CBD Trauma Kepala Dr Bambang

download CBD Trauma Kepala Dr Bambang

of 32

description

Contoh CBD

Transcript of CBD Trauma Kepala Dr Bambang

CASE BASED DISCUSSIONTRAUMA CAPITIS

Disusun oleh :Carolina1115140

PEMBIMBING :dr. H. Bambang Hernowo, Sp.A, M.Kes

SMF/BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHARUMAH SAKIT IMMANUELBANDUNG2015I. IDENTITAS PENDERITA

Nama penderita: ANJenis kelamin: Laki-lakiUmur: 07 thn 10 bulan ( tanggal lahir : 26/11/2007 )Kiriman dari: IGD (pk. 16.30)Diagnosis masuk: keracunan makananTanggal dirawat: 29 September 2015Tanggal diperiksa: 1 Oktober 2015

Ayah:Nama: Tn. SUmur : 33 tahunPendidikan: SMAPekerjaan: PedagangPenghasilan: Tidak bersedia memberitahuAlamat:Jalan Babakan Irigasi RT 01/RW 02

Ibu:Nama: Ny. SUmur: 28 tahunPendidikan: SMPPekerjaan: Ibu Rumah TanggaPenghasilan : -Alamat:Jalan Babakan Irigasi RT 01/RW 02

II. ANAMNESIS Heteroanamnesis oleh Ibu pasien pada tanggal 1 Oktober 2015Keluhan Utama : MuntahRiwayat perjalanan penyakit :Pasien datang dengan keluhan muntah sebanyak kurang lebih 6x sejak 1 hari sebelum masuk Rumah Sakit Immanuel. Muntah sebanyak kurang lebih satu gelas aqua, berisi makanan yang dimakan, tidak ada darah. Keluhan muntah disertai rasa mual dan sakit perut. Pasien menyangkal adanya mencret. Pagi hari sebelum muntah-muntah pasien terjatuh dengan kepala terbentur ke lantai pada bagian dahi sebelah kanan dan pada bagian belakang kepala karena didorong oleh temannya saat sedang bermain di sekolah. Saat terjatuh pasien masih tetap sadar dan dapat mengingat kejadian sebelum terjatuh dan saat terjatuh. Pasien juga mengeluh adanya pusing yang dirasakan sejak 1 hari sebelum masuk Rumah Sakit Immanuel. Keluhan pusing tidak disertai bunyi berdenging pada telinga dan penglihatan yang berkunang-kunang. Pasien menyangkal adanya mimisan, darah keluar dari mulut, maupun kejang setelah terjatuh. Tidak ada keluhan pada BAB dan BAK.Riwayat Penyakit Dahulu: pasien belum pernah sakit seperti ini. Pasien hanya pernah mengalami mencret dan batuk pilek. Riwayat Penyakit Keluarga: tidak ada riwayat penyakit berat.Usaha berobat: ketika gejala timbul pasien langsung ke Rumah Sakit ImmanuelAlergi: tidak ada alergi obat maupun makanan

Riwayat kehamilan dan persalinan :Anak ke 2 dari 3 anak. Lahir hidup : 2 Lahir mati : - Abortus : -Lahir aterm, lahir spontan langsung menangis, ditolong oleh bidan.Berat badan lahir : 2800 gramPanjang badan lahir : 48 cm Saat lahir ibu mendapat vaksin.

Tumbuh kembang anak

1

Berbalik: ibu lupaDuduk dengan bantuan: ibu lupaDuduk tanpa pegangan: ibu lupaBerjalan tanpa dipegang: ibu lupaBicara 1 kata: ibu lupa Bicara 1 kalimat: ibu lupa Membaca: 4 tahun Menulis: 4 tahun Sekolah:3 tahun

