HIRSCHPRUNG DISEASE.docx

7
HIRSCHPRUNG DISEASE Sejarah Penyakit Hirschsprung adalah suatu gangguan perkembangan dari sistem saraf enterik dan ditandai oleh tidak adanya sel ganglion dalam usus distal yang mengakibatkan obstruksi fungsional. Kontras enema menunjukkan zona transisi di wilayah rectosigmoid. Meski kondisi ini digambarkan oleh Ruysch di 1691 dan dipopulerkan oleh Hirschprung pada tahun 1886, patofisiologi itu tidak jelas ditentukan sampai pertengahan abad ke-20, ketika Whitehouse dan Kernohan menggambarkan aganglionosis dari usus distal sebagai penyebab obstruksi dalam seri mereka patients. Pada tahun 1949, Swenson menggambarkan prosedur definitif pertama konsisten untuk penyakit Hirschsprung, rectosigmoidectomy dengan anastomosis coloanal. Sejak itu, operasi lainnya telah dijelaskan, termasuk Duhamel dan teknik Soave. (Lee,2009) Baru-baru ini, kemajuan dalam teknik bedah, termasuk prosedur invasif minimal, dan diagnosis sebelumnya telah berdampak pada penurunan morbiditas dan kematian untuk pasien dengan penyakit Hirschsprung. Sebagian besar kasus penyakit Hirschsprung sekarang didiagnosis pada periode baru lahir. Penyakit Hirschsprung harus dipertimbangkan dalam setiap bayi baru lahir yang gagal lulus mekonium dalam waktu 24-48 jam setelah lahir. Meskipun enema kontras berguna dalam menetapkan diagnosis, penuh ketebalan biopsi dubur tetap standar kriteria. Setelah diagnosis dikonfirmasi, pengobatan dasar adalah membuang usus aganglionik kurang berfungsi dan menciptakan anastomosis kepada rektum distal dengan usus diinervasi sehat (dengan atau tanpa penyimpangan awal). (Lee,2009) – Prevalensi

description

hirschprung

Transcript of HIRSCHPRUNG DISEASE.docx

Page 1: HIRSCHPRUNG DISEASE.docx

HIRSCHPRUNG DISEASE

Sejarah

Penyakit Hirschsprung adalah suatu gangguan perkembangan dari sistem saraf enterik dan

ditandai oleh tidak adanya sel ganglion dalam usus distal yang mengakibatkan obstruksi

fungsional. Kontras enema menunjukkan zona transisi di wilayah rectosigmoid. Meski

kondisi ini digambarkan oleh Ruysch di 1691 dan dipopulerkan oleh Hirschprung pada tahun

1886, patofisiologi itu tidak jelas ditentukan sampai pertengahan abad ke-20, ketika

Whitehouse dan Kernohan menggambarkan aganglionosis dari usus distal sebagai

penyebab obstruksi dalam seri mereka patients. Pada tahun 1949, Swenson

menggambarkan prosedur definitif pertama konsisten untuk penyakit Hirschsprung,

rectosigmoidectomy dengan anastomosis coloanal. Sejak itu, operasi lainnya telah

dijelaskan, termasuk Duhamel dan teknik Soave. (Lee,2009) Baru-baru ini, kemajuan dalam

teknik bedah, termasuk prosedur invasif minimal, dan diagnosis sebelumnya telah

berdampak pada penurunan morbiditas dan kematian untuk pasien dengan penyakit

Hirschsprung. Sebagian besar kasus penyakit Hirschsprung sekarang didiagnosis pada

periode baru lahir. Penyakit Hirschsprung harus dipertimbangkan dalam setiap bayi baru

lahir yang gagal lulus mekonium dalam waktu 24-48 jam setelah lahir. Meskipun enema

kontras berguna dalam menetapkan diagnosis, penuh ketebalan biopsi dubur tetap standar

kriteria. Setelah diagnosis dikonfirmasi, pengobatan dasar adalah membuang usus

aganglionik kurang berfungsi dan menciptakan anastomosis kepada rektum distal dengan

usus diinervasi sehat (dengan atau tanpa penyimpangan awal). (Lee,2009) –

Prevalensi

Jenis kelamin

Penyakit hirschprung lebih sering terjadi pada laki-laki daripada wanita,dengan

perbandinga ratio 4 :1,dengan insiden penyakit hirschprung long segmen meningkat

pada wanita

Age

Sekarang kira 90 % pasien dengan penyakit hirschprung telah terdiagnosa pada

awal

Page 2: HIRSCHPRUNG DISEASE.docx

Gambaran Klinis

Gambaran klinis penyakit Hirschsprung dapat kita bedakan berdasarkan usia gejala klinis

mulai terlihat :

 Periode Neonatal. Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni pengeluaran

mekonium yang terlambat, muntah hijau dan distensi abdomen. Pengeluaran mekonium

yang terlambat (lebih dari 24 jam pertama) merupakan tanda klinis yang signifikans.

Swenson (1973) mencatat angka 94% dari pengamatan terhadap 501 kasus sedangkan

Kartono mencatat angka 93,5% untuk waktu 24 jam dan 72,4% untuk waktu 48 jam setelah

lahir. Muntah hijau dan distensi abdomen biasanya dapat berkurang manakala mekonium

dapat dikeluarkan segera. Sedangkan enterokolitis merupakan ancaman komplikasi yang

serius bagi penderita penyakit Hirschsprung ini, yang dapat menyerang pada usia kapan

saja, namun paling tinggi saat usia 2-4 minggu, meskipun sudah dapat dijumpai pada usia 1

minggu. Gejalanya berupa diarrhea, distensi abdomen, feces berbau busuk dan disertai

demam. Swenson mencatat hampir 1/3 kasus Hirschsprung datang dengan manifestasi

klinis enterokolitis, bahkan dapat pula terjadi meski telah dilakukan kolostomi (Kartono,1993;

Fonkalsrud et al,1997; Swenson et al,1990).

