Lapkas Epilepsi.docx

49
EPILEPSI 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Epilepsi merupakan manifestasi klinis berupa muatan listrik yang berlebihan di sel-sel neuron otak berupa serangan kejang berulang. Lepasnya muatan listrik yang berlebihan dan mendadak, sehingga penerimaan serta pengiriman impuls dalam/dari otak ke bagian-bagian lain dalam tubuh terganggu. Secara umum masyarakat di Indonesia salah mengartikan penyakit epilepsi. Akibatnya, penderita epilepsi sering dikucilkan. Padahal, epilepsi bukan termasuk penyakit menular, bukan penyakit jiwa, bukan penyakit yang diakibatkan “ilmu klenik”, dan bukan penyakit yang tidak bisa disembuhkan. Semua orang beresiko mendapat epilepsi. Bahkan, setiap orang beresiko satu di dalam 50 untuk mendapat epilepsi. Pengguna narkotik dan peminum alkohol punya resiko lebih tinggi. Pengguna narkotik mungkin mendapat seizure pertama karena menggunakan narkotik, tapi selanjutnya mungkin akan terus mendapat seizure walaupun sudah lepas dari narkotik. Pengetahuan masyarakat yang kurang tentang penyakit epilepsi, melatar belakangi penulis menyusun makalah ini. Makalah ini membahas hal-hal mengenai KKS ILMU PENYAKIT SARAF 1 RSUD ACEH TAMIANG

Transcript of Lapkas Epilepsi.docx

EPILEPSI2015

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Epilepsi merupakan manifestasi klinis berupa muatan listrik yang berlebihan di sel-sel neuron otak berupa serangan kejang berulang. Lepasnya muatan listrik yang berlebihan dan mendadak, sehingga penerimaan serta pengiriman impuls dalam/dari otak ke bagian-bagian lain dalam tubuh terganggu.Secara umum masyarakat di Indonesia salah mengartikan penyakit epilepsi. Akibatnya, penderita epilepsi sering dikucilkan. Padahal, epilepsi bukan termasuk penyakit menular, bukan penyakit jiwa, bukan penyakit yang diakibatkan ilmu klenik, dan bukan penyakit yang tidak bisa disembuhkan.Semua orang beresiko mendapat epilepsi. Bahkan, setiap orang beresiko satu di dalam 50 untuk mendapat epilepsi. Pengguna narkotik dan peminum alkohol punya resiko lebih tinggi. Pengguna narkotik mungkin mendapat seizure pertama karena menggunakan narkotik, tapi selanjutnya mungkin akan terus mendapat seizure walaupun sudah lepas dari narkotik.Pengetahuan masyarakat yang kurang tentang penyakit epilepsi, melatar belakangi penulis menyusun makalah ini. Makalah ini membahas hal-hal mengenai penyakit epilepsi, penyebab, klasifikasi penyakit epilepsi, mekanisme terjadinya epilepsi dan pengobatannya.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari makalah ini adalah:1. Apa definisi dari penyakit epilepsi?2. Apa penyebab epilepsi?3. Apa saja klasifikasi dari penyakit epilepsi?4. Bagaimana patofisiologi dari epilepsi?5. Bagaimana pengobatan epilepsi?

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Menurut International League Against Epilepsy (ILAE) dan International Bureau for Epilepsy (IBE) pada tahun 2005 epilepsi didefinisikan sebagai suatu kelainan otak yang ditandai oleh adanya faktor predisposisi yang dapat mencetuskan kejang epileptik, perubahan neurobiologis, kognitif, psikologis dan adanya konsekuensi sosial yang diakibatkannya. Definisi ini membutuhkan sedikitnya satu riwayat kejang epilepsi sebelumnya.Epilepsi dapat didefinisikan sebagai gangguan kronis yang ditandai adanya bangkitan epileptik berulang akibat gangguan fungsi otak secara intermiten yang terjadi oleh karena lepas muatan listrik abnormal neuron-neuron secara paroksismal akibat berbagai etiologi.Status epileptikus merupakan kejang yang terjadi > 30 menit atau kejang berulang tanpa disertai pemulihan kesadaran kesadaran diantara dua serangan kejang.

2.2 EPIDEMIOLOGIEpilepsi merupakan salah satu kelainan otak yang serius dan umum terjadi, sekitar lima puluh juta orang di seluruh dunia mengalami kelainan ini. Angka epilepsi lebih tinggi di negara berkembang. Insiden epilepsi di negara maju ditemukan sekitar 50/100.000 sementara di negara berkembang mencapai 100/100.000.Di negara berkembang sekitar 80-90% diantaranya tidak mendapatkan pengobatan apapun. Penderita laki-laki umumnya sedikit lebih banyak dibandingkan dengan perempuan. Insiden tertinggi terjadi pada anak berusia di bawah 2 tahun (262/100.000 kasus) dan usia lanjut di atas 65 tahun (81/100.000 kasus). Menurut Irawan Mangunatmadja dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta angka kejadian epilepsi pada anak cukup tinggi, yaitu pada anak usia 1 bulan sampai 16 tahun berkisar 40 kasus per 100.000.

