makalah rinitis

30
Rinitis Alergi 1.Pendahuluan Rinitis adalah keadaan di mana hidung bagian dalam mengalami peradangan sehingga timbul gejala menyerupai flu seperti bersin- bersin, hidung gatal, tersumbat, dan berair. Salah satu penyebab rinitis yang tersering adalah alergi. Namun, rinitis juga dapat timbul tanpa reaksi alergi. Berbeda dengan rinitis alergi, rinitis non-alergi timbul tanpa reaksi alergi. Rinitis jenis ini dapat timbul akibat infeksi virus, infeksi bakteri, dipicu oleh makanan dan alkohol, polutan udara, perubahan hormonal, dan dipicu oleh beberapa jenis obat. Rinitis alergi disebabkan oleh alergen yaitu zat yang dapat menimbulkan alergi. Zat tersebut tidak menimbulkan reaksi apapun pada orang yang tidak alergi. Pada orang yang tidak alergi debu, paparan terhadap debu tidak menimbulkan reaksi. Namun, paparan debu pada orang alergi debu dapat memicu reaksi antibodi. Antibodi ini menyebabkan sel mengeluarkan zat kimia yang menyebabkan gejala seperti hidung berair, gatal, hidung tersumbat, bersin-bersin, bahkan sesak napas. 1

description

rinitis alergi, diagnosis dan penatalaksanaan

Transcript of makalah rinitis

Page 1: makalah rinitis

Rinitis Alergi

1.Pendahuluan

Rinitis adalah keadaan di mana hidung bagian dalam mengalami peradangan sehingga

timbul gejala menyerupai flu seperti bersin-bersin, hidung gatal, tersumbat, dan berair. Salah satu

penyebab rinitis yang tersering adalah alergi. Namun, rinitis juga dapat timbul tanpa reaksi

alergi. Berbeda dengan rinitis alergi, rinitis non-alergi timbul tanpa reaksi alergi. Rinitis jenis ini

dapat timbul akibat infeksi virus, infeksi bakteri, dipicu oleh makanan dan alkohol, polutan

udara, perubahan hormonal, dan dipicu oleh beberapa jenis obat. Rinitis alergi disebabkan oleh

alergen yaitu zat yang dapat menimbulkan alergi. Zat tersebut tidak menimbulkan reaksi apapun

pada orang yang tidak alergi. Pada orang yang tidak alergi debu, paparan terhadap debu tidak

menimbulkan reaksi. Namun, paparan debu pada orang alergi debu dapat memicu reaksi

antibodi. Antibodi ini menyebabkan sel mengeluarkan zat kimia yang menyebabkan gejala

seperti hidung berair, gatal, hidung tersumbat, bersin-bersin, bahkan sesak napas.

2.Pembahasan

Kasus: seorang ibu berusia 42 tahun datang ke poli umum dengan keluhan hidung sering

tersumbat sejak 1 minggu yang lalu terutama pagi hari, sering bersin, kalau bersin sampai lebih

dari 5 kali, hidung gatal dan ingus encer.

2.1 Anamnesis

Anamnesis sangat penting, karena sering kali serangan tidak terjadi di hadapan pemeriksa.

Hampir 50% diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis saja. Perkara pertama yang dilakukan

1

Page 2: makalah rinitis

oleh seorang dokter setiap kali pasien datang adalah melakukan anamnesis. Hal yang ditanya

antaranya adalah seperti berikut:1

Identitas: nama, tanggal dan tempat lahir, alamat, agama, umur, status perkahwinan, suku

bangsa, pekerjaan dan lain-lain.

Keluhan utama: apakah keluhan utama yang menyebabkan pasien datang berjumpa

dokter. Misalnya dalam kasus ini keluhannya adalah hidung sering tersumbat, sering

bersin, hidung gatal disertai ingus encer. Keluhan yang sering diutarakan oleh pasien

rhinitis adalah keluar ingus, rasa gatal, hidung tersumbat dan sering bersin. Untuk kasus

berkaitan hidung, keluhan utama yang sering diceritakan oleh pasien adalah sumbatan

hidung, sekret di hidung dan tenggorokan, bersin, rasa nyeri di daerah muka dan kepala,

perdarahan dari hidung dan gangguan penghidu.

Riwayat penyakit sekarang: tanyakan tentang onset dan durasi keluhan berlangsung,

intensitasnya bagaimana, adakah faktor pencetus atau pemberat, adakah keluhan terjadi

setelah terpapar terhadap debu, udara dingin, atau makanan tertentu, frekuensi dalam

sehari, atau adakah keluhan sampingan lain seperti sakit kepala, sesak nafas, demam,

sakit tekak atau batuk-batuk. Tentukan pola waktu dari gejala dan apakah gejala tersebut

terjadi secara konsisten dalam waktu tahunan (seperti rhinitis perennial), hanya terjadi

pada saat waktu atau musim tertentu (rhinitis musiman), atau kombinasi dari keduanya.