Periode Anak. Pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol adalah konstipasi

kronis dan gizi buruk (failure to thrive). Dapat pula terlihat gerakan peristaltik usus di dinding

abdomen. Jika dilakukan pemeriksaan colok dubur, maka feces biasanya keluar

menyemprot, konsistensi semi-liquid dan berbau tidak sedap. Penderita biasanya buang air

besar tidak teratur, sekali dalam beberapa hari dan biasanya sulit untuk defekasi.

(Kartono,1993; Fonkalsrud et al,1997; Swenson et al,1990)

Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan yang penting pada penyakit Hirschsprung.

Pada foto polos abdomen dapat dijumpai gambaran obstruksi usus letak rendah, meski

pada bayi sulit untuk membedakan usus halus dan usus besar (Gambar. 11). Pemeriksaan

yang merupakan standard dalam menegakkan diagnosa Hirschsprung adalah barium

enema, dimana akan dijumpai 3 tanda khas:

1. Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang panjangnya

bervariasi.

2. Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitan ke arah daerah

dilatasi;

3. Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi

Page 3: HIRSCHPRUNG DISEASE.docx

(Kartono,1993).

Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda khas penyakit Hirschsprung, maka

dapat dilanjutkan dengan foto retensi barium, yakni foto setelah 24-48 jam barium dibiarkan

membaur dengan feces. Gambaran khasnya adalah terlihatnya barium yang membaur

dengan feces kearah proksimal kolon. Sedangkan pada penderita yang bukan Hirschsprung

namun disertai dengan obstipasi kronis, maka barium terlihat menggumpal di daerah rektum

dan sigmoid (Kartono,1993, Fonkalsrud dkk,1997; Swenson dkk,1990).

GENETIK

Insidens penyakit Hirschsprung adalah 1 dalam 5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah

penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35 permil, maka diprediksikan setiap

tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit Hirschsprung. Kartono mencatat 20-40 pasien

penyakit Hirschsprung yang dirujuk setiap tahunnya ke RSUPN Cipto Mangunkusomo

Jakarta dengan rasio laki-laki : perempuan adalah 4 : 1. Insidensi ini dipengaruhi oleh group

etnik, untuk Afrika dan Amerika adalah 2,1 dalam 10.000 kelahiran, Caucassian  1,5 dalam

10.000 kelahiran dan Asia 2,8 dalam 10.000 kelahiran. (Holschneider dan Ure, 2005;

Kartono,1993)

Menurut catatan Swenson, 81,1 % dari 880 kasus yang diteliti adalah laki-laki. Sedangkan

Richardson dan Brown menemukan tendensi faktor keturunan pada penyakit ini (ditemukan

57 kasus dalam 24 keluarga). Beberapa kelainan kongenital dapat ditemukan bersamaan

dengan penyakit Hirschsprung, namun hanya 2 kelainan yang memiliki angka yang cukup

signifikan yakni Down Syndrome (5-10 %) dan kelainan urologi (3%). Hanya saja dengan

adanya fekaloma, maka dijumpai gangguan urologi seperti refluks

vesikoureter,hydronephrosis dan gangguan vesica urinaria (mencapai 1/3 kasus) (Swenson

dkk,1990).

Terapi Penyakit Hirschsprung

Pada prinsipnya, sampai saat ini, penyembuhan penyakit Hirschsprung hanya dapat dicapai

dengan pembedahan. Tindakan-tindakan medis dapat dilakukan tetapi hanya untuk

sementara dimaksudkan untuk menangani distensi abdomen dengan pemasangan pipa

anus atau pemasangan pipa lambung dan irigasi rektum. Pemberian antibiotika

dimaksudkan untuk pencegahan infeksi terutama untuk enterokolitis dan mencegah

terjadinya sepsis. Cairan infus dapat diberikan untuk menjaga kondisi nutrisi penderita serta

untuk menjaga keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa tubuh (Kartono, 2003).

Page 4: HIRSCHPRUNG DISEASE.docx

Penanganan bedah pada umumnya terdiri atas dua tahap yaitu tahap pertama dengan

pembuatan kolostomi dan tahap kedua dengan melakukan operasi definitif. Tahap pertama

dimaksudkan sebagai tindakan darurat untuk mencegah komplikasi dan kematian. Pada

tahapan ini dilakukan kolostomi, sehingga akan menghilangkan distensi abdomen dan akan

memperbaiki kondisi pasien.Tahapan kedua adalah dengan melakukan operasi definitif

dengan membuang segmen yang aganglionik dan kemudian melakukan anastomosis antara

usus yang ganglionik dengan dengan bagian bawah rektum. (Kartono, 2004).

Dikenal beberapa prosedur operasi yaitu prosedur Swenson, prosedur Duhamel, prosedur

Soave, prosedur Rehbein dengan cara reseksi anterior, prosedur Laparoskopic Pull-

Through, prosedur Transanal Endorectal Pull-Through dan prosedur miomektomi anorektal.

(Lee, 2002; Teitelbaum, 2003).

Page 5: HIRSCHPRUNG DISEASE.docx

HIRSCHPRUNG DISEASE

OLEH :

Made Oka Sastrawan

Triandi Arya Putra

I kt Suwanda Raharja

Bagian BEDAH UMUM FK UNIV UDAYANA