Coass Ani Case Rinitis

37
LAPORAN KASUS Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok RINITIS ALERGI Disusun oleh: Koas Ilmu Telinga Hidung dan Tenggorok Ani Kusumadewi Akbar 10-2010-061/11-2013-234 Pembimbing: Dr. Andriana, Sp. THT, MSi Med KEPANITERAAN KLINIK RS PANTI WILASA DR. CIPTO SEMARANG PERIODE 28 JULI 2014 – 30 AGUSTUS 2014 ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROK UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA JAKART 1

description

laporan kasus

Transcript of Coass Ani Case Rinitis

Page 1: Coass Ani Case Rinitis

LAPORAN KASUS

Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok

RINITIS ALERGI

Disusun oleh:

Koas Ilmu Telinga Hidung dan Tenggorok

Ani Kusumadewi Akbar 10-2010-061/11-2013-234

Pembimbing:

Dr. Andriana, Sp. THT, MSi Med

KEPANITERAAN KLINIK RS PANTI WILASA DR. CIPTO SEMARANG

PERIODE 28 JULI 2014 – 30 AGUSTUS 2014

ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROK

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA JAKART

1

Page 2: Coass Ani Case Rinitis

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)

Jl. Terusan Arjuna No. 6 Kebon Jeruk, Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK

STATUS ILMU PENYAKIT THT

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

Hari/Tanggal Ujian/Presentasi Kasus : ...............................

SMF PENYAKIT THT

RUMAH SAKIT PANTI WILASA DR. CIPTO SEMARANG

Nama : Ani Kusumadewi Akbar Tanda Tangan

NIM : 102010061/112013234

.............................

Dr. Pembimbing/Penguji : Dr. Andriana, Sp. THT, MSi Med

............................

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. E Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 36 thn Agama : Islam

Pekerjaan : Wiraswasta Pendidikan : SMA

Alamat : Jl. Jodipati barat no.4 , krobokan Status : Sudah menikah

ANAMNESA

Diambil secara : autoanamnesa

Pada tanggal : 14 Agustus 2014 Jam : 11.30 WIB

2

Page 3: Coass Ani Case Rinitis

Keluhan utama:

Pasien mengeluh sering bersin berulang kali pada pagi hari sejak 2 minggu SMRS.

Keluhan tambahan :

Pasien mengaku sering keluar ingus encer dari hidung dan kadang hidung dirasakan

tersumbat.

Riwayat penyakit sekarang:

Pasien laki-laki Tn.E datang ke poliklinik THT RSPWDC Semarang pada tanggal 14

Agustus 2014 dengan keluhan sering bersin pada pagi hari sejak 2 minggu SMRS. Pasien

mengaku keluhan tersebut hilang timbul sejak 1 tahun yang lalu, namun memberat sejak 2

minggu SMRS. Pasien mengaku, keluhan ini muncul sekitar 3-4 hari dalam seminggu. Pada

saat serangan, pasien mengaku bersin lebih dari 4 kali pada pagi hari , kemudian akan

berkurang atau bahkan tidak bersin sama sekali pada sore sampai malam hari. Bersin dapat

disertai dengan ingus encer, bening , tidak berbau dan kadang hidung dirasakan tersumbat.

Pasien juga mengeluh hidung tersumbat pada kedua hidung sifatnya hilang timbul lebih

sering pada pagi hari . Selain itu pasien juga mengeluh sering bersin apabila sedang

membersihkan rumah.

2 minggu SMRS pasien meminum obat rhinovet tetapi tidak menunjukkan perbaikan.

Batuk , nyeri pada wajah ,ingus berbau , nyeri tenggorokan ,gangguan pendengaran dan post

nasal drip disangkal pasien. Pasien tidak demam saat datang ke poli, tetapi 2 minggu SMRS

muncul demam dan nyeri tenggorokan yang sudah membaik setelah minum obat

paracetamol.

Riwayat penyakit dahulu:

Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang serupa sebelumnya. Riwayat nyeri tenggorok 2

minggu lalu yang sudah membaik setelah minum obat.Terdapat riwayat hipertensi. Riwayat

Diabetes mellitus,alergi , asma, dan ispa disangkal.

Riwayat penyakit keluarga:

Tidak ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit yang sama dengan pasien.

3

Page 4: Coass Ani Case Rinitis

PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Tanda vital:

Tensi : tidak dilakukan

Nadi : 75 x/menit

Respirasi : 18 x/menit

Suhu : Teraba normal

Status Lokalis

1. Pemeriksaan telinga

Dextra Sinistra

Bentuk Daun Telinga Bentuk normal, benjolan(-), tanda

radang(-),

Fistula(-), Abses(-)

Bentuk normal,benjolan(-),

tanda radang(-),

Fistula(-), Abses(-)

Kelainan Kongenital (-) (-) Radang , Tumor (-) (-)

Nyeri Tekan Tragus (-) (-)

Kelainan Preaurikuer dan

Retroaurikuler (-) (-)

Regio Mastoid Tidak tampak kelainan Tidak tampak kelainan

4

Page 5: Coass Ani Case Rinitis

Liang Telinga CAE lapang, hiperemis (-), serumen (-)

CAE lapang, hiperemis (-), serumen (-)

Membran Timpani Dalam batas normal, MT Intak, hiperemi(-),

kesuraman(-),retraksi(-),refleks cahaya (+) jam 5

Dalam batas normal, MT Intak, hiperemi(-),

kesuraman(-),retraksi(-),refleks cahaya (+)

jam 7

Pemeriksaan penala

Dextra Sinistra

Rinne (+) (+)

