), PCI (-),

18

Page 19: Kaspan Trauma Okuli

Defek epitel (+), FL test (+),

Iskemik limbus (-), sisa lem (-)Kornea Jernih

Dalam COA Dalam

Radline (+) Iris Radline (+)

round, Ø3mm, RP (+) Pupil round, Ø3mm, RP (+)

jernih Lensa jernih

n/p TIO n/p

Pemeriksaan Laksmus (6 Agustus 2014)

Pemeriksaan visus, segment anterior, dan TIO :

Pemeriksaan tanggal 7 Agustus 2014 pukul 09.00di poli mata RSSA

19

Page 20: Kaspan Trauma Okuli

Mata Kanan Parameter Mata Kiri

20/50 ph 20/25 Visus 20/20

OrthoforiaPosisi Bola

MataOrthoforia

Tidak diperiksaGerakan Bola

MataTidak diperiksa

Spasme (-), edema (-) Palpebra Spasme (-), edema (-)

CI (+), PCI(+) Konjungtiva CI (-), PCI (-),

Defek epitel (+), FL test (+),

Iskemik limbus (-)Kornea Jernih

Dalam COA Dalam

Radline (+) Iris Radline (+)

round, Ø3mm, RP (+) Pupil round, Ø3mm, RP (+)

jernih Lensa jernih

n/p TIO n/p

Penampakan kedua mata pasien sebelum dilakukan irigasi ke -2 tanggal 7 Agustus 2014

20

Page 21: Kaspan Trauma Okuli

Mata Kanan Mata Kiri

Pemeriksaan Lakmus tanggal 7 Agustus 2014

Pemeriksaan Fluoresin tanggal 7 Agustus 2014

3.4. Diagnosis

- OD trauma oculi khemis e.c lem alteco dengan komplikasi defek epithel kornea

3.5 Rencana Diagnosa : -

3.6 Rencana Terapi

- Irigasi OD hari ke-2 dengan RL 2 liter/mata ampai pH normal

- Tobroson ed 6x1 gtt OD

- EDTA ed 4x1 gtt OD

- Rephitel ed 6x1 gtt OD

21

Page 22: Kaspan Trauma Okuli

- Vitamin C 4x500 mg

- kontrol tanggal 8 Agustus 2014

KIE :

Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang, ppasien didiagnosa

menderita trauma oculi khemis dengan penyebab lem dengan komplikasi

adanya defek pada kornea mata kanan. Dimana pada kasus dengan trauma

okuli khemis akibat cairan basa dapat terjadi nekrosis atau kematian sel dengan

cara merusak protein dan jaringan lemak pada mata. Pada pasien direncanakan

untuk dilakukan terapi irigasi/pencucian mata kanan, untuk menghilangkan

penyebab (cairan basa), membersihkan mata dari sisa cairan basa khemis yang

tertinggal, dan mencegah perburukan perjalanan penyakit. Pencucian dilakukan

dengan cairan RL sebanyak 2 liter pada mata kanan, setelah sebelumnya diberi

analgesik topical. Pasien akan dilakukan pencucian mata sebanyak 5x dalam 5

hari atau sampai pH mata normal. Selain itu pasien diberi terapi yang dilakukan

di rumah berupa tetes mata Tobrososn, EDTA, dan Repithel. Juga terapi oral

berupa vitamin C. Pasien diminta kontrol keesokan hari untuk melihat hasil terapi

serta untuk melanjutkan pencucian mata. Komplikasi yang dapat terjadi pada

kasus ini jika tidak ditangani secara cepat dan tepat adalah kerusakan kornea,

infeksi, hingga hilangnya fungsi penglihatan.