2.3 ETIOLOGI

Gangguan fungsi otak yang bisa menyebabkan lepasnya muatan listrik berlebihan di sel neuron saraf pusat, bisa disebabkan oleh adanya faktor fisiologis, biokimiawi, anatomis atau gabungan faktor tersebut. Tiap-tiap penyakit atau kelainan yang dapat menganggu fungsi otak, dapat menyebabkan timbulnya bangkitan kejang.Bila ditinjau dari faktor etiologis, epilepsi dibagi menjadi 2 kelompok:1. Epilepsi idiopatik Sebagian besar pasien, penyebab epilepsi tidak diketahui dan biasanya pasien tidak menunjukkan manifestasi cacat otak dan tidak bodoh. Sebagian dari jenis idiopatik disebabkan oleh interaksi beberapa faktor genetik. Kata idiopatik diperuntukkan bagi pasien epilepsi yang menunjukkan bangkitan kejang umum sejak dari permulaan serangan.Dengan bertambah majunya pengetahuan serta kemampuan diagnostik, maka golongan idiopatik makin berkurang. Umumnya faktor genetik lebih berperan pada epilepsi idiopatik .2. Epilepsi simtomatik Hal ini dapat terjadi bila fungsi otak terganggu oleh berbagai kelainan intrakranial dan ekstrakranial. Penyebab intrakranial, misalnya anomali kongenital, trauma otak, neoplasma otak, lesi iskemia, ensefalopati, abses otak, jaringan parut. Penyebab yang bermula ekstrakranial dan kemudian menganggu fungsi otak, misalnya: gagal jantung, gangguan pernafasan, gangguan metabolisme (hipoglikemia, hiperglikemia, uremia), gangguan keseimbangan elektrolit, intoksikasi obat, gangguan hidrasi (dehidrasi, hidrasi lebih). Kelainan struktural tidak cukup untuk menimbulkan bangkitan epilepsi, harus dilacak faktor-faktor yang ikut berperan dalam mencetuskan bangkitan epilepsi, contohnya, yang mungkin berbeda pada tiap pasien adalah stress, demam, lapar, hipoglikemia, kurang tidur, alkalosis oleh hiperventilasi, gangguan emosional.

2.4 KLASIFIKASI

Klasifikasi bangkitan epilepsi menurut International League Againts Epilepsi, 1981:1. Kejang ParsialKejang parsial merupakan kejang dengan onset lokal pada satu bagian tubuh dan biasanya disertai dengan aura. Kejang parsial timbul akibat abnormalitas aktivitas elektrik otak yang terjadi pada salah satu hemisfer otak atau salah satu bagian dari hemisfer otak. Kejang parsial sederhana tidak disertai penurunan kesadaran Kejang parsial kompleks disertai dengan penurunan kesadaran.

2. Kejang UmumKejang umum timbul akibat abnormalitas aktivitas elektrik neuron yang terjadi pada seluruh hemisfer otak secara simultan Absens (Petit Mal)Ciri khas serangan absens adalah durasi singkat, onset dan terminasi mendadak, frekuensi sangat sering, terkadang disertai gerakan klonik pada mata, dagu dan bibir. MioklonikKejang mioklonik adalah kontraksi mendadak, sebentar yang dapat umum atau terbatas pada wajah, batang tubuh, satau atau lebih ekstremitas, atau satu grup otot. Dapat berulang atau tunggal. KlonikPada kejang tipe ini tidak ada komponen tonik, hanya terjadi kejang kelojot. dijumpai terutama sekali pada anak. TonikMerupakan kontraksi otot yang kaku, menyebabkan ekstremitas menetap dalam satu posisi. Biasanya terdapat deviasi bola mata dan kepala ke satu sisi, dapat disertai rotasi seluruh batang tubuh. Wajah menjadi pucat kemudian merah dan kebiruan karena tidak dapat bernafas. Mata terbuka atau tertutup, konjungtiva tidak sensitif, pupil dilatasi. Tonik Klonik (grand mall)Merupakan suatu kejang yang diawali dengan tonik, sesaat kemudian diikuti oleh gerakan klonik. AtonikBerupa kehilangan tonus. Dapat terjadi secara fragmentasi hanya kepala jatuh ke depan atau lengan jatuh tergantung atau menyeluruh sehingga pasien terjatuh.

