LAPORAN KASUS DAN REFERAT EPILEPSI.docx

download LAPORAN KASUS DAN REFERAT EPILEPSI.docx

of 46

Transcript of LAPORAN KASUS DAN REFERAT EPILEPSI.docx

  • 5/27/2018 LAPORAN KASUS DAN REFERAT EPILEPSI.docx

    1/46

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Epilepsi merupakan salah satu penyakit saraf yang sering dijumpai, terdapat

    pada semua bangsa, segala usia dimana laki-laki sedikit lebih banyak dari wanita.

    Insiden tertinggi terdapat pada golongan usia dini yang akan menurun pada gabungan

    usia dewasa muda sampai setengah tua, kemudian meningkat lagi pada usia lanjut.

    Prevalensi epilepsI berkisar antara 0,5% - 2%. Di Indonesia penelitian

    epidemiologi tentang epilepsy belum pernah di lakukan, namun bila dipakai angka

    prevalensi yang dikemukakan, maka dapat diperkirakan bahwa bila penduduk

    Indonesia saat ini sekitar 220juta akan ditemukan 1,1 sampai 4,4 juta penderitapenyandang epilepsi dan 40% masih dalam usia reproduksi.

    Epilepsi berasal dari bahasa Yunani yang berarti serangan atau penyakit

    yang timbul secara tiba-tiba. Epilepsi merupakan penyakit yang umum terjadi dan

    penting di masyarakat. Permasalahan epilepsi tidak hanya dari segi medik tetapi juga

    sosial dan ekonomi yang menimpa penderita maupun keluarganya. Dalam kehidupan

    sehari-hari, epilepsy merupakan stigma bagi masyarakat. Mereka cenderung untuk

    menjauhi penderita epilepsi.1

    Akibatnya banyak yang menderita epilepsi yang tak terdiagnosis dan

    mendapat pengobatan yang tidak tepat sehingga menimbulkan dampak klinik dan

    psikososial yang merugikan baik penderita maupun keluarganya.2

  • 5/27/2018 LAPORAN KASUS DAN REFERAT EPILEPSI.docx

    2/46

    2

    BAB II

    LAPORAN KASUS

    STATUS PASIEN

    BAGIAN PENYAKIT SARAF

    RUMAH SAKIT Dr. H. MARZOEKI MAHDI BOGOR

    I. IDENTITAS PASIEN

    Nama : Tn. Apon Sahadi

    Jenis Kelamin : Laki-laki

    Usia : 44 tahun

    Tanggal lahir : 4 September 1967

    Alamat : Kampung Leuwi Bolang RT 003/004

    Kelurahan Bantar Karet, Bogor, Jawa Barat

    Status Perkawinan : Menikah

    Agama : Islam

    Pekerjaan : Tidak Bekerja

    Pendidikan : SLTP

    Suku Bangsa : WNI

    No RM : 0-21-21-60

    Tanggal Kunjungan RS : 24 Februari 2014

    Poliklinik : Saraf

  • 5/27/2018 LAPORAN KASUS DAN REFERAT EPILEPSI.docx

    3/46

    3

    II. ANAMNESIS

    Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis. Anamnesis dilakukan pada hari

    Senin, tanggal 24 Februari 2014 pada pukul 13.10 WIB

    Keluhan Utama

    Kejang 3 Bulan SMRS

    Keluhan Tambahan

    Sakit Kepala

    Riwayat Penyakit Sekarang

    Seorang pasien laki-laki berusia 44 tahun diantar oleh istrinya datang ke

    poliklinik Saraf RS Marzoeki Mahdi dengan keluhan kejang 3 Bulan SMRS. Kejang

    terjadi tiba-tiba saat pasien sedang dalam keadaan beristirahat. Menurut istri pasien,

    pasien tiba-tiba jatuh lalu kejang. Kejang terjadi diseluruh tubuh disertai kaku dan

    kelojotan, pasien dalam keadaan tidak sadar. Saat kejang, mata memandang keatas,

    lidah tidak tergigit tapi keluar lendir berbusa dari mulut pasien. Pasien juga mengaku

    sebelum kejang dirinya terasa seperti akan pingsang. Menurut istri pasien kejang

    berlangsung kurang lebih 30 menit. Setelah kejang pasien mengaku tersadar. Keluhan

    kejang dirasakan sejak tahun 2011. Pasien mengaku sering kejang berulang. Kejang

    yang terjadi tidak berhubungan dengan demam. Kejang biasanya terjadi lebih dari 1

    kali dalam seminggu. Biasanya setelah kejang pasien tersadar dan merasa pusing lalu

    tertidur karena lemas. Pasien mengaku juga sering sakit kepala, merasa kepala nya

    seperti kurang nyaman. Sakit kepala berputar disangkal oleh pasien. Pasien

    menyangkal ada mual muntah. Demam disangkal. BAK dan BAB normal. Pasien

    sudah berobat ke poliklinik Saraf pada tahun 2011, namun setelah itu lebih sering

    berobat ke klinik umum.

    Riwayat Penyakit Dahulu

    Pasien mengaku memiliki riwayat kejang saat usia sekitar 10 tahun, namun

    hanya beberapa kali dan pasien lupa tentang pola kejangnya. Riwayat trauma kepala

    atau infeksi sebelumnya disangkal.Pasien memiliki riwayat hipertensi dan penyakit

    jantung. Riwayat DM, penyakit paru serta alergi obat-obatan di sangkal oleh pasien.

  • 5/27/2018 LAPORAN KASUS DAN REFERAT EPILEPSI.docx

    4/46

    4

    Riwayat Penyakit Keluarga

    Pasien mengaku kakak kandung pasien juga memiliki riwayat kejang

    berulang, namun pasien tidak dapat menjelaskan tentang pola kejangnya.

    Riwayat Pengobatan

    Pasien mengaku mengkonsumsi carbamazepim untuk keluhan kejangnya.

    Pasien mengaku ketika terasa badan tidak enak terasa seperti akan kejang segera

    meminum obat tersebut untuk mencegah terjadinya kejang, setelah minum obat pasien

    mengaku menjadi tertidur. Pasien juga mengaku meminum obat antihipertensi serta

    obat untuk penyakit jantungnya namun pasien sudah jarang meminum obat-obat

    tersebut.

    Riwayat Kebiasaan

    Pasien menyangkal memiliki riwayat kebiasaan merokok maupun minum

    minuman beralkohol. Pasien jarang berolahraga.

    III. PEMERIKSAAN FISIK

    A. Keadaan umumKesadaran : compos mentistampak sakit ringan

    Tekanan darah : 140/80 mmHg,

    Denyut nadi : 84 x/mnt, isi cukup, irama regular teratur, equal

    Frekuensi Nafas : 18 x /mnt

    Suhu : 36,3oC

    BB : 60 kg

    TB : 165 cm

    BMI : 22, 03 (gizi cukup)

    B. STATUS GENERALIS

    Kepala

    Bentuk : normochepali, simetri Nyeri tekan : (-)- Rambut : hitam lurus dengan beberapa uban, distribusi merata, allopecia (-)

  • 5/27/2018 LAPORAN KASUS DAN REFERAT EPILEPSI.docx

    5/46

    5

    - Wajah : simetris, pucat (-), ikterik (-), petekie (-)- Mata : edema kelopak mata (-/-), pupil bulat isokor 2 mm|2mm, RCL

    (+/+) RCTL (+/+) konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),

    sekret (-/-), ptosis (-/-), lagoftalmus (-/-)

    - Hidung : Simetris , septum deviasi (-), deformitas (-), sekret (-/-)- Telinga : normotia, pendengaran normal, nyeri tekan tragus dan mastoid (-)- Gigi Mulut : Jumlah gigi 31, terdapat gigi tanggal incisivus 2 kanan bawah,

    karies gigi (-), perdarahan gusi (-), oral hygiene cukup baik.

    - Lidah : coated tongue (-), papil atrofi (-)- Tenggorokan : normal, tidak hiperemis, tonsil T1-T1Leher

    Kelenjar Getah Bening : Tidak teraba membesar Kelenjar Tiroid : Tidak teraba membesar Trakhea : Lurus, tidak ada deviasi JVP : 5+2 cm H20Thoraks

    ParuInspeksi : Hemithoraks simetris saat statis dan dinamis, retraksi sela iga

    (-), deformitas (-)

    Palpasi : Vokal fremitus kanan dan kiri simetris

    Perkusi : Sonor di kedua lapang paru

    Auskultasi : Suara nafas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

    JantungInspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

    Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V , 1 cm medial linea

    midclavicularis

    sinistra

    Perkusi : batas jantung atas : ICS III linea parasternal kiri

    Batas jantung kanan : ICS IV linea sternalis kiri

    Batas jantung kiri : ICS V 1 cm medial linea midclavicularis

    sinistra

    Auskultasi : BJ I-II regular , murmur (-), gallop (-)

  • 5/27/2018 LAPORAN KASUS DAN REFERAT EPILEPSI.docx

    6/46

    6

    Abdomen

    Inspeksi : dinding abdomen datar, jaringan parut (-)

    Auskultasi : bising usus 2x/menit

    Palpasi : supel, nyeri tekan tidak ada, hepar dan lien tidak teraba membesar

    Perkusi : timpani (+) pada 9 regio abdomen

    Ekstremitas

    - atas : akral hangat (+/+), oedem (-/-)

    - bawah : : akral hangat (+/+), oedem (-/-) -

    C. STATUS NEUROLOGIS

    1) Kesadaran : Composmentis2) GCS : E 4V5M 63) Tanda Rangsang meningeal : Kaku kuduk : - Brudzinsky 1 : - Brudzinsky 2 : -|- Laseque : >700| >700 Kernig : >1350 | >1350

    4) Saraf kranial :1. N. I (Olfactorius )

    Kanan Kiri Keterangan

    Daya pembau Dbn dbn Dalam batas

    normal

    2. N.II (Opticus)Kanan Kiri Keterangan

    Daya penglihatan

    Lapang pandang

    Pengenalan warna

    Dbn

    Dbn

    Dbn

    Dbn

    Dbn

    Dbn

    Dalam batas

    normal

  • 5/27/2018 LAPORAN KASUS DAN REFERAT EPILEPSI.docx

    7/46

    7

    3. N.III (Oculomotorius)Kanan Kiri Keterangan

    Ptosis

    PupilBentuk

    Ukuran

    akomodasi

    Refleks pupil

    Langsung

    Tidak langsung

    Gerak bola mata

    Kedudukan bola mata

    (-)

    Bulat

    2mm

    baik

    (+)

    (+)

    Dbn

    ortoforia

    (-)

    Bulat

    2mm

    baik

    (+)

    (+)

    Dbn

    ortoforia

    Dalam batas

    normal

    4. N. IV (Trokhlearis)Kanan Kiri Keterangan

    Gerak bola mata Dbn Dbn Dalam batas

    normal

    5. N. V (Trigeminus)Kanan Kiri Keterangan

    Motorik

    Sensibilitas

    Opthalmikus

    Maxilaris

    Mandibularis

    Dbn

    Dbn

    Dbn

    Dbn

    Dbn

    Dbn

    Dbn

    Dbn

    Dalam batas

    normal

    6. N. VI (Abduscens)Kanan Kiri Keterangan

    Gerak bola mata

    Strabismus

    Dbn

    (-)

    Dbn

    (-)

