Demam Tifoid Case

44
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid adalah suatu infeksi demam sistemik akut yang disebabkan oleh Salmonella typhi melalui asupan makanan atau minuman yang terkontaminasi. 1-3 Sampai saat ini demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan, hal ini disebabkan antara lain oleh pertumbuhan penduduk yang cepat, meningkatnya arus urbanisasi, kesehatan lingkungan yang kurang memadai, penyediaan air minum yang tidak memenuhi syarat, tingkat sosial ekonomi rendah dan masalah pada pelayanan kesehatan meliputi keterlambatan diagnosis. 4-6 Diperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun. 2 Demam tifoid endemik di negara berkembang seperti di subkontinen India, Asia Tenggara, Amerika Selatan dan Amerika Tengah serta Afrika. Di India, memberikan insiden tahunan lebih dari 900 per 100.000 populasi. 4 Surveilans Departemen Kesehatan RI, frekuensi kejadian demam tifoid di Indonesia menunjukkan angka yang terus meningkat, pada tahun 1990 sebesar 9,2 dan tahun 1994 menjadi 15,4 per 10.000 penduduk. Insiden demam tifoid bervariasi di setiap daerah, di daerah rural (Jawa Barat) 157 kasus per 100.000 penduduk sedangkan di 1

Transcript of Demam Tifoid Case

Page 1: Demam Tifoid Case

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Demam tifoid adalah suatu infeksi demam sistemik akut yang disebabkan

oleh Salmonella typhi melalui asupan makanan atau minuman yang

terkontaminasi.1-3 Sampai saat ini demam tifoid masih merupakan masalah

kesehatan, hal ini disebabkan antara lain oleh pertumbuhan penduduk yang cepat,

meningkatnya arus urbanisasi, kesehatan lingkungan yang kurang memadai,

penyediaan air minum yang tidak memenuhi syarat, tingkat sosial ekonomi rendah

dan masalah pada pelayanan kesehatan meliputi keterlambatan diagnosis.4-6

Diperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan

insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun.2

Demam tifoid endemik di negara berkembang seperti di subkontinen India,

Asia Tenggara, Amerika Selatan dan Amerika Tengah serta Afrika. Di India,

memberikan insiden tahunan lebih dari 900 per 100.000 populasi.4 Surveilans

Departemen Kesehatan RI, frekuensi kejadian demam tifoid di Indonesia

menunjukkan angka yang terus meningkat, pada tahun 1990 sebesar 9,2 dan tahun

1994 menjadi 15,4 per 10.000 penduduk. Insiden demam tifoid bervariasi di setiap

daerah, di daerah rural (Jawa Barat) 157 kasus per 100.000 penduduk sedangkan

di daerah urban ditemukan 760-810 per 100.000 penduduk.7 Di Samarinda, selama

tahun 2007 terdapat lebih dari 3000 kasus demam tifoid, persentasinya sebesar

24,23% dibandingkan dengan penyakit infeksi pada usus, data ini berdasarkan

laporan bulanan 14 Puskesmas kota Samarinda.8

Kemampuan mengenali manifestasi klinis demam tifoid sangat penting

untuk membantu menegakkan diagnosis secara dini,7 tetapi ditemukannya gejala

klinis yang sama pada beberapa penyakit infeksi lainnya membuat diagnosis

klinik demam tifoid menjadi cukup sulit.2 Diagnosis pasti demam tifoid adalah

dengan isolasi atau kultur Salmonella typhi dari darah, sumsum tulang, atau lesi

anatomis yang spesifik,2 dengan waktu yang dibutuhkan untuk identifikasi

biasanya sekurang-kurangnya tiga hari, sedangkan keputusan untuk memberikan

1

Page 2: Demam Tifoid Case

2

terapi harus dilakukan segera. Serologi dapat membantu dalam menegakkan

diagnosis.9 Uji Widal merupakan uji serologi yang paling banyak dipakai untuk

menunjang diagnosis termasuk di Indonesia, tetapi uji ini memiliki tingkat

sensitivitas dan spesifisitas sedang dan seringkali menghasilkan positif atau

negatif palsu.2,6,10

1.2 Tujuan

Melatih mahasiswa dalam melaporkan dengan baik suatu kasus yang

di dapat.

Menambah ilmu dan pengetahuan mengenai penyakit yang dilaporkan.

Membandingkan informasi yang terdapat pada literatur dengan

kenyataan yang terdapat langsung pada kasus.

Mendiagnosa dengan cepat dan menyusun rencana tatalaksana yang

tepat kepada pasien.

Page 3: Demam Tifoid Case

3

BAB II

LAPORAN KASUS

IDENTITAS

Nama : An. CF

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 5 tahun

Alamat : Sungai Keledang

MRS : 28 Oktober 2010

ANAMNESA

Alloanamnesa (oleh ibu kandung pasien), pada tanggal 28 Oktober 2010.

Keluhan Utama

Demam

Riwayat Penyakit Sekarang :

Demam dialami pasien sejak 11 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam

naik turun, mulai naik saat menjelang malam hari, dan turun pada saat pagi hari.

Pasien telah minum obat penurun panas tetapi tidak ada perubahan, bahkan

demam terasa semakin tinggi dalam 3 hari terakhir. Dua hari sebelum masuk

rumah sakit pasien mengigau bersamaan dengan kondisi tubuh pasien yang panas

sekali. Tidak ada menggigil. Pasien juga mengalami sakit kepala dan batuk yang

timbul bersamaan dengan demam hari pertama. Mual dan muntah dialami sejak 7

hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien tampak sangat lemah, sulit makan dan

minum. Tidak ada bintik merah dan mimisan dan tidak ada nyeri pada anggota

Page 4: Demam Tifoid Case

4

badan. Pasien tidak bisa buang air besar 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Tidak

ada mencret. Buang air kecil normal.

Riwayat penyakit dahulu

Pasien tidak pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya, pasien hanya

pernah menderita batuk, pilek dan diare yang sembuh dengan rawat jalan.