Susunan keluargaNo.NamaUmurL / PKeterangan

1Tn. S33 tahunLAyah, sehat

2Ny. S28 tahunPIbu, sehat

3RH12 tahunPKakak

4AN7 tahunLPasien

5AMD4 tahunLAdik

ImunisasiDasarUlanganAnjuran

1. BCG4 hari---6. HIB -

2. DPT2 bln 3bln4bln---7. MMR -

3. POLIO2bln3bln4bln---8. Hep A -

4. Hep B4 hari1bln6bln---9. Cacar air -

5. Campak9 bln---

MakananUsia 0 6 bulan : ASI eksklusifUsia 6 8 bulan : mulai diberikan makanan tambahan dan susu formula Usia 8 9 bulan : mulai diberikan bubur nasiUsia 9 12 bulan : mulai diberikan nasi timUsia 12 bulan - sekarang : diberikan makanan sesuai pola makan keluarga

Penyakit dahulu

Batuk pilek: seringDiare: jarangTifus perut: -Pneumonia: -Batuk rejan: -Difteri: -Tetanus: -Hepatitis: -TBC: -Cacar Air: -Campak: -Ginjal: -Asma / Alergi: -Kejang : -Lainnya: -

Penyakit keluarga

Asma: -TBC: -Ginjal: -Lain lain: -Penyakit darah: -Peny. Keganasan: -Kencing manis:

III. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan Fisik tanggal 4 Agustus 2015 pukul 21.00 saat di ruangan:Keadaan umum Kesadaran penderita: Compos MentisKeadaan sakit: sedang Posisi: tidak terdapat letak paksaPenampilan umum:Mental: normalFisik: normal

Tanda vitalTekanan darah : 110/70Nadi: 114x / menit , kualitas : regular, ekual, isi cukup Respirasi: 24x / menit , tipe : abdominothorakalSuhu: 36,2 C ( aksiler )

PengukuranUmur: 07 tahun 10 bulanBerat Badan: 17,5 kg Tinggi Badan: 110 cm Status gizi: Baik (standar deviasi 0 sampai -1 BMI WHO)

Pemeriksaan Fisik Kulit: Pucat (-), sianosis (-), rash (-), ikterik (-), turgor kembali cepatKGB: tidak teraba membesar Rambut: hitam, tidak mudah dicabut, distribusi merata Kepala: terdapat benjolan pada pelipis sebelah kanan dan kepala bagian belakang, konsistensi keras, permukaan rata, warna merah, dapat digerakan dari jaringan sekitar, nyeri tekan +Mata: konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, perdarahan pada mata -/-, pupil bulat isokor ki=ka 3,5 mm, raccoon eye -/-Hidung: PCH -/-, sekret hidung -/-, darah beku -/-Telinga: sekret -/-, darah beku -/-, battles sign -Mulut: mukosa mulut basah dan bibir kering Leher KGB leher: tidak teraba membesar, kaku kuduk - Thorax Dinding thorax / paruInspeksi: simetris kiri = kanan, retraksi(-)Palpasi: pergerakan simetris kanan = kiri, ICS tidak melebarPerkusi: sonor, kiri = kananAuskultasi: VBS +/+ kiri = kanan, Ronki -/-, Wh -/- JantungInspeksi: iktus kordis tidak terlihatPalpasi: iktus kordis teraba di ICS IV 1 cm medial linea midclavicularis kiri, kuat angkat Perkusi: -Auskultasi: bunyi jantung murni, reguler, murmur (-) Abdomen Inspeksi: datarAuskultasi: Bising usus (+) normalPalpasi: soepel, nyeri tekan (+), hepar tidak membesar, lien tidak membesar.Perkusi: - Genital : Laki-laki, tidak ada kelainan Anus dan rectum : ruam perianal (-) Anggota gerak/ekstremitas: akral hangat, capillary refill 30 menitGrade 2 Tidak ada kehilangan kesadaran Kebingungan sementara Gejala hilang > 15 menitGrade 2 Tidak ada hilang kesadaran Kebingungan disertai amnesia setelah kejadian

Grade 3 (berat) Hilang kesadaran > 15 menit atau Amnesia setelah kejadian > 24 jamGrade 3 Kehilangan kesadaran dapat sementara atau berkepanjanganGrade 3 Kehilangan kesadaran tanpa memperhatikan durasi

Trauma kapitis tertutup dengan komaPada trauma kapitis tertutup yang berat, anak akan datang dengan keadaan tidak sadar disertai kelainan neurologis lain. Segera lakukan pemeriksaaan dan tindakan serupa pada anak dalam koma yaitu periksa skala koma Glasgow, lakukan pemeriksaan saraf otak dan motorik. Cari adanya fraktur di tempat lain kemudian lakukan pemeriksaan CT scan sebelum dimasukan ke unit perawatan intensif (Lazuardi, 1999).Yang termasuk trauma kapitis terbuka yaitu laserasi kulit tengkorak, fraktur yang compound, comminuted dan impresi disertai kerusakan jaringan otak (Lazuardi, 1999).

