laporan kasus epilepsi.docx

39
BAB I STATUS PASIEN A. Identitas Pasien Nama : An. R P Usia : 15 th Alamat : Perum Batu Belah Pekerjaan : pelajar Agama : Islam Status perkawinan: belum menikah No. RM : 100937 Tanggal masuk : 07. Juli. 2014 Ruang/kelas : poli klinik saraf RSUD Bangkinang B. Anamnesis Allo-anamnesa 1. Keluhan utama : kejang sejak 3 hari yang lalu sebelum datang ke poli klinik RSUD Bangkinang. 2. Riwayat penyakit sekarang : Pasien kejang sejak 3 hari yang lalu sebelum datang ke poli klinik RSUD Bangkinang, kejang umum seluruh tubuh, serangan kejang dua kali dalam satu hari. - Pada siang hari, kejang selama ±2 menit, diawali kaku seluruh tubuh ±30 detik diikuti dengan kelojotan ±1 menit. Saat kejang pasien tidak sadar, mata mendelik, lidah tidak 1

Transcript of laporan kasus epilepsi.docx

Page 1: laporan kasus epilepsi.docx

BAB I

STATUS PASIEN

A. Identitas Pasien

Nama : An. R P

Usia : 15 th

Alamat : Perum Batu Belah

Pekerjaan : pelajar

Agama : Islam

Status perkawinan : belum menikah

No. RM : 100937

Tanggal masuk : 07. Juli. 2014

Ruang/kelas : poli klinik saraf RSUD Bangkinang

B. Anamnesis

Allo-anamnesa

1. Keluhan utama : kejang sejak 3 hari yang lalu sebelum datang ke poli

klinik RSUD Bangkinang.

2. Riwayat penyakit sekarang :

Pasien kejang sejak 3 hari yang lalu sebelum datang ke poli klinik RSUD

Bangkinang, kejang umum seluruh tubuh, serangan kejang dua kali dalam

satu hari.

- Pada siang hari, kejang selama ±2 menit, diawali kaku seluruh tubuh

±30 detik diikuti dengan kelojotan ±1 menit. Saat kejang pasien tidak

sadar, mata mendelik, lidah tidak tergigit, mulut tidak berbuih. Saat

dan sesudah kejang pasien tidak sadar, setelah kejang pasien terlihat

bingung dan kelelahan. Demam tidak ada, mual dan muntah tidak ada.

- Pada malam hari, kejang selama ±5 menit, diawali kaku seluruh tubuh

±2 menit diikuti dengan kelojotan ±2 menit. Saat kejang pasien tidak

sadar, mata mendelik, lidah tidak tergigit, mulut tidak berbuih. Saat

dan sesudah kejang pasien tidak sadar, setelah kejang pasien terlihat

bingung dan kelelahan. Demam tidak ada, mual dan muntah tidak ada.

1

Page 2: laporan kasus epilepsi.docx

Pasien rutin minum obat dari dokter selama empat bulan ini. Selama

empat bulan ini, pasien mengalami kejang sebanyak tujuh kali. Keluhan

diawali kaku seluruh tubuh diikuti kelojotan, saat kejang pasien tidak

sadar, mata mendelik, mulut tidak berbuih. Saat dan sesudah kejang

pasien tidak sadar, setelah kejang pasien terlihat bingung dan kelelahan.

Demam tidak ada, mual dan muntah tidak ada.

3. Riwayat penyakit dahulu :

- Riwayat kejang demam saat usia < 5 th disangkal.

- Riwayat kejang pertama kali 4 bulan yang lalu, ketika pasien sedang

bersantai, setelah kejang pasien tidak dirawat, tapi minum obat dan

kontrol.

- Riwayat kejang kedua dua minggu setelah kejang pertama, pasien

tidak dirawat, tapi minum obat setelah itu rajin kontrol.

- Sudah 7 kali kejang selama 4 bulan ini.

- Riwayat trauma kepala pada usia 2 bulan.

4. Riwayat penyakit keluarga :

Tidak ada anggota keluarga yang menderita sakit yang sama dengan

pasien.

5. Riwayat pribadi dan kebiasaan :

Pasien sehari-hari sebagai pelajar dan mengaku sering banyak pikiran dan

sering kelelahan akibat tugas di sekolah.

C. Pemeriksaan Fisik

1. Pemeriksaan umum

Keadaan umum : tampak sakit ringan

Kesadaran : komposmentis kooperatif

GCS : E4M6V5

Tanda vital

- TD : 110/80 mmHg

2

Page 3: laporan kasus epilepsi.docx

- N : 64 x/menit

- RR : 20 x/menit

- S : -

Rambut : warna hitam dan sudah beruban, lebat, sukar dicabut

Kelenjar getah bening

- Leher : tidak ada pembesaran

- Aksila : tidak ada pembesaran

- Inguinal : tidak ada pembesaran

Kepala

- Mata : sklera tidak kuning, konjungtiva tidak anemis

- Telinga : serumen tidak ada

- Hidung : sekret tidak ada, deviasi septum tidak ada

- Mulut : mukosa basah, lidah tidak kotor

Thoraks

a. Paru-paru

Inspeksi : simetris kanan dan kiri

Palpasi : vokal fremitus kanan = kiri

Perkusi : sonor kedua lapang paru

Auskultasi : vasikuler, ronki (-), wheezing (-)

b. Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba. Thrill tidak ada.

