Case Report Demam Tifoid

49
Presentasi Kasus Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Demam Tifoid PRESENTASI KASUS DEMAM TIFOID KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CILEGON FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI Penyusun : Pribunga Fathma Sagardi NPM : 1102009216 I. Identitas Pasien - Nama : Ny. S - Usia : 35 Tahun - Pekerjaan : Penjual makanan ringan - Agama : Islam - Alamat : Cangon II Kecamatan Pulo Merak - No. CM : 32.45.-- - Tanggal Berobat : 9 Juli 2013 - Ruangan : Ruang Nusa Indah RSUD Cilegon Ruang 3 bed 6 II. Anamnesa Dilakukan secara auto-anamnesa pada tanggal 11 Juli 2013 hari Kamis pukul 10.00 WIB di Ruang Nusa Indah RSUD Cilegon. o Keluhan Utama : Demam sejak ± 2 minggu o Riwayat Penyakit Sekarang : Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi – RSUD Cilegon 1

description

tes

Transcript of Case Report Demam Tifoid

Page 1: Case Report Demam Tifoid

Presentasi Kasus Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamDemam Tifoid

PRESENTASI KASUS DEMAM TIFOID

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CILEGON

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

Penyusun : Pribunga Fathma Sagardi

NPM : 1102009216

I. Identitas Pasien

- Nama : Ny. S

- Usia : 35 Tahun

- Pekerjaan : Penjual makanan ringan

- Agama : Islam

- Alamat : Cangon II

Kecamatan Pulo Merak

- No. CM : 32.45.--

- Tanggal Berobat : 9 Juli 2013

- Ruangan : Ruang Nusa Indah RSUD Cilegon

Ruang 3 bed 6

II. Anamnesa

Dilakukan secara auto-anamnesa pada tanggal 11 Juli 2013 hari Kamis pukul 10.00

WIB di Ruang Nusa Indah RSUD Cilegon.

o Keluhan Utama :

Demam sejak ± 2 minggu

o Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke IGD RSUD Cilegon dengan keluhan demam sejak ± 2

minggu.Demam tinggi dirasakan pada sore hari.Pasien mengaku demamnya terus menerus

dirasakan,dan menggigil sehingga aktivitas pasien terganggu.Oleh karena itu pasien

mencoba berobat ke klinik dan bidan terdekat sekitar rumah pasien, ketika demam sudah

masuk pada hari ± ke-8.Pasien mengeluhkan juga perut kanan dan kiri terasa kembung dan

Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi – RSUD Cilegon 1

Page 2: Case Report Demam Tifoid

Presentasi Kasus Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamDemam Tifoid

keras.Selama berobat di klinik dan bidan tersebut yang sudah berjalan ± 5 hari,pasien

mendapatkan obat penurun panas yaitu paracetamol,namun demam masih timbul dan

pasien mengaku kondisi badan tidak ada perubahan.Sehingga di Bidan menyarankan agar

pasien dirujuk berobat ke RSUD Cilegon(IGD).Keluhan lain yang dirasakan pasien yaitu

mual namun tidak muntah,perut nyeri,BAB cair dan berlendir namun tidak berdarah

1x/hari SMRS,batuk serta pilek,BAK dalam keadaan normal, lidah pahit dan perih

sehingga nafsu makan menurun.

Pasien menyangkal merasakan pusing,sariawan,sesak nafas,nyeri saat berkemih,gusi

berdarah,mimisan,nyeri tenggorokan dan radang tenggorokkan,ataupun pingsan.Pasien

juga menyangkal riwayat minum minuman alkohol, merokok dan penyalahgunaan obat-

obatan.Pasien mengaku sering makan-makanan pedas,membeli makanan di luar,dan

ngopi(jarang).

o Riwayat Penyakit Dahulu:

Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama sebelumnya disangkal.

Riwayat penyakit paru-paru disangkal.

Riwayat asma,alergi,kencing manis,darah tinggi disangkal.

Riwayat Penyakit jantung,penyakit ginjal,penyakit hati dan penyakit kuning

disangkal oleh pasien.

Pasien mempunyai riwayat operasi usus buntu padan bulan Maret 2013.

o Riwayat Penyakit Keluarga:

Tidak ada anggota keluarga yang mengeluh keluhan yang sama dengan pasien.

Orangtua pasien(Ibu) memiliki riwayat darah tinggi.

o Anamnesis Sistem:

Tanda checklist (+) menandakan keluhan pada sistem tersebut. Tanda strip (-)

menandakan keluhan di sistem tersebut disangkal oleh pasien.

Kulit

(-) Bisul (-) Rambut (-) Keringat malam

(-) Kuku (-) Ikterus (-) Sianosis

Kepala

Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi – RSUD Cilegon 2

Page 3: Case Report Demam Tifoid

Presentasi Kasus Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamDemam Tifoid

(-) Trauma (-) Nyeri kepala

(-) Sinkop (-) Nyeri sinus

Mata

(-) Nyeri (-) Sekret

(-) Radang (-) Gangguan penglihatan

(-) Sklera Ikterus (+) Konjungtiva anemis

Telinga

(-) Nyeri (-) Tinitus

(-) Sekret (-) Gangguan pendengaran

(-) Kehilangan pendengaran

Hidung

(-) Trauma (-) Gejala penyumbatan

(-) Nyeri (-) Gangguan penciuman

(-) Sekret (-) Pilek

(-) Epistaksis

Mulut

(+) Bibir (-) Lidah kotor

(-) Gusi (-) Gangguan pengecapan

(-) Selaput (-) Stomatitis

Tenggorokan

(-) Nyeri tenggorok (-) Perubahan suara

(-) Nyeri menelan

Leher

(-) Benjolan/ massa (-) Nyeri leher

Jantung/ Paru

(-) Nyeri dada (-) Sesak nafas

Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi – RSUD Cilegon 3

Page 4: Case Report Demam Tifoid

Presentasi Kasus Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamDemam Tifoid

(-) Berdebar-debar (-) Batuk darah

(-) Ortopnoe (+) Batuk

Abdomen (Lambung / Usus)