PATOFISIOLOGI DAN GEJALA KLINIK Kerusakan Otak PrimerTerjadi akibat benturan langsung yang dapat menyebabkan kerusakan pada parenkim otak atau kerusakan pada traktus di substansia alba karena kekuatan aselerasi-deselerasi. Kerusakan otak secara langsung terjadi karena benturan yang kuat antara otak dengan protuberentia tulang kalvaria atau oleh fragmen-fragmen otak. Benturan pada otak dapat menyebabkan coup injury, sedangkan countercoup injury terjadi saat otak berbenturan dengan protuberensia tulang di seberang tempat terjadinya benturan. Perdarahan intrakranial terjadi akibat robeknya pembuluh darah. Pada perdarahan epidural terjadi kerusakan arteri, sedangkan pada perdarahan subdural terjadi kerusakan vena. Karena tekanan pembuluh darah arteri lebih tinggi, perdarahan epidural menyebabkan hematom yang membesar secara cepat (Verive, 2014). Kerusakan Otak SekunderKerusakan otak sekunder terjadi karena respon dari kerusakan otak primer sehingga menyebabkan kerusakan otak yang lebih lanjut. Contoh dari keruskan sekunder yaitu hipotensi, hipoksia, dan hiperkapnia. Kerusakan otak sekunder disebabkan oleh proses inflamasi yang dimediatori oleh radikal bebas, free iron, glutamat, dan aspartat yang akhirnya menyebabkan edema serebral, peningkatan tekanan intrakranial, hiperemia, dan iskemik (Verive, 2014). Autoregulasi Cerebral Blood Flow (CBF) yang tergangguKarena otak memiliki kemampuan yang minimal untuk menyimpan energi, kebutuhan energi pada otak sepenuhnya dipengaruhi oleh metabolisme aerobik. Pengantaran oksigen dan hasil metabolisme ke otak dipengaruhi oleh suplai darah yang konstan, yang disebut sebagai cerebral blood fow (CBF). CBF merupakan banyaknya darah yang mengalir melewati otak pada suatu waktu tertentu, normal 50 mL/ 100g/ menit pada orang dewasa dan lebih tinggi pada anak-anak. CBF dipengaruhi oleh mean arterial blood pressure (MAP), tekanan intrakranial, viskositas darah, produk metabolit, dan diameter pembuluh darah otak. Untuk mengatur darah yang mengalir ke otak tetap konstan diperlukan suatu mekanisme yang disebut sebagai autoregulasi. Proses ini terjadi karena adanya perubahan tekanan darah karena adanya perubahan resistensi otak sebagai respon dari perubahan tekanan MAP. MAP yang terlalu tinggi maupun terlalu rendah dapat menyebabkan gangguan pada CBF dan dapat menyebabkan iskemi atau gangguan pada blood brain barrier (Verive, 2014).Beberapa mekanisme yang mempengaruhi autoregulasi CBF:1. Produk metabolismeCBF dipengaruhi oleh metabolisme otak. Beberapa faktor yang telah diketahui yaitu adenosin dan radikal bebas. Peningkatan aktivitas metabolisme, seperti saat demam dan kejang menyebabkan peningkatan CBF (Verive, 2014).2. Isi dari aterial blood gasCBF dipengaruhi oleh perubahan tekanan oksigen dan karbondioksida dalam darah. Hipoksia menyebabkan vasodilatasi disertai peningkatan CBF. Peningkatan tekanan oksigen menyebabkan vasokontriksi yang dipengaruhi dosis namun lebih lemah dibanding vasodilatas yang disebabkan hipoksia. Hiperkarbia dapat meningkatkan CBF hinggal lebih dari 350% dari normal, sedangkan hipokapnia menyebabkan penurunan aliran darah. Mekanisme yang terlibat dalam hal ini yaitu adanya perubahan pH yang menyebabkan perubahan diameter arteri (Verive, 2014).3. Faktor myogenikFaktor myogenik dahulu merupakan faktor yang paling penting dalam proses autoregulasi. Namun sekarang diketahui bahwa perubahan pada kompleks aktin myosin meredam pulsasi arteri dan memberikan efek autoregulasi yang kecil (Verive, 2014).4. Faktor neurogenikFaktor neurogenik dipresentasikan oleh sistem simpatik pada pembuluh darah otak. Sistem saraf simpatik mengubah autoregulasi menuju tekanan tinggi, dimana penekanan simpatik menyebabkan hal sebaliknya (Verive, 2014).5. Faktor endotelium-dependentNO merupakan suatu faktor yang mempengaruhi autoregulasi CBF dengan merelaksasikan pembuluh darah otak. NO dapat ditemukan pada beberapa kondisi, seperti iskemik, hipoksia, dan stroke. NO juga dihasilkan oleh beberapa sel berbeda saat istirahat namun juga dapat distimulasi oleh beberapa faktor seperti sitokin. Perubahan pada CBF saat hiperoksia, hipoksia, hiperkarbia, dan hipokarbia terjadi karena perubahan produksi NO. Vasodilatasi dari stimulasi somatosensori terjadi melalui perubahan NO (Verive, 2014). Interaksi dinamis pasca-trauma kapitis. Berbagai proses patologis dapat berinteraksi dan menyebabakan kerusakan otak (Lazuardi, 1999).