Perkusi :

Batas jantung kanan : SIC IV linea parasternalis dekstra

Batas jantung kiri : SIC V 1 jari medio linea midclavicula sinistra

Auskultasi : bunyi jantung murni, irama regular, bising (-)

3

Page 4: laporan kasus epilepsi.docx

Abdomen

Inspeksi : bentuk abdomen datar

Auskultasi : bising usus (+) normal

Perkusi : timpani (+)

Palpasi : nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba

Ekstremitas

- Superior : Akral hangat, edema tidak ada, sianosis tidak ada, tidak

ada kelemahan.

- Inferior : Akral hangat, edema tidak ada, sianosis tidak ada, tidak

ada kelemahan

2. Status neurologis

a. Tanda rangsang selaput otak

Kaku Kuduk : negative

Brudzinski I : negative

Brudzinski II : negative

Kernig Sign : negative

Lasegue : negative

b. Tanda peningkatan tekanan intrakranial

Pupil : isokor

Refleks cahaya : +/+

c. Pemeriksaan saraf kranial

N. I (n. olfactorius)

Penciuman Kanan Kiri

Subyektif Normal Normal

Obyektif dengan bahan Normal Normal

N.II (n. opticus)

Penglihatan Kanan Kiri

Tajam penglihatan Normal Normal

Lapang pandang Normal Normal

4

Page 5: laporan kasus epilepsi.docx

Melihat warna Normal Normal

Funduskopi Tidak dinilai Tidak dinilai

N. III (n. okulomotorius)

Kanan Kiri

Bola mata Normal (Ortho) Normal (Ortho)

Ptosis tidak ada tidak ada

Gerakan bulbus Ke segala arah Ke segala arah

Strabismus tidak ada tidak ada

Nistagmus tidak ada tidak ada

Ekso/Endophtalmus tidak ada tidak ada

Pupil :

Bentuk

Refleks cahaya

Rrefleks akomodasi

Refleks konvergensi

Isokor

Positif

Positif

Positif

Isokor

Positif

Positif

Positif

N. IV (n. trochlearis)

Kanan Kiri

Gerakan mata ke bawah Normal Normal

Sikap bulbus Normal (ortho) Normal (ortho)

Diplopia tidak ada tidak ada

N. V (n. trigeminus)

Kanan Kiri

Motorik :

Membuka mulut

Menggerakkan rahang

Menggigit

Mengunyah

Normal

Normal

Bisa

Bisa

Normal

Normal

Bisa

Bisa

5

Page 6: laporan kasus epilepsi.docx

Sensorik :

Divisi Optalmika

Refleks kornea

Sensibilitas

Divisi Maksila

Refleks masseter

Sensibilitas

Divisi Mandibula

Sensibilitas

Normal

Baik

Normal

Baik

Baik

Normal

Baik

Normal

Baik

Baik

N. VI (n. abduscen)

Kanan Kiri

Gerakan mata lateral Normal Normal

Sikap bulbus Normal Normal

Diplopia Tidak ada Tidak ada

N. VII (n. facialis)

Kanan Kiri

Raut wajah Normal Normal

Sekresi air mata Normal Normal

Fisura palpebra Normal Normal

Menggerakkan dahi Normal Normal

Menutup mata Normal Normal

Mencibir/bersiul Normal Normal

Memperlihatkan gigi Normal Normal

Sensasi lidah 2/3 depan Normal Normal

Hiperakusis Tidak ada Tidak ada

6

Page 7: laporan kasus epilepsi.docx

N. VIII (n. vestibulocochlearis)

Kanan Kiri

Suara berbisik Normal Normal

Detik arloji Normal Normal

Renne test Tidak dinilai Tidak dinilai

Webber test Tidak dinilai Tidak dinilai

Scwabach test :

Memanjang

Memendek

Tidak dinilai

Tidak dinilai

Tidak dinilai

Tidak dinilai

Nistagmus :

Pendular

Vertikal

Siklikal

Pengaruh posisi

kepala

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

N. IX (n. glossopharingeus)

Kanan Kiri

Sensasi lidah 1/3 belakang Normal Normal

Refleks muntah/Gag reflek Positif Positif

N. X (n. vagus)

Kanan Kiri

Arkus faring Normal Normal

Uvula Normal di tengah Normal di tengah

Menelan Normal Normal

Artikulasi Normal Normal

Suara Normal Normal

Nadi 64 x/menit teratur 64 x/menit teratur

7

Page 8: laporan kasus epilepsi.docx

N. XI (n. assesorius)

Kanan Kiri

Menoleh ke kanan Normal Normal

Menoleh ke kiri Normal Normal

Mengangkat bahu ke kanan Normal Normal

Mengangkat bahu ke kiri Normal Normal

N. XII (n. hipoglosus)

Kanan Kiri

Kedudukan lidah di dalam Normal Normal

Kedudukan lidah dijulurkan Normal Normal

Tremor Ada Ada

Fasikulasi Tidak ada Tidak ada

Atrofi Tidak ada Tidak ada

d. Pemeriksaan koordinasi

Cara berjalan Normal Disatria Tidak ada

Romberg test Negatif Disgrafia Tidak ada

Atakasia Tidak ada Supinasi-pronasi Normal

Rebound phenomen Tidak ada Tes jari-hidung Normal

Tes tumit-lutut Negative Tes hidung-hidung Normal

e. Pemeriksaan fungsi motorik

a. Berdiri dan Berjalan Kanan Kiri

Gerakan spontan Normal Normal

Tremor Tidak ada Tidak ada

Atetosis Tidak ada Tidak ada

Mioklonik Tidak ada Tidak ada

Khorea Tidak ada Tidak ada

b. Fungsi motorik otot wajah Kanan Kiri

8

Page 9: laporan kasus epilepsi.docx

Otot frontalis Angkat alis (-) Angkat alis (+)