Selama periode eksaserbasi, tentukan apakah gejala tersebut terjadi secara harian atau

secara episodik. Tentukan juga apakah gejala berlangsung sepanjang hari atau hanya di

waktu tertentu dalam satu hari. Informasi ini dapat menolong dalam menegakan diagnosis

dan mentukan kemungkinan pencetus.

Riwayat penyakit dahulu: apakah pernah mengalami infeksi saluran pernafasan atas

(ISPA), apakah ada riwayat alergi terhadap makanan, obatan atau allergen spesifik lain,

apakah ada riwayat asma, apakah pernah dirawat di rumah sakit sebelum ini.

Riwayat penyakit keluarga: menanyakan jika terdapat ahli keluarga yang mempunyai

riwayat alergi. Oleh karena rhinitis alergi mempunyasi komponen genetik yang

2

Page 3: makalah rinitis

signifikan,riwayat atopi dalam keluarga yang positif membuat diagnosis lebih mungkin.

Faktanya,semakin besarnya resiko rhinitis alergi dapat terjadi bila kedua orang tua

mempunyai atopi dibandingkan salah seorang dari orang tua. Bila seorang anak

mempunyai seorang dari orang tuanya yang memiliki alergi, risiko untuk mendapatkan

rhinitis alergi sekitar 30%. Hal ini meningkat sampai 50-70% bila kedua orang tuanya

mempunyai alergi atau asma. Bagaimanapun, penyebab rhinitis alergi merupakan

multifaktorial dan seorang yang tidak mempunyai riwayat rhinitis alergi dalam keluarga

masih berisiko mempunyai rhinitis alergi.2

Riwayat pengobatan: obatan apa yang pernah digunakan sebelum ini, obat apa yang

membantu meringankan gejala tanpa menimbulkan efek samping.

Riwayat sosial: paparan dari lingkungan tempat kerja serta efek terhadap kualitas hidup

pasien. Apakah pasien merupakan seorang perokok atau peminum alcohol yang berat.

2.2 Pemeriksaan hidung

Pemeriksaan hidung terdiri dari pemeriksaan luar dan dalam. Pemeriksaan hidung diawali

dengan melakukan inspeksi dan palpasi hidung bagian luar dan daerah sekitarnya. Inspeksi

dilakukan dengan mengamati ada tidaknya kelainan bentuk hidung, tanda-tanda infeksi dan

sekret yang keluar dari rongga hidung. Palpasi dilakukan dengan penekanan jari-jari telunjuk

mulai dari pangkal hidung sampai apeks untuk mengetahui ada tidaknya nyeri, massa tumor atau

tanda-tanda krepitasi.1

Pemeriksaan luar terdiri dari inspeksi hidung untuk melihat adanya pembengkakan,

trauma atau anomaly congenital. Ada 3 keadaan penting diperhatikan saat inspeksi hidung yaitu

kerangka dorsum nasi (batang hidung), adanya luka, warna, udem dan ulkus nasolabialis serta

bibir atas. Tiap pembengkakan atau deformitas harus dipalpasi untuk mencari nyeri tekan dan

konsistensinya. Palpasi di daerah sinus frontalis dan maksilaris dapat memperlihatkan adanya

nyeri tekan yang menunjukkan sinusitis. Seterusnya, dilakukan pemeriksaan dalam. Kunci untuk

berhasilya pemeriksaan dalam adalah posisi kepala yang tepat. Minta pasien untuk

menengadahkan kepalanya. Letakkan tangan kiri dengan kuat pada puncak kepala pasien dan

3

Page 4: makalah rinitis

gunakan ibu jari kiri untuk mengangkat hujung hidung pasien. Dengan cara ini kita dapat

mengubah posisi kepala pasien untuk melihat struktur-struktur intranasal. Gunakan sumber

cahaya untuk menerangi struktur-struktur internal.1

- Periksa posisi septum terhadap tulang rawan lateral pada tiap sisi

- Periksa vestibulum untuk melihat adanya peradangan

- Periksan septum anterior untuk melihat jika ada deviasi atau perforasi

- Periksa warna membrane mukosa hidung. Normal, berwarna merah pudar dan lembab

serta mempunyai permukaan yang halus dan bersih. Mukosa hidung biasanya lebih gelap

berbanding mukosa mulut.

- Lihat jika ada kemungkinan terdapat eksudat, pembengkakan, perdarahan atau trauma

- Jika ada pengeluaran sekret, deskripsikan sifatnya samada purulen, encer dan jernih,

keruh atau berdarah.

Dengan lebih menengadahkan kepala kebelakang, periksalah septum posterior untuk melihat

adanya deviasi atau perforasi. Selain itu, ukuran dan warna konka inferior harus dicatat. Kedua

konka inferior jarang simetris. Begitu juga dengan konka media, periksalah ukuran, warna dan

keadaan mukosanya. Apakah terdapat polip, karena kebanyakan polip ditemukan di meatus

media.

