ASKEP Hirschprung Ok
Transcript of ASKEP Hirschprung Ok
LAPORAN PENDAHULUAN
HIRSCHPRUNG DISEASE
A. Pengertian
- Penyakit Hirschprung adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus
(Ariff Mansjoer, dkk. 2000). Dikenalkan pertama kali oleh Hirschprung tahun 1886.
Zuelser dan Wilson, 1948 mengemukakan bahwa pada dinding usus yang menyempit
tidak ditemukan ganglion parasimpatis.
- Hirschsprung adalah anomali kongenital yang mengakibatkan obstruksi mekanik
karena ketidak adekuatan motilitas sebagian dari usus (Donna L. Wong, 2003).
B. Etiologi
Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan dinding
usus, mulai dari spingter ani internus ke arah proksimal, 70% terbatas di daerah
rektosigmoid, 10% sampai seluruh kolon dan sekitarnya 5% dapat mengenai seluruh
usus sampai pilorus. Diduga terjadi karena faktor genetik sering terjadi pada anak
dengan Down Syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus,
gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus.
C. Macam-macam Hirschprung
Berdasarkan panjangnya segmen yang terkena dapat di bedakan menjadi 2 type :
1. Penyakit Hirschprung segmen pendek
Segmen agangliosis mulai anus sampai sigmoid. Merupakan 70% dari kasus
penyakit Hirschprung dan lebih sering di temmukan pada anak laki-laki dibanding
anak perempuan.
2. Penyakit Hirschprung segmen panjang
Daerah Aganglionosis dapat melebihi sigmoid.bahkan dapat mengenai seluruh kolon
sampai usus halus. Di temukan sama banyak antara pada laki-laki dan perempuan.
D. Manifestasi Klinis
1. Bayi yang baru lahir
- Dalam rentang waktu 24-48 jam, bayi tidak mengeluarkan Meconium (kotoran
pertama bayi yang berbentuk seperti pasir berwarna hijau kehitaman)
- Malas makan
- Muntah yang berwarna hijau
- Pembesaran perut (perut menjadi buncit)
2. Pada masa pertumbuhan (usia 1-3 tahun):
- Tidak dapat meningkatkan berat badan
- Konstipasi (sembelit)
- Pembesaran perut (perut menjadi buncit)
- Diare cair yang keluar seperti disemprot
- Demam dan kelelahan adalah tanda-tanda dari radang usus halus dan dianggap
sebagai keadaan yang serius dan dapat mengancam jiwa.
3. Pada anak diatas 3 tahun, gejala bersifat kronis :
- Konstipasi (sembelit)
- Kotoran berbentuk pita
- Berbau busuk
- Pembesaran perut
- Pergerakan usus yang dapat terlihat oleh mata (seperti gelombang)
- Menunjukkan gejala kekurangan gizi dan anemia
E. Komplikasi
1. Enterokolitis
Merupakan komplikasi yang paling berbahaya dan dapat berakibat kematian.
Mekanisme timbulnya enterokolitis karena adanya obstruksi parsial. Obstruksi usus
pasca bedah disebabkan oleh stenosis anastomosis, sfingter ani dan kolon
aganglionik yang tersisa masih spastic. Manifestasi klinik dari enterokolitis berupa
distensi abdomen diikuti tanda obstruksi seperti; muntah hijau, feses keluar secara
eksplosif cair dan berbau busuk. Enterokolitis nekrotikan merupakan komplikasi
parah yang dapat menyebabkan nekrosis dan perforasi
2. Kebocoran Anastomose
Kebocoran dapat disebabkan oleh ketegangan yang berlebihan pada garis
anastomose, vaskularisasi yang tidak adekuat pada kedua tepi sayatan ujung usus,
infeksi dan abses sekitar anastomose serta trauma colok dubur atau businasi pasca
operasi yang dikerjakan terlalu dini dan tidak hati-hati. Terjadi peningkatan suhu
tubuh terdapat infiltrat atau abses rongga pelvis.