Weber Tidak Ada Lateralisasi Tidak ada lateralisasi

Scwabach Sama Dengan Pemeriksa Sama Dengan Pemeriksa

Penala yang Dipakai 512 Hz 512 Hz

2. Pemeriksaan hidung dan sinus paranasal

Bentuk : Normal

Vestibulum : Normal, hiperemis (-) ,

Tanda peradangan : tidak ada

Daerah sinus : nyeri tekan (-)

Cavum nasi :Lapang ,mukosa pucat (+),sekret encer(+), sekret jernih

(+), massa(-)

Konka inferior kanan/kiri : hipertrofi(-) hiperemis (-), kesan pucat(+)

5

Page 6: Coass Ani Case Rinitis

Meatus nasi inferior kanan : Sekret (-), polip (-)

Meatus nasi inferior kiri : sekret (-), polip(-)

Konka medius kanan/kiri : Oedem (-) hiperemis (-),kesan pucat(+)

Meatus nasi medius kanan : sekret(-), polip(-)

Meatus nasi medius kiri : sekret(-), polip(-)

Septum nasi : Tidak tampak adanya deviasi septum , perdarahan (-),

ulkus (-)

Pemeriksaan Rhynopharynx

Koana : Tidak diperiksa

Septum nasi posterior : Tidak diperiksa

Muara tuba eustachius : Tidak diperiksa

Tuba eustachius : Tidak diperiksa

Torus tubarius : Tidak diperiksa

Post nasal drip : Tidak diperiksa

Pemeriksaan transiluminasi

Sinus frontalis kanan, grade : tidak dilakukan

Sinus fontalis kiri, grade : tidak dilakukan

Sinus maxillaris kanan, grade : tidak dilakukan

Sinus maxillaris kiri, grade : tidak dilakukan

6

Page 7: Coass Ani Case Rinitis

3. Pemeriksaan tenggorok

1. Faring

Dinding pharynx : mukosa hiperemis (-), tidak tampak benjolan, post nasal drip

(-)

Tonsil : T1/T1, simetris, Kripta (-), Detritus (-), hiperemis (-), abses (-)

Uvula : Posisi di tengah, hiperemis (-), edema (-)

Gigi geligi : Lengkap, Karies (-)

Lain-lain : radang gingiva (-), sariawan (-)

2. Laring

Epiglotis : tidak diperiksa

Plica aryepiglotis : tidak diperiksa

Arytenoids : tidak diperiksa

Ventricular band : tidak diperiksa

Pita suara : tidak diperiksa

Rima glotidis : tidak diperiksa

Cincin, trachea : tidak diperiksa

Sinus piriformis : tidak diperiksa

Resume

7

Page 8: Coass Ani Case Rinitis

Pasien laki-laki Tn.E datang ke poliklinik THT RSPWDC Semarang pada tanggal 14 Agustus

2014 dengan keluhan sering bersin pada pagi hari sejak 2 minggu SMRS. Pasien mengaku

keluhan tersebut hilang timbul sejak 1 tahun yang lalu, namun memberat sejak 2 minggu

SMRS. Pasien mengaku, keluhan ini muncul sekitar 3-4 hari dalam seminggu. Pada saat

serangan, pasien mengaku bersin 4-5 kali pada pagi hari. Bersin dapat disertai dengan ingus

encer, bening , dan kadang hidung dirasakan tersumbat. Pasien juga mengeluh hidung

tersumbat pada kedua hidung sifatnya hilang timbul lebih sering pada pagi hari . Selain itu

pasien juga mengeluh sering bersin apabila sedang membersihkan rumah. 2 minggu SMRS

pasien meminum obat rinoced tetapi tidak menunjukkan perbaikan. Tetapi 2 minggu SMRS

muncul demam dan nyeri tenggorokan yang sudah membaik setelah minum obat

paracetamol.

Dari pemeriksaan didapatkan pada :

1. Telinga :

Tidak tampak adanya kelainan pada telinga kanan dan kiri.

Tidak ada gangguan pendengaran

2. Hidung : Pada pemeriksaan endoskopi hidung didapatkan mukosa tampak basah,

berwarna pucat atau livid diserati adanya sekret encer berwarna jernih.

Cavum nasi :Lapang ,mukosa pucat (+),sekret encer(+), sekret jernih

(+), massa(-)

Konka inferior kanan/kiri : kesan pucat(+)

Konka medius kanan/kiri : kesan pucat(+)

3. Tenggorokan : Tidak tampak ada kelainan

Diagnosis kerja

Rhinitis Alergi persisten

Diagnosis Banding :

- Rinitis vasomotor

- Rhinitis simpleks

Pemeriksaan anjuran

- Pemeriksaan darah lengkap

- Pemeriksaan IgE

8

Page 9: Coass Ani Case Rinitis

- Tes cukit kulit

Rencana terapi

- Edukasi untuk menghindari allergen

- Hentikan rhinofed

- Antihistamin H 1 : klorfeniramin maleate 4 mg 1x1 tablet jika timbul gejala

Prognosis : dubia ad bonam

Tinjauan pustaka

Anatomi hidung

9

Page 10: Coass Ani Case Rinitis

Hidung terdiri atas hidung luar dan hidung dalam.

Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah :

1. Pangkal hidung ( bridge )

2. Dorsum nasi

3. Puncak hidung ( apeks )

4. Ala nasi

5. Kolumela

6. Lubang hidung ( nares anterior )

Bagian puncak hidung biasanya disebut apeks. Agak keatas dan belakang dari apeks

disebut batang hidung (dorsum nasi), yang berlanjut sampai kepangkal hidung dan menyatu

dengan dahi. Yang disebut kolumela membranosa mulai dari apeks, yaitu diposterior bagian

tengah pinggir dan terletak sebelah distal dari kartilago septum. Titik pertemuan kolumela

dengan bibir atas dikenal sebagai dasar hidung. Disini bagian bibir atas membentuk cekungan

dangkal memanjang dari atas kebawah yang disebut filtrum. Sebelah menyebelah kolumela

adalah nares anterior atau nostril (Lubang hidung)kanan dan kiri, sebelah latero-superior

dibatasi oleh ala nasi dan sebelah inferior oleh dasar hidung.1,4

Hidung  luar  dibentuk  oleh  tulang  dan  tulang  rawan  yang  dilapisi  oleh kulit,

jaringan ikat dan beberapa otot yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang

hidung. Kerangka tulang terdiri dari Sepasang os nasalis ( tulang hidung ), Prosesus frontalis

os maksila dan Prosesus nasalis os frontalis Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari

beberapa pasang tulang rawan yang terletak dibagian bawah hidung, yaitu

sepasang kartilago nasalis lateralis superior, Sepasang kartilago nasalis lateralis inferior.

Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan kebelakang,

dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Pintu

atau lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang

disebut nares posterior (koana)yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring. Bagian

dari kavum nasi yang letaknya sesuai ala nasi, tepat dibelakang nares anterior, disebut dengan

vestibulum.Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang banyak kelenjar sebasea dan rambut-

rambut panjang yang disebut dengan vibrise.

Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding yaitu dinding medial, lateral, inferior dan

superior. Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum nasi ini dibentuk oleh tulang dan

tulang rawan, dinding lateral terdapat konkha superior, konkha media dan konkha inferior.

Yang terbesar dan letaknya paling bawah ialah konkha inferior, kemudian yang lebih kecil

adalah konka media, yang lebih kecil lagi konka superior, sedangkan yang terkecil ialah

10

Page 11: Coass Ani Case Rinitis

konka suprema dan konka suprema biasanya rudimenter. Konka inferior merupakan tulang

tersendiri yang melekat pada os maksila dan labirin etmoid, sedangkan konka media, superior

dan suprema merupakan bagian dari labirin etmoid. Celah antara konka inferior dengan dasar

hidung dinamakan meatus inferior, berikutnya celah antara konkha media dan inferior disebut

meatus media dan sebelah atas konkha media disebut meatus superior. Meatus medius

merupakan salah satu celah yang penting dan merupakan celah yang lebih luas dibandingkan

dengan meatus superior. Disini terdapat muara dari sinus maksilla, sinus frontal dan bahagian

anterior sinus etmoid. Dibalik bagian anterior konka media yang letaknya menggantung, pada

dinding lateral terdapat celah yang berbentuk bulat sabit yang dikenal sebagai infundibulum.

Ada suatu muara atau fisura yang berbentuk bulan sabit menghubungkan meatus medius

dengan infundibulum yang dinamakan hiatus semilunaris. Dinding inferior dan medial

infundibulum membentuk tonjolan yang berbentuk seperti laci dan dikenal sebagai prosesus

unsinatus. Di bagian atap dan lateral dari rongga hidung terdapat sinus yang terdiri atas sinus

maksilla, etmoid, frontalis dan sphenoid. Dan sinus maksilla merupakan sinus paranasal

terbesar diantara lainnya, yang berbentuk pyramid iregular dengan dasarnya menghadap ke

fossa nasalis dan puncaknya kearah apek prosesus zigomatikus os maksilla. Dasar cavum nasi

dibentuk oleh os frontale da os palatinus sedangkan atap cavum nasi adalah celah sempit

yang dibentuk oleh os frontale dan os sphenoidale. Membrana mukosa olfaktorius, pada

bagian atap dan bagian cavum nasi yang berdekatan, mengandung sel saraf khusus yang

mendeteksi bau. Dari sel-sel ini serat saraf melewati lamina cribriformis os frontale dan

kedalam bulbus olfaktorius nervus cranialis I olfaktorius.1,4

Perdarahan hidung

Secara garis besar perdarahan hidung berasal dari 3 sumber utama yaitu:

1.      Arteri Etmoidalis anterior

2.      Arteri Etmoidalis posterior cabang dari arteri oftalmika

3.      Arteri Sfenopalatina, cabang terminal arteri maksilaris interna yang berasal dari arteri karotis

eksterna.

Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang arteri maksilaris interna,

diantaranya ialah ujung arteri palatina mayor dan arteri sfenopalatina yang keluar dari

foramen sfenopalatina bersama nervus sfenopalatina dan memasuki rongga hidung

dibelakang ujung posterior konka media. Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari

11

Page 12: Coass Ani Case Rinitis

cabang-cabang arteri fasialis.Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-

cabang arteri sfenopalatina, arteri etmoid anterior, arteri labialis superior dan arteri palatina

mayor, yang disebut pleksus kieesselbach (little’s area). Pleksus Kiesselbach letaknya

superfisialis dan mudah cedera oleh truma, sehingga sering menjadi sumber epistaksis. Vena-

vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan arterinya. Vena

divestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke vena oftalmika yang berhubungan dengan

sinus kavernesus.

Persyarafan hidung

Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari nervus etmoidalis

anterior, yang merupakan cabang dari nervus nasosiliaris, yang berasal dari nervus

oftalmikus. Saraf sensoris untuk hidung terutama berasal dari cabang oftalmikus dan cabang

maksilaris nervus trigeminus. Cabang pertama nervus trigeminus yaitu nervus oftalmikus

memberikan cabang nervus nasosiliaris yang kemudian bercabang lagi menjadi nervus

etmoidalis anterior dan etmoidalis posterior dan nervus infratroklearis. Nervus etmoidalis

anterior berjalan melewati lamina kribrosa bagian anterior dan memasuki hidung bersama

arteri etmoidalis anterior melalui foramen etmoidalis anterior, dan disini terbagi lagi menjadi

cabang nasalis internus medial dan lateral. Rongga hidung lainnya, sebagian besar mendapat

persarafan sensoris dari nervus maksila melalui ganglion sfenopalatinum. Ganglion

sfenopalatina, selain memberi persarafan sensoris, juga memberikan persarafan vasomotor

atau otonom untuk mukosa hidung. Ganglion ini menerima serabut serabut sensorid dari

nervus maksila.Serabut parasimpatis dari nervus petrosus profundus. Ganglion

sfenopalatinum terletak dibelakang dan sedikit diatas ujung posterior konkha media. Nervus

Olfaktorius turun melalui lamina kribosa dari permukaan bawah bulbus olfaktorius dan

kemudian berakhir pada sel-sel reseptor penghidupada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga

atas hidung.

