case neuro epilepsi.docx
Transcript of case neuro epilepsi.docx
LAPORAN KASUS
EPILEPSI
OLEH:
Tina Multazami J500090037
Ririn Nurpebriansari J500090048
M. Alfian Zaini Adhim J500090056
Adha Nurjanah J500090096
Guntur Arianto Wibowo J500080056
PEMBIMBING:
dr. Hj. MUTIA SINTA Sp. S
dr. DWI KUSUMANINGSIH Sp. S
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013
LAPORAN KASUS
EPILEPSI
Yang Diajukan Oleh:
Tina Multazami J500090037
Ririn Nurpebriansari J500090048
M. Alfian Zaini Adhim J500090056
Adha Nurjanah J500090096
Guntur Arianto Wibowo J500080056
Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah SurakartaPada hari 2013
Pembimbing:
dr. Hj. MUTIA SINTA Sp. S ( )
dr. DWI KUSUMANINGSIH Sp. S ( )
Dipresentasikan dihadapan:
dr. Hj. MUTIA SINTA Sp. S ( )
dr. DWI KUSUMANINGSIH Sp. S ( )
Disahkan Ka. Program Profesi:
Dr. Dona Dewi Nirlawati ( )
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013
STATUS NEUROLOGI
I. IDENTITAS
Nama : An. DNS
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 10 tahun
Alamat : Sukosari, Babadan
Pekerjaan : PNS
Agama : Islam
Status Pernikahan : Belum Menikah
Pendidikan : -
No. Rekam Medis : 2987xx
Tanggal Pemeriksaan : 21 September 2013
II. ANAMNESIS
Riwayat penyakit pasien diperoleh secara alloanamnesis dan autoanamnesis
dilakukan pada tanggal 21 september 2013.
A. Keluhan utama
Kejang
B. Keluhan tambahan
-
C. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke Poli Syaraf RSUD DR. Harjono Ponorogo dibawa
oleh kedua orangtuanya dengan keluhan kejang. Kejang pada kedua
ekstremitas secara bersamaan dengan tipe kejang tonik klonik. Kejang
biasanya berlangsung selama kurang dari lima menit dengan frekuensi 1
kali. Pasien saat kejang disertai penurunan kesadaran tetapi setelah kejang
masih bisa beraktifitas seperti biasa. Sebelum kejang pasien selalu
mengeluhkan kepalanya terasa pusing, dan sesaat setelah kejang tidak ada
mual maupun muntah, buang air besar dan air kecil tidak ada keluhan.
Berdasarkan alloanamnesis dengan ibu pasien, kejang biasanya timbul
saat pasien dalam keadaan capek dan kejang biasanya terjadi dini hari.
Dalam sebulan ini kejang sudah terjadi sebanyak dua kali. Kejang pertama
kali terjadi pada saat pasien berusia 7 bulan. Pada saat pertama kali kejang,
pasien mengalami panas tinggi setelah vaksin DPT. Intensitas kejang yang
terjadi saat pasien balita cukup sering baik ketika demam maupun saat
tidak demam.
Ibu pasien juga mengatakan bahwa anaknya pernah berobat di dokter
spesialis saraf pada usia sekitar 6 tahun, kemudian dari dokter spesialis
saraf dianjurkan melakukan pengobatan selama 2 tahun sampai bebas
kejang. Namun selama mengikuti pengobatan pasien tetap mengalami
kejang walaupun sudah rutin minum obat. Mulai saat itu pasien tidak
pernah berobat lagi dan saat kejang hanya istirahat tanpa minum obat.
Dari alloanamnesis dengan ibu pasien mengenai riwayat persalinan,
pasien lahir pada usia kehamilan 9 bulan dibantu oleh bidan desa. Pada
saat lahir bayi menangis spontan, warna kulit merah tidak kebiruan,
dengan berat badan 2.800 gram. Pasien mendapatkan ASI sampai usia 2
tahun dan MPASI mulai diberikan saat bayi usia 4 bulan. Untuk
perkembangan motorik serta sensoriknya susah untuk dievaluasi karena
ibu pasien mengatakan tidak terlalu ingat.