3.7 Rencana Monitoring :

Subyektif

Visus naturalis

Respon terapi

Efek samping terapi

Lakmus

Fluorescin test

22

Page 23: Kaspan Trauma Okuli

3.8 Follow Up (8 Agustus 2014)

Subjektif : Keluhan membaik, nyeri (-), terasa mengganjal (+), pandangan kabur

(+), nrocoh (+), mata merah (+)

Objektif :

Pemeriksaan visus, segment anterior, lakmus, dan fluoresin tes

Mata Kanan Parameter Mata Kiri

20/30 ph 20/20 Visus 20/20

OrthoforiaPosisi Bola

MataOrthoforia

Tidak diperiksaGerakan Bola

MataTidak diperiksa

Spasme (-), edema (-) Palpebra Spasme (-), edema (-)

CI (+), PCI(+) Konjungtiva CI (-), PCI (-),

Defek epitel (+), FL test (+)

berkurang, Iskemik limbus (-)Kornea Jernih

Dalam COA Dalam

Radline (+) Iris Radline (+)

round, Ø3mm, RP (+) Pupil round, Ø3mm, RP (+)

jernih Lensa jernih

n/p TIO n/p

23

Page 24: Kaspan Trauma Okuli

Pemeriksaan Lakmus tanggal 8 Agustus 2014

Pemeriksaan Fluoresin tanggal 8 Agustus 2014

Diagnosis:

- OD trauma oculi chemise c lem Alteco hari ke 3 dengan komplikasi

defek epitel kornea dengan perbaikan

Rencana Diagnosa: -

Rencana Terapi:

- Irigasi OD hari ke-3 dengan RL 2 liter/mata ampai pH normal

- Tobroson ed 6x1 gtt OD

- EDTA ed 4x1 gtt OD

- Rephitel ed 6x1 gtt OD

- Vitamin C 4x500 mg

- kontrol tanggal 9 Agustus 2014

Rencana Monitoring:

24

Page 25: Kaspan Trauma Okuli

Subyektif

Visus naturalis

Respon terapi

Efek samping terapi

Lakmus

Fluorescin test

3.9 Follow Up (9 Agustus 2014)

Subjektif : Keluhan membaik, nyeri (-), terasa mengganjal (+) berkurang,

pandangan kabur (+) berkurang, nrocoh (-), mata merah (+) minimal

Objektif :

Pemeriksaan visus, segment anterior, dan fluoresin tes

Mata Kanan Parameter Mata Kiri

20/30 ph 20/20 Visus 20/20

OrthoforiaPosisi Bola

MataOrthoforia

Tidak diperiksaGerakan Bola

MataTidak diperiksa

Spasme (-), edema (-) Palpebra Spasme (-), edema (-)

CI (+), PCI(-) Konjungtiva CI (-), PCI (-),

Defek epitel (+), FL test (+)

defek epitel minimal, Iskemik

Kornea Jernih

25

Page 26: Kaspan Trauma Okuli

limbus (-)

Dalam COA Dalam

Radline (+) Iris Radline (+)

round, Ø3mm, RP (+) Pupil round, Ø3mm, RP (+)

jernih Lensa jernih

n/p TIO n/p

Diagnosis:

- OD trauma oculi chemise c lem Alteco hari ke 4 dengan komplikasi

defek epitel kornea dengan perbaikan

Rencana Diagnosa: -

Rencana Terapi:

- Irigasi OD hari ke-4 dengan RL 2 liter/mata ampai pH normal

- Tobroson ed 6x1 gtt OD

- EDTA ed 4x1 gtt OD

- Rephitel ed 6x1 gtt OD

- Vitamin C 4x500 mg

- kontrol tanggal 9 Agustus 2014

Rencana Monitoring:

Subyektif

Visus naturalis

Respon terapi

Efek samping terapi

Lakmus

Fluorescin test

BAB 4

26

Page 27: Kaspan Trauma Okuli

PEMBAHASAN

Trauma Khemis ec Lem Alteco dengan Komplikasi Defek Epitel Kornea

Pasien berobat ke poliklinik mata RSSA pada tanggal 7 Agustusri 2014.

Setelah dilakukan anamnesis didapatkan bahwa pasien datang dengan keluhan

utama mata kanan terkena lem pada tanggal 6 Agustus 2014, pukul 20.00.

Pasien datang ke poliklinik untuk melanjutkan terapi irigasi. Sebelumnya pada

tanggal 6 Agustus 2014 pukul 21.30 telah dilakukan irigasi I pada mata kanan

pasien. Pasien mengeluhkan matanya terasa nyeri, merah, dan berair.

