Paper Hirschprung

38
HIRSCHPRUNG DAN Necrotizing Enterocolitis (NEC) untuk Memenuhi Tugas Mata Ajar Anak 2 Oleh HG 3: Vita Resti Isvantri, 0606103180 Agnes Darmayani A, 0706270200 Andri Salman, 0706270 Diana T. B. S, 0706270384 Dwi Rahayu, 0706270440 Endang Sulastri, 0706270503 Firman Amirulloh, Gistaria Fani, 0706270623 Sintyana Putri, 0706271191 Fakultas Ilmu Keperawatan

description

Penyakit anak

Transcript of Paper Hirschprung

Page 1: Paper Hirschprung

HIRSCHPRUNG DAN Necrotizing Enterocolitis (NEC)

untuk Memenuhi Tugas Mata Ajar Anak 2

Oleh HG 3:

Vita Resti Isvantri, 0606103180

Agnes Darmayani A, 0706270200

Andri Salman, 0706270

Diana T. B. S, 0706270384

Dwi Rahayu, 0706270440

Endang Sulastri, 0706270503

Firman Amirulloh,

Gistaria Fani, 0706270623

Sintyana Putri, 0706271191

Fakultas Ilmu Keperawatan

Universitas Indonesia

2011

Page 2: Paper Hirschprung

HIRSCHPRUNG

Definisi

Penyakit Hirschsprung adalah suatu kelainan bawaan berupa aganglionik usus, mulai dari

spinkter ani interna kearah proksimal dengan panjang yang bervariasi, tetapi selalu termasuk

anus dan setidak-tidaknya sebagian rektum dengan gejala klinis berupa gangguan pasase usus

fungsional (Kartono,1993; Heikkinen dkk,1997;Fonkalsrud,1997).

Penyakit Hirschsprung (Megakolon Kongenital) adalah suatu kelainan kongenital yang

ditandai dengan penyumbatan pada usus besar yang terjadi akibat pergerakan usus yang tidak

adekuat karena sebagian dari usus besar tidak memiliki saraf yang mengendalikan kontraksi

ototnya. Sehingga menyebabkan terakumulasinya feses dan dilatasi kolon yang masif.

Klasifikasi

Berdasarkan pada segmen kolon yang aganglionik, penyakit Hirscprung dibagi menjadi

Hirschrung short segmen bila segmen aganglionik tidak melebihi batas atas sigmoid (S-HSCR,

80% kasus) dan Hirscprung long segmen bila segmen aganglionik melebihi sigmoid (L-HSCR,

20% kasus).

Page 3: Paper Hirschprung

Etiologi

Pada dasarnya, etiologi secara pasti tidak diketahui, kemungkinan adanya faktor

familial/genetik. Hirschsprung terjadi karena adanya permasalahan pada persarafan usus besar

paling bawah, mulai anus hingga usus di atasnya. Syaraf yang berguna untuk membuat usus

bergerak melebar menyempit biasanya tidak ada sama sekali atau kalaupun ada sedikit sekali.

Ketiadaan ganglion ini disebabkan karena adanya kegagalan sel-sel neural crest (bakal

sel ganglion) embrional yang bermigrasi ke dalam lubang usus atau kegagalan fleksus

mesentrikus dan sub mukosa untuk berkembang ke arah craniocaudal di dalam dinding usus

yang menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristalsis serta tidak adanya evakuasi usus

spontan. Selain itu, sfingter rektum tidak dapat berelaksasi, mencegah keluarnya feses secara

normal. Isi usus terdorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul di daerah tersebut,

menyebabkan dilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu.

Selain itu terdapat beberapa genom yang berperan sebagai penyebab terjadinya penyakit

hirschprung, yaitu receptor tyrosine kinase (RET), endothelin receptor B (EDNRB), Glial cell

line Derived Neurothropic faktor (GDNF), Neurturin (NTN), Endothelin Converting Enzim 1,

SOX 10, dan SIP 1. (Amiel dan Lyonnet, 2001)

Anatomi Anorektal

Rektum memiliki 3 buah valvula, yaitu superior kiri, medial kanan dan inferior kiri. 2/3

bagian distal rektum terletak di rongga pelvik dan terfiksir, sedangkan 1/3 bagian proksimal

terletak dirongga abdomen dan relatif mobile. Kedua bagian ini dipisahkan oleh peritoneum

reflektum dimana bagian anterior lebih panjang dibanding bagian posterior (Yamada,1999;

Shafik,2000). Saluran anal (anal canal) adalah bagian terakhir dari usus, berfungsi sebagai pintu

masuk ke bagian usus yang lebih proksimal; dus, dikelilingi oleh spinkter ani (eksternal dan

internal) serta otot-otot yang mengatur pasase isi rektum kedunia luar. Spinkter ani eksterna

terdiri dari 3 sling : atas, medial dan depan (Shafik,2000).

Persyarafan motorik spinkter ani interna berasal dari serabut syaraf simpatis

(n.hypogastrikus) yang menyebabkan kontraksi usus dan serabut syaraf parasimpatis

Page 4: Paper Hirschprung

(n.splanknikus) yang menyebabkan relaksasi usus. Kedua jenis serabut syaraf ini membentuk

pleksus rektalis. Sedangkan muskulus levator ani dipersyarafi oleh n.sakralis 3 dan 4. Nervus

pudendalis mensyarafi spinkter ani eksterna dan m.puborektalis. Syaraf simpatis tidak

mempengaruhi otot rektum. Defekasi sepenuhnya dikontrol oleh n.splanknikus (parasimpatis).