D. Riwayat penyakit dahulu
1. Riwayat hipertensi : disangkal
2. Riwayat DM : disangkal
3. Riwayat sakit serupa : diakui (sejak tahun 2004)
4. Riwayat TB : disangkal
5. Riwayat sakit jantung : disangkal
6. Riwayat Asma : disangkal
7. Riwayat alergi obat & makanan : disangkal
8. Riwayat opname : diakui (2004)
9. Riwayat operasi : disangkal
10. Riwayat trauma kepala : disangkal
E. Riwayat penyakit keluarga
1. Riwayat penyakit serupa : diakui (ayah)
2. Riwayat alergi obat & makanan : disangkal
3. Riwayat hipertensi : disangkal
4. Riwayat DM : disangkal
5. Riwayat TB : disangkal
6. Riwayat sakit jantung : disangkal
F. Riwayat kebiasaan
1. Riwayat kebiasaan merokok : disangkal
2. Riwayat minum kopi : disangkal
3. Riwayat konsumsi alkohol : disangkal
4. Riwayat konsumsi obat warung : disangkal
III. STATUS INTERNA
A. Keadaan umum
Vital Sign : Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 96 x/menit
Suhu : 35,8ᵒC
Pernafasan : 24 x/ menit
B. Pemeriksaan fisik
1. Kepala : Konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
sianosis (-), pupil isokor uk. 3mm, reflek cahaya (+/+)
2. Leher : leher simetris, retraksi suprasternal (-), deviasi trachea (-),
pembesaran kelenjar limfe (-)
3. Thorax :
a. Paru-paru
Inspeksi : gerakan pernafasan simetris, retraksi intercostae
(-), ketinggalan gerak (+)
Palpasi :
- Ketinggalan gerak (+/-)
Depan Belakang
- - - -
- - - -
- - - -
- Fremitus
Depan Belakang
N N N N
N N N N
N N N N
Perkusi
Depan Belakang
S S S S
S S S S
S S S S
Auskultasi
- Suara dasar vesikuler
Depan Belakang
+ + + +
+ + + +
+ + + +
- Suara tambahan : wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
b. Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak.
Palpasi : ictus cordis tidak teraba, tidak kuat angkat, di SIC
V linea midclavicula sinistra.
Perkusi : batas jantung
- Batas kiri jantung:
o Atas : SIC II di sisi lateral linea parasternalis sinistra
o Bawah : SIC V linea midclavicula sinistra
- Batas kanan jantung :
o Atas : SIC II linea parasternalis dextra
o Bawah : SIC IV linea parasternalis dextra
Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, bising (-)
4. Abdomen :
Inspeksi : simetris dinding abdomen, distended (-)
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Perkusi : Timpani
Palpasi : supel, defans muskuler (-), nyeri tekan (-), lien
tidak teraba, hepar tidak teraba, ginjal tidak teraba,
nyeri ketok costovertebrae (-)
5. Ekstremitas : clubbing finger tidak ditemukan, palmar eritema (-),
edema pada ekstremitas superior dan inferior (-/-),
pitting oedem (-/-), akral hangat (+/+)
Kesan Status Internus : dalam batas yang normal
IV. STATUS NEUROLOGIS
a. Kesadaran : Compos Mentis, GCS = E4 V5 M6
b. Meningeal Sign
Kaku kuduk : ( - )
Brudzinski I : ( - )
Brudzinski II : ( - )
Brudzinski III : ( - )
Brudzinski IV : ( - )
Kernig : ( - )
c. Nervus Cranialis
Nervus Pemeriksaan Dextra Sinistra
I (Olfaktorius) Daya pembau + +
II (Opticus)Visus ≥ 2/60 ≥ 2/60
Pengenalan warna + +
III
(Occulomotorius)
Ptosis - -
Gerakan mata ke atas + +
Gerakan mata ke
tengah
+ +
Gerakan mata ke
bawah
+ +
Ukuran pupil
-Reflek direct
-Reflek indirect
Isokor
3mm
Isokor
3mm
IV (Trochlearis) Gerakan mata medial
ke bawah
+ +
V (Trigeminus)
Menggigit + +
Membuka mulut + +
Sensibilitas wajah
(atas, tengah, bawah)
+ +
VI (Abduccens) Gerakan mata ke
lateral
+ +
VII (Facialis)
Mengangkat alis + +
Menutup mata + +
Meringis + +
Menggembungkan
pipi
+ +
VIII
(Vestibulocochlear)
Mendengarkan suara
bisik
+ +
IX
(Glossopharyngeus)
Arcus faring (dilihat) + +
X (Vagus)Bersuara + +
Menelan + +
XI (Accesorius)Memalingkan kepala + +
Menahan bahu + +
XII (Hypoglosus) Menjulurkan lidah + +
Kesan N. Cranialis : dalam batas normal
d. Sistem Sensorik
1. Eksterioseptik
No Pemeriksaan
eksterioseptik
Ekstremitas
Atas Bawah
1 Nyeri + + + +
2 Taktil + + + +
2. Propioseptik
No Pemeriksaan
propioseptik
Ekstremitas
Atas Bawah
1 Gerak/posisi + + + +
2 Tekan + + + +
Kesan sensorik : dalam batas normal
e. Sistem Motorik
1. Gerakan
B B
B B
2. Kekuatan otot
555 555
555 555
3. Tonus
Normotonus Normotonus
Normotonus Normotonus
4. Klonus (-)
5. Trophy
Eutrophy Eutrophy
Eutrophy Eutrophy
Kesan : sistem motorik dalam batas normal
f. Reflek Fisiologis
BPR +2 TPR +2 BPR +2 TPR +2
KPR +2 APR +2 KPR +2 APR +2
g. Reflek Patologis
Hoffman : -/-
Trommer : -/-
Babinsky : -/-
Chaddock : -/-
Gordon : -/-
Gonda : -/-
Stranscy : -/-
Mandel B : -/-
Rossolimo : -/-
Oppenheim : -/-
Kesan : Reflek fisiologis dalam batas normal dan tidak didapatkan reflek
patologis.
