Penyakit Hirschprung

41
Bab 30. Penyakit Hirschprung Risto J. Rintala dan Mikko Pakarinen Rumah Sakit Anak, Universitas Helsinki, Finlandia. Pendahuluan dan Aspek Sejarah Penyakit Hirschprung (HD) ditandai dengan tidak adanya sel ganglion pada pleksus saraf bagian distal usus besar. Kelainan sel ganglion menghasilkan obstruksi fungsional dan mengarah pada dilatasi proksimal usus dari daerah aganglionik. Kuota insiden terbanyak HD adalah 1:5000. Gambaran klasik HD dipaparkan pertama kali secara detail oleh seorang dokter anak, Harold Hirschprung pada tahun 1886. Ketidakadaan sel ganglion pada daerah distal usus besar dilaporkan pertama kali oleh Tittel, tetapi pendapat penting tentang temuan ini sebagai keadaan patologi primer tidak ditanggapi dengan baik sampai pada akhir 1940-an. Pada tahun 1948 operasi yang berhasil dilakukan pertama kali untuk HD dikerjakan oleh Swenson dan Bill. Teknik ini adalah rektosigmoidektomi dan kemudian dikenal dengan sebutan operasi Swenson. Obstruksi fungsional disebabkan oleh kekurangan sel ganglion enterik pada distal usus menghasilkan keadaan konstipasi berat dan kegagalan bertumbuh yang dapat berkembang menjadi fatal karena enterokolitis. Mekanisme pasti embriologi dari perkembangan HD masih kontroversial tapi teori yang paling disukai saat ini adalah gangguan migrasi neuronal. Beberapa gen (RET, GDNF, EDN3, ETRB) telah menunjukan penyebab HD pada manusia dan binatang. Namun kelainan satu gen hanya 1

Transcript of Penyakit Hirschprung

Page 1: Penyakit Hirschprung

Bab 30. Penyakit Hirschprung

Risto J. Rintala dan Mikko Pakarinen

Rumah Sakit Anak, Universitas Helsinki, Finlandia.

Pendahuluan dan Aspek Sejarah

Penyakit Hirschprung (HD) ditandai dengan tidak adanya sel ganglion pada pleksus

saraf bagian distal usus besar. Kelainan sel ganglion menghasilkan obstruksi fungsional dan

mengarah pada dilatasi proksimal usus dari daerah aganglionik. Kuota insiden terbanyak HD

adalah 1:5000. Gambaran klasik HD dipaparkan pertama kali secara detail oleh seorang

dokter anak, Harold Hirschprung pada tahun 1886. Ketidakadaan sel ganglion pada daerah

distal usus besar dilaporkan pertama kali oleh Tittel, tetapi pendapat penting tentang temuan

ini sebagai keadaan patologi primer tidak ditanggapi dengan baik sampai pada akhir 1940-an.

Pada tahun 1948 operasi yang berhasil dilakukan pertama kali untuk HD dikerjakan oleh

Swenson dan Bill. Teknik ini adalah rektosigmoidektomi dan kemudian dikenal dengan

sebutan operasi Swenson.

Obstruksi fungsional disebabkan oleh kekurangan sel ganglion enterik pada distal

usus menghasilkan keadaan konstipasi berat dan kegagalan bertumbuh yang dapat

berkembang menjadi fatal karena enterokolitis. Mekanisme pasti embriologi dari

perkembangan HD masih kontroversial tapi teori yang paling disukai saat ini adalah

gangguan migrasi neuronal. Beberapa gen (RET, GDNF, EDN3, ETRB) telah menunjukan

penyebab HD pada manusia dan binatang. Namun kelainan satu gen hanya menyebabkan

kasus minoritas HD; pada keadaan mayoritas disebabkan oleh HD yang mungkin multifaktor

dan multigenik.

HD dalam bentuk klasik adalah tertahannya daerah rektosigmoid. Perbandingan HD

klasik 75-80% dari semua pasien. Segmen panjang HD dan total koloni HD (dimana panjang

ileum juga terkena) dapat terjadi pada 10-15% pasien. Perpanjangan aganglionik yang lebih

proksimal dari daerah tersebut sangat jarang.

Beratnya gambaran klinis dari HD bervariasi dan tidak berhubungan dengan

panjangnya segmen aganglionik. Hampir semua pasien menunjukan gejala setelah kelahiran

tapi ada beberapa juga yang menunjukan peningkatan gejala setelah balita atau masa kanak-

kanak. Variasi gejala kilinik dari HD saat ini masih kurang dimengerti.

1

Page 2: Penyakit Hirschprung

Teknik Operasi

Terdapat empat macam prosedur operasi yang sering digunakan untuk perbaikan HD.

Setiap prosedur memiliki gambaran unik pada pola diseksi intrapelvik yang dibutuhkan dan

pembuatan panjang saluran anal. Setiap teknik dapat digunakan sebagai operasi primer atau

pembedahan dalam beberapa tahap dan setiap teknik juga dapat dibantu dengan

menggunakan laparaskopi dalam memperbaiki HD.

Rektosigmoidektomi dari Swenson

Operasi Swenson adalah operasi konsisten yang berhasil diterapkan pertama kali

dalam pengobatan HD. Konsep awal eliminasi penyumbatan fungsional dengan menarik usus

ganglionik kebawah mendekati anus merupakan dasar dari semua modifikasi teknik

pembedahan dalam penanganan HD. Kolon sigmiod dan rektum dipindahkan dan direseksi

secara transabdominal kebawah saluran anal. Saluran anal dipasang mendatar sementara dan

beranastomosis antara tarikan melalui kolon ganglion dan saluran anal dibuat diluar anus.

Tingginya anastomosis adalah 1-2 cm diatas garis lekukan.

Retrorektal Duhamel Pull Through

Prosedur Duhamel digambarkan oleh Bernard Duhamel pada tahun 1956. Operasi

tersebut kemudian dimodifikasi oleh Grob dan Martin. Operasi Duhamel membutuhkan

sedikit lebih banyak diseksi pelvis daripada prosedur Swenson. Diseksi tersebut adalah

diseksi retrorektal dan penyediaan persarafan ekstrinsik dari organ pelvis. Usus ganglionik

ditarik kebawah sampai ke saluran anal dibelakang rektum aganglionik dan beranastomosis

dari satu sisi ke sisi lain usus aganglionik. Tingkat terbawah dari anastomosis kira-kira 1 cm

diatas garis lekukan.

Endorektal Soave Pull Through

Operasi Soave Endorektal pull through pertama kali digambarkan pada tahun 1964.

Prosedur tersebut dimodifikasi oleh Boley dan Denda. Prinsip prosedur Soave adalah

melindungi persarafan pelvis dan organ dengan melakukan diseksi rektal pada lapisan

mukosal antara dinsing usus. Diseksi mukosal diperpanjang kebawah sampai keanus. Usus

ganglionik dilewatkan melalui otot rektal dan beranastomosis dengan mukosa saluran anal

kira-kira 1 cm diatas garis lekukan. Pada prosedur awal Soave kira-kira 5-10 cm panjang usus

disisakan tergantung diluar anus dan anastomosisnya dilakukan sebagai kelengkapan

sekunder dari usus. Modifikasi berikutnya menegaskan anastomosis primer dengan atau tanpa

penjepitan otot aganglionik. Saat ini, operasi Soave telah dimodifikasi dengan pengambilan

keseluruhan diseksi endorektal secara transanal, meninggalkan lapisan otot pendek atau

2

Page 3: Penyakit Hirschprung

panjang. Perkembangan lainnya termasuk didalamnya endorektal transanal pull through

dengan bantuan laparaskopi endorektal pull through transanal secara total.

Reseksi Rehbein Anterior.

Reseksi Rehbein Anterior untuk HD pertama kali digambarkan oleh Fritz Rehbein

pada tahun 1959. Operasi tersebut membandingkan reseksi anterior rektosigmod bawah dan

anastomosis end to end antara rektum yang tersisa dan usus ganglion proksimal kira-kira 5-7

cm diatas garis lekukan. Tidak ada diseksi pada pelvis bawah yang meninggalkan persarafan

ekstrinsik tetap dalam keadaan utuh. Rektum aganglionik yang tertinggal berpotensi terjadi

penyumbatan dan pengulangan dilatasi anorektal jangka panjang pada banyak pasien yang

menjalani operasi Rehbein untuk HD.

Aturan dari Prosedur Primer Pull Through

Prosedur primer pull through tanpa eliminasi diversi awal atau diversi pelindung

selama perbaikan HD telah menjadi populer pada dekade ini. Pada banyak pusat kesehatan,

pull through primer lebih dipilih sebagai metode perbaikan. Keuntungan dari cara ini adalah

karena kestabilannya. Semua metode standar perbaikan dapat menggunakan pull through

primer.