3. Kejang Tidak Dapat DiklasifikasiSebagian besar serangan yang terjadi pada bayi baru lahir termasuk golongan ini.

2.5 PATOFISIOLOGI

Dasar serangan epilepsi adalah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan transmisi pada sinaps. Tiap sel hidup, termasuk neuron-neuron otak mempunyai kegiatan listrik yang disebabkan oleh adanya potensial membran sel. Potensial membran sel neuron bergantung pada permeabilitas selektif membran neuron, yakni membran sel mudah dilalui oleh ion K+ dari ruang ekstraseluler ke intraseluler dan kurang sekali ion Ca2+, Na+, Cl-, sehingga di dalam sel terdapat konsentrasi tinggi ion K+ dan konsentrasi rendah ion Ca2+, Na+, dan Cl-, sedangkan keadaan sebaliknya terdapat diruang ekstraseluler. Perbedaan konsentrasi ion-ion inilah yang menimbulkan potensial membran.Ujung terminal neuron-neuron berhubungan dengan dendrit-dendrit dan badan-badan neuron yang lain, membentuk sinaps dan mengubah polarisasi membran neuron berikutnya. Ada dua jenis neurotransmiter, yakni neurotransmiter eksitasi yang memudahkan depolarisasi atau lepas muatan listrik dan neurotransmitter inhibisi yang menimbulkan hiperpolarisasi sehingga sel neuron lebih stabil dan tidak mudah melepaskan listrik. Contoh neurotransmiter-neurotransmiter eksitasi adalah glutamate, aspartat dan asetilkolin sedangkan neurotransmiter inhibisi adalah gamma aminobutyric acid (GABA) dan glisin. Jika kedua jenis lepas muatan listrik lepas maka terjadi transmisi impuls atau rangsang. Hal ini misalnya terjadi dalam keadaan fisiologis apabila potensial aksi tiba di neuron. Dalam keadaan istirahat, membran neuron mempunyai potensial listrik tertentu dan berada dalam keadaan polarisasi. Potensial aksi akan mencetuskan depolarisasi membran neuron dan seluruh sel akan melepas muatan listrik.Oleh berbagai faktor, diantaranya keadaan patologis, dapat mengubah atau menganggu fungsi membran neuron sehingga membran mudah dilampaui oleh ion Ca2+ dan Na+ dari ruang ekstraselular ke intraseluler. Influks Ca2+ akan mencetuskan letupan depolarisasi membran dan lepas muatan listrik berlebihan, tidak teratur dan terkendali. Lepasnya muatan listrik tersebut oleh sejumlah besar neuron secara sinkron merupakan dasar suatu serangan epilepsi. Suatu sifat khas serangan epilepsi adalah bahwa beberapa saat serangan berhenti akibat pengaruh proses inhibisi. diduga inhibisi ini adalah pengaruh neuron-neuron sekitar fokus epileptik. Selain itu juga sistem-sistem inhibisi pra dan pasca sinaptik yang menjamin agar neuron-neuron tidak terus menerus melepaskan muatan listriknya. Keadaan lain yang dapat menyebabkan suatu serangan epilepsi terhenti adalah kelelahan neuron-neuron akibat habisnya zat-zat yang penting untuk fungsi otak.Secara teoritis ada dua faktor yang dapat menyebabkan hal ini:a. Keadaan dimana fungsi jaringan neuron penghambat kurang optimal hingga terjadi pelepasan impuls epileptik secara berlebihan.Fungsi neuron penghambat bisa kurang optimal antara lain jika konsentrasi GABA tidak normal. Otak pasien yang menderita epilepsi ternyata memang mengandung konsentrasi GABA yang rendah. Hambatan oleh GABA dalam bentuk inhibisi potensial postsinaptik (IPSIs = inhibitory post synaptic potentials) adalah lewat reseptor. Suatu hipotesis mengatakan bahwa aktivitas epileptik disebabkan oleh hilang atau berkurangnya inhibisi oleh GABA. Zat ini merupakan neurotransmiter inhibitorik utama di otak. Riset membuktikan bahwa perubahan pada salah satu komponennya bisa menghasilkan inhibisi tak lengkap yang akan menambah rangsangan.b. Keadaan dimana fungsi jaringan neuron eksitatorik berlebihan hingga terjadi pelepasan impuls epileptik berlebihan juga. Kemungkinan lain adalah bahwa fungsi jaringan neuron penghambat normal tapi sistem pencetus impuls (eksitatorik) yang terlalu kuat. Keadaan ini bisa ditimbulkan oleh meningkatnya konsentrasi glutamat di otak, sampai berapa jauh peran peningkatan glutamat ini pada orang yang menderita epilepsi belum diketahui secara pasti.

2.6 DIAGNOSAPedoman UmumAda 3 langkah untuk menuju diagnosis epilepsi, yaitu :1. Langkah pertama : memastikan apakah kejadian yang bersifat paroksismal merupakan bangkitan epilepsi2. Langkah kedua : apabila benar terdapat bangkitan epilepsi, maka tentukanlah bankitan tersebut termasuk tipe bangkitan yang mana. (lihat klasifikasi ILAE 1981)3. Langkah ketiga : tentukan etiologi, tentukan sindrom epilepsi apa yang ditunjukkan oleh bangkitan tadi, atau penyakit apa yang diderita oleh pasien.

Diagnosis epilepsi ditegakkan atas dasar adanya bangkitan epilepsi berulang (minimum 2 kali) tanpa provokasi, dengan atau tanpa adanya gambaran epileptiform pada EEG.