DASAR DIAGNOSIS AnamnesisAnamnesis mengenai trauma dilakukan untuk mengetahui waktu, lokasi dan cara terjadinya suatu trauma. Trauma langsung sering menyebabkan fraktur dan hematoma. Kerusakan akibat deselerasi dan akselerasi dapat menyebabkan kerusakan pada substansia alba. Pada anak, sering terjadi concussion syndrome berupa gangguan kesadaran sementara yang disertai kejang fokal atau tonik klonik kemudian timbul kegelisahan, mengantuk dan muntah-muntah (Lazuardi, 1999). Fungsi vitalHiperventilasi dan nadi yang cepat sering ditemukan pada anak yang gelisah. Meskipun anak terlihat pucat, namun bila tekanan darah normal, maka prognosis lebih baik. Bila terdapat hipotensi, curigai adanya perdarahan abdominal terutama setelah kecelakaan mobil atau sepeda. Peningkatan tekanan darah yang disertai bradikardi dan pernafasan yang tidak teratur (trias Cushing) menandakan adanya peningkatan tekanan intrakranial. Nadi yang cepat disertai hipotensi dan pernafasan ireguler disebabkan oleh gangguan fungsi batang otak (Lazuardi, 1999). Pemeriksaan fisik MataPerhatikan besar dan reaksi pupil. Ekimosis di sekitar mata menandakan adanya fraktur basis kranii. Perdarahan retina berupa gambaran flamed-shape atau subhialoid preretina terlihat pada perdarahan subdural atau subarachnoid. Vena retina yang melebar dan tidak berdenyut merupaka tanda awal gejala edema papil (Lazuardi, 1999). KepalaPeriksa adanya luka, hematoma, fraktur impresi, ubun-ubun yang tegang dan menonjol dan ukuran lingar kepala. Bila terdapat nyeri atau kekakuan pada leher harus dicurigai adanya fraktur leher atau perdarahan subaraknoid (Lazuardi, 1999). Telinga dan hidungPeriksa adanya perdarahan dan keluarnya cairan serebrospinal. Perdarahan telinga yang disertai ekimosis di daerah mastoid (Battles sign) merupakan tanda adanya fraktur basis kranii (Lazuardi, 1999). Ekstremitas dan abdomenPeriksa kemungkinan perdarahan intra-abdominal. Pemeriksaan neurologisDerajat kesadaran merupakan indikator beratnya kerusakan otak. Pada anak dengan gangguan kesadaran digunakan skala koma Glasgow pediatrik (PGCS) dan pada anak kecil digunaakan skala verbal yang dimodifikasi (Lazuardi, 1999). Skala koma Glasgow pediatrik dapat digunakan pada anak berusia dibawah lima tahun. Total skor PGCS antara 13-15 menunjukan trauma kapitis yang ringan, skor 8-12 menunjukan trauma kapitis yang sedang, dan skor dibawah 8 menunjukan trauma kapitis yang berat. Berikut adalah tabel PGCS (Verive, 2014):