h. Provokasi Nyeri
1. Laseque sign : -/-
2. Patrick sign : -/-
3. Kontrapatrick sign : -/-
Kesan : provokasi nyeri tidak didapatkan
i. Cerebral Sign
1. Finger to nose : (+/+)
2. Heel to shin : (+/+)
3. Rebound phenomenon: (-/-)
Kesan = dalam batas normal
j. Fungsi Otonom
Miksi : normal
Defekasi : normal
Kesan: dalam batas normal
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan EEG tanpa premedikasi (CPZ), terdapat gelombang
abnormal epilepsi berupa spike wave general.
VI. RESUME
Pasien datang ke Poli Syaraf RSUD DR. Harjono Ponorogo dibawa oleh
kedua orangtuanya dengan keluhan kejang. Kejang pada kedua ekstremitas
secara bersamaan dengan tipe kejang tonik klonik, kejang biasanya
berlangsung selama kurang dari lima menit dengan frekuensi 1 kali. Pasien
saat kejang disertai penurunan kesadaran tetapi setelah kejang masih bisa
beraktifitas seperti biasa. Sebelum kejang pasien selalu mengeluhkan
kepalanya terasa pusing, dan sesaat setelah kejang tidak ada mual maupun
muntah. Berdasarkan alloanamnesis dengan ibu pasien, kejang biasanya
timbul saat pasien dalam keadaan capek dan kejang biasanya terjadi dini hari.
Dalam sebulan ini kejang sudah terjadi sebanyak dua kali. Pasien pernah
melakukan pengobatan tapi putus obat. Keluhan nyeri kepala (-), mual (-),
muntah (-), buang air besar dan air kecil tidak ada keluhan.
RPD : Berdasarkan alloanamnesis dengan ibu pasien, Kejang pertama
kali terjadi pada saat pasien berusia 7 bulan. Pada saat pertama kali kejang,
pasien mengalami panas tinggi setelah vaksin DPT. Intensitas kejang yang
terjadi saat pasien balita cukup sering baik ketika demam maupun saat tidak
demam.
Pasien pernah berobat di dokter spesialis saraf pada usia sekitar 6
tahun, kemudian dari dokter spesialis saraf dianjurkan melakukan pengobatan
selama 2 tahun sampai bebas kejang. Namun selama mengikuti pengobatan
pasien tetap mengalami kejang walaupun sudah rutin minum obat. Mulai saat
itu pasien tidak pernah berobat lagi dan saat kejang hanya istirahat tanpa
minum obat.
Status interna : TD 120/80 mmHg. Status neurologi : tidak ada lesi pada
nervi kranialis, kekuatan motorik anggota gerak dalam batas yang normal.
Penunjang : EEG terdapat gelombak epileptogenik spike wave general.
VII. DIAGNOSIS KERJA
Diagnosis Klinis : Kejang general tonik klonik
Diagnosis Topis :
Diagnosis Etiologi : Epilepsi general seizure
VIII. PENATALAKSANAAN
Farmakologik:
- Ikaphen 2x1
- As. Folat 1x1
Non farmakologik:
Menghindari faktor yang dapat mencetuskan serangan epilepsi :
1. Kurang tidur
2. Stress emosional
3. Infeksi demam
4. Obat-obatan tertentu
5. Terlalu lemah, atau stress fisik
6. Fotosensitif
IX. RENCANA PEMERIKSAAN
CT Scan
X. PROGNOSIS
Disease : dubia ad bonam
Discomfort : dubia ad bonam
Dissatification : dubia ad bonam
Diasability : dubia ad bonam
Death : dubia ad bonam
ANALISIS KASUS
PEMERIKSAAN FISIKANAMNESIS
1. nyeri dari bahu sampai ke pergelangan
tangan sebelah kiri tempat bekas sakit
dompo
2. nyeri dirasakan menusuk –nusuk
3. keluhan dirasakan sejak 6 bulan yang
lalu
4. Nyeri mengganggu aktivitas sehari-hari
5. Keluhan hilang timbul dengan waktu
6. Intensitasnya ringan sampai dengan
berat.
7. Rasa nyeri tidak berkurang pada saat
pasien beristirahat.