4

Page 5: makalah rinitis

Gambar 1: anatomi hidung

Pemeriksaan rongga hidung dilakukan melalui lubang hidung yang disebut dengan rhinoskopi

anterior dan yang melalui rongga mulut dengan menggunakan cermin nasofaring yang disebut

dengan rhinoskopi posterior.1.3

a) Rhinoskopi anterior.1

cara memegang spekulum hidung Hartmann sebaiknya menggunakan tangan kiri

dalam posisi horisontal. Tangkainya yang kita pegang berada di lateral sedangkan

mulutnya di medial. Mulut spekulum inilah yang kita masukkan ke dalam kavum nasi

(lubang hidung) pasien.

Cara memasukkan spekulum hidung Hartmann yaitu mulutnya yang tertutup kita

masukkan ke dalam kavum nasi (lubang hidung) pasien. Setelah itu kita membukanya

pelan-pelan di dalam kavum nasi (lubang hidung) pasien.

5

Page 6: makalah rinitis

Cara mengeluarkan spekulum hidung Hartmann yaitu masih dalam kavum nasi

(lubang hidung), kita menutup mulut spekulum kira-kira 90%. Jangan menutup mulut

spekulum 100% karena bulu hidung pasien dapat terjepit dan tercabut keluar.

Ada 5 tahapan pemeriksaan hidung pada rinoskopia anterior yang dilakukan, yaitu :

i. Pemeriksaan vestibulum nasi.

ii. Pemeriksaan kavum nasi bagian bawah.

iii. Fenomena palatum mole.

iv. Pemeriksaan kavum nasi bagian atas.

v. Pemeriksaan septum nasi.

vi. Pemeriksaan Vestibulum Nasi pada Rinoskopia Anterior

Amati struktur yang terdapat di dalam rongga hidung mulai dari dasar rongga hidung,

konka-konka, meatus dan septum nasi. Perhatikan warna dan permukaan mukosa

rongga hidung, ada tidaknya massa , benda asing dan secret. Struktur yang terlihat

pertama kali adalah konka inferior. Bila ingin melihat konka medius dan superior

pasien diminta untuk tengadahkan kepala.

b) Rinoskopi posterior

Syarat-syarat melakukan rinoskopia posterior, yaitu :

o Penempatan cermin: harus ada ruangan yang cukup luas dalam nasofaring untuk

menempatkan cermin yang dimasukkan melalui mulut pasien. Lidah pasien tetap

berada dalam mulutnya. tekan lidah pasien ke bawah dengan bantuan spatula

(spatel).

o Penempatan cahaya: harus ada jarak yang cukup lebar antara uvula dan faring

milik pasien sehingga cahaya lampu yang terpantul melalui cermin dapat masuk

dan menerangi nasofaring.

o Cara bernapas: pasien tetap bernapas melalui hidung.

Ada 4 alat dan bahan yang kita gunakan pada rinoskopia posterior, yaitu : Cermin kecil,

spatula, lampu spritus, solusio tetrakain (- efedrin 1%).

6

Page 7: makalah rinitis

Teknik-teknik yang kita gunakan pada rinoskopia posterior, yaitu: Cermin kecil kita

pegang dengan tangan kanan. Sebelum memasukkan dan menempatkannya ke dalam

nasofaring pasien, kita terlebih dahulu memanaskan punggung cermin pada lampu spritus

yang telah kita nyalakan. Minta pasien membuka mulutnya lebar-lebar. Lidahnya ditarik

ke dalam mulut, jangan digerakkan dan dikeraskan. Bernapas melalui hidung.

Spatula kita pegang dengan tangan kiri. Ujung spatula ditempatkan pada punggung lidah

pasien di depan uvula. Punggung lidah ditekan ke bawah di paramedian kanan lidah

sehingga terbuka ruangan yang cukup luas untuk menempatkan cermin kecil dalam

nasofaring pasien. Masukkan cermin kedalam faring dan ditempatkan antara faring dan

palatum mole kanan pasien. Cermin lalu disinari dengan menggunakan cahaya lampu

kepala. Khusus pasien yang sensitif, sebelum kita masukkan spatula, kita berikan terlebih

dahulu tetrakain 1% sebanyak 3-4 kali dan tunggu sekitar 5 menit.

Ada 4 tahap pemeriksaan yang dilalui saat melakukan rinoskopia posterior, yaitu :

Tahap 1 : pemeriksaan tuba kanan.

Tahap 2 : pemeriksaan tuba kiri.

Tahap 3 : pemeriksaan atap nasofaring.

Tahap 4 : pemeriksaan kauda konka nasi inferior.

2.3 Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan IgE total

Seringkali menunjukkan nilai normal pada pasien rhinitis alergi kecuali bila tanda laergi pada

pasien lebih dari satu macam penyakit. Misalnya selain rhinitis alergi, pasien juga menderita

asma bronchial atau urtikaria. Pemeriksaan ini berguna untuk prediksi kemungkinan alergi pada

bayi atau anak kecil dari suatu keluarga dengan derajat alergi yang tinggi. Pesakit rinitis alergi

lebih cenderung untuk mempunyai tahap IgE yang tinggi berbanding daripada orang biasa,