Fisiologi hidung

Hidung berfungsi sebagai indra penghidu , menyiapkan udara inhalasi agar dapat digunakan

paru serta fungsi filtrasi. Sebagai fungsi penghidu, hidung memiliki epitel olfaktorius berlapis

semu yang berwarna kecoklatan yang mempunyai tiga macam sel-sel syaraf yaitu sel

12

Page 13: Coass Ani Case Rinitis

penunjang, sel basal dan sel olfaktorius. Fungsi filtrasi, memanaskan dan melembabkan udara

inspirasi akan melindungi saluran napas dibawahnya dari kerusakan. Fungsi hidung terbagi

atas beberapa fungsi utama yaitu (1)Sebagai jalan nafas, (2) Alat pengatur kondisi udara, (3)

Penyaring udara, (4) Sebagai indra penghidu, (5) Untuk resonansi suara, (6) Turut membantu

proses bicara,(7) Reflek nasal.1,3,4

Rinitis Alergi

Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi

yang sebelumnya sudah tersensitasi de- ngan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu

mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut. Definisi

menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001 adalah

ketainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah

mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh Ig E.

A. Klasifikasi

Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien

atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama1. Rinitis alergika

diperkirakan menyerang sekitar 10% populasi umum

1. Rinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, polinosis). Di Indonesia tidak dikenal

rinitis alergi musiman, hanya ada di negara yang mempunyai 4 musim. Alergen

penyebab- nya spesifik, yaitu tepungsari (pollen) dan spora jamur. Oleh karena itu

nama yang tepat ialah polinosis atau rino konjungtivitis karena gejala klinik yang

tampak ialah gejala pada hidung dan mata (mata merah, gatal disertai lakrimasi).

2. Rinitis alergi sepanjang tahun (perennial). Gejala pada penyakit Ini timbul intermiten

atau tenis-menerus, tanpa variasi musim, jadi dapat ditemukan sepanjang tahun.

Penyebab yang paling sering ialah alergen inhalan, terutama pada orang dewasa, dan

alergen ingestan. Alergen inhalan utama adalah alergen dalam rumah (indoor) dan

alergen diluar rumah (outdoor). Alergen ingestan sering merupakan penyebab pada

anak-anak dan biasanya disertai dengan gejala alergi yang lain, seperti urtikaria,

gangguan pencernaan. Gangguan fisiologik pada golongan perenial lebih ringan

diban- dingkan dengan golongan musiman tetapi karena lebih persisten maka

komplikasinya lebih sering ditemukan.1,4

13

Page 14: Coass Ani Case Rinitis

WHO Initiative ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001

mengklasifikasikan rinitis alergi berdasarkan sifat berlangsungnya, menjadi1 :

1. Intermiten : bila gejala lebih dari 4 hari perminggu atau kurang dari 4 minggu.

2. Persisten : bila gejala lebih dari 4 hari perminggu dan lebih dari 4 minggu

Klasifikasi berdasarkan berat ringannya penyakit rinitis alergi dibagi menjadi:

1. Ringan bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktivitas harian, bersantai,

berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu.

2. Sedang-berat bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut diatas.

B. Etiologi

Rhinitis alergi disebabkan oleh imunoglobulin E (IgE) dan dimediasi reaksi terhadap

berbagai alergen di mukosa hidung. Alergen yang paling umum adalah tungau debu,

danders hewan peliharaan, kecoa, jamur, serbuk sari dan cuaca yang dingin. Berdasarkan

cara masuknya alergen dibagi atas:

1. Alergen inhalan, yang masuk bersama dengan udara penapasan, misalnya tungau debu

rumah (D. pteronyssihus, D.farinae, B.tropicalis), kecoa, serpihan epitel kulit

binatang (kucing, anjing), rerumputan (Bermuda grass ) serta jamur (Aspergillus,

Attemaria).

2. Alergen ingestan yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya susu, sapi,

telur, coklat, ikan laut, udang kepting dan kacang-kacangan.

3. Alergen injektan, yang masuk melalui suntikkan atau tusukkan, misalnya penisilin

dan sengatan lebah. Alergen kontaktan, yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan

mukosa, misalnya bahan kosmetik, perhiasan.1

C. Patofisiologi rinitis alergi

Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap

sensitisasi dan diikuti dengan tahap provokasi/reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari 2

fase yaitu Immediate Phase Allergic Reaction atau reaksi alergi fase cepat (RAFC) yang

14

Page 15: Coass Ani Case Rinitis

berlangsung secara kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya dan Late Phase

Allergic Reaction atau reaksi tipe lambat (RAFL) yang berlangsung 2-4 jam dengan

puncak 6-8 jam (fase hiper-reaktifitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung sampai

24-48 jam. Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau

monosit yang berperan sebagai sel penyaji (Antigen Presenting Cell/APC) akan

menangkap alergen yang menempel di permukaan mukosa hidung. Setelah di proses,

antigen akan membentuk fragmen pendek peptida dan bergabung dengan molekul HLA

kelas II membentuk komplek peptida MHC kelas II (Major Histocompatility Complex)

yang kemudian dipresentasikan pada sel T helper (Th 0). Kemudian sel penyaji akan

melepas sitokin seperti interleukin 1 (IL 1) ang akan mengaktifkan Th0 untuk

berproliferasi menjadi Th1 dan Th2.