Otot korugator supersili Mengerutkan dahi (-) Mengerutkan dahi (+)

Otot orbicularis oculi Menutup mata (-) Menutup mata (+)

Otot zygomaticus Pasien tersenyum (-) Pasien tersenyum (+)

Otot risorius Meringis (-) Meringis (+)

Ekstremitas Superior InferiorKanan Kiri Kanan Kiri

Gerakan Normal Normal Normal NormalKekuatan 555 555 555 555Trofi normotrofi Normotrofi Normotrofi NormotrofiTonus Normotonus Normotonus Normotonus Normotonus

f. Pemeriksaan sensibilitas

Sensibilitas taktil NormalSensibilitas nyeri NormalSensibilitas termis NormalSensibilitas kortikal NormalStereognosis NormalPengenala 2 titik NormalPengenalan rabaan Normal

g. Sistem refleks

Refleks Fisiologis Kanan KiriKornea Normal NormalBerbangkis Normal NormalLaring Tidak dinilai Tidak dinilaiMasseter Normal NormalDinding perut

Atas Normal NormalBawah Normal NormalTengah Normal Normal

Biseps ++ ++

Triseps ++ ++

APR ++ ++

KPR ++ ++

Bulbokavernosus Tidak diperiksa Tidak diperiksa

9

Page 10: laporan kasus epilepsi.docx

Sfingter Tidak diperiksa

Refleks Patologis Kanan KiriLengan

Hoffman-Tromner Negatif NegatifTungkai

Babinski Negatif Negatif

Chaddoks Negatif Negatif

Oppenheim Negatif Negatif

Gordon Negatif Negatif

Schaeffer Negatif Negatif

3. Fungsi otonom

- Miksi : normal

- Defekasi : normal

- Sekresi keringat : normal

4. Fungsi luhur

Kesadaran Tanda Demensia Reaksi bicara Baik Reflek glabella Tidak ada

Fungsi intelek Baik Reflek snout Tidak ada

Reaksi emosi Baik Reflek menghisap Tidak ada

Reflek memegang Tidak ada

Refleks palmomental Tidak ada

D. Pemeriksaan Laboratorium

Tidak dilakukan pemeriksaan.

E. Masalah

10

Page 11: laporan kasus epilepsi.docx

Diagnosis

Diagnosis klinis : ptit mal epilepsi

Diagnosis topik : corteks serebri

Diagnosis etiologi : idiopatik

Diagnosis sekunder : tidak ada diagnosis

F. Pemecah Masalah

Terapi

a. Umum

- Makan makanan yang bergizi

- Hindari stres/hindari pencetus

b. Khusus

- Clonazepam (anti epilepsi)

- Asam valproat (anti epilepsi)

PEMBAHASAN

An. R P, berusia 15 tahun, datang ke poli saraf RSUD Bangkinang pada

tanggal 07/07/2014 dengan keluhan kejang sebanyak dua kali tiga hari yang lalu.

Pada siang hari, kejang selama ±2 menit, diawali kaku seluruh tubuh ±30 detik

diikuti dengan kelojotan ±1 menit. Saat kejang pasien tidak sadar, mata mendelik,

lidah tidak tergigit, mulut tidak berbuih. Saat dan sesudah kejang pasien tidak

sadar, setelah kejang pasien terlihat bingung dan kelelahan. Demam tidak ada,

mual dan muntah tidak ada. Pada malam hari, kejang selama ±5 menit, diawali

kaku seluruh tubuh ±2 menit diikuti dengan kelojotan ±2 menit. Saat kejang

pasien tidak sadar, mata mendelik, lidah tidak tergigit, mulut tidak berbuih. Saat

dan sesudah kejang pasien tidak sadar, setelah kejang pasien terlihat bingung dan

kelelahan. Demam tidak ada, mual dan muntah tidak ada.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran komposmentis kooperatif

dengan GCS (E4M6V5), vital sign dalam batas normal, dengan pemeriksaan

neurologis dalam batas normal.

Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, gejala klinis yang

dialami oleh pasien menurut International League Against Epilepsy (ILAE) 1981,

11

Page 12: laporan kasus epilepsi.docx

keluhan pasien termasuk dalam bangkitan umum yaitu berupa ptit mal/

lena/absence epilepsi. Bangkitan ini ditandai dengan gangguan kesadaran

mendadak (absence) dalam beberapa detik (sekitar 5-10 detik) dimana motorik

terhenti dan penderita diam tanpa reaksi. Pada waktu kesadaran hilang, tonus otot

skeletal tidak hilang sehingga penderita tidak jatuh. Saat serangan mata penderita

akan memandang jauh ke depan dan tangan melepaskan benda yang sedang

dipegangnya. Pasca serangan, penderita akan sadar kembali dan biasanya lupa

akan peristiwa yang baru dialaminya. Pada pemeriksaan EEG akan menunjukan

gambaran yang khas yakni “spike wave” yang berfrekuensi 3 siklus per detik yang

bangkit secara menyeluruh.

Data epidemiologi menunjukkan bahwa petit mal (absence) epilepsi lebih

sering terjadi pada anak-anak yang berusia delapan tahun dan awal remaja.