Tetapi pemeriksaan kadar IgE ini tidak sensitif dan tidak khusus untuk rinitis alergi. Hal ini

karena seramai 50% daripada pesakit rinitis alergi mempunyai kadar IgE yang biasa, manakala

seramai 20% noneffected individu juga dapat menunjukkan kadar IgE yang tinggi. Oleh itu,

ujian ini amnya tidak digunakan secara bersendirian untuk menegakkan diagnosis rinitis alergi,

tetapi hasil ini boleh membantu dalam beberapa kes apabila digabungkan dengan faktor-faktor

7

Page 8: makalah rinitis

lain. Pemeriksaan IgE spesifik dengan RAST(radio immuno sorbent test) atau ELISA(enzyme

linked immuno sorbent assay) lebih bermakna.1,3

Hitung eosinofil dalam darah tepi

Sepertimana jumlah serum IgE, kiraan eosinofil yang tinggi turut menyokong diagnosis rinitis

alergi, tetapi ia adalah tidak sensitif dan tidak khusus untuk diagnosis. Hasilnya kadang-kadang

boleh membantu apabila digabungkan dengan faktor-faktor lain.1,3

Pemeriksaan sitologi hidung

Walaupun tidak dapat memastikan diagnosis, ia tetap berguna sebagai pemeriksaan pelengkap.

Sampel sekret dan sel-sel dikikis dari permukaan mukosa hidung menggunakan sebuah prob

pensampelan khas. Jika ditemukan eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinan

alergi inhalan, jika basofil (>5 sel/lap) mungkin disebabkan alergi makanan. Manakala jika

ditemukan sel PMN menunjukkan adanya infeksi bakteri.1,3

Tes kulit (skin prick test)

Yaitu memberikan berbagai jenis alergen pada kulit dan melihat apakah akan timbul reaksi

alergi, reaksinya hanya berupa sedikit kemerahan di kulit. Tes ini dilakukan apabila gejala tidak

dapat terkontrol dengan medika mentosa sehingga diperlukan kepastian untuk mengetahui jenis

allergen supaya di kemudian hari, allergen tersebut bisa dihindari.1,3,4

Persiapan skin prick test adalah seperti berikut:4

- Gunakan ekstrak allergen yang terstandarisasi

- Menghentikan pengobatan antihistamin 5-7 hari sebelum tes

- Menghentikan pengobatan antihistamin generasi baru paling tidak 2-6 minggu sebelun tes

- Pada bayi dan usia lanjut, tes kulit ini kurang memberikan reaksi

- Tidak boleh dilakukan pada penderita dengan penyakit kulit seperti urtikaria, SLE dan

jika ada lesi yang luas pada kulit

- Pada penderita dengan keganasan, limfoma, sarkoidosis, diabetes retinopati juga terjadi

penurunan terhadap reaktivitas terhadap tes kulit ini.

- Pemeriksa perlu memahami teknik dan ketrampilan agar tidak terjadi interpretasi salah

akibat teknik dan pengertian yang kurang difahami oleh pemeriksa

8

Page 9: makalah rinitis

- Teknik menempatkan lokasi cukitan kerana terdapat tempat-temoat yang reaktivitasnya

tinggi dan ada yang rendah. Berurutan daari lokasi yang reaktivitasnya tinggi sampai

rendah: bagian bawah punggung > lengan atas > siku > lengan bawah sisi ulnar > sisi

radial > pergelangan tangan.

Prosedur skin prick test:4

- Tes ini sering dilakukan pada bagian volar lengan bawah.

- Lakukan desinfeksi dengan alcohol pada area volar dan ditandai dengan pulpen pada area

yang akan ditetesi dengan ekstrak allergen.

- Ekstrak allergen diteteskan satu tetes larutan allergen (histamine/control positif) dan

larutan control (buffer/control negative) menggunakan jarum ukuran 26 ½ atau G atau

blood lancet.

- Kemudian dicukitkan dengan sudut kemiringan 45° menembus lapisan epidermis dengan

ujung jarum menghadap ke atas tanpa menimbulkan perdarahan. Tindakan ini akan

mengakibatkan sejumlah allergen memasuki kulit.

- Tes ini dibaca setelah 15-20 menit dengan menilai bentol yang timbul

Gambar 2: skin prick test

9

Page 10: makalah rinitis

Interpretasi skin prick test:4

- Bentol histamine dinilai sebagai +++ (+3)

- Bentol larutan control dinilai negative (-)

- Derajat bentol + (+1) dan ++ (+2) digunakan bila bentol yang timbul besarnya antara

bentol histamine dan larutan control.

- Bentol yang ukurannya 2 kali lebih besar dari diameter bentol histamine dinilai ++++

(+4)

Kesalahan yang sering terjadi pada skin prick test:

- Tes dilakukan pada jarak yang sangat berdekatan (< 2cm)

- Terjadi perdarahan, ini memungkinkan terjadi false positive

- Teknik cukitan yang kurang benar sehingga penetrasi ekstrak ke kulit kurang, ini

memungkinkan terjadinya false negative

- Menguap dan memudarnya larutan allergen selama test dijalankan

Pemeriksaan sekret hidung

Melihat warna sekret, kekentalan, pemeriksaan kuman dan kultur jamur. Pemeriksaan ini

dilakukan untuk melihat kemungkinan rhinitis akibat infeksi jamur, virus atau bakteri.1