    Dalam batas

    normal

  • 5/27/2018 LAPORAN KASUS DAN REFERAT EPILEPSI.docx

    8/46

    8

    7. N. VII (Facialis)Kanan Kiri Keterangan

    Motorik

    Saat diamMengernyitkan dahi

    Senyum

    memperlihatkan gigi

    Daya perasa 2/3

    anterior lidah

    simetrisDbn

    Dbn

    Dbn

    Tidak

    dilakukan

    simetrisDbn

    Dbn

    Dbn

    Tidak dilakukan

    Dalam batasnormal

    8. N. VIII (Vestibulo-Kokhlearis)Kanan Kiri Keterangan

    Pendengaran

    Tuli konduktif

    Tuli sensorieural

    Vestibular

    Vertigo

    Nistagmus

    (-)

    (-)

    (-)

    (-)

    (-)

    (-)

    (-)

    (-)

    Dalam batas

    normal

    9. N. IX (Glossofaringeus)Kanan Kiri Keterangan

    Arkus farings

    Daya perasa 1/3

    posterior lidah

    Simetris

    Tidak

    dilakukan

    Simetris

    Tidak dilakukan

    Dalam batas

    normal

    10.N. X (Vagus)Kanan Kiri Keterangan

    Arkus farings

    Disfonia

    Refleks muntah

    Simetris

    -

    Tidak

    dilakukan

    Simetris

    -

    Tidak dilakukan

    Dalam batas

    normal

  • 5/27/2018 LAPORAN KASUS DAN REFERAT EPILEPSI.docx

    9/46

    9

    11.N. XI (Assesorius)Kanan Kiri Keterangan

    Motorik

    MenolehMengankat bahu

    Trofi

    dbndbn

    Eutrofi

    dbndbn

    Eutrofi

    Dalam batasnormal

    12.N. XII (Hipoglossus)Kanan Kiri Keterangan

    Motorik

    Trofi

    Tremor

    Disartri

    dbn

    eutrofi

    (-)

    (-)

    Dbn

    Eutrofi

    (-)

    (-)

    Dalam batas

    normal

    5) Sistem motorikKanan Kiri Keterangan

    Ekstremitas atas

    Kekuatan

    Tonus

    Trofi

    Ger.involunter

    5555

    N

    Eu

    (-)

    5555

    N

    Eu

    (-) Dalam Batas

    NormalEkstremitas bawah

    Kekuatan

    Tonus

    Trofi

    Ger.involunter

    5555

    N

    Eu

    (-)

    5555

    N

    Eu

    (-)

    6) Sistem sensorikSensasi Kanan Kiri Keterangan

    Raba

    Nyeri

    Suhu

    Propioseptif

    baik

    baik

    Tidak dilakukan

    Tidak dilakukan

    baik

    baik

    Tidak dilakukan

    Tidak dilakukan

    Dalam batas

    normal

  • 5/27/2018 LAPORAN KASUS DAN REFERAT EPILEPSI.docx

    10/46

    10

    7) RefleksRefleks Kanan Kiri Keterangan

    Fisiologis

    BisepsTriseps

    Patella

    Achilles

    (+)(+)

    (+)

    (+)

    (+)(+)

    (+)

    (+)

    Patologis

    Hoffman Tromer

    Babinski

    Chaddock

    Openheim

    Gordon

    Schaeffer

    (-)

    (-)

    (-)

    (-)

    (-)

    (-)

    (-)

    (-)

    (-)

    (-)

    (-)

    (-)

    Dalam batas

    normal

    8) Fungsi koordinasi dan keseimbanganPemeriksaan Kanan Kiri Keterangan

    Jari tanganjari tangan

    Jari tanganhidung

    Tumitlutut

    Pronasisupinasi

    Romberg test

    Baik

    Baik

    Baik

    Baik

    Tidak

    dilakukan

    Baik

    Baik

    Baik

    Baik

    Tidak dilakukan

    9) Sistem otonomMiksi : Baik

    Defekasi : Baik

    Keringat : Baik

    10)Fungsi luhur : Tidak ada gangguan fungsi luhur11)Vertebra : tidak ada kelainan, tidak ada nyeri tekan

  • 5/27/2018 LAPORAN KASUS DAN REFERAT EPILEPSI.docx

    11/46

    11

    IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG ANJURAN

    Pada os dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan EEG. Hasil EEG pada pasien

    ini tidak dibawa oleh pasien.

    V. RESUME

    Seorang pasien laki-laki berusia 44 tahun diantar oleh istrinya datang ke poliklinik

    Saraf RS Marzoeki Mahdi dengan keluhan kejang 3 Bulan SMRS. Kejang terjadi

    saat pasien sedang dalam keadaan beristirahat. Kejang terjadi tiba-tiba saat pasien

    sedang dalam keadaan beristirahat, pasien tiba-tiba jatuh lalu kejang. Kejang

    terjadi diseluruh tubuh disertai kaku dan kelojotan, pasien dalam keadaan tidak

    sadar. Mata memandang keatas, lidah tidak tergigit tapi keluar lendir berbusa dari

    mulut pasien. Kejang berlangsung kurang lebih 30 menit. Riwayat kejang

    berulang sejak tahun 2011. 1 kali dalam seminggu. Setelah kejang pasien tersadar

    dan merasa pusing lalu tertidur karena lemas. Pasien sering sakit kepala, merasa

    kepala nya seperti kurang nyaman. Riwayat kejang saat usia sekitar 10 tahun,

    namun hanya beberapa kali. Riwayat hipertensi dan penyakit jantung. Kakak

    kandung pasien juga memiliki riwayat kejang berulang. Pasien telah diberi obat

    carbamazepim untuk keluhan kejangnya. Pasien juga meminum obat

    antihipertensi serta obat untuk penyakit jantungnya namun pasien sudah jarang

    meminum obat-obat tersebut.

    Pada Pemeriksaan Fisik ditemukan :

    Keadaan Umum : Tampak sakit ringan

    Kesadaran : Compos Mentis

    Tanda vital :

    Tekanan darah : 140/80 mmHg Denyut nadi : 84x/mnt Frekuensi Nafas : 18x /mnt Suhu : 36,3oC

    Status generalis : Dalam batas normal

    Status Neurologis : GCS E4V5M6

    Tanda rangsang meningeal : negatif

    Saraf kranialis : baik

    Sistem motorik :

  • 5/27/2018 LAPORAN KASUS DAN REFERAT EPILEPSI.docx

    12/46

    12

    Lengan kanan/kiri : 5555/5555

    Tungkai kanan/kiri : 5555/5555

    Sistem sensorik : baik

    Refleks fisiologis : (+)

    Refleks Patologis : (-)

    VI. DIAGNOSIS KERJA

    a. Diagnosis klinis : Kejang disertai gangguan kesadaran awal kejang

    b. Diagnosis Topis : Korteks serebri

    c. Diagnosis Etiologi : Epilepsi serangan umum bangkitan umum tonik klonik.

    VII. PENATALAKSANAAN

    1.Non Medikamentosa Pertolongan pertama

    o Pasien dan anggota keluarga harus diberitahukan dengan jelas tindakanapa yang harus diambil bila menghadapi serangan.

    o Jangan memasukan sesuatu ke dalam mulut pasien atau memaksamembuka mulut pasien.

    o Tidak perlu diusahakan mengekang gerakan kejang karena hanya akanberakibat menimbulkan cedera.

    o Pasien harus dibiarkan untuk mengalami kejang seperti seharusnya.o Pasien harus dipindahkan ke tempat yang aman.o Setelah serangan balikkan pasien pada salah satu sisi dalam posisi

    setengah telungkup untuk membantu pernafasan pasien dan pemulihan

    serta berikan bantalan di kepala dengan sesuatu yang lunak.

    o Jalan nafas harus diperiksa dan diawasio Setelah suatu serangan pasien harus ditemani dan diberi dukungan

    hingga fase bingung yang menyertainya telah hilang seluruhnya dan

    pasien memperoleh kembali keseimbangannya.

    2.Medikamentosa carbamazepine 3x1 vit. B kompleks 1x1

  • 5/27/2018 LAPORAN KASUS DAN REFERAT EPILEPSI.docx

    13/46

    13

    VIII. PROGNOSIS

    Ad Vitam : ad bonam

    Ad fungsionam : dubia ad bonam

    Ad sanationam : dubia ad malam

  • 5/27/2018 LAPORAN KASUS DAN REFERAT EPILEPSI.docx

    14/46

    14

    BAB III

    TINJAUAN PUSTAKA

    EPILEPSI

    DEFINISI

    Kejang merupakan manifestasi berupa pergerakan secara mendadak dan tidak

    terkontrol yang disebabkan oleh kejang involunter saraf otak.3

    Epilepsi menurut JH Jackson (1951) didefinisikan sebagai suatu gejala akibat

    cetusan pada jaringan saraf yang berlebihan dan tidak beraturan. Cetusan tersebut

    dapat melibatkan sebagian kecil otak (serangan parsial atau fokal) atau yang lebih luas

    pada kedua hemisfer otak (serangan umum). Epilepsi merupakan gejala klinis yang

    kompleks yang disebabkan berbagai proses patologis di otak. Epilepsi ditandai

    dengan cetusan neuron yang berlebihan dan dapat dideteksi dari gejala klinis,

    rekaman elektroensefalografi (EEG), atau keduanya. Epilepsi adalah suatu kelainan di

    otak yang ditandai adanya bangkitan epileptik yang berulang (lebih dari satu

    episode).3

    Menurut International League Against Epilepsy (ILAE) dan InternationalBureau for epilepsy (IBE) pada tahun 2005 epilepsi didefinisikan sebagai suatu

    kelainan otak yang ditandai oleh adanya factor predisposisi yang dapat mencetuskan

    kejang epileptik, perubahan neurobiologis, kognitif, psikologis dan adanya

    konsekuensi social yang diakibatkannya. Definisi ini membutuhkan sedikitnya satu

    riwayat kejang epileptik sebelumnya. Sedangkan bangkitan epileptik didefinisikan

    sebagai tanda dan/atau gejala yang timbul sepintas (transien) akibat aktivitas neuron

    yang berlebihan atau sinkron yang terjadi di otak.4

    Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi dengan

    ciri-ciri timbulnya serangan paroksismal dan berkala akibat lepas muatan listrik

    neuron-neuron otak secara berlebihan dengan berbagai manifestasi klinik dan

    laboratorik.

    Status epileptikus merupakan kejang yang terjadi >30 menit atau kejang

    berulang tanpa disertai pemulihan kesadaran diantara dua serangan kejang.(4)

  • 5/27/2018 LAPORAN KASUS DAN REFERAT EPILEPSI.docx

    15/46

    15

    EPIDEMIOLOGI

    Epilepsi merupakan salah satu kelainan otak yang serius dan umum terjadi.