Pemberian Asam valproat bertujuan menurunkan ambang kejang dengan

cara kerja aktivitas GABA glutaminergik, menurunkan ambang konduktan

kalsium (T) dan kalium. Asam valproat merupakan pilihan pertama untuk terapi

kejang parsial, kejang absence, kejang mioklonik, dan kejang tonik-klonik. Dosis

penggunaan asam valproat 10-15 mg/kg/hari. Efek samping dari asam valproat

adalah gangguan pencernaan (<20%), termasuk mual, muntah, anoreksia,

peningkatan berat badan, pusing gangguan keseimbanagan tubuh, tremor, dan

kebotakan.5

Pemberian klonazepam termasuk golongan benzodiazepin digunakan dalam

terapi kejang, benzodiazepin merupakan agonis GABA, sehingga aktivasi reseptor

benzodiazepin meningkatkan frekuensi pembukaan reseptor GABA. Dosis anak

usia 2-5 tahun 0,5 mg/kg, anak usia 11 tahun 0,3 mg/kg, anak usia 12 tahun atau

lebih 0,2 mg/kg, dan dewasa 4-40 mg/hari. Efek samping klonazepam yaitu

cemas, kehilangan kesadaran, pusing, depresi, mengantuk, kemerahan di kulit,

konstipasi dan mual.5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

12

Page 13: laporan kasus epilepsi.docx

A. Pendahuluan

Epilepsi yang merupakan penyakit kronik masih tetap merupakan masalah

medik dan sosial. Masalah medik yang disebabkan oleh gangguan komunikasi

neuron bisa berdampak pada gangguan kognitif dan mental. Dilain pihak obat-

obatan anti epilepsi juga bisa berefek terhadap gangguan kognitif dan behavior.

Oleh sebab itu pertimbangan untuk pemberian obat yang tepat adalah penting

mengingat efek obat yang bertujuan untuk menginhibisi bangkitan listrik tapi juga

bisa berefek pada gangguan kognitif dan behavior.1

Epilepsi terjadi di seluruh dunia, hampir di seluruh daerah tidak kurang dari

tiga kejadian tiap 1000 orang. Setiap tahunnya, diantara setiap 100.000 orang akan

terdapat 40-70 kasus baru. Epilepsi mempengaruhi 50 juta orang diseluruh dunia,

dan 80% dari mereka tinggal di negara berkembang. Epilepsi lebih sering timbul

pada usia anak-anak atau orang tua diatas 65 tahun, namum epilepsi dapat muncul

kapan saja. Pada systemic review terkini, angka prevalensi untuk epilepsi aktif

bervariasi dari 1,5-14 per 1.000 orang/tahun di Asia, Berdasarkan jenis kelamin,

laki-laki sedikit lebih besar kemungkinan terkena epilepsi daripada perempuan.1,2

Petit mal (absence) adalah epilepsi yang menyebabkan gangguan kesadaran

secara tiba-tiba, di mana seseorang menjadi seperti bengong tidak sadar tanpa

reaksi apa-apa, dan setelah beberapa saat bisa kembali normal melakukan aktivitas

semula. Data epidemiologi menunjukkan bahwa petit mal (absence) epilepsi lebih

sering terjadi pada anak-anak yang berusia antara 4 sampai 8 tahun dan awal

remaja.2

B. Definisi Epilepsi

Epilepsi berasal dari kata Yunani “epilambanien” yang berarti “serangan”

dan menunjukan bahwa “sesuatu dari luar tubuh seseorang menimpanya, sehingga

dia jatuh”.2

Epilepsi didefinisikan sebagai suatu keadaan yang ditandai oleh adanya

bangkitan (seizure) yang terjadi secara berulang sebagai akibat dari adanya

gangguan fungsi otak secara intermiten, yang disebabkan oleh lepas muatan listrik

13

Page 14: laporan kasus epilepsi.docx

abnormal dan berlebihan pada neuron-neuron secara paroksismal yang disebabkan

oleh beberapa etiologi.2,3

Bangkitan epilepsi (epileptic seizure) merupakan manifestasi klinik dari

bangkitan serupa (stereotipik) yang berlangsung secara mendadak dan sementara

dengan atau tanpa perubahan kesadaran, disebabkan oleh hiperaktivitas listrik

sekelompok sel saraf di otak, bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut

(unprovoked).2,3

Sedangkan sindrom epilepsi adalah sekumpulan gejala dan tanda klinik

epilepsi yang terjadi secara bersama-sama yang berhubungan dengan etiologi,

umur, awitan, jenis bangkitan, faktor pencetus dan kronisitas.2,3

C. Klasifikasi

Menurut International League Against Epilepsy (ILAE) 1981, epilepsi

diklasifikasikan menjadi 2 yakni berdasarkan bangkitan epilepsi dan berdasarkan

sindrom epilepsi.2,3,4

Klasifikasi berdasarkan tipe bangkitan epilepsi:

1. Bangkitan parsial

Bangkitan parsial diklasifikasikan menjadi 3, yaitu:

a. Parsial sederhana

- Dengan gejala motorik

- Dengan gejala somatosensorik atau sensorik khusus

- Dengan gejala autonom

- Dengan gejala psikis

b. Parsial kompleks (kesadaran menurun)

- Berasal sebagai parsial sederhana & berekambang menjadi penurunan

kesadaran.

- Dengan penurunan kesadaran sejak awitan.

c. Parsial yang menjadi umum sekunder

- Parsial sederhana yang menajdi umum tonik-konik.

