Case Demam ParaTyphoid

23
ILMU KESEHATAN NO RM : FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 1 ANAMNESIS Nama : An. S. Jenis Kelamin : Laki- laki Umur : 11 tahun Ruang : Melati Kelas : III Nama Lengkap : An. S. Jenis Kelamin : Laki-laki Tempat dan Tanggal Lahir : Karanganyar, 01/01/2002 Umur : 11 tahun Nama Ayah : Tn.W Umur : 44 tahun Pekerjaan Ayah : Penjaga sekolah Pendidikan Ayah : SMP Nama Ibu : Ny. M Umur : 38 tahun Pekerjaan Ibu : Pedagang Pendidikan Ibu : SD Alamat : Nglanokulon 2/2 Pandean, Ts Madu Tanggal Masuk RS : 23 Januari 2012 Jam 17.40 Diagnosis masuk : Obs. Febris hari ke 7 Dokter yang merawat : dr. A. Septiarko Sp.A Ko Asisten : Aditya M. Fathony S. Ked Tanggal : 25 Januari 2013 (Autoanamnesis dan Alloanamnesis) di Bangsal Melati KELUHAN UTAMA : Panas KELUHAN TAMBAHAN : Lemas, Pusing 1. Riwayat penyakit sekarang 7 HSMRS : Pasien panas sumer-sumer, semakin tinggi pada sore dan malam hari, sudah diberi obat penurun panas tetapi panas hanya turun sebentar kemudian naik lagi. Panas disertai lemas (+), pusing (-), minum (+), mual (+) namun tidak sampai muntah, nyeri perut (-), nafsu makan berkurang (-). Keluhan lain keringat pada malam hari (-), nyeri tenggorokan (-), batuk (-), pilek (-), nyeri telinga (-), nyeri otot (-), nyeri sendi (-), mimisan (-), gusi berdarah (-), bintik merah pada kulit (-),

description

case demam para typhoid

Transcript of Case Demam ParaTyphoid

Page 1: Case Demam ParaTyphoid

ILMUKESEHATAN ANAK NO RM : 001220xx

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

1

ANAMNESIS Nama : An. S.

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 11 tahun

Ruang : Melati

Kelas : III

Nama Lengkap : An. S. Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat dan Tanggal Lahir : Karanganyar, 01/01/2002 Umur : 11 tahun

Nama Ayah : Tn.W Umur : 44 tahun

Pekerjaan Ayah : Penjaga sekolah Pendidikan Ayah : SMP

Nama Ibu : Ny. M Umur : 38 tahun

Pekerjaan Ibu : Pedagang Pendidikan Ibu : SD

Alamat : Nglanokulon 2/2 Pandean, Ts Madu

Tanggal Masuk RS : 23 Januari 2012 Jam 17.40 Diagnosis masuk : Obs. Febris hari ke 7

Dokter yang merawat : dr. A. Septiarko Sp.A Ko Asisten : Aditya M. Fathony S. Ked

Tanggal : 25 Januari 2013 (Autoanamnesis dan Alloanamnesis) di Bangsal Melati

KELUHAN UTAMA : Panas

KELUHAN TAMBAHAN : Lemas, Pusing

1. Riwayat penyakit sekarang

7 HSMRS : Pasien panas sumer-sumer, semakin tinggi pada sore dan malam hari, sudah diberi

obat penurun panas tetapi panas hanya turun sebentar kemudian naik lagi. Panas disertai lemas

(+), pusing (-), minum (+), mual (+) namun tidak sampai muntah, nyeri perut (-), nafsu makan

berkurang (-). Keluhan lain keringat pada malam hari (-), nyeri tenggorokan (-), batuk (-), pilek

(-), nyeri telinga (-), nyeri otot (-), nyeri sendi (-), mimisan (-), gusi berdarah (-), bintik merah

pada kulit (-), sesek (-), BAB (+), BAK frekuensi 3-4 kali sehari berwarna kuning jernih dan

tidak nyeri.