AnamnesisAnamnesis merupakan kunci diagnosis epilepsi. Sebaiknya keterangan diperoleh dari orangyang telah beberapa kali menyaksikan kejang yang dialami pasien. Jika pasien cukup umur, hendaknya juga dilakukan autoanamnesis. Hal-hal yang perlu ditanyakan meliputi : Adanya kejang; apakah pasien memang benar kejang? Jenis kejang; apa yang dialami atau yang dilakukan pasien selama kejang? Bilamana mungkin, orang yang menyaksikan kejang diminta untuk menirukannya. Dalam hal kejang parsial atau fokal, keterangan tentang bagian tubuh yang mengurangi kejang membantu menemukan fokus awitan kejang di otak. Kesadaran selama kejang dan ingatan pasien akan kejadian kejang. Lamanya kejang. Keadaan pasien sesudah kejang dan waktu yang dibutuhkan untuk kembalike keadaan semula. Frekuensi kejang dan riwayat kejang sebelumnya. Adanya faktor pencetus, kejang yang tergolong epilepsi tidak didahului faktor pencetus. Saat terjadinya kejang, seringkali kejang epileptik terjadi pada dini hari atau saat pasien bangun tidur. Adanya aura, misalnya berupa rasa takut, mati rasa atau kesemutan pada jari atau cahaya terang pada satu lapang pandang. Jika tidak ada aura, biasanya pasien tidak dapat mengingat apaun dari kejadian kejang. Adanya masa prodromal yang ditandai dengan rasa tidak enak badan, iritabilitas, perubahan mood, nyeri kepala atau perubahan kepribadian. Masa prodromal dapat berlangsung selama beberapa menit sampai beberapa hari sebelum terjadinya aura dan kejang. Jika ada, terapi antiepileptik sebelumnya, dosis dan jenis obat yang didapat, serta respon terhadap terapi tersebut. Riwayat tumbuh kembang anak. Gejala lain yang menyertai, misalnya muntah atau demam. Penting ditanyakan untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab kejang lainnya. Adanya riwayat epilepsi pada keluarga.

Pemeriksaan fisikPemeriksaan fisis umum dan neurologis. Dilakukan pemeriksaan yang meliputi pemeriksaan secara pediatris dan neurologis.Diperiksa keadaan umum, tanda-tanda vital, kepala, jantung, paru, perut, hati dan limpa,anggota gerak dan sebagainya. Hal yang perlu diperiksa antara lain adanya tanda-tanda dari gangguan yang berhubungan dengan epilepsi, misalnya trauma kepala, infeksi telinga atau sinusitis, gangguan kongenital, gangguan neurologik fokal atau difus, kecanduan alcohol atau obat terlarang dan kanker. Pada pemeriksaan neurologis diperhatikan kesadaran, kecakapan, motoris dan mental, tingkah laku, berbagai gejala proses intrakranium, fundus okuli, penglihatan, pendengaran, saraf otak lain, sistemmotorik (kelumpuhan, trofik, tonus, gerakan tidak terkendali, koordinasi, ataksia), sistem sensorik (parastesia, hipestesia, anastesia), refleks fisiologis dan patologis.

Pemeriksaan penunjanga. Pemeriksaan Elektroensefalografi (EEG)Merupakan pemeriksaan yang mengukur arus listrik dalam otak. Rekaman EEG sebaiknya dilakukan pada saat bangun, tidur dengan stimulasi fotik, hiperventilasi, stimulasi tertentu sesuai pencetus bangkitan (pada epilepsi refleks).b. Pemeriksaan pencitraan otakMRI merupakan prosedur pencitraan pilihan untuk epilepsi dengan sensitivitas tinggi dan lebih spesifik dibanding dengan CT Scan. MRI dapat mendeteksi sklerosishipokampus, disgenesis kortikal, tumor dan hemangioma kavernosa. Pemeriksaan MRI diindikasikan untuk epilepsi yang sangat mungkin memerlukan terapi pembedahan.c. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan darah, meliputi hemoglobin, leukosit, hematokrit, trombosit dan apusan darah tepi, elektrolit, kadar gula, fungsi hati, fungsi ginjal. Pemeriksaan cairan serebrospinal, bila dicurigai adanya infeksi SSP.

2.7 PENATALAKSANAAN

Tujuan pengobatan adalah untuk mengatasi kejang dengan dosis optimal terendah. Yang terpenting adalah kadar obat antiepilepsi bebas yang dapat menembus sawar darah otak dan mencapai reseptor susunan saraf pusat.Serangan epilepsi dapat dihentikan oleh obat dan dapat pula dicegah agar tidak kambuh. Obat tersebut disebut sebagai obat antikonvulsi atau obat antiepilepsi.Prinsip pengobatan epilepsi:1. Mendiagnosis secara pasti, menentukan etiologi, jenis serangan dan sindrom epilepsi2. Memulai pengobatan dengan satu jenis obat antiepilepsi3. Penggantian obat antiepilepsi secara bertahap apabila obat antiepilepsi yang pertama gagal4. Pemberian obat antiepilepsi sampai 1-2 tahun bebas kejang.OAE pilihan pertama dan kedua :1. Serangan parsial (sederhana, kompleks dan umum sekunder)OAE I: Karbamazepin, fenobarbital, primidon, fenitoinOAE II: Benzodiazepin, asam valproat2. Serangan tonik klonikOAE I:Karbamazepin, fenobarbital, primidon, fenitoin, asam valproatOAE II: Benzodiazepin, asam valproat3. Serangan absensOAE I: Etosuksimid, asam valproatOAE II: Benzodiazepin4. Serangan mioklonikOAE I: Benzodiazepin, asam valproatOAE II: Etosuksimid5. Serangan tonik, klonik, atonikSemua OAE kecuali etosuksinidObatBentuk KejangDosismg/kgbb/hari