Riwayat penyakit keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa.

Pemeliharaan Prenatal

Periksa di : Puskesmas

Penyakit kehamilan : Tidak ada

Obat-obatan yang diminum : Tablet penambah darah

Riwayat Kelahiran

Lahir di : Rumah, di tolong oleh : bidan

Berapa bulan dalam kandungan : 8 bulan 2 minggu

Jenis partus : Spontan

Pemeliharaan Postnatal

Periksa di : Puskesmas

Keadaan anak : Sehat

Keluarga Berencana

Ya/Tidak : Ya

Memakai sistem : Pil

Sikap dan kepercayaan : Percaya

Pertumbuhan dan Perkembangan Anak

Berat badan lahir : 3.200 gr

Panjang badan lahir : 49 cm

Berat badan sekarang : 14 kg

Page 5: Demam Tifoid Case

5

Tinggi badan sekarang : 106 cm

Gigi keluar : 7 bulan

Tersenyum : 2 bulan

Miring : 4 bulan

Tengkurap : 4 bulan

Duduk : 10 bulan

Merangkak : 8 bulan

Berdiri : 11 bulan

Berjalan : 1 tahun

Berbicara 2 suku kata : 1 tahun

Masuk TK : 5 tahun

Makan Minum Anak

ASI : 0 bulan

Dihentikan : 2 tahun

Buah : 12 bulan

Bubur susu : 4 bulan

Tim saring : 8 bulan

Makanan padat dan lauknya : 12 bulan

Imunisasi

Imunisasi Usia saat imunisasi

I II III IV

BCG + //////// ///////// //////////

Polio + + + +

Campak + - //////////// //////////

DPT + + + //////////

Hepatitis B + + + //////////

Page 6: Demam Tifoid Case

6

Tifoid - - - -

PEMERIKSAAN FISIK

Dilakukan pada tanggal 28 Oktober 2010

Kesan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis

Tanda Vital

Nadi : 72 kali/menit

Tekanan Darah : 100/60 mmHg

Suhu badan : 36,9oC

Frekuensi nafas : 24 kali/menit

Berat badan : 14 kg

Panjang Badan : 106 cm

Status Gizi : Kurang

Kepala

Rambut merah : (-)

Ubun-ubun cekung : (-)

Mata :Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),

refleks cahaya (+/+), pupil isokor dekstra = sinistra

(3 mm/3mm)

Hidung : Sumbat (-), sekret (-)

Telinga : Bersih, sekret (-)

Mulut :Bibir kering, lidah kotor dan tremor, faring

hiperemis (-), pembesaran tonsil (-/-)

Leher

Page 7: Demam Tifoid Case

7

Kaku kuduk : (-)

Pembesaran Kelenjar : (-)

Dada

Inspeksi : Gerakan simetris, bintik merah (-)

Palpasi : Thrill (-)

Perkusi : Sonor

Auskultasi : Vesikuler, Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)

Jantung

S1/S2 tunggal reguler

Bising : (-)

Abdomen

Inspeksi : Flat

Palpasi : Nyeri tekan (+), hepar/lien tidak teraba, turgor baik

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Genitalia

Dalam batas normal.

Ekstremitas

Akral hangat, edema (-), tes tourniquet (-).

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium (tanggal 28 Oktober 2010)

Leukosit : 4.900 /mm3

Hb : 12,3 g/dl

Ht : 37,9 %

Trombosit : 189.000 /mm3

Page 8: Demam Tifoid Case

8

1/80 1/160 1/320

- Salmonela typhi - O (+) (+) (+)

- Salmonela typhi - H Negatif

- Salmonela paratyphi A - O Negatif

- Salmonela paratyphi A - H Negatif

- Salmonela paratyphi B - O (+) Negatif

- Salmonela paratyphi B – H Negatif

- Salmonela paratyphi C - O Negatif

- Salmonela paratyphi C - H Negatif

Pemeriksaan Laboratorium (tanggal 29 Oktober 2010)

Leukosit : 3.310 /mm3

Hb : 12,8 g/dl

Ht : 40,5 %

Trombosit : 93.000 /mm3

LED : 10

Pemeriksaan Laboratorium (tanggal 30 Oktober 2010)

Leukosit : 6.000 /mm3

Hb : 14,0 g/dl

Ht : 45,1 %

Trombosit : 54.000 /mm3

LED : 2

DDR : (-)

Page 9: Demam Tifoid Case

9

Dengue Ig G : (-)

Dengue Ig M : (+)

1/80 1/160 1/320

- Salmonela typhi - O (+) (+) (+)

- Salmonela typhi - H Negatif

- Salmonela paratyphi A - O Negatif

- Salmonela paratyphi A - H Negatif

- Salmonela paratyphi B - O (+) Negatif

- Salmonela paratyphi B – H Negatif

- Salmonela paratyphi C - O Negatif

- Salmonela paratyphi C - H Negatif

Pemeriksaan Laboratorium (tanggal 31 Oktober 2010)

Leukosit : 10.300 /mm3

Hb : 13,4 g/dl

Ht : 42,4 %

Trombosit : 59.000 /mm3

Pemeriksaan Laboratorium (tanggal 1 November 2010)

Leukosit : 8.710 /mm3

Hb : 11,9 g/dl

Ht : 39,6 %

Trombosit : 71.000 /mm3

Page 10: Demam Tifoid Case

10

Pemeriksaan Laboratorium (tanggal 2 November 2010)

Leukosit : 7.210 /mm3

Hb : 12,2 g/dl

Ht : 39,5 %

Trombosit : 172.000 /mm3

LED : 9

DIAGNOSIS KERJA SEMENTARA

Demam tifoid

PENATALAKSANAAN :

IVFD D5 ½ NS 14 tpm

Amoxicillin 3 x 500 mg (iv)

Paracetamol syr 3 x 1½ cth

PROGNOSIS

Bonam.

