Referat - Hirschprung Disease.doc

37
TUGAS STASE ILMU BEDAH REFERAT HIRSCHPRUNG DISEASE Pembimbing : dr. Iswadi, SpB-(K)BD. Anugrah Adi Santoso J500080043 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Transcript of Referat - Hirschprung Disease.doc

Page 1: Referat - Hirschprung Disease.doc

TUGAS

STASE ILMU BEDAH

REFERAT

HIRSCHPRUNG DISEASE

Pembimbing : dr. Iswadi, SpB-(K)BD.

Anugrah Adi Santoso J500080043

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2010

Page 2: Referat - Hirschprung Disease.doc

PENDAHULUAN

Hirschsprung Disease (HD) adalah kelainan kongenital dimana tidak dijumpai

pleksus auerbach dan pleksus meisner pada kolon.

Sembilan puluh persen (90%) terletak pada rectosigmoid, akan tetapi dapat

mengenai seluruh kolon bahkan seluruh usus (Total Colonic Aganglionois (TCA).

Tidak adanya ganglion sel ini mengakibatkan hambatan pada gerakan peristaltik

sehingga terjadi ileus fungsional (SPM, sardjito) dan dapat terjadi hipertrofi serta

distensi yang berlebihan pada kolon yang lebih proksimal ( IKA UI).

Pasien dengan penyakit Hirschsprung pertama kali dilaporkan oleh Frederick

Ruysch pada tahun 1691, tetapi yang baru mempublikasikan adalah Harald

Hirschsprung yang mendeskripsikan megakolon kongenital pada tahun 1886.

(Yoshida, 2004). Namun patofisiologi terjadinya penyakit ini tidak diketahui

secara jelas hingga tahun 1938, dimana Robertson dan Kernohan menyatakan

bahwa megakolon yang dijumpai pada kelainan ini disebabkan oleh gangguan

peristaltik dibagian distal usus akibat defisiensi ganglion (Irwan, 2003).

HD terjadi pada satu dari 5000 kelahiran hidup (Belknap, 2006), Insidensi

penyakit Hirschsprung di Indonesia tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1

diantara 5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan

tingkat kelahiran 35 permil, maka diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi

dengan penyakit Hirschsprung. Kartono mencatat 20-40 pasien penyakit

Hirschprung yang dirujuk setiap tahunnya ke RSUPN Cipto Mangunkusomo

Jakarta (Irwan, 2003).

Kebanyakan kasus penyakit Hirschsprung sekarang didiagnosis pada masa

neonatus. Penyakit Hirschsprung sebaiknya dicurigai jika seorang neonatus tidak

mengeluarkan mekonium dalam 24-48 jam pertama setelah kelahiran. Walaupun

Page 3: Referat - Hirschprung Disease.doc

barium enema berguna untuk menegakkan diagnosis, biopsi rektum tetap menjadi

gold standard penegakkan diagnosis. Setelah diagnosis dikonfirmasi,

penatalaksanaan mendasar adalah untuk membuang jaringan usus yang

aganglionik dan untuk membuat anastomosis dengan menyambung rektum bagian

distal dengan bagian proksimal usus yang memiliki innervasi yang sehat.

Mortalitas dari kondisi ini dalam beberapa dekade ini dapat dikurangi dengan

peningkatan dalam diagnosis, perawatan intensif neonatus, tekhnik pembedahan

dan diagnosis dan penatalaksanaan HD dengan enterokolitis (Belknap, 2006).

Page 4: Referat - Hirschprung Disease.doc

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Penyakit Hirschsprung (Megakolon Kongenital) adalah suatu kelainan

kongenital yang ditandai dengan penyumbatan pada usus besar yang terjadi

akibat pergerakan usus yang tidak adekuat karena sebagian dari usus besar

tidak memiliki saraf yang mengendalikan kontraksi ototnya. Sehingga

menyebabkan terakumulasinya feses dan dilatasi kolon yang masif.

Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel

ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidak adaan

ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak

adanya evakuasi usus spontan ( Betz, Cecily & Sowden : 2000 ).

Penyakit Hirschsprung atau Mega Kolon adalah kelainan bawaan

penyebab gangguan pasase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan

terjadi pada bayi aterm dengan berat lahir 3 Kg, lebih banyak laki – laki

dari pada perempuan. ( Arief Mansjoeer, 2000 ).

B. Sejarah

Ruysch (1691) pertama kali melaporkan hasil autopsi adanya usus

yang aganglionik pada seorang anak usia 5 tahun dengan manifestasi berupa

megakolon. Namun baru 2 abad kemudian Harald Hirschsprung (1886)

melaporkan secara jelas gambaran klinis penyakit ini, yang pada saat itu

diyakininya sebagai suatu megakolon kongenital.