3-6 HSMRS : Pasien masih merasa panas, panas turun pada pagi hari dan meninggi pada sore

dan malam hari. Pasien sulit tidur (-), lemas (+), pusing (+), mual (+), muntah (-), nyeri perut

(-), nafsu makan berkurang (+), minum (+). Keluhan lain keringat pada malam hari (-), batuk

(-), pilek (-), nyeri tenggorokan (-), nyeri telinga (-), nyeri otot (-), nyeri sendi (-), mimisan

(-), gusi berdarah (-), bintik merah pada kulit (-), sesek (-), BAB (-), BAK frekuensi 3-4

kali/hari berwarna kuning jernih, tidak nyeri.

1 SMRS : Pasien masih panas, panas turun pada pagi hari dan meninggi pada sore dan malam

hari. Pasien sulit tidur (-), lemas (+), pusing (+), minum (+), mual (+), muntah (-), perut

kembung (+), nafsu makan berkurang (+), keringat pada malam hari (-), nyeri tenggorokan (-),

batuk (-), pilek (-), nyeri telinga (-), nyeri otot (-), nyeri sendi (-), mimisan (-), gusi berdarah

(-), bintik merah pada kulit (-), sesek (-), BAB cair (+) 1x, BAK frekuensi 3-4 kali/hari

berwarna kuning jernih dan tidak nyeri.

HMRS : Pasien dibawa ke IGD RSUD karanganyar dengan keluhan panas (+), lemas (+),

pusing (+), mual (+), muntah (-), nyeri perut (-), nafsu makan berkurang (+), minum (+),

bintik merah pada kulit (-), mimisan (-), gusi berdarah (-), batuk (-), pilek (-), nyeri

tenggorokan (-), BAB (-) , BAK baik.

Page 2: Case Demam ParaTyphoid

ILMUKESEHATAN ANAK NO RM : 001220xx

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

PEMERIKSAAN

JASMANI

Nama : An. S.

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 11 tahun

Ruang : Melati

Kelas : III

PEMERIKSAAN OLEH Aditya M. Fathony S.Ked Tanggal 25 Januari 2013 Jam 06.00

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : compos mentis.

Vital Sign

TD : 90/60 mmHg

Nadi : 84 /menit

RR : 24/menit

Suhu : 37,1 ºC

Status Gizi

BB/TB : 24 kg/108cm

BMI : 20,57 kg/m2

Z scores

BMI//U : gizi baik

Kesimpulan : status gizi baik (menurut WHO)

PEMERIKSAAN KHUSUS

Kulit : petechie (-)

Kepala : ukuran normocephal, rambut warna hitam, lurus, jumlah cukup

2

Page 3: Case Demam ParaTyphoid

ILMUKESEHATAN ANAK NO RM : 001220xx

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Mata : mata cowong (-/-), ca (-/-), si (-/-), reflek cahaya (+/+), pupil isokor

Hidung : sekret (-/-), epistaksis (-/-), nafas cuping hidung (-/-)

Mulut : mukosa bibir kering (+), sianosis (-), lidah tifoid (+)

Leher : pembesaran limfonodi leher (-), massa (-), kaku kuduk (-)

Kesan : terdapat tanda tifoid

Thorax : simetris, retraksi (-), ketinggalan gerak (-)

Cor

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis kuat angkat

Perkusi : batas kanan atas : SIC II linea parasternalis dextra

batas kanan bawah : SIC IV linea parasternalis dextra

batas kiri atas : SIC II linea parasternalis sinistra

batas kiri bawah : SIC V linea midclavicula sinistra

Auskultasi : BJ I-II normal reguler (+), bising jantung (-)

Paru

Pemeriksaan Kanan Kiri

Depan

Inspeksi Simetris

Ketinggalan gerak (-)

Retraksi dinding dada (-)

Simetris

Ketinggalan gerak (-)

Retraksi dinding dada (-)

Palpasi Fremitus (n) massa (-) Fremitus (n) massa (-)

Perkusi Sonor (+) Sonor (+)

Auskultasi SDV (+), Rh (-), Wh (-) SDV (+), Rh (-), Wh (-)

Belakang

Inspeksi Simetris

Ketinggalan gerak (-)

Simetris

Ketinggalan gerak (-)

Palpasi Fremitus (n)

massa (-)

Fremitus (dan)

massa (-)

Perkusi Sonor (+) Sonor (+)

Auskultasi SDV (+), Rh (-), Wh (-) SDV (+), Rh (-), Wh (-)

Kesan : Tidak terdapat kelainan pada kepala, leher, jantung, dan kedua lapang paru.