1FenobarbitalSemua bentuk kejang3-8

2Dilatin (difenilhidantoin)Semua bentuk kejang kecuali bangkitan petit mal, mioklonik atau akinetik.5-10

3Mysoline (primidon)Semua bentuk kejang kecuali petit mal12-25

4Zarotin (etosuksinit)Petit mal20-60

5DiazepamSemua bentuk kejang0,3-0,5

6Diamox (asetasolamid)Semua bentuk kejang10-90

7PrednisonSpasme infantil2-3

8DexametasoneSpasme infantil0,2-0,3

9AdrenokortikotropinSpasme infantil2-4

1. Phenobarbital (luminal).Paling sering dipergunakan, murah harganya, toksisitas rendah.2. Primidone (mysolin)Di hepar primidone di ubah menjadi phenobarbital dan phenyletylmalonamid.3. Difenilhidantoin (DPH, dilantin, phenytoin)Dari kelompok senyawa hidantoin yang paling banyak dipakai ialah DPH.Berhasiat terhadap epilepsi grand mal, fokal dan lobus temporalis. Tak berhasiat terhadap petit mal. Efek samping yang dijumpai ialah nistagmus,ataxia, hiperlasi gingiva dan gangguan darah.4. Carbamazine (tegretol)Mempunyai khasiat psikotropik yang mungkin disebabkan pengontrolan bangkitan epilepsi itusendiri atau mungkin juga carbamazine memang mempunyai efek psikotropik. Sifat ini menguntungkan penderita epilepsi lobus temporalis yang sering disertai gangguan tingkah laku. Efek samping yang mungkin terlihat ialah nistagmus, vertigo, disartri, ataxia, depresi sumsum tulang dan gangguan fungsi hati.5. Diazepam.Biasanya dipergunakan pada kejang yang sedang berlangsung (status konvulsi.). Pemberian i.m. hasilnya kurang memuaskan karena penyerapannya lambat. Sebaiknya diberikan i.v. atau intra rektal.6. Nitrazepam (Inogadon).Terutama dipakai untuk spasme infantil dan bangkitan mioklonus.7. Ethosuximide (zarontine).Merupakan obat pilihan pertama untuk epilepsi petit mal8. Na-valproat (dopakene)Pada epilepsi grand mal pun dapat dipakai. Obat ini dapat meninggikan kadar GABA di dalam otak. Efek samping mual, muntah, anorexia.9. Acetazolamide (diamox).Kadang-kadang dipakai sebagai obat tambahan dalam pengobatan epilepsi. Zat ini menghambat enzim carbonic-anhidrase sehingga pH otak menurun, influks Na berkurang akibatnya membran sel dalam keadaan hiperpolarisasi.10. ACTHSeringkali memberikan perbaikan yang dramatis pada spasme infantile

Syarat penghentian obat anti epilepsi:1. Penghentian OAE dapat didiskusikan dengan pasien atau keluarganya setelah minimal 2 tahun bebas bangkitan2. Harus dilakukan secara bertahap, pada umumnya 25% dari dosis semula, setiap bulan dalam jangka waktu 3-6 bulan3. Bila digunakan lebih dari satu OAE, maka penghentian dimulai dari satu OAE yang bukan utama

2.8 PROGNOSIS

Ketika pasien telah berhasil bebas kejang untuk beberapa tahun, hal ini mungkin untuk menghentikan pengobatan anti kejang, tergantung pada umur pasien dan tipe epilepsy yang diderita. Hal ini dapat dilakukan dibawah pengawasan dokter yang berpengalaman. Hampir seperempat pasien yang bebas kejang selama tiga tahun akan tetap bebas kejang setelah menghentikan pengobatan yang dilakukan dengan mengurangi dosis secara bertahap. Lebih dari setengah pasien anak-anak dengan epilepsy dapat menghentikan pengobatan tanpa perkembangan pada kejang.