    Sekitar lima puluh juta orang di seluruh dunia mengalami kelainan ini. Angka

    epilepsy lebih tinggi di negara berkembang. Insiden epilepsy di negara maju

    ditemukan sekitar 50/100.000. sementara di Negara berkembang mencapai

    100/100.000.5

    Di Negara berkembang sekitar 80-90% diantaranya tidak mendapatkan

    pengobatan apapun. Penderita laki-laki umumnya sedikit lebih banyak dibandingkan

    dengan perempuan. Insiden tertinggi terjadi pada anak berusia dibawah 2 tahun dan

    usia lanjut di atas 65 tahun. Umumnya paling tinggi pada umur 20 tahun pertama,

    menurun sampai umur 50 th, dan meningkat lagi setelahnya terkait dengan

    kemungkinan terjadinya penyakit cerebrovascular. Pada 75% pasien, epilepsy terjadi

    sebelum umur 18 tahun.6

    ETIOLOGI

    Etiologi Epilepsi kemungkinan disebabkan oleh:

    A. Aktivitas saraf abnormal akibat proses patologis yang mempengaruhiotak

    B. Gangguan biokimia atau metabolik dan lesi mikroskopik di otak akibattrauma otak pada saat lahir atau cedera lain

    C. Pada bayi penyebab paling sering adalah asfiksi atau hipoksiawaktu lahir, trauma intrakranial waktu lahir, gangguan metabolik,

    malformasi congenital pada otak, atau infeksi

    D. Pada anak-anak dan remaja mayoritas adalah epilepsy idiopatik,pada umur 5-6 tahundisebabkan karena febril

    E. Pada usia dewasa penyebab lebih bervariasi idiopatik, karenabirth trauma, cedera kepala, tumor otak (usia 30-50 th), penyakit

    serebro vaskuler (> 50 th)

    Ditinjau dari penyebab, epilepsi dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu :

    Epilepsi idiopatik : penyebabnya tidak diketahui, meliputi 50% dari penderitaepilepsi anak dan umumnya mempunyai predisposisi genetic, awitan biasanya

    pada usia >3tahun. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan alat-alat

    diagnostic yang canggih kelompok ini semakin sedikit.

  • 5/27/2018 LAPORAN KASUS DAN REFERAT EPILEPSI.docx

    16/46

    16

    Epilepsi simptomatik : disebabkan oleh kelainan / lesi pada susunan sarafpusat. Misalnya : post trauma kapitis, infeksi susunan saraf pusat (SSP),

    gangguan metabolic, malformasi otak kongenital, asphyxia neonatorum, lesi

    desak ruang, gangguan peredaran darah otak, toksik serta kelainanneurodegenerative.

    Epilepsy kriptogenik : dianggap simtomatik tetapi penyebabnya belumdiketahui, termasuk disini adalah sindrom West, sindrom Lennox-Gastaut dan

    epilepsy mioklonik.7

    KLASIFIKASI

    Epilepsi dapat diklasifikasikan menurut klasifikasi bangkitan epilepsi dan

    klasifikasi sindroma epilepsi. Klasifikasi sindroma epilepsi berdasarkan faktor-faktor

    tipe bangkitan (umum atau terlokalisasi), etiologi (simtomatik atau idiopatik), usia

    dan situasi yang berhubungan dengan bangkitan. Sedangkan klasifikasi epilepsi

    menurut bangkitan epilepsi berdasarkan gambaran klinis dan elektroensefalogram.

    Klasifikasi ILAE (1981) untuk tipe bangkitan epilepsi adalah :3

    1. Bangkitan parsial/fokal1)Bangkitan parsial sederhana (tanpa gangguan kesadaran)

    a. Dengan gejala motorikb. Dengan gejala sensorikc. Dengan gejala otonomikd. Dengan gejala psikik

    2)Bangkitan parsial kompleks (dengan gangguan kesadaran)a. Awalnya parsial sederhana, kemudian diikuti gangguan kesadaran

    Bangkitan parsial sederhana, diikuti gangguan kesadaran Dengan automatisme

    b. Dengan gangguan kesadaran sejak awal bangkitan Dengan gangguan kesadaran saja Dengan automatisme

    3)Bangkitan parsial yang menjadi umum sekunder (tonik-klonik, tonik atauklonik)

    a. Bangkitan parsial sederhana berkembang menjadi bangkitan umumb. Bangkitan parsial kompleks berkembang menjadi bangkitan umum

  • 5/27/2018 LAPORAN KASUS DAN REFERAT EPILEPSI.docx

    17/46

    17

    c. Bangkitan parsial sederhana berkembang menjadi parsial kompleks, danberkembang menjadi bangkitan umum

    2. Bangkitan Umum (Konvulsi atau Non-Konvulsi)1) Bangkitan lena (absence)

    Lena (absence), sering disebut petitmal. Serangan terjadi secara tiba-

    tiba, tanpa di dahului aura. Kesadaran hilangselama beberapa detik, di

    tandai dengan terhentinya percakapan untuk sesaat, pandangan kosong,

    atau mata berkedip dengan cepat. Hampir selalu pada anak-anak,

    mungkin menghilang waktu remaja atau diganti dengan serangan

    tonik-klonik.

    2) Bangkitan mioklonikMioklonik, serangan-serangan ini terdiri atas kontraksi otot yang

    singkat dan tiba-tiba, bisa simetris dan asimetris, sinkronis atau

    asinkronis. Muncul akibat adanya gerakan involuntar sekelompok otot

    skelet yang muncul secara tiba-tiba dan biasanya hanya berlangsung

    sejenak. Biasanya tidak ada kehilangan kesadaran selama serangan.

    Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi

    lengan atau keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat.

    3) Bangkitan tonikTonik, serangan ini terdiri atas tonus otot dengan tiba-tiba meningkat

    dari otot ekstremitas, sehingga terbentuk sejumlah sikap yang khas.

    Berupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau pergerakan tonik umum

    dengan ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai deserebrasi atau

    ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi.

    Biasanya kesadaran hilang hanya beberapa menit terjadi pada anak 1-7

    tahun.

    4) Bangkitan atonik/astatikAtonik, serangan atonik terdiri atas kehilangan tonus tubuh. Keadaan

    ini bisa di menifestasikan oleh kepala yang terangguk-angguk, lutut

    lemas, atau kehilangan total dari tonus otot dan Px bisa jatuh serta

    mendapatkan luka-luka. Biasanya penderita akan kehilangan kekuatan

    otot dan terjatuh secara tiba-tiba. Bangkitan ini jarang terjadi.

    5) Bangkitan klonik

  • 5/27/2018 LAPORAN KASUS DAN REFERAT EPILEPSI.docx

    18/46

    18

    Klonik, serangan di mulai dengan kehilangan kesadaran yang di

    sebebkan aleh hipotonia yang tiba-tiba atau spasme tonik yng singkat.

    Keadaan ini diikuti sentakan bilateral yang lamanya 1 menit sampai

    beberapa menit yang sering asimetris dan bisa predominasi pada satu

    anggota tubh. Serangan ini bisa bervariasi lamanya, seringnya dan

    bagian dari sentakan ini satu saat ke satu saat lain.

    6) Bangkitan tonik-klonikTonik-Klonik, biasa di sebut grandmal. Merupakan jenis serang klasik

    epilepsi serangan ini di tandai oleh suatu sensasi penglihatan atau

    pendengaran selama beberapa saat yang diikuti oleh kehilangan

    kesadaran secara cepat. Secara tiba-tiba penderita akan jatuh disertai

    dengan teriakan, pernafasan terhenti sejenak kemudian diiukti oleh

    kekauan tubuh. Setelah itu muncul gerakan kejang tonik-klonik

    (gerakan tonik yag disertai dengan relaksaki). Pada saat serangan,

    penderita tidak sadar, bisa menggigit lidah atau bibirnya sendiri, dan

    bisa sampai mengompol. Pasca serangan, penderita akan sadar secara

    perlahan dan merasakan tubuhnya terasa lemas dan biasanya akan

    tertidur setelahnya.

    3. Bangkitan Epileptik yang Tidak Tergolongkan

    Klasifikasi ILAE (1989) untuk tipe epilepsy dan sindrom epilepsi adalah :

    3

    1. Fokal / Partial (localized related)

    1.1.Idiopatik (berhubungan dengan usia awitan)1.1.1. Epilepsi benigna dengan gelombang paku di daerah sentrotemporal

    (childhood epilepsy with centrotemporal spikes)

    1.1.2. Epilepsy benigna dengan gelombang paroksismal pada daerahoksipital

    1.1.3. Epilepsi primer saat membaca (primary reading epilepsy)1.2.Simtomatik

    1.2.1. Epilepsi parsial kontinua yang kronik progresif pada anak anak(Kojenikows Syndrome)

  • 5/27/2018 LAPORAN KASUS DAN REFERAT EPILEPSI.docx

    19/46

    19

    1.2.2. Sindrom dengan bangkitan yang dipresipitasi oleh suaturangsangan (kurang tidur, alcohol, obat-obatan, hiperventilasi,

    refleks epilepsy, stimulasi fungsi kortikal tinggi, membaca)

    1.2.3. Epilepsi lobus temporal1.2.4. Epilepsi lobus frontal1.2.5. Epilepsi lobus parietal1.2.6. Epilepsi lobus oksipital

    1.3.Kriptogenik

    2. Epilepsi Umum

    2.1.Idiopatik (sindrom epilepsi berurutan sesuai dengan usia awitan)2.1.1. Kejang neonatus familial benigna2.1.2. Kejang neonatus benigna2.1.3. Kejang epilepsi mioklonik pada remaja2.1.4. Epilepsi lena pada anak2.1.5. Epilepsi lena pada remaja2.1.6. Epilepsi mioklonik pada remaja2.1.7. Epilepsi dengan bangkitan umum tonikklonik pada saat terjaga2.1.8. Epilepsi umum idiopatik lain yang tidak termasuk salah satu di atas2.1.9. Epilepsi tonik klonik yang dipresipitasi dengan aktivasi yang

    spesifik

    2.2.Kriptogenik atau Simtomatik (berurutan sesuai dengan peningkatan usia)2.2.1. Sindrom West (spasme infantiil dan spasme salam)2.2.2. Sindrom LencoxGastaut2.2.3. Epilepsi Mioklonik astatic2.2.4. Epilepsi mioklonik lena

    2.3.Simtomatik2.3.1. Etiologi non spesifik

    Ensefalopati mioklonik dini Ensefalopati pada infantiil dini dengan burst supresi Epilepsi simtomatik umum lainnya yang tidak termasuk di

    atas

    2.3.2. Sindrom Spesifik

  • 5/27/2018 LAPORAN KASUS DAN REFERAT EPILEPSI.docx

    20/46

    20

    2.3.3. Bangkitan epilepsi sebagai komplikasi penyakit lain

    3. Epilepsi dan Sindrom yang tak dapat ditentukan fokal atau umum

    3.1.Bangkitan Umum dan fokal3.1.1. Bangkitan neonatal3.1.2. Epilepsi mioklonik berat pada bayi3.1.3. Epilepsi dengan gelombang paku kontinyu selama tidur dalam3.1.4. Epilepsi afasia yang didapat (Sindrom LandauKleffner)3.1.5. Epilepsi yang tidak termasuk dalam klasifikasi diatas

    3.2.Tanpa gambaran tegas fokal atau umum

    4. Sindrom Khusus4.1.Bangkitan yang berkaitan dengan situasi tertentu

    4.1.1. Kejang demam4.1.2. Bangkitan kejang / status epileptikus yang timbul hanya sekali(

    isolated)

    4.1.3. Bangkitan yang hanya terjadi bila terdapat kejadian metabolic akut,atau toksis, alcohol, obat-obatan, eklamsia, hiperglikemi non

    ketotik

    4.1.4. Bangkitan berkaitan dengan pencetus spesifik (epilepsi reflektorik)

    PATOFISIOLOGI

    Serangan epilepsi terjadi apabila proses eksitasi di dalam otak lebih dominan

    dari pada proses inhibisi. Perubahan-perubahan di dalam eksitasi aferen, disinhibisi,

    pergeseran konsentrasi ion ekstraseluler, voltage-gated ion channel opening, dan

    menguatnya sinkronisasi neuron sangat penting artinya dalam hal inisiasi dan

    perambatan aktivitas serangan epileptik. Aktivitas neuron diatur oleh konsentrasi ion

    di dalam ruang ekstraseluler dan intraseluler, dan oleh gerakan keluar-masuk ion-ion

    menerobos membran neuron.