Th2 akan menghasilkan akan menghasilkan berbagai sitokin seperti IL 3, IL 4, IL 5

dan IL 13. IL 4 dan IL 13 dapat diikat oleh reseptornya dipermukaan sel limfosit B,

sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi imunoglobulin E. IgE di

sirkulasi diikat oleh reseptor IgE dipermukaan sel mastoid atau basofil (sel mediiator)

sehingga kedua sel ini menjadi aktif. Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan sel

mediator yang tersensitisasi terpapar dengan alergen yanng sama, maka kedua rantai IgE

akan mengikat alergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit

dan basofil dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk (Preformed

Mediators) terutama histamin. Selain histamin juga dikeluarkan newly formed mediators

antara lain prostaglandin D2 (PGD2), leukotrien D4 (LT D4), leukotrien C4 (LT C4),

bradikinin, Pletelet Activating Factor (PAF), dan berbagai sitokin (IL 3, IL4, IL5, IL6,

GM-CSF (Granulosyte Macrophage Colony Stimulating Factor) dll. Inilah yang disebut

sebagai reaksi alergi fase cepat (RAFC).1,2,4

Histamin akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vadianus sehingga

menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Histamin juga menyebabkan

kelenjar mukosa dans el globet mengalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler

meningkat sehingga terjadi rinore. Gejala lain adalah hidung tersumbat akan vasodilatasi

sinusoid. Selain histamin merangsang ujung saraf vidianus, juga menyebabkan akumulasi

sel eosinofil dan netrofil di jaringan target. Respons ini tidak berhenti sampai disini saja,

tetapi gejala akan berlanjut dan mencapai puncak 6-8 jam setelah pemaparan. Pada RAFL

ini ditanndai dengan penambahan jenis dan jumlah sel inflamasi seperti eosinofil,

limfosit, neutrofil, basofil dan mastosit di mukosa hidung serta penningkatan sitokin

seperti IL3, IL4, IL5 dan Granulocyte macrophag colony stimulating factor (GM-CSF)

15

Page 16: Coass Ani Case Rinitis

dan ICAM 1 pada sekret hidung. Timbulnya gejala hiperaktif atau hiperresponsif hidung

adalah akibat peranan eosinofil dengan mediator inflamasi dari granulnya seperti

eosinophilic derivated protein (EDP), major basic protein (MBP), dan eosinophilicc

peroxidase (EPO). Pada fase ini, selain faktor spesifik (alergen), iritasi oleh faktor non

spesifik dapat memberat gejala seperti asap rokok, bau yang merangsang, perubahan

cuaca dan kelembaban udara yang tinggi.1,2,4,5

D. Gambaran Klinis dan Diagnosis

Gambaran khusus dari rhinitis alergika adalah gejala yang cocok yang tampak atau

memburuk sebagai respons terhadap pajanan allergen khusus. Anamnesis sangat penting

karena seringkali serangan tidak terjadi dihadapan pemeriskan. Hampir 50% diagnosis

dapat ditegakkan dari anamnesis saja. Gejala rhinitis alergi yang khas ialah terdapatnya

serangan bersin berulang. Sebetulnya bersin merupakan gejala yang normal,terutama

pada pagi hari atau bila terdapat kontak dengan sejumlah besar debu. Hal ini merupakan

mekanisme fisiologik, yaitu proses membersihkan sendiri. Bersin ini terutama merupakan

gejala pada RAFC dan kadang-kadang pada RAFL sebagai akibat dilepaskannya

histamine.

Gejala lain ialah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat yang

bisa menjadi keluhan utama juga dari pasien akibat dari edema basah membrane mukosa.

Seringkali mukosa yang berlebihan ditumpuk pada dasar hidung. Hidung dan mata gatal

yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar(lakrimasi) juga menjadi

gejala klinik rintis alergika.

Rinitis alergika secara khas menimbulkan gejala-gejala kongesti atau sumbatan

hidung, bersin, mata berair dan gatal dan post nasal drip yang kadang-kadang disertai

anosmia2,3. Pemeriksaan fisik pada penderita memperlihatkan lakrimasi berlebihan, sklera

dan konjungtiva yang merah, daerah gelap periorbita, pembengkakan sedang sampai berat

dari konka nasalis inferior yang berwarna kepucatan, sekret hidung encer jernih. Temuan

laboratorium yang sesuai dengan dengan reaksi imunologik termasuk kadar eosinofil

yang meninggi2. Kadar eosinofil normal dalam darah adalah 4-11%. Pada rinoskoi anterior

tampak mukosa edema, basah, berwarna pucat atau livid disertai adanya sekret encer yang

benyak. Bila gejala persisten mukosa inferior tampak hipertrofi.1,2,3

Gejala spesifik lain pada anak adalah terdapatnya bayangan gelap di daerah bawah

mata yang terjadi arena statis vena sekuder akibat obstruksi hidung. Gejala ini disebut

allergic shinner, selain dari itu sering juga tampak anak menggosok-gosok hidung karena

16

Page 17: Coass Ani Case Rinitis

gatal dengan punggun tangan. Keadaan ini disebut sebagai allergic salute. Keadaan

menggosok hidung ini lama kelaman akan mengakibatkan timbulnya garis melintang di

dorsum nasi bagian sepertiga bawah , yang disebut allergic crease. Mulut sering terbuka

dengan lengkung langit-langit yang tinggi , sehingga akan menyebabkan gangguan

pertumbuha gigi-geligi. Dinding posterior faring tampak granuler dan edema , serta

dinding lateral faring menebal. Lidah tampak seperti gambaran peta.