Page 11: Demam Tifoid Case

11

FOLLOW UP

Page 12: Demam Tifoid Case

12

Pera

WatanS O A P

Hari I

Tgl

28/10/1

0

Batuk (+),

badan lemes

(+)

CM

TD: 100/60

mmHg

N: 72x/’

RR: 24x/’

T: 36,90C

Demam tifoid IVFD D5 ½ NS 14 tpm

Amoxicillin 3 x 500 mg

(iv)

Paracetamol syr 3 x 1½

cth

Hari II

Tgl

29/10/1

0

Demam (-),

batuk (+) ,

mual (-),

muntah (-)

CM

TD: 100/60

mmHg

N: 76x/’

RR: 24x/’

T: 37,30C

Demam tifoid IVFD D5 ½ NS 14 tpm

Amoxicillin 3 x 500 mg

(iv)

Paracetamol syr 3 x 1½

cth

Hari III

Tgl

30/10/1

0

Nyeri perut (+),

demam (-),

batuk (+) ,

mual (-),

muntah (-)

CM

TD: 100/70

mmHg

N: 80x/’

RR: 20x/’

T: 36,60C

Demam tifoid IVFD D5 ½ NS 14 tpm

Amoxicillin 3 x 500 mg

(iv)

Paracetamol syr 3 x 1½

cth

Page 13: Demam Tifoid Case

13

Hari V

Tgl

1/11/10

Nyeri perut

(+) , demam

(-),

batuk (+) ,

mual (-),

muntah (-)

CM

TD: 90/70 mmHg

N: 72x/’

RR: 24x/’

T: 36,50C

Demam tifoid

+ Demam

dengue

IVFD D5 ½ NS 14 tpm

Amoxicillin 3 x 500 mg

(iv)

Paracetamol syr 3 x 1½

cth

Antasida syr 3 x ¾ cth

Dehaf 1 x 1 sachet

Hari VI

Tgl

2/11/10

Nyeri perut

(+) , demam

(-),

batuk (-), mual

(-), muntah (-)

CM

TD: 100/80

mmHg

N: 84x/’

RR: 24x/’

T: 37,10C

Demam tifoid

+ Demam

dengue

IVFD D5 ½ NS 14 tpm

Amoxicillin 3 x 500 mg

(iv)

Paracetamol syr 3 x 1½

cth

Antasida syr 3 x ¾ cth

Dehaf 1 x 1 sachet

Hari VII

Tgl

3/11/10

Nyeri perut

(+) , demam

(-),

batuk (-), mual

(-), muntah (-)

CM

TD: 100/80

mmHg

N: 80x/’

RR: 24x/’

T: 36,50C

Demam tifoid

+ Demam

dengue

Cefixime syr 3 x ¼ cth

KRS

Page 14: Demam Tifoid Case

14

Page 15: Demam Tifoid Case

15

BAB III

PEMBAHASAN

Pasien dengan nama An.CF usia 5 tahun datang dengan keluhan demam.

Berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan

pemeriksaan penunjang, pasien didiagnosa demam tifoid.

Manusia merupakan satu-satunya reservoir alamiah Salmonella typhi,

kontak langsung atau tidak langsung dengan orang yang terinfeksi diperlukan

untuk infeksi.9 Terdapat dua sumber penularan Salmonella typhi, yaitu pasien

dengan demam tifoid akut dan yang lebih sering, karier kronik.11,12 Sekitar 3%

penderita demam tifoid menjadi pembawa bakteri yang tetap, menyimpan bakteri

dalam kandung empedu, saluran empedu, atau kadang-kadang dalam usus atau

saluran kemih.13 Kasus demam tifoid karier merupakan faktor resiko terjadinya

outbreak demam tifoid, seperti pada kasus Mary Mallon yaitu seorang wanita

karier demam tifoid yang bekerja menangani makanan telah menginfeksi

sedikitnya 78 orang dan 5 orang meninggal di USA.7,14 Oleh sebab itu, dalam

kasus ini telah ditanyakan dalam anamnesis apakah sebelumnya pasien perrnah

mengalami keluhan serupa untuk mencari kemungkinan pasien mengalami relaps

serta juga ditanyakan apakah pada keluarga ada yang mengalami keluhan serupa

untuk mencari sumber penularan.

Resiko penularan demam tifoid terjadi melalui rute fekal oral.10 Transmisi

terjadi melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi dengan feses atau

urin dari pasien atau karier demam tifoid.15 Transmisi secara langsung dari tangan

ke mulut yang sebelumnya kontak dengan feses, urin, sekret pernapasan,

muntahan, atau pus dari individu yang terinfeksi dapat pula terjadi namun

jarang.16

Pada anak, periode inkubasi demam tifoid antara 5-40 hari dengan rata-rata

antara 10-14 hari. Kuman Salmonella typhi masuk ke dalam tubuh manusia

Page 16: Demam Tifoid Case

16

melalui mulut bersamaan dengan makanan dan minuman yang terkontaminsai.

Setelah kuman sampai lambung maka mula-mula timbul usaha pertahanan non

spesifik yang bersifat kimiawi yaitu adanya suasana asam oleh asam lambung dan

enzim yang dihasilkannya. Faktor yang menentukan apakah kuman dapat

melewati barier asam lambung adalah jumlah kuman yang masuk dan kondisi

asam lambung. Untuk menimbulkan infeksi, diperlukan Salmonella typhi

sebanyak 105-109 yang tertelan melalui makanan atau minuman.17

Anamnesis:

Fakta Teori

• Demam 11 hari sebelum

MRS.

• Mengigau 2 hari sebelum

MRS.

• Sakit kepala 11 hari

sebelum MRS.

• Mual 7 hari sebelum MRS.

• Muntah 7 hari sebelum

MRS.

• Sulit buang air besar 2 hari

sebelum MRS.

• Tampak sangat lemah

Demam tifoid:

Demam naik secara bertahap tiap hari,

mencapai suhu tertinggi pada akhir minggu

pertama, minggu kedua demam terus menerus

tinggi. Anak sering mengigau (derilium),

malaise, anoreksia, nyeri kepala, nyeri perut,

diare atau konstipasi, muntah, perut kembung.