  • 5/27/2018 LAPORAN KASUS DAN REFERAT EPILEPSI.docx

    21/46

    21

    Gambar : Silbernagl S. Color Atlas Pathopysiology. New York : Thieme.2000

    Lima buah elemen fisiologi sel dari neuronneuron tertentu pada korteks

    serebri penting dalam mendatangkan kecurigaan terhadap adanya epilepsi:

    1. Kemampuan neuron kortikal untuk bekerja pada frekuensi tinggi dalam merespon

    depolarisasi diperpanjang akan menyebabkan eksitasi sinaps dan inaktivasi konduksi

    Ca2+ secara perlahan.

    2. Adanya koneksi eksitatorik rekuren (recurrent excitatory connection), yang

    memungkinkan adanya umpan balik positif yang membangkitkan dan menyebarkan

    aktivitas kejang.

    3. Kepadatan komponen dan keutuhan dari pandangan umum terhadap sel-sel

    piramidal pada daerah tertentu di korteks, termasuk pada hippocampus, yang bias

    dikatakan sebagai tempat paling rawan untuk terkena aktivitas kejang. Hal ini

  • 5/27/2018 LAPORAN KASUS DAN REFERAT EPILEPSI.docx

    22/46

    22

    menghasilkan daerah-daerah potensial luas, yang kemudian memicu aktifitas

    penyebaran nonsinaptik dan aktifitas elektrik.

    4. Bentuk siap dari frekuensi terjadinya potensiasi (termasuk juga merekrut respon

    NMDA) menjadi ciri khas dari jaras sinaptik di korteks.

    5. Efek berlawanan yang jelas (contohnya depresi) dari sinaps inhibitor rekuren

    dihasilkan dari frekuensi tinggi peristiwa aktifasi.

    Serangan epilepsi akan muncul apabila sekelompok kecil neuron abnormal

    mengalami depolarisasi yang berkepanjangan berkenaan dengan cetusan potensial

    aksi secara tepat dan berulang-ulang. Secara klinis serangan epilepsi akan tampak

    apabila cetusan listrik dari sejumlah besar neuron abnormal muncul secara

    bersamasama, membentuk suatu badai aktivitas listrik di dalam otak. Badai listrik tadi

    menimbulkan bermacam-macam serangan epilepsi yang berbeda (lebih dari 20

    macam), bergantung pada daerah dan fungsi otak yang terkena dan terlibat. Dengan

    demikian dapat dimengerti apabila epilepsi tampil dengan manifestasi yang sangat

    bervariasi.

    Sebagai penyebab dasar terjadinya epilepsi terdiri dari 3 kategori yaitu :

    1. Non Spesifik Predispossing Factor ( NPF ) yang membedakan seseorang peka

    tidaknya terhadap serangan epilepsi dibanding orang lain. Setiap orang sebetulnya

    dapat dimunculkan bangkitan epilepsi hanya dengan dosis rangsangan berbeda-beda.

    2. Specific Epileptogenic Disturbances (SED). Kelainan epileptogenik ini dapat

    diwariskan maupun didapat dan inilah yang bertanggung jawab atas timbulnya

    epileptiform activity di otak. Timbulnya bangkitan epilepsi merupakan kerja sama

    SED dan NPF.

    3. Presipitating Factor (PF). Merupakan faktor pencetus terjadinya bangkitan epilepsi

    pada penderita epilepsi yang kronis. Penderita dengan nilai ambang yang rendah, PF

    dapat membangkitkan reactive seizure dimana SED tidak ada.

    Ketiga hal di atas memegang peranan penting terjadinya epilepsi sebagai hal dasar.

    Hipotesis secara seluler dan molekuler yang banyak dianut sekarang adalah :

    Membran neuron dalam keadaan normal mudah dilalui oleh ion kalium dan

    ion klorida, tetapi sangat sulit dilalui oleh ion natrium dan ion kalsium. Dengan

    demikian konsentrasi yang tinggi ion kalium dalam sel ( intraseluler ), dan konsentrasi

    ion natrium dan kalsium ekstraseluler tinggi. Sesuai dengan teori dari Dean (Sodium

    pump), sel hidup mendorong ion natrium keluar sel, bila natrium ini memasuki sel,

    keadaan ini sama halnya dengan ion kalsium. Bangkitan epilepsi karena transmisi

  • 5/27/2018 LAPORAN KASUS DAN REFERAT EPILEPSI.docx

    23/46

    23

    impuls yang berlebihan di dalam otak yang tidak mengikuti pola yang normal,

    sehingga terjadi sinkronisasi dari impuls.

    Sinkronisasi ini dapat terjadi pada sekelompok atau seluruh neuron di otak secara

    serentak, secara teori sinkronisasi ini dapat terjadi.

    1. Fungsi jaringan neuron penghambat ( neurotransmitter GABA dan Glisin ) kurang

    optimal hingga terjadi pelepasan impuls epileptik secara berlebihan.

    2. Keadaan dimana fungsi jaringan neuron eksitatorik ( Glutamat dan Aspartat )

    berlebihan hingga terjadi pelepasan impuls epileptik berlebihan juga.

    Fungsi neuron penghambat bisa kurang optimal antara lain bila konsentrasi

    GABA (gamma aminobutyric acid ) tidak normal. Pada otak manusia yang menderita

    epilepsi ternyata kandungan GABA rendah. Hambatan oleh GABA dalam bentuk

    inhibisi potensial postsinaptik ( IPSPs = inhibitory post synaptic potentials) adalah

    lewat reseptor GABA. Suatu hipotesis mengatakan bahwa aktifitas epileptic

    disebabkan oleh hilang atau kurangnya inhibisi oleh GABA, zat yang merupakan

    neurotransmitter inhibitorik utama pada otak. Ternyata pada GABA ini sama sekali

    tidak sesederhana seperti yang disangka semula. Riset membuktikan bahwa

    perubahan pada salah satu komponennya bias menghasilkan inhibisi tak lengkap yang

    akan menambah rangsangan. Sinkronisasi dapat terjadi pada sekelompok kecil neuron

    saja, sekelompok besar atau seluruh neuron otak secara serentak. Lokasi yang berbeda

    dari kelompok neuron ini menimbulkan manifestasi yang berbeda dari serangan

    epileptik. Secara teoritis ada 2 penyebabnya yaitu fungsi neuron penghambat kurang

    optimal ( GABA ) sehingga terjadi pelepasan impuls epileptik secara berlebihan,

    sementara itu fungsi jaringan neuron eksitatorik ( Glutamat ) berlebihan. Berbagai

    macam penyakit dapat menyebabkan terjadinya perubahan keseimbangan antara

    neuron inhibitor dan eksitator, misalnya kelainan heriditer, kongenital, hipoksia,

    infeksi, tumor, vaskuler, obat atau toksin. Kelainan tersebut dapat mengakibatkan

    rusaknya faktor inhibisi dan atau meningkatnya fungsi neuron eksitasi, sehingga

    mudah timbul epilepsi bila ada rangsangan yang memadai. Daerah yang rentan

    terhadap kerusakan bila ada abnormalitas otak antara lain di hipokampus. Oleh karena

    setiap serangan kejang selalu menyebabkan kenaikan eksitabilitas neuron, maka

    serangan kejang cenderung berulang dan selanjutnya menimbulkan kerusakan yang

    lebih luas. Pada pemeriksaan jaringan otak penderita epilepsi yang mati selalu

    didapatkan kerusakan di daerah hipokampus. Oleh karena itu tidak mengherankan bila

    lebih dari 50% epilepsi parsial, fokus asalnya berada di lobus temporalis dimana

  • 5/27/2018 LAPORAN KASUS DAN REFERAT EPILEPSI.docx

    24/46

    24

    terdapat hipokampus dan merupakan tempat asal epilepsi dapatan. Pada bayi dan

    anak-anak, sel neuron masih imatur sehingga mudah terkena efek traumatik,

    gangguan metabolik, gangguan sirkulasi, infeksi dan sebagainya. Efek ini dapat

    berupa kemusnahan neuron-neuron serta sel-sel glia atau kerusakan pada neuron atau

    glia, yang pada gilirannya dapat membuat neuron glia atau lingkungan neuronal

    epileptogenik. Kerusakan otak akibat trauma, infeksi, gangguan metabolisme dan

    sebagainya, semuanya dapat mengembangkan epilepsi. Akan tetapi anak tanpa brain

    damage dapat juga menjadi epilepsi, dalam hal ini faktor genetik dianggap

    penyebabnya, khususnya grand mal dan petit mal serta benigne centrotemporal

    epilepsy. Walaupun demikian proses yang mendasari serangan epilepsi idiopatik,

    melalui mekanisme yang sama.

    Dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan

    transmisi pada sinaps. Tiap sel hidup, termasuk neuron-neuron otak mempunyai

    kegiatan listrik yang disebabkan oleh adanya potensial membrane sel. Potensial

    membrane neuron bergantung pada permeabilitas selektif membrane neuron, yakni

    membrane sel mudah dilalui oleh ion K dari ruang ekstraseluler ke intraseluler dan

    kurang sekali oleh ion Ca, Na dan Cl, sehingga di dalam sel terdapat kosentrasi tinggi

    ion K dan kosentrasi rendah ion Ca, Na, dan Cl, sedangkan keadaan sebaliknya

    terdapat diruang ekstraseluler. Perbedaan konsentrasi ion-ion inilah yang

    menimbulkan potensial membran.

    Ujung terminal neuron-neuron berhubungan dengan dendrite-dendrit dan

    badan-badan neuron yang lain, membentuk sinaps dan merubah polarisasi membran

    neuron berikutnya. Ada dua jenis neurotransmitter, yakni neurotransmitter eksitasi

    yang memudahkan depolarisasi atau lepas muatan listrik dan neurotransmitter inhibisi

    yang menimbulkan hiperpolarisasi sehingga sel neuron lebih stabil dan tidak mudah

    melepaskan listrik. Diantara neurotransmitter-neurotransmitter eksitasi dapat disebut

    glutamate,aspartat dan asetilkolin sedangkan neurotransmitter inhibisi yang terkenal

    ialahgamma amino butyric acid (GABA) dan glisin. Jika hasil pengaruh kedua jenis

    lepas muatan listrik dan terjadi transmisi impuls atau rangsang. Hal ini misalnya

    terjadi dalam keadaan fisiologik apabila potensial aksi tiba di neuron. Dalam keadaan

    istirahat, membrane neuron mempunyai potensial listrik tertentu dan berada dalam

    keadaan polarisasi. Aksi potensial akan mencetuskan depolarisasi membrane neuron

    dan seluruh sel akan melepas muatan listrik.

  • 5/27/2018 LAPORAN KASUS DAN REFERAT EPILEPSI.docx

    25/46

    25

    Oleh berbagai factor, diantaranya keadaan patologik, dapat merubah atau

    mengganggu fungsi membaran neuron sehingga membrane mudah dilampaui oleh ion

    Ca dan Na dari ruangan ekstra ke intra seluler. Influks Ca akan mencetuskan letupan

    depolarisasi membrane dan lepas muatan listrik berlebihan, tidak teratur dan

    terkendali. Lepas muatan listrik demikian oleh sejumlah besar neuron secara sinkron

    merupakan dasar suatu serangan epilepsy. Suatu sifat khas serangan epilepsy ialah

    bahwa beberapa saat serangan berhenti akibat pengaruh proses inhibisi. Di duga

    inhibisi ini adalah pengaruh neuron-neuron sekitar sarang epileptic. Selain itu juga

    system-sistem inhibisi pra dan pasca sinaptik yang menjamin agar neuron-neuron

    tidak terus-menerus berlepasmuatan memegang peranan. Keadaan lain yang dapat

    menyebabkan suatu serangan epilepsy terhenti ialah kelelahan neuron-neuron akibat

    habisnya zat-zat yang penting untuk fungsi otak.