Pemeriksaan penunjang untuk menentukan alergen penyebab dapat melalui metode in

vivo dan in vitro. Metode in vivo dengan cara pemeriksaan tes cukit kulit, uji intrakutan

atau intraadermal yang tunggal atau berseri (Skin End-point Titration/SET) dengan

menyuntikkan alergen dalam berbagai konsentrasi dan tingkat kepekaan1. Alergen

berinteraksi dengan antibodi reaginik yang melekat pada sel pelepas zat mediator

sehingga terjadi suatu peradangan atau pembengkakan segera. Untuk alergi makanan, uji

kulit yang akhir-akhirnya ini banyak dilakukan adalah Intracutaneus Provocative

Dilutional Food Test (IPDFT),namun sebagai baku mas dapat dilakukan dengan diet

eliminasi dan provokasi (Challene Test). Alergen ingestan secara tuntas lenyap dari tubuh

dalam waktu lima hari. Karena itu pada”Challenge Test” , makanan yang dicurigai

diberikan pada pasien setelah terpantang selama 5 hari . selanjutnya diamati reaksinya.

Pada diet eliminasi , jenis makanan setiap kali dihilangkan dari menu makanan sampai

suatu ketika gejala menghilang dengna meniadakan suatu jenis makanan.1,4

Sementara itu uji in vitro yang dapat dilakukan adalah hitung eosinofil dalam darah

tepi yang mungkin normal atau meningkat.demikian pula pemeriksaan IgE total (prist-

paper radio immunosobent test) seringklai menunjukkan nilai normal , kecuali bial tanda

alergi pada pasien lebih dari satu macam penyakit,misalnya selain rinitis alergi juga

menderita asma bronkial atau urtikaria. Yang lebih spesifik adalah uji radioalegosorben

(RAST) untuk menghitung kuantifikasi Ig E spesifik dan pengukuran mediator histamin.

Namun sejauh ini uji kulit merupakan peneraan yang paling peka untuk reaksi-reaksi

yang diperantarai Ig E. Pemeriksaan radiologik sinus paranasal memperlihatkan

gambaran edema ringan sampai sedang dan biasanya tidak disertai adanya cairan.1,4,5

E. Diagnosis banding

1. Rhinitis vasomotor

Suatu keadaan idiopatik yang didiagnosa hormonal dan pajanan obat obatnya seperti

aspirin, b blocker, aspirin, dan obat topical hidng dikongestan. Rhinitis ini digolongkan

menjadi non alergi bila adanya alergi spesifik tidak dapat diidentifikasikan dengan

17

Page 18: Coass Ani Case Rinitis

peneriksaan alergi IgE yang sesuai, kelainan ini mempunyai gejala yang mirip dengan

rhinitis alegi namun gejala yang dominan adalah hidung tersumbat , bergantian kiri dan

kanan, tergantung pada posisi paisen, gejala dapat memburuk pada pai hari 1 ribu dengna

tidur oleh karena adanya juga oleh karena asap rokok dan sebagainya, bersin,ronore dan

tersumbat juga masuk dalam tinitis vasomotor. Gambaran yang khas adalah berupa

edema , mukasa hidung , konka berwarna gelap atau merah tua, tetapi dapat pula pucat.

Permukaan konka berbenjol udah hpertrofi. Kelainan ini mempunyai gejala yang mirip

dengan rinitis alergi, namun gejala yang dominan adalah hidung tersumbat, bergantian

kiri dan kanan, tergantung pada posisi pasien. Penyumbatan diperberat oleh perubahan

lingkungan seperti suhu atau kelembapan dan oleh paparan terhadap iritan seperti asap

tembakau. Selain itu, terdapat rinore yang mukoid atau serosa. Keluhan ini jarang disertai

dengan gejala mata. Gejala dapat memburuk pada pagi hari waktu bangun tidur oleh

karena adanya perubahan suhu yang ekstrim, udara lembab, juga oleh karena asap rokok

dan sebagainya. Rhinitis vasomotor menggambarkan suatu gangguan yang sangat kurang

dimengerti ,diduga akibat dari ketidakseimbangan sistem pengendalian saraf autonom

terhadap vaskularisaasi muksa dan kelenjar mukosa dimana gejala gejalanya member

kesan rhinitis alergika namun penyebab alerginya tidak diketahui. Penderita tidak

mempunyai eosinofil pada secret hidungnya.

2. Rinitis simpleks

Penyakit ini merupakan penyamit virus yang paling sering ditemukan pada manusia.

Sering disenut juga sebagai selesma, common cold. Penyebabnya iakah beberpaa jenis

virus dan yang paling penitng ialah rhinovirus, coxsackie dan virus ECHO. Penyakit ini

sangat menular dan gejala dapa ttimbul sebagai akibat tidak adanya kekebalam atau

menurunnya daya tahan tubuh.

Pada stadium prodormal didapatkan rasa panas,kering,gatal di dalam hiudng. Kemudian

akan timbul bersin berulang ,hidung tersumbat dan ingus encer, yang biasanya disertai

dengan demam dan nyeri kepala. Mukosa hidung tampak membengkak.bila terjadi infeksi

sekunder bakteri, ingus menjadi mukopurulen. Tidak ada terapi spesifik , selain istirahat

dan pemberian obat-obatan simtomatis, seperti analgetika, antipiretika dan obat

dekongestan. Antibiotic hanya diberikan bila terdapat infeksi sekunder oleh bakteri.1,3,4

F. Komplikasi

Rhinitis alergika jarang langusng menjadi sumber gejala yang mendadak tetapi obstruksi

parsial hidung yang menetap dapat menimbulkan komplikasi yang tidak mnyenagkan seperti

18

Page 19: Coass Ani Case Rinitis

bernapas melalui mulut,dengan akibat pasien mengeluh karena mendengkur dan rasa kering

pada orofaring.