1. Tekanan Darah
140/90
2. N: 72 x/menit
3. S: 35,8ᵒC
4. RR: 22 x/ menit
5. N II Sinistra 2/60
6. Hiperestesi extremitas
superior sinistra
7. Gerakan terbatas pada
ex. Superior sinistra
Diagnosis Banding:
Mialgia
Atralgia
Post herpetic neuralgia
Diagnosis Pasti ?
Pemeriksaan Penunjang
ENMG
LAB
Tidak ada pemeriksaan laboratorium
TEORI YANG MENUNJANG
Postherpetic neuralgia merupakan suatu bentuk nyeri neuropatik yang muncul
oleh karena penyakit pada sistem syaraf pusat atau tepi, nyeri menetap dialami
lebih dari 3 bulan setelah penyembuhan herpes zoster. Penyebab paling umum
timbulnya peningkatan virus ialah penurunan sel imunitas yang terkait dengan
pertambahan umur.
Postherpetic neuralgia dapat diklasifikasikan antara acute herpetic neuralgia
(30 hari setelah timbulnya ruam pada kulit), subacute herpetic neuralgia (30-120
hari setelah timbulnya ruam pada kulit) dan Postherpetic neuralgia (di defenisikan
sebagai rasa sakit yang terjadi setidaknya 120 hari setelah timbulnya ruam pada
kulit).
Pasien dengan postherpetic neuralgia mengalami nyeri yang hebat menetap
seperti terbakar, nyeri tajam atau menusuk hilang timbul. Hiperalgesia, parastesi,
hiperastesi, dan nyeri karena rangsangan yang biasanya tidak menimbulkan nyeri
(alodinia) misalnya tersentuh pakaian.
Nyeri dirasakan selama berbulan hingga bertahun setelah lesi zoster sembuh.
Hampir seluruh penderita mengalami gangguan untuk mengenali sensasi para
perabaan halus dan suhu pada daerah persarafan yang terkena.
Pasien dewasa tua yang menderita postherpetic neuralgia memiliki pengaruh yang
sangat besar terhadap kualitas hidup. Nyeri sering dihubungkan dengan penurunan
sensoris, dan terdapat hubungan antara derajat penurunan sensoris dan keparahan
nyeri.
Diagnosis dapat dilakukan dengan cara mengetahui distribusi nyeri yaitu
disepanjang radiks saraf, melakukan anamnesis diantaranya dengan menanyakan
riwayat penyakit, apakah pasien demam, sudah pernah terkena cacar air, adakah
timbul lesi seperti balon air, daerah yang terkena dimana saja, rasa sakitnya
seperti apa, dan apakah sebelumnya anggota keluarga yang lain ada yang terkena
Post Herpetic Neuralgia
penyakit yang sama. Pemeriksaan fisik dapat dilakukan pula dengan langsung
melihat lesi dan gambaran klinisnya. Pemeriksaan ENMG dilakukan sebagai
pemeriksaan penunjang.
PEMERIKSAAN FISIKANAMNESIS
Keluhan nyeri menusuk-nusuk
dari bahu sampai ke pergelangan
tangan sebelah kiri sejak 6 bulan
yang lalu pada daerah bekas
herpes zooster
Hiperestesi extremitas
superior sinistra
Diagnosis Klinis: post herpes zooster, mialgia,
hiperestesi extremitas superior
sinistra
Diagnosis Topis radiks saraf spinal posterior
setinggi segmen Cervical 5 (C5)
Diagnosis Etiologi : Post Herpetic Neuralgia (PHN)
DAFTAR PUSTAKA
Amnil, Andriana. 2010. Postherpetic Neuralgia Setelah Menderita Herpes
Zoster Oris. Sumatera Utara: USU Repository (diunduh tanggal 18 Mei
2013)
Brooks, G.F., Janet, S.B., Stephen, A.M., 2007. Jawetz, Melnick, Adellberg
Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 23. Alih bahasa Hartanto et al. Jakarta:
EGC
CDK. 2011. Gabapentin Sekali Sehari untuk Neuralgia Pasca Herpes Zoster.
Cermin Dunia Kedokteran vol. 38 No. 3 (diunduh 18 Mei 2013)
Chamberlin, SL; Narins, Brigham. 2005. The Gale Encyclopedia of
Neurological Disorders. Darmington Hills: Thompson Gale
Mansjoer, Arif dkk. 2009. Kapita Selkta Kedokteran Jilid 2 Ed. Ketiga.
Jakarta: Media Ausculapius
Perdossi. 2008. Buku Pedoman Standart Pelayanan Medis (Spm) dan
Standart Prosedur Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia
(Perdossi). Jakarta: perdossi
Rubenstein, david et al.2007. Lecture Notes: Kedokteran Klinis Ed. Ke enam.
Jakarta: Erlangga
Sidharta, priguna. Neurologi Klinis dalam Praktek Umum. Jakarta: Dian
Rakyat