Dokter bedah asal Swedia ini melaporkan kematian 2 orang pasiennya

masing-masing usia 8 dan 11 bulan yang menderita konstipasi kronis,

Page 5: Referat - Hirschprung Disease.doc

malnutrisi dan enterokolitis. Teori yang berkembang saat itu adalah

diyakininya faktor keseimbangan syaraf sebagai penyebab kelainan ini,

sehingga pengobatan diarahkan pada terapi obat-obatan dan simpatektomi.

Namun kedua jenis pengobatan ini tidak memberikan perbaikan yang

signifikan. Valle (1920) sebenarnya telah menemukan adanya kelainan

patologi anatomi pada penyakit ini berupa absennya ganglion parasimpatis

pada pleksus mienterik dan pleksus sub-mukosa, namun saat itu pendapatnya

tidak mendapat dukungan para ahli. Barulah 2 dekade kemudian, Robertson

dan Kernohan (1938) mengemukakan bahwa megakolon pada penyakit

Hirschsprung disebabkan oleh gangguan peristaltik usus mayoritas bagian

distal akibat defisiensi ganglion (Irwan, 2003).

Sebelum tahun 1948 sebenarnya belum terdapat bukti yang jelas

tentang defek ganglion pada kolon distal sebagai akibat penyakit

Hirschsprung, hingga Swenson dalam laporannya menerangkan tentang

penyempitan kolon distal yang terlihat dalam barium enema dan tidak

terdapatnya peristaltik dalam kolon distal. Swenson melakukan operasi

pengangkatan segmen yang aganglionik dengan hasil yang memuaskan.

Laporan Swenson ini merupakan laporan pertama yang secara meyakinkan

menyebutkan hubungan yang sangat erat antara defek ganglion dengan gejala

klinis yang terjadi (Irwan, 2003).

Bodian dkk. Melaporkan bahwa segmen usus yang aganglionik bukan

merupakan akibat kegagalan perkembangan inervasi parasimpatik ekstrinsik,

melainkan oleh karena lesi primer sehingga terdapat ketidakseimbangan

autonomik yang tidak dapat dikoreksi dengan simpatektomi. Keterangan

inilah yang mendorong Swenson melakukan pengangkatan segmen

aganglionik dengan preservasi spinkter ani . Okamoto dan Ueda lebuh lanjut

menyebutkan bahwa penyakit Hirschsprung terjadi akibat terhentinya proses

migrasi sel neuroblas dari krista neuralis saluran cerna atas ke distal mengikuti

Page 6: Referat - Hirschprung Disease.doc

serabut-serabut vagal pada suatu tempat tertentu yang tidak mencapai rektum

(Irwan, 2003).

C. Anatomi

Rektum memiliki 3 buah valvula : superior kiri, medial kanan dan

inferior kiri. 2/3 bagian distal rektum terletak di rongga pelvik dan terfiksir,

sedangkan 1/3 bagian proksimal terletak dirongga abdomen dan relatif

mobile. Kedua bagian ini dipisahkan oleh peritoneum reflektum dimana

bagian anterior lebih panjang dibanding bagian posterior. Saluran anal (anal

canal) adalah bagian terakhir dari usus, berfungsi sebagai pintu masuk ke

bagian usus yang lebih proksimal, dan, dikelilingi oleh spinkter ani (eksternal

dan internal ) serta otot-otot yang mengatur pasase isi rektum ke dunia luar.

Spinkter ani eksterna terdiri dari 3 sling : atas, medial dan depan (Irwan,

2003).

Persyarafan motorik spinkter ani interna berasal dari serabut syaraf

simpatis (n.hypogastrikus) yang menyebabkan kontraksi usus dan serabut

syaraf parasimpatis (n.splanknikus) yang menyebabkan relaksasi usus. Kedua

jenis serabut syaraf ini membentuk pleksus rektalis. Sedangkan muskulus

levator ani dipersyarafi oleh n.sakralis 3 dan 4. Nervus pudendalis mensyarafi

spinkter ani eksterna dan m.puborektalis. Syaraf simpatis tidak mempengaruhi

otot rektum. Defekasi sepenuhnya dikontrol oleh n.splanknikus

(parasimpatis). Walhasil, kontinensia sepenuhnya dipengaruhi oleh

n.pudendalis dan n.splanknikus pelvik (syaraf parasimpatis) (Irwan, 2003).

Sistem syaraf autonomik intrinsik pada usus terdiri dari 3 pleksus :

1.Pleksus Auerbach : terletak diantara lapisan otot sirkuler dan longitudinal

2.Pleksus Henle : terletak disepanjang batas dalam otot sirkuler

3.Pleksus Meissner : terletak di sub-mukosa

Page 7: Referat - Hirschprung Disease.doc

Pada penderita penyakit Hirschsprung, tidak dijumpai ganglion pada ke-3

pleksus tersebut (Irwan, 2003).

D. Etiologi

Biasanya, karena bayi tumbuh dalam kandungan, kumpulan sel saraf

(ganglia) mulai terbentuk antara lapisan otot di bagian usus besar yang

panjang. Proses ini dimulai pada bagian atas dan berakhir di usus besar bagian

bawah (dubur). Pada anak-anak dengan penyakit Hirschsprung, proses ini

tidak selesai dan tidak ada ganglion di sepanjang seluruh panjang dengan dua

titik. Kadang-kadang sel-sel yang hilang dari hanya beberapa centimeter dari

usus besar.