Komplikasi rhinitis alergi yang sering ialah :

1. Polip hidung.

Polip hidung ialah massa lunak yang mengandung banyak cairan di dalam rongga

hidung,berwarna putih keabu-abuan, yang terjadi akibat inflamasi mukosa. Beberapa

peneliti mendapatkan, bahwa alergi hidung merupakan salah satu faktor penyebab

terbentuknya polip hidung dan kekambuhan polip hidung.

2. Otitis media refusi terutama pada anak-anak

3. Sinusitis paranasal

Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai

atau dipicu oleh rhinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Namun sinusitis dapat

menjadi berbahaya karena menyebabkan komplikasi ke orbita dan intracranial,serta

menyebabkan peningkatan serangan asma yang sulit diobati.1,4

E. Terapi

Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan alergen penyebabnya

(avoidance) dan eliminasi.

1. Medikamentosa

Antihistamin yang dipakai adalah antagonis histamin H-1, yang bekerja secara

inhibitor kompetitif pada reseptor H-1 sel target, dan merupakan preparat

farmakologik yang paling sering dipakai sebagai lini pertama pengobatan rinitis

alergi. Pemberian dapat dalam kombinasi atau tanpa kombinasi dengan dekongestan

secara peroral.

Antihistamin dibagi dalam 2 golongan yaitu golongan antihistamin generasi 1

(klasik) dan generasi 2 (non sedatif). Antihistamin generasi 1 bersifat lipofilik,

sehingga dapat menembus sawar darah otak (mempunyai efek pada SSP) dan plasenta

serta mempunyai efek kolinergik. Yang termasuk kelompok ini antara lain adalah

difenhidramin, klorfeniramin, prometasin, siproheptadin sedangkan yang dapat

diberikan secara topikal adalah azelastin. Antihistamin generasi 2 bersifat lipofobik,

sehingga sulit menembus sawar darah otak. Bersifat selektif mengikat reseptor H-1

perifer dan tidak mempunyai efek anti-kolinergik, anti-adrenergik dan efek pada SSP

minimal (non-sedatif). Antihistamin diabsorpsi secara oral dengan cepat dan mudah

19

Page 20: Coass Ani Case Rinitis

serta efektif untuk mengatasi gejala pada respons fase cepat seperti rinore, bersin,

gatal, tetapi tidak efektif untuk mengatasi gejala obstruksi hidung pada fase lambat.

Antihistamin non sedatif dapat dibagi menjadi 2 golongan menurut keamanannya.

Kelompok pertama adalah astemisol dan terfenadin yang mempunyai efek

kardiotoksik. Toksisitas terhadap jantung tersebut disebabkan repolarisasi jantung

yang tertunda dan dapat menyebabkan aritmia ventrikel, henti jantung dan bahkan

kematian mendadak (sudah ditarik dari peredaran). Kelompok kedua adalah loratadin,

setirisin, fexofenadin, desloratadin dan levosetirisin.

Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala terutama sumbatan hidung akibat

respons fase lambat tidak berhasil diatasi dengan obat lain. Yang sering dipakai

adalah kortikosteroid topikal (beklometason, budesonid, flunisolid, flutikason,

mometason furoat dan triamsinolon). Kortikosteroid topikal bekerja untuk

mengurangi jumlah sel mastosit pada mukosa hidung, mencegah pengeluaran protein

sitotoksik dari eosinofil, mengurangi aktifitas limfosit, mencegah bocornya plasma.

Hal ini menyebabkan epitel hidung tidak hiperresponsif terhadap rangsangan alergen

(bekerja pada respon fase cepat dan lambat). Preparat sodium kromoglikat topikal

bekerja menstabilkan mastosit (mungkin menghambat ion kalsium) sehingga

penglepasan mediator dihambat. Pada respons fase lambat, obat ini juga menghambat

proses inflamasi dengan menghambat aktifasi sel netrofil, eosinofil dan monosit. Hasil

terbaik dapat dicapai bila diberikan sebagai profilaksis.2 Kortikosteroid intranasal juga

berguna dalam menekan gejala primer rhinitis alergika dan lebih ditujukan terutama

untuk rhinitis alergika musiman yang sangat berat.

Preparat antikolinergik topikal adalah ipratropium bromida, bermanfaat untuk

mengatasi rinore, karena aktifitas inhibisi reseptor kolinergik pada permukaan sel

efektor. Pengobatan baru lainnya untuk rinitis alergi adalah anti leukotrien (zafirlukast

/ montelukast), anti IgE, DNA rekombinan.1,4

2. Bedah

Tindakan konkotomi parsial (pemotongan sebagian konka inferior),

konkoplasti atau multiple outfractured, inferior turbinoplasty perlu dipikirkan bila

konka inferior hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kauterisasi

memakai AgN03 25% atau triklor asetat.1

3. Imunoterapi

Cara pengobatan ini dilakukan pada alergi inhalan dengan gejala yang berat

dan sudah berlangsung lama serta dengan pengobatan cara lain tidak memberikan

20

Page 21: Coass Ani Case Rinitis

hasil yang memuaskan. Tujuan dari imunoterapi adalah pembentukkan IgG blocking

antibody dan penurunan IgE. Ada 2 metode imunoterapi yang umum dilakukan yaitu

intradermal dan sub-lingual.1,4

4. Edukasi

Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan

allergen.Tindakan untuk menghindari pemaparan terhadap allergen adalah sukar atau