2.4 Diagnosis

2.4.1 Diagnosis kerja

Pada kasus ini, berdasarkan anamnesis yang diterima, diagnosis kerja yang dapat dibuat adalah

rhinitis alergi. Pada pasien ini diagnosis rhinitis alergi ditegakkan karena berdasarkan data

anamnesis, pasien hidung tersumbat terutama pagi hari,sering bersin lebih dari 5 kali dan hidung

rasa gatal. Untuk menyingkir diagnosis banding yang lain seharusnya ditanyakan adakah

sebelumnya disertai demam dan nyeri kepala (rhinitis simpleks), adakah sebelumnya

menggunakan obatan vasokonstriktor topical seperti tetes hidung atau semprot hidung dalam

waktu lama dan berlebihan (rhinitis medika mentosa).

10

Page 11: makalah rinitis

2.4.2 Diagnosis banding

Rinitis alergi

- Penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya

sudah tersensitisasi dengan allergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia

ketika terjadi paparan ulangan dengan allergen spesifik tersebut.

- Berkaitan dengan insidens asma dan eczema atopic.5

- Respon alergi biasanya ditandai oleh bersin, kongesti hidung serta rinore yang encer dan

banyak. Tidak ada demam dan sekret biasanya encer sahaja.

- Sering terdapat riwayat alergi atau asma dalam keluarga

Rinitis simpleks/ common cold.

- Penyakit virus yang paling sering ditemukan pada manusia. Ia berlangsung singkat dan

ringan.

- Gejala local terutama ditemukan pada saluran napas atas dengan predominan gejala-

gejala hidung

- Hampir 200 virus berbeda, tipe RNA maupun DNA telah dikaitkan dengan penyakit ini.

Virus yang paling penting adalah rhinovirus.

- Sangat menular dan gejala dapat timbul apabila kekebalan tubuh tidak ada atau akibat

menurunnya daya tahan tubuh ketika kedinginan, kelelahan, atau karena adanya penyakit

menahun dan lain-lain.

- Stadium prodromal berlangsung beberapa jam: rasa panas, kering dan gatal di dalam

hidung, timbul bersin berulang-ulang, hidung tersumbat, ingus encer yang biasanya

disertai demam dan nyeri kepala. Mukosa hidung tampak merah dan membengkak.

Ingus/sekret menjadi mukopurulen apabila terjadi infeksi sekunder bakteri.1

Rinitis vasomotor

- Suatu keadaan idiopatik yang didiagnosis tanpa adanya infeksi, alergi, eosinofilia,

perubahan hormonal (kehamilan, hipertiroid) dan pajanan obat (kontrasepsi oral,

antihipertensi, β-bloker, aspirin, klopromazin dan obat topical hidung dekongestan).1

11

Page 12: makalah rinitis

- Gejala mirip rhinitis alergi, namun gejala dominan adalah hidung tersumbat, bergantian

kiri dan kanan, tergantung pada posisi pasien. Gejala memburuk pada pagi hari waktu

bangun tidur oleh kerana adanya perubahan suhu yang ekstrim, udara lembab juga oleh

kerana asap rokok dan sebagainya.

2.5 Manifestasi klinik

Gambar 3: rhinitis alergi

Serangan bersin berulang lebih dari 5 kali

Keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak

Hidung tersumbat

Hidung dan mata rasa gatal

Kadang-kadang disertai lakrimasi (banyak keluar air mata)

Awitan gejala dapat timbul cepat setelah paparan allergen, gejala berupa mata

atau palatum yang gatal dan berair.1

12

Page 13: makalah rinitis

Ada gejala penyerta seperti mual, bersendawa, kembung, diare, somnolen atau

insomnia akibat kesan allergen yang ditelan. Hal ini dapat membedakan pasien-

pasien ini dari penderita rhinitis virus.

Rhinitis alergi umumnya berlangsung lebih lama dari rhinitis virus.3

Biasanya terlihat suatu pola musiman atau kaitan dengan bulu binatang, debu,

asap atau inhalan lain.

Klasifikasi rhinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari WHO Initiative ARIA

(Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001, yaitu berdasarkan sifat

berlangsungnya dibagi menjadi;1

o Intermitten: gejala kurang dari 4 hari dalam seminggu atau kurang dari 4

minggu

o Persisten: gejala lebih dari 4 hari dalam seminggu dan lebih dari 4

minggu.

Gejala spesifik pada anak:1

o Allergic shiner: bayangan gelap di daerah bawah mata akibat stasis vena

sekunder akibat obstruksi hidung.

o Allergic salute: anak menggosok-gosok hidung karena gatal dengan

punggung tangan.

o Allergic crease: garis melintang di dorsum nasi bagian sepertiga bawah

akibat menggosok hidung.

o Geographic tongue

o Mulut sering terbuka dengan lengkung langit-langit yang tinggi

2.6 Etiologi

Rinitis alergi melibatkan interaksi antara lingkungan dengan predisposisi genetik dalam

perkembangan penyakitnya. Faktor genetik dan herediter sangat berperan pada ekspresi rinitis

alergi. Penyebab rinitis alergi tersering adalah alergen inhalan pada dewasa dan ingestan pada

anak-anak. Penyebab rinitis alergi dapat berbeda tergantung dari klasifikasi.