2.9 KOMPLIKASI

Komplikasi kejang parsial komplek dapat dengan mudah dipicu oleh stress emosional. Pasien mungkin mengalami kesulitan kognitif dan kepribadian seperti: Personalitas : sedikit rasa humor, mudah marah, hiperseksual Hilang ingatan : hilang ingatan jangka pendek karena adanya gangguan pada hippocampus, anomia ( ketidakmampuan untuk mengulang kata atau nama benda) Kepribadian keras : agresif dan defensiveKomplikasi yang berhubungan dengan kejang tonik klonik meliputi: Aspirasi atau muntah Fraktur vertebra atau dislokasi bahu Luka pada lidah, bibir atau pipi karena tergigit Status epileptikusStatus epileptikus adalah suatu kedaruratan medis dimana kejang berulang tanpa kembalinya kesadaran diantara kejang. Kondisi ini dapat berkembang pada setiap tipe kejang tetapi yang paling sering adalah kejang tonik klonik. Status epileptikus mungkin menyebabkan kerusakan pada otak atau disfungsi kognitif dan mungkin fatal.Komplikasi meliputi: Aspirasi Kardiakaritmia Dehidrasi Fraktur Serangan jantung Trauma kepala dan oral

Sudden unexplained death in epilepsy (SUDEP)SUDEP terjadi pada sebagian kecil orang dengan epilepsy . Dengan alasan yang sangat sulit untuk dimengerti, orang sehat dengan epilepsy dapat meninggal secara mendadak. Ketika hal ini terjadi, orang dengan epilepsy simtomatik memiliki risiko yang lebih tinggi.Dari hasil autopsy tidak ditemukan penyebab fisik dari SUDEP. Hal ini mungkin terjadi karena edem pulmo atau cardiac aritmia. Beberapa orang memiliki risiko yang lebih tinggi dari yang lain seperti dewasa muda dengan kejang umum tonik klonik yang tidak dapat dikontrol sepenuhnya dengan pengobatan. Pasien yang menggunakan dua atau lebih obat anti kejang mungkin memiliki risiko yang lebih tinggi untuk SUDEP.

KESIMPULAN

Epilepsi adalah suatu kelainan otak yang ditandai oleh adanya faktor predisposisi yang dapat mencetuskan kejang epileptik, perubahan neurobiologis, kognitif, psikologis dan adanya konsekuensi sosial yang diakibatkannya. Definisi ini membutuhkan sedikitnya satu riwayat kejang epilepsi sebelumnya.Status epileptikus merupakan kejang yang terjadi > 30 menit atau kejang berulang tanpa disertai pemulihan kesadaran kesadaran diantara dua serangan kejang.Penyebab penyakit ini pada sebagian besar kasus tidak diketahui. Namun, ada beberapa faktor atau kondisi tertentu yang dapat dihubungkan dengan epilepsi antara lain: infeksi atau sakit yang diderita ibu yang berakibat pada perkembangan janin selama kehamilan, luka selama proses kelahiran, tumor otak, luka pada otak, toksin (racun) lingkungan seperti serbuk timah, infeksi seperti meningitis (radang pada selaput otak) atau encephalitis (radang otak), perkembangan otak yang tidak normal, sejumlah kondisi genetik, gangguan metabolisme yang menyebabkan adanya ketidakseimbangan pada unsur-unsur dalam darah atau ketidaknormalan irama jantung. Epilepsi secara genetis biasanya bukan merupakan penyakit turunan, meskipun kerentanan akan serangan penyakit ini terdapat dalam keluarga dan sawan bisa terjadi sebagai ciri dari sejumlah kondisi turunan.

BAB IIISTATUS PASIENI. IDENTITASNama: Ny. RJenis Kelamin: PerempuanUsia: 43 TahunAgama: IslamAlamat: Dsn. Suka Maju, desa Tenggulun, Aceh TamiangStatus: MenikahPekerjaan: IRT Tanggal Masuk: 06 Februari 2015No. Rekam Medik: 16-28-37

II. ANAMNESISKeluhan Utama: kebas-kebas sebelah badan kiriTelaah : Pasien datang ke RSUD Aceh Tamiang diantar oleh keluarga pada tanggal 6 Februari 2015 pukul 17 .05 WIB dengan keluhan kebas-kebas badan sebelah kiri dialami pasien sejak 1 tahun yang lalu. Namun kebas-kebas ini memberat sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Kebas yang dikuti dengan lemas dirasakan oleh pasien selama 1 minggu dan memberat 2 hari yang lalu. Kebas yang dirasakan bersifat hilang timbul tidak tentu waktu baik pagi, siang maupun malam. durasi kebas nya 1 jam, setelah di kusuk suami nya berkurang, sebelumnya pasien mengatakan kepala pusing berputar (+), nyeri kepala (+), ketika tekanan darah pasien meningkat 220/120 mmhg, disertai dengan mual (+), nyeri ulu hati (+), namun pasien sudah berobat ke mantri diberikan obat anti hipertensi dan obat nyeri ulu hati kemudian pasien merasakan sembuh.Pasien juga mengeluhkan pandangan mata kabur (+), pitam saat melihat benda (+), pandangan berkunang-kunang (+), pendengaran telinga kiri berkurang, pasien, dan kejang frekuensi 2 kali, durasi 1 menit selama dirawat di rumah sakit. Pasien mengatakan pada saat kejang dia sadar penuh.Sebelumya pasien pernah mengalami kejang ketika pasien usia belasan tahun dengan durasi 1 menit dan frekuensi 1 kali. Riwayat Penyakit Dahulu: DM (-), Hipertensi (+), Kejang (+)Riwayat Penyakit Keluarga: DM (-), Hipertensi (+), Kejang (-)Riwayat Pemakaian Obat: Captopril