(+) Rasa kembung (+) Perut membesar

(+) Mual (-) Wasir

(-) Muntah (+) Mencret

(-) Muntah darah (-) Melena

(-) Benjolan (-) Tinja berwarna dempul

(+) Nyeri perut (-) Tinja berwarna ter

Saluran Kemih / Alat Kelamin

(-) Disuria (-) Kencing nanah

(-) Stranguri (-) Kolik

(-) Poliuria (-) Oliguria

(-) Polakisuria (-) Anuria

(-) Hematuria (-) Retensi urin

(-) Batu ginjal (-) Kencing menetes

(-) Ngompol (-) Kencing seperti air teh

Katamenis

(-) Leukore (-) Perdarahan

(-) Lain-lain

Haid

(-) Hari terakhir (-) Jumlah dan lamanya (-) Menarche

(+) Teratur /tidak (-) Nyeri (-) Gejala Klimakterium

(-) Gangguan menstruasi (-) Paska menopause

Otot dan Syaraf

(-) Anestesi (-) Sukar menggigit

(-) Parestesi (-) Ataksia

(-) Otot lemah (-) Hipo/hiper-estesi

Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi – RSUD Cilegon 4

Page 5: Case Report Demam Tifoid

Presentasi Kasus Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamDemam Tifoid

(-) Kejang (-) Pingsan / syncope

(-) Afasia (-) Kedutan (tick)

(-) Amnesis (-) Pusing (Vertigo)

(-) Lain-lain (-) Gangguan bicara (disartri)

Ekstremitas

(-) Bengkak (-) Deformitas

(-) Nyeri sendi (-) Sianosis

III. Pemeriksaan Fisik

o VITAL SIGNS:

- Kesadaran : Compos Mentis

- Keadaan Umum : Sakit Sedang

- Tekanan Darah : 110/70 mmHg

- Nadi : 80 x/menit

- Respirasi : 22 x/menit

- Suhu : 38,5C

- TB/BB : 155/47

o STATUS GENERALIS:

Kulit : Berwarna coklat, tidak terdapat kelainan warna kulit, suhu febris, dan

turgor kulit baik, ikterik (-)

Kepala : Bentuk oval, simetris.

Rambut: Hitam, tumbuh teratur, tidak mudah di cabut.

Alis : Hitam, tumbuh lebat, tidak mudah dicabut.

Mata : Tidak exopthalmus, tidak enopthalmus, konjungtiva anemis, sklera

tidak ikterik, lensa jernih, pupil bulat dan isokor, pergerakan bola mata

baik, refleks cahaya langsung dan refleks cahaya tidak langsung (+/+).

Hidung : Tidak terdapat nafas cuping hidung, tidak deviasi septum, tidak ada

sekret, dan tidak hiperemis.

Telinga : Tidak terdapat sekret, tidak hiperemis, tidak ada nyeri tekan.

Mulut : Bibir pecah-pecah, gigi geligi tidak lengkap, gusi tidak hipertropi,

mukosa mulut kering, tonsil T1-T1 faring tidak hiperemis,lidah perih

Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi – RSUD Cilegon 5

Page 6: Case Report Demam Tifoid

Presentasi Kasus Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamDemam Tifoid

dan pahit.

Leher : Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening pada submentalis,

subklavikula,preaurikula,postaurikula,oksipital,sternokleidomastoideus,

dan supraklavikula. Tidak terdapat pembesaran tiroid, trakea tidak

deviasi.

- Thoraks :

Paru-paru : Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri pada saat

statis dan dinamis, tidak terdapat retraksi diafragma.

Palpasi : Fremitus taktil dan vokal simetris kiri dan kanan.

Perkusi : Sonor seluruh lapang paru, dan terdapat peranjakan paru-

hati

Auskultasi : Vesikuler kanan dan kiri, terdapat rhonki -/-, wheezing -/-

Jantung : Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat.

Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS IV linea midklavikula sinistra,

dan tidak terdapat thrill.

Perkusi : Batas jantung kanan pada ICS V linea sternalis dextra,

batas jantung kiri pada ICS V linea midklavikula sinistra.

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal, tidak terdapat murmur dan

tidak terdapat gallop.

Abdomen : Inspeksi : Tampak simetris,membesar,dan terdapat sikatrik post

op appendisitis, tidak tampak caput medusa maupun spider

nevy.

Auskultasi : Terdengar bising usus, bising aorta abdominalis tidak

terdengar.

Perkusi : Suara redup di semua lapang abdomen,terdapat nyeri

ketuk.

Palpasi : Distensi,terdapat nyeri tekan di epigastrium dan

tidak terdapat nyeri lepas,teraba hepar membesar 3 jari dari

bawah arcus costae dan teraba lien membesar di titik

schuffner II-III dari bawah arcus costae.

Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan

Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi – RSUD Cilegon 6

Page 7: Case Report Demam Tifoid

Presentasi Kasus Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamDemam Tifoid

Ekstremitas : Akral hangat, cappilary refill kurang dari 2 detik, kekuatan

otot, tidak terdapat udem di ke-empat ekstrimitas.

Refleks fisiologis dan patologis : Tidak dilakukan pemeriksaan.

IV. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan 09/7/2013 Nilai Normal

Hb 8,5 g/dl P: 14-18 W: 12-16

Ht 26,5% P: 40-48 W: 37-43

Leukosit 9.000 /µl 5000 - 10000

Trombosit 553.000 /µl 150 – 450 rb/µ

GDS 151 mg/dl < 200 mg/dl

Protein Total - 6 – 8 g/dl

Bilirubin Total - 0 – 1 mg/dl

Bilirubin Direct - 0 – 0,25 mg/dl

Bilirubin Indirect - 0 – 0,7 mg/dl

SGOT 40 µ/l P: < 37 W: < 31

SGPT 31 µ/l P: < 41 W: < 31

Ureum 24 mg/dl 17 – 43 mg/dl

Kreatinin 1,2 P: 0,7-1,1 W: 0,6-0,9

Anti HAV - -

HBsAg - -

Anti HCV - -

Natrium 127,7 mmol/l 135- 155 mmol/l

Kalium 3,38 mmol/l 3,6 – 5,5 mmol/l

Klorida 95,3 mmol/l 95 – 107 mmol/l

Alkali Phospatase - < 258 µ/l

Widal

S Typhi O 1/160 S Typhi H 1/320

S Paratyphi AO - S Paratyphi AH 1/320

Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi – RSUD Cilegon 7

MCV= 71,2 fl

MCH= 22,8 pg

MCHC= 32,1 g/dL

RDW= 19,2 %

5 5

5 5

Page 8: Case Report Demam Tifoid

Presentasi Kasus Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamDemam Tifoid