3. Stenosis
Stenosis dapat disebabkan oleh gangguan penyembuhan luka di daerah anastomse,
infeksi yang menyebabkan terbentuknya jaringan fibrosis, serta prosedur bedah yang
dipergunakan. Manifestasi yang terjadi dapat berupa gangguan defekasi, distensi
abdomen, enterokolitis hingga fistula perianal, elain itu :
- Obstruksi usus
- Konstipasi
- Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
- Entrokolitis
- Struktur anal dan inkontinensial (post operasi)
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Foto abdomen
Pada bayi muda yang mengalami obstruksi, radiografi abdomen anteroposterior pada
posisi berdiri menunjukkan lengkung usus. Radiografi abdomen lateral pada posisi
berdiri tidak memperlihatkan adanya udara rectum, yang secara normal terlihat di
daerah presakral. Pemeriksaan yang merupakan standard dalam menegakkan
diagnosa Hirschsprung adalah barium enema, dimana akan dijumpai 3 tanda khas:
- Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang panjangnya
bervariasi.
- Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitan ke arah daerah
dilatasi.
- Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi.
2. Studi Kontras Barium
Pada kasus yang diduga penyakit hirschprung, sebaiknya dilakukan pemeriksaan
barium enema tanpa persiapan. Temuan diagnostic yang meliputi adanya perubahan
tajam pada ukuran diameter potongan usus ganglionik dan aganglionik, kontraksi
‘gigi gergaji (sawtooth)’ yang irregular pada segmen aganglionik, lipatan transversa
paralel pada kolon proksimal yang mengalami dilatasi, dan kegagalan mengevakuasi
barium. Diameter rectum lebih sempit daripada diameter kolon sigmoid.
Pemeriksaan dengan barium enema, akan bisa ditemukan :
- Daerah transisi
- Gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian usus yang menyempit
- Entrokolitis pada segmen yang melebar
- Terdapat retensi barium setelah 24-48 jam
- Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda khas penyakit
Hirschsprung, maka dapat dilanjutkan dengan foto retensi barium, yakni foto
setelah 24-48 jam barium dibiarkan membaur dengan feces. Gambaran khasnya
adalah terlihatnya barium yang membaur dengan feces kearah proksimal kolon.
Sedangkan pada penderita yang bukan HirschsprunG namun disertai dengan
obstipasi kronis, maka barium terlihat menggumpal di daerah rektum dan sigmoid.
3. Manometri Anorektal
Pemeriksaan manometri anorektal adalah suatu pemeriksaan objektif mempelajari
fungsi fisiologi defekasi pada penyakit yang melibatkan spinkter anorektal. Dalam
prakteknya, manometri anorektal dilaksanakan apabila hasil pemeriksaan klinis,
radiologis dan histologis meragukan. Pada dasarnya, alat ini memiliki 2 komponen
dasar: transduser yang sensitif terhadap tekanan seperti balon mikro dan kateter
mikro, serta sisitem pencatat seperti poligraph atau komputer. Beberapa hasil
manometri anorektal yang spesifik bagi penyakit Hirschsprung adalah:
- Hiperaktivitas pada segmen yang dilatasi
- Tidak dijumpai kontraksi peristaltik yang terkoordinasi pada segmen usus
aganglionik
- Sampling reflex tidak berkembang. Tidak dijumpai relaksasi spinkter interna
setelah distensi rektum akibat desakan feces. Tidak dijumpai relaksasi spontan.
4. Biopsi Rektal
Pemeriksaan ini memberikan diagnosa definitif dan digunakan untuk mendeteksi
ketiadaan ganglion. Biopsy rektal ini tidak adanya sel ganglion di dalam pleksus
submukosa dan pleksus mienterikus serta peningkatan aktivitas asetilkolinesterase
pada serabut saraf dinding usus.
5. Pemeriksaan colok anus
Pada pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan dan pada waktu tinja yang
menyemprot. Pemeriksaan ini untuk mengetahui bau dari tinja, kotoran yang
menumpuk dan menyumbat pada usus di bagian bawah dan akan terjadi
pembusukan.