Abdomen

Inspeksi : distended (-), sikatrik (-), purpura (-)

3

Page 4: Case Demam ParaTyphoid

ILMUKESEHATAN ANAK NO RM : 001220xx

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Auskultasi : peristaltik dbn

Perkusi : timpani (+)

Palpasi : turgor kulit baik, nyeri tekan (-)

Hepar : tidak teraba membesar

Lien : tidak teraba membesar

Anogenital : tidak ada kelainan

Kesan : Tidak terdapat kelainan pada abdomen.

Ekstremitas : akral hangat (+), deformitas (-), kaku sendi (-), sianosis (-), edema (-)

Tungkai Lengan

Kanan Kiri Kanan Kiri

Gerakan : bebas bebas bebas bebas

Tonus : normal normal normal normal

Trofi : entrofi eutrofi eutrofi eutrofi

Klonus Tungkai : (-) (-) (-) (-)

Reflek fisiologis : biceps (+) normal, triceps (+) normal, reflek brachioradialis (+) normal,

reflek patella (+) normal, reflek achiles (+) normal

Refleks patologis : babinski (-), chaddock (-), oppenheim (-), gordon (-), rosolimo (-)

Meningeal Sign : kaku kuduk (-), brudzinski I (-), brudzinski II (-), brudzinski III (-)

brudzinski IV (-)

Sensibilitas : dalam batas normal

Kesan : extremitas superior et inferior dalam batas normal

PEMERIKSAAN LABORATORIUM DARAH RUTIN

(23 Januari 2013)

No Parameter Jumlah Satuan Nilai Rujukan

1. Leukosit 7.600 uL 5000-10000 /uL

2. Eritrosit 4.000.000 uL 4,0-5,5 / uL

3. Hemoglobin 10,6 gr/dl 11,5-13,5 g/dl

4. Hematokrit 34,0 % 40-48%

4

Page 5: Case Demam ParaTyphoid

ILMUKESEHATAN ANAK NO RM : 001220xx

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

5. MCV 85,0 femtoliter 82-92 fl

6. MCH 26,5 pikograms 27-31 pg

7. MCHC 31,2 g/dl 32-36 g/dl

8. Trombosit 296.000 uL 150.000-400.000/uL

9. Limfosit 40,1 % 20-40%

10. Monosit 12,3 % 2-8%

11. N. Segmen 47,6 % 33-60%

Widal O H

S. thypi - -

Parathypi A - -

Parathypi B 1/160 -

Parathypi C 1/80 -

RINGKASAN ANAMNESIS

Pasien laki-laki usia 11 tahun, datang ke IGD RSUD Karanganyar dengan keluhan demam

hari ke-7, demam awalnya sumer-sumer kemudian meninggi menjelang sore hingga malam

hari kemudian turun pada pagi hari. Keluhan lain lemas (+), pusing (+), mual (+), muntah (-),

nyeri perut (-), nafsu makan agak berkurang (+), minum (+), bintik merah pada kulit (-),

mimisan (-), gusi berdarah (-), batuk (-), pilek (-), nyeri tenggorokan (-), BAB (-) selama 3

hari, BAK baik.

Tidak terdapat riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan penyakit sekarang.

Tidak terdapat riwayat penyakit pada keluarga dan lingkungan yang ditularkan pada pasien.

Riwayat ANC baik, persalinan spontan, riwayat PNC baik.

Pasien mendapatkan ASI eksklusif dan sampai sekarang kualitas dan kuantitas makanan baik.

Imunisasi dasar lengkap berdasarkan PPI, sesuai usia pasien saat ini.

Perkembangan dan kepandaian baik.

Keadaan sosial ekonomi kurang & kondisi lingkungan rumah cukup.