S Paratyphi BO 1/320 S Paratyphi BH -

S Paratyphi CO - S Paratyphi CH -

Urinalisa (9 Juli 2013)

Makroskopik Sedimen

Warna kuning Leukosit 8-10

Kekeruhan keruh Eritrosit 0-1

Berat jenis 1030 Epitel +

PH 6,0 Jenis silinder granuler +

Albumin +++ Jenis kristal amorf +

Glukosa - Bakteri -

Keton - Jamur -

Bilirubin - Lain-lain -

Darah samar -

Nitrit -

Urobilinogen +

Feses(9 Juli 2013)

Makroskopik Mikroskopik

Warna coklat Leukosit 0-2

Bau busuk Eritrosit 0-1

Darah - Makrofag -

Konsistensi lunak Amuba -

Lendir - Telur cacing -

Sisa makanan +

Amilum -

Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi – RSUD Cilegon 8

Page 9: Case Report Demam Tifoid

Presentasi Kasus Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamDemam Tifoid

Radiologi Thoraks (10 Juli 2013)

Kesan : Efusi pleura dextra , Bronkopneumonia

-tampak infiltrat pada lapangan bawah paru kanan

-tampak perselubungan opak homogen di lapang atas sampai bawah hemitoraks kanan

-COR : CTR < 50 %,aorta baik

V. Diagnosis

1. Diagnosis Kerja:

Demam tifoid

2. Dasar Diagnosis

Anamnesis:

Demam sejak ± 2 minggu.Demam tinggi dirasakan pada sore hari.Pasien mengaku

demamnya terus menerus dirasakan,dan menggigil sehingga aktivitas pasien terganggu.

Pasien mengeluhkan juga perut kanan dan kiri terasa kembung dan keras.Keluhan lain

yang dirasakan pasien yaitu mual namun tidak muntah,perut nyeri,BAB cair dan berlendir

namun tidak berdarah 1x/hari SMRS,batuk serta pilek,BAK dalam keadaan normal, lidah

pahit dan perih sehingga nafsu makan menurun.

Pasien menyangkal merasakan pusing,sariawan,sesak nafas,nyeri saat berkemih,gusi

berdarah,mimisan,nyeri tenggorokan dan radang tenggorokkan,ataupun pingsan.Pasien

Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi – RSUD Cilegon 9

Page 10: Case Report Demam Tifoid

Presentasi Kasus Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamDemam Tifoid

juga menyangkal riwayat minum minuman alkohol, merokok dan penyalahgunaan obat-

obatan.Pasien mengaku sering makan-makanan pedas,membeli makanan di luar,dan

ngopi(jarang).

Pemeriksaan Fisik

- Konjungtiva anemis (+)

- Mual (+)

- Perut distensi

- Nyeri perut (+)

- Hepatosplenomegali

- Nyeri tekan epigastrium (+)

- Bibir pecah-pecah dan lidah pahit

Pemeriksaan Penunjang

- Hemoglobin

- Hematokrit

- SGOT ↑

- Leukosit dbn

- Tes widal :

S typhi O 1/160

S paratyphi BO 1/360

S typhi H 1/320

S paratyphi AH 1/320

- Urinalisa dan feses

VI. Diagnosis Banding

Gastroenteritis

Leptospirasis

Tularemia tifoidal

Malaria

Sepsis

Penyakit hodgkin

VII. Pemeriksaan yang Dianjurkan

USG abdomen

Uji TUBEX

Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi – RSUD Cilegon 10

Page 11: Case Report Demam Tifoid

Presentasi Kasus Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamDemam Tifoid

VIII. Terapi yang diberikan

Non farmakologis :

Tirah baring

IVFD RL 20 tpm

Farmakologis :

Inj.Ceftriakson 1 x 2 gr dalam NS 100cc

Inj.Ranitidin 2 x 1 ampul

KSR 2x1 tablet

Prenatin plus 2x1 tablet

Curcuma 3 x 1 tablet

Paracetamol 3 x 1 tablet

Co.spPD

IX. Prognosis

- Quo ad vitam : ad bonam

- Quo ad functionam : ad bonam

- Quo ad sanationam : dubia ad bonam

X. Follow Up

Tanggal Follow Up Perjalanan Penyakit Terapi

Hari rawat

ke- 2

10/07/2013

S/ Demam (+),tinggi pada sore hari,Lemas

(+), mual (+), muntah (-),mencret

(+),nyeri perut , nyeri tekan perut,perut

terasa kembung dan

membesar.pusing(-)nafsu makan masih

hilang.

O/ KU : Sakit Sedang KS : Composmentis

TTV : TD : 100/60 mmHg

N : 86 x/menit

R : 24 x/menit

S : 38 oC

Kelapa : Normocephal

Mata : Conjungtiva anemis +/+,

IVFD RL 20 tpm

Inj. Ceftriaxone 1 x 2 gr

Inj. Ranitidin 2 x 1 amp

KSR 2x1 tablet

Paracetamol 3 x 1 tablet

(k/p)

Transfusi PRC s/d Hb ≥

10

Jam 19.00PRC darah

1 kolf(labu ke-1)

Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi – RSUD Cilegon 11

Page 12: Case Report Demam Tifoid

Presentasi Kasus Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamDemam Tifoid

Sklera ikterik -/-

THT : bibir kering dan pecah-

pecah,lidah perih,tidak ada sariawan.