Pada demam tifoid berat dapat dijumpai

penurunan kesadaran, kejang, dan ikterus.

Gejala klinis demam tifoid sangat bervariasi dari yang ringan bahkan

asimtomatik sampai dengan berat. Walaupun gejala klinis sangat bervariasi

namun gejala yang timbul setelah inkubasi dapat dibagi dalam (1) demam satu

minggu atau lebih, (2) gangguan saluran pencernaan, dan (3) gangguan

kesadaran.17

Page 17: Demam Tifoid Case

17

Dalam kasus ini timbul gejala klinis berupa demam, sakit kepala, mual, dan

muntah yang timbul mulai dari hari pertama sakit. Berdasarkan literatur, pada

minggu pertama gejala klinis penyakit demam tifoid ditemukan keluhan dan

gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri

kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan

tidak enak di perut, batuk, dan epistaksis.7

Demam yang terjadi pada penderita anak tidak selalu tipikal seperti pada

orang dewasa, kadang-kadang mempunyai gambaran klasik berupa stepwise

pattern, dapat pula mendadak tinggi dan remiten serta dapat pula bersifat ireguler

terutama pada bayi dan tifoid kongenital.5 Demam naik secara bertahap tiap

harinya dan mencapai titik tertinggi pada akhir minggu pertama, setelah itu

demam akan bertahan tinggi dan pada minggu keempat demam turun perlahan

secara lisis.15 Banyak orang tua pasien demam tifoid melaporkan bahwa demam

lebih tinggi saat sore dan malam hari dibandingkan dengan pagi harinya,18dalam

anamnesis kasus ini didapatkan data bahwa demam naik turun, mulai naik saat

menjelang malam hari, dan turun pada saat pagi hari.

Dalam minggu kedua pasien terlihat toksik dan lemah, gejala-gejala menjadi

lebih jelas berupa demam, pada saat demam sudah tinggi, dapat disertai gejala

sistem saraf pusat, seperti kesadaran berkabut atau derilium atau obtundasi, atau

penurunan kesadaran mulai apati sampai koma.7 Pada kasus diketahui bahwa

pasien mulai mengigau dua hari sebelum masuk rumah sakit bersamaan dengan

kondisi tubuh pasien yang panas sekali dan pasien tampak sangat lemah.

Pada minggu ketiga gejala akan kelihatan lebih jelas lagi yaitu perut terasa

sakit sekali, tidak buang air besar, denyut nadi cepat dan lemah, kesadaran

menurun dan kadang-kadang sampai tidak sadar. Pada stadium ini dapat terjadi

perdarahan usus, lalu disusul kematian.19 Pada pasien yang bertahan sampai

minggu keempat, demam, status mental, dan distensi abdomen secara perlahan

mulai membaik tetapi komplikasi saluran cerna masih terjadi. Pemulihan biasanya

berlangsung lambat.15

Page 18: Demam Tifoid Case

18

Pemeriksaan fisik:

Fakta Teori

Compos mentis

TD = 100/60 mmHg

Nadi = 72x/menit

Suhu = 36,90C

Kepala: bibir kering, lidah kotor

dan tremor

Dada: bintik merah (-), ronki (-/-)

Abdomen: hepar dan lien tidak

teraba, tympani, BU (+) normal

Kesadaran menurun, derilium

Suhu badan meningkat

Bradikardi relatif jarang dijumpai pada

anak

Bibir kering dan pecah-pecah

Lidah tampak kotor dengan putih di

tengah sedangkan tepi dan ujungnya

kemerahan.

Rose spot

Ronki dapat terdengar

Hepatomegali, splenomegali,

meteorismus

Pada pemeriksaan fisik seharusnya didapatkan suhu badan meningkat,

karena selama minggu kedua penyakit, demam tinggi bertahan. Tetapi, dalam

kasus ini suhu badan pasien dalam batas normal. Hal ini dapat disebabkan karena

pasien telah minum obat penurun panas sebelum dilakukannya pemeriksaan. Pada

pasien perlu dilakukan pemeriksaan suhu pada sore atau malam hari sebelum

diberikannya antipiretik untuk menacri bukti kebenaran laporan orangtua pasien

bahwa suhu lebih meningkat menjelang malam hari.

Bradikardi relatif dibandingkan dengan tingginya suhu tubuh dapat

menjadi petunjuk klinis pada tifoid, tetapi hanya ditemukan pada sebagian kecil

pasien. Bradikardi relatif (peningkatan suhu 1oC tidak diikuti peningkatan denyut

nadi 8 kali per menit) jarang dijumpai pada anak.1,18

Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-

pecah. Lidah tifoid biasanya terjadi beberapa hari setelah panas meningkat dengan

tanda-tanda antara lain, lidah nampak kering, dilapisi selaput tebal, di bagian

belakang tampak lebih pucat, di bagian ujung dan tepi lebih kemerahan. Bila

Page 19: Demam Tifoid Case

19

penyakit makin progresif akan terjadi desquamasi epitel, sehingga papilla lebih

prominen.5

Bintik merah muda (rose spot), lebih sering terjadi pada akhir minggu

pertama dan awal minggu kedua. Ruam ini muncul pada hari ke 7-10 dan bertahan

selama 2-3 hari. Rose spots yang disebabkan oleh embolisasi bakteri di mana

didalamnya mengandung kuman Salmonella merupakan suatu ruam

makulopapular yang berwarna merah pucat dengan ukuran 2-4 mm, yang dapat

menghilang jika ditekan, sering kali dijumpai pada daerah abdomen, torak,

ekstremitas, dan punggung orang kulit putih. Bintik merah muda juga dapat

berubah menjadi perdarahan kecil yang tidak mudah menghilang yang sulit dilihat

pada pasien berkulit gelap. Tidak pernah dilaporkan ditemukan pada anak

Indonesia.5,18

Bronkitis banyak dijumpai pada demam tifoid sehingga buku ajar lama

bahkan menganggap bronkitis sebagai bagian dari penyakit demam tifoid. Limpa

umumnya membesar dan sering ditemukan pada akhir minggu pertama dan harus

dibedakan dengan pembesaran oleh karena malaria, pembesaran limpa pada

demam tifoid tidak progresif dengan konsistensi lebih lunak.18

Pemeriksaan penunjang:

Fakta Teori

28 Oktober 2010

Leukosit : 4.900 /mm3

Hb : 12,3 g/dl

Ht : 37,9 %

Trombosit : 189.000 /mm3

Salmonela typhi O (+ 1/320)

29 Oktober 2010

Anemia

Leukopenia

Limfositosis relatif

Trombositopenia

Serologi Widal: kenaikan titer

Salmonella typhi O

Biakan darah terutama pada minggu 1-

2 dari perjalanan penyakit.