5

Page 6: Case Demam ParaTyphoid

ILMUKESEHATAN ANAK NO RM : 001220xx

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

RINGKASAN PEMERIKSAAN FISIK

KU: CM

Vital sign

TD : 90/60 mmHg

N : 84x/menit

RR : 24x/menit

S : 37,1°C

Status gizi baik menurut WHO

Kulit : petechie (-)

Kepala : ca (-/-), si (-/-), lidah tifoid (+), bibir kering (+)

Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-)

Thorax : cor dan pulmo dalam batas normal

Abdomen : nyeri tekan (-), pembesaran hepar (-), pembesaran lien (-)

Extremitas superior et inferior dan status neurologis dalam batas normal

Status neurologis dalam batas normal

LABORATORIUM

Tes Widal : Widal (+)

DAFTAR MASALAH AKTIF / INAKTIF

AKTIF

Demam hari ke 9, demam menurun dari hari sebelumnya

Lemas

Mual

Hasil Lab : Widal (+)

INAKTIF

Keadaan sosial ekonomi kurang

DIAGNOSA KERJA

6

Page 7: Case Demam ParaTyphoid

ILMUKESEHATAN ANAK NO RM : 001220xx

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Demam Paratifoid

Anemia Ringan

RENCANA PENGELOLAAN

Rencana Tindakan

Obsevasi keadaan umum dan vital sign

Pemeliharaan hidrasi dan nutrisi

Bed rest

Rencana Terapi

Infus KA-EN3A 16 tpm makro

Inj Chloramphenicol 500mg/8jam

Inj Ranitidin ½ amp/6jam

Ottopan syr 3x1cth

Nucral syr 4x1cth

Rencana Edukasi

Menjelaskan tentang penyakit pasien kepada keluarga

Memperhatikan kebersihan makanan dan minuman yang dikonsumsi

Mengatur ke pola makan

Menjaga kebersihan lingkungan

Istirahat yang cukup atau tirah baring

PROGNOSIS

Quo ad vitam : ad bonam

Quo ad fungsionam : ad bonam

Quo ad sanam : dubia ad bonam

7

Page 8: Case Demam ParaTyphoid

ILMUKESEHATAN ANAK NO RM : 001220xx

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

DISKUSI

Diagnosis pada pasien ini yaitu Demam Paratifoid. Penyakit Demam Paratifoid merupakan

penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica, khususnya turunannya yaitu Salmonella

paratyphi A, B, C terutama menyerang bagian saluran pencernaan. Demam paratifoid adalah

penyakit infeksi akut yang selalu ada di masyarakat (endemik) di Indonesia, mulai dari usia balita,

anak-anak dan dewasa.

Umur penderita yang terkena di Indonesia (daerah endemis) dilaporkan antara 3-19 tahun

mencapai 195 kasus. Angka yang kurang lebih sama juga dilaporkan dari Amerika Selatan.

Terjadinya penularan salmonella typhi sebagian besar melalui makanan / minuman yang tercemar

oleh kuman yang berasal dari penderita atau pembawa kuman, biasanya keluar bersama-sama dengan

tinja (melalui rute oral fekal = jalur oro-fekal).

Pada anak- anak penyakit ini cukup sering ditemui, salah satu penyebabnya selain sanitasi

adalah system kekebalan atau imunitas yang belum berkembang dengan baik. Komplikasi atau

penyulit pun tidak jarang terjadi seperti gangguan SSP (delirium sampai gangguan kesadaran) dan

perforasi usus yang menyebabkan peritonitis. Sedangkan pada bayi relative jarang ditemukan karena

masih mendapatkan perlindungan dari ASI yang mengandung IgA sekretorik yang memberikan

proteksi local khususnya pada saluran cerna.

Etiologi

Salmonella adalah bakteri Gram-negatif, mempunyai flagela, tidak berkapsul, tidak

membentuk spora fakultatif anaerob. Mempunyai antigen somatik (O) yang terdiri dari oligosakarida,

flagelar antigen (H) yang terdiri dari protein dan envelope antigen (K) yang terdiri polisakarida.

Mempunyai makromolekular lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapis luar dari dinding sel

da dinamakan endotoksin. Salmonella typhi/paratyphi juga dapat memperoleh plasmid faktor-R yang

berkaitan dengan resistensi terhadap multipel antibiotik

Patofisiologi

Bakteri salmonella typhi/paratyphi bersama makanan / minuman masuk ke dalam tubuh

melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana asam (pH < 2) banyak bakteri yang mati.