Jadi, kontinensia sepenuhnya dipengaruhi oleh n.pudendalis dan n.splanknikus pelvik (syaraf

parasimpatis) (Yamada,2000; Shafik,2000; Wexner dkk,2000; Neto dkk,2000). Sistem syaraf

autonomik intrinsik pada usus terdiri dari 3 pleksus, yaitu:

1. Pleksus Auerbach: terletak diantara lapisan otot sirkuler dan longitudinal.

2. Pleksus Henle: terletak disepanjang batas dalam otot sirkuler.

3. Pleksus Meissner: terletak di submukosa.

Pada penderita penyakit Hirschsprung, tidak dijumpai ganglion pada ke-3 pleksus

tersebut. (Fonkalsrud dkk,1997; Swenson dkk,1990).

Tanda dan Gejala

a. Pada bayi yang baru lahir

Bayi tidak dapat mengeluarkan mekonium dalam waktu 24-48 jam setelah lahir

Perut menggembung

Muntah

Diare encer (pada bayi baru lahir)

Berat badan tidak bertambah, mungkin terjadi retardasi pertumbuhan

Malabsorbsi

b. Pada anak

Failure to thrive (gagal tumbuh)

Nafsu makan tidak ada (anoreksia)

Rektum yang kosong melalui perabaan jari tangan

Kolon yang teraba

Hipoalbuminemia

Page 5: Paper Hirschprung

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis penyakit hirschsprung dapat dibedakan berdasarkan usia, yaitu:

● Periode neonatal

Terdapat trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni pengeluaran mekonium yang

terlambat, muntah hijau, dan distensi abdomen. Pada bayi yang baru lahir, pengeluaran

mekonium terjadi saat 24 jam pertama kehidupan. Jika pengeluaran mekonium yang

terlambat (lebih dari 24 jam pertama) merupakan tanda signifikan yang mengarah pada

diagnosis penyakit hirschprung. Gejala yang lainnya seperti muntah hijau dan distensi

abdomen biasanya dapat berkurang jika mekonium dapat dikeluarkan segera.

● Periode bayi

Terlihat kegagalan tumbuh kembang, konstipasi, distensi abdomen, diare, dan vomitus. Pada

umumnya, diare ditemukan pada bayi dengan penyakit hirschsprung yang berumur kurang

dari 3 bulan. Selain itu, perlu diwaspadai ancaman enterokolitis yang merupakan komplikasi

serius bagi penderita penyakit hirschsprung yang dapat menyerang pada usia kapan saja,

tetapi paling tinggi saat usia 2 sampai 4 minggu. Gejalanya berupa diare yang menyerupai air

dan menyemprot, keadaan umum yang buruk, distensi abdomen, feses berbau busuk, dan

demam.

Page 6: Paper Hirschprung

Gambar 1: foto pasien penderita Hirschsprung berusia 3 hari. Terlihat abdomen sangat

distensi dan pasien kelihatan menderita sekali.

● Periode anak

Pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol adalah konstipasi kronis, gizi

buruk (failure to thrive), dan distensi abdomen. Beberapa mengalami konstipasi menetap,

sehingga terjadi perubahan pada pola makan yaitu perubahan makan dari ASI menjadi susu

pengganti atau makanan padat. Selain itu, terlihat gerakan peristaltik usus di dinding

abdomen. Jika dilakukan pemeriksaan colok dubur dengan memasukkan jari pemeriksa ke

rektum, maka sphincter ani teraba hipertonus, rektum biasanya kosong, dan feses akan keluar

menyemprot dengan konsistensi semi-liquid dan berbau tidak sedap. Penderita biasanya

buang air besar tidak teratur, sekali dalam beberapa hari, dan biasanya sulit untuk defekasi.

Gambar 2: Foto anak yang telah besar, sebelum dan sesudah tindakan definitif bedah. Terlihat

status gizi anak membaik setelah operasi.

Page 7: Paper Hirschprung

Penatalaksanaan

● Tindakan Bedah Sementara

Tindakan bedah sementara pada penderita penyakit hirschsprung berupa kolostomi pada

usus yang memiliki ganglion normal paling distal. Tindakan ini bertujuan menghilangkan

obstruksi usus dan mencegah enterokolitis sebagai salah satu komplikasi yang berbahaya.

Selain itu, kolostomi dapat menurunkan angka kematian pada saat dilakukan tindakan

bedah definitif dan mengecilkan kaliber usus pada penderita hirschsprung yang telah

besar sehingga memungkinkan dilakukan anastomose (Fonkalsrud dkk,1997; Swenson

dkk,1990).

● Tindakan Bedah Definitif

(i). Prosedur Swenson

Orvar swenson dan Bill (1948) mula-mula memperkenalkan operasi tarik terobos (pull-

through) sebagai tindakan bedah definitif pada penyakit hirschsprung. Pada dasarnya,

operasi yang dilakukan adalah rektosigmoidektomi dengan preservasi spinkter ani.

Tindakan ini dilakukan dengan meninggalkan 2-3 cm rektum distal dari linea dentate

yang meninggalkan daerah aganglionik, sehingga dalam pengamatan pasca operasi masih

sering dijumpai spasme rektum yang ditinggalkan. Oleh sebab itu Swenson memperbaiki

metode operasinya tahun 1964 dengan melakukan spinkterektomi posterior, yaitu dengan

hanya menyisakan 2 cm rektum bagian anterior dan 0,5-1 cm rektum posterior

(Kartono,1993; Swenson dkk,1990; Corcassone,1996; Swenson,2002).

Prosedur Swenson dimulai dengan approach ke intra abdomen, melakukan biopsi eksisi

otot rektum, diseksi rektum ke bawah hingga dasar pelvik dengan cara diseksi serapat

mungkin ke dinding rektum, kemudian bagian distal rektum diprolapskan melewati

saluran anal ke dunia luar sehingga saluran anal menjadi terbalik, selanjutnya menarik

terobos bagian kolon proksimal (yang tentunya telah direseksi bagian kolon yang

aganglionik) keluar melalui saluran anal. Dilakukan pemotongan rektum distal pada 2 cm

dari anal verge untuk bagian anterior dan 0,5-1 cm pada bagian posterior, selanjunya

dilakukan anastomose end to end dengan kolon proksimal yang telah ditarik terobos tadi.