- Parsial kompleks menjadi umum tonik-klonik.

- Parsial sederhana menjadi parsial kompleks dan menjadi umum tonik-

konik.

14

Page 15: laporan kasus epilepsi.docx

2. Bangkitan umum

a. Absence/lena/petit mal

b. Klonik

c. Tonik

d. Tonik klonik/grand mal

e. Mioklonik

f. Atonik

3. Tak tergolongkan

 Klasifikasi untuk epilepsi dan sindrom epilepsi yakni,

a. Berkaitan dengan lokasi kelainannya (localized related)

- Ideopatik (primer)

- Simtomatik (sekunder)

- Kriptogenik

b. Epilepsi umum dan berbagai sindrom epilepsi berurutan sesuai dengan

peningkatan usia.

- Idiopatik (primer)

- Kriptogenik atau simtomatik sesuai dengan peningkatan usia (sindrom

west, syndrome lennox-gasraut, epilepsi lena mioklonik dan epilepsi

mioklonik-astatik).

- Simtomatik

c. Epilepsi dan sindrom yang tak dapat ditentukan fokal dan umum

- Bangkitan umum dan fokal

- Tanpa gambaran umum tegas fokal atau umum

d. Sindrom khusus : bangkitan yang berkaitan dengan situasi tertentu.

- Kejang demam

- Status epileptikus yang hanya timbul sekali (isolated)

- Bangkitan yang hanya terjadi karena alkohaol, obat-obatan, eklamsi

atau hiperglikemik non ketotik.

- Epilepsi refretorik

D. Petit Mal (Absence)

15

Page 16: laporan kasus epilepsi.docx

Bangkitan ini ditandai dengan gangguan kesadaran mendadak (absence)

dalam beberapa detik (sekitar 5-10 detik) dimana motorik terhenti dan penderita

diam tanpa reaksi. Seragan ini biasanya timbul pada anak-anak yang berusia

antara 4 sampai 8 tahun. Pada waktu kesadaran hilang, tonus otot skeletal tidak

hilang sehingga penderita tidak jatuh. Saat serangan mata penderita akan

memandang jauh ke depan atau mata berputar ke atas dan tangan melepaskan

benda yang sedang dipegangnya. Pasca serangan, penderita akan sadar kembali

dan biasanya lupa akan peristiwa yang baru dialaminya. Pada pemeriksaan EEG

akan menunjukan gambaran yang khas yakni “spike wave” yang berfrekuensi 3

siklus per detik yang bangkit secara menyeluruh.3,4

E. Etiologi

Sekitar 70% kasus epilepsi yang tidak diketahui sebabnya dikelompokkan

sebagai epilepsi idiopatik dan 30% yang diketahui sebabnya dikelompokkan

sebagai epilepsi simptomatik, misalnya trauma kepala, infeksi, kongenital, lesi

desak ruang, gangguan peredaran darah otak, toksik dan metabolik. Epilepsi

kriptogenik dianggap sebagai simptomatik tetapi penyebabnya belum diketahui,

misalnya West syndrome dan Lennox Gastaut syndrome.

Berdasarkan penyebabnya epilepsi dibagi menjadi dua tipe yaitu epilepsi

primer dan epilepsi sekunder.2,4,7

a. Epilepsi primer penyebabnya tidak diketahui (idiopatik) mungkin diduga

terdapat gangguan keseimbangan zat kimiawi dan sel-sel saraf pada jaringan

otak yang abnormal.

b. Epilepsi sekunder diketahui penyebabnya diantaranya sebagai berikut:

- Cidera kepala

- Infeksi jaringan otak

- Tumor otak

- Stroke

- Hipoglikemik dan hipokalsemia

- Obat-obatan dan alkohol

- Abnomalitas kongenital

- Gangguan degenerative

16

Page 17: laporan kasus epilepsi.docx

- Hipoksia dan neonatus

F. Faktor Pencetus

- Kurang tidur

- Stress emosional

- Infeksi

- Perubahan hormonal

- Terlalu lelah

- Fotosensitif terhadap cahaya

- Obat-obatan

- Alkohol

Penyebab spesifik dari epilepsi antara lain:

a. Kelainan yang terjadi selama kehamilan/perkembangan janin contohnya

ibu mengkonsumsi obat-obatan tertentu yang dapat merusak otak janin,

minum-minuman alkhohol atau mendapatkan terapi penyinaran.

b. Kelainan yang terjadi saat kelahiran (bayi baru lahir):

- Brain malformation

- Gangguan oksigenasi sebelum lahir (Hipoksia-Asfiksia)

- Gangguan elektrolit

- infeksi

c. Saat usia bayi-anak2

- Demam (kejang demam)

- Tumor otak (jarang)

- infeksi

d. Saat usia anak2-dewasa

- Kelainan kongenital sepeti sindrom down, neurofibromatosis, dll.

- Faktor genetik dimana bila salah satu orang tua epilepsi (epilepsi

idiopatik) maka kemungkinan 4% anaknya epilepsi, sedangkan bila

kedua orang tuanya epilepsi maka kemungkinan anaknya epilepsi

menjadi 20%-30%.

17

Page 18: laporan kasus epilepsi.docx

- Penyakit otak yang berjalan secara progresif seperti tumor otak

(jarang).