Biakan feses dan urin positif biasanya

Page 20: Demam Tifoid Case

20

Leukosit : 3.310 /mm3

Hb : 12,8 g/dl

Ht : 40,5 %

Trombosit : 93.000 /mm3

LED : 10

30 Oktober 2010

Leukosit : 6.000 /mm3

Hb : 14,0 g/dl

Ht : 45,1 %

Trombosit : 54.000 /mm3

LED : 2

DDR : (-)

Dengue Ig G : (-)

Dengue Ig M : (+)

Salmonela typhi O (+ 1/320)

31 Oktober 2010

Leukosit : 10.300 /mm3

Hb : 13,4 g/dl

Ht : 42,4 %

Trombosit : 59.000 /mm3

1 November 2010

Leukosit : 8.710 /mm3

Hb : 11,9 g/dl

Ht : 39,6 %

pada minggu kedua, ketiga.

Biakan sumsum tulang masih positif

sampai minggu ke-4.

Page 21: Demam Tifoid Case

21

Trombosit : 71.000 /mm3

2 November 2010

Leukosit : 7.210 /mm3

Hb : 12,2 g/dl

Ht : 39,5 %

Trombosit : 172.000 /mm3

LED : 9

Walaupun pada pemeriksaan darah perifer lengkap sering ditemukan

leukopenia, dapat pula terjadi kadar leukosit normal atau leukositosis.

Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder. Selain itu

pula dapat ditemukan anemia ringan dan trombositopenia. Pada pemeriksaan

hitung jenis leukosit dapat terjadi aneosinofilia maupun limfopeni. Laju endap

darah pada demam tifoid dapat meningkat.7 Penelitian oleh beberapa ilmuwan

mendapatkan bahwa hitung jumlah dan jenis leukosit serta laju endap darah tidak

mempunyai nilai sensitivitas, spesifisitas dan nilai ramal yang cukup tinggi untuk

dipakai membedakan antara penderita demam tifoid atau bukan, tetapi adanya

leukopenia dan limfositosis relatif menjadi dugaan kuat diagnosis demam tifoid.

Uji serologis digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis demam

tifoid. Uji serologi Widal merupakan suatu metode serelogik untuk mendeteksi

antibodi aglutinasi terhadap antigen O dan H. Pada fase akut mula-mula timbul

aglutinin O (pada hari ke 6-8), kemudian diikuti dengan aglutinin H (pada hari 10-

12). Pada orang yang telah sembuh aglutinin O masih tetap dijumpai setelah 4-6

bulan, sedangkan aglutinin H menetap lebih lama antara 9-12 bulan. Antibodi Vi

secara khas meningkat kemudian, setelah 3 sampai 4 minggu sakit, dan kurang

berguna pada diagnosis dini infeksi. Peran widal dalam diagnosis demam tifoid

sampai saat ini masih kontroversi dan uji Widal bukan untuk menentukan

kesembuhan penyakit.1,2,5,7

Page 22: Demam Tifoid Case

22

Ada 2 metode yang sampai saat ini dikenal yaitu Widal cara tabung

(konvensional) dan cara slide. Tidak ada kepustakaan yang menyebutkan nilai

titer Widal yang absolut untuk memastikan diagnosis demam tifoid. Hasil negatif

palsu pemeriksaan Widal disebabkan karena pengaruh antibiotik sebelumnya.

Epitop Salmonella typhi juga bereaksi silang dengan Enterobacteriaceae lain

sehingga menyebabkan hasil positif palsu. Hasil positif palsu juga dapat terjadi

pada kondisi klinis yang lain misalnya malaria dan sirosis. Spesifisitas

pemeriksaan widal kurang begitu baik karena Salmonella yang lain juga memiliki

antigen O dan H.2 Sensitivitas pemeriksaan widal kurang begitu baik karena

adanya sejumlah penderita dengan hasil biakan positif tetapi tidak pernah

dideteksi adanya antibodi dengan tes ini.5

Pada kasus ini sampel darah diambil pada minggu kedua sakit, dan

dilakukan sebanyak 2 kali, dengan waktu perbedaan pengambilan sampel hanya 1

hari, didapatkan hasil uji Widal yang sama untuk pemeriksaan pertama ataupun

yang kedua yaitu titer O 1/320 dan titer H negatif. Tes Widal tidak dapat dipakai

untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid bila hanya dilakukan satu

kali saja.5 Sekurang-kurangnya diperlukan dua bahan serum, yang diperoleh

dengan selang waktu 7-10 hari. Hasilnya ditafsirkan sebagai berikut, titer O yang

tinggi atau kenaikan titer O ( 1:160) menunjukkan adanya infeksi aktif, titer H

yang tinggi ( 1:160) menunjukkan bahwa penderita itu pernah divaksinasi atau

pernah terkena infeksi, titer Vi yang tinggi terdapat pada beberapa pembawa

bakteri (karier).13 Jadi dalam kasus ini dapat dikatakan bahwa pasien mengalami

infeksi pertama kali dan infeksi sedang aktif.