    Patofisiologi Epilepsi Umum

    Salah satu epilepsi umum yang dapat diterangkan patofisiologinya secara

    lengkap adalah epilepsi tipe absans. Absans adalah salah satu epilepsi umum, onset

    dimulai usia 3-8 tahun dengan karakteristik klinik yang menggambarkan pasien

    bengong dan aktivitas normal mendadak berhenti selama beberapa detik kemudian

    kembali ke normal dan tidak ingat kejadian tersebut. Terdapat beberapa hipotesis

    mengenai absans yaitu antara lain absans berasal dari thalamus, hipotesis lain

    mengatakan berasal dari korteks serebri. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa

    absans diduga terjadi akibat perubahan pada sirkuit antara thalamus dan korteks

    serebri. Pada absans terjadi sirkuit abnormal pada jaras thalamo-kortikal akibat

    adanya mutasi ion calsium sehingga menyebabkan aktivasi ritmik korteks saat sadar,

    dimana secara normal aktivitas ritmik pada korteks terjadi pada saat tidur non-REM.

    Patofisiologi epilepsi yang lain adalah disebabkan adanya mutasi genetik.

    Mutasi genetik terjadi sebagian besar pada gen yang mengkode protein kanal ion

    (pada tabel berikut). Contoh: Generalized epilepsy with febrile seizure plus, benign

    familial neonatal convulsions.

    Tabel 3. Mutasi kanal ion pada beberapa jenis epilepsi4-6

    Kanal Gen Sindroma

    Voltage-gated

    Kanal Natrium SCN1A, SCN1BSCN2A, GABRG2

    Generalized epilepsies with febrileseizures plus

  • 5/27/2018 LAPORAN KASUS DAN REFERAT EPILEPSI.docx

    26/46

    26

    Pada kanal ion yang normal terjadi keseimbangan antara masuknya ion

    natrium (natrium influks) dan keluarnya ion kalium (kalium efluks) sehingga terjadi

    aktivitas depolarisasi dan repolarisasi yang normal pada sel neuron. Jika terjadi mutasi

    pada kanal Na seperti yang terdapat pada generalized epilepsy with febrile seizures

    plus, maka terjadi natrium influks yang berlebihan sedangkan kalium efluks tetap

    seperti semula sehingga terjadi depolarisasi dan repolarisasi yang berlangsung

    berkali-kali dan cepat atau terjadi hipereksitasi pada neuron.

    Hal yang sama terjadi pada benign familial neonatal convulsion dimana

    terdapat mutasi kanal kalium sehingga terjadi efluks kalium yang berlebihan dan

    menyebabkan hipereksitasi pada sel neuron.

    Patofisiologi Anatomi Seluler

    Secara etiopatologik, bangkitan epilepsi bisa diakibatkan oleh cedera kepala,

    stroke, tumor otak, infeksi otak, keracunan, atau juga pertumbuhan jarigan saraf yang

    tidak normal (neurodevelopmental problems), pengaruh genetik yang mengakibatkan

    mutasi. Mutasi genetik maupun kerusakan sel secara fisik pada cedera maupun stroke

    ataupun tumor akan mengakibatkan perubahan dalam mekanisme regulasi fungsi dan

    Kanal Kalium KCNQ2, KCNQ3 Benign familial neonatal

    convulsions

    Kanal Kalsium CACNA1A,

    CACNB4ACNA1H

    Episodic ataxia tipe 2

    Childhood absence epilepsy

    Kanal Klorida CLCN2 Juvenile myoclonic epilepsy

    Juvenile absence epilepsy

    Epilepsy with grand mal seizure on

    awakening

    Ligand-gated

    Reseptor asetilkolin CHRNB2, CHRNA4 Autosomal dominant frontal lobe

    epilepsy

    Reseptor GABA GABRA1, GABRD Juvenile myoclonic epilepsy

  • 5/27/2018 LAPORAN KASUS DAN REFERAT EPILEPSI.docx

    27/46

    27

    struktur neuron yang mengarah pada gangguan pertumbuhan ataupun plastisitas di

    sinapsis. Perubahan (fokus) inilah yang bisa menimbulkan bangkitan listrik di otak.

    Bangkitan epilepsi bisa juga terjadi tanpa ditemukan kerusakan anatomi

    (focus) di otak. Disisi lain epilepsi juga akan bisa mengakibatkan kelainan jaringan

    otak sehingga bisa menyebabkan disfungsi fisik dan retardasi mental. Dari sudut

    pandang biologi molekuler, bangkitan epilepsi disebabkan oleh ketidakseimbangan

    sekresi maupun fungsi neurotransmiter eksitatorik dan inhibitorik di otak. Keadaan ini

    bisa disebabkan sekresi neurotransmiter dari presinaptik tidak terkontrol ke sinaptik

    yang selanjutnya berperan pada reseptor NMDA atau AMPA di post-sinaptik.

    Keterlibatan reseptor NMDA subtipe dari reseptor glutamat (NMDAR) disebut-sebut

    sebagai patologi terjadinya kejang dan epilepsi. Secara farmakologik, inhibisi

    terhadap NMDAR ini merupan prinsip kerja dari obat antiepilepsi. Beberapa

    penelitian neurogenetik membuktikan adanya beberapa faktor yang bertanggungjawab

    atas bangkitan epilepsi antara lain kelainan pada ligand-gate (sub unit dari reseptor

    nikotinik) begitu juga halnya dengan voltage-gate (kanal natrium dan kalium). Hal ini

    terbukti pada epilepsi lobus frontalis yang ternyata ada hubungannya dengan

    terjadinya mutasi dari resepot nikotinik subunit alfa. Berbicara mengenai kanal ion

    maka peran natrium, kalium dan kalsium merupakan ion-ion yang berperan dalam

    sistem komunikasi neuron lewat reseptor. Masuk dan keluarnya ion-ion ini

    menghasilkan bangkitan listrik yang dibutuhkan dalam komunikasi sesame neuron.

    Jika terjadi kerusakan atau kelainan pada kanal ion-ion tersebut maka

    bangkitan listrik akan juga terganggu sebagaimana pada penderita epilepsi. Kanal ion

    ini berperan dalam kerja reseptor neurotransmiter tertentu. Dalam hal epilepsi dikenal

    beberapa neurotransmiter seperti gamma aminobutyric acid (GABA) yang dikenal

    sebagai inhibitorik, glutamat (eksitatorik), serotonin (yang sampai sekarang masih

    tetap dalam penelitian kaitan dengan epilepsi, asetilkholin yang di hipokampus

    dikenal sebagai yang bertanggungjawab terhadap memori dan proses belajar.

    GEJALA

    Kejang parsial simplekSerangan dimana pasien akan tetap sadar. Pasien akan mengalami gejala

    berupa djvu : perasaan dimana pernah melakukan sesuatu yang sama

    sebelumnya.

  • 5/27/2018 LAPORAN KASUS DAN REFERAT EPILEPSI.docx

    28/46

    28

    Perasaan senang atau takut yang muncul secara tiba-tiba dan tidakdapat di jelaskan.

    Perasaan seperti kebas, tersengat listrik atau ditusuk-tusuk jarum padabagian tubuh tertentu.

    Gerakan yang tidak dapat di kontrol pada bagian tubuh tertentu Halusinasi

    Kejang parsial (psikomotor) kompleksSerangan yang mengenai bagian otak yang lebih luas dan biasanya bertahan

    lebih lama. Pasien mungkin hanya sadar sebagian dan kemungkinan besar tidak akan

    mengingat waktu serangan.

    Gejalanya meliputi :

    gerakan seperti mencucur atau mengunyah melakukan gerakan yang sama berulangulang atau memainkan pakaiannya Melakukan gerakan yang tidak jelas artinya, atau berjalan berkeliling

    dalam keadaan seperti sedang bingung

    Gerakan menendang atau meninju yang berulangulang Berbicara tidak jelas seperti menggumam

    Kejang tonik klonik (epilepsy grand mal).Merupakan tipe kejang yang paling sering, di mana terdapat dua tahap:

    tahap tonik atau kaku diikuti tahap klonik atau kelonjotan. Pada serangan jenis

    ini pasien dapat hanya mengalami tahap tonik atau klonik saja. Serangan jenis

    ini biasa didahului oleh aura.

    Aura merupakan perasaan yang dialami sebelum serangan dapat

    berupa : merasa sakit perut , baal, kunangkunang , telinga berdengung.

    Pada tahap tonik pasien dapat : kehilangan kesadaran, kehilangan

    keseimbangan dan jatuh karena otot yang menegang, berteriak tanpa alasan

    yang jelas, menggigit pipi bagian dalam atau lidah. Pada saat fase klonik :

    terjadi kontraksi otot yang berulang dan tidak terkontrol, mengompol atau

    buang air besar tidak dapat di kontrol, pasien tampak sangat pucat, pasien

    mungkin akan merasa lemas, letih ataupun ingin tidur setelah serangan

    semacam ini.

  • 5/27/2018 LAPORAN KASUS DAN REFERAT EPILEPSI.docx

    29/46

    29

    DIAGNOSIS

    Untuk dapat mendiagnosis seseorang menderita epilepsi dapat dilakukanmelalui anamnesis dan pemeriksaan klinis dengan hasilpemeriksaan EEG dan

    radiologis. Namun demikian, bila secara kebetulan melihat serangan yang sedang

    berlangsung maka epilepsi (klinis) sudah dapat ditegakkan.8

    1. Anamnesis

    Anamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh, karena

    pemeriksa hampir tidak pemah menyaksikan serangan yang dialami penderita.

    Penjelasan perihal segala sesuatu yang terjadi sebelum, selama dan sesudah serangan

    (meliputi gejala dan lamanya serangan) merupakan informasi yang sangat berarti dan

    merupakan kunci diagnosis. Anamnesis juga memunculkan informasi tentang trauma

    kepala dengan kehilangan kesadaran, meningitis, ensefalitis, gangguan metabolik,

    malformasi vaskuler dan obat-obatan tertentu.

    Anamnesis (auto dan aloanamnesis), meliputi:

    - Pola / bentuk serangan

    - Lama serangan

    - Gejala sebelum, selama dan paska serangan

    - Frekuensi serangan

    - Faktor pencetus

    - Ada / tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang

    - Usia saat serangan terjadinya pertama

    - Riwayat kehamilan, persalinan dan perkembangan

    - Riwayat penyakit, penyebab dan terapi sebelumnya

    - Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga

  • 5/27/2018 LAPORAN KASUS DAN REFERAT EPILEPSI.docx

    30/46

    30

    Anamnesa / Alloanamnesa Epilepsi umum :

    Major :

    Grand mal (meliputi 75% kasus epilepsi) meliputi tipe primer dan sekunder.

    Epilesi grand mal ditandai dengan hilang kesadaran dan bangkitan tonik-klonik.

    Manifestasi klinik: kedua golongan epilepsi grand mal tersebut sama, perbedaan

    terletak pada ada tidaknya aura yaitu gejala pendahulu atau preiktal sebelum serangan

    kejang-kejang. Pada epilepsi grand mal simtomatik selalu didahului aura yang

    memberi manifestasi sesuai dengan letak fokus epileptogen pada permukaan

    otak.Aura dapat berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu, mencium bau-bauan

    tak enak, mendengar suara gemuruh, mengecap sesuatu, sakit kepala dan

    sebagainya.Bangkitan sendiri dimulai dengan hilang kesadaran sehingga aktivitas

    penderita terhenti. Kemudian penderita mengalami kejang tonik. otot-otot

    berkontraksi sangat hebat, penderita terjatuh, lengan fleksi dan tungkai ekstensi.