Mengapa hal ini terjadi tidak diketahui secara pasti. Hal ini dapat

dikaitkan dengan beberapa gen mutations. Ini juga dikaitkan dengan beberapa

kelenjar endokrin neoplasia, sebuah sindrom yang menyebabkan

noncancerous Tumors di lendir membranes dan adrenal glands (terletak di

atas ginjal) dan kanker dari thyroid gland (terletak di bagian bawah leher).

Hirschsprung's tidak disebabkan oleh sesuatu yang tidak ibu selama

kehamilan. Dalam beberapa kasus, penyakit ini mungkin warisan, bahkan jika

orang tua tidak memiliki penyakit. Hirschsprung juga 10 kali lebih sering

terjadi pada anak-anak dengan Down syndrome.

Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya

kerusakan primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa

kolon distal. Segmen aganglionic hampir selalu ada dalam rectum dan bagian

proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau

tidak adanya gerakan tenaga pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya

evakuasi usus spontan serta spinkter rectum tidak dapat berelaksasi sehingga

Page 8: Referat - Hirschprung Disease.doc

mencegah keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya

akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal

sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon ( Betz, Cecily & Sowden,

2002:197).

Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk

kontrol kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal.

Isi usus mendorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul

didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal

terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon

tersebut melebar ( Price, S & Wilson, 1995 : 141 ).

Tidak adanya ganglion yang meliputi pleksus Auerbach yang terletak

pada lapisan otot dan pleksus Meisneri pada submukosa. serabut syaraf

mengalami hipertrofi dan didapatkan kenaikan kadar asetilkolinesterase pada

segmen yang aganglionik. ganguan inervasi parasimpatis akan menyebabkan

kegagalan peristaltik sehingga mengganggu propulsi isi usus. obstruksi yang

terjadi secara kronik akan menyebabkan distensi abdomen yang sangat besar

yang dapat menyebabkan terjadinya enterokolitis (SPM sardjito).

Aganglionis kongenital pada usus bagian distal merupakan pengertian

penyakit Hirschsprung. Aganglionosis bermula pada anus, yang selalu

terkena, dan berlanjut ke arah proximal dengan jarak yang beragam.

Mekanisme akurat mengenai perkembangan penyakit ini tidak

diketahui. Sel ganglion enterik berasal dari differensiasi sel neuroblast.

Selama perkembangan normal, neuroblast dapat ditemukan di usus halus pada

minggu ke 7 usia gestasi dan akan sampai ke kolon pada minggu ke 12 usia

gestasi. Kemungkinan salah satu etiologi Hirschsprung adalah adanya defek

pada migrasi sel neuroblast ini dalam jalurnya menuju usus bagian distal.

Migrasi neuroblast yang normal dapat terjadi dengan adanya kegagalan

neuroblast dalam bertahan, berpoliferase, atau berdifferensiasi pada segmen

Page 9: Referat - Hirschprung Disease.doc

aganglionik distal. Distribusi komponen yang tidak proporsional untuk

pertumbuhan dan perkembangan neuronal telah terjadi pada usus yang

aganglionik. Komponen tersebut adalah fibronektin, laminin, neural cell

adhesion molecule, dan faktor neurotrophic.

Sebagai tambahan, pengamatan sel otot polos pada kolon aganglionik

menunjukkan bahwa bagian tersebut tidak aktif ketika menjalani pemeriksaan

elektrofisiologi, hal ini menunjukkan adanya kelainan myogenik pada

perkembangan penyakit Hirschspurng. Kelainan pada sel Cajal, sel pacemaker

yang menghubungkan antara saraf enterik dan otot polos usus, juga telah

dipostulat menjadi faktor penting yang berkontribusi. Terdapat tiga pleksus

neuronal yang menginnervasi usus, pleksus submukosal (Meissner),

Intermuskuler (Auerbach), dan pleksus mukosal. Ketiga pleksus ini

terintegrasi dan berperan dalam seluruh aspek fungsi usus, termasuk absorbsi,

sekresi, motilitas, dan aliran darah.

Motilitas yang normal utamanya dikendalikan oleh neuron intrinsik.

Ganglia ini mengendalikan kontraksi dan relaksasi otot polos, dimana

relaksasi mendominasi. Fungsi usus telah adekuat tanpa innervasi ekstrinsik.