Telah menjadi pendapat jelas yang sedang merebak saat ini bahwa penerapan metode

pull through primer adalah semakin cepat semakin baik. Hasil operasi pull through neonatal

telah ditunjukan untuk membandingkan perbaikan beberapa tahap atau pull through primer

berikutnya pada bayi dalam kaitannya dengan frekuensi komplikasi dan fungsi usus jangka

pendek atau menengah. Tingginya insiden enterokolititis setelah dilakukan pull through

primer neonatal telah dilaporkan tapi temuan ini tidak ditemukan pada beberapa rangkaian

penelitian lainnya. Potensi keuntungan dari prosedur primer adalah dengan frekuensi

komplikasi kolostomi dapat dihindari. Potensi bahaya dan tekanan dari anastesi multipel dan

operasi pada pasien dapat dikurangi dan lama perawatan di rumah sakit dan biayanya dapat

diturunkan. Hal ini juga telah disarankan bahwa perkembangan kritis sirkuit otak-persarafan

anus dengan koneksi sinaps kortikal dalam dioptimalkan jika perbaikan HD dilakukan segera

setelah kelahiran.

Kecenderungan perbaikan HD saat ini adalah dengan pembedahan primer mini

invasif. Tahap awal dari perkembangan ini adalah perbaikan dengan bantuan laparaskopi.

Pull through primer dengan laparaskopi memberi hasil kosmetik terbaik dan mengurangi rasa

sakit, lebih cepat pemulihan ke aktivitas normal dan dalam pemberian makanan dan lebih

pendek masa perawatan post operatif meskipun kesimpulan ini belum dilakukan percobaan

3

Page 4: Penyakit Hirschprung

secara random. Semua standar operasi HD dapat dilakukan dengan prosedur bantuan

laparaskopi. Pada tahun 1998 de la Torre – Mondragon dan Ortega – Salgado

mempublikasikan tulisan perbaikan rektosigmoid klasik HD dengan nama transanal

endorektal pull through secara total. Terjadi peningkatan jumlah penggunaan teknik ini yang

dilaporkan pada tulisan ini. Pengalaman sebelumnya menyatakan bahwa dengan teknik ini

lebih kurang darah yang keluar dan sedikit rasa sakit, lebih cepat pemulihan dalam pemberian

makanan normal dan masa perawatan yang lebih pendek daripada pembedahan terbuka atau

bahkan mungkin dengan pembedahan dengan bantuan laparaskopi. Operasi transanal total

tidak meninggalkan bekas luka. Selain itu dalam perbaikan transanal endorektal, operasi

transanal dengan teknik Swenson juga telah dilaporkan.

Hasil Jangka Pendek

Kematian

Penyebab utama kematian pada pasien HD adalah enterokolitits pre dan postoperasi

dan yang berhubungan dengan malformasi dan penyakit yang terjadi khususnya pada pasien

dengan HD disertai sindrom lainnya. Pasien sindrom Down memiliki resiko peningkatan HD;

tipe kelainan jantung pada pasien-pasien ini adalah defek pada septum atrioventrikular yang

membutuhkan perbaikan dengan pembedahan terbuka jantung. Pasien sindrom Down juga

mengalami gangguan sistem pertahanan tubuh yang membuat mereka rentan terhadap

komplikasi infeksi setelah perbaikan HD dan lebih tinggi kemungkinan enterokolitis

dibandingkan dengan pasien sehat lainnya. Hipoplasia kartilago-hair adalah displasia tulang

kartilago yang berhubungan dengan HD; gangguan sistem imun adalah penyebab dari

tingginya kematian pada kelompok khusus pasien ini. Kebanyakan tapi tidak semua dari

rangkaian laporan pasien HD menunjukan enterokolitis dan hal ini berhubungan dengan

morbiditas dan mortalitas yang lebih sering terjadi pada pasien dengan aganglionik kolon

total (TCA). Kematian karena operasi dilaporkan pada rangkaian penelitian sebelumnya tapi

dengan pembaruan teknik perawatan, anastesi yang lebih baik dan antibiotik operasi telah

sangat jarang terjadi. Saat ini rangkaian laporan yang besar dari pasien dengan HD

menunjukan sangat rendahnya kematian pada pasien yang dalam kondisi sehat atau yang

menderita HD klasik.

Komplikasi

Kebanyakan rangkaian laporan pasien dengan HD menunjukan insiden yang

bermakna dari enterokolitis postoperasi. Telah disimpulkan bahwa enterokolitis postoperasi

lebih sering terjadi pada pasien yang mengalami serangan enterokolitis preoperasi, namun hal

4

Page 5: Penyakit Hirschprung

ini tidak didukung dengan literatur. Komplikasi post operasi serius lainnya adalah kebocoran

anastomosis, striktur anastomosis dan sepsis pada pelvis. Angka insiden komplikasi yang

segera muncul tergantung pada bagaimana penanganan komplikasi minor seperti infeksi luka

atau postoperasi perianal ekskoriasi. Frekuensi enterokolitis preoperasi dan komplikasi segera

setelah operasi pada rangkaian laporan saat ini diringkas pada tabel 30.1.

Semua teknik pembedahan memiliki komplikasi yang hampir sama. Terlepasnya

anastomosis kecenderungan terjadi pada operasi Swenson. Enterokolitis dan diare setelah

operasi cenderung terjadi pada endorektal pull through klasik. Pasien yang menjalani operasi

Duhamel mengalami lebih banyak dari konstipasi dan berkembang rekurensi rektokolonik.

Pasien yang ditangani dengan reseksi anterior Rehbein sering membutuhkan dilatasi

anorektal dalam waktu jangka panjang untuk mengobati konstipasi yang berhubungan dengan

penyumbatan rektum aganglionik distal.

Tabel 30.1. Komplikasi Awal

Penulis

Utama

Tahun Teknik

Pembedahan

Pasien Periode

Penelitian

Luka

infeksi

(%)

Luka

dehisens

(%)

Perineal

ekskoriasi

(%)

Prolaps

Rektal

(%)

Anastomosi

Terputus

(%)

Revisi

Stoma

(%)

Enterokolitis

preoperatif

(%)

Sherman 1989 Swenson 800 1947-1985 7 2 9

Tariq 1991 ERPT 60 1978-1988 7 49 11 7

Rescorla 1992 Multipel 260 1972-1991 1 2 6

Marty 1995 Multipel 135 1971-1993 1 3 13

Reding 1997 Multipel 59 1972-1992 4 15

Baillie 1999 Duhamel 91 1980-1991 13

Yanchar 1999 Multipel 107 1974-1997 43 8 2 3 9

Shankar 2000 ERPT 136 1988-1998 7

Teitelbaum 2000 ERPT 181 1989-1999 4 1 42 1 8 15

Total/Mean 1909 4 <1 45 7 5 6 11

Komplikasi dipersenkan. ERPT = Endorektal pull through

Fungsi Usus

Fungsi awal usus setelah dilakukan prosedur pull through HD sangat tidak terprediksi.

Pada kebanyakan kasus, fungsi usus awal ditandai dengan sejumlah pergerakan usus. Hal ini

mewakili ketiadaan penampungan rektal. Jumlah pergerakan usus normal adalah 5-15 kali

perhari setelah fase awal post operasi endorektal pull through atau Swenson. Pasien yang

telah menjalani operasi Duhamel memiliki pergerakan usus yang lebih sedikit karena

5

Page 6: Penyakit Hirschprung

anastomosis sisi ke sisinya antara usus ganglionik yang ditarik dan aganglionik yang muncul

kembali.

Masalah awal yang berhubungan dengan sejumlah pergerakan usus dan terjadi

khususnya setelah operasi satu tahap pada neonatal atau bayi adalah ekskoriasi perineal.

Ekskoriasi awal setelah operasi terjadi pada hampir semua bayi yang baru lahir dan bayi kecil

tapi biasanya disatu sisi dalam beberapa minggu jika tidak ada tahanan stenosis pada

anastomosis usus. Tanda khusus dari anastomosis awal stenosis membutuhkan dilatasi anal

adalah jaringan ikat yang terlepas dan ekskoriasi perineal yang tidak berespon terhadap

penanganan kulit standar.

Sejumlah pergerakan usus akan meningkat bertahap dalam waktu 6-12 bulan. Dua

sampai tiga tahun setelah prosedur pull through, pada 80 % pasien mengalami penurunan

lebih dari tiga atau empat pergerakan usus perhari. Sejumlah pergerakan usus persisten

dihubungkan dengan (i) insufisiensi sphincter yang biasanya disebabkan oleh kegagalan

teknik pembedahan atau komplikasi anastomosis, (ii) enterokolitis rekuren atau kronik atau

(iii) bakterial yang tumbuh melewati ambang batas pada kolon yang tertahan. Enterokolitis

rekuren atau kronik adalah tipe pada pasien HD disertai sindrom lain khususnya sindrom

Down.

Hasil Jangka Panjang

Dasar Konsep

Kontinensia fekal adalah fungsi fisiologi kompleks yang tergantung pada fungsi

sphincter, sensasi, refleks spinal dan kontrol dari pusat cerebral yang lebih tinggi. Faktor

kultural dan fisiologi juga memainkan peranan penting dalam pengaturan waktu independen

kontinensia fekal. Mekanisme kompleks kontinensia membuatnya mudah mengalami

disfungsi yang menyebabkan berbagai derajat inkontinensia.

Pada anak normal, perkembangan inkontinensia fekal adalah proses maturitas.