tidak praktis tetapi banyak yang dapat dilakukan untuk melenyapkan pemaparan

terhadap faktor hirupan dalam rumah seperti debut rumah, ketombe,dan jamur. Jika

mengalami demam debu, maka berpotensi terkena alergi ketika alergen udara sedang

tinggi sebaiknya tinggal saja di dalam rumah, dan jika mungkin, tutup semua

jendela,gunakan AC,segera ganti pakaian dengan yang (relatif) bebas debu setelah

berpergian ke luar rumah. Pengendalian debu rumah dengan perhatian khusus pada

tempat tidur anak , sering memperbaiki gejala pada ana yang alergi debu. Apabila

sensitive terhadap jamur, hindari ruang bawah tanah yang lembab.1,4,5

Diskusi kasus

Dilaporkan suatu kasus Rinitis alergi ditegakkan dari hasil anamnesis serta

pemeriksaan fisik pada pasien laki-laki Tn.E dengan keluhan sering bersin pada pagi hari

sejak 2 minggu SMRS. Pasien mengaku keluhan tersebut hilang timbul sejak 1 tahun yang

lalu, namun memberat sejak 2 minggu SMRS. Pasien mengaku, keluhan ini muncul sekitar 3-

4 hari dalam seminggu. Pada saat serangan, pasien mengaku bersin lebih dari 4 kali pada

pagi hari.. Bersin dapat disertai dengan ingus encer, bening , dan hidung dirasakan tersumbat.

Pasien juga mengeluh hidung tersumbat pada kedua hidung sifatnya hilang timbul lebih

sering pada pagi hari . Selain itu pasien juga mengeluh sering bersin apabila sedang

21

Page 22: Coass Ani Case Rinitis

membersihkan rumah. 2 minggu SMRS pasien meminum obat rhinoved tetapi tidak

menunjukkan perbaikan. 2 minggu SMRS muncul demam dan nyeri tenggorokan yang sudah

membaik setelah minum obat paracetamol. Riwayat penyakit dahulu didapat riwayat

hipertensi. Pada pemeriksaan hidung didapatkan mukosa berwarna pucat , dan terdapat sekret

encer berwarna jernih.

Diagnosis kerja : Rinitis alergi persisten

Dasar diagnosis :

1. Hal yang mendukung dalam diagnosis rhinitis alergi adalah gejala bersin berulang

lebih dari 4 kali pada pagi hari. Bersin disertai dengan rinore dan hidung

tersumbat pada kedua hidung. Bersin juga timbul berulang kali pada saat

membersihkan rumah (terpapar allergen). Tidak ada riwayat pemakaian obat tetes

hidung dalam waktu lama. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan mukosa hidung

tampak pucat atau livide , terdapat sekret cair dan bening.

2. Hal yang tidak mendukung adalah terdapat demam 2 minggu SMRS.

Diagnosis banding : Rinitis vasomotor dan rinitis simpleks

Rinitis vasomotor

Dasar diagnosis :

1. hal yang mendukung adalah keluhan hidung tersumbat pada pagi hari.

2. Hal yang tidak mendukung adalah hidung tersumbat pada kedua hidung, tersumbat

tidak bergantung pada posisi pasien dan tidak ada riwayat pemakaian obat tetes

hidung lama.

Rinitis simpleks

Dasar diagnosis :

1. Hal yang mendukung adalah bersin berulang, hidung tersumbat, ingus encer , demam

2 minggu SMRS.

22

Page 23: Coass Ani Case Rinitis

2. Hal yang tidak mendukung adalah bersin hanya pada pagi hari atau jika terpapar

allergen, dan mukosa hidung tampak pucat

Anjuran pemeriksaan

Dalam kasus ini , pemeriksaan penunjang yang dianjurkan adalah :

1. Pemeriksaan darah lengkap

2. Pemeriksaan IgE

3. Uji cukit kulit.

Penatalaksanaan

Pada pasien rinitis alergi , bentuk pencegahan yang paling utama adalah hindari alergen dan

diberi pengobatan antialergi.

1. Medikamentosa berupa antihistamin golongan antagonis H 1 yaitu klorfeniramin 4

mg dengan dosis minum 1 kali sehari. Pengobatan ini akan dievaluasi apabila hasilnya

tidak membaik maka perlu dipertimbangkan untuk diberikan kortikosteroid.

2. Edukasi

- Hindari faktor pencetus seperti debu, dingin, dan alergen lain

Kesimpulan

Pasien Tn.E umur 36 tahun datang dengan keluhan bersin berulang pada pagi har ii

didiagnosis rhinitis alergi berdasarkan dasar diagnosis. Dasar diagnosis diambil berdasarkan

anamnesis dan pemeriksaan fisik. Terapi yang diberikan adalah antihistamin serta edukasi

yang tepat. Allergen merupakan faktor pencetus paling utama dalam penyakit alergi.

Akan tetapi terapi akan dievaluasi sehingga akan mengetahui apakah keadaan

membaik atau tidak dan dapat dipikirkan tindakan selanjutnya seperti pemberian steroid dan

konkotomi.

23

Page 24: Coass Ani Case Rinitis

Daftar pustaka

1. Irawati N, Kasakeyen E, Rusmono N. Rinitis Alergi. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N,

Bashiruddin J, Restuti RD. Buku kuliah ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala

dan leher. Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010.h.3-5,128-42.

2. Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi: konsep klinis proses penyakit. Jakarta:Penerbit

Buku Kedokteran EGC;2006.h.168-175.

3. Bickley.LS.Bates’ Guide to physical Examination and history taking.ed 10th.Wolters

Kluwer:China;2009.h.228-9.

4. Adams GL, Boies LR, Higler PH.Boeis buku ajar penyakit THT.edisi 6.Jakarta:Penerbit

Buku Kedokteran EGC;2012.h.193-8.

24

Page 25: Coass Ani Case Rinitis

5. Richard E Behrman, Robert M Kliegman, Ann M Arvin. Ilmu kesehatan anak Nelson.Vol

1.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC;2000..h.774-775.

25