Kendali ekstrinsik utamanya melalui serat kolinergik dan adrenergik. Serat

kolinergik ini menyebabkan kontraksi, dan serat adrenergik menyebabkan

inhibisi. Pada pasien dengan penyakit Hirschsprung, sel ganglion tidak

ditemukan sehingga kontrol intrinsik menurun, menyebabkan peningkatan

kontrol persarafan ekstrinsik. Innervasi dari sistem kolinergik dan adrenergik

meningkat 2-3 kali dibandingkan innervasi normal. Sistem adrenergik diduga

mendominasi sistem kolinergik, mengakibatkan peningkatan tonus otot polos

usus. Dengan hilangnya kendali saraf intrinsik, peningkatan tonus tidak

diimbangi dan mengakibatkan ketidakseimbangan kontraktilitas otot polos,

peristaltik yang tidak terkoordinasi, dan pada akhirnya, obstruksi fugsional.

Page 10: Referat - Hirschprung Disease.doc

E. Frekuensi

Di Amerika, Penyakit Hirschsprung terjadi pada sekitar 1 dari per

5400-7200 kelahiran, tidak diketahui frekuensi yang tepat untuk seluruh

dunia, walaupun beberapa penelitian internasional melaporkan angka kejadian

sekitar 1 kasus dari 1500 hingga 7000 kelahiran.

Sekitar 20% bayi akan memiliki abnormalitas yang melibatkan sistem

neurologis, kardiovaskuler, urologis, atau gastrointestinal. Penyakit

Hirschsprung telah diketahui terkait dengan penyakit dibawah ini:

SyndromeDown

SyndromNeurocristopathy

Waardenburg-Shahsyndrome

Yemenite deaf-blind syndrome

Piebaldisme

Goldberg-Shprintzen syndrome

Multiple endocrine neoplasia type II

Syndrome central hypoventilation congenital

Megacolon aganglionik yang tidak diatasi pada masa bayi akan

menyebabkan peningkatan mortalitas sebesar 80%. Mortalitas operative pada

prosedur intervensi sangat rendah.

Kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi yaitu kebocoran

anastomose (5%), striktur anastomose (5-10%), obstruksi intestinal (5%),

abses pelvis (5), dan infeksi luka (10%). Komplikasi jangka panjang termasuk

gejala obstruktif, inkontinensi, konstipasi kronik, dan enterokolitis,

komplikasi ini kebanyakan didapatkan pada pasien dengan segmen

aganglionik yang panjang. Walaupun kebanyakan pasien akan mendapatkan

permasalahan ini setelah operasi, penelitian jangka panjang telah

Page 11: Referat - Hirschprung Disease.doc

menunjukkan bahwa lebih dari 90% anak akan mengalami perbaikan yang

bermakna. Pasien dengan segmen aganglionik yang panjang terbukti memiliki

outcome yang lebih buruk.

Penyakit Hirschsprung tidak memiliki predileksi pada ras tertentu.

Penyakit Hirschsprung lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding

perempuan, dengan rasio sekitar 4:1. Akan tetapi, segmen aganglionik yang

panjang sering ditemukan pada pasien perempuan. Umur dimana pasien

didiagnosis memiliki penyakit Hirschsprung semakin menurun sejak satu abad

terakhir. Pada awal tahun 1900, usia median yaitu 203 tahun; mulai tahun

1950 hingga 1970, usian median menjadi 206 bulan.

Saat ini, sekitar 90% pasien dengan penyakit hirschsprung telah dapat

didiagnosis pada masa perinatal.

Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni pengeluaran

mekonium yang terlambat, muntah hijau dan distensi abdomen. Pengeluaran

mekonium yang terlambat (lebih dari 24 jam pertama) merupakan tanda klinis

yang signifikan. Swenson (1973) mencatat angka 94% dari pengamatan

terhadap 501 kasus , sedangkan Kartono mencatat angka 93,5% untuk waktu

24 jam dan 72,4% untuk waktu 48 jam setelah lahir. Muntah hijau dan

distensi abdomen biasanya dapat berkurang manakala mekonium dapat

dikeluarkan segera. Sedangkan enterokolitis merupakan ancaman komplikasi

yang serius bagi penderita HD ini, yang dapat menyerang pada usia kapan

saja, namun paling tinggi saat usia 2-4 minggu, meskipun sudah dapat

dijumpai pada usia 1 minggu. Gejalanya berupa diarhea, distensi abdomen,

feces berbau busuk dan disertai demam. Swenson mencatat hampir 1/3 kasus

Hirschsprung datang dengan manifestasi klinis enterokolitis, bahkan dapat

pula terjadi meski telah dilakukan kolostomi (Irwan, 2003).

Pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol adalah konstipasi

Page 12: Referat - Hirschprung Disease.doc

kronis dan gizi buruk (failure to thrive). Dapat pula terlihat gerakan peristaltik

usus di dinding abdomen. Jika dilakukan pemeriksaan colok dubur, maka

feces biasanya keluar menyemprot, konsistensi semi-liquid dan berbau tidak

sedap. Penderita biasanya buang air besar tidak teratur, sekali dalam beberapa

hari dan biasanya sulit untuk defekasi (Irwan, 2003).

F. Anamnesis

1. Sekitar 10% pasien memiliki riwayat penyakit yang sama pada keluarga.

Keadaan ini semakin sering ditemukan pada pasien dengan segmen

aganglion yang lebih panjang.