Keadaan-keadaan seperti aklorhidiria, gastrektomi, pengobatan dengan antagonis reseptor histamin

H2, inhibitor pompa proton atau antasida dalam jumlah besar, akan mengurangi dosis infeksi. Bakteri

8

Page 9: Case Demam ParaTyphoid

ILMUKESEHATAN ANAK NO RM : 001220xx

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

yang masih hidup akan mencapai usus halus. Di usus halus, bakteri melekat pada sel-sel mukosa dan

kemudian menginvasi mukosa dan menembus dinding usus, tepatnya di ileum dan yeyenum.

Setelah berada dalam usus halus, kuman mengadakan invasi ke jaringan limfoid usus halus

(terutama plak peyer) dan jaringan limfoid mesentrika. Setelah menyebabkan peradangan dan

nekrosis setempat kuman lewat pembuluh limfe masuk ke darah (bakteremia primer) menuju organ

retikuloendotelial system (RES) terutama hati dan limfa. Di tempat ini, kuman di fagosit oleh sel-sel

fagosit RES dan kuman yang tidak difagosit akan berkembang biak. Pada akhir masa inkubasi,

berkisar 5 – 9 hari, kuman kembali masuk ke darah menyebar ke seluruh tubuh (bakteremia

sekunder), dan sebagian kuman masuk ke organ tubuh terutama limpa, kandung empedu yang

selanjutnya kuman tersebut dikeluarkan kembali dari kandung empedu ke rongga usus dan

menyebabkan reinfeksi di usus. Dalam masa baktremia ini, kuman mengeluarkan endotoksin yang

susunan kimianya sama dengan antigen somatik (lipopolisakarida), yang semula di duga bertanggung

jawab terhadap terjadinya gejala-gejala dari demam tifoid/paratifoid.

Pada penelitian lebih lanjut terutama endotoksin hanya mempunyai peranan membantu proses

peradangan lokal. Pada keadaan tersebut, kuman ini berkembang.

Demam tifoid/paratifoid disebabkan oleh salmonella thyposa dan endotoksinnya yang

merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.

Selanjutnya zat pirogen yang beredar di darah memengaruhi pusat termuregulator di hipotalamus

yang mengekibatkan timbulnya gejala demam.

Akhir-akhir ini beberapa peneliti mengajukan patogenesis terjadinya manifestasi klinis

sebagai berikut : makrofag pada penderita akan menghasilkan substansi aktif yang disebut monokin,

selanjutnya monokin ini dapat menyebabkan nekrosis seluler dan merangsang sistem imun,

instabilasi vaskuler, depresi sumsum tulang dan panas.

Perubahan histopatologi pada umumnya ditemukan infiltrasi jaringan oleh makrofag yang

mengandung eritrosit, kuman, limfosit yang sudah terdegenerasi yang dikenal sebagai sel tifoid. Bila

sel-sel ini beragregasi, terbentuklah nodul. Nodul ini sering didapatkan dalam usus halus, jaringan

limfe mesenterium, limpa, hati sumsum tulang dan organ-organ yang terinfeksi.

Kelainan utama terjadi di ileum terminale dan plak peyer yang hiperplasi (minggu pertama),

nekrosis (minggu kedua) dan ulserasi (minggu ketiga) serta bila sembuh tanpa adanya pembentukan

jaringan parut. Sifat ulkus berbentuk bulat lonjong sejajar dengan sumbu panjang usus dan ulkus ini

dapat menyebabkan perdarahan bahkan perforasi. Gambaran tersebut tidak didapatkan pada kasus

demam tofoid yang menyerang bayi maupun tifoid kongenital..

9

Page 10: Case Demam ParaTyphoid

ILMUKESEHATAN ANAK NO RM : 001220xx

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis pada anak umumnya bersifat lebih ringan, lebih bervariasi bila

dibandingkan dengan penderita dewasa. Bila hanya berpegang pada gejala atau tanda klinis, akan

lebih sulit untuk menegakkan diagnosis demam tifoid/paratifoid pada anak, terutama pada penderita

yang lebih muda, seperti pada tifoid kongenital ataupun tifoid pada bayi.

Masa inkubasi rata-rata bervariasi antara 7 – 20 hari, dengan masa inkubasi terpendek 3 hari

dan terpanjang 60 hari. Dikatakan bahwa masa inkubasi mempunyai korelasi dengan jumlah kuman

yang ditelan, keadaan umum/status gizi serta status imunologis penderita.