Kontrol indepeden fekal membutuhkan latihan pembuangan yang membutuhkan waktu antara

1 sampai 4 bahkan 5 tahun. Biasanya, tidak mungkin anak yang berumur lebih muda dari 3

atau 4 tahun memiliki kontrol fungsi usus yang baik. Jika seorang anak menjalani prosedur

pull through bagi HD, banyak bukti yang menyatakan banyaknya keterlibatan faktor fisiologi

pada inkontinensia fekal yang mengalami gangguan atau kerusakan. Semua operasi HD baik

itu pengangkatan atau dengan by-pass tahanan rektal memiliki dampak yang sangat

berpengaruh terhadap masukan jalur sensorik. Pada operasi Swenson dan Duhamel, bagian

proksimal dari sphincter internal mengalami kerusakan. Operasi dengan endorektal pull

6

Page 7: Penyakit Hirschprung

through menciptakan dua dinding usus distal luar yang mempercepat kelaianan neorektum.

Mengingat masalah-masalah utama ini, maka bukan suatu hal yang mengejutkan lagi bahwa

anak dengan perbaikan HD akan menderita defek pada kontrol usus khususnya selama awal

masa kanak-kanak.

Penting untuk diperhatikan, saat menangani inkontinensia fekal pada pasien dengan

HD untuk memperhitungkan potensi dampak sosial dan prakteknya dari defek kontrol usus

dalam kehidupan pasien. Derajat rendah dari keluarnya kotoran atau hanya bercak kotoran

tanpa adanya inkontinensia fekal yang menyolok masih bisa ditoleransi pada anak masa awal

sekolah. Saat keadaan sosial dari anak merubah menjadi lebih banyak diluar rumah,

inkontinensia fekal akan menjadi sebuah masalah besar. Bagi anak yang lebih besar, hal yang

lebih penting adalah ketiadaan kotoran yang keluar. Budaya remaja dan hubungan sosial

selama remaja tidak menoleransi adanya berbagai macam kotoran yang keluar. Pengeluaran

kotoran pada usia ini biasanya akan menjurus pada diskriminasi sosial dan mungkin pasien

akan diisolasi oleh teman-temannya. Sangat sering, pasien-pasien ini membawa konsekuensi

sosial dari gangguan fekal ini sampai dia dewasa.

Konstipasi

Meskipun objek penanganan operasi HD adalah menangani penyumbatan fungsional

yang menyebabkan konstipasi yang menetap, konstipasi rekuren tidak selalu terjadi. Masalah

ini terjadi untuk setiap tipe prosedur HD tapi timbul lebih sering pada pasien dengan operasi

Duhamel dan Rehbein. Sama seperti definisi inkontinensia fekal, definisi dari komplikasi

juga masih sulit ditegakkan. Lebih lanjut, konstipasi merupakan hal yang sering terjadi di

dunia barat. Definisi rasional yang dapat diterima dari konstipasi adalah definisi dari Loening

– Baucke yaitu pergerakan usus dua atau kurang per minggu dan adanya gejala-gejala yang

berhubungan dengan konstipasi. Konstipasi yang bermakna atau rekuren adalah jika pasien

membutuhkan penanganan reguler dalam manipulasi pola makan. Ketidakmampuan tersebut

berhubungan dengan variasi konstipasi yang bermakna. Jika konstipasi postoperasi dapat

dikontrol dengan obat pencahar oral dan tidak berhubungan dengan inkontinensia fekal,

dampak psikososial dari gejala lebih banyak muncul dengan sendirinya. Di lain pihak, jika

pasien membutuhkan pencucian usus rutin atau appendikostomi untuk penanganan antegrade

enema, diperlukan pengontrolan gaya hidup yang bermakna. Namun, konstipasi adalah

masalah utama yang lebih mudah ditangani daripada inkontinensia fekal dan menyebabkan

lebih kurang masalah psikososial.

7

Page 8: Penyakit Hirschprung

Tindak Lanjut Jangka Panjang

Tindak lanjut jangka panjang adalah masalah penting jika mempertimbangkana hasil

jangka panjang setelah dilakukan operasi pull through untuk HD. Perkembangan fungsi usus

yang hampir mencapai normal sesuai dengan kehidupan sosial normal yang membutuhkan

periode yang bermakna pada banyak kasus beberapa tahun untuk adaptasi. Pada pasien

dengan HD penanganan latihan pembuangan biasanya mungkin dilakukan pada umur 3-5

tahun. Meskipun penting untuk mengevaluasi hasil awal dan pertengahan setalah

pembedahan HD, namun hasilnya belum tentu mencerminkan hasil yang akan didapat pada

masa kanak-kanak. Ada beberapa alasan untuk ini. Penilaian fungsi usus sulit dilakukan pada

seorang anak kecil yang sama sekali tidak mengerti konsekuensi sosial dari fungsi

pencernaan yang tidak normal. Pada awal masa kanak-kanak, informasi fungsi pencernaan

dapat diperoleh dari orang tua yang mungkin tidak dapat memberi gambaran nyata tentang

perkembangan disfungsi pencernaan. Lebih lanjut, fungsi pencernaan pasien HD mengalami

perkembangan bermakna sesuai dengan umur. Hasil awal dan pertengahan hanya dapat

didapatkan pada kira-kira dari jumlah pasien HD yang membutuhkan penanganan khusus

terhadap pencernaan mereka pada masa kanak-kanak. Informasi ini penting bagi perawat dan

paramedis karena kedua kelompok ini membutuhkan gambaran nyata dari disfungsi

pencernaan yang bermakna selama masa kanak-kanak.

Tindak lanjut pasien HD harus tetap dilanjutkan pada masa remaja bahkan sampai

dewasa jika ingin menilai titik akhir dari penanganan keadaan tersebut. Remaja dan dewasa

dapat dinilai dampak fisik dan psikososial dari fungsi pencernaannya sebagai individu yang

menyadari keadaan mereka sendiri. Kualitas dan konsekuensi kehidupan sosial dari

kemungkinan adanya disfungsi pencernaan paling baik jika dievaluasi pada saat dewasa.

Metode Evaluasi Fungsi Pencernaan

Pada kepustakaan terdapat variasi yang besar pada hasil fungsional pencernaan

setelah diterapi. Tidak ada metode yang umum dipakai untuk menangani fungsi pencernaan

pasien dengan HD dan masalah utama dalam membandingkan hasil yang berbeda yang

merupakan variabel kriteria yang besar yang digunakan dalam mengevaluasi fungsi

pencernaan. Evaluasi fungsi pencernaan selama masa kanak-kanak dapat terjadi bias karena

informasi yang didapat berasal dari orang tua; mereka tidak mau melaporkan hasil yang tidak

menyenangkan pada ahli bedah yang bertanggung jawab dalam pengobatan anak mereka.

Orang tua juga biasanya tidak menghiraukan inkontinensia ringan atau sedang pada anak

yang fungsi pencernaannya mengalami kelainan dari lahir atau pada kasus anak yang lebih

8

Page 9: Penyakit Hirschprung

muda, karena mereka menganggap kelainan terhadap pengontrolan pencernaan merupakan

bagian dari maturasi defekasi normal.

Ada beberapa cara untuk menangani masalah-masalah ini. Evaluasi harus dilakukan

oleh orang indepeden yang bukan merupakan anggota tim yang bertanggung jawab dalam

penanganan pasien anak tersebut. Kuestioner dengan pertanyaan yang mendetai menyangkut

fungsi pencernan dapat memberi lebih banyak informasi daripada berkunjung ke rumah sakit.

Jika menggunakan kuestioner, haruslah disesuaikan dengan kelompok kontrol anak yang

sehat yang sama umur dan jenis kelamin dengan pasien.

Kebanyakan penelitian jangka panjang dari pasien HD diambil dari institusi atau

laporan perorangan ahli bedah. Metode evaluasi hasil jangka panjang dibuat dalam laporan

bagan, kuestioner dan wawancara dari pasien secara pribadi atau lewat telepon. Kriteria

digunakan untuk menilai hasil fungsional yang bervariasi. Beberapa penulis telah merancang

sistem penilaian mereka sendiri, kadang-kadang ada beberapa juga yang menggunakan sistem

penilaian yang didesain khusus untuk menilai kontinensia fekal pada pasien dengan

malformasi anorektal. Pembagian sederhana pasien menjadi yang fungsi pencernaannya

normal dll, bersih, dan dengan beberapa veriasi derajat dari pembuangan atau konstipasi yang

sering digunakan. Penelitian tindak lanjut jangka panjang yang menilai hasil pasien HD pada

perbandingan sesuai dengan umur dengan kolompok kontrol masih sedikit.

Komplikasi Lanjut

Penyumbatan Intestinal

Penyumbatan intestinal tidak sering terjadi setelah perbaikan HD. Laporan pada

kepustakaan menunjukan variasi yang dapat dipertimbangkan pada peristiwa komplikasi dan

tidak selalu tercatat pembedahan dibutuhkan untuk membebaskan penyumbatan tersebut.

Angka kejadian penyumbatan intestinal setelah operasi yang membutuhkan penaganan rumah

sakit berkisar antara 4-21%. Rata-rata angka kejadian penyumbatan intestinal pada pasien HD

adalah 10%. Tidak terdapat perbedaan yang mencolok antara jenis perbaikan yang ada.

Angka kejadian penyumbatan pencernaan setelah perbaikan HD menjadi lebih tinggi

daripada keseluruhan angka kejadian setelah laparatomi masa kanak-kanak. Pada rangkaian

kasus dari 1476 pasien bedah anak, keseluruhan kejadian penyumbatan pencernaan adalah

2,1%. Setelah laparatomi neonatal penumbatan pencernaan karena dampak perlengketan

berkisar antara 3,3 – 8,3% pasien.