2. Penyakit Hirschsprung harus dicurigai pada anak yang mengalami

keterlambatan dalam mengeluarkan mekonium atau pada anak dengan

riwayat konstipasi kronik sejak kelahiran. Gejala lainnya termasuk

obstruksi usus dengan muntah empedu, distensi abdominal, nafsu makan

menurun, dan pertumbuhan terhambat.

3. Ultrasound prenatal yang menunjukkan gambaran adanya obstruksi jarang

ditemukan, kecuali pada kasus dengan melibatkan seluruh bagian kolon.

4. Anak dengan usia yang lebih tua biasanya memiliki konstipasi kronik

sejak kelahiran. Mereka juga dapat menunjukkan adanya penambahan

berat badan yang buruk.

5. Sekitar 10% anak yang datang dengan diare yang disebabkan oleh

enterocolitis, dimana diperkirakan terkait dengan adanya pertumbuhan

bakteri akibat stasis. Keadaan ini dapat berkembang menjadi perforasi

kolon, yang menyebabkan sepsis.

6. Pada penelitian yang melibatkan 259 pasien, Menezes et al melaporkan

57% pasien datang dengan gejala obstruksi intestinal, 30% dengan

konstipasi, 11% dengan enterocolitis, dan 2% dengan perforasi intestinal

Page 13: Referat - Hirschprung Disease.doc

G. Pemeriksaan Fisik

1. Pemeriksaan fisik pada masa neonatus biasanya tidak dapat

menegakkan diagnosis, hanya memperlihatkan adanya distensi abdomen

dan/atau spasme anus.

2. Imperforata ani letak rendah dengan lubang perineal kemungkinan

memiliki gambaran serupa dengan pasien Hirschsprung. Pemeriksaan fisik

yang saksama dapat membedakan keduanya.

3. Pada anak yang lebih besar, distensi abdomen yang disebabkan adanya

ketidakmampuan melepaskan flatus jarang ditemukan. Differensial

Diagnosis dari HD kita harus selalu membandingkan konstipasi, Ileus,

Iritable Bowel Syndrome, dan Gangguan Motilitas Usus.

H. Pemeriksaan Laboratorium

1. Kimia Darah : Pada kebanyakan pasien temuan elektrolit dan panel

renal biasanya dalam batas normal. Anak dengan diare memiliki hasil

yang sesuai dengan dehidrasi. Pemeriksaan ini dapat membantu

mengarahkan pada penatalaksanaan cairan dan elektrolit.

2. Darah Rutin : Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui hematokrit

dan platelet preoperatif.

3. Profil Koagulasi : Pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan tidak

ada gangguan pembekuan darah yang perlu dikoreksi sebelum operasi

dilakukan.

Page 14: Referat - Hirschprung Disease.doc

I. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan yang penting pada

HD. Pada foto polos abdomen dapat dijumpai gambaran obstruksi usus

letak rendah, meski pada bayi sulit untuk membedakan usus halus dan

usus besar. Pemeriksaan yang merupakan standar dalam menegakkan

diagnosa Hirschsprung adalah barium enema, dimana akan dijumpai 3

tanda khas :

1. Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang

panjangnya bervariasi

2. Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitan ke

arah daerah dilatasi. Daerah transisi merupakan regio dimana ditandari

dengan terjadinya perubahan kaliber dimana kolon yang berdilatasi

normal diatas dan kolon aganglionik yang menyempit dibawah (Yoshida,

2004).

3. Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi (Irwan,

2003).

Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda khas HD,

maka dapat dilanjutkan dengan foto retensi barium, yakni foto setelah 24-

48 jam barium dibiarkan membaur dengan feces. Gambaran khasnya

adalah terlihatnya barium yang membaur dengan feces kearah proksimal

kolon. Sedangkan pada penderita yang bukan Hirschsprung namun

disertai dengan obstipasi kronis, maka barium terlihat menggumpal di

daerah rektum dan sigmoid.

J. Penatalaksanaan

Seperti kelainan kongenital lainnya, HD memerlukan diagnosis klinik

secepat dan intervensi terapi secepat mungkin, untuk mendapatkan hasil

terapi yang sebaik-baiknya (Belknap, 2006).

Page 15: Referat - Hirschprung Disease.doc

Diagnosa definitif Hirschsprung adalah dengan biopsi rektal, yaitu

penemuan ketidakberaadan sel ganglion. Metode definitif untuk

mengambil jaringan yang akan diperiksa adalah dengan biopsi rektal full-

thickness. Spesimen yang harus diambil minimal berjarak 1,5 cm diatas

garis dentata karena aganglionosis biasanya ditemukan pada tingkat

tersebut. Kekurangan pemeriksaan ini yaitu kemungkinan terjadinya

perdarahan dan pembentukan jaringan parut dan penggunaan anastesia

umum selama prosedur in dilakukan.