Beberapa faktor yang mempengaruhi uji Widal yaitu pengobatan dini

dengan antibiotik, gangguan pembentukan antibodi dan pemberian kortikosteroid,

waktu pengambilan darah, daerah endemik atau non-endemik, riwayat vaksinasi,

reaksi anamnestik yaitu peningkatan titer aglutinin pada infeksi bukan demam

tifoid akibat infeksi demam tifoid masa lalu atau vaksinasi, dan faktor teknik

pemeriksaan antar laboratorium.7

Page 23: Demam Tifoid Case

23

Diagnosis pasti dengan ditemukan kuman Salmonella typhi pada salah satu

biakan darah, feses, urin, sumsum tulang, cairan duodenum, atau dari rose spots.

Kultur darah adalah metode diagnosis standar (golden standard) tetapi pada kasus

ini kultur darah ataupun pemeriksaan bakteriologis lainnya tidak dilakukan, hal ini

dapat dikarenakan karena pada saat masuk rumah sakit pasien memberikan respon

yang baik terhadap pemberian terapi antibiotik dan pasien sudah tidak mengalami

demam. Waktu pengambilan darah yang paling baik adalah pada saat demam

tinggi atau sebelum pemakaian antibiotik. Karena 1-2 hari setelah diberi antibiotik

kuman sudah sukar ditemukan dalam darah. Metode biakan darah mempunyai

spesifisitas tinggi (95%) akan tetapi sensitivitasnya rendah (± 40%) terutama pada

anak dan pada pasien yang sudah mendapatkan terapi antibiotika sebelumnya.10,17

Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan tetapi

hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid.7 Hasil negatif mungkin

disebabkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Telah mendapat terapi antibiotik yang menyebabkan pertumbuhan kuman

dalam media biakan terhambat.7 Hal ini dapat diminimalisasi dengan

menggunakan sistem kultur darah otomatis dengan media kultur yang

dilengkapi dengan resin untuk mengikat antibiotik.20

2. Volume darah yang kurang. Bila darah yang dibiak terlalu sedikit hasil biakan

bisa negatif. 2

3. Riwayat vaksinasi.7

4. Saat pengambilan darah setelah minggu pertama, pada saat aglutinin semakin

meningkat.7

Jadi, pada kasus ini hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

menunjang sangat mendukung diagnosis demam tifoid, walaupun pemeriksaan

golden standard tidak dilakukan.

Pada stadium dini demam tifoid, beberapa penyakit kadang-kadang secara

klinis dapat menjadi diagnosis bandingnya yaitu influenza, gastroenteritis,

Page 24: Demam Tifoid Case

24

bronkitis, dan bronkopneumonia. Beberapa penyakit yang disebabkan oleh

mikroorganisme intraselular seperti tuberkulosis, infeksi jamur sistemik,

bruselosis, tularemia, shigelosis, dan malaria juga perlu dipikirkan.18

Pada perawatan hari kelima pasien didiagnosis demam dengue, jika dilihat

dari follow up diagnosis ini ditegakkan berdasarkan hasil Dengue blot IgG dan

IgM. Pada demam dengue masa tunas berkisar antara 3-5 hari (pada umumnya 5-8

hari). Awal penyakit biasanya mendadak, disertai gejala prodromal seperti nyeri

kepala, nyeri berbagai bagian tubuh, anoreksia, rasa menggigil dan malaise.

Dijumpai trias sindrom, yaitu demam tinggi, nyeri pada anggota badan, dan

timbulnya ruam. Pada lebih dari separuh pasien, gejala klinis timbul dengan

mendadak, disertai kenaikan suhu, nyeri kepala hebat, nyeri di belakang bola

mata, punggung otot, sendi dan disertai rasa mengigil. Pada beberapa penderita

dapat dilihat bentuk kurva suhu yang menyerupai pelana kuda atau bifasik, tetapi

pada penelitian selanjutnya bentuk kurva ini tidak ditemukan pada semua pasien

sehingga tidak dapat dianggap patognomonik.18 Dimana, dalam kasus ini demam

selama 11 hari terjadi secara terus-menerus, tidak ditemukan adanya periode

bebas demam, serta tidak ditemukan adanya ruam, artinya dari anamnesis kurang

mendukung diagnosis demam dengue, hal ini dapat dikarenakan adanya

kemungkinan pada seorang pasien terjadi dua infeksi bersamaan.

Hasil pemeriksaan laboratorium demam dengue yaitu leukopeni selama

periode para demam dan demam, neutrofilia relatif dan limfopenia yang disusul

oleh neutropenia dan limfositosis. Sel plasma meningkat pada masa

memuncaknya penyakit dan terdapatnya trombositopenia. Darah tepi menjadi

normal kembali dalam waktu 1 minggu.18 Jika dilihat hasil pemeriksaan

laboratorium darah tepi maka sangat sukar dibedakan apakah seorang pasien

sedang menderita demam tifoid dan atau demam dengue.

Dengue blot merupakan teknik yang baru dikembangkan dan merupakan

uji serologis dengue yang banyak dipakai saat ini. Uji ini dipakai untuk

mendeteksi adanya antibodi yang reaktif terhadap virus dengue serotipe 1, 2, 3

dan 4 dalam plasma atau serum penderita yang dicurigai menderita demam

Page 25: Demam Tifoid Case

25

dengue/demam berdarah dengue. Infeksi primer dan sekunder dibedakan melalui

respon imum yang tampak dari titer IgM dan IgG, yang kinetiknya mengalami

perubahan menyolok pada 3 fase yakni fase akut (sakit hari ke 2-4), fase

konvalesen dini (sakit hari ke 8-11) dan fase konvalesen (setelah hari ke 15). IgM

terdeteksi sejak hari ke 4-5 pada infeksi sekunder, dan sejak hari ke 5-10 pada

infeksi primer, meningkat sampai 3 minggu, menghilang setelah 60-90 hari. IgG

pada infeksi primer terdeteksi pada hari ke 14, pada infeksi sekunder terdeteksi

pada hari ke 2.

Gambar 3.1 Immune response to dengue infection.