- Trauma kepala.

e. Saat usia tua/lanjut

- Stroke

- Penyakit alzaimer

- Trauma

G. Patofisiologi

Secara etiopatologik, bangkitan epilepsi bisa diakibatkan oleh cedera kepala,

stroke, tumor otak, infeksi otak, keracunan, atau juga pertumbuhan jarigan saraf

yang tidak normal (neurodevelopmental problems), pengaruh genetik yang

mengakibatkan mutasi. Mutasi genetik maupun kerusakan sel secara fisik pada

cedera maupun stroke ataupun tumor akan mengakibatkan perubahan dalam

mekanisme regulasi fungsi dan struktur neuron yang mengarah pada gangguan

pertumbuhan ataupun plastisitas di sinapsis. Perubahan (fokus) inilah yang bisa

menimbulkan bangkitan listrik diotak.4

Bangkitan epilepsi bisa juga terjadi tanpa ditemukan kerusakan anatomi

(focus) di otak. Dari sudut pandang biologi molekuler, bangkitan epilepsi

disebabkan oleh ketidakseimbangan sekresi maupun fungsi neurotransmiter

eksitatorik dan inhibitorik di otak. Keadaan ini bisa disebabkan sekresi

neurotransmiter dari presinaptik tidak terkontrol ke sinaptik yang selanjutnya

berperan pada reseptor n-methyl-D aspartic acid (NMDA) atau α-amino 3-

hydroxyl 5-methyl 4-isoxazolepropionic acid (AMPA) di post-sinaptik.

Keterlibatan NMDA receptor (NMDAR) subtipe dari reseptor glutamat disebut-

sebut sebagai patologi terjadinya kejang dan epilepsy.2 Secara farmakologik,

inhibisi terhadap NMDAR ini merupan prinsip kerja dari obat antiepilepsi.

Beberapa penelitian neurogenetik membuktikan adanya beberapa faktor yang

bertanggung jawab atas bangkitan epilepsi antara lain kelainan pada ligand-gate

(sub unit dari reseptor nikotinik) begitu juga halnya dengan voltage-gate (kanal

natrium dan kalium).

18

Page 19: laporan kasus epilepsi.docx

Berbicara mengenai kanal ion maka peran natrium, kalium dan kalsium

merupakan ion-ion yang berperan dalam sistem komunikasi neuron lewat

reseptor. Masuk dan keluarnya ion-ion ini menghasilkan bangkitan listrik yang

dibutuhkan dalam komunikasi sesama neuron. Jika terjadi kerusakan atau kelainan

pada kanal ion-ion tersebut maka bangkitan listrik akan juga terganggu

sebagaimana pada penderita epilepsi. Kanal ion ini berperan dalam kerja reseptor

neurotransmiter tertentu. Dalam hal epilepsi dikenal beberapa neurotransmiter

seperti gamma aminobutyric acid (GABA) yang dikenal sebagai inhibitorik,

glutamat (eksitatorik), serotonin (yang sampai sekarang masih tetap dalam

penelitian kaitan dengan epilepsi, asetilkholin yang di hipokampus dikenal

sebagai yang bertanggung jawab terhadap memori dan proses belajar.2

Daerah yang rentan terhadap kerusakan bila ada abnormalitas otak adalah

hipokampus. Oleh karena setiap serangan kejang selalu menyebabkan kenaikan

eksitabilitas neuron, maka serangan kejang cenderung berulang dan selanjutnya

menimbulkan kerusakan yang lebih luas.

H. Manifestasi Klinis

1. Kejang parsial simpleks dimulai dengan muatan listrik dibagian otak

tertentu dan muatan ini tetap terbatas di daerah tersebut. Penderita

mengalami sensasi, gerakan atau kelainan psikis yang abnormal,

tergantung pada daerah otak yang terkena. Jika terjadi pada daerah otak

yang mengendalikan gerakan otot lengan kanan, maka lengan kanan akan

bergoyang dan mengalami sentakan. Jika terjadi pada lobus temporalis

anterior sebelah dalam, maka penderita akan mencium bau yang sangat

menyenangkan atau sangat tidak menyenangkan.3,5

2. Kejang parsial (psikomotor) kompleks dimulai dengan hilang nya kontak

penderita dengan lingkungan sekitarnya selama 1-2 menit. Penderita

menjadi goyah, menggerakkan lengan dan tungkainya dengan cara yang

aneh dan tanpa tujuan, mengeluarkan suara-suara yang tidak berarti, tidak

mampu memahami apa yang orang lain katakan dan menolak bantuan.

Kebingungan berlangsung beberapa menit dan diikuti dengan

penyembuhan total.5

19

Page 20: laporan kasus epilepsi.docx

3. Kejang tonik-klonik (grand mal) biasanya dimulai dengan kelainan

muatan listrik pada daerah otak yang terbatas. Muatan listrik segera

menyebar kedaerah otak lainnya dan menyebabkan seluruh daerah

mengalami kelainan fungsi. Pada kejang ini terdapat dua tahap, yaitu

tahap klonik atau kaku diikuti tahap klonik atau kelonjotan. Pada serangan

jenis ini pasien dapat hanya mengalami tahap tonik atau klonik saja.