G. Penatalaksanaan
1. Medis
Penatalaksaan operasi adalah untuk memperbaiki portion aganglionik di usus besar
untuk membebaskan dari obstruksi dan mengembalikan motilitas usus besar sehingga
normal dan juga fungsi spinkter ani internal. Ada dua tahapan dalam penatalaksanaan
medis yaitu:
- Temporari ostomy dibuat proksimal terhadap segmen aganglionik untuk melepaskan
obstruksi dan secara normal melemah dan terdilatasinya usus besar untuk
mengembalikan ukuran normalnya.
- Pembedahan koreksi diselesaikan atau dilakukan lagi biasanya saat berat anak
mencapai sekitar 9 Kg (20 pounds) atau sekitar 3 bulan setelah operasi pertama.
Ada beberapa prosedur pembedahan yang dilakukan seperti Swenson, Duhamel,
Boley & Soave. Prosedur Soave adalah salah satu prosedur yang paling sering
dilakukan terdiri dari penarikan usus besar yang normal bagian akhir dimana mukosa
aganglionik telah diubah.
2. Konservatif
Pada neonatus dengan obstruksi usus dilakukan terapi konservatif melalui
pemasangan sonde lambung serta pipa rektal untuk mengeluarkan mekonium dan
udara.
3. Tindakan bedah sementara
- Kolostomi dikerjakan pada pasien neonatus, pasien anak dan dewasa yang
terlambat didiagnosis dan pasien dengan enterokolitis berat dan keadaan umum
memburuk.
- Kolostomi dibuat di kolon berganglion normal yang paling distal.
4. Terapi farmakologi
- Penggunaan laksatif sebagian besar dan juga modifikasi
diet dan wujud feses adalah efektif
- Obat kortikosteroid dan obat anti-inflamatori digunakan dalam megakolon toksik.
Tidak memadatkan dan tidak menekan feses menggunakan tuba
5. Perawatan
Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe pelaksanaanya bila
ketidakmampuan terdiagnosa selama periode neonatal, perhatikan utama antara lain:
- Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital pada anak
secara dini.
- Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak.
- Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis (pembedahan)
- Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana pulang
Pada perawatan preoperasi harus diperhatikan juga kondisi klinis anak-anak dengan mal
nutrisi tidak dapat bertahan dalam pembedahan sampai status fisiknya meningkat. Hal ini
sering kali melibatkan pengobatan simptomatik seperti enema. Diperlukan juga adanya
diet rendah serat, tinggi kalori dan tinggi protein serta situasi dapat digunakan nutrisi
parenteral total (NPT).
☺ Tindakan Bedah Definitif
- Prosedur Swenson
Orvar swenson dan Bill (1948) adalah yang mula-mula memperkenalkan operasi tarik
terobos (pull-through) sebagai tindakan bedah definitif pada penyakit Hirschsprung.
Pada dasarnya, operasi yang dilakukan adalah rektosigmoidektomi dengan
preservasi spinkter ani. Dengan meninggalkan 2-3 cm rektum distal dari linea
dentata, sebenarnya adalah meninggalkan daerah aganglionik, sehingga dalam
pengamatan pasca operasi masih sering dijumpai spasme rektum yang ditinggalkan.
Oleh sebab itu Swenson memperbaiki metode operasinya (tahun 1964) dengan
melakukan spinkterektomi posterior, yaitu dengan hanya menyisakan 2 cm rektum
bagian anterior dan 0,5-1 cm rektum posterior. Prosedur Swenson dimulai dengan
approach ke intra abdomen, melakukan biopsi eksisi otot rektum, diseksi rektum ke
bawah hingga dasar pelvik dengan cara diseksi serapat mungkin ke dinding rektum,
kemudian bagian distal rektum diprolapskan melewati saluran anal ke dunia luar
sehingga saluran anal menjadi terbalik, selanjutnya menarik terobos bagian kolon
proksimal (yang tentunya telah direseksi bagian kolon yang aganglionik) keluar
melalui saluran anal. Dilakukan pemotongan rektum distal pada 2 cm dari anal verge
untuk bagian anterior dan 0,5-1 cm pada bagian posterior, selanjunya dilakukan
anastomose end to end dengan kolon proksimal yang telah ditarik terobos tadi.