Thorax : Simetris, retraksi (-)

Pulmo : Vesikuler, Rhonki -/-,

Wheezing -/-

Cor : BJ I-II regular, Murmur

(-), Gallop (-)

Abdomen : Distensi, Bising Usus (+)

Nyeri tekan perlapang abdomen (+),teraba

hepatosplenomegali

Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)

di keempat ekstremitas

A/ Demam Tifoid

Hari rawat

ke-3

11/07/2013

S/ Demam(+)tinggi,berkeringat banyak,BAB

sudah tidak

mencret,mual(+),muntah(-)pusing(-),nyeri

perut dan nyeri tekan,perut terasa

kembung dan membesar,nafsu makan

membaik,

O/ KU : Sakit Sedang KS : Composmentis

TTV : TD : 90/60 mmHg

N : 80 x/menit

R : 22 x/menit

S : 39,5 oC

Kelapa : Normocephal

Mata : Conjungtiva anemis +/+,

Sklera ikterik -/-

THT : bibir kering dan pecah-

pecah,lidah pahit,tidak ada nyeri

tenggorok,T1-T1 tidak hiperemis.

Thorax : Simetris, retraksi (-)

Pulmo : Vesikuler, Rhonki -/-,

IVFD NaCl 20 tpm

Inj. Ranitidine 2 x 1 amp

Inj.Ceftriaxone 1x2gr

Paracetamol 3 x 1 tab

(k/p)

Jam 01.30 PRC darah

1 kolf(labu ke-2)

USG abdomen

dianjurkan

Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi – RSUD Cilegon 12

Page 13: Case Report Demam Tifoid

Presentasi Kasus Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamDemam Tifoid

Wheezing -/-

Cor : BJ I-II regular, Murmur

(-), Gallop (-)

Abdomen : Distensi, Bising Usus (+)

Nyeri tekan perlapang

abdomen (+),teraba hepatosplenomegali

Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)

di keempat ekstremitas

A/ Demam tifoid

ANALISA KASUS

1. Apakah penegakan diagnosis pada kasus ini sudah tepat?

Anamnesis:

Demam sejak ± 2 minggu.Demam tinggi dirasakan pada sore hari.Pasien mengaku

demamnya terus menerus dirasakan,dan menggigil sehingga aktivitas pasien terganggu.

Pasien mengeluhkan juga perut kanan dan kiri terasa kembung dan keras.Keluhan lain

yang dirasakan pasien yaitu mual namun tidak muntah,perut nyeri,BAB cair dan berlendir

namun tidak berdarah 1x/hari SMRS,batuk serta pilek,BAK dalam keadaan normal, lidah

pahit dan perih sehingga nafsu makan menurun.

Pasien menyangkal merasakan pusing,sariawan,sesak nafas,nyeri saat berkemih,gusi

berdarah,mimisan,nyeri tenggorokan dan radang tenggorokkan,ataupun pingsan.Pasien

juga menyangkal riwayat minum minuman alkohol, merokok dan penyalahgunaan obat-

obatan.Pasien mengaku sering makan-makanan pedas,membeli makanan di luar,dan

ngopi(jarang).

Pemeriksaan Fisik

- Konjungtiva anemis (+)

- Mual (+)

- Perut distensi

- Nyeri perut (+)

- Hepatosplenomegali

- Nyeri tekan epigastrium (+)

Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi – RSUD Cilegon 13

Page 14: Case Report Demam Tifoid

Presentasi Kasus Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamDemam Tifoid

- Bibir pecah-pecah dan lidah pahit

Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi – RSUD Cilegon 14

Page 15: Case Report Demam Tifoid

Presentasi Kasus Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamDemam Tifoid

Pemeriksaan Penunjang

- Hemoglobin

- Hematokrit

- SGOT ↑

- Leukosit dbn

- Tes widal :

S typhi O 1/160

S paratyphi BO 1/360

S typhi H 1/320

S paratyphi AH 1/320

- Urinalisa dan feses

Kesimpulan : Penegakan diagnosis pada pasien ini sudah tepat,dan pemeriksaan

penunjang USG abdomen akan dilakukan.

Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi – RSUD Cilegon 15

Page 16: Case Report Demam Tifoid

Presentasi Kasus Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamDemam Tifoid

TINJAUAN PUSTAKA

Pendahuluan

Demam tifoid merupakan penyakit yang masih endemik di Indonesia, karena demam

tifoid merupakan salah satu penyakit yang mudah menular sehingga dapat menimbulkan

wabah.

Insiden demam tifoid disetiap daerah berbeda dan biasanya terkait dengan sanitasi

lingkungan misalnya penyediaan air bersih yang belum memadai, pembuangan sampah yang

kurang memenuhi syarat kesehatan lingkungan. Meskipun insiden demam tifoid cukup tinggi

di Indonesia, namun berdasarkan hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga Departemen

Kesehatan RI ( SKRT Depkes RI ), demam tifoid tidak termaksud dalam 10 penyakit yang

mortalitasnya tinggi.

Definisi

Demam tifoid adalah penyakit sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella

typhi dan Salmonella paratyphi yang masuk ke dalam tubuh manusia. Demam tifoid

merupakan penyakit yang mudah menular dan menyerang banyak orang sehingga dapat

menimbulkan wabah.

Demam tifoid (tifus abdominalis, enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang

biasanya terdapat pada saluran cerna dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada

saluran cerna, dan gangguan kesadaran.

Epidemiologi

Demam tifoid dan demam paratifoid endemik di Indonesia. Penyakit ini termasuk

penyakit menular yang tercantum dalam undang-undang No. 6 tahun 1962 tentang wabah.

Kelompok penyakit menular ini merupakan penyakit-penyakit yang mudah menular dan

dapat menyerang banyak orang, sehingga dapat menimbulkan wabah. Walaupun demam

tifoid tercantum dalam undang-undang wabah dan wajib dilaporkan, namun data yang

lengkap belum ada, sehingga gambaran epidemiologisnya belum diketahui secara pasti.

Di Indonesia demam tifoid jarang dijumpai secara epidemik, tetapi lebih sering

bersifat sporadik, terpencar-pencar disuatu daerah, dan jarang menimbulkan lebih dari satu

kasus pada orang-orang serumah. Sumber penularannya biasanya tidak dapat ditemukan. Ada

Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi – RSUD Cilegon 16

Page 17: Case Report Demam Tifoid

Presentasi Kasus Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamDemam Tifoid

dua sumber penularan S. Typhi yaitu pasien dengan demam tifoid dan yang lebih sering

adalah pasien carrier. Orang-orang tersebut mengekskresi 109 sampai 1011 kuman per gram

tinja.