Anamnesis Traktus Traktus sirkulatorius : dbnTraktus respiratorius : dbnTraktus digestivus : dbnTraktus urogenitalis : dbnPenyakit terdahulu dan kecelakaan: tidak adaIntoksikasi dan obat-obatan : tidak ada

Anamnesis KeluargaFaktor herediter: tidak adaFaktor familer: tidak adaLain-lain: tidak dijumpai

Anamnesis Sosial Kelahiran dan pertumbuhan : Lahir normal dan pertumbuhan baikImunisasi : LengkapPendidikan : SMAPekerjaan: IRTPerkawinan dan Anak : Menikah dan mempunyai 6 orang anak

Pemeriksaan FisikPemeriksaan UmumSensorium : CMTekanan darah : 220/120 mmHgFrekuensi nadi : 80 kali/menitFrekuensi nafas : 20 kali/menitTemperatur : 36 CKulit dan Selaput Lendir : tidak ada kelainanKelenjar Getah Bening : tidak ada kelainan/pembengkakanPersendian : tidak ada kelainan

Kepala dan LeherBentuk dan posisi : bulat dan medialPergerakan : bebasKelainan panca indera : tidak ada kelainanRongga mulut dan gigi : tidak ada kelainanKelenjar parotis : tidak ada kelainanDesah : tidak ada Lain-lain : tidak ada

Rongga Dada dan AbdomenRongga Dada Rongga abdomenInspeksi : simetrissimetrisPalpasi :SF kiri = kanansoepelPerkusi :sonortimpaniAuskultasi :vesikuler peristaltik (N) GenitaliaToucher : tidak dilakukan pemeriksaan

Pemeriksaan NeurologisSensorium : Compos MentisKraniumBentuk : bulat Fontanella : tertutupPalpasi : teraba pulsasi arteri temporalis dan arteri karotisPerkusi : tidak dilakukan pemeriksaanAuskultasi : tidak dilakukan pemeriksaanTransiluminasi : tidak dilakukan pemeriksaan

Perangsangan Meningeal Kaku kuduk : (-)Tanda Kernig : (-)Tanda Laseque: (-)Tanda Brudzinski I : (-)Tanda Brudzinski II : (-)

Peningkatan tekanan intrakranialMuntah : (-)Sakit kepala : (+)Kejang : (-)

Saraf otak /Nervus KranialisNervus I Meatus Nasi DekstraMeatus Nasi SinistraNormosmia :(+)(+)Anosmia :(-) (-)Parosmia :(-) (-) Hiposmia : (-) (-)

Nervus IIOculi DekstraOculi SinistraVisus : terganggu terganggu Lapangan pandang Normal :(+)(+) Menyempit :(-)(-) Hemianopsia :(-)(-) Scotoma : (-) (-)Refleks ancaman :(+)(+)

Nervus III,IV,VI Oculi DekstraOculi SinistraGerakan bola mata :(+)(+)Nistagmus : (-)(-)Pupil Lebar : 3 mm 3 mm Bentuk : bulatbulat Refleks cahaya langsung : (+) (+) Refleks cahaya tidak langsung : (+) (+) Rima palpebra : 7 mm 7 mm Deviasi conjugate : (-) (-) Fenomena Doll's eyes : sdn sdn Strabismus : (-) (-)

Nervus VMotorik kanan kiri Membuka dan menutup mulut :dbndbn Palpasi otot masseter & temporalis :dbndbn Kekuatan gigitan :dbndbnSensorik Kulit :dbn dbn Selaput lendir :dbn dbnRefleks kornea Langsung : (+)(+) Tidak langsung : (+)(+) Refleks masseter : (+)(+) Refleks bersin : (+)(+)

Nervus VIIkanan kiriMotorik Mimik : (+)(+) Kerut kening : (+)(+) Menutup mata : (+)(+) Meniup sekuatnya :bocor (-)bocor (-) Memperlihatkan gigi :SimetrisSimetris Tertawa : (+)(+)

Sensorik Pengecapan 2/3 depan lidah: dbn Produksi kelenjar ludah: dbn Hiperakusis: (-) Refleks stapedial: dbn

Nervus VIIIAuditoriuskanan kiri Pendengaran : (+)(+) Test rinne : tdp tdp Test weber : tdptdp Test schwabach : tdptdp

Vestibularis Nistagmus :(-) Reaksi kalori :dbn Vertigo :(+) Tinnitus :(-) Nervus IX,X Pallatum mole : dbn Uvula : dbn/medial Disfagia : (-) Disartria : (-) Disfonia: (-) Refleks muntah: (+) Pengecapan 1/3 belakang lidah: dbn

Nervus XIkanan kiriMengangkat bahu :dbn dbnFungsi otot sternokleidomastoideus :dbn dbn

Nervus XIILidah Tremor : (-) Atrofi : (-) Fasikulasi : (-)Ujung lidah sewaktu istirahat : medialUjung lidah sewaktu dijulurkan: medial