    Udara paru-paru terdorong keluar dengan deras sehingga terdengar jeritan yang

    dinamakan jeritan epilepsi. Kejang tonik ini kemudian disusul dengan kejang klonik

    yang seolah-olah mengguncang-guncang dan membanting-banting tubuh si sakit ke

    tanah. Kejang tonik-klonik berlangsung 2 -- 3 menit. Selain kejang-kejang terlihat

    aktivitas vegetatif seperti berkeringat, midriasis pupil, refleks cahaya negatif, mulut

    berbuih dan sianosis. Kejang berhenti secara berangsur-angsur dan penderita dalam

    keadaan stupor sampai koma. Kira-kira 4-5 menit kemudian penderita bangun,

    termenungdan kalau tak diganggu akan tidur beberapa jam. Frekuensi bangkitan dapat

    setiap jam sampai setahun sekali.

    Minor :

    Epilepsi petit mal yang sering disebut pykno epilepsi ialah epilepsi umum

    yang idiopatik. Meliputi kira-kira 3 -- 4% dari kasus epilepsi..

    Bangkitan mioklonus. Bangkitan berupa gerakan involunter misalnya

    anggukan kepala, fleksi lengan yang terjadi berulang-ulang. Bangkitan terjadi

    demikian cepatnya sehingga sukar diketahui apakah ada kehilangan kesadaran atau

    tidak. Bangkitan ini sangat peka terhadap rangsang sensorik.(9)

    Bangkitan akinetik. Bangkitan berupa kehilangan kelola sikap tubuh karena

    menurunnya tonus otot dengan tiba-tiba dan cepat sehingga penderita jatuh atau

    mencari pegangan dan kemudian dapat berdiri kembali. Ketiga jenis bangkitan

  • 5/27/2018 LAPORAN KASUS DAN REFERAT EPILEPSI.docx

    31/46

    31

    ini(petit mal, mioklonus dan akinetik) dapat terjadi pada seorang penderita dan

    disebut trias Lennox-Gastaut.

    Spasme infantil. Jenis epilepsi ini juga dikenal sebagai salaam spasm atau

    sindroma West. Timbul pada bayi 3 -- 6 bulan dan lebih sering pada anak laki-laki.

    Penyebab yang pasti belum diketahui, namun selalu dihubungkan dengan kerusakan

    otak yang luas seperti proses degeneratif, gangguan akibat trauma, infeksi dan

    gangguan pertumbuhan. Bangkitan dapat berupa gerakan kepala kedepan atau keatas,

    lengan ekstensi, tungkai tertarik ke atas, kadang-kadang disertai teriakan atau

    tangisan,miosis atau midriasis pupil, sianosis dan berkeringat.

    Bangkitan motorik. Fokus epileptogen terletak di korteks motorik. Bangkitan

    kejang pada salah satu atau sebagian anggota badan tanpa disertai dengan hilang

    kesadaran. Penderita seringkali dapat melihat sendiri gerakan otot yang misalnya

    dimulai pada ujung jari tangan, kemudian ke otot lengan bawah dan akhirnya seluruh

    lengan.Manifestasi klinik ini disebut Jacksonian marche Epilepsi parsial ( 20% dari

    seluruh kasus epilepsi).9

    Bangkitan sensorik Bangkitan yang terjadi tergantung dari letak fokus

    epileptogen pada koteks sensorik. Bangkitan somato sensorik dengan fokus terletak di

    gyrus postcentralis memberi gejala kesemutan, nyeri pada salah satu bagian tubuh,

    perasaan posisi abnormal atau perasaan kehilangan salah satu anggota badan.

    Aktivitas listrik pada bangkitan ini dapat menyebar ke neuron sekitarnya dan dapat

    mencapai korteks motorik sehingga terjadi kejang-kejang. Epilepsi lobus temporalis.

    Jarang terlihat pada usia sebelum 10 tahun. Memperlihatkan gejala fokalitas yang

    khas sekali. Manifestasi klinik fokalitas ini sangat kompleks karena fokus

    epileptogennya terletak di lobus temporalis dan bagian otak ini meliputi kawasan

    pengecap, pendengar, penghidu dan kawasan asosiatif antara ketiga indra tersebut

    dengan kawasan penglihatan. Manifestasi yang kompleks ini bersifat psikomotorik,

    dan oleh karena itu epilepsi jenis ini dulu disebut epilepsi psikomotor.

    Bangkitan psikik berupa halusinasi dan bangkitan motorik lazimnya berupa

    automatisme. Manifestasi klinik ialah sebagai berikut: Kesadaran hilang sejenak,

    dalam keadaan hilang kesadaran ini penderita masuk ke alam pikiran antara sadar dan

    mimpi (twilight state), dalam keadaan ini timbul gejala fokalisasi yang terdiri dari

    halusinasi dan automatisme yang berlangsung beberapa detik sampai beberapa

    jam. Halusinasi dan automatisme yang mungkin timbul : Halusinasi dengan

  • 5/27/2018 LAPORAN KASUS DAN REFERAT EPILEPSI.docx

    32/46

    32

    automatisme pengecap, halusinasi dengan automatisme membaca, halusinasi dengan

    automatisme penglihatan, pendengaran atau perasaan aneh.

    2. Pemeriksaan fisik umum dan neurologis

    - Pada orang dewasa

    Pemeriksaan umum dan neurologis dilakukan seperti biasa. Pada kulit dicari

    adanya tanda neurofibromatosis berupa bercak-bercak coklat, bercak-bercak putih,

    dan adenoma seboseum pada muka pada sklerosi tuberose. Hemangioma pada muka

    dapat menjadi tanda adanya penyakit Sturge-Weber. Pada toksoplasmosis, fundus

    okuli mungkin menunjukkan tanda-tanda korio renitis. Mencari kelainan bawaan,

    asimetri pada kepala, muka, tubuh,ekstrimitas.

    3. Pemeriksaan penunjang

    Pemeriksaan Laboratorium Perlu diperiksa kadar glukosa, kalsium, magnesium,

    natrium, bilirubin, ureum dalamdarah. Yang memudahkan timbulnya kejang

    ialah keadaan hipoglikemia, hypokalemia, hipomagnesia, hiponatremia,

    hypernatremia, hiperbilirubinemia, dan uremia. Penting pula diperiksa pH darah

    karena alkalosis mungkin disertai kejang. Pemeriksaan cairan otak dapat

    mengungkapkan adanya radang pada otak atau selaputnya, toksoplasmosis susunan

    saraf sentral, leukemia yang menyerang otak, metastasis tumor ganas, adanya

    perdarahan otak atau perdarahan subaraknoid.10,11

  • 5/27/2018 LAPORAN KASUS DAN REFERAT EPILEPSI.docx

    33/46

    33

    a. Pemeriksaan radiologisArteriografi dan pneumoensefalografi dilakukan bila perlu.

    Elektroensefalografi (EEG) merupakan pemeriksaan penunjang yang

    informatif yang dapat memastikan diagnosis epilepsy. Gelombang yang

    ditemukan pada EEG berupa gelombang runcing, gelombang paku, runcing

    lambat, paku lambat. Pemeriksaan tambahan lain adalah pemeriksaan

    foto polos kepala

    b. Pemeriksaan psikologis atau psikiatrisUntuk diagnosis bila diperlukan uji coba yang dapat menunjukkan naik

    turunnya kesadaran.

    c. Elektro ensefalografi (EEG)Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan merupakan

    pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk rnenegakkan

    diagnosis epilepsi. Adanya kelainan fokal pada EEG menunjukkan

    kemungkinan adanya lesi struktural di otak, sedangkan adanya kelainan umum

    pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya kelainan genetik atau

    metabolik. Rekaman EEG dikatakan abnormal.

    1) Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua

    hemisfer otak.

    2) Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat dibanding

    seharusnya misal gelombang delta.

    3) Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal,

    misalnya gelombang tajam, paku (spike), paku-ombak, paku majemuk, dan

    gelombang lambat yang timbul secara paroksimal. Bentuk epilepsi tertentu

    mempunyai gambaran EEG yang khas, misalnya spasme infantile mempunyai

    gambaran EEG hipsaritmia, epilepsi petit mal gambaran EEG nya gelombang

    paku ombak 3 siklus per detik (3 spd), epilepsi mioklonik mempunyai

    gambaran EEG gelombang paku / tajam / lambat dan paku majemuk yang

    timbul secara serentak (sinkron).

    a. Rekaman video EEG

    Rekaman EEG dan video secara simultan pada seorang penderita yang

    sedang mengalami serangan dapat meningkatkan ketepatan diagnosis

    dan lokasi sumber serangan. Rekaman video EEG memperlihatkan

    hubungan antara fenomena klinis dan EEG, serta memberi kesempatan

  • 5/27/2018 LAPORAN KASUS DAN REFERAT EPILEPSI.docx

    34/46

    34

    untuk mengulang kembali gambaran klinis yang ada. Prosedur yang

    mahal ini sangat bermanfaat untuk penderita yang penyebabnya belum

    diketahui secara pasti, serta bermanfaat pula untuk kasus epilepsi

    refrakter. Penentuan lokasi fokus epilepsi parsial dengan prosedur ini

    sangat diperlukan pada persiapan operasi.

    Gambar Pembentukan EEG

  • 5/27/2018 LAPORAN KASUS DAN REFERAT EPILEPSI.docx

    35/46

    35

    Gambar: profil EEG pada pasien Epilepsi

    PENATALAKSANAAN

    Tujuan utama dari terapi epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup penderita

    yang optimal. Ada beberapa cara untuk mencapai tujuan tersebut antara lain

    menghentikan bangkitan, mengurangi frekuensi bangkitan tanpa efek samping

    ataupun dengan efek samping seminimal mungkin serta menurunkan angka kesakitan

    dan kematian.10

    Prinsip penanggulangan bangkitan epilepsi dengan terapi farmaka mendasar

    pada beberapa faktor antara lain blok kanal natrium, kalsium, penggunaan potensi

    efek inhibisi seperti GABA dan menginhibisi transmisi eksitatorik glutamat. Sekarangini dikenal dengan pemberian kelompok inhibitorik GABAergik. Beberapa obat antie-

    pilepsi yang dikenal sampai sekarang ini antara lain karbamazepin (Tegretol),

    klobazam (Frisium), klonazepam (Klonopin), felbamate (Felbatol), gabapentin

    (Neurontin), lamotrigin (Lamiktal), levetirasetam (Keppra), oksarbazepin (Trileptal),

    fenobarbital (Luminal), fenitoin (Dilantin), pregabalin (Lyrica), tiagabine (Gabitril),

    topiramat (Topamax), asam valproat (Depakene, Convulex) (Brodie and Dichter,

    1996). Protokol penanggulangan terhadap status epilepsi dimulai dari terapi

    benzodiazepin yang kemudian menyusul fenobarbital atau fenitoin. Fenitoin bekerja

  • 5/27/2018 LAPORAN KASUS DAN REFERAT EPILEPSI.docx

    36/46

    36

    menginhibisi hipereksitabilitas kanal natrium berperan dalam memblok loncatan

    listrik. Beberapa studi membuktikan bahwa obat antiepilepsi selain mempunyai efek

    samping, juga bisa berinteraksi dengan obat-obat lain yang berefek terhadap

    gangguan kognitif ringan dan sedang. Melihat banyaknya efek samping dari obat

    antiepilepsi maka memilih obat secara tepat yang efektif sangat perlu mengingat

    bahwa epilepsi itu sendiri berefek pada kerusakan atau cedera terhadap jaringan otak.