Anastomose dilakukan dengan 2 lapis jahitan, mukosa dan sero-muskuler. Setelah

anastomose selesai, usus dikembalikan ke kavum pelvik / abdomen. Selanjutnya

Page 8: Paper Hirschprung

dilakukan reperitonealisasi, dan kavum abdomen ditutup (Kartono,1993; Swenson

dkk,1990).

(ii).Prosedur Duhamel

Prosedur ini diperkenalkan Duhamel tahun 1956 untuk mengatasi kesulitan diseksi pelvik

pada prosedur Swenson. Prinsip dasar prosedur ini adalah menarik kolon proksimal yang

ganglionik ke arah anal melalui bagian posterior rektum yang aganglionik, menyatukan

dinding posterior rektum yang aganglionik dengan dinding anterior kolon proksimal yang

ganglionik sehingga membentuk rongga baru dengan anastomose end to side Fonkalsrud

dkk,1997).

Prosedur Duhamel asli memiliki beberapa kelemahan, diantaranya sering terjadi stenosis,

inkontinensia dan pembentukan fekaloma di dalam puntung rektum yang ditinggalkan

apabila terlalu panjang. Oleh sebab itu dilakukan beberapa modifikasi prosedur Duhamel,

diantaranya :

1.Modifikasi Grob (1959) : Anastomose dengan pemasangan 2 buah klem melalui

sayatan endoanal setinggi 1,5-2,5 cm, untuk mencegah inkontinensia;

2. Modifikasi Talbert dan Ravitch: Modifikasi berupa pemakaian stapler untuk

melakukan anastomose side to side yang panjang;

3. Modifikasi Ikeda: Ikeda membuat klem khusus untuk melakukan anastomose, yang

terjadi setelah 6-8 hari kemudian;

4. Modifikasi Adang: Pada modifikasi ini, kolon yang ditarik transanal dibiarkan prolaps

sementara. Anastomose dikerjakan secara tidak langsung, yakni pada hari ke-7-14 pasca

bedah dengan memotong kolon yang prolaps dan pemasangan 2 buah klem; kedua klem

dilepas 5 hari berikutnya. Pemasangan klem disini lebih dititik beratkan pada fungsi

hemostasis (Kartono,1993).

Page 9: Paper Hirschprung

Gambar 3: Foto prosedur Duhamel modifikasi (searah jarumjam ). Tampak usus ganglionik

diprolapskan melalui rektumposterior, keluar dari saluran anal. 10 – 14 hari kemudian,usus yang

diprolapskan tadi dipotong dan di anastomose endto side dengan rektum, kemudian dilakukan

pemotonganseptum dengan klem Ikeda.

(iii).Prosedur Soave

Prosedur ini sebenarnya pertama sekali diperkenalkan Rehbein tahun 1959 untuk

tindakan bedah pada malformasi anorektal letak tinggi. Namun oleh Soave tahun 1966

diperkenalkan untuk tindakan bedah definitif Hirschsprung.

Tujuan utama dari prosedur Soave ini adalah membuang mukosa rektum yang

aganglionik, kemudian menarik terobos kolon proksimal yang ganglionik masuk kedalam

lumen rektum yang telah dikupas tersebut (Reding dkk,1997; Swenson dkk,1990).

(iv).Prosedur Rehbein

Prosedur ini tidak lain berupa deep anterior resection, dimana dilakukan anastomose end

to end antara usus aganglionik dengan rektum pada level otot levator ani (2-3 cm diatas

anal verge), menggunakan jahitan satu lapis yang dikerjakan intraabdominal

ekstraperitoneal. Pasca operasi, sangat penting dilakukan businasi secara rutin guna

mencegah stenosis (Swenson dkk: 1990).

Patofisiologi

Sel-sel yang membentuk sistem saraf intestinal berasal dari bagian vagal Krista neuralis

yang kemudian melakukan migrasi ke saluran pencernaan. Sebagian kecil sel-sel ini berasal dari

sacral Krista neuralis untuk ikut membentuk sel-sel saraf dan sel-sel glial pada kolon. Selama

waktu migrasi disepanjang usus, sel-sel Krista neuralis akan melakukan proliferasi untuk

mencukupi kebutuhan jumlah sel diseluruh pencernaan. Sel-sel tersebut kemudian berkelompok

Page 10: Paper Hirschprung

membentuk agregasi badan sel. Kelompok-kelompok ini disebut ganglia yang tersusun atas sel-

sel ganglion yang berhubungan dengan sel bodi saraf dan sel-sel glial. Ganglian ini kemudian

membentuk dua lingkaran cincin pada stratum sirkularis otot polos dinding usus, yang bagian

dalam disebut pleksus submukosus Meissnerr dan bagian luar disebut pleksus mienterikus

Auerbach (Fonkalsrud, 1997). Secara embriologis sel-sel neuroenterik bermigrasi dari Krista

neuralis menuju saluran gastrointestinal bagian atas dan selanjutnya meneruskan ke daerah distal.