9

Page 10: Penyakit Hirschprung

Outlet Obstruksi

Segera setelah periode postoperasi, outlet obstruksi adalah salah satu komplikasi

terbanyak setelah perbaikan HD apapun metode pembedahan yang digunakan. Gejala outlet

obstruksi adalah konstipasi berulang, distensi abdomen, diare dan enterokolitis setelah

operasi. Outlet obstruksi dapat disebabkan oleh satu atau lebih penyebab khusus yang

berhubungan dengan prosedur operasi. Setelah operasi Swenson, penyumbatan mekanik

biasanya disebabkan oleh stenosis anastomosis. Kejadian stenosis lanjut setelah operasi

Swenson bervariasi antara 7,6-13%. Setelah Duhamel pull through, outlet obstruksi dapat

disebabkan oleh pertumbuhan kembali yang cepat pada rektokoloni; angka kejadian dari

rektal simptomatik yang membutuhkan pembedahan bervariasi antara 9-35%. Penyebab lain

dari outlet obstruksi setelah operasi Duhamel adalah akalasia anorektal yang disebabkan

pergerakan yang sangat kurang pada sisi-sisi anastomosis antara sambungan rektal

agangglionik dengan kolon yang dipull through. Gambaran khusus dari pada pasien-pasien

ini adalah perkembangan fekaloma antara bagian kantung anterior rektal. Outlet obstruksi

organik setelah pull through endorektal disebabkan oleh stenosis anastomosis atau striktur,

stenosis dari pompa rektal aganglionik (gbr 30.1), retraksi kolon dan disfungsi pompa otot

aganglionik khususnya jika itu panjang. Insiden outlet obstruksi organik setelah endorektal

pull through berkisar antara 6-22%. Setelah operasi Rehbein, outlet obstruksi organik hampir

semua disebabkan oleh relatif panjangnya segmen usus aganglionikyang tertahan antara

anastomosis dan anus. Outlet obstruksi fungsional tanpa adanya penyebab mekanik yang

dapat diidentifikasikan (cth stenosis, sambungan rektal dll) dapat terjadi setelah pengobatan

dari HD dengan beberapa teknik. Patofisiologi dari outlet obstruksi fungsional masih samar-

samar. Meskipun umumnya diiringi dengan hipertonisitas sphincter internal dan kontraksi,

tidak terdapat perbedaan secara manometrik yang didapati antara pasien HD obstruksi dan

bukan obstruksi.

Diagnosis outlet obstruksi utamanya didasarkan pada gejala klinik dan temuan

lapangan. Penilaian dengan radiologi menggunakan barium enema yang menilai waktu

perjalanan. Barium enema khususnya menunjukan dilatasi rektosigmoid. Penilaian waktu

perjalanan berguna untuk menilai motilitas usus tapi tidak praktis dalam penerapannya.

Selain itu, tidak terdapat metode standar yang dimiliki dari data kontrol anak yang sehat.

Beberapa penelitian kontrol telah dilakukan tapi tidak menunjukan adanya korelasi antara

hasil fungsional dan pergerakan kolon keselruhan atau secara segmental. Sebuah pernyataan

sebelumnya, pengukuran panjang anorektal bukan merupakan metode yang baik untuk

diagnosis outlet obstruksi fungsional.

10

Page 11: Penyakit Hirschprung

Outlet obstruksi ditandai dengan kelainan pada persarafan kolon yang dilakukan pull

through pada kasus dengan proporsi yang bermakna. Kelainan persarafan termasuk

didalamnya aganglionik didapat/tertahan (gbr 30.2), hipoganglionosis dan displasia neuronal

intestinal. Hipoganglionosis dan aganglionik adalah temuan paling sering jika daerah

perbatasan dianastomosiskan dengan saluran anal; daerah transisional pull through

dihubungkan dengan hasil yang buruk. Namun, belum ada kesepakatan umum tenttang

kelainan neuronal residual yang bermakna pada hasil fungsional HD. Belum adanya bukti

yang secara jelas menggambarkan pola dismotilitas secara langsung berhubungan dengan

displasi neuronal. Beberapa ahli bedah menyatakan bahwa biopsi terencana pada daerah

kolon sebelum dilakukan prosedur pull through adalah hal penting jika mengharapkan hasil

fungsional yang baik. Para ahli bedah ini menyarankan jika kolon ganglionik menunjukan

gambaran displasia neuronal maka segmen ini harus direseksi pada sepanjang kolon

aganglionik. Cara ini tidak dicobakan pada beberapa kelompo coba. Ada beberapa masalah

dalam mendiagnosis displasia neuronal. Kriteria utama untuk mengidentifikasikan displasia

neuronal adalah adanya hiperganglionosis, yaitu adanya sejumlah sel ganglion pada satu

ganglion dan ganglia raksasa pada pleksus submukosa. Namun, jumlah sel ganglion setiap

ganglion tergantung umur pasien; pasien yang lebih tua memiliki sel ganglion yang sedikit

pada ganglia. Hal ini membuat interprestasi biopsi menjadi sulit. Lebih lanjut, telah

ditemukan bahwa terdapat variasi antar peneliti dala diagnosis displasia neuronal dalam

kriteria yang dipublikasikan.

Keseluruhan kejadian outlet obstruksi bervariasi antara 6 – 42%. Kejadian ini

mengarah rendahnya laporan yang melibatkan rangkaian riwayat penyakit pasien. Hal ini

mungkin mewakili rendahnya pelaporan terhadap masalah ini. Insiden outlet obstruksi setelah

perbaikan HD berdasarkan sebagian besar laporan pada kepustakaan diringkas pada tabel

30.2. Tabel tersebut menunjukan keseluruhan terdapat sangat sedikit perbedaan pada outlet

obstruksi lanjut yang menjalani teknik pembedahan yang berbeda. Insiden outlet obstruksi

setelah reseksi anterior Rehbein tidak dimasukan dalam tabel. Hanya sedikit laporan terhadap

hasil lanjut dari operasi Rehbein. Pada rangkaian ini lebih dari 40% pasien mengarah pada

akalasia rektoanal yang berulang sehingga membutuhkan pengulangan dilatasi anal dibawah

pengaruh anestesi umum.

11

Page 12: Penyakit Hirschprung

Penanganan outlet obstruksi

Pengobatan primer dari gejala lanjut outlet obstruksi pada pasien HD adalah

konservatif. Konstipasi sederhana berhubungan dengan outlet obstruksi dapat berespon

terhadap pelunak bantalan dan obat pencahar. Outlet obstruksi juga dihubungkan dengan

diare. Bantalan yang terlepas, diare dan kembung tanpa adanya gejala umum, mengarah pada

enterokolitis yang disebabkan oleh pertumbuhan bakteri yang berlebihan dan biasanya

berespon pada antibiotik oral seperti metronidazole. Pembatasan diet sering membantu dalam

mengurangi jumlah pertumbuhan kuman. Diet dengan rendah tahanan dan penghindaran

terhadap laktosa dan bahan pemanis seperti sorbitol dan xilitol mengurangi pertumbuhan

kuman.

Suatu stenosis anastomosis atau striktur berespon terhadap dilatasi anal. Stenosis-

stenosis yang menetap dan striktur panjang membutuhkan pembedahan pull through kembali.

Pasien Duhamel dengan gejala pertumbuhan kembali dari ujung rektal umumnya

membutuhkan operasi pembagian yang biasanya dapat disesuaikan dengan penjepitan linear.

Namun, ujung tersebut dapat kembali muncul setelah penjepitan. Pasien dengan segmen

aganglionik tersisa atau didapat dapat berespon terhadap miektomianorektal, tapi pada kasus

dimana segmen panjang aganglionosis dibutuhkan pull through ulang.

Penanganan outlet obstruksi fungsional resisten masih menjadi masalah.

Penyumbatan fungsional tidak selalu berespon terhadap dilatasi kecuali pada pasien yang

menjalani operasi Rehbein. Banyak ahli bedah mengggunakan operasi Rehbein secara rutin

dengan dilatasi anal dibawah pengaruh anastesi setelah dilakukan pull through dan juga

kemudian pada pasien yang mengeluhkan konstipasi berulang. Banyak ahli bedah

menyarankan penanganan agresif khususnya jika pasien mengalami enterokolitis berulang.

Cara khas yang dipakai adalah miotomi atau miektomi anorektal. Namun untuk jangka

panjang hanya sekitar dua dari tiga pasien yang berhasil diobati dengan miotomi atau

miektomi. Hasil menunjukan keadaan lebih baik pada pasien dengan enterokolitis berulang

daripada pasien yang menunjukan konstipasi berat dengan atau tanpa segmen aganglionik

tersisa. Saat ini, penyuntikan toksin botulinum intrasphincter telah diusulkan untuk

penanganan outlet obstruksi pada pasien HD. Hassil percobaan awal cukup menjanjikan dan

menunjukan perkembangan yang cukup bermakna meskipun hanya bersifat sementara

dengan tanpa efek samping satu kelemahan dari pengobatan ini adalah membutuhkan

penyutinkan yang berulang-ulang. Keseluruhan insiden pengulangan prosedur lokal

berhubungan dengan masalah yag timbul dari outlet obstruksi diringkas pada tabel 30.2.