MATA

RESPON MOTORIK

RESPON VERBAL

PEMERIKSAAN PENUNJANG Darah rutinPemeriksaan darah rutin dilakukan secara serial, terutama bila pasien dicuragai terjadi pendarahan. Pemeriksaan kimia darah dapat dilakukan untuk mengetahui adanya kerusakan pada organ lain. PT dan aPTT perlu diperiksa pada pasien dengan trauma kapitis karena pada pasien ini dapat terjadi koagulopati karena trauma. Pemeriksaan golongan darah diperlukan untuk mengantisipasi apabila diperlukan tranfusi darah. Pemeriksaan analisis gas darah seperti oksigenisasi dan status asam basa diperlukan untuk membantu terapi selanjutnya. Uji toksisitas darah dan urin dilakukan pada mereka dengan gangguan status mental, kejang, atau memiliki riwayat yang tidak jelas (Verive, 2014). Foto tengkorakFoto tengkorak tidak banyak membantu, karena hanya menunjukan 7 % adanya fraktur. Foto kepala penting pada bayi < 1 tahun dengan kesdaran yang menurun, hematoma sefal atau fraktur basis kranii. Bila CT scan tidak tersedia, foto tengkorak dibutuhkan pada kondisi (Lazuardi, 1999):A. Trauma kepala terbuka (dsedang dan berat)B. Kemungkinan fraktur basiler, impresi, dan compoundC. Kemungkinan adanya benda asing dalam otakD. Bila terdapat gangguan pembekuan darahE. Pada kasus yang berhubungan dengan proses hukum CT-scanDilakukan pada trauma kapitis berat untuk menilai adanya fraktur impresi, fragmen tulang, benda asing, hematoma, edema-kontusio, dan timbulnya hidrosefalus. Bila keadaan menijinkan dapat dibuat CT scan dengan kontras untuk menilai keadaan vaskularisasi (Lazuardi, 1999). CT scan dipertimbangkan 8 jam setelah trauma bila didapatkan (Pudjiadi et al., 2009) :A. Kemerahan/bengkak/laserasi > 5 cm di kepalaB. Kejang pasca trauma tanpa riwayat epilepsiC. Amnesia > 5 menit, pada trauma bukan karena kecelakaanD. Jatuh yang bermaknaE. Tiga atau lebih episode muntah, pusing, atau respon lambatF. Usia < 1 tahun dengan PGCS < 15Indikasi CT-Scan menurut SIGN 2009 (Pudjiadi et al., 2009):

MRIMRI lebih sensitif dibandingakan dengan CT scan, sehingga memberikan informasi yang lebih detail sehingga dapat memberikan informasi mengenai struktur vaskular dana anatomis, proses mielinisasi, dapat mendeteksi perdarahan kecil yang tidak dapat terdeteksi oleh CT scan. Pemeriksaan MRI tidak dapat dilakukan pada pasien dengan kondisi emergensi, karena dapat memperlambat proses penatalaksanaan pasien (Verive, 2014). USGDilakukan pada bayi dengan fontanel yang masih terbuka dan dapat membantu untuk mengetahui adanya perdarahan maupun obstruksi pada pembuluh darah intrakranial (Verive, 2014). ArteriografiPemeriksaan ini hanya dilakukan bila tidak ada CT scan (Lazuardi, 1999). Elektroensefalografi Pemeriksaan ini dilakukan bila terdapat penurunan kesdaran lebih lama dari dugaan klinis, defisit neurologis yang progresif dan timbul kejang atau timbul gangguan tingkah laku mendadak yang menyerupai kejang (Lazuardi, 1999). Pungsi lumbalPemeriksaan ini dilakukan apabila terdapat kecurigaan adanya infeksi intrakranial atau ensefalopati toksik (Lazuardi, 1999). Tap subduraDilakukan bila terdapat riwayat trauma pada anak kecil yang disertai gejala berat badan yang tidak naik, sering muntah, demam, kejang, Hb menurun, pembesaran kepala. Digunakan jarum subdural no. 20-22 untuk mengeluarkan 10-15 ml cairan subdural kemudian dimasukan udara dengan jumlah yang sama, lalu dibuat foto untuk menilai adanaya penekanan dan atrofi otak (Lazuardi, 1999).