Tabel 3.1 Interpretasi dari pemeriksaan IgM dan IgG

IgM IgG Interpretations

(+) (-) Primary infection

(+) (+) Secondary infection

(-) (+) Suspected secondary infection

(-) (-) Not DV infection

Page 26: Demam Tifoid Case

26

Penatalaksanaan:

Fakta Teori

IVFD D5 ½ NS 14 tpm

Amoxicillin syr 3 x 500 mg (iv)

Paracetamol syr 3 x 1½ cth

Antasida syr 3 x ¾ cth

Dehaf 1 x 1 sachet

Medikamentosa

Antibiotik: kloramfenikol (drug of

choice), amoksisilin, kotrimoksazol,

seftriakson, sefiksim

Kortikosteroid diberikan pada kasus

berat dengan gangguan kesadaran

Bedah

Pada penyulit perforasi usus.

Suportif

Tirah baring

Isolasi memadai

Kebutuhan cairan dan kalori dicukupi

Penderita yang harus dirawat dengan diagnosis praduga demam tifoid

harus dianggap dan dirawat sebagai penderita demam tifoid yang secara garis

besar ada 3 bagian yaitu perawatan, diet, dan obat,5 yang masing-masing bertujuan

mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan, mengembalikan rasa

nyaman dan kesehatan pasien secara optimal, pemberian antimikroba dengan

tujuan menghentikan dan mencegah penyebaran kuman.7

Penderita demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi,

observasi serta pengobatan. Pasien tetap berbaring sampai minimal 7 hari bebas

demam atau kurang lebih selama 14 hari, keadaan ini sangat diperlukan untuk

mencegah terjadinya komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus. Pemberian

cairan dan kalori yang adekuat sangat penting. Penderita demam tifoid sering

Page 27: Demam Tifoid Case

27

menderita demam tinggi, anoreksia, dan diare sehingga keseimbangan cairan

sangat penting diperhatikan. Antipiretik diberikan bila suhu diatas 38,5o C. Terapi

dietetik pada anak dengan demam tifoid tidak seketat penderita dewasa. Makanan

bebas serat dan mudah dicerna dapat diberikan. Setelah demam turun, dapat

diberikan makanan lebih padat dengan kalori yang adekuat.17

Pemilihan antibiotik sebelum dibuktikan adanya infeksi Salmonella dapat

dilakukan secara empiris dengan memenuhi kriteria berikut:17

1. Spektrum sempit

2. Penetrasi ke jaringan cukup baik

3. Cara pemberian mudah untuk anak

4. Tidak mudah resisten

5. Efek samping minimal

6. Adanya bukti efikasi klinis

Tabel 3.2 Penggunaan antibiotik yang dianjurkan

Antibiotik Dosis

Lini pertama

Kloramfenikol 50-100 mg/kgbb/hari secara intravena

dalam 4 dosis selama 10-14 hari (tidak

dianjurkan pada leukosit < 2000/ul)

Ampisilin

Amoksisilin

100-200 mg/kgBB/hari

100 mg/kgBB/hari

Kotrimoksazol 10 mg/kgbb/hari trimetoprim, dibagi 2

dosis, selama 14 hari.

Lini kedua

(demam tifoid

yang resisten

terhadap obat)

Seftriakson 50-80 mg/kgBB/hari, dosis tunggal

selama 10 hari.

Sefiksim 10-12 mg/kgbb/hari peroral, dibagi

dalam 2 dosis selama 14 hari.

Fluorokuinolon:

Page 28: Demam Tifoid Case

28

Siprofloksasin

Ofloksasin

10 mg/kg/bb/hari dalam 2 dosis

10-15 mg/kgbb/hari dalam 2 dosis

Pengobatan terhadap demam tifoid dengan antibiotik memerlukan acuan

data adanya angka kejadian dema tifoid yang bersifat multidrug resistant. Saat

redanya demam merupakan parameter keberhasilan pengobatan. Bila suhu turun,

berarti membaik, sedang bila menetap mungkin ada infeksi lain, komplikasi, atau

kuman penyebab multidrug resistant Salmonella typhi. Pemberian kortikosteroid

juga dianjurkan pada demam tifoid berat, misalnya bila ditemukan status

kesadaran derilium, stupor, koma, ataupun syok. Deksametason diberikan dengan

dosis awal 3 mg/kgbb, diikuti dengan 1 mg/kgbb setiap 6 jam selama 2 hari.17

Pada laporan kasus ini pasien mendapat terapi antibiotik amoxicillin 3 x

500 mg melalui intravena, menunjukkan respon pengobatan yang baik.

Amoksisilin memberikan hasil yang setara dengan kloramfenikol walaupun

penurunan demam lebih lama dan lebih efektif untuk mengobati karier serta

kurang toksisitas. Seharusnya pemberian amoksisilin dilanjutkan selama 14 hari

tetapi pada kasus ini hanya diberikan selama 7 hari perawatan. Untuk obat pulang,

pasien diberi cefixime syr 3 x ¼ cth, sebenarnya sefiksim merupakan obat lini ke

dua yang diberikan hanya pada kasus resisten. Pengguanaan antibiotik yang tidak

sesuai dapat meningkatkan terjadinya resistensi.17

Dari table follow up tampak bahwa pasien mendapat terapi antasida syr 3 x

¾ cth, ini merupakan terapi simtomatis untuk keluhan nyeri perut pasien. Pasien

juga mendapat Dehaf yang mengandung Psidium guajava extr 0.78 g, Phyllanthus

urinaria extr 0.78 g, Carica papaya extr 2.1 g, Curcuma aeruginosa extr 0.96 g,

Curcuma domestica rhizoma extr 1.38 g, yang diindikasikan sebagai suplemen

pada pasien dengan demam dengue hemorrhagic fever. Pasien tidak didiagnosis

sebagai penderita dengue hemorrhagic fever tetapi kandungan Dehaf yang

dipercaya dapat mempercepat terjadinya peningkatan trombosit agar tidak terjadi

manifestasi perdarahan. Jadi dalam kasus ini, pemberian Dehaf bersifat supportif.