Lebih terkini, simple suction rectal biopsy telah digunakan sebagai

teknik mengambil jaringan untuk pemeriksaan histologis. Mukosa dan

submukosa rektal disedot melalui mesin dan suatu pisau silinder khusus

memotong jaringan yang diinginkan. Keunggulan pemeriksaan ini adalah

dapat dengan mudah dilakukan diatas tempat tidur pasien. Akan tetapi,

menegakkan diagnosis penyakit Hirschsprung secara patologis dari sampel

yang diambil dengan simple suction rectal biopsy lebih sulit dibandingkan

pada jaringan yang diambil dengan teknik full-thickness biopsy.

Kemudahan mendiagnosis telah diperbaharui dengan penggunaan

pewarnaan asetilkolinesterase, yang secara cepat mewarnai serat saraf

yang hypertrophy sepanjang lamina propria dan muscularis propria pada

jaringan.

Baik pleksus myenteric (Auerbach) dan pleksus submukosa

(Meissner) tidak ditemukan pada lapisan muskuler dinding usus. Serat

saraf yang mengalami hypertrophy yang terlihat dengan pewarnaan

asetilkolinesterase juga ditemukan sepanjang lamina propria dan

muscularis propria. Sekarang ini telah terdapat pemeriksaan

imunohistokimia dengan calretinin yang juga telah digunakan untuk

pemeriksaan histologis usus aganglionik, dan terdapat penelitian yang

Page 16: Referat - Hirschprung Disease.doc

telah menyimpulkan bahwa pemeriksaan ini kemungkinan lebih akurat

dibandingkan asetilkolinesterase dalam mendeteksi aganglionosis.

K. Pengobatan Medis

Tujuan umum dari pengobatan ini mencakup 3 hal utama:

1. Untuk menangani komplikasi dari penyakit Hirschsprung yang tidak

terdeteksi,

2. Sebagai penatalaksanaan sementara sebelum operasi rekonstruktif

definitif dilakukan

3. Untuk memperbaiki fungsi usus setelah operasi rekonstruksi.

Penatalaksanaan komplikasi diarahkan pada penyeimbangan cairan dan

elektrolit, menghindari distensi berlebihan, dan mengatasi komplikasi

sistemik, seperti sepsis. Maka dari itu, hydrasi intravena, dekompressi

nasogastrik, dan jika diindikasikan, pemberian antibiotik intravena

memiliki peranan utama dalam penatalaksanaan medis awal.

Pembersihan kolon, yaitu dengan melakukan irigasi dengan rectal tube

berlubang besar dan cairan untuk irigasi. Cairan untuk mencegah

terjadinya ketidakseimbangan elektrolit. Irigasi colon secara rutin dan

terapi antibiotik propilaksis telah menjadi prosedur untuk mengurangi

resiko terjadinya enterocolitis.

Injeksi BOTOX pada sphincter interna terbukti memicu pola pergerakan

usus yang normal pada pasien post-operatif.

L. Penanganan Operatif

Penanganan operatif

Tergantung pada jenis segmen yang terkena. pada hirschprung ultra

short dilakukan miektomi rektum, sedangkan pada bentuk short segmen,

tipikal, dan long segmen dapat dilakukan kolostomi terlebih dahulu dan

Page 17: Referat - Hirschprung Disease.doc

beberapa bulan kemudian baru dilakukan operasi definitif dengan metode

Pull Though Soave, Duhamel maupun Swenson. Apabila keadaan

memungkinkan, dapat dilakukan Pull Though satu tahap tanpa kolostomi

terlebih dahulu. persiapan operasi meliputi dekompresi kolon dengan

irigasi rektum, stabilisasi cairan dan elektrolit, asam basa serta temperatur,

pemberian antibiotik. Perawatan pasca operasi meliputi dekompresi

abdomen dengan tetap memasang pipa rektum,antibiotik injeksi, stabiltasi

cairan dan elektrolit serta asam basa (SPM sardjito).

Penanganan operatif Hirschsprung dimulai dengan diagnosis dini,

yang biasanya membutuhkan biopsi rektal full-thickness. Pada umumnya,

penatalaksanaan awal yaitu dengan membuat colostomy dan ketika anak

bertum buh dan memiliki berat lebih dari 10 kg, operasi definitif dapat

dilakukan.

Standar penatalaksanaan ini dikembangkan pada tahun 1950 setelah

laporan tingginya angka kebocoran dan striktur pada prosedur tunggal

yang dideskripsikan oleh Swenson. Akan tetapi, dengan kemajuan

anastesia yang lebih aman dan monitoring hemodinamika yang lebih

maju, prosedur penarikan tanpa membuat colostomy semakin sering

digunakan. Kontraindikasi untuk prosedur tunggal ini adalah dilatasi

maksimal usus bagian proksimal, entercolitis berat, perforasi, malnutrisi,

dan ketidakmampuan menentukan zona transisional secara akurat.