Walupun gejala demam tifoid pada anak lebih bervariasi, secara garis besar gejala-gejala yang

timbul dapat dikelompokkan :

1. Demam satu minggu atau lebih.

2. Gangguan saluran pencernaan

3. Gangguan kesadaran

Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai penyakit infeksi akut pada

umumnya, seperti demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare, konstipasi. Pada

pemeriksaan fisik, hanya didapatkan suhu badan yang meningkat. Setelah minggu kedua, gejala/

tanda klinis menjadi makin jelas, berupa demam remiten, lidah tifoid, pembesaran hati dan limpa,

perut kembung mungkin disertai ganguan kesadaran dari yang ringan sampai berat.

Demam yang terjadi pada penderita anak tidak selalu tipikal seperti pada orang dewasa,

kadang-kadang mempunyai gambaran klasik berupa stepwise pattern, dapat pula mendadak tinggi

dan remiten (39 – 41o C) serta dapat pula bersifat ireguler terutama pada bayi yang tifoid kongenital.

Lidah tifoid/paratifoid biasanya terjadi beberapa hari setelah panas meningkat dengan tanda-

tanda antara lain, lidah tampak kering, diolapisi selaput tebal, di bagian belakang tampak lebih pucat,

di bagian ujung dan tepi lebih kemerahan. Bila penyakit makin progresif, akan terjadi deskuamasi

epitel sehingga papila lebih prominen.

Roseola lebih sering terjadi pada akhir minggu pertama dan awal minggu kedua. Merupakan

suatu nodul kecil sedikit menonjol dengan diameter 2 – 4 mm, berwarna merah pucat serta hilang

pada penekanan.

Roseola ini merupakan emboli kuman yang didalamnya mengandung kuman salmonella, dan

terutama didapatkan di daerah perut, dada, kadang-kadang di bokong, ataupun bagian fleksor lengan

atas.

10

Page 11: Case Demam ParaTyphoid

ILMUKESEHATAN ANAK NO RM : 001220xx

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Limpa umumnya membesar dan sering ditemukan pada akhir minggu pertama dan harus

dibedakan dengan pembesaran karena malaria. Pembesaran limpa pada demam tifoid tidak progresif

dengan konsistensi lebih lunak.

4. Rose spot, suatu ruam makulopapular yang berwarna merah dengan ukuran 1 – 5 mm, sering

kali dijumpai pada daerah abdomen, toraks, ekstremitas dan punggung pada orang kulit putih,

tidak pernah dilaporkan ditemukan pada anak Indonesia. Ruam ini muncul pada hari ke 7 –

10 dan bertahan selama 2 -3 hari..

Pemeriksaan Laboratorium

Pada pemeriksaan hematologi rutin didapatkan leukopeni atau leukopeni relatif, kadang-

kadang dapat juga terjadi leukositosis, neutropeni, limfositosis, aneosinofilia, dengan atau tanpa

penurunan hemoglobin (anemia) bergantung pada komplikasi yang melibatkan perdarahan saluran

cerna, dengan hematokrit, trombosit dalam rentangan normal atau dapat terjadi trombositopenia.

Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibody terhadap kuman Salmonella typhi. Uji

widal dikatakan bernilai bila terdapat kenaikan titer widal 4 kali lipat atau titer widal O > 1/320, titer

H > 1/160 (dalam sekali pemeriksaan).

Sesuai dengan kemampuan SDM dan tingkat perjalanan penyakit demam tifoid/paratifoid,

maka diagnosis klinis demam tifoid diklasifikasikan atas :

1. Possible Case

Dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan gejala demam, gangguan saluran

cerna, gangguan pola buang air besar dan hepato/splenomegali. Sindrom demam tifoid belum

lengkap. Diagnosis ini hanya dibuat pada pelayanan kesehatan dasar.

2. Probable Case

Telah didapatkan gejala klinis lengkap atau hampir lengkap, serta didukung oleh gambaran

laboratorium yang menyokong demam tifoid (titer widal O > 1/160 atau H > 1/160 satu kali

pemeriksaan).

3. Definite Case

Diagnosis pasti, ditemukan S. Thypi pada pemeriksaan biakan atau positif S.Thypi pada

pemeriksaan PCR atau terdapat kenaikan titer Widal 4 kali lipat (pada pemeriksaan ulang 5-7

hari) atau titer widal O > 1/320, H > 1/640 (pada pemeriksaan sekali).