Didaerah endemik transmisi terjadi melalui air yang tercemar. Makanan yang

tercemar oleh carrier merupakan sumber penularan yang paling sering di daerah nonendemik.

Carrier adalah orang yang sembuh dari demam tifoid dan masih terus mengekskresi S. typhi

dalam tinja dan air kemih selama lebih dari satu tahun. Disfungsi kandung empedu

merupakan predisposisi untuk terjadinya carrier. Kuman-kuman S. typhi berada didalam batu

empedu atau dalam dinding kandung empedu yang mengandung jaringan ikat, akibat radang

menahun.

Etiologi

Demam tifoid : Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi

Demam paratifoid : Spesies Salmonella enteridis, yaitu S.enteridis bioserotipe A,

S.enteridis bioserotipe B, S.enteridis bioserotipe C (kuman2 ini lebih dikenal dengan nama

S.paratyphi A, S.schottmuelleri, S.hirschfeldii

Kuman ini berbentuk batang, gram negatif, tidak membentuk spora, motil, berkapsul, dan

mempunyai flagela (rambut getar). Kuman ini tumbuh dalam suasana aerob dan fakultatif

anaerob pada suhu 15-41o C (suhu pertumbuhan optimal 37o C) serta pH pertumbuhan 6-8.

Kuman ini bertahan hidup beberapa minggu di alam bebas seperti di air, es, sampah, dan

debu serta hidup subur pada medium yang mengandung garam empedu. Kuman ini mati

dengan pemanasan (suhu 60o C) selama 15-20 menit, pasteurisasi, pendidihan, dan

khlorinisasi.

Salmonella typhi mempunyai 3 macam antigen yaitu:

1. Antigen O (antigen somatik) terletak pada lapisan luar kuman. Bagian ini mempunyai

struktur kimia lipopolisakarida atau endotoksin. Antigen ini tahan terhadap panas dan

alkohol tetapi tidak tahan terhadap formaldehid.

2. Antigen H (antigen flagela) terletak pada flagela, fimbria, atau fili dari kuman.

Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan terhadap formaldehid

tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol.

3. Antigen Vi terletak pada kapsul (envelope) kuman yang dapat melindungi kuman

terhadap fagositosis.

Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi – RSUD Cilegon 17

Page 18: Case Report Demam Tifoid

Presentasi Kasus Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamDemam Tifoid

Antigen tersebut di dalam tubuh penderita akan menimbulkan pembentukan 3 macam

antibodi yang lazim disebut aglutinin.

Patogenesis

Bagan 1. Pathway Typhoid Fever

Manifestasi klinik

Masa inkubasi demam tifoid sekitar 10-14 hari, rata-rata 2 minggu. Spektrum

klinis demam tifoid tidak khas dari asimtomatik atau ringan seperti panas disertai diare

sampai dengan klinis yang berat seperti panas tinggi, gejala septik, ensefalopati, atau timbul

komplikasi gastrointestinal berupa perdarahan dan perforasi usus. Hal ini mempersulit

penegakkan diagnosis jika hanya berdasarkan gambaran klinisnya.

Demam merupakan gejala klinis terpenting yang timbul pada semua penderita

demam tifoid. Demam dapat muncul tiba-tiba, dalam 1-2 hari menjadi parah dengan gejala

yang menyerupai septikemia karena Streptococcus atau Pneumococcus daripada Salmonella

Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi – RSUD Cilegon 18

Page 19: Case Report Demam Tifoid

Presentasi Kasus Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamDemam Tifoid

typhi. Menggigil tidak biasa didapatkan pada demam tifoid tetapi pada malaria. Namun,

demam tifoid dan malaria dapat timbul bersamaan pada 1 penderita. Sakit kepala hebat yang

menyertai demam tinggi dapat menyerupai gejala meningitis. Nyeri perut kadang tidak dapat

dibedakan dengan apendiksitis. Pada tahap lanjut dapat muncul gejala peritonitis akibat

perforasi usus.

Minggu ke-1 penderita mengalami demam (suhu berkisar 39-40 oC), nyeri

kepala, epistaksis, batuk, anoreksia, mual, muntah, konstipasi, diare, nyeri perut, nyeri

otot, dan malaise. Minggu ke-2 pasien mengalami demam, lidah khas berwarna putih

(lidah kotor), bradikardia relatif, hepatomegali, splenomegali, meteorismus, dan bahkan

gangguan kesadaran (delirium, stupor, koma, atau psikosis).

Demam pada demam tifoid umumnya berangsur-angsur naik selama minggu ke-

1, terutama sore dan malam hari (febris remiten). Pada minggu ke-2 dan ke-3 demam

terus-menerus tinggi (febris kontinyu) kemudian turun secara lisis. Demam tidak hilang

dengan antipiretik, tidak menggigil, tidak berkeringat, dan kadang disertai epistaksis.

Gangguan gastrointestinal meliputi bibir kering dan pecah-pecah disertai lidah kotor,

berselaput putih, dan tepi hiperemis. Perut agak kembung dan mungkin nyeri tekan. Lien

membesar, lunak, dan nyeri tekan. Pada awal penyakit umumnya terjadi diare kemudian

menjadi obstipasi.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium untuk demam tifoid meliputi pemeriksaan hematologi,

urinalisis, kimia klinis, imunoserologi, mikrobiologi, dan biologi molekuler. Pemeriksaan

ini untuk membantu menegakkan diagnosis, menentukan prognosis, serta memantau

perjalanan penyakit, hasil pengobatan, dan timbulnya komplikasi.

1. Hematologi

a. Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun jika terjadi komplikasi perdarahan

atau perforasi usus.

b. Hitung leukosit rendah (leukopenia) tetapi dapat normal atau tinggi.

c. Hitung jenis neutrofil rendah (neutropenia) dengan limfositosis relatif.

d. Laju endap darah (LED) meningkat.

e. Jumlah trombosit normal atau menurun (trombositopenia).

2. Urinalisis

a. Protein bervariasi dari negatif sampai positif (akibat demam).

b. Leukosit dan eritrosit normal tetapi meningkat jika terjadi komplikasi.

Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi – RSUD Cilegon 19

Page 20: Case Report Demam Tifoid

Presentasi Kasus Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamDemam Tifoid

3. Kimia klinis

Enzim hati (SGOT dan SGPT) sering meningkat dengan gambaran radang sampai

hepatitis akut.

4. Imunoserologi

a. Widal

Widal digunakan untuk mendeteksi antibodi di dalam darah terhadap

antigen bakteri Salmonella typhi atau paratyphi (reagen). Pada uji ini hasil positif

jika terjadi reaksi aglutinasi antara antigen dengan antibodi yang disebut aglutinin.

Oleh karena itu, antibodi jenis ini dikenal sebagai febrile agglutinin. Hasil uji ini

dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga dapat memberikan hasil positif palsu

atau negatif palsu. Hasil positif palsu dapat disebabkan pernah vaksinasi, reaksi

silang dengan spesies lain (Enterobacteriaceae sp), reaksi anamnestik (pernah

sakit), dan adanya faktor reumatoid (RF). Hasil negatif palsu dapat disebabkan

sudah mendapatkan terapi antibiotik, waktu pengambilan darah kurang dari 1

minggu sakit, keadaan umum buruk, dan adanya penyakit imun lain.

Aglutinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis demam tifoid. Makin

tinggi titer, makin besar kemungkinan menderita demam tifoid. Pembentukan

aglutinin mulai terjadi pada akhir minggu ke-1 demam kemudian meningkat

secara cepat dan mencapai puncak pada minggu ke-4 serta tetap tinggi selama

beberapa minggu. Pada fase akut mula-mula timbul aglutinin O dan diikuti

aglutinin H. Orang yang sembuh, aglutinin O masih dijumpai setelah 4-6 bulan

sedangkan aglutinin H menetap lebih lama 9-12 bulan.

Jika titer O sekali periksa ≥ 1/200 atau terjadi kenaikan titer 4 kali,

diagnosis demam tifoid dapat ditegakkan. Aglutinin H dikaitkan dengan pasca

imunisasi atau infeksi masa lampau sedangkan Vi untuk deteksi pembawa kuman

(karier).

b. Elisa Salmonella typhi atau paratyphi lgG dan lgM

Uji ini lebih sensitif dan spesifik dibandingkan uji widal untuk

mendiagnosis demam tifoid. lgM positif menandakan infeksi akut sedangkan lgG

positif menandakan pernah kontak, terinfeksi, reinfeksi, atau di daerah endemik.

c.Uji TUBEX

Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi – RSUD Cilegon 20

Page 21: Case Report Demam Tifoid

Presentasi Kasus Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamDemam Tifoid

Metode dari tes TUBEX ini adalah mendeteksi antibody melalui kemampuannya

untuk memblok ikatan antara reagent monoclonal anti-O9 s.typhi (antibody-coated

indicator particle) dengan reagent antigen O9 s.typhi (antigen-coated magnetic

particle) sehingga terjadi pengendapan dan pada akhirnya tidak terjadi perubahan

warna.

Protokol kerja dari tes TUBEX adalah sebagai berikut:

• Masukkan 45µl antigen-coated magnetic particle (Brown reagent)

pada reaction container yang disediakan (satu set yang terdiri dari

enam tabung berbentuk V)

• Masukan 45µl serum sampel (serum harus jernih), lalu campurkan

keduanya dengan menggunakan pipette tip

• Inkubasi dalam 2 menit

• Tambahkan 90µl antibody-coated indicator particle (Blue reagent)

• Tutup tempat reaksi tersebut dengan menggunakan strip, lalu ubah

posisi tabung dari vertikal menjadi horisontal dengan sudut 90.

Setelah itu goyang-goyangkan tabung kedepan dan kebelakang

selama 2 menit. Perlakuan ini bertujuan utuk memperluas bidang

reaksi.

Pada akhir proses reaksi ini tabung berbentuk V ini diletakkan diatas magnet stand,

lalu diamkan selama 5 menit untuk membiarkan terjadi proses pemisahan

(pengendapan). Pembacaan skor hasil dari reaksi ini dilakukan dengan cara

mencocokkan warna yang terbentuk pada akhir reaksi dengan skor yang tertera pada

color scale.

• Adapun cara membaca tes TUBEX adalah sebagai berikut:

• Nilai <2 nilai negative (tidak ada indikasi demam tifoid)

• Nilai 3 Borderline dan memerlukan pemeriksaan ulang.

• Nilai 4-5 infeksi tifoid aktif

• Nilai >6 nilai positif (indikasi kuat terjadi demam tifoid)

• Apabila Nilai TUBEX nilai positive ditambah dengan symptom dan sign yang

sesuai dengan gejala demam tifoid indikasi yang sangat kuat terjadinya demam

tifoid.

Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi – RSUD Cilegon 21

Page 22: Case Report Demam Tifoid

Presentasi Kasus Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamDemam Tifoid

5. Mikrobiologi (kultur)

Gall culture atau biakan empedu merupakan gold standard untuk demam

tifoid. Jika hasil positif, diagnosis pasti untuk demam tifoid. Jika hasil negatif, belum

tentu bukan demam tifoid karena hasil biakan negatif palsu dapat disebabkan jumlah

darah terlalu sedikit (< dari 2 ml), darah tidak segera dimasukkan ke media gall

(darah membeku dalam spuit sehingga kuman terperangkap dalam bekuan), saat

pengambilan darah masih dalam minggu ke-1 sakit, sudah mendapatkan terapi

antibiotik, dan sudah vaksinasi. Kekurangan uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera

diketahui karena perlu waktu untuk pertumbuhan kuman (positif antara 2-7 hari, jika

belum ada ditunggu 7 hari lagi). Spesimen yang digunakan pada awal sakit adalah

darah kemudian untuk stadium lanjut atau carrier digunakan urin dan feses.

6. Biologi molekular

PCR (polymerase chain reaction) mulai banyak digunakan. Cara ini dilakukan

dengan perbanyakan DNA kuman kemudian diindentifikasi dengan DNA probe yang

spesifik. Kelebihan uji ini dapat mendeteksi kuman yang terdapat dalam jumlah sedikit

(sensitivitas) dan spesifisitas tinggi. Spesimen yang digunakan dapat berupa darah, urin,

cairan tubuh lain, dan jaringan biopsi.