13

Page 14: makalah rinitis

a) Rhinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, polinosis): di Indonesia tidak dikenal

rhinitis alergi musiman, tipe ini hanya berlaku pada tempat-tempat yang mempunyai 4

musim. Allergen penyebabnya spesifik yaitu tepungsari (pollen) dan spora jamur.1

b) Rhinitis alergi sepanjang tahun (perennial): ianya timbul intermitten atau terus- menerus

tanpa variasi musim, jadi dapat ditemukan sepanjang tahun. Antara penyebab alergi

perennial adalah debu tungau, terdapat dua spesies utama tungau yaitu

Dermatophagoides farinae dan Dermatophagoides pteronyssinus, jamur, binatang

peliharaan seperti kecoa dan binatang pengerat.1 Penyebab yang paling sering adalah

allergen inhalan terutama pada orang dewasa dan allergen ingestan. Allergen inhalan

utama adalah allergen dalam rumah (indoor inhalan) dan allergen di luar rumah (outdoor

inhalan). Allergen ingestan sering menjadi penyebab pada anak-anak dan biasanya sering

disertai dengan gejala alergi lain seperti urtikaria, gangguan pencernaan. Gangguan

fisiologik pada tipe perennial lebih ringan dibandingkan dengan tipe musiman tetapi

karena tipe perennial ini lebih persisten maka komplikasinya lebih sering diutamakan.5

Faktor resiko untuk terpaparnya debu tungau biasanya karpet serta sprai tempat tidur, suhu yang

tinggi, dan faktor kelembaban udara. Kelembaban yang tinggi merupakan faktor resiko untuk

untuk tumbuhnya jamur. Berbagai pemicu yang bisa berperan dan memperberat adalah beberapa

faktor nonspesifik diantaranya asap rokok, polusi udara, bau aroma yang kuat atau merangsang

dan perubahan cuaca.

2.7 Patofisiologi

Dengan masuknya antigen asing ke dalam tubuh terjadi reaksi yang secara garis besar terdiri

dari:1

a) Respon primer

Terjadi proses eliminasi dan fagositosis antigen (Ag). Reaksi ini bersifat non spesifik dan

dapat berakhir sampai disini. Bila Ag tidak berhasil seluruhnya dihilangkan, reaksi

berlanjut menjadi respon sekunder.

14

Page 15: makalah rinitis

b) Respon sekunder

Reaksi yang terjadi bersifat spesifik, yang mempunyai tiga kemungkinan ialah sistem

imunitas seluler atau humoral atau keduanya dibangkitkan. Bila Ag berhasil dieliminasi

pada tahap ini, reaksi selesai. Bila Ag masih ada, atau memang sudah ada defek dari

sistem imunologik, maka reaksi berlanjut menjadi respon tersier.

c) Respon tersier

Reaksi imunologik yang terjadi tidak menguntungkan tubuh. Reaksi ini dapat bersifat

sementara atau menetap, tergantung dari daya eliminasi Ag oleh tubuh.

Gambar 4: mekanisme reaksi alergi

Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap sensitisasi

dan diikuti dengan reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu immediate phase allergic

reaction atau reaksi alergi fase cepat (RAFC) yang berlangsung sejak kontak dengan alergen

sampai 1 jam setelahnya dan late phase allergic reaction atau reaksi alergi fase lambat (RAFL)

15

Page 16: makalah rinitis

yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase hiperreaktivitas) setelah pemaparan dan

dapat berlangsung 24-48 jam.1

Pada kontak pertama dengan alergen (tahap sensitisasi), makrofag/monosit yang berperan

sebagai sel penyaji (Antigen Presenting Cell/APC) akan menangkap alergen yang menempel di

permukaan mukosa hidung. Setelah diproses, antigen akan membentuk fragmen pendek peptide

dan bergabung dengan molekul HLA kelas II membentuk komplek peptide MHC kelas II (Major

Histocompatibility Complex) yang kemudian dipresentasikan pada sel T helper (Th0). Kemudian

APC akan melepas sitokin seperti interleukin 1 (IL-1) yang akan mengaktifkan Th0 untuk

berproliferasi menjadi Th1 dan Th2. Th2 akan menghasilkan berbagai sitokin seperti IL-3, IL-4,

IL-5, dan IL-13.

IL-4 dan IL-13 dapat diikat oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel

limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi imunoglobulin E (IgE). IgE di sirkulasi darah

akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE di permukaan sel mastosit atau basofil (sel

mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif. Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan

sel mediator yang tersensitisasi. Bila mukosa yang sudah tersensitisasi terpapar alergen yang

sama, maka kedua rantai IgE akan mengikat alergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya

dinding sel) mastosit dan basofil dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk

(Performed Mediators) terutama histamin. Selain histamin juga dikeluarkan Newly Formed

Mediators antara lain prostaglandin D2 (PGD2), Leukotrien D4 (LT D4), Leukotrien C4 (LT

C4), bradikinin, Platelet Activating Factor (PAF), berbagai sitokin (IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, GM-

CSF (Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor) dan lain-lain. Inilah yang disebut

sebagai Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC).1

Histamin akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus sehingga

menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Histamin juga akan menyebabkan

kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat

sehingga terjadi rinore. Gejala lain adalah hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid. Selain

histamin merangsang ujung saraf Vidianus, juga menyebabkan rangsangan pada mukosa hidung

sehingga terjadi pengeluaran Inter Cellular Adhesion Molecule 1 (ICAM1).