Pada minggu ke lima kehamilan sel-sel saraf tersebut akan mencapai esophagus, pada minggu ke

tujuh mencapai mid-gut dan akhirnya mencapai kolon pada minggu ke dua belas. Proses migrasi

mula pertama menuju ke dalam pleksus Auerbachi dan selanjutnya menuju ke dalam pleksus

submukosa Meissneri. Apabila terjadi gangguan pada proses migrasi sel-sel kristaneuralis ini

maka akan menyebabkan terjadinya segmen usus yang aganglionik dan terjadilah penyakit

Hirschprung. (Fonkalsrud, 1997)

Submukosa Meissner dan pleksus mesentrikus Auerbach yang aganglion menyebabkan

persitaltik usus abnormal sehingga feses tidak bisa dikeluarkan dan terakumulasi. Akumulasi

feses dapat menyebabkan dua hal, yaitu akumulasi bakteri dan obstruksi usus. Karena adanya

akumulasi feses di usus menyebabkan terjadinya akumulasi bakteri di mukosa yang dapat

mengakibatkan Enterokolitis. Enterokolitis merupakan ancaman komplikasi yang serius bagi

penderita Hirscprung. Tanda dan gejala enterokolitis, diantaranya diare, perdarahan,

hipoalbumin, dan demam.

Akumulasi feses juga dapat menyebabkan obstruksi usus sehingga colon proximal

berdilatasi dan menyebabkan megakolon hingga distensi abdomen. Karena tekanan yang tinggi

dari abdomen/distensi abdomen dapat menyebabkan refluk makanan hingga muntah. Selain itu,

distensi abdomen juga dapat menyebabkan penurunan perfusi bagian colon proximal usus,

sehingga terjadinya hipoksia jaringan berkanjut ke iskemik, dan bila perfusi tetap tidak

mencukupi dapat mengakibatkan NEC.

Jika obstruksi tidak ditangani dapat menyebabkan obstruksi total abdomen, syok, dan

distress pernafasan. Distress pernafasan disebabkan karena distensi abdomen yang menekan

Page 11: Paper Hirschprung

diafragma. Obstruksi juga dapat ditangani dengan melakukan kolostomi, minimal setelah usia

bayi lebih dari enam bulan.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada masa neonatus biasanya tidak dapat menegakkan diagnosis,

hanya memperlihatkan adanya distensi abdomen dan/atau spasme anus.

a. Inspeksi: penderita tampak kurus

b. Palpasi: diperoleh pembesaran abdomen yang mungkin disebabkan oleh terjadinya distensi

abdomen yang disebabkan oleh obtruksi usus

c. Perkusi: -

d. Auskultasi: -

Pemeriksaan tambahan lain yang dibutuhkan adalah rectal toucher (colok dubur). Pada

pemeriksaan colok dubur maka di dapatkan tonus spinkter ani normal dan ampula rektum

kosong.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium

* Kimia Darah : Pada kebanyakan pasien temuan elektrolit dan panel renal biasanya dalam batas

normal. Anak dengan diare memiliki hasil yang sesuai dengan dehidrasi. Pemeriksaan ini dapat

membantu mengarahkan pada penatalaksanaan cairan dan elektrolit.

* Darah Rutin : Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui hematokrit dan platelet preoperatif.

* Profil Koagulasi : Pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan tidak ada gangguan

pembekuan darah yang perlu dikoreksi sebelum operasi dilakukan.

Manometri anorektal (balon ditiupkan dalam rektum untuk mengukur tekanan dalam rektum)

Adalah suatu pemeriksaan obyektif mempelajari fungsi fisiologis defekasi pada penyakit

yang melibatkan spinkter anorektal. Dalam prakteknya, manometri anorektal dilaksanakan

apabila hasil pemeriksaan klinis, radiologis, dan histologis meragukan. Pada dasarnya, alat ini

memiliki 2 komponen dasar yaitu transduser yang sensitif terhadap tekanan seperti balon mikro

dan kateter mikro, serta sistem pencatat seperti poligraph atau komputer ( Shafik, 2000; Wexner

2000; Neto et al, 2000)

Page 12: Paper Hirschprung

Beberapa hasil manometri anorektal yang spesifik bagi penyakit Hirschprung adalah :

Hiperaktivitas pada segmen yang dilatasi

Tidak dijumpai kontraksi peristaltik yang terkoordinasi pada segmen usus aganglionik

Sampling reflex tidak berkembang, tidak dijumpai relaksasi spinkter interna setelah

distensi rektum akibat desakan feses

Manometri anorektal mengukur tekanan dari otot sfingter anal dan seberapa baik seorang

dapat merasakan perbedaan sensasi dari rektum yang penuh. Pada anak-anak yang memiliki

penyakit Hirschsprung otot pada rektum tidak relaksasi secara normal. Selama tes, pasien

diminta untuk memeras, santai, dan mendorong. Tekanan otot spinkter anal diukur selama

aktivitas. Saat memeras, seseorang mengencangkan otot spinkter seperti mencegah sesuatu

keluar. Mendorong, seseorang seolah mencoba seperti pergerakan usus. Tes ini biasanya berhasil

pada anak-anak yang kooperatif dan dewasa.

Biopsi rektum

Tes ini merupakan tes paling akurat untuk penyakit Hirschsprung. Dokter mengambil

bagian sangat kecil dari rektum untuk dilihat di bawah mikroskop. Anak-anak dengan penyakit

Hirschsprung akan tidak memiliki sel-sel ganglion pada sampel yang diambil. Pada biopsi hisap,

jaringan dikeluarkan dari kolon dengan menggunakan alat penghisap. Karena tidak melibatkan

pemotongan jaringan kolon maka tidak diperlukan anestesi.

Jika biopsi menunjukkan adanya ganglion, penyakit Hirschsprung tidak terbukti. Jika

tidak terdapat sel-sel ganglion pada jaringan contoh, biopsi full-thickness biopsi diperlukan

untuk mengkonfirmasi penyakit Hirschsprung. Pada biopsi full-thickness lebih banyak jaringan

dari lapisan yang lebih dalam dikeluarkan secara bedah untuk kemudian diperiksai di bawah

mikroskop. Tidak adanya sel-sel ganglion menunjukkan penyakit Hirschsprung.