12

Page 13: Penyakit Hirschprung

Operasi pengulangan pull through telah digunakan sebagai terapi darurat untuk pull

through primer yang gagal. Indikasi khusus untuk pengulangan yaitu aganglionosis yang

tersisa atau didapat yang tidak berespon terhadap pengobatan lokal dan striktur yang

menetap. Kebanyakan metode pull through yang sering digunakan adalah operasi Duhamel.

Meskipun insiden komplikasi postoperasi lebih tinggi dibanding dengan pembedahan primer,

hasil fungsional yang timbul menjadi lebih diminati pada dua dari tiga pasien. Protolektomi

restorasi dengan kantung J anastomosis telah dilaporkan efektif menjadi prosedur

penampungan pada pasien dengan disfungsi kolon yang berat setelah pembedahan untuk

penyakit segmen panjang kolon atau untuk yang kehilangan usus dengan panjang yang

bermakna sehingga bermasalah pada teknis atau pembuluh darah. Hasil fungsional yang

muncul dinilai baik setela dilakukan restorasi protokolektomi terhadap kolitis ulseratif.

Tabel 30.2. Outlet obstruksi dan pengoperasian kembali anastomosis lokal pada

hubungannya dengan prosedur pembedahan utama.

Operasi Penelitian Pasien Tindak Lanjut

(Tahun)

Outlet obstruksi

(%)a

Prosedur

Operasi ulang

Anastomosis

(%)b

Duhamel Mishalany 14 1-30 21

Moore 21 1-36 5

Fortuna 27 1-20 22 33

Yanchar 28 1-15 46 43

Minford 34 1-15 18 18

Total/Mean 124 23 29

ERPT Mishalany 33 1-30 24

Moore 75 1-36 21

Fortuna 55 1-20 22 20

Yanchar 40 1-15 33 35

Minford 37 1-15 19 19

Total/Mean 240 24 25

Swenson Mishalany 15 1-30 47

Moore 13 1-36 62

Yanchar 8 1-15 0 0

Total/Mean 36 31 24

ERPT = Endorektal pull tharough

13

Page 14: Penyakit Hirschprung

a Termasuk stenosis anastomosis dan striktur, sambungan rektal dan akalasia post operasi

b Termasuk dilatasi, miotomi, miektomi dan pembagian sambungan rektal

Enterokolitis

Enterokolitis adalah komplikasi uni dari HD. Bersamaan dengan malformasi

kongenital, enterokolitis masih penyebab utama morbiditas dan mortalitas. Penyebabnya

masih sedikit diketahui tapi gambaran klinik pengumpulan kolitis fulminan berhubungan

dengan penyakit inflamasi pencernaan. Beberapa bakteri berpengaruh pada patogenesis

enterokolitis tapi pada fase akut biasanya tidak merujuk pada organisme penyebab khusus.

Enterokolitis tidak didefinisikan khusus dan laporan insiden enterokolitis post operasi sangat

bervariasi. Enterokolitis adalah peradangan dari mukosa pencernaan, tapi beberapa ahli bedah

melakukan endoskopi rutin pada pasien yang memiliki gejala akut yang mengarah pada

kondisi ini. Gejala klinik ringan seperti kehilangan sementara bantalan usus atau episode

diare tanpa peningkatan gejala sistemik disebabkan oleh bakteri yang bertumbh melewati

batas; hal ini didukung dengan adanya respon yang baik terhadap penggunaan metronidazol

oral jangka pendek pada banyak kassus.

Pasien dengan defek respon imun seperti pada sindrom Down dan beberapa kelompok

sindromik HD lainnya khususnya dapat mengalami enterokolitis selanjutnya. Pada pasien

imunodefisiensi, enterokolitis menjadi masalah kronik. Kehilangan bantalan berkelanjutan

dan buang angin terus menerus dapat merusak hasil fungsional pada pasien-pasien ini yang

dikurangi gangguan kapasitas mental dengan penyesuaian fungsi pencernaan normal. Pasien

dengan TCA memiliki peningkatan resiko enterokolitis pasca operasi. Berdasarkan rangkaian

kelompok besar pasien dengan laporan insiden TCA enterokolitis postoperasi cukup tinggi

berkisar antara 54-70%.

Keseluruhan insiden enterokolitis postoperasi adalah sekitar 15%. Terdapat anggapan

jelas yang mengarah pada pengurangan serangan berdasarkan waktu. Dilain pihak, anggapan

tersebut yang dilakukan perbaikan HD selama periode neonatal dengan operasi satu tahap

dihubungkan dengan peningkatan resiko enterokolitis. Enterokolitis juga timbul lebih sering

pada pasien yang menjalani pull through endorektal atau operasi Swenson daripada pasien

yang menjalani operasi Duhamel. Alasan ini masih belum jelas, ketika outlet obstruksi masih

merupakan faktor pemicu utama patofisiologi penyebab enterokolitis tidak berkurang pada

pasien yang menjalani operasi Duhamel. Meskipun begitu pasien dengan operasi Duhamel

membutuhkan prosedur lokal anorekttal sekunder sesering Swenson dan pasien pull through

14

Page 15: Penyakit Hirschprung

endorektal. Insiden enterokolitis dihubungkan dengan prosedur pembedahan primer

ditunjukan pada tabel 30.3.

Operasi Penelitian Pasien Tindak Lanjut

(Tahun)

Enterokolitis

(%)

Duhamel Mishalany 14 1-30 21

Fortuna 27 1-20 19

Yanchar 28 1-15 7

Minford 34 1-15 3

Total/Mean 103 13

ERPT Mishalany 33 1-30 33

Fortuna 55 1-20 27

Yanchar 40 1-15 8

Minford 37 1-15 35

Total/Mean 165 26

Swenson Mishalany 15 1-30 47

Yanchar 8 1-15 50

Total/Mean 23 49

ERPT = Endorektal pull tharough

Penanganan Enterokolitis

Pengobatan serangan enterokolitis berat yaitu dekompresi usus, antibiotik perenteral

dan istirahat usus. Untuk pasien dengan serangan enterokolitis berulang, banyak ahli bedah

anak mengusulkan pengulangan pembedahan anorektal; dilatasi anal dan miotomi sphincter

internal atau miektomi. Laporan umum menyatakan bahwa prosedur ini berhasil mencegah

episode lain enterokolitis. Saat ini tindak lanjut jangka panjang pasien yang menjalani

miotomi sphincter internal atau miektomi untuk konstipasi menetap atau enterokolitis

berulang menunjukan kesuksesan. Dua dari tiga pasien terbebas dari gejala. Namun,

kebijakan pengobatan enterokolitis episode berulang oleh prosedur anorektal lainnya tidak

didukung dengan penelitian kontrol. Lebih lanjut, miektomi sphincter dapat menyebabkan

inkontinensia fekal. Penulis senior telah menerapkan cara konservatif untuk enterokolitis

berulang selama lebih dari 20 tahun. Pasien dengan gejala yang menunjukan enterokolitis

umumnya diobati sebagai pasien rawat jalan dengan penggunaan metronidazole oral jangka

pendek. Hanya pasien dengan gejala sistemik yang dirawat di rumah sakit dan diobati

dengam parenteral antibiotik. Pada HD tanpa gejala, enterokolitis berulang tidak terjadi lagi 15

Page 16: Penyakit Hirschprung

setelah usia dua atau tiga tahun. Antara tahun 1981 sampai 2003 hanya dua dari 168 pasien

HD kami yang menjalani miektomi sphincter internal untuk enterokolitis berulang. Prosedur

tersebut berhasil pada satu kasus namun gagal pada kasus lain yang membutuhkan restorasi

protokolektomi.

Pasien dengan enterokolitis berulang atau kronik dapat berhasil dengan terapi

imunosupresif. Sel mast yang bekerja lokal, sodium kromoglikat telah digunakan dan berhasil

mengobati enterokolitis kronik pada pasien HD. Pada kasus yang menetap membuthkan

kortikosteroid lokal atau sistemik untuk mengontrol gejala.

Fungsi Pencernaan Jangka Panjang

Konstipasi

Konstipasi berulang pada pasien dengan perbaikan HD merupakan masalah yang

membingungkan. Insiden konstipasi lanjut timbul berhubungan dengan tipe rekonstruksi. Hal

ini khususnya terjadi pada operasi Duhamel dan Rehbein. Pada pertengahan waktu, insiden

konstipasi yang membutuhkan pengobatan pada pasien dengan perbaikan Duhamel berkisar

antara 20-57%. Setelah operasi Rehbein, 40-50% pasien membutuhkan dilatasi sphincter

dibawah pengaruh anastesi umum selama periode segera setelah operasi dan 16-23% pasien

menderita konstipasi pada pertengahan waktu. Beberapa rangkaian penelitian melaporkan

tingginya insiden dari konstipasi setelah operasi Swenson tapi pada kebanyakan laporan

jumlah pasien yang menjalani operasi ini terlalu kecil untuk mengambil kesimpulan pasti. Di

lain pihak, Pada rangkaian penelitian multinasional yang besar dari Sherman dkk melaporkan

tidak ada sama sekali konstipasi lanjut. Dampak terakhir konstipasi jangka panjang adalah

pasien yang menjalani endorektal pull through. Konstipasi berulang telah dilaporkan pada 2-

15% dari pasien-pasien ini.