Pada RAFC, sel mastosit juga akan melepaskan molekul kemotaktik yang

menyebabkan akumulasi sel eosinofil dan netrofil di jaringan target. Respons ini tidak berhenti

sampai disini saja, tetapi gejala akan berlanjut dan mencapai puncak 6-8 jam setelah pemaparan.

16

Page 17: makalah rinitis

Pada RAFL ini ditandai dengan penambahan jenis dan jumlah sel inflamasi seperti eosinofil,

limfosit, netrofil, basofil dan mastosit di mukosa hidung serta peningkatan sitokin seperti IL-3,

IL-4, IL-5 dan Granulocyte Macrophag Colony Stimulating Factor (GM-CSF) dan ICAM1 pada

sekret hidung. Timbulnya gejala hiperaktif atau hiperresponsif hidung adalah akibat peranan

eosinofil dengan mediator inflamasi dari granulnya seperti Eosinophilic Cationic Protein (ECP),

Eosiniphilic Derived Protein (EDP), Major Basic Protein (MBP), dan Eosinophilic Peroxidase

(EPO). Pada fase ini, selain faktor spesifik (alergen), iritasi oleh faktor non spesifik dapat

memperberat gejala seperti asap rokok, bau yang merangsang, perubahan cuaca dan kelembaban

udara yang tinggi

Secara mikroskopik tampak adanya dilatasi pembuluh (vascular bad) dengan

pembesaran sel goblet dan sel pembentuk mukus. Terdapat juga pembesaran ruang interseluler

dan penebalan membran basal, serta ditemukan infiltrasi sel-sel eosinofil pada jaringan mukosa

dan submukosa hidung. Gambaran yang ditemukan terdapat pada saat serangan. Diluar keadaan

serangan, mukosa kembali normal. Akan tetapi serangan dapat terjadi terus-menerus (persisten)

sepanjang tahun, sehingga lama kelamaan terjadi perubahan yang ireversibel, yaitu terjadi

proliferasi jaringan ikat dan hiperplasia mukosa, sehingga tampak mukosa hidung menebal.1

2.8 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan untuk pasien rhinitis alergik dapat dibagi kepada dua cara yaitu secara

non-medika mentosa dan medika mentosa. Tindakan non-medika mentosa yang dapat dilakukan

adalah dengan menghindari kontak dengan allergen penyebabnya. Dalam hal alergi serbuk

bunga, pasien harus mengadakan perubahan lingkungan yang sesuai seperti mencegah paparan

yang tak perlu terhadap serbuk rumput-rumputan. Jika menggunakan AC di rumah atau di

kenderaan, penggunaan filter udara listrik dapat sangat membantu. Pasien yang peka terhadapa

debu harus hidup dalam lingkungan sebersih mungkin, setiap ruangan harus dipastikan bersih

dan bebas dari benda-benda pengumpul debu seperti karpet dan gorden. Pasien yang peka

terhadap kapang harus menghindari tidur di tempat yang lembab seperti kamar tidur di lantai

bawah tanah. Jendela harus tertutup pada malam hari karena udara malam hari sering

mengandung kapang. Pasien yang peka terhadap asap harus menghindari ruangan penuh asap

serta menghindari hubungan dengan perokok dalam ruangan tertutup seperti mobil.

17

Page 18: makalah rinitis

Berikut adalah pengobatan secara medika mentosa:

Antihistamin

- Antihistamin yang dipakai adalah antagonis H-1, yang bekerja secara inhibitor kompetitif

pada reseptor H-1 sel target, dan merupakan preparat farmakologik yang paling sering

dipakai sebagai lini pertama pengobatan rinitis alergi. Pemberian dapat dalam kombinasi

atau tanpa kombinasi dengan dekongestan secara peroral. Antihistamin dibagi dalam 2

golongan yaitu golongan antihistamin generasi-1 (klasik) dan generasi -2 (non sedatif).