KOMPLIKASI Kejang Kejang merupakan komplikasi yang paling sering terjadi pada mereka dengan konstusio, fraktur tengkorak yang menekan, dan trauma kapitis berat (PGCS 3-5) (Verive, 2014). Epilepsi pasca-trauma merupakan kejang yang timbul berhubungan dengan trauma dan dibagi berdasarkan saat timbulnya yaitu tipe lagsung, dini, dan lambat. Pada tipe langsung terjadi serangan terjadi beberapa detik setelah kecelakaan akibat stimulasi mekanik jaringan otak. Pada tipe dini, kejang terjadi 24-48 jam setelah kejadian yang diakibatkan oleh edema, perdarahan, kontusio, laserasi, atau nekrosis otak. Kejang dapat berupa kejang umum maupun fokal dan sering pada anak < 1 tahun. Tipe lambat timbul dalam 12 bulan pertama, dikarenakan fokus epilepsi berasal dari jaringan parut serebro-meningeal (Lazuardi, 1999). Hematoma epidural dan ekstraduralHematoma epidural terutama terjadi pada orang muda. Perdarahan ini terjadi pada tempat trauma, biasanya unilateral di daerah perito-oksipito-temporal dan jarang pada temporal anterior. Pada anak perdarahan terjadi karena trauma rinagn yang merobek vena dura, arteri meningea media dan cabang-cabangnya, vena meningea media atau vena emissaria yang kecil dari sinus dura dan tidak diketahui sumbernya. Gejala klinis dari hematoma ini yaitu gangguan kesadaran sebentar yang disusul bebas gejala (lucid interval) beberapa jam. Pada anak-anak gejala ini sering atipik karena adanya sefalgia, muntah dan gelisah. Makin muda anak, lucid interval akan makin memanjang. Kemudian gejala neurologis akan muncul secara progresif berupa pupil anisokor (dilatasi pupil dan fixed ipsilateral), hemiparesis, papiledema dan gejala herniasi transtentorial. Hematoma epidural pada fossa posterior menimbulkan gejala gangguan kesadaran, sefalgia, muntah, ataksia sereberal, dan paresis saraf otak. Pemeriksaan neuroradiologis sering tidak dapat dikerjakan karena proses yang akut. Pada CT-scan akan terlihat lesi bikonveks, berdensitas tinggi dan terlokalisir dekat tabula interna yang menimbulkan efek massa dan pergeseran struktur otak (Lazuardi, 1999).

Hematoma epidural dengan pergeseran garis tengah (Verive, 2014). Hematoma subduralHematoma subdural merupakan cairan berdarah di ruang subdural akibat trauma kapitis. Hematoma ini biasanya disebabkan oleh trauma kapitis yang merobek bridging veins. Sebagian besar ditemukan bilateral di daerah fronto-parietal. Pada masa akut cairan berwarna merah tua dan berbentuk bekuan, lambat laun bekuan menjadi cair dan warna berubah jadi coklat disebut higroma subdural. Kemudian akan terbentuk selaput yang meliputi bekuan sehingga membentuk proses desak ruang yang berisi albumin. Proses ini akan menyedot air sehingga menjadi besar dan menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial. Pada anak kecil hematoma dapat timbul kembali berulang karena terjadinya pembesaran tengkorak yang membentuk kantung yang mudah terisi darah kembali. Gejala hematoma subdural pada anak bermanifestasi pada hari pertama dan kedua sering disertai kontusio atau laserasi otak. Hematoma subdural kronik hanya terdapat pada anak remaja dengan gejala sakit kepala, gangguan kepribadian, dan penurunana kesadaran yang disertai kejang-kejang. Pada CT-scan, hematoma subdural akut memperlihatkan lesi hiperdens, pada hematoma subdural subakut ditemukan lesi isodens yang akan menjadi hipodens dalam 3 minggu disertai penekanan ventrikel dan pergeseran garis tengah. Pada hematoma subdural ditemukan 2 bentuk CT scan (Lazuardi, 1999): Bentuk klasik, lesi kresentik dengan densitas tinggi sesisi atau bilateral disertai penekanan ventrikel ipsilateral dan pergeseran garis tengah. Terutama pada anak kecil (dengan tap subdural positif) berupa lapisan tipis darah pada konveksitas dan fisura interhemister