Kebanyakan menyetujui bahwa konstipasi pada kebanyakan pasien dengan HD

mengalami perbaikan atau sembuh sempurna seiring dengan waktu. Hasil laporan pada

remaja dan orang dewasa menunjukan insiden konstipasi yang rendah. Namun, laporan ini

mengindikasikan bahwa selama masa kanak-kanak terpata jumlah yang bermakna yang

menderita konstipasi. Alasan menghilangnya konstipasi ini masih belum jelas. Gambaran ini

sama dengan yang terjadi pada pasien yang menderita knstipasi fungsional; gejala-gejala

tersebut biasanya menghilang sebelum masa pubertas. Pendapat spekulatif, perkembangan

klinis yang konsisten pada pasien-pasien ini menyatakan bahwa kematangan fungsi

pencernaan merupakan bagian dari perubahan hormonal pada pubertas. Secara alternatif,

perkembangan tersebut dapat dipengaruhi oleh penguatan motivasi sosial saat pasien

16

Page 17: Penyakit Hirschprung

mendekati kedewasaan. Namun, sulit untuk dimengerti bagaimana pematangan mental dan

sosial mempengaruhi konstipasi.

Penanganan konstipasi biasanya konservatif. Pelunak bantalan, pencuci perut dan

beberapa enema dapat digunakan mengontrol konstipasi berulang setelah perbaikan HD.

Pencucian usus melewati sebuah appendikodtomi kontinen (prosedur ACE) telah digunakan

untuk mengontrol konstipasi yang sulit diatasi pada kasus-kasus tertentu (lihat Bab 33).

Medikasi prokinetik telah disarankan untuk kasus dimana konstipasi dihubungkan dengan

displasi neuronal intestinal. Prosedur anorektal lokal seperti dilatasi anal, pembagian rektal

spur, dan miotomi sphincter atau miektomi telah digunakan untuk mengobati kasus yang

resisten terhadap penanganan medis. Jika striktur anastomosis atau pertumbuhan kembali

ujung anorektal adalah penyebab konstipasi maka hasil dari prosedur pengulangan akan

menjadi baik. Di lain pihak, pembedahan lokal lain untuk konstipasi dengan gejala yang tidak

diketahui tidak dianjurkan. Hal ini juga diterapkan pada kasus dimana konstipasi

dihubungkan dengan segmen aganglionik didapat atau tersisa. Operasi ulang pull through

mungkin pilihan alternatif terbaik pada pasien.

Jumlah Pergerakan Usus

Sejumlah pergerakan usus tergantung pada lepasnya bantalan dan diare kronik

khususnya pada awal periode postoperasi setelah perbaikan HD. Pada beberapa pasien

dengan pola pengerasan ini mengarah pada urgensi fekal dan masalah kulit perianal

khususnya jika anak tersebut masih menggunakan popok. Jumlah pergerakan usus khas

selama tahun-tahun pertama setelah pull through endorektal. Hal ini mungkin menyangkut

pada penurunan komplikasi neorektum yang dasarnya memiliki dua dinding otot, masing-

masing pada rektum yang lebih rendah dan kanalis anal.

Sejumlah pergerakan yang menetap hanya pada kelompok minoritas dan lebih dari

80% pasien hanya memiliki tiga atau bahkan lebih kurang pergerakan usus setiap 24 jam tiga

tahun kemudian. Sejumlah pergerakan usus yang menetap terjadi lebih sering pada pasien

dengan segen aganglionik panjang atau TCA. Enterokolitis kronis adalah penyebab gangguan

frekuensi pencernaan jangka panjang.

Penanganan frekuensi usus meneap ditujukan pada memperlambat kotilitas kolon.

Medikasi antipropulsif seperti loperamid biasanya berguna dan dapat ditoleransi bahkan

untuk penggunaan jangka panjang. Enterokolitis sebagai penyebab diare harus ditangani

terlebih dahulu jika loperamid digunakan karena perlambatan pergerakan kolon dapat

meningkatkan pertumbuhan bakterial dan keagresifan gejala enterokolitis. Penghidaran

17

Page 18: Penyakit Hirschprung

terhadap karbhohidrat rantai pendek yang tidak dapat diserap, sorbitol dan xilitol yang

digunakan sebagai bahan pemanis juga berguna dalam pengontrolan konsistensi kotoran.

Keseluruhan fungsi pencernaan dan inkontinensia fekal

Terdapat pertentangan terhadap laporan mengenai hail pembedahanHD. Penelitian

yang lebih lama pada pasien yang menjalani perbaikan HD mengindikasikan bahwa sebagian

besar fungsi pencernaan menjadi hampir atau normalpada jangka panjang.

Rata-rata waktu tindak lanjut pada laporan ini berkisar antara 5 sampai 10 tahun dan

persentasenya pasien dengan fungsi pencernaan “baik’ atau “normal” bervariasi antara 65 –

100%. Secara luas memberi gambaran bahwa hasil jangka panjang pada umumnya yang

diharapkan telah menjadi sebaliknya pada beberapa laporan sekarang denan panjang waktu

tidak lanjut yang hampir sama. Belum ada penjelasana sederhana untuk menghitung

perbedaan yang diteliti. Data berdasarkan fungsi pencernan pasien pada beberapa penelitian

lama diambil dari laporan kasus yang ditulis secara retrospektif. Tercatat rumah sakit

memandang remeh masalah ganggua fungsi pencernaan. Telepon dan surat keterangan

kesehatan tanpa sebuah kuestioner yang terstruktur tidak dapat memberi gambaran nyata dari

masalah pasien. Banyak laporan lama melaporkan tingkatan hasil fungsional dimulai dari

baik, sedang atau buruk tanpa kriteria yang menyertai untuk digunakan dalam evaluasi. Saat

ini banyak laporan perbaikan yang telah menggunakan kuestioner terstruktur bersarkan

sistem skor untuk evaluasi hasil fungsional. Catatan perminggu diguakan untuk

memverifikasi data yang dikumpulkan dari kuestioner. Beberapa penelitian juga memasukan

subjek kontrol yang sehat yang telah mengisi kuestioner yang sama dengan yang diberikan

pada pasien. Berdasarkan laporan ini atau kelompok kontrol menunjukan hanya sekitar 27 -

50% pasien memiliki fungsi kontrol pencernaan yang normal selama masa kanak-kanak awal

dan masa sekolah (5-10 tahun) (Tabel 30.4). Temuan tersering pada semua penelitian yang

menggunakan sistem penskoran dan kontrol kelompok sehat menunjukan bahwa skor pasien

HD seara bermakna lebih rendah daripada kelompok kontrol (Tabel 30.5).

Hal ini merupakan laporan yang paling diterima bahwa pasien denganHD, fungsi

pencernaannya membaik bersamaan dengan umur. Hal ini hampir merupakan temuan yang

seragam pada penelitian jangka panjang. Hanya satu penelitian yang tidak melaporkan

adanya perkembangan jelas fungsi penernaan seiring dengan bertambahnya umur. Umur

kritis saat perkembangan terakhir adalah pada pubertas. Kebanyakan laporan penggambaran

hasil pada pasien dewasa atau remaja menunjukan sedikit pembatasan dengan penilaian

terhadap kebiasaan, kontak sosial atau aktivitas fisik. Bertolak belakang, penelitian kontrol

18

Page 19: Penyakit Hirschprung

manometrik yang dilakukan pada pasien dewasa dan remaja menunjukan secara jelas

penampilan perbaikan dari sphincter anal. Kanalis anal saat istirahat dan tekanan maksimum

terhadapnya lebih rendah dari kelompok kontrol sehat. Tekanan istirahat yang rendah

menggambarkan disfungsi sphincter internal utama; hal ini tidak terprediksikan sesuai prinsip

tujuan pada pembedahan perbaikan HD adalah kemunculan penyumbatan fungsional yang

disebabkan oleh akalasia sphincter internal. Hal ini timbul sebagai komplikasi dari reseksi

atau bypass pada bagian proksimal sphincter internal. Hal yang dikhawatirkan adalah

masalah tersebut permanen. Keseluruhan kontinensia fekal dikeluarkan oleh sphincter

volunter yang masih tidak terganggu pada pembedahan HD dan mengkompensasikan tekanan

istirahat yang rendah yang disebabkan oleh disfungsi sphicter internal.

Inkontinensia fekal adalah psikososial yang paling banyak mengganggu pada tipe

pembedahan masa kanak-kanak. Pengeluaran fekal adalah ketidakcocokan dengan kehidupan

normal sosial dan efek permukaan pada perubahan keluarga. Pada masa kanak-kanak awal

saat pasien masih memakai popok, masalah masih kurang timbul tapi pasien membutuhkan

penanganan yang lebih daripada anak yang sehat. Hal yang harus diperhatikan termasuk

seringnya pergantian popok dan perawatan kulit untuk menghindari ekskoriasi. Pada anak

umur pre-sekolah, defek minor pada fekal kontinensia seperti kebiasaan pembuangan atau

bercak kotoran, jarang menimbulkan masalah. Di lain pihak, pada anak umur sekolah

meskipun pembuangan relatif sedikit namun dapat mengganggu sekali. Berdasarkan

pengalaman penulis, pembuangan kotoran dan bercak kotoran tidak menyebabkan masalah

sosial jika anak tidak membutuhkan penggantian celana dalam atau bantalan pelindung agar

tetap bersih selama di sekolah.