- Antihistamin generasi-1 bersifat lipofilik, sehingga dapat menembus sawar darah otak

(mempunyai efek pada SSP) dan plasenta serta mempunyai efek kolinergik. Contohnya,

difenhindramin, klorfeniramin, prometasin, siprohetadin, sedangkan yang dapat diberikan

secara topical adalah azelastin.1

- Antihistamin diabsorpsi secara oral dengan cepat dan mudah serta efektif untuk

mengatasi gejala pada respon alergi fase cepat (RAFC) seperti rinore, bersin, gatal tetapi

tidak efektif untuk mengatasi gejala obstruksi hidung pada reaksi alergi fasa lambat

(RAFL).1

- Antihistamin generasi 2 yaitu yang nonsedatif dapat dibagi menjadi 2 kelompok

mengikut batas keamanannya. Kelompok pertama adalah astemisol dan terfenadin yang

mempunyai efek kardiotoksik. Toksisitas terhadap jantung ini dapat mengakibatkan

henti jantung dan bahkan kematian mendadak. Obat kelompok ini sudah ditarik dari

pengedaran. Kelompok kedua dari AH generasi 2 ini adalah loratadin, setirisin,

fexofenadin, desoratadin dan levosetirisin.1

Obat simpatomimetik

- Preparat simpatomimetik golongan agonis adrenergik alfa dipakai sebagai dekongestan

hidung oral dengan atau tanpa kombinasi antihistamin atau topikal. Namun pemakaian

secara tropikal hanya boleh untuk beberapa hari saja untuk menghindari terjadinya rinitis

medikamentosa.1

Kortikosteroid

- Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala trauma sumbatan hidung akibat respons fase

lambat tidak berhasil diatasi dengan obat lain. Yang sering dipakai adalah kortikosteroid

topikal (beklometason, budesonid, flunisolid, flutikason, mometason furoat dan

triamsinolon)1,3

18

Page 19: makalah rinitis

- Kortikosteroid topical bekerja untuk mengurangi jumlah sel mastosit pada mukosa

hidung, mencegah pengeluaran protein sitotoksik dari eosinofil, mengurangi aktifitas

limfosit dan mencegah bocornya plasma. Hal ini menyebabkan epitel hidung tidak

hiperresponsive terhadap rangsangan allergen (bekerja pada respon fase cepat dan

lambat).

Antikolinergik topical

- antikolinergik topikal adalah ipratropium bromida, bermanfaat untuk mengatasi rinore,

karena aktifitas inhibisi reseptor kolinergik permukaan sel efektor.1,5

Terapi bedah: tindakan pembedahan tidak diindikasikan untuk rinitis alergi tetapi boleh

diindikasikan apabila disertai komplikasi atau kondisi komorbid lain, seperti sinusitis kronik,

deviasi septal yang teruk (menyebabkan obstruksi yang teruk), polip hidung, atau lain-lain

kelainan anatomi.3

2.9 Komplikasi1

Polip hidung: penelitian menunjukkan bahwa alergi hidung merupakan salah satu faktor

penyebab terbentuknya polip hidung dan kekambuhan polip hidung.

Otitis media efusi yang sering residif, terutama pada anak-anak.

Sinusitis paranasal merupakan inflamasi mukosa satu atau lebih sinus para nasal. Terjadi

akibat edema ostia sinus oleh proses alergis dalam mukosa yang menyebabkan sumbatan

ostia sehingga terjadi penurunan oksigenasi dan tekanan udara rongga sinus. Hal tersebut

akan menyuburkan pertumbuhan bakteri terutama bakteri anaerob dan akan

menyebabkan rusaknya fungsi barier epitel antara lain akibat dekstruksi mukosa oleh

mediator protein basa yang dilepas sel eosinofil (MBP).

19

Page 20: makalah rinitis

2.10 Prognosis

Prognosis untuk rinitis alergi ini baik apabila sumber alergen dapat dihindari. Kebanyakan gejala

rinitis alergi boleh dirawat. Pada kasus berat memerlukan suntikan alergi. Pada beberapa orang

terutamanya kanak-kanak boleh mengatasi alergi apabila sistem imun menjadi kurang sensitif

terhadap alergen. Walau bagaimanapun, sekali bahan yang menyebabkan alergi, ia biasanya terus

mempengaruhi seseorang dalam tempoh jangka panjang.

Penutup

Kesimpulannya, rhinitis alergi lebih sering terjadi pada individu yang mempunyai riwayat alergi

dalam keluarga. Gejala yang khas adalah sering bersin lebih dari 5 kali, mata dan hidung berair,

sekret hidung yang banyak dan encer serta rasa gatal pada hidung dan mata.

Daftar pustaka

1. Efiaty Arshad, Nurbaiti Iskandar, Jenny Bashiruddin, Ratna Dwi Restuti. Rinitis alergi.

Dlm: Buku ajar ilmu kesehatan telinga, hidung, tenggorok, kepala dan leher. Edisi ke-6.

Jakarta: FKUI; 2010.h. 128-40.

2. Steven D. Ehrlich. Allergic rhinitis [Artikel elektronik]. 7 January 2011. Diunduh dari

http://www.umm.edu/altmed/articles/allergic-rhinitis-000003.htm#ixzz1ot9aBfoa, pada

11 Maret 2012.

3. Javed Sheikh. Allergic rhinitis. 2 September 2011. Diunduh dari

http://emedicine.medscape.com/article/, pada 11 Maret 2012.

4. Pawarti. Tes kulit. In: Diagnosis Rinitis Alergi. Media Perhati; 2004; 10(3): 18-23.

5. Stuart I. Henochowicz. Allergic rhinitis. 10 Januray 2011. Diunduh dari

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000813.htm, pada 12 Maret 2012.

20