11

Page 12: Case Demam ParaTyphoid

ILMUKESEHATAN ANAK NO RM : 001220xx

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Penatalaksanaan

Sebagian besar pasien demam tifoid/paratifoid dapat diobati dirumah dengan tirah baring,

isolasi yang memadai, pemenuhan kebutuhan cairan, nutrisi serta pemberian antibiotik. Sedangkan

untuk kasus berat harus dirawat dirumah sakit agar pemenuhan kebutuhan cairan, elektrolit serta

nutrisi disamping observasi kemungkinan timbul penyulit dapat dilakukan dengan seksama.

Pengobatan antibiotik merupakan pengobatan utama karena pada dasarnya patogenesis infeksi

Salmonella typhi berhubungan dengan keadaan bakteriemia.

Obat-obat antimikroba yang sering digunakan antara lain :

1. Kloramfenikol

Meskipun telah dilaporkan adanya resistensi kuman Salmonella terhadap Kloramfenikol di

berbagai daerah, Kloramfenikol tetap digunakan sebagai obat pilihan pada kasus demam tifoid. Sejak

ditemukannya obat ini oleh Burkoder sampai saat ini belum ada obat antimikroba lain yang dapat

menurunkan demam lebih cepat disamping harganya murah dan terjangkau oleh penderita.

Kekurangan kloramfenikol antara lain ialah reaksi hipersensitifitas, reaksi toksik, grey syndrome,

kolaps, dan tidak bermanfaat untuk pengobatan karier.

Dalam pemberian kloramfenikol tidak terdapat keseragaman dosis. Dosis yang dianjurkan ialah

50 – 100 mg/kgBB/hari, selama 10 – 14 hari. Untuk neonatus, penggunaan obat ini sebaiknya

dihindari, dan bila terpaksa, dosis tidak boleh melebihi 25 mg/kgBB/hari, selama 10 hari.

2. Tiamfenikol

Tiamfenikol mempunyai efek yang sama dengan Kloramfenikol karena susunan kimianya hampir

sama dan hanya berbeda pada gugusan R-nya. Dengan pemberian Tiamfenikol, demam turun setelah

5 – 6 hari. Komplikasi hematologi pada penggunaan Tiamfenikol jarang dilaporkan. Dosis oral

dianjurkan 50 – 100 mg/kgBB/hsri, selama 10 – 14 hari.

3. Kotrimoksasol

Pendapat mengenai Efektifitas kotrimksasol terhadap demam tifoid masih kontroversial.

Kelebihan kotrimoksasol antara lain dapat digunakan untuk kasus yang resisten terhadap

kloamfenikol, penyerapan di usus cukup baik, dan kemungkinan timbulnya kakambuhan pengobatan

12

Page 13: Case Demam ParaTyphoid

ILMUKESEHATAN ANAK NO RM : 001220xx

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

pengobatan lebih kecil dibandingkan kloramfenikol. Kelemahannya ialah dapat terjadi skin rash (1 –

15%), sindrom Steven Johnson, agranulositosis, trombositopenia, anemia megaloblastik, hemolisis

eritrosit terutama pada penderita G6PD,

Dosis oral yang dianjurkan adalah 30 – 40 mg/kgBB/hari. Sulfametoksazol dan 6 – 8

mg/kgBB/hari untuk Trimetoprim, diberikan dalam 2 kali pemberian, selama 10 – 14 hari.

4. Ampisilin dan Amoksisilin

Merupakan derivat Penisilin yang digunakan pada pengobatan demam tifoid, terutama pada

kasus yang resisten terhadap Kloramfenikol. Pernah dilaporkan adanya Salmonella yang resisten

terhadap Ampisilin di Thailand.

Ampisilin umumnya lebih lambat menurunkan demam bila dibandingkan dengan

Kloramfenikol, tetapi lebih efektif untuk mengobati karier serta kurang toksik. Kelemahannya dapat

terjadi skin rash (3 – 18%), dan diare (11%).

Ampisilin mempunyai daya antibakteri yang sama dengan Ampisilin, terapi penyerapan

peroral lebih baik sehingga kadar oabat yang tercapai 2 kali lebih tinggi, dan lebih sedikit timbulnya

kekambuhan (2 – 5%) dan karier (0 – 5%).