Diagnosis

Diagnosis deam tifoid ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang. Diagnosis pasti dilakukan dengan cara menguji sampel feses

atau darah untuk mendeteksi adanya bakteri Salmonella sp dengan membiakkan pada 14

hari awal setelah terinfeksi.

Selain itu, tes widal (aglutinin O dan H) mulai positif pada hari ke-10 dan titer

akan meningkat sampai berakhirnya penyakit. Pengulangan tes widal selang 2 hari jika

peningkatan aglutinin progresif (di atas 1/200) menunjukkan diagnosis positif dari infeksi

aktif demam tifoid. Biakan feses dilakukan pada minggu ke-2 dan ke-3 serta biakan urin

pada minggu ke-3 dan ke-4 dapat mendukung diagnosis dengan ditemukannya bakteri

Salmonella

Gambaran darah juga membantu menentukan diagnosis. Jika terdapat leukopenia

polimorfonuklear (PMN) dengan limfositosis relatif pada hari ke-10 dari demam, arah

demam tifoid menjadi jelas. Jika terjadi leukositosis PMN, berarti terdapat infeksi

Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi – RSUD Cilegon 22

Page 23: Case Report Demam Tifoid

Presentasi Kasus Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamDemam Tifoid

sekunder kuman di dalam lesi usus. Peningkatan cepat dari leukositosis PMN waspada

akan terjadinya perforasi usus. Tidak mudah mendiagnosis karena gejala yang timbul

tidak khas. Ada penderita yang setelah terpapar kuman hanya mengalami demam

kemudian sembuh tanpa diberi obat. Hal itu dapat terjadi karena tidak semua penderita

yang secara tidak sengaja menelan kuman langsung sakit, tergantung dari banyaknya

kuman dan imunitas seseorang. Jika kuman hanya sedikit yang masuk saluran cerna,

dapat langsung dimatikan oleh sistem imun.

Diagnosis Banding

Pada stadium dini demam tifoid, beberapa penyakit secara klinis dapat menjadi

diagnosis banding seperti influenza, bronkitis, bronkopneumonia, dan gastroenteritis.

Beberapa penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme intraseluler seperti

tuberkulosis, bruselosis, tularemia tifoidal dan malaria juga perlu dipikirkan. Demam

tifoid yang berat dapat didiagnosis banding dengan sepsis, leukemia, limfoma, dan

penyakit hodgkin.

Tatalaksana

Tatalaksana umum, asuhan keperawatan, dan asupan gizi merupakan aspek

penting dalam pengobatan demam tifoid selain pemberian antibiotik. Tatalaksana demam

tifoid meliputi:

1. Tirah baring

Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat tidur seperti makan,

minum, mandi, buang air kecil, maupun buang air besar dapat mempercepat

penyembuhan. Kebersihan tempat tidur, pakaian, dan perlengkapan yang dipakai juga

perlu dijaga.

Pasien demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi, dan

pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam

atau ± 14 hari. Tirah baring bertujuan untuk mencegah terjadinya komplikasi

perdarahan atau perforasi usus. Mobilisasi pasien dilakukan bertahap sesuai dengan

pulihnya kekuatan pasien.

Pasien dengan kesadaran menurun, posisi tubuh harus diubah pada waktu

tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus.

Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi – RSUD Cilegon 23

Page 24: Case Report Demam Tifoid

Presentasi Kasus Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamDemam Tifoid

Defekasi dan buang air kecil harus diperhatikan karena kadang terjadi obstipasi dan

retensi urin.

2. Managemen nutrisi

Penderita demam tifoid selama menjalani perawatan dianjurkan mengikuti

petunjuk diet berikut:

a. Makanan yang cukup cairan, kalori, vitamin, dan protein.

b. Tidak mengandung banyak serat.

c. Makanan lunak diberikan selama istirahat.

Makanan rendah serat bertujuan untuk membatasi volume feses dan tidak merangsang

saluran cerna. Pemberian bubur ditujukan untuk menghindari terjadinya komplikasi

perdarahan atau perforasi usus.

3. Managemen medis

Pengobatan simtomatik diberikan untuk menekan gejala seperti demam, diare,

obstipasi, mual, muntah, dan meteorismus. Jika obstipasi > 3 hari, perlu dibantu

dengan parafin atau lavase dengan glistering. Obat laksansia atau enema tidak

dianjurkan karena dapat mengakibatkan perdarahan maupun perforasi usus.

Pengobatan suportif diberikan untuk memperbaiki keadaan penderita seperti

pemberian cairan dan elektrolit jika terjadi gangguan keseimbangan cairan.

Penggunaan kortikosteroid hanya diindikasikan pada toksik tifoid (disertai gangguan

kesadaran dengan atau tanpa kelainan neurologis dan hasil pemeriksaan CSF dalam

batas normal) atau demam tifoid yang mengalami syok septik. Regimen yang

digunakan adalah deksametason dengan dosis 3 x 5 mg. Pada anak digunakan

deksametason intravena dengan dosis 3 mg/kg BB dalam 30 menit sebagai dosis awal

dilanjutkan dengan 1 mg/kg BB tiap 6 jam hingga 48 jam.

Antibiotik diberikan untuk mencegah terjadinya penyebaran kuman.

Antibiotik yang dapat digunakan dalam demam tifoid yaitu:

a. Kloramfenikol.

Dosis :

1st day : 4 x 250mg, 2nd day: 4 x 500mg, diberikan selama demam s.d 2 hari

bebas demamdosis diturunkan menjadi 4 x 250mg selama 5 hari kemudian.

Berikatan dengan 50s bacterial-ribosomal subunit dan menghambat sintesis

protein bakteri (bakteriostatik)

ES:

Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi – RSUD Cilegon 24

Page 25: Case Report Demam Tifoid

Presentasi Kasus Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamDemam Tifoid

mual, muntah, mencret, mulut kering, stomatitis, pruritus ani, penghambatan

eritropoiesis, Gray-Syndrom pada bayi baru lahir, anemia hemolitik, exanthema,

urticaria, demam, gatal-gatal, anafilaksis, dan terkadang Syndrom Stevens-

Johnson.