Pandangan mata kanan juga dirasa lebih kabur dibandingkan dengan mata kiri.

Dari pemeriksaan visus dan segmen anterior yang telah dilakukan,

kelainan yang ditemukan pada mata kanan didapatkan visus 20/50 dengan

pinhole menjadi 20/25, tidak ditemukan spasme maupun edema pada palpebra

(pada pemeriksaan pada saat sesaat setelah terkena lem, terdapat edema pada

palpebra kanan), terdapat conjuctival injection dan pericorneal injection, pada

kornea terdapat defek epitel dengan fluoresin tes (+) tanpa disertai dengan

iskemik limbus. Hal tersebut mendukung data yang diperoleh saat anamnesa

yang berarti bahwa visus pasien menurun, dan mata merah. Pada pemeriksaan

lakmus, didapatkan kertas lakmus berubah warna menjadi biru, hal ini

menunjukkan bahwa bahan kimia yang mengenai mata bersifat basa.

Derajat berat trauma kimia pada pasien menurut Roper-Hall

menunjukkan derajat I, menurut departemen mata RSCM mennjukkan grade I,

dan menurut Thoft juga menunjukkan derajat I dimana tidak dtemukan iskemia

limbus pada mata pasien.

27

Page 28: Kaspan Trauma Okuli

Penatalaksanaan

Terapi yang diberikan pada pasien ini berupa irigasi menggunakan cairan

RL sebanyak 2 liter pada mata yang terpajan bahan kimia, yaitu mata kanan.

Irigasi dilakukan sebanyak 5x atau sampai pH mata menjadi normal. Selain itu

diberikan obat tetes mata berupa tobroson 6x1 tetes pada mata kanan, EDTA

4x1 tetes pada mata kanan, Rephitel 6x1 tetes pada mata kanan, dan obat oral

yaitu vitamin C 4x500 mg/hari. Hal ini sessuai dengan prinsip terapi trauma kimia

pada mata pada fase akut, yaitu untuk mempercepat proses re-epitelisasi

kornea, mencegah pembentukan enzim kolagenase, menceah infeksi sekunder,

dan anti okasidan.

KIE yang diberikan pada pasien ini adalah penjelasan dari sakit yang

diderita dimana dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang, pasien

didiagnosa menderita trauma oculi khemis dengan penyebab lem dengan

komplikasi adanya defek pada kornea mata kanan. Pada kasus dengan trauma

okuli khemis akibat cairan basa dapat terjadi nekrosis atau kematian sel dengan

cara merusak protein dan jaringan lemak pada mata. Pada pasien direncanakan

untuk dilakukan terapi irigasi/pencucian mata kanan, untuk menghilangkan

penyebab (cairan basa), membersihkan mata dari sisa cairan basa khemis yang

tertinggal, dan mencegah perburukan perjalanan penyakit. Pencucian dilakukan

dengan cairan RL sebanyak 2 liter pada mata kanan, setelah sebelumnya diberi

analgesik topical. Pasien akan dilakukan pencucian mata sebanyak 5x dalam 5

hari atau sampai pH mata normal. Selain itu pasien diberi terapi yang dilakukan

di rumah berupa tetes mata Tobrososn, EDTA, dan Repithel. Juga terapi oral

berupa vitamin C. Pasien diminta kontrol keesokan hari untuk melihat hasil terapi

serta untuk melanjutkan pencucian mata. Komplikasi yang dapat terjadi pada

kasus ini jika tidak ditangani secara cepat dan tepat adalah kerusakan kornea,

28

Page 29: Kaspan Trauma Okuli

infeksi, hingga hilangnya fungsi penglihatan. Oleh karena itu diharapkan pasien

rajin untuk kontrol sesuai dengan anjuran, menggunakan obat yang telah

diberikan sesuai anjuran, dan menjaga higienitas dari mata sehingga resiko

komplikasi infeksi dapat dicegah.