Dosis yang dianjurkan adalah :

Ampisilin 100 – 200 mg/kgBB/hari, selama 10 – 14 hari.

Amoksisilin 100 mg/kgBB/hari, selama 10 – 14 hari.

Pengobatan demam tifoid yang menggunakan obat kombinasi tidak memberikan keuntungan

yang lebih baik bila diberikan obat tunggal.

5. Seftriakson

Dosis yang dianjurkan adalah 50 – 100 mg/kgBB/hari, tunggal atau dalam 2 dosis iv.

6. Sefotaksim

Dosis yang dianjurkan adalah 150 – 200 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3- 4 dosis iv.

7. Siprofloksasin

Dosis yang dianjurkan adalah 2 x 200 – 400 mg oral pada anak berumur lebih dari 10 tahun

.

13

Page 14: Case Demam ParaTyphoid

ILMUKESEHATAN ANAK NO RM : 001220xx

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi adalah perforasi gastrointestinal atau perdarahan hebat,

meningitis, endokarditis, dan pneumonia yang mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi.

Prognosis

Prognosis demam tifoid/paratifoid tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan kesehatan

sebelumnya, dan ada tidaknya komplikasi. Dinegara maju, dengan terapi antibiotik yang adekuat,

angka mortalitas < 1%. Di negara berkembang, angka mortalitasnya > 10%, biasanya karena

keterlambatan diagnosis, perawatan, dan pengobatan. Munculnya komplikasi seperti perforasi

gastrointestinal atau perdarahan hebat, meningitis, endokarditis dan pneumonia, mengakibatkan

morbiditas dan mortalitas yang tinggi.

Relaps dapat timbul beberapa kali. Individu yang mengeluarkan S. ser. Typhi ≥ 3 bulan setelah

infeksi umumnya manjadi karier kronis. Risiko menjadi karier pada anak-anak rendah dan meningkat

sesuai usia. Karier kronik terjadi pada 1 – 5% dari seluruh pasien demam tifoid. Insidens penyakit

traktus biliaris lebih tinggi pada karier kronis dibanding dengan populasi umum. Walaupun karier

urin kronis juga dapat terjadi, hal ini jarang dan dijumpai terutama pada individu dengan

skistosomiasis.

Pencegahan

Secara umum, untuk memperkecil kemungkinan tercemar S.typhi/paratyphi, maka setiap

individu harus memperhatikan kualitas makanan dan minuman yang mereka konsumsi. Salmonella

typhi di dalam air akan mati apabila dipanasi setinggi 57ºC untuk beberapa menit atau dengan proses

iodinasi/klorinasi.

Untuk makanan, pemanasan sampai suhu 57ºC beberapa menit dan secara merata juga dapat

mematikan kuman Salmonella typhi. Penurunan endemisitas suatu negara/daerah tergantung pada

baik buruknya pengadaan sarana air dan pengaturan pembuangan sampah serta tingkat kesadaran

individu terhadap higiene pribadi. Imunisasi aktif dapat membantu menekan angka kejadian demam

tifoid..

14

Page 15: Case Demam ParaTyphoid

ILMUKESEHATAN ANAK NO RM : 001220xx

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

DAFTAR PUSTAKA

Soedarmo, Poorwo, SS, dkk ; penyunting : Buku ajar Infeksi dan Pediatri Tropis; Edisi

kedua; Ikatan Dokter Anak Indonesia 2010, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI,

Jakarta : 2010.

Richard E. Behrman, Robert M. Kliegman, Ann M. Arvin; edisi bahasa Indonesia: A Samik

Wahab; Ilmu Kesehatan Anak Nelson, ed.15- Jakarta: EGC, 1999.

Aru W, Sudoyo, dkk ; editor ; Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam; Jilid III, edisi IV;

Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, Jakarta : 2007

Alan R. Tumbelaka. Diagnosis dan Tata laksana Demam Tifoid. Dalam Pediatrics Update.

Cetakan pertama; Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta : 2003

Rampengan. T H : Penyakit infeksi Tropis pada Anak ; edisi 2. Jakarta : EGC 2007.

15

Page 16: Case Demam ParaTyphoid

ILMUKESEHATAN ANAK NO RM : 001220xx

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

16