Untuk neonatus yang pertama kali ditangani dengan colostomy, mulanya

zona transisi diidentifikasi dan colostomy dilakukan pada bagian

proksimal area ini. Keberadaan sel ganglion pada lokasi colostomy harus

dikonfirmasi dengan biopsi frozen-section. Baik loop atau end-stoma

dapat dikerjakan, biasanya tergantung dari preferensi ahli bedah.

Beberapa prosedur definitif telah digunakan, kesemuanya telah

Page 18: Referat - Hirschprung Disease.doc

memberikan hasil yang sempurna jika dilakukan oleh ahli bedah yang

berpengalaman. 3 jenis teknik yang sering digunakan adalah prosedur

Swenson, Duhamel, dan Soave. Apapun teknik yang dilakukan,

pembersihan kolon sebelum operasi definitif sangat penting.

Prosedur Swenson

1. Prosedur Swenson merupakan teknik definitif pertama yang digunakan

untuk menangani penyakit Hirschsprung

2. Segmen aganglionik direseksi hingga kolon sigmoid kemudian

anastomosis oblique dilakukan antara kolon normal dengan rektum

bagian distal

Prosedur Duhamel

1. Prosedur Duhamel pertama kali diperkenalkan pada tahun 1956

sebagai modifikasi prosedur Swenson.

2. Poin utamanya adalah pendekatan retrorektal digunakan dan

beberapa bagian rektum yang aganglionik dipertahankan

3. Usus aganglionik direseksi hingga ke bagian rektum dan rektum

dijahit. Usus bagian proksimal kemudian diposisikan pada ruang

retrorektal (diantara rektum dan sakrum), kemudian end-to-side

anastomosis dilakukan pada rektum yang tersisa

Prosedur Soave

1. Prosedur Soave diperkenalkan pada tahun 1960, intinya adalah

membuang mukosa dan submukosa dari rektum dan menarik

usus ganglionik ke arah ujung muskuler rektum aganglionik.

Page 19: Referat - Hirschprung Disease.doc

2. Awalnya, operasi ini tidak termasuk anastomosis formal,

tergantung dari pembentukan jaringan parut antara segmen

yang ditarik dan usus yang aganglionik. Prosedur ini kemudian

dimodifikasi oleh Boley dengan membuat anastomosis primer

pada anus.

Myomectomy anorectal

1. Untuk anak dengan penyakit Hirschsprung dengan segmen yang

sangat pendek, membuang sedikit bagian midline posterior rektal

merupakan alternatif operasi lainnya

2. Prosedur ini membuang 1 cm dinding rektal ekstramukosal yang

bermula sekitar proksimal garis dentate.

3. Mukosa dan submukosa dipertahankan dan ditutup. Pendekatan

laparaskopik sebagai penatalaksanaan penyakit Hirschsprung pertama

kali dideskripsikan pada tahun 1999 oleh Georgeson. Zona transisi

ditentukan awalnya ditentukan secara laparaskopik, diikuti dengan

mobilisasi rektum dibawah peritoneal. Mukosa transanal diseksi

dilakukan, diikuti dengan mengeluarkan rektum melalui anus dan

anastomosis. Hasil fungsional sepertinya sama dengan teknik terbuka

berdasarkan hasil jangka pendek

Makanan berserat tinggi dan mengandung buah-buahan segar

dapat mengoptimalkan fungsi usus post-operatif pada beberapa pasien.

Batasi aktivitas fisik selama sekitar 6 minggu untuk penyembuhan

luka secara baik. Tujuan dari farmakoterapi untuk mengeradiksi

infeksi, mengurangi morbiditas, dan mengurangi komplikasi.

Page 20: Referat - Hirschprung Disease.doc

Terapi antimikroba harus komprehensif dan mencakup seluruh

patogen terkait dengan keadaan klinis. Pemilihan antibiotik juga sebaiknya

dipandu oleh tes kultur darah dan sensitivitas.

M. Komplikasi

Secara garis besarnya, komplikasi pasca tindakan bedah penyakit

Hirschsprung dapat digolongkan atas kebocoran anastomose, stenosis,

enterokolitis dan gangguan fungsi spinkter (Irwan, 2003).

1. Kebocoran anastomose

Kebocoran anastomose pasca operasi dapat disebabkan oleh

ketegangan yang berlebihan pada garis anastomose, vaskularisasi yang

tidak adekuat pada kedua tepi sayatan ujung usus, infeksi dan abses

sekitar anastomose serta trauma colok dubur atau businasi pasca

operasi yang dikerjakan terlalu dini dan tidak hati-hati. Manifestasi

klinis yang terjadi akibat kebocoran anastomose ini beragam, mulai

dari abses rongga pelvik, abses intraabdominal, peritonitis, sepsis dan

kematian (Irwan, 2003).

2. Stenosis

Stenosis yang terjadi pasca operasi tarik terobos dapat disebabkan

oleh gangguan penyembuhan luka di daerah anastomose, serta

prosedur bedah yang dipergunakan. Stenosis sirkuler biasanya

disebabkan komplikasi prosedur Swenson atau Rehbein, stenosis

posterior berbentuk oval akibat prosedur Duhamel sedangkan bila

stenosis memanjang biasanya akibat prosedur Soave. Manifestasi yang

terjadi dapat berupa kecipirit, distensi abdomen, enterokolitis hingga

fistula perianal (Irwan, 2003).