Anastomose dilakukan dengan 2 lapis jahitan, mukosa dan sero-muskuler. Setelah
anastomose selesai, usus dikembalikan ke kavum pelvik/ abdomen. Selanjutnya
dilakukan reperitonealisasi, dan kavum abdomen ditutup.
- Prosedur Duhamel
Prosedur ini diperkenalkan Duhamel tahun 1956 untuk mengatasi kesulitan diseksi
pelvik pada prosedur Swenson. Prinsip dasar prosedur ini adalah menarik kolon
proksimal yang ganglionik ke arah anal melalui bagian posterior rektum yang
aganglionik, menyatukan dinding posterior rektum yang aganglionik dengan dinding
anterior kolon proksimal yang ganglionik sehingga membentuk rongga baru dengan
anastomose end to side. Prosedur Duhamel asli memiliki beberapa kelemahan,
diantaranya sering terjadi stenosis, inkontinensia dan pembentukan fekaloma di
dalam puntung rektum yang ditinggalkan apabila terlalu panjang. Oleh sebab itu
dilakukan beberapa modifikasi prosedur Duhamel, diantaranya:
o Modifikasi Grob: Anastomose dengan pemasangan 2 buah klem melalui sayatan
endoanal setinggi 1,5-2,5 cm, untuk mencegah inkontinensia.
o Modifikasi Talbert dan Ravitch: Modifikasi berupa pemakaian stapler untuk
melakukan anastomose side to side yang panjang.
o Modifikasi Ikeda: Ikeda membuat klem khusus untuk melakukan anastomose,
yang terjadi setelah 6-8 hari kemudian.
o Modifikasi Adang: Pada modifikasi ini, kolon yang ditarik transanal dibiarkan
prolaps sementara. Anastomose dikerjakan secara tidak langsung, yakni pada hari
ke-7-14 pasca bedah dengan memotong kolon yang prolaps dan pemasangan 2
buah klem; kedua klem dilepas 5 hari berikutnya. Pemasangan klem disini lebih
dititik beratkan pada fungsi hemostasis.
- Prosedur Soave
Prosedur ini sebenarnya pertama sekali diperkenalkan Rehbein tahun 1959 untuk
tindakan bedah pada malformasi anorektal letak tinggi. Namun oleh Soave tahun
1966 diperkenalkan untuk tindakan bedah definitif Hirschsprung.
Tujuan utama dari prosedur Soave ini adalah membuang mukosa rektum yang
aganglionik, kemudian menarik terobos kolon proksimal yang ganglionik masuk
kedalam lumen rektum yang telah dikupas tersebut.
- Prosedur Rehbein
Prosedur ini tidak lain berupa deep anterior resection, dimana dilakukan anastomose
end to end antara usus aganglionik dengan rektum pada level otot levator ani (2-3 cm
diatas anal verge), menggunakan jahitan 1 lapis yang dikerjakan intraabdominal
ekstraperitoneal. Pasca operasi, sangat penting melakukan businasi secara rutin
guna mencegah stenosis.
H. Asuhan Keperawatan.
1. Pengkajian.
a. Identitas.
Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi cukup bulan dan merupakan
kelainan tunggal. Jarang pada bayi prematur atau bersamaan dengan kelainan
bawaan lain. Pada segmen aganglionosis dari anus sampai sigmoid lebih sering
ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Sedangkan
kelainan yang melebihi sigmoid bahkan seluruh kolon atau usus halus ditemukan
sama banyak pada anak laki-laki dan perempuan (Ngastiyah, 1997).
b. Riwayat Keperawatan.