    Glutamat salah satunya yang berpotensi terhadap kerusakan neuron sebagai

    aktivator terhadapreseptor NMDA dan reseptor alpha-amino-3-hydroxy-5-methyl-4-

    isoxazolepropionic acid (AMPA). Ikatan glutamate dengan reseptor NMDA dan

    AMPA akan memperboleh-kan ion kalsium masuk kedalam sel yang bisa

    menstimulasi kematian dari sel.

    Levetiracetam, termasuk kelompok antikonvulsan terbaru merupakan

    antiepilepsi yang banyak digunakan walaupun cara kerjanya masih tetap dalam

    penelitian lanjut. Levetirasetam adalah derivat dari pirrolidona sebagai obat

    antiepilepsi berikatan dengan protein SVA2 di vesikel sinaptik yang mempunyai

    mekanisme berbeda dengan obat antiepilepsi lainnya (ikatan dengan receptor NMDA

    dan AMPA yakni glutamat dan GABA). Pada hewan percobaan ditemukan bahwa

    potensi levetirasetam berkorelasi dengan perpaduan ikatan obat tersebut dengan

    SVA2 yang menimbulkan efek sebagai antiepilepsi. Dari data penelitian ditemukan

    bahwa levetiracetam dapat digunakan pada penderita epilepsi dengan berbagai

    penyakit saraf sentral lainnya seperti pasien epilepsi dengan gangguan kognitif,

    karena ternyata levetirasetam tidak berinteraksi dengan obat CNS lainnya. Salah satu

    andalan dari levetirasetam yang berfungsi sebagai antikonvulsan adalah dengan

    ditemukannya ikatan levetirasetam dengan protein SVA2. Dari beberapa penelitian

    membuktikan bahwa vesikel protein SVA2 di sinaptik adalah satu-satunya protein

    yang mempunyai ikatan dengan levetirasetam mendasar pada karakter serta

    pendistribusian molekul protein sebagai antikonvulsan. Keadaan ini terbukti pada

    hewan percobaan bahwa pemberian levetirasetam yang analog dengan protein SVA2

    di vesikel berpotensi sebagai antikonvulsan.

    Dalam farmakoterapi, terdapat prinsip-prinsip penatalaksanaan untuk epilepsi

    yakni:13,14

    1. Obat anti epilepsi (OAE) mulai diberikan apabila diagnosis epilepsi sudah

    dipastikan, terdapat minimum 2 kali bangkitan dalam setahun. Selain itu pasien dan

  • 5/27/2018 LAPORAN KASUS DAN REFERAT EPILEPSI.docx

    37/46

    37

    keluarganya harus terlebih dahulu diberi penjelasan mengenai tujuan pengobatan dan

    efek samping dari pengobatan tersebut.

    2. Terapi dimulai dengan monoterapi

    3. Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikan secara bertahap samapai

    dengan dosis efektif tercapai atau timbul efek samping obat.

    4. Apabila dengan penggunakan OAE dosis maksimum tidak dapat mengontrol

    bangkitan, maka ditambahkan OAE kedua dimana bila sudah mencapai dosis terapi,

    maka OAE pertama dosisnya diturunkan secara perlahan.

    5. Adapun penambahan OAE ketiga baru diberikan setelah terbukti bangkitan tidak

    terkontrol dengan pemberian OAE pertama dan kedua.

    Berikut merupakan OAE pilihan pada epilepsi berdasarkan mekanisme kerjanya :

    1. Karbamazepin : Blok sodium channel konduktan pada neuron, bekerja juga pada

    reseptor NMDA, monoamine dan asetilkolin.

    2. Fenitoin : Blok sodium channel dan inhibisi aksi konduktan kalsium dan klorida

    dan neurotransmitter yang voltage dependen

    3. Fenobarbital : Meningkatkan aktivitas reseptor GABA , menurunkan eksitabilitas

    glutamate, menurunkan konduktan natrium, kalium dan kalsium.

    4. Valproat : Diduga aktivitas GABA glutaminergik, menurunkan ambang konduktan

    kalsium (T) dan kalium.

    5. Levetiracetam : Tidak diketahui

    6. Gabapetin : Modulasi kalsium channel tipe N

    7. Lamotrigin : Blok konduktan natrium yang voltage dependent

    8. Okskarbazepin : Blok sodium channel, meningkatkan konduktan kalium, modulasi

    aktivitas channel.

    9. Topiramat : Blok sodium channel, meningkatkan influks GABA-Mediated

    chloride, modulasi efek reseptor GABA.

    10. Zonisomid : Blok sodium, potassium, kalsium channel. Inhibisi eksitasi glutamate.

    Setelah bangkitan terkontrol dalam jangka waktu tertentu, OAE dapat

    dihentikan tanpa kekambuhan. Penghentian sebaiknya dilakukan secara bertahap

    setelah 2 tahun bebas dari bangkitan kejang.

    Ada 2 syarat yang penting diperhatikan ketika hendak menghentikan OAE

    yakni:

  • 5/27/2018 LAPORAN KASUS DAN REFERAT EPILEPSI.docx

    38/46

    38

    1. Syarat umum yang meliputi :

    - Penghentian OAE telah didiskusikan terlebih dahulu dengan pasien/keluarga dimana

    penderita sekurang-kurangnya 2 tahun bebas bangkitan.

    - Gambaran EEG normal

    - Harus dilakukan secara bertahap, umumnya 25% dari dosis semula setiap bulan

    dalam jangka waktu 3-6bulan.

    - Bila penderita menggunakan 1 lebih OAE maka penghentian dimulai dari 1 OAE

    yang bukan utama.

    2. Kemungkinkan kekambuhan setelah penghentian OAE

    - Usia semakin tua, semakin tinggi kemungkinan kekambuhannya.

    - Epilepsi simtomatik

    - Gambaran EEG abnormal

    - Semakin lamanya bangkitan belum dapat dikendalikan.

    - Penggunaan OAE lebih dari 1

    - Masih mendaptkan satu atau lebih bangkitan setelah memulai terapi

    - Mendapat terapi 10 tahun atau lebih.

    - Kekambuhan akan semakin kecil kemungkinannya bila penderita telah bebas

    bangkitan selama 3-5 tahun atau lebih dari 5 tahun. Bila bangkitan timbul kembali

    maka pengobatan menggunakan dosis efektif terakhir, kemudian evaluasi.

    STATUS EPILEPTIKUS

    Definisi

    Pada konvensiEpilepsy Foundation of America (EFA) 15 tahun yang lalu, status

    epileptikus didefenisikan sebagai keadaan dimana terjadinya dua atau lebih rangkaian

    kejang tanpa adanya pemulihan kesadaran diantara kejang atau aktivitas kejang yang

    berlangsung lebih dari 30 menit. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa jika

    seseorang mengalami kejang persisten atau seseorang yang tidak sadar kembali

    selama lima menit atau lebih harus dipertimbangkan sebagai status epileptikus. 11,12

    Klasifikasi

    Klasifikasi status epileptikus penting untuk penanganan yang tepat, karena

    penanganan yang efektif tergantung pada tipe dari status epileptikus. Pada umumnya

    status epileptikus dikarakteristikkan menurut lokasi awal bangkitan area tertentu

  • 5/27/2018 LAPORAN KASUS DAN REFERAT EPILEPSI.docx

    39/46

    39

    dari korteks (Partial onset) atau dari kedua hemisfer otak (Generalized onset)-

    kategori utama lainnya bergantung pada pengamatan klinis yaitu, apakah konvulsi

    atau non-konvulsi.

    Banyak pendekatan klinis diterapkan untuk mengklasifikasikan status epileptikus.

    Satu versi mengkategorikan status epileptikus berdasarkan status epileptikus umum

    (tonik-klonik, mioklonik, absens, atonik, akinetik) dan status epileptikus parsial

    (sederhana atau kompleks). Versi lain membagi berdasarkan status epileptikus umum

    (overtatausubtle) dan status epileptikus non-konvulsi (parsial sederhana, parsial

    kompleks, absens). Versi ketiga dengan pendekatan berbeda berdasarkan tahap

    kehidupan (batas pada periode neonatus, infan dan anak-anak, anak-anak dan dewasa,

    hanya dewasa).

    Klasifikasi status epileptikus adalah sebagai berikut:

    1) Overt generalized convulsive status epilepticusAktivitas kejang yang berkelanjutan dan intermiten tanpa ada kesadaran

    penuh.

    Tonik klonik Tonik Klonik Mioklonik

    2) Subtle generalized convulsive status epilepticus diikuti dengan generalizedconvulsive status epilepticus dengan atau tanpa aktivitas motorik.

    3) Simple/partial status epilepticus (consciousness preserved)Simple motor status epilepticus

    Sensory status epilepticus

    Aphasic status epilepticus

    4) Nonconvulsive status epilepticus(consciousness impaired)Petit mal status epilepticus

    Complex partial status epilepticus.

    PENATALAKSANAAN STATUS EPILEPTIKUS

    Status epileptikus merupakan salah satu kondisi neurologis yang

    membutuhkan anamnesa yang akurat, pemeriksaan fisik, prosedur diagnostik, dan

    penanganan segera mungkin dan harus dirawat pada ruang intensif (ICU). Protokol

    penatalaksanaan status epileptikus pada makalah ini diambil berdasarkan

  • 5/27/2018 LAPORAN KASUS DAN REFERAT EPILEPSI.docx

    40/46

    40

    konsensusEpilepsy Foundation of America (EFA). Lini pertama dalam penanganan

    status epileptikus menggunakan Benzodiazepin. Benzodiazepin yang paling sering

    digunakan adalah Diazepam (Valium), Lorazepam (Ativan), dan Midazolam (Versed).

    Ketiga obat ini bekerja dengan peningkatan inhibisi darig-aminobutyric acid(GABA)

    oleh ikatan pada Benzodiazepin-GABA dan kompleks Reseptor-Barbiturat.

    Berdasarkan penelitianRandomized Controlled Trials(RCT) pada 570 pasien

    yang mengalami status epileptikus yang dibagi berdasarkan empat kelompok (pada

    tabel di bawah), dimana Lorazepam 0,1 mg/kg merupakan obat terbanyak yang

    berhasil menghentikan kejang sebanyak 65 persen.13,14

    Lorazepam memiliki volume distribusi yang rendah dibandingkan dengan

    Diazepam dan karenanya memiliki masa kerja yang panjang. Diazepam sangat larut

    dalam lemak dan akan terdistribusi pada depot lemak tubuh. Pada 25 menit setelah

    dosis awal, konsentrasi Diazepam plasma jatuh ke 20 persen dari konsentrasi

    maksimal. Mula kerja dan kecepatan depresi pernafasan dan kardiovaskuler (sekitar

    10 %) dari Lorazepam adalah sama.

    Pemberian antikonvulsan masa kerja lama seharusnya dengan menggunakan

    Benzodiazepin. Fenitoin diberikan dengan 18 sampai 20 mg/kg dengan kecepatan

    tidak lebih dari 50 mg dengan infus atau bolus. Dosis selanjutnya 5-10 mg/kg jikakejang berulang. Efek samping termasuk hipotensi (28-50 %), aritmia jantung (2%).