Pemeriksaan radiologis

a. Foto polos abdomen

Merupakan gambaran obstruksi usus letak rendah, dikatakan megakolon bila diameternya

lebih besar dari 6,5 cm Kolon membesar gambaran seperti U inferted (tapal kuda).

b. Barium enema

Page 13: Paper Hirschprung

Pemeriksaan ini harus dikerjakan pada bayi dengan pengeluaran mukoneum yang

terlambat, distensi abdomen, muntah hijau, meskipun dengan colok dubur gejala dan tanda

obstruksinya mereda. Bahan yang digunakan adalah urografin. Gambaran yang ditemukan adalah

1. Tampak daerah penyempitan di bagian rectum ke proksimal yang panjangnya bervariasi.

2. Tampak daerah transisi, (distal daerah sempit dan proksimal longgar).

3. Terdapat daerah pelebaran lumen diproksimal setelah transisi (Kartono, 1993).

Daerah ini penting untuk pembuatan kolostomi.Ditampilkan pula beberapa gambaran

zona transisi antara lain:

1. Abrupt, perubahan mendadak dari segmen sempit ke segmen dilatasi

2. Cone, berbentuk seperti corong atau kerucut

3. Funnel, perubahan dari segmen sempit ke segmen dilatasi secara gradual

Selain gambaran di atas sering juga didapatkan gambaran permukaan mukosa yang tidak

teratur yang menunjukkan proses enterokolitis pada foto pasca evakuasi barium. Apabila dengan

dengan foto barium enema tidak terlihat gambaran Hirschsprung, dibuat foto retensi barium yang

dikerjakan 24-48 jam sesudah barium enema untuk melihat bayangan sisa barium yang tampak

membaur dengan feses ke arah proksimal. Tanda-tanda radiologis yang khas untuk penyakit

Hirschsprung adalah :

1. Adanya gambaran zone transisional

2. Gambaran ireguler pada segmen aganglionik

3. Gambaran penebalan dan adanya nodus pada segmen mukosa kolon, sisi oral dari zona

transisional

4. Keterlambatan pengeluaran kontras

5. Gambaran Question mark pada total aganglionosis (Yoshida, 2004).

Pemeriksaan patologi anatomi

Merupakan pemeriksaan untuk diagnosis pasti penyakit hirschprung. Kelainan tersebut

adalah tidak adanya sel-sel ganglion meissneri pada bagian usus yang menyempit dan

ditemukannya penebalan serabut syaraf. Diagnosis patologis anatomis dilakukan dengan biopsi

yang pernah dilaporkan Swenson pada tahun 1955. Seluruh ketebalan dinding rektum dieksisi

sehingga pleksus mienterikus dapat diperiksa. Prosedur biopsi ini secara teknis sulit,

meninggalkan jaringan fibrosis dan kemungkinan akan mempersulit pembedahan selanjutnya .

Page 14: Paper Hirschprung

Biopsi isap mukosa dan submukosa rektum dengan mempergunakan alat Rubun atau Noblett

dapat dikerjakan lebih sederhana dan tanpa anestesi.Diagnosis ditentukan apabila tidak

ditemukannya sel ganglion Meissner dan ditemukannya penebalan serabut saraf (Swenson,

1990).

Asuhan keperawatan

1. Pengkajian

Pada neonatus mekonium yang tidak keluar sejak 48 jam pertama lamanya menjadi

kecurigaan utama adanya megakolon congenital. Pemeriksaan fisik meliputi:

1. Distensi abdomen

2. Kurangnya nafsu makan (menyusu ASI)

3. Distress respirasi

4. Muntah

2. Diagnosa keperawatan yang mungkin terjadi:

a. Konstipasi berhubungan dengan aganglion

b. Risiko deficit volume cairan berhubungan dengan muntah

c. Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

d. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan terhadap penyakit

dan pengobatan

e. Gangguan intergritas kulit berhubungan dengan kolostomi/ ileostomy

a. Diagnose keperawatan: Konstipasi berhubungan dengan aganglion

Kriteria Hasil:

Anak akan memiliki gerak usus normal ditandai oleh penurunan distensi abdomen, bersihnya

irigasi rectal dan penurunan ketidaknyamanan.

Intervensi Rasional

Lakukan enema atau irigasi rektal sesuai

petunjuk

Evakuasi bowel meningkatkan kenyamanan

anak dan menurunkan risiko perforasi bowel

Page 15: Paper Hirschprung

akibat obstruksi

Kaji bising usus dan abdomen anak setiap

4 jam

Memastikan fungsi bowel dan perawatan

yang sesuai

Ukur lingkar perut anak Diketahuinya lingkar perut untuk melihat

adanya distensi/tidak

b. Diagnosa Keperawatan: Risiko deficit volume cairan berhubungan dengan muntah

Kriteria Hasil:

Turgor kulit membaik

CRT 3 sampai 5 detik

Tidak adanya tanda dan gejala dehidrasi

Urine output 1-2mi/kg/jam

Intervensi Rasional

Monitor kebutuhan cairan sesuai BB,

monitor intake dan output

Agar tidak terjadinya dehidrasi atau

kelebihan cairan pada anak

Berikan cairan IV sesuai indikasi Anak mungkin membutuhkan cairan IV

agar mencegah dehidrasi

Gunakan saline atau antibiotic ketika

melakukan enema atau irigasi rektal

Mencegah infeksi

c. Diagnosa Keperawatan: Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Kriteria hasil:

Tidak terjadinya BBLR pada anak

Nafsu makan anak meningkat

Anak tidak terlihat pucat ataupun anemia

Intervensi Rasional

Tentukan kebutuhan kalori harian yang

realistis dan adekuat.