- Keluhan utama.
Obstipasi merupakan tanda utama dan pada bayi baru lahir. Trias yang sering
ditemukan adalah mekonium yang lambat keluar (lebih dari 24 jam setelah
lahir), perut kembung dan muntah berwarna hijau. Gejala lain adalah muntah
dan diare.
- Riwayat penyakit sekarang.
Merupakan kelainan bawaan yaitu obstruksi usus fungsional. Obstruksi total
saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketiadaan evakuasi
mekonium. Bayi sering mengalami konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala
ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti
dengan obstruksi usus akut. Namun ada juga yang konstipasi ringan,
enterokolitis dengan diare, distensi abdomen, dan demam. Diare berbau busuk
dapat terjadi.
- Riwayat penyakit dahulu.
Tidak ada penyakit terdahulu yang mempengaruhi terjadinya penyakit
Hirschsprung
- Riwayat kehamilan dan kelahiran
Prenatal
Natal
Post natal
- Riwayat kesehatan keluarga.
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit ini diturunkan kepada anaknya.
- Riwayat kesehatan lingkungan.
Tidak ada hubungan dengan kesehatan lingkungan.
- Imunisasi.
Tidak ada imunisasi untuk bayi atau anak dengan penyakit Hirschsprung.
- Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
- Nutrisi.
c. Pemeriksaan fisik.
- Sistem kardiovaskuler.
Tidak ada kelainan.
- Sistem pernapasan.
Sesak napas, distres pernapasan.
- Sistem pencernaan.
Umumnya obstipasi. Perut kembung/perut tegang, muntah berwarna hijau. Pada
anak yang lebih besar terdapat diare kronik. Pada colok anus jari akan
merasakan jepitan dan pada waktu ditarik akan diikuti dengan keluarnya udara
dan mekonium atau tinja yang menyemprot.
- Sistem genitourinarius.
- Sistem saraf.
Tidak ada kelainan.
- Sistem lokomotor/muskuloskeletal.
Gangguan rasa nyaman.
- Sistem endokrin.
Tidak ada kelainan.
- Sistem integumen.
Akral hangat.
- Sistem pendengaran.
Tidak ada kelainan.
d. Pemeriksaan diagnostik dan hasil.
- Foto polos abdomen tegak akan terlihat usus-usus melebar atau terdapat
gambaran obstruksi usus rendah.
- Pemeriksaan dengan barium enema ditemukan daerah transisi, gambaran
kontraksi usus yang tidak teratur di bagian menyempit, enterokolitis pada segmen
yang melebar dan terdapat retensi barium setelah 24-48 jam.
- Biopsi isap, mencari sel ganglion pada daerah sub mukosa.
- Biopsi otot rektum, yaitu pengambilan lapisan otot rektum.
- Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin esterase dimana terdapat peningkatan
aktivitas enzim asetilkolin eseterase.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan eliminasi BAB : obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan
tidak adanya daya dorong.
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang inadekuat.
3. Kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.
4. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen.
5. Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan keadaan status kesehatan
anak.
C. Perencanaan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Perencanaan KeperawatanTujuan dan criteria hasil
Intervensi Rasional
Gangguan
eliminasi BAB :
obstipasi
berhubungan
dengan spastis
usus dan tidak
adanya daya
dorong.
Pasien tidak
mengalami
ganggguan
eliminasi dengan
kriteria defekasi
normal, tidak
distensi
abdomen.
1. Monitor cairan
yang keluar dari
kolostomi
2. Pantau jumlah
cairan kolostomi
3. Pantau
pengaruh diet
terhadap pola
defekasi
Mengetahui warna dan
konsistensi feses dan
menentukan rencana
selanjutnya
Jumlah cairan yang keluar
dapat dipertimbangkan
untuk penggantian cairan
Untuk mengetahui diet
yang mempengaruhi pola
defekasi terganggu.
Gangguan
nutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh
berhubungan
dengan intake
yang
inadekuat.