Terjadinya pembuangan fekal pada pasien yang menjalani perbaikan HD tidak

diharapkan. Kehilangan seluruh atau sebagian tahanan rektal adalah bagian yang tidak

terpisahkan dari semua prosedur pull through HD. Fungsi sphincter internal terganggun

dengan reseksi parsial atau bypass. Penelitian lama melaporkan insiden yang relatif rendah

dari inkontinensia fekal selama masa kanak-kanak. Saat pembuangan fekal ditangani,

proporsi pasien dengan inkontinensia fekal menjadi 50% selama masa kanak-kanak.

Gambaran ini termasuk pasien dengan semua tingkatan inkontinensia, tidak hanya mereka

dengan inkontinensia karena trauma tulang belakang dan kecelakaan tapi juga dengan

kebiasaan pembuangan. Beratnya pembuangan kotoran masih dihubungkan dengan masalah

sosial selama masa kanak-kanak. Pada waktu lama, tidak terdapat terdapat perbedaan yang

bermakna pada insiden inkontinensia antara setiap teknik operasi utama yang dipakai.

Masalah dengan inkontinensia fekal timbul mencolok setelah masa pubertas. Gangguan sosial

19

Page 20: Penyakit Hirschprung

dari pembuangan kotoran kurang lebih terjadi juga pada orang dewasa dan menimbulkan

dampak pada fungsi psikososial. Pada masalah psikologi dan sosial, pasien remaja dan

dewasa dengan HD sedikit lebih baik dibanding dengan mereka yang mengalami malformasi

anorektal.

Penanganan pembuangan kotoran pada pasien dengan HD biasanya konservatif.

Jumlah orang yang mengalami ini tidak selalu mencolok tergantung beratnya kerusakan

sistem volunter sphincter. Jika masalah ini dihubungkan dengan pelunakan atau pencairan

kotoran, diet dengan sedikit residu dan medikasi dengan antipropulsif dapat membantu.

Pembuangan yang banyak adalah ciri khas pada pasien dengan operasi Duhamel. Material

fekal dapat tertimbun di bagian anterior rektal khususnya pada keadaan tertahannya atau

penyeatuan ulang dari rektal spur. Pada beberapa kasus, rektal spur harus dibagi. Perawatan

dengan pembedahan dari outlet obstruksi dengan miektomi anorektal dan eliminasi striktur

dapat mengurangi keparahan dari pembuangan. Pengulangan pull through diindikasikan pada

kasus tertentu yang tidak berespon pada cara konservatif. Pembuangan fekal yang menetap

dapat disebabkan komplikasi dari pembedahan. Kerusakan fungsional sphincter dapat terjadi

setelah terlepasnya anastomosis atau retraksi dari usus yang dilakukan pull through dan

setelah dilakukan prosedur pembedahan lokal. Ketidakberfungsian rektal dapat disebabkan

oleh kebocoran anastomosis dan sepsis pelvis postoperasi. Jika fungsi anorektal sangat buruk,

pilihan terbaik untuk pasien adalah pengalihan permanen atau program penanganan

pencernaan, yang biasanya dipilih menggunakan pencucian antegrade melalui apendikostomi

kontinen atau tuba Monti-Yang. Setiap keadaan berat dari pasien HD termasuk dengan

pasien-pasien yang membutuhan pengalihan fekal permanen atau program pencucian.

Hasil fungsional janga panjang pada penelitian tanpa kelompok kontrol ditunjukan

pada tabel 30.4. Tabel 30.5 meringkas hasil perbandingan pada penelitian dimana kelompok

kontrol yang sesuai umurnya dimasukkan pada evaluasi fungsional jangka panjang.

Kelompok Khusus

Kolon Aganglionosis Total

Kolon aganglionosis total (TCA) terhitung 8 – 12% dari semua pasien dengan HD.

Perbandingan laki-laki dan perempuan adalah 1,5:1 berbeda dengan perbandingan klasik HD

dimana 80% pasien adalah laki-laki. Pada TCA, aganglionosis biasanya memanjang sampai

ke ileum; pada 30-50% kasus aganglionosis memanjang lebih dari 30 cm keatas ileum.

Keseluruhan angka mortalitas pada TCA lebih tinggi daripada HD klasik. Selama dua dekade

terakhir melaporkan angka rata-rata kematian kematian pada TCA berkisar antara 6 – 40%.

20

Page 21: Penyakit Hirschprung

Angka yang bertahan hidup masih berlanjut diperbaiki tapi penanganan dengan pembedahan

masih merupakan tantangan dan hasil jangka panjang pada pertumbuhan dan fungsi

pencernaan belum terdokumentasikan dengan baik. Banyak metode sederhana telah

dipergunakan untuk penanganan pembedahan TCA; beberapa memasukan anastomosis

longitudinal panjang antara usus aganglionik dan proksimal adalah ganglionik bagian yang di

pull through. Tingginya frekuensi komplikasi berhubungan dengan panjangnya usus

aganglionik ini yang berpotensi menguntungkan dalam peningkatan absorpsi cairan.

Kebanyakan ahli bedah sekarang mengggunakan metode standar untuk perbaiakan TCA.

Penulis senior menggunakan pull through endorektal dengan kantung J anastomosis ileoanal

selama 8 tahun terakhir pada pasien dengan TCA. Hasil fungsional jangka pendek dan

menengah disukai; sejumlah pergerakan usus adalah 2-5 per 24 jam, lima pasien tidak

terdapat gangguan pembuangan dan empat lainnya menderita gangguan pembuangan

utamanya malam hari. Hanya tiga pasien yang mengalami episode enterokolitis.

Hasil jangka panjang setalah operasi TCA adalah bersih bagian inferior setelah

operasi dengan klasik HD. Banyak pasien HD membutuhkan operasi multipel dan

perpanjangan waktu perawatan di rumah sakit termasuk nutrisi parenteral total sementara

karena komplikasi dari pembedahan dan metabolisme. Inkontinensia fekal selama masa

kanak-kanak sangat sering ditemukan pada pasien TCA dan kebanyakan membutuhkan

perhitungan diet khusus dan medikasi antipropulsif untuk mengurangi gangguan pembuangan

Pada waktu remaja, kira-kira satu dari tiga pasien tetap menderita gangguan pembuangan.

Hasil fungsional akan menjadi lebih baik jika tanpa perpanjangan saluran antara usus

aganglionik dan ganglionik. Satu dari lima pasien TCA berakhir dengan ileostomi permanen.

Komplikasi metabolik sering terjadi. Pertumbuhan terhambat didapatkan pada banyak pasien

TCA dimana berat badan yang sangat kurang dapat terlihat. Insiden masalah anemia berkisar

antara 12 – 55%; hal ini disebabkan karena rendahnya absorpsi zat besi dan pada beberapa

kasus terjadi defisiensi vitamin B12.

Penyakit Sindrom Hirschprung

Sindrom Down (trisomi 21) adalah sindrom yang sering terjadi berhubungan dengan

HD. Insiden sindrom Down pada pasien dengan HD berkisar antara 2 – 15% dan muncul

lebih tinggi pada penelitian saat ini. Tampaknya persentasi ini tidak menampilkan

peningkatan yang sebenarnya dari insiden HD pada sindrom Down karena hampir semua HD

sebelumnya tidak terdeteksi pada pasien sindrom Down atau mereka meninggal sebelum

diagnosis pasti HD ditegakan. Pada rangkaian kasus lain pada 168 tahun yang dilakukan lebih

dari 22 tahun terakhir, insiden sindrom Down adalah 12%.21

Page 22: Penyakit Hirschprung

Mortalitas pasien sindrom Down dengan HD lebih tinggi daripada pasien HD lainnya.

Hal ini mewakili komorbiditas pada pasien ini seperti adanya defek jantung khususnya septal

defek atrioventrikular. Banyak keadaan yang membahayakan pada pasien sindrom Down

dengan HD diperberat adanya masalah jantung. Masalah lain yang bermakna pada sindrom

Down adalah sistem imunodefisiensi, menyebabkan mereka mudah terkena enterokolitis.

Enterokolitis menjadi lebih berbahaya atau kronik pada pasien sindrom Down dibanding

dengan pasien sehat lainnya dengan HD. Enterokolitis kronik dapat menjurus berkembangnya

penyakit peradangan usus; dua dari penulis yang ada menyatakan pasien remaja sindrom

Down dengan HD dan enterokolitis kronik memiliki temuan histologis dari penyakit Crohn.

Sebuah peningkatan insiden penyakit peradangan usus pada kelompok pasien ini juga

dilaporkan oleh Sherman dkk.

Prognosis fungsi penernaan pada pasien dengan HD dan sindrom HD lebih rendah

dibanding dengan pasien yang hanya menderita HD. Laporan berlawanan telah dilaporkan

juga – satu penelitian menemukan bahwa fungsi penernaan pada sindro Down tidak lebih

buruk dibanding dengan pasien kariotipenya normal pada hasil jangka pendek Berdasarkan

pengalaman penulis senior bahwa pasien sindrom Down membutuhkan pengontrolan

pencernaan lebih rendah dibanding dengan pasien HD lain. Banyak dari mereka khususnya

mereka dengan enterokolitis kronis menderita fekal inkontinensia bahkan sampai remaja dan

dewasa.