Sistem motorik Trofi : eutrofiTonus otot : normotonusKekuatan otot :ESD:E: 55555ESS: E:44444F:55555F:44444EID:E:55555EIS:E:44444F:55555F:44444 Sikap (duduk-berdiri-berbaring) : berbaringGerakan spontan abnormal Tremor : (+)Khorea : (-)Ballismus : (-)Mioklonus : (-)Atetosis : (-)Distonia : (-)Spasme : (-)Tic : (-)lain-lain : (-)

Test sensibilitasEksteroseptif : menurun sebelah kiriProprioseptif : menurun sebelah kiriFungsi kortikal untuk SensibilitasStereognosis : dbnPengenalan dua titik : dbnGrafestesia : dbn

RefleksRefleks fisiologiskanan kiri Biceps : (++)(++) Triceps : (+)(+) Radioperidost : (++)(++) APR : (++)(++) KPR : (+)(+) Strumple : (++)(++)

Refleks patologis kanan kiri Babinsky :(-)(-) Oppenheim : (-)(-) Chaddock : (-)(-) Gordon : (-)(-) Schaefer : (-)(-) Hoffman-Tromner : (-)(-) Klonus lutut : (-)(-) Klonus kaki : (-)(-) Refleks primitif : (-)(-) Koordinasi Lenggang : (+)Bicara : (+)Menulis : (+)Percobaan apraksia : dbnMimik : simetrisTest telunjuk - hidung : (+)Test telunjuk - telunjuk : (+)Diadokokinesia: (+)Test tumit - lutut : (+)Test Romberg : jatuh sebelah kananVegetatif Vasomotorik : dbnSudomotorik : dbnPilo-erektor : dbnMiksi : dbnDefekasi : dbnPotens dan libido : tidak dilakukan pemeriksaan

VertebraBentuk : NormalScoliosis : (-)Hiperlordosis : (-)

Pergerakan Leher : NormalPinggang : Normal

Tanda perangsangan meningeal Laseque : (-)Cross Laseque : (-)Test Lhermitte : (-)Test Naffziger : (-)

Gejala-gejala serebelar Ataksia : (-)Disartria : (-)Tremor : (+)Nistagmus : (-)Fenomena rebound : (-)Vertigo : (+)lain-lain : (-)

Gejala-gejala EkstrapiramidalTremor : (-)Rigiditas : (-)Bradikinesia : (-)Dan lain-lain : (-)

Fungsi LuhurKesadaran kualitatif : compos mentisIngatan baru : normalIngatan lama : normalOrientasi Diri : normal Tempat : normal Waktu : normal Situasi : normalIntelegensia : normalDaya pertimbangan : baikReaksi emosi : baikAfasia Ekspresif : (-) Reseptif : (-)Apraksia : (-)Agnosia Agnosia visual : (-) Agnosia jari-jari : (-) Akalkulia : (-) Disorientasi kanan-kiri : (-)

II.2.Kesimpulan PemeriksaanStatus Presens Sensorium : CMTekanan darah : 220/120 mmHgFrekuensi nadi : 80 x/menitFrekuensi nafas : 20 x/menitTemperatur : 36C

Perangsangan Meningeal Kaku kuduk: (-)Tanda Kernig : (-)Tanda Brudzinski I : (-)Tanda Brudzinki II : (-)

Peningkatan Tekanan IntrakranialMuntah : (-)Sakit kepala : (+)Kejang : (-)

Saraf Kranialis N I : NormosomiaN II, III : refleks cahaya +/+, isokor 3 mmN III, IV, VI : gerakan bola mata (+)N V : buka tutup mulut (+)N VII : sudut mulut simetrisN VIII : pendengaran (+)N IX, X : uvula medialN XI : angkat bahu (+)N XII : lidah dijulurkan medial

Refleks FisiologiskanankiriBiceps / triceps :++/++ ++/++KPR/APR : ++/++++/++

Refleks patologiskanan kiriH/T : -/--/-Babinski : -/--/-

Kekuatan motorik : dalam batas normal ESD :55555ESS :444445555544444EID : 55555EIS :444445555544444

Pemeriksaan PenunjangPEMERIKSAAN LAB TANGGAL 06 FEBRUARI 2015JENI S PEMERIKSAANSATUANHASILRUJUKANKETERANGAN

HEMATOLOGY

Darah rutin

Hemoglobin g %11,212-16

Erithrositmm3.614,2-5,4

Leukositmm7.6004000-10000

Hematokrit%32,935-50

Trombositmm163.000150000-350000

Klinik Darah

Total Cholestrolmg/dL197100-200

Trigliseridamg/dL152100-200

Creatininmg/dL1,70,5-0,9

Asam uratmg/100 ml12,82,4-5,7

PEMERIKSAAN LAB TANGGAL 13 FEBRUARI 2015JENIS PEMERIKSAANSATUANHASILRUJUKANKETERANGAN

HEMATOLOGY

Klinik Darah

Creatininmg/dl1,50,5-0,9

SGOTu/l58,4