3. Enterokolitis

Enterokolitis merupakan komplikasi yang paling berbahaya, dan

dapat berakibat kematian. Swenson mencatat angka 16,4% dan

Page 21: Referat - Hirschprung Disease.doc

kematian akibat enterokolitis mencapai 1,2%. Kartono mendapatkan

angka 14,5% dan 18,5% masing-masing untuk prosedur Duhamel

modifikasi dan Swenson. Sedangkan angka kematiannya adalah 3,1%

untuk prosedur Swenson dan 4,8% untuk prosedur Duhamel

modifikasi. Tindakan yang dapat dilakukan pada penderita dengan

tanda-tanda enterokolitis adalah segera melakukan resusitasi cairan

dan elektrolit, pemasangan pipa rektal untuk dekompresi, melakukan

wash out dengan cairan fisiologis 2-3 kali perhari serta pemberian

antibiotika yang tepat (Irwan, 2003).

Page 22: Referat - Hirschprung Disease.doc

BAB III

KESIMPULAN

Penyakit Hirschsprung (Megakolon Kongenital) adalah suatu kelainan

kongenital yang ditandai dengan penyumbatan pada usus besar yang terjadi

akibat pergerakan usus yang tidak adekuat karena sebagian dari usus besar

tidak memiliki saraf yang mengendalikan kontraksi ototnya. Sehingga

menyebabkan terakumulasinya feses dan dilatasi kolon yang masif.

Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni pengeluaran

mekonium yang terlambat, muntah hijau dan distensi abdomen. Pengeluaran

mekonium yang terlambat (lebih dari 24 jam pertama) merupakan tanda klinis

yang signifikan.

Seperti kelainan kongenital lainnya, HD memerlukan diagnosis klinik

secepat dan intervensi terapi secepat mungkin, untuk mendapatkan hasil terapi

yang sebaik-baiknya (Belknap, 2006).

Tujuan umum dari pengobatan ini mencakup 3 hal utama, yaitu untuk

menangani komplikasi dari penyakit Hirschsprung yang tidak terdeteksi,

sebagai penatalaksanaan sementara sebelum operasi rekonstruktif definitif

dilakukan dan untuk memperbaiki fungsi usus setelah operasi rekonstruksi.

Penanganan operatif Hirschsprung dimulai dengan diagnosis dini, yang

biasanya membutuhkan biopsi rektal full-thickness. Pada umumnya,

penatalaksanaan awal yaitu dengan membuat colostomy dan ketika anak

bertum buh dan memiliki berat lebih dari 10 kg, operasi definitif dapat

dilakukan.

Page 23: Referat - Hirschprung Disease.doc

DAFTAR PUSTAKA

Anonim (2004), Hirschprung Disease, http://www.caremark.com/wps. Download tanggal 15-6-2010.

Arief Mansjoer( 2000 ), Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3, Jakarta : Media Aesculapius FKUI

Betz, Cecily & Sowden. ( 2002 ). Buku Saku Keperawatan Pediatrik, Alih bahasa Jan Tambayong. Jakarta : EGC

Carpenito. LJ ( 2001 ). Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Alih bahasa Monica Ester. Jakarta : EGC

Darmawan K ( 1995). Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Bagian Ilmu Bedah FKUI. Binarupa Aksara. Jakarta

Hambleton, G ( 1995 ). Manual Ilmu Kesehatan Anak di RS. Alih bahasa Hartono dkk. Jakarta : Bina Rupa Aksara

Lee, Steven et all. (2005). Hirschprung Disease .http://www.emedicine.com. Download tanggal 15-6-2010

Komite Medik RSUP DR Sardjito, (1997), Standar Pelayanan Medis RSUP DR Sardjito, Bagian 3, Bab XVII, hal. 144-5, Medika FK UGM, Yogyakarta.

Nelson, W. ( 2000 ). Ilmu Kesehatan Anak. Alih Bahasa A Samik Wahab. Jakarta : EGC.

Sabiston, (1994), Buku Ajar Bedah bagian 2, Penyakit kolon dan rektum, Bab 26, hal. 14-18, EGC, Jakarta.

Sjamsuhidajat dan Wim de jong, (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah, Tindakan Bedah: organ dan sistem organ, usus halus, apendiks, kolon, dan anorektum, Kelainan bawaan, Bagian 3, Bab 29, hal. 908-10, EGC, Jakarta.

Sylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson, (1995), Patofisiologi :Konsep Klinis, Proses-Proses Penyakit, Bab 26, hal. 409-12, EGC, Jakarta.

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI ( 2000 ). Ilmu Kesehatan Anak I. Jakarta : Infomedika Jakaarta.

Page 24: Referat - Hirschprung Disease.doc