Agar kebutuhan kalori anak terpenuhi

sesuai BB anak

Timbang setiap hari, pantau hasil

pemeriksaan laboratorium.

Memantau peningkatan BB anak.

Page 16: Paper Hirschprung

Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat Nutrisi yang adekuat untuk memenuhi

kebutuhan tubuh.

d. Diagnosa Keperawatan: Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan

terhadap penyakit dan pengobatan ditandai oleh sering bertanya dan meminta informasi

Kriteria hasil:

Kecemasan orang tua menurun setelah diberi informasi dan pemahaman kondisi anak

Orang tua menyebutkan kondisi dan perawatan bagi anak

Intervensi Rasional

Berikan penjelasan kepada orangtua pasien

mengenai anatomi dan fisiologi GI normal

dengan kata-kata yang mudah dipahami.

Membantu orangtua memahami fungsi normal

GI dan membantu orangtua memahami kondisi

anak dan tindakan yang dilakukan oleh tenaga

kesehatan

Berikan informasi tentang tindakan kolostomi

atau ileostomi pada orangtua

Informasi membantu mengurangi tingkat

kecemasan pada orangtua

Page 17: Paper Hirschprung

Necrotizing Enterocolitis (NEC)

A. Pengertian

Necrotizing Enterocolitis (NEC) merupakan penyakit saluran pencernaan yang terjadi

pada bayi baru lahir, kejadiannya lebih banyak terjadi pada bayi prematur. NEC artinya

Necrotizing adalah kerusakan dan kematian sel-sel; Entero adalah usus kecil; Colitis adalah

infeksi dan peradangan pada usus besar (kolon).

NEC biasanya terjadi dalam duam minggu pertama kehidupan, biasanya setelah

minum susu (awalnya, menyusui biasanya diberikan melalui tabung yang dimasukan

langsung keperut bayi). Sekitar 10% BB bayi kurang dari£ 3-5 oz. (1.500 gram). Susu ASI

yang diberikan ke bayi mempunyai risiko NEC tapi resikonya lebih rendah.

B. Faktor Resiko

Kategori Contoh

Maternal Terapi indometasin prenatal

Insufisiensi plasenta

Penggunaan kokain

Perinatal Prematuritas

Iskemia

Hipoksia

Faktor Postnatal Penggunaan kateter arteri umbilikus

Iskemia pada mukosa intestine

Jantung congenital

C. Etiologi

Banyak faktor yang berhubungan dengan etiologi penyakit NEC, hipotesis predominan

menyebutkan bahwa NEC terjadi pada mukosa jaringan yang rusak. Namun penyebab yang

paling banyak ditemukan adalah karena premature, iskemia, infeksi, dan pemberian enteral.

1. Prematur

Ada hubungan yang cukup kuat antara prematuritas dan NEC, karena struktur dan

fungsi gastrointestinal masih inkompeten. Pada bayi premature produksi pepsin dan asam

Page 18: Paper Hirschprung

lambung masih kurang, selain itu rendahnya sekresi amilolitik, lipolitik, dan proteolitik,

serta sekresi tripsinogen.

Pada bayi prematur hasil absorbsi laktosa tidak komplit, serta pembawa glukosa dan

galaktosa pada membrane enterosit vili apical tidak berkembang sempurna, hanya ada garam

empedu yang tersedia sehingga reabsorbsi tidak sempurna.

Dinding intestine lebih permeable sehingga digesti yang terjadi tidak optimal. Hal ini

disebiabkan karena fluiditasnya lebih besar, sehingga nantinya akan mengalami

penumpukan racun.

2. Iskemia

Barier enterik mudah menyerang pada bayi prematur yang aliran darah ke

mesenteriknya kurang. Ini mengakibatkan perfusi ke mukosa intestine berkurang, terlebih di

daerah ileosekum.

3. Infeksi

Faktor immaturitas struktur dan fungsi usus sehingga mengakibatkan digesti dan

absorpsi substrat tidak komplit. Mekanisme pertahanan tubuh bayi juga masih sangat

kurang, penggunaan antibiotik yang tidak tepat juga dapat meningkatkan virulensi

mikroorganisme, seperti E. Coli dan klostridian.

4. Pemberian enteral

Pemberian makan dapat mempengaruhi ekosistem intestin. Besarnya volume

pemberian enteral hiperosmpolar dapat merubah lingkungan usus. Dan juga banyaknya

nutrient yang tidak dicerna dengan baik dapat menjadi kolonisasi bakteri,distensi intestine

dan terlukanya mukosa yang dapat menyebabkan nekrosis dinding dan pneumatosis

intestine. Pemberian ASI dapat memberikan proteksi pada bayi, karena ASI mengandung

banyak komponen antiinflamasi (seperti sitokin, faktor tumbuh, leukosit, dan makrofag).

D. Manifestasi Klinis NEC

No. Tanda klinis nonspesifik Tanda spesifik

1. Letargi Abdomen distensi (sering mengkilap)

2. Nafsu makan buruk Darah dalam tinja atau isi lambung

3. Hipotensi Retensi lambung

4. Muntah Eritema atau endurasi dinding perut lokal

Page 19: Paper Hirschprung

5. Apnea Muntah bilious

6. Peningkatan haluaran urin

7. Suhu tidak stabil

8. Jaundice

Pada kasus berat, hal ini meningkat progresif menjadi syok sistemik dengan asidosis metabolik,

oliguria, hipotensi dan disseminated intravascular coagulation (DIC).

Bell. et al mengkategorikan NEC menjadi beberapa tahap, yaitu:

1. Tahap I : didefinisikan sebagai suspected NEC, dimana gejala tidak spesifik seperti

distensi abdomen ringan, peningkatan residu, ketidakstabilan suhu atau terdapat apnea.