    Fenitoin parenteral berisi Propilen glikol, Alkohol dan Natrium hidroksida dan

    penyuntikan harus menggunakan jarum suntik yang besar diikuti dengan NaCl 0,9 %

    untuk mencegah lokal iritasi : tromboplebitis dan purple glove syndrome. Larutan

    dekstrosa tidak digunakan untuk mengencerkan fenitoin, karena akan terjadi

    presipitasi yang mengakibatkan terbentuknya mikrokristal.

    http://3.bp.blogspot.com/-OvspsimfiWQ/TboucbdAACI/AAAAAAAAAEM/HU2RDPRQnrk/s1600/Image+4.png
  • 5/27/2018 LAPORAN KASUS DAN REFERAT EPILEPSI.docx

    41/46

    41

    Status Epileptikus Refrakter

    Seseorang yang mengalami bangkitan berulang, meski telah mencapai kadar

    terapi OAE dalam satu tahun terakhir setelah awitan. Hal ini diakibatkan oleh karena

    kegagalan dari OAE untuk mengontrol fokus epileptik bukan karena dosis yang tidak

    tepat, ketaatan minum OAE , ataupun kesalahan pemberian atau perubahan dalam

    formulasi.

    Pasien dengan kejang yang rekuren, atau berlanjut selama lebih dari 60 menit.

    Walaupun dengan obat lini pertama pada 9-40 % kasus. Kejang berlanjut dengan

    alasan yang cukup banyak seperti, dosisnya di bawah kadar terapi, hipoglikemia

    rekuren, atau hipokalsemia persisten. Kesalahan diagnosis kemungkinan lain-tremor,

    rigor dan serangan psikogenik dapat meniru kejang epileptik. Mortalitas pada status

    epileptikus refrakter sangat tinggi dibandingkan dengan yang berespon terhadap terapi

    lini pertama.

    Dalam mengatasi status epileptikus refrakter, beberapa ahli menyarankan

    menggunakan Valproat atau Phenobarbitone secara intravena. Sementara yang lain

    akan memberikan medikasi dengan kandungan anestetik seperti Midazolam, Propofol,

    atau Tiofenton. Penggunaan ini dimonitor oleg EEG, dan jika tidak ada kativitas

    kejang, maka dapat ditapering. Dan jika berlanjut akan diulang dengan dosis awal.

  • 5/27/2018 LAPORAN KASUS DAN REFERAT EPILEPSI.docx

    42/46

    42

    Protokol Penatalaksanaan Status Epileptikus

    Gambar : Algoritma tatalaksana pada stasus epileptikus

    http://hendri6780.blogspot.com/p/penatalaksanaan-status-epileptikus.htmlhttp://hendri6780.blogspot.com/p/penatalaksanaan-status-epileptikus.htmlhttp://content.nejm.org/content/vol338/issue14/images/large/07f1.jpeghttp://hendri6780.blogspot.com/p/penatalaksanaan-status-epileptikus.html
  • 5/27/2018 LAPORAN KASUS DAN REFERAT EPILEPSI.docx

    43/46

    43

    Pada : awal meni t

    1. Bersihkan jalan nafas, jika ada sekresi berlebihan segera bersihkan (bila perlu

    intubasi)

    a. Periksa tekanan darah

    b. Mulai pemberian Oksigenc. Monitoring EKG dan pernafasan

    d. Periksa secara teratur suhu tubu

    e. Anamnesa dan pemeriksaan neurologis

    2. Kirim sampel serum untuk evaluasi elektrolit,Blood Urea Nitrogen, kadar

    glukosa, hitung darah lengkap, toksisitas obat-obatan dan kadar antikonvulsan darah;

    periksa AGDA (Analisa Gas Darah Arteri)

    3. Infus NaCl 0,9% dengan tetesan lambat

    http://content.nejm.org/content/vol338/issue14/images/large/07f2.jpeg
  • 5/27/2018 LAPORAN KASUS DAN REFERAT EPILEPSI.docx

    44/46

    44

    4. Berikan 50 mL Glukosa IV jika didapatkan adanya hipoglikemia, dan Tiamin

    100 mg IV atau IM untuk mengurangi kemungkinan terjadinya wernickes

    encephalophaty

    5. Lakukan rekaman EEG (bila ada)

    6. Berikan Lorazepam (Ativan) 0,1 sampai 0,15 mg per kg (4 sampai 8 mg)

    intravena dengan kecepatan 2 mg per menit atau Diazepam 0,2 mg/kg (5 sampai 10

    mg). Jika kejang tetap terjadi berikan Fosfenitoin (Cerebyx) 18 mg per kg intravena

    dengan kecepatan 150 mg per menit, dengan tambahan 7 mg per kg jika kejang

    berlanjut. Jika kejang berhenti, berikan Fosfenitoin secara intravena atau

    intramuskular dengan 7 mg per kg per 12 jam. Dapat diberikan melalui oral atau NGT

    jika pasien sadar dan dapat menelan.

    Pada : 20 sampai 30 menit, jka kejang tetap berlangsung

    1. Intubasi, masukkan kateter, periksa temperature

    2. Berikan Fenobarbital dengan dosis awal 20 mg per kg intravena dengan

    kecepatan 100 mg per menit

    Pada : 40 sampai 60 menit, jika kejang tetap berlangsung

    Mulai infus Fenobarbital 5 mg per kg intravena (dosis inisial), kemudian bolus

    intravena hingga kejang berhenti, monitoring EEG; lanjutkan infus Pentobarbital 1

    mg per kg per jam; kecepatan infus lambat setiap 4 sampai 6 jam untuk menetukan

    apakah kejang telah berhenti. Pertahankan tekanan darah stabil.

    -atau-

    Berikan Midazolam (Versed) 0,2 mg per kg, kemudian pada dosis 0,75 sampai 10 mg

    per kg per menit, titrasi dengan bantuan EEG.

    -atau-

    Berikan Propofol (Diprivan) 1 sampai 2 mg per kg per jam. Berikan dosis

    pemeliharaan berdasarkan gambaran EEG.

    http://hendri6780.blogspot.com/p/penatalaksanaan-status-epileptikus.htmlhttp://hendri6780.blogspot.com/p/penatalaksanaan-status-epileptikus.htmlhttp://hendri6780.blogspot.com/p/penatalaksanaan-status-epileptikus.htmlhttp://hendri6780.blogspot.com/p/penatalaksanaan-status-epileptikus.htmlhttp://hendri6780.blogspot.com/p/penatalaksanaan-status-epileptikus.htmlhttp://hendri6780.blogspot.com/p/penatalaksanaan-status-epileptikus.html
  • 5/27/2018 LAPORAN KASUS DAN REFERAT EPILEPSI.docx

    45/46

    45

    BAB IV

    KESIMPULAN

    Epilepsi adalah gangguan pada otak yang menyebabkan terjadinya kejang

    berulang. Kejang terjadi ketika aktivitas listrik dalam otak tiba-tiba terganggu.

    Gangguan ini dapat menyebabkan perubahan gerakan tubuh, kesadaran, emosi dan

    sensasi.

    Tidak semua kejang disebabkan epilepsy. Kejang juga dapat disebabkan oleh

    kondisi tertentu seperti meningitis, ensefalitis atau trauma kepala. Ada banyak tipe

    kejang pada epilepsy. Kejang dapat digolongkan menjadi kejang parsial dan kejang

    umum, tergantung pada banyaknya area otak yang terpengaruh.

    Ada beberapa komplikasi pada epilepsy seperti status epileptikus dan sudden

    unexpected death in epilepsy. Status epileptikus ini terjadi jika terdapat kejang lebih

    dari 30 menit tanpa adanya pemulihan kesadaran. Biasanya status epileptikus adalah

    kedaruratan medis pada kejang tonik klonik. Sedangkan SUDEP sangat jarang terjadi.

    Gejala epilepsy dapat dikontrol dengan menggunakan obat anti kejang.

    Hamper delapan dari sepuluh orang dengan epilepsy gejala kejang yang mereka alami

    dapat dikontrol dengan baik oleh obat anti kejang. Pada awal pengobatan akan

    diberikan satu jenis obat untuk mengatasi kejang. Apabila kejang tidak dapat

    dikontrol maka akan digunakan dua atau lebih kombinasi dari obat anti kejang.

  • 5/27/2018 LAPORAN KASUS DAN REFERAT EPILEPSI.docx

    46/46

    46

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Accessed on February 22th 2014 :http://www.searo.who.int/LinkFiles/Technical_documents_Ment-134.pdf

    2. Tjahjadi,P.,Dikot,Y,Gunawan,D. Gambaran Umum Mengenai Epilepsi. In: Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta : Gadjah Mada University

    Press.2005. p119-127.

    3. Kelompok Studi Epilepsi Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia(Perdossi). Pedoman Tatalaksana Epilepsy. Jakarta: Penerbit

    Perdossi;2012.

    4. Heilbroner, Peter. Seizures, Epilepsy, and Related Disorder,Pediat ri c Neurology: Essentials for General Practice. 1sted. 2007

    5. Accessed on February 22th 2014:http://www.who.int/mental_health/neurology/epilepsy_atlas_introdion.pdf

    6. Accessed on February 22th 2014:http://www.epilepsyfoundation.org/about/statistics.cfm

    7. Accessed on February 22th 2014 :http://epilepsiindonesia.com/pengobatan/epilepsi-dan-anak/pahami-gejala-

    epilepsi-pada-anak-2

    8. Shorvon SD.HANDBOOK OF Epilepsy Treatment Forms, Causes and Therapy in Children and Adults.2nded. America: Blackwell Publishing Ltd.2005

    9. P r i c e d a n W i l s o n . 2 0 0 6 . Patofisiologi: Konsep Klinis Proses -Proses Penyakit. Ed: 6. Jakarta: EGC

    10.Aminoff MJ dkk. Clinical Neurology. 6thed. New York: McGraw-Hill.11.Wilkinson I. Essential neurology. 4th ed. USA: Blackwell Publishing.

    200515.PERDOSSI. Pedoman Tatalaksana Epilepsi. Ed. 3. Jakarta.

    200816.http://www.medscape.com/viewarticle/726809

    12.Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Penerbit DianRakyat; 2009.p.439.

    13.Utama H.Antiepilepsi dan Antikonvulsi dalam Farmakologi dan terapi. 5thed. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2005.

    14.Lumbantobing SM.Epilepsy. Jakarta : Balai Penerbit FKUI;2006.

    http://www.searo.who.int/LinkFiles/Technical_documents_Ment-134.pdfhttp://www.searo.who.int/LinkFiles/Technical_documents_Ment-134.pdfhttp://www.who.int/mental_health/neurology/epilepsy_atlas_introdion.pdfhttp://www.epilepsyfoundation.org/about/statistics.cfmhttp://www.epilepsyfoundation.org/about/statistics.cfmhttp://epilepsiindonesia.com/pengobatan/epilepsi-dan-anak/pahami-gejala-epilepsi-pada-anak-2http://epilepsiindonesia.com/pengobatan/epilepsi-dan-anak/pahami-gejala-epilepsi-pada-anak-2http://epilepsiindonesia.com/pengobatan/epilepsi-dan-anak/pahami-gejala-epilepsi-pada-anak-2http://epilepsiindonesia.com/pengobatan/epilepsi-dan-anak/pahami-gejala-epilepsi-pada-anak-2http://epilepsiindonesia.com/pengobatan/epilepsi-dan-anak/pahami-gejala-epilepsi-pada-anak-2http://www.epilepsyfoundation.org/about/statistics.cfmhttp://www.who.int/mental_health/neurology/epilepsy_atlas_introdion.pdfhttp://www.searo.who.int/LinkFiles/Technical_documents_Ment-134.pdf