Monitoring perlu dilakukan yaitu evaluasi demam. Apabila pada 4-5 hari

setelah pengobatan demam tidak reda, maka harus segera kembali dievaluasi

Page 29: Demam Tifoid Case

29

adakah komplikasi, sumber infeksi lain, resistensi Salmonella typhi terhadap

antibiotik, atau kemungkinan salah menegakkan diagnosis. Pasien dapat

dipulangkan apabila tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik, nafsu makan

membaik, dan tidak dijumpai komplikasi. Pengobatan dapat dilanjutkan di rumah.

Prognosis pasien demam tifoid tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan

kesehatan sebelumnya, dan ada tidaknya komplikasi. Relaps dapat timbul

beberapa kali. Risiko menjadi karier pada anak-anak rendah dan meningkat sesuai

usia.18

Komplikasi demam tifoid pada anak saat ini semakin jarang dijumpai oleh

karena sejak awal penyakit pada umumnya telah mendapat terapi antibiotik.

Komplikasi dapat terjadi di dalam saluran cerna maupun di luar saluran cerna.

Komplikasi di dalam saluran cerna berupa peritonitis, perdarahan, dan perforasi,

sedangkan komplikasi di luar saluran cerna adalah pneumonia, meningitis,

osteomielitis, hepatitis, dan ensefalopati.10

Pencegahan terhadap demam tifoid dilakukan dengan memperbaiki

sanitasi lingkungan dan perilaku sehari-hari, serta imunisasi secara aktif dengan

vaksin terhadap demam tifoid.17

Page 30: Demam Tifoid Case

30

DAFTAR PUSTAKA

1. Keusch GT. Salmonelosis. Dalam: Asdie A (Ed.), Harisson Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 2 E/13. Jakarta: EGC; 1999. Hal. 755-758.

2. World Health Organization. Background Document: The diagnosis, Treatment and Prevention of Typhoid Fever. Initiative for Vaccine Research of the Department of Vaccines and Biologicals in collaboration with Epidemic Disease of the Control Department of Communicable Disease Surveillance and Response. (online); 2003. (http://www.who.int/vaccines-documents/, diakses 4 Desember 2008).

3. Davey P. Tifoid. Dalam: Safitri A (Ed.), At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga; 2005. Hal. 298.

4. Pegues DA, Ohl ME, Miller SI. Salmonella Species, Including Salmonella Typhi. Dalam: Mandell, Douglas, and Bennett’s Principles and Practice of Infectious Disease Edisi 6 Volume 2. United States of America: Elsevier Churchill Livingstone; 2005. Hal. 2638.

5. Rampengan TH, Laurents IR. Demam Tifoid. Dalam: Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Jakarta: EGC; 1993. Hal. 53-71.

6. Muliawan SY, Surjadwijaja JE. Tinjauan Ulang Peranan Uji Widal sebagai Alat Diagnostik Penyakit Demam Tifoid di Rumah Sakit. Cermin Dunia Kedokteran. (online); 1999. No. 124,(http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/08.html, diakses 4 Desember 2008).

7. Widodo D. Demam Tifoid. Dalam: Sudoyo AW dkk (Eds.), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Keempat Jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006. Hal. 1774-1779.

8. Laporan Bulanan Data Kesakitan Tahun 2007. 2008. Dinas Kesehatan Kota Samarinda bagian Pelayanan Kesehatan.

9. Cleary TG, Ashkeazi S. Infeksi Salmonella. Dalam: Behrman RE, KliegmanRM, Jenson HB (Eds.), Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Volume 2. Jakarta: EGC; 1999. Hal. 970-973.

10. Hadinegoro SR. Demam Tifoid pada Anak. Makalah disajikan dalam simposium Masalah Alergi dan Penyakit Infeksi pada Anak. IDAI Cabang Jawa Timur Komisariat Kalimantan Timur: IDAI Wilayah Propinsi Kalimantan Timur; 2004. Hal. 1-8.

Page 31: Demam Tifoid Case

31

11. Lesser CF, Miller SI. Salmonellosis. Dalam: Kasper DL (Ed.), Harrison’s Principles of Internal Medicine Edisi 15 Volume 1. New York: McGraw-Hill; 2004. Hal. 970-973.

12. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W. (Eds.). Demam Tifoid. Dalam: Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta: Media Aesculapius FKUI; 2000. Hal. 421-423.

13. Jawetz E, Melnick J, Adelberg E. Batang Gram Negatif Enterik. Dalam: Irawati S (Ed.), Mikrobiologi Kedokteran Edisi 20. Jakarta: EGC; 1996. Hal. 243-245.

14. Pollack DV. Salmonella Enterica Typhi. (online); 2003. (http://web.uconn.edu/mcbstaff/graf/Student%20presentations/studentpresentations.html, diakses 19 Januari 2009).

15. Gillespie S. Salmonella Infections. Dalam: Cook G, Zumla A (Eds.), Manson’s Tropical Disease. London : ELST; 2003. Hal : 937-943.

16. Lee TP, Hoffman SL. Typhoid Fever. Dalam: Strickland GT. Hunter’s Tropical Medicine and Emerging Infectious Disease. United States of America: W.B. Saunders Company; 2000. Hal. 471-483.

17. Tumbelaka AR. Tata Laksana Demam Tifoid pada Anak. Dalam: Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan IDAI Jaya. Malang: IDAI Cabang Jawa Timur; 2005. Hal. 37-43.

18. Soedarmo SP. Demam Tifoid. Dalam: Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Jakarta: Sagung Seto; 2002. Hal. 338-345.

19. Rasmillah. Thypus. (online); 2001. (http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-rasmillah5.pdf, diakses 4 Desember 2008).

20. Novianti T. Pemeriksaan Anti Salmonella Typhi IgM untuk Diagnosis Demam Tifoid. Informasi Laboratorium Klinik Prodia. (online); 2006. (http://www.prodia.co.id, diakses 4 Desember 2008).