Serangan jenis ini biasanya didahului oleh aura. Aura merupakan

perasaan yang dialami sebelum serangan dapat berupa: merasa sakit perut,

baal, kunang-kunang, telinga berdengung. Pada tahap klonik pasien dapat:

kehilangan kesadaran, kehilangan keseimbangan, dan jatuh karena otot

yang meregang, berteriak tanpa alasan yang jelas, mengigit pipi bagian

dalam atau lidah. Pada fase klonik: terjadi kontraksi otot yang berulang

dan tidak terkontrol, mengompol atau buang air besar yang tidak dapat

dikontrol, pasien tampak sangat pucat, pasien mungkin akan merasa

lemas, letih, ataupun ingin tidur setelah serangan semacam ini.1

4. Kejang petit mal dimulai pada masa kanak-kanak, biasanya sebelum usia

5 tahun. Penderita hanya menatap, kelopak matanya bergetar atau otot

wajahnya berkedut-kedut selama 10-30 detik. Penderita tidak memberikan

respon terhadap sekitarnya tetapi tidak terjatuh, pingsan maupun

menyentak- nyentak.4

I. Diagnosa

Diagnosis epilepsy didasarkan atas anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan

hasil pemeriksaan EEG dan radiologis.4,6,7

a. Anamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh. Anamnesis

(auto dan alloanamnesis), meliputi:

- Pola/bentuk serangan

- Lama serangan

- Gejala sebelum, selama dan pasca serangan

- Frekuensi serangan

- Ada/tidaknya penyakit yang diderita sekarang

- Usia saat serangan pertama

20

Page 21: laporan kasus epilepsi.docx

- Riwayat kehamilan, persalinan dan perkembangan

- Riwayat penyakit, penyebab dan terapi sebelumnya

- Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga

b. Pemeriksaan fisik umum dan neurologis

Melihat adanya tanda-tanda dari gangguan yang berhubungan dengan

epilepsy seperti trauma kepala, infeksi telinga atau sinus, gangguan

congenital, gangguan neurologic fokal atau difus. pemeriksaan fisik harus

menepis sebab-sebab terjadinya serangan dengan menggunakan umur dan

riwayat penyakit sebagai pegangan. pada anak-anak pemeriksan harus

memperhatikan adanya keterlambatan perkembangan, organomegali,

perbedaan ukuran anggota tubuh dapat menunjukkan awal gangguan

pertumbuhan otak unilateral. Pada Pemeriksaan neurologis gejala defisit

unilateral atau bilateral dapat ditemukan. Hemiparesis bahkan adanya hanya

spastisitas, hiper-refleksia tendon atau babinski positif sesisi sudah

memberikan pengarahan yang berharga bagi penilaian epilepsy umum fokal.

Selain itu bagian lain dari pemeriksaan adalah memeriksa fungsi mental

seperti kemampuan untuk mengingat kata, nama objek, dan melakukan

perhitungan.

c. Pemeriksaan penunjang

- Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsy dan

merupakan pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk

menegakkan diagnosis epilepsy. Hasil EEG dikatakan bermakna jika

didukung oleh klinis. Adanya kelainan fokal pada EEG menunjukkan

kemungkinan adanya lesi structural di otak, sedangkan adanya kelainan

umum pada EEG menunjukkan adanya kelainan genetic atau metabolic.

Rekaman EEG dikatakan abnormal jika:

Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di

kedua hemisfer otak.

Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat

dibanding seharusnya misal gelombang delta.

21

Page 22: laporan kasus epilepsi.docx

Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal,

misalnya gelombang tajam, paku (spike), dan gelombang lambat

yang timbul secara paroksismal.

- Pemeriksaan radiologis yang dikenal dengan istilah neuroimaging

bertujuan untuk melihat struktur otak dan melengkapi data EEG. Bila

dibandingkan dengan CT scan maka MRI lebih sensitif dan secara

anatomic akan tampak lebih rinci. MRI bermanfaat untuk

membandingkan hipokampus kanan dan kiri serta untuk membantu terapi

pembedahan.

J. Penatalaksanaan

Obat anti epilepsi merupakan terapi utama pada manajemen epilepsi. Tujuan

pengobatan epilepsi dengan obat antiepilepsi adalah menghindari terjadinya

kekambuhan dengan efek buruk yang minimal (yang dapat ditoleransi).

Prinsip-prinsip obat anti epilepsi:

a. Menentukan diagnosa yang tepat

Diagnosis yang tepat sangat penting pada epilepsy. Pasien yang terdiagnosis

epilepsy mempunyai beberapa konsekuensi. Penderita epilepsy akan

meminum obat dalam jangka waktu lama yang berakibat pada kemungkinan

adanya efek yang merugikan akibat obat antiepilepsi.

b. Menentukan kapan dimulainya terapi dengan obat anti epilepsi

Salah satu kesulitan yang dihadapi seorang dokter dalam merawat pasiren

dengan serangan epilepsy adalah memutuskan kapan dimulainya pengobatan.

Setelah kejang pertama, langkah pertama untuk menilai pengobatan adalah

menilai resiko terjadinya bangkitan selanjutnya. Jika bangkitan merupakan

bangkitan non epileptic, pengobatan harus ditujukan pada faktor penyebab

yang mendasari. Jika bangkitan hipoglikemik pada anak maka diterapi

dengan glukosa, bangkitan karena putus alcohol dapat dikontrol paling baik

dengan perubahan perilaku adiktif dan jika bangkitan karena masalah

psikogenik dapat diatasi dengan konselin yang tepat. Terapi bangkitan

epilepsy ditentukan oleh penilaian dua hal, resiko pengobatan dan manfaat

pengobatan. Setelah kejang lebih dua kali atau lebih maka diperlukan

22

Page 23: laporan kasus epilepsi.docx

pengobatan untuk mengatasi kejangnya, kecuali pada serangan-serangan

tertentu seperti kejang akibat putus alcohol, penyalahgunaan obat, kejang

akibat penyakit akut seperti demam tinggi, dehiderasi, hipoglikemik, karena

trauma, dan kejang akibat non epileptic lainnya, maka sebaiknya ditangani

sesuai dengan kausanya.