BAB 5

29

Page 30: Kaspan Trauma Okuli

PENUTUP

1.1 Kesimpulan

Glaukoma sudut tertutup kronik terjadi peningkatan tekanan intraokular

terjadi karena sumbatan aliran keluar aqueous akibat adanya oklusi

anyaman trabekular oleh iris perifer. Penatalaksanaan dari glaukoma

sudut tertutup kronik adalah iridektomi perifer, kemudian dilanjutkan

dengan terapi medikamentosa. Bila sudut masih tertutup, menandakan

bahwa fungsi trabekular sudah terganggu, maka harus dilakukan

trabekulektomi.

Glaukoma absolut merupakan stadium akhir glaukoma. Pada keadaan ini

sudah terjadi kebutaaan total akibat tekanan bola mata memberikan

gangguan fungsi lanjut. Mata telah kehilangan visus total dan memiliki

TIO yang tidak terkontrol sebagai komplikasi dari glaukoma. Setelah visus

hilang pada glaukoma absolut, pada saat itu juga visus tidak dapat

dikembalikan.

Trauma kimia pada mata merupakan suatu kegawatan dalam bidang

kedokteran mata. Terjadi akibat terpaparnya mata oleh bahan kimia baik

berupa padatan, cairan, maupun aerosol, baik bahan kimia yang bersifat

asam maupun basa. Trauma kimia pada mata yang disebabkan oleh

bahan kimia yang bersifat basa lebih berbahaya dibanding bahan kimia

bersifat asam.

Trauma kimia pada mata dapat menyebabkan berbagai komplikasi dari

defek pada mata, infeksi, hingga hilangnya fungsi penglihatan

Terdapat beberapa klasifikasi derajat berat trauma kimia pada mata dan

berat ringannya penyakit sangat menentukan prognosis dari pasien.

30

Page 31: Kaspan Trauma Okuli

Penatalaksanaan pada trauma kimia pada mata adalah sesegera

mungkin menyingkirkan penyebab, mengembalikan derajat keasaman

mata, dan mempercepat reepitelisasi. Penatalaksanaan dibagi dalam

beberapa fase, yakni fase imediet, fase akut, fase pemulihan dini, dan

fase pemulihan akhir

5.2 Saran

Perlu dilakukan kajian lebih lanjut tentang progresivitas dan perjalanan

penyakit pada trauma kimia pada mata, sehingga komplikasi dapat

dicegah

Memberikan edukasi pada masyarakat tentang penanganan awal yang

dapat dilakukan pada trauma kimia pada sebelum sampai di tempat

perawatan/pengobatan.

DAFTAR PUSTAKA

31

Page 32: Kaspan Trauma Okuli

Allan, Hall. 2011. Epidemiology of Ocular Chemical Burn Injures. Chemical

Ocular Burns New Understanding and Treatment.p 122.

Asbury T, Sanitato JJ. Trauma. In : Vaughan DG, Asbury T, Eva PR, editors.

General Ophtalmology. 17th . Lange; 2007.

Broocker G, Mendicino ME, Stone CM. Injury to the eye. In: Mattox KL, Fellicino

DV, Moore EE, editors. Trauma. 4th ed. New York: Mc-Graw Hill;

2000.p.406-7.

Ilyas S. Trauma mata. Dalam: Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta. Balai

Penerbit FKUI. 2010.h.271-3

Kanski Jack J, editor. Clinical ophtalmology a sistemic approach. 7th ed.

Elsevier; 2011.

Prosedur standar diagnostik dan tatalaksana RSCM.

Randleman JB. Ophthalmologic Approach to Chemical eye burns. Emedicine

[online] 2012 October [cited 2014 Augustl12].Available

from:http://www.emedicinehealth.com/chemical_eye_burns/articleem.htm

Rhee DJ, Pyfer MF, editors. The Wills Eye Manual: office and emergency room

diagnosis and treatment of eye disease. 3rdedition. Philadelphia:

Lippincott Williams&Wilkins;1999.p.19-22.

Spector, et al. 2008. Chemical, Thermal, and Biological Ocular Exposures.

Emergency Medical Clinical North America: 26. p 125-136

Weaver C. Occular burns. Emedicine [online] 2011 October [ cited2014

August12]. Available from URL:

http://emedicine.medscape.com/article/798696-overview

32