Ketika ada bukti makroskopik yaitu darah dalam feses, maka masuk ke tahap I B.

2. Tahap II: didefinisikan NEC dengan bukti roentgenographic pneumatosis ileus dan

intestin. Sedangkan adanya udara, asidosis metabolik sekunder, thrombocytopenia atau

ascites didefinisikan sebagai tahap IIB.

3. Tahap III adalah NEC tingkat lanjut dengan tanda klinis berupa hipotensi, asidosis

metabolik, DIC, neutropenia atau nyeri tekan abdomen yang berarti. Ketika terdapat

tanda perforasi, maka masuk tahap IIIB.

Feeding intolerance:

Pada bayi prematur Pengosongan dan motilitas lambung lambat sehingga bayi makan

lebih lama dari biasanya. Koordinasi menelan-menghisap biasanya juga belum

berkembang sampai usia gestasi 34 minggu. Tonus esophageal juga kurang pada bayi

usia gestasi <30 minggu

Bayi yg sangat prematur memiliki koordinasi gastroduodenal buruk dan aktivitas motor

yang sangat pasif. Bukti-bukti yang mendukung adalah : 1) penundaan pola BAB pada

bayi VLBW, 2) penundaan atau perubahan pola BAB yang mendahului penurunan

motilitas gastroduodenal dan penundaan pengosongan gaster,dan 3) emesis dalam usus

atau obstruksi ileus fungsional serupa dengan residu lambung / residual empedu.

Distensi abdomen:

Motilitas usus kecil sangat kurang teratur pada bayi prematur. Hal ini disebabkan oleh

imaturitas sistem saraf enterik yang menunda pengangkutan, yang kemudian

Page 20: Paper Hirschprung

menyebabkan pertumbuhan berlebih bakteri dan distensi yang berasal dari gas-gas

sebagai produk hasil fermentasi

Peningkatan jumlah bakteri

Kemungkinan besar bahwa imaturitas motilitas berkontribusi terhadap lingkungan

dimana interaksi nutrisi, dan juga faktor lain yang mempengaruhi transgresi mikroba dan

racun yang dihasilkannya sebagai akibat dari barir mukosa intestine, yang nantinya akan

menjadi inflamasi dan berujung menjadi NEC.

Inflamasi dan injuri intestinal

Imaturnya fungsi pembatas mukosa dan respons imun membuat neonatus sebagian besar

mengalami inflamasi dan injury. Kurangnya motilitas sistem pencernaan pada bayi

premature akan stasis dan memicu pertumbuhan bakteri yang berlebihan. Saluran

pencernaan pada bayi prematur mengalami peningkatan permeabilitas, level perlindungan

mucus dan sekresi immunoglobulin A yang rendah, dan penurunan kemampuan

regenerasi . Hal ini akan menjadi penyebab terjadinya kerusakan jaringan.

E. Pemeriksaan Diagnostik

1. X-Ray

X-ray merupakan prosedur pilihan ketika anak diduga menderita NEC. X-ray

direkomendasikan untuk memeriksa adanya pneumatosis intestinal dan

pneumoperitoneum, serta untuk menilai prognosis penyakit.

2. Magetic Resonance Imaging (MRI)

Merupakan prosedur non invasif untuk melihat apakah sudah terjadi nekrosis usus pada

anak yang dicurigai menderita NEC.

3. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium mencakup uji haemochromaocytometric, kultur darah,

elektrolit serum, analisa gas darah arteri penting untuk menegakkan diagnosa NEC.

F. Penatalaksanaan Medis Necrotizing Enterocolitis

Penatalaksanaan harus segera dilakukan apabila anak dicurigai mengalami NEC. Anak

yang menderita NEC, pemasukan makanannya dilakukan melalui parenteral (TPN/Total

Page 21: Paper Hirschprung

Parenteral Nutrition) untuk mencegah terjadinya keadaan nutrisi yang memburuk. Selain

itu, pemasukan nutrisi melalui oral dapat dilakukan 10-14 hari setelah radiographic

normalization.

Pemberian terapi antimikroba spectrum luas diperlukan untuk menangani gejala awal,

setelah pengambilan sampel darah dan urin. Pemberian antibiotik biasanya menggunakan

kombinasi dari 2-3 obat. Antibiotik yang paling sering digunakan adalah amphicillin,

aminoglycoside, dan metronidazole.

Bayi dengan keadaan penyakit yang parah dapat mengalami penipisan intravascular

karena pergeseran cairan ke ruang ekstraselular, dan dapat berlanjut pada keadaan syok.

Pada keadaan ini sangat penting memberikan NaCl 0,9%, albumin, serta dopamine dosis

rendah (2-3 mg/kg/die).

Trombositopenia dan koagulopati mungkin dapat terjadi sehingga dibutuhkan transfusi

platelet dan plasma darah. Selain itu, pada keadaan penyakit sedang-berat membutuhkan

intubasi dan penggunaan ventilator.

Apabila usaha tersebut gagal yaitu ditandai dengan anak kekurangan nutrisi serta

mengalami perforasi bowel, maka tindakan pembedahan harus dilakukan. Laparatomi dapat

dilakukan untuk mengidentifikasi daerah nekrotik. Bowel lavage dapat dilakukan dan cairan

peritoneal dikumpulkan untuk dilakukan kultur.

Tabel 1: Managemen NEC berdasarkan tahapan penyakit

Tingkatan Tanda-tanda

Sistemik

Tanda-tanda

Intestinal

Tanda-tanda

Radiologi

Penatalaksanaan

IA

Yang dicurigai

menderita NEC

Suhu tubuh tidak

stabil, apneu,

bradikardia,

letargi

Peningkatan sisa

lambung,

distensi

abdomen ringan,

emesis, melena

Normal atau ada

dilatasi intestine,

ringan pada ileus

Nothing per os

(NPO), antibiotik

selama tiga hari

sambil menunggu

hasil kultur

IB

Yang dicurigai

menderita NEC

Sama dengan

tingkatan IA

Melena Sama dengan

tahapan IA

Sama dengan

tahapan IA

IIA Sama dengan Sama dengan Dilatasi intestine, NPO, antibiotik

Page 22: Paper Hirschprung

Penderita NEC

(sakit ringan)

tingkatan IA tahapan IA

ditambah

dengan tidak

ada bising usus

dan nyeri tekan

pada abdomen

ileus, pneumatosis

intestinal

untuk 7-10 hari

IIB

Penderita NEC

(sakit sedang)

Sama dengan

tingkatan IIA

ditambah dengan

asidosis

metabolik

ringan,

trombositopenia

ringan

Sama dengan

tahapan IIA

ditambah

dengan tidak

adanya suara

bising usus,

nyeri tekan

abdomen, selulit

pada abdomen

atau adanya

massa pada

kuadran kanan

bawah

Sama dengan

tahapan IIA

ditambah dengan

portal vein gas,

ascitis

NPO, antibiotik

untuk 14 hari,

bikarbonat untuk

asidosis

IIIA

Tahapan lanjut

dari NEC (sakit

parah dengan

bowel masih

utuh)

Sama dengan

tingkatan IIB

ditambah dengan

hipotensi,

bradikardi,

apneu yang

parah, kombinasi

asidosis

respiratori dan

metabolik, DIC,

neutropenia

Sama dengan

tahapan IIB

ditambah

dengan tanda

peritonitis

umum, ditandai

dengan

abdomen yang

lembek dan

mengalami

distensi

Sama dengan

tahapan IIB

ditambah dengan

ascitis yang nyata

Sama dengan

tahapan IIB

ditambah dengan

resusitasi cairan,

inotropic support,

terapi ventilasi,

paracentesis

IIIB Sama dengan Sama dengan Sama dengan Sama dengan

Page 23: Paper Hirschprung

Tahapan lanjut

dari NEC (sakit

parah dengan

perforasi pada

bowel)

tingkatan IIIA tahapan IIIA tahapan IIB

ditambah dengan

pneumoperitoneum

tahapan IIIA

ditambah dengan

pembedahan

Walsh dalam Pellegrini et al, (2002)

G. Indikasi Pembedahan

1. Selulitis dinding abdomen

2. Dipastikan terjadi dilatasi intestinal (berdasarkan hasil X-ray)

3. Adanya massa di abdomen

4. Adanya keadaan yang sulit disembuhkan dengan terapi obat, seperti (a) asidosis

metabolik; (b) trombositopenia; (c) peningkatan bantuan untuk memenuhi oksigenasi; (d)

peningkatan perpindahan cairan ke ruang ketiga: hipovolemia, oliguria; (e) leucopenia,

leukositosis; dan (f) hiperkalemia.

Page 24: Paper Hirschprung

Sumber: (Gupta 1994 [3b], Ververidis 2001 [4b], Buras 1986 [4b], Local Consensus [5] dalam

Cincinnati Children's Hospital Medical Center, 2010).

Page 25: Paper Hirschprung

Daftar Pustaka:

Pellegrini, M., Lagrasta, N., Garcìa Garcìa, C., Campos Serna, J., Zicari, E., Marzocca, G.

(2002). Neonatal necrotizing enterocolitis: a focus on dalam European Review for

Medical and Pharmacological Sciences, 6, 19-25.

http://www.europeanreview.org/pdf/4.pdf diunduh pada 21 Februari 2011, pukul 22.01

WIB.

Cincinnati Children's Hospital Medical Center. (2010). Necrotizing Enterocolitis (NEC) among

very low birth weight infants.

http://www.cincinnatichildrens.org/assets/0/78/1067/2709/2777/2793/9199/7585a353-

7c3e-400f-98a6-91c6b63232fc.pdf diunduh pada 21 Februari 2011, pukul 21.56 WIB.

Page 26: Paper Hirschprung

Daftar Pustaka

Ball, Jane dan Bindler, Ruth. (2003). Pediatric Nursing Caring for Children. 3th ed. New Jersey:

Prentice Hall.

Hay, William, dkk. (1997). A Lange Medical Book Current Pediatric Diagnosis & Treatment.

13th ed. Stamford: Appleton & Lange.

Herdman, T. (2009). NANDA International Nursing Diagnoses: Definitions & Classification

2009-2011. West Sussex: Wiley-Blackwell.

Klaus dan Fanaroff. (1998). Penatalaksanaan Neonatus Risiko Tinggi. Jakarta: EGC

Merenstein, Gerald B, dkk. (1997). Handbook of Pediatrics. 18th ed. USA: Appleton & Lange.

Wong, Donna L, et al. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong. Jakarta: EGC.

Irwan, Budi. Pengamatan Fungsi Anorektal pada Penderita Penyakit Hirschprung Pasca Operasi

Pull-Through. (PDF). (diakses pada 27 Februari 2011, 19.15 WIB).

NDDIC (National Digestive Diseases Information Clearinghouse). Hirshprungs.

http://digestive.niddk.nih.gov/ddiseases/pubs/hirschsprungs_ez/index.htm&rurl=translate.

google.co.id&usg=ALkJrhi1V1_FzLI3uxO_xREN6i5VXQmbFg (diakses pada 27

Februari 2011, 19.25 WIB).

Purnomo, Aris. Konsep Penyakit Hirshprung. http://arispurnomo.com/konsep-penyakit-

hirschsprung (diakses pada tanggal 27 Februari 2011, 19.10 WIB).