KI : Hipersensitivitas terhadap kloramfenikol

b. Tiamfenikol

Dosis dan efektivitas tiamfenikol pada demam tifoid hampir sama dengan

kloramfenikol tetapi komplikasi hematologi seperti anemia aplastik lebih rendah

dibandingkan kloramfenikol. Dosis tiamfenikol 4 x 500 mg. Demam menurun

pada hari ke-6.

ES :

mual, muntah, diare, depresi sumsum tulang yang bersifat reversibel, neuritis optis

dan perifer, serta dapat menyebabkan Gray baby sindrom.

c. Ampisilin dan kotrimoksazol

Efektivitas obat ini hampir sama dengan kloramfenikol. Dosis orang

dewasa 2 x 2 tablet (1 tablet mengandung sulfametoksazol 400 mg dan trimetoprin

80 mg) diberikan selama 2 minggu. Diberikan karena meningkatnya angka

mortalitas akibat resistensi kloramfenikol. Munculnya strain Salmonella typhi

MDR menjadikan ampisilin dan kotrimoksazol resisten.

ES :

thromboplebitis, mual, muntah, sakit perut, mencret, ulserasi esofagus, leukopenia,

thrombopenia, anemia megaloblastik, peninggian kreatinin serum, eksantema,

urtikaria, gatal, demam.

d. Sefalosforin Generasi Ketiga

Seftriakson/Ceftriaxone

Dosis yang dianjurkan adalah antara 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc

diberikan selama 1/2 jam perinfus sekali sehari, diberikan selama 3 hingga 5

hari.

e. Golongan Flourokuinolon

Norfloksasin 2 x 400mg/day selama 14 hari

Siprofloksasin 2 x 500mg/day selama 6 hari

Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi – RSUD Cilegon 25

Page 26: Case Report Demam Tifoid

Presentasi Kasus Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamDemam Tifoid

1) Menghambat sintesis DNA bakteri.

2) Efektif untuk strain yang multiresisten.

3) Tidak diberikan untuk anak-anak dan wanita hamil karena dapat

menyebabkan damage pada kartilago.

Ofloksasin 600mg/day selama 7 hari

Pefloksasin 400mg/day selama 7 hari

Fleroksasin 400mg/day selama 7 hari

Demam umumnya lisis pada hari ke-3 atau ke-4. Penurunan demam sedikit lambat

pada penggunaan norfloksasin.

a. Antibiotik lainnya

Beberapa studi melaporkan keberhasilan pengobatan demam tifoid dengan

aztreonam (monobaktam). Antibiotik ini lebih efektif daripada kloramfenikol.

Azitromisin (makrolid) diberikan dengan dosis 1 x 1 gram per hari selama 5 hari.

Aztreonam dan azitromisin dapat digunakan anak-anak, ibu hamil, dan menyusui.

Kortikosteroid

Penggunaan steroid hanya diindikasikan pada toksik tifoid atau demam

tifoid yang mengalami syok septik dengan dosis 3 x 5 mg

Pengobatan Demam Tifoid pada Wanita Hamil

1)Obat yang dianjurkan adalah ampisilin, amoksilin, dan sefrtiakson

2)Kloramfenikol tidak dianjurkan pada trimester ke-3 (partus prematur, kematian

fetus intrauterin, dan grey syndrome).

3)Tiamfenikol tidak dianjurkan pada trimester pertama (kemungkinan efek

teratogenik belum dapat disingkirkan) pada kehamilan lebih lanjut dapat

digunakan.

4)Gol. Flouroquinolon dan kotrimoksazol juga tidak boleh digunakan.

b. Kombinasi antibiotik

Kombinasi 2 antibiotik atau lebih diindikasikan hanya pada keadaan

tertentu seperti toksik tifoid, peritonitis, perforasi, dan syok septik di mana pernah

terbukti ditemukan 2 macam organisme dalam kultur darah selain bakteri

Salmonella typhi. Kepekaan kuman terhadap antibiotik yaitu:

1) Ampisilin, amoksisilin, sulfametoksazol, dan trimetoprin mempunyai

kepekaan 95,12%.

Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi – RSUD Cilegon 26

Page 27: Case Report Demam Tifoid

Presentasi Kasus Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamDemam Tifoid

2) Sisanya seperti kloramfenikol mempunyai kepekaan 100%.

Tabel 3. Obat dan Dosis Antibiotik untuk Demam Tifoid

Tabel 4. Rekomendasi DOC Pengobatan Antibiotik untuk Demam Tifoid

Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi – RSUD Cilegon 27

demam tifoid tanpa

komplikasi

sensitif fluorokuinolon (ofloksasin, siprofloksasin) 5-

7 hari

MDR fluorokuinolon 5-7 hari atau sefiksim 7-14 hari

resisten kuinolon azitromisin 7 hari atau seftriakson

10-14 hari

demam tifoid dengan

komplikasi

sensitif fluorokuinolon (ofloksasin) 10-14 hari

MDR fluorokuinolon (ofloksasin) 10-14 hari

resisten kuinolon azitromisin 7 hari atau seftriakson

10-14 hari

Page 28: Case Report Demam Tifoid

Presentasi Kasus Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamDemam Tifoid

Komplikasi

Komplikasi yang dapat timbul akibat demam tifoid yaitu:

1. Intestinal

a. Perdarahan usus

Pada plaque peyeri yang terinfeksi (ileum terminalis) dapat terbentuk

tukak. Jika tukak menembus lumen usus dan mengenai pembuluh darah, terjadi

perdarahan. Jika tukak menembus dinding usus, terjadi perforasi. Perdarahan juga

dapat terjadi karena gangguan koagulasi darah (DIC). Sekitar 25% penderita

mengalami perdarahan minor yang tidak membutuhkan transfusi darah. Namun,

perdarahan hebat dapat terjadi hingga penderita mengalami syok. Jika transfusi

dapat mengimbangi perdarahan yang terjadi, biasanya perdarahan ini merupakan

suatu proses self limiting yang tidak perlu bedah.

b. Perforasi usus

Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat. Biasanya timbul pada

minggu ke-3 tetapi dapat juga terjadi pada minggu ke-1. Penderita demam tifoid