Kebutuhan nutrisi
terpenuhi dengan
kriteria dapat
mentoleransi diet
sesuai kebutuhan
secara parenteal
atau per oral.
1. Berikan nutrisi
parenteral sesuai
kebutuhan.
2. Pantau
pemasukan
makanan selama
perawatan
3. Pantau atau
timbang berat
badan.
Memenuhi kebutuhan
nutrisi dan cairan
Mengetahui keseimbangan
nutrisi sesuai kebutuhan
1300-3400 kalori
Untuk mengetahui
perubahan berat badan
Kekurangan
cairan tubuh
berhubungan
muntah dan
diare.
Kebutuhan cairan
tubuh terpenuhi
dengan kriteria
tidak mengalami
dehidrasi, turgor
kulit normal.
1. Monitor tanda-
tanda dehidrasi.
2. Monitor cairan
yang masuk dan
keluar.
3. Berikan caiaran
sesuai kebutuhan
dan yang
diprograrmkan
Mengetahui kondisi dan
menentukan langkah
selanjutnya
Untuk mengetahui
keseimbangan cairan tubuh
Mencegah terjadinya
dehidrasi
Gangguan
rasa nyaman
berhubungan
dengan
adanya
distensi
abdomen.
Kebutuhan rasa
nyaman
terpenuhi dengan
kriteria tenang,
tidak menangis,
tidak mengalami
gangguan pola
tidur
1. Kaji terhadap
tanda nyeri
2. Berikan
tindakan
kenyamanan :
menggendong,
suara halus,
ketenangan
3. Berikan obat
analgesik sesuai
program
Mengetahui tingkat nyeri
dan menentukan langkah
selanjutnya
Upaya dengan distraksi
dapat mengurangi rasa
nyeri
Mengurangi persepsi
terhadap nyeri yamg
kerjanya pada sistem saraf
pusat
DAFTAR PUSTAKA
Kuzemko, Jan. 1995. Pemeriksaan Klinis Anak, alih bahasa Petrus Andrianto, cetakan III. EGC. Jakarta.
Lyke, Merchant Evelyn. 1992. Assesing for Nursing Diagnosis; A Human Needs Approach,J.B. Lippincott Company. London.
Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, ed.3. Media Aesculapius. Jakarta.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC. Jakarta.
PATHWAY
Obstruksi fungsional dengan kelainan patologi utama Tidak adanya sel sel ganglion saraf parasimpatis pada fleksus mesenterikus di kolon bagian
distal
Persyarafan tidak sempurna pada bagian usus aganglionik
Peristaltic abnormal Obstruksi fusngsional
meteorismus konstipasi Perubahan pola eliminasi BAB
Distensi abdomen dg obs.rectum Hipertrofi dan dilatasi dinding usus dengan penimbunan gas dan feses yang banyak
Menekandiafragma
Anoreksiamuntah
nyeri
Ekspansi paru me
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
G3 pemenuhan oksigen
Keb.oksigen jar.men
sianosis Perfusi jar. menurun
Tidak ada reflek spinter ani yg terbuka
Stagnansi feses dalam rectum
colostomi
Pembedahan
hirschprung
Potensial komplikasi asidosis metabolik
Pengeluaran sodium,potasiumdan cairan >>
Diare puradoxal
Pembusukan feses
Perubahan komposisi bakteri dalm kolon
Frek BAB >>
Ada luka ( diskontinuit
as jaringan
Tidak ada waktu
absorbsi
Sifat feses asam
Resiko kerusakan
integritas kulit
Iritasi jar.sekitar
stomaDeficit volume cairan
Resiko perdarahan
nyeri
Pertahanan pertama terganggu
Resiko infeksi
Kurang pengetahuan
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
DENGAN HISRCHPRUNG
DI RUANG 15 RS SAIFUL ANWAR MALANG
Disusun Dalam RangkaPraktek Klinik Keperawatan Anak
Di RS Saiful Anwar Malang
Oleh :
Wieke Dwikristiana0910722061
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2012