c. Memilih obat yang paling sesuai

Tipe serangan First- line Second- line Third line

Parsial simplek &

kompleks dengan atau

tanpa general sekunder

Tonik klonik

Mioklonik

Absence

Atonik

Tonik

Karbamazepine

Fenitoin

Fenobarbital

Gabapentin

Asam valproat

Karbamazepine

Fenitoin

Asam valproat

Asam valproat

Lamotrigin

Asam valproat

Asam valproat

Fenitoin

fenobarbital

Asam valproat

Levetiracetam

Pregabalin

Lamotrigin

Topiramat

Levetiracetam

Zonisamid

etosuksimid

lamotrigin

topiramat

clonazepam

clobazam

Pirimidon

Vigabtrin

Tiagabin

Topiramat

Levetiracetam

Lamotrigin

Clobazam

Fenobarbital

Levetiracetam

zonisamid

felbamat

23

Page 24: laporan kasus epilepsi.docx

d. Karakteristik pasien

Dalam pengobatan dengan obat antiepilepsi karakteristik pasien harus

dipertimbangkan secara individu.hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah:

efek buruk obat, dosis yang tepat, harga, pola hidup dan usia pasien. Suatu

obat antiepilepsi mungkin efektif pada pasien tertentu namun jika ada kontra

indikasi atau terjadi reaksi yang tidak bisa ditoleransi maka sebaiknya

pergantian obat dilakukan.

Obat-obatan anti epilepsi beserta dosisnya.

Obat Dosis mg/kg/hari Kadar dalam

serum (range,

ug/ml)

Waktu

paruh (jam)

Indikasi

Asam valproat

Fenitoin

Karbamazepine

Fenobarbital

Klonazepam

Primidon

Dewasa: 5-15

Anak: 10-30

Dewasa: 300

Anak : 5

Dewasa: 1000 –

2000

Anak: 15-25

Dewasa: 2-3

Anak: 3-5

Dewasa:1,5 (max

20)

Anak:0,01-0,03

(max 0,25-0,5)

Dewasa = anak

50-100

10-20

4-12

10-40

0,02-0,008

5-12

14

24

12

96

30

12

Semua

Parsial dan

kejang umum

Parsial & kejang

umum

Parsial dan

kejang umum

Absence &

mioklonik

Parsial & kejang

24

Page 25: laporan kasus epilepsi.docx

10-25 umum

Pemberian Obat

Penggantian obat antiepilepsi pertama dilakukan jika:

a. Jika serangan terjadi kembali meskipun obat antiepilepsi pertama sudah

diberikan dengan dosis maksimal yang dapat ditoleransi, maka obat

antiepilepsi kedua harus segera dipilih.

b. Jika terjadi reaksi pada obat pertama baik efek samping, reaksi alergi ataupun

efek merugikan lainnya yang tidak dapat ditoleransi oleh pasien.

Terapi dengan obat kedua harus dimulai dengan gambaran sebagai berikut:

pertama, dosis dari obat kedua harus dititrasi sampai pada range dosis yang

direkomendasikan. Obat yang pertama harus diturunkan secara bertahap selama 1-

3 minggu. Setelah obat pertama diturunkan, dosis obat kedua (monoterapi) harus

dinaikkan sampai serangan terkontrol atau dengan efek samping yang minimal.

Proses ini harus dilanjutkan sampai monoterapi dengan dua atau tiga obat primer

gagal. Setelah proses tersebut dilakukan baru politerapi dipertimbangkan.2

Penghentian Obat

Penghentian pemberian obat antiepilepsi dilakukan secara bertahap dapat

dipertimbangkan setalah 2 tahun bebas serangan. Syarat umum penghentian obat

antiepilepsi adalah sebagai berikut:2

a. Penghentian obat antiepilepsi dapat didiskusikan dengan pasien atau

keluarganya setelah minimal 2 tahun bebas bangkitan.

b. Harus dilakukan secara bertahap, pada umumnya 25% dari dosis semula,

setiap bulan dalam jangka waktu 3-6 bulan.

c. Bila digunakan lebih dari satu obat antiepilepsi, maka penghentian dimulai

dari satu obat antiepilepsi yang bukan utama.

25

Page 26: laporan kasus epilepsi.docx

DAFTAR PUSTAKA

1. Sidharta P. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum. Edisi ke-2. Jakarta :

Dian Rakyat: 2010

2. Harsono. Buku Ajar Neurologi Klinis. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf

Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press: 2008

3. Ginsberg lionel. Lecture Notes Neurologi. Edisi ke-8. Jakarta : Erlangga:

2008

4. Elizabeth J. Buku Saku Patofisiologi. Edisi ke-3. Jakarta : EGC: 2009

5. Gunawan sulistia. Farmakologi dan Terapi. Edisi ke-5. Jakarta: Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia: 2007

6. Hasan Ruspeno. Ilmu Kesehatan anak. Jakarta: Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia: 1985.

7. Utoyo Sunaryo. Presentation Pedoman Tatalaksana Epilepsi Kelompok Studi

Epilepsi PERDOSSI. Fakuktas Kedokteran Universitas Wijaya Kesuma.

Surabaya. 2007

26