Hematoma subdural (Verive, 2014). Kista leptomeningeal merupakan komplikasi fraktur diastik pada anak < 3 tahun. Merupakan pembengkakan yang tidak nyeri, membesar terus menerus dan berlokasi di daerah parietal (Lazuardi, 1999). Kerusakan nervus kranialis karena fraktur basis kranii, mass effect, atau herniasi. Okulomotor palsy karena kerusakan nervus VI, III, atau IV. Trauma pada nervus VII menyebabkan facial nerve palsy. Kehilangan pendengaran dapat terjadi karena kerusakan nervus VIII (Verive, 2014). Posttraumatik sindrom dapat terjadi karena trauma kapitis ringan hingga sedang dan menyebabkan iritabilitas, ketidakmampuan untuk konsentrasi, gugup, dan terkadang menyebabkan gangguan kognitif dan tingka laku (Verive, 2014). Kortikal blindness, yaitu kehilangan penglihatan akut setelah trauma kapitis, biasa sembuh setelah 24 jam (Verive, 2014). Trauma yang menyebabkan migren dapat terjadi beberapa menit hingga beberapa jam setelah trauma dan bertahan selama beberapa jam hingga beberapa hari. Obat pilihan untuk untuk mengatasi komplikasi ini yaitu betablocker (Verive, 2014). Hidrosefalus terjadi karena obstruksi yang disebabkan oleh perdarahan intraventrikular atau penurunan reabsorbsi CSF karena obstruksi vili arachnoid (Verive, 2014). Edema pulmonar neurogenik karena iskemi medula yang menyebabkan peningkatan tekanan pembuluh darah paru dan perubahan distribusi darah dari sistemik ke sirkulasi paru (Verive, 2014). Infeksi paru sering terjadi pada trauma kapitis karena terjadiny aspirasi atau ventilasi mekanik yang lama (Verive, 2014).

(Lazuardi, 1999)

PENATALAKSANAAN Tatalaksana awal di IGD Survei primer, untuk menstabilkan kondisi pasien: Airway Pastikan tidak ada benda asing atau cairan yang menghalangi jalan nafas Lakukan intubasi jika diperlukan Breathing : berikan O2 dengan target saturasi O2 > 92% Circulation : pasang jalur intravena dan infus NaCl 0,9% atau RL. Hindari cairan hipotonis. Pertahankan tekanan darah sistolik > 90 mmHg. Survei sekunder, dilakukan setelah pasien stabil: Pemeriksaan labolatorium dan radiologi Penetuan apakah pasien harus menjalani operasi, dirawat di ruang rawat intensif, ruang rawat biasa, atau boleh rawat jalan. Tatalaksana di ruang rawat Penurunan tekanan intrakranial Posisi kepala ditingkatkan 30 derajat Pemberian manitol 20% Dosis awal 1 gr/KgBB diberikan dalam 20-30 menit, diberikan secara drip cepat Dosis lanjutan diberikan 6 jam setelah dosis awal. Berikan 0,5 gr/ kgBB drip cepat salama 20-30 menit bila diperluakan Atasi komplikasi Kejang: profilaksis dengan obat anti-epilepsi selama 7 hari diberikan pada kasus fraktur impresi lebih dari 2 diplo. Infeksi: antibiotik profilaksis pada fraktur basis kranii, fraktur terbuka, atau pneumoensefal. Dosis sesuai dengan dosis yang diberikan pada intrakranial Perdarahan saluran cerna dan gangguan saluran gastrointestinal: berikan anti-emetik, anatasida, penghambat pompa proton, dll bila diindikasikan. Demam (jaga temperatur tubuh