HD juga dihubungkan dengan sindrom lainnya. Sindrom Shah-Waardenburg adalah

sindrom audiopigmentari berhubungan dengan HD dan disebabkan oleh mutasi gen endotelin

3 atau reseptornya. Pasien sindrom Mowat-Wilson gambaran dismorfik khas berhubungan

dengan keparahan gangguan intelektual; hampir semua menderita mikrosefalik dan kejang

serta HD. Sindrom Mowat – Wilson adalah hasil penghapusan atau mutasi pada gen SIP 1

pada kromosom 2q22. Penulis memasukkan lima pasien dengan sindrom Mowat – Wilson;

secara klinis pola HD pada pasien ini hampir sama dengan yang terlihat pada sindrom Dow.

Dampaknya terhadap pasien menderita sejumlah enterokolitis dan kontrol pencernaan yang

sangat rendah. Hipolasia kartilago-rambut adalah metaplasia kondrodisplasia dengan gagal

tumbuh, kelainan imunitas dan tingginya insiden HD. Dampaknya pasien dengan HD

memiliki prognosis lebih buruk daripada pasien dengan HD saja. Pasien ini memiliki insiden

yang sangat tinggi terhadap enterokolitis sebelum dan sesudah operasi yang dapat

menyebabkan infeksi sepsis yang fatal.

22

Page 23: Penyakit Hirschprung

Inkontinensia urine dan fungsi seksual

Meskipun eneuresis siang atau malam dan kelaian urodinamik telah dilaporkan pada

anak dengan HD, inkontinensia urin dan sifungsi seksual terjadi hanya pada kelompok

minoritas kecil dari pasien dewasa atau remaja dengan HD. Beberapa rangkaian kasus

melaporkan tidak ada pasien yang lebih tua dengan komplikasi ini. Pada analisis mendetail

mereka, Moore dkk menemukan bahwa pasien dengan persentase kecil menderita gangguan

miksi dan disfungsi seksual. Disfungsi seksual khususnya dispareunia timbul lebih banyak

pada wanita. Disfungsi seksual dan urinaria sering terjadi pada pasien yang menjalani operasi

Swenson atau Duhamel daripada mereka yang menjalani pull throgh endorektal.

Penyakit Hirschprung yang diturunkan

Keseluruhan resiko berulang dari HD pada pasangan adalah sekitar 4%. Pada kasus

HD sendiri, resiko berulang penyakit pada pasangan tergantung dari jenis kelamin dan

panjang segmen aganglionik dan jenis kelamin pasangan yang terkena. Resiko tertinggi

berulang adalah pada pasangan pria dari perempuan dengan segmen HD yang panjang (33%).

Dengan HD khas pada laki-laki dengan keterlibatan segmen pendek, beresiko HD pada

pasangan pria adalah 5% dan pada pasangan perempuan adalah 1%.

Kanker tiroid medular dan sindrom MEN 2A dapat dihubungkan dengan HD pada

beberapa keluarga yang sama. Keluarga-keluarga ini memiliki garis keturunan mutasi RET

pada kromosom 10 di lokasi yang sama yang merupakan mutasi, ditemukan pada 50% pasien

dengan HD yang diturunkan dan pada 15 – 20% mereka dengan penyakit yang sporadis.

Kanker tiroid medular pada orang dewasa telah dilaporkan pada keluarga ini dan juga pada

orang dewasa dengan HD tanpa riwayat keluarga dari sindrom MEN 2A. Hal ini

menimbulkan pertanyaan dari semua subjek dengan HD berkaitan dengan riwayat keluarga

yang harus diperiksa adanya mutasi RET khas untuk mengetahui adanya predisposisi kanker.

Pertanyaan lain apakah semua pasien dewasa HD haruss diperiksa berkaitan dengan kanker

tiorid medular dan feokromositoma yang terjadi pada 70 – 100% dan 50% dari pasien dengan

sindrom MEN 2A.

Kesimpulan

Penanganan pembedahan HD massih menjadi proses yang tersu berlanjut. Sejak tahun

1980-an, operasi beberapa tahap telah digantikan dengan prosedur primer pull through, yang

sering dilakukan pada periode neonatal. Segmen panjang dan kolon aganglionosis total dapat

juga berhasil ditangani dengan perbaikan neonatal. Pembedahan HD juga menjadi kurang

invasif. Pada awal tahun 1990-an prosedur pull through dengan bantuan laparaskopi

23

Page 24: Penyakit Hirschprung

diperkenalkan dan meningkat menjadi populer pada institusi kesehatan dengan penilaian

laparaskopi. Pada akhir 1990-an prosedur pull through trananal secara totla dikembangkan;

operasi ini telah berkembang dengan cepat menjadi terkenal berdasarkan bukti bakwa

berkurangnya rasa tidak nyamam, waktu perawatan rumah sakit yang lebih pendek, dan biaya

yang lebih rendah daripada prosedur HD sebelumnya. Hasil jangka panjang setelah

pembedahan mini invasif HD masih belum jelas tapi tampaknya hasil fungsionalnya sama

dengan yang menjalani operasi klasik HD lainnya.

Meskipun didapatkan keuntungan dari penanganan HD tersebut namun hasil jangka

panjang fungsional masih jauh dari sempurna. Tidak ada individu yang menjalani prosedur

pembedahan yang dihubungkan dengan hasil jangka panjang terbaik. Perbedaan utama antara

prosedur operatif prosedur operatif kebanyakan adalah komplikasi yang timbul setelah

operasi. Laporan awal menggambarkan hasil fungsional jangka panjang yang luar biasa pada

kelompok besar pasien yang di tinak lanjuti untuk lebih dari 4-7 tahun. Saat ini, lebih banyak

penelitian prospektif dan penelitian dengan kelompok sehat sebagai kontrol telam memberi

gambaran berbeda dari fungsi pencernaan sebelumnya pada pasien HD. Konstipasi dan

gangguan pembuangan adalah konsekuensi lanjut tersering. Pasien HD dari semua lapisan

umur seragam memiliki fungsi pencernaan yang lebih rendah dibanding dengan kelompok

kontrol. Disfungsi urinaria dan seksual terjadi dengan persentase kecil pada pasien.

Untungnya, secara garis besar kebanyakan orang dewasa dengan HD menunjukan fungsi

yang hampir normal sebagai anggota masyarakat dinilai dari psikososial, pekerjaan dan

aktivitas rekreasi. Namun, tingginya insiden masalah fungsional pada masa kanak-kanak

membutuhkan tindak lanjut yang lebih cermat pada semua pasien dengan HD.

Tabel 30.4. Hasil fungsional jangka panjang dari Penyakit Hirschprung pada penelitian retrospektif

yang tidak terkontrol

Penulis Tahun Teknik Pembedaha

n

Pasien

Periode Tindak Lanjut/ Umur

Metode Pengumpula

n Data

Inkontinensia fekal (%)

Konstipasi (%)

Pengontrolan pencernaan normal (%)

Tanggapan

Sherman 1989 Swenson 477 6-40 Laporan bagan wawancara

2-8 3- 90-94 Perbaikan hasil bersamaan dengan bertambahnya umur

Tariq 1991 ERPT 30 5-10 Tidak diketahui

17 0 68 -

Rescorla 1992 Duhamel 55 5-20 Wawancara 0-9 - 91-100 Perbaikan hasil bersamaan dengan bertambahnya umur

Catto-Smith

1995 Multipel 60 10 (5-26) Kuestioner Harian

53 20 - Tidak ada perbaikan hasil bersamaan

24

Page 25: Penyakit Hirschprung

dengan bertambahnya umur

Moore 1996 Multipel 115 >4 tahun Laporan Bagan

6-19 35 75 Perbaikan hasil bersamaan dengan bertambahnya umur

Yanchar 1999 Multipel 45 >5tahun Laporan Bagan dan kuestioner

8-58 8-22 - Perbaikan hasil bersamaan dengan bertambahnya umur

Vander Zee

2000 Duhamel 29 6 (5-7) Laporan Bagan dan kuestioner

27 21 52 -

Shankar 2000 ERPT 51 >4tahun Laporan bagan

24 0 76 Perbaikan hasil bersamaan dengan bertambahnya umur

Tabel 30.5. Ringkasan hasil fungsional jangka penjang dalam penelitian tidak lanjut pasien dengan

penyakit Hirschprung dan kelompok kontrol yang sesuai umur.

Penulis Tahun Teknik Pembedahan

Pasien Kontrol Periode Tindak Lanjut/ Umur

Hasil Tindak Lanjut

(%)

Tanggapan

Heikkinen 1995 Multipel 100 81 31 (15-39) Penurunan bermakna antara penilaian kontinensia berbanding kelompok kontrol yang sehat

87% Hubungan positif antara umur dan hasil

Reding 1997 Multipel 37 39 8,7 (1,2-22) 70% Hubungan positif antara umur dan hasil

Diseth 1997 Duhamel 19 14 16 (10-20) 59% -

Bailie 1999 Duhamel 80 22 8,4 (4,8-16) 100% Hubungan positif antara umur dan hasil

Bai 2002 Swenson 45 44 9,1 (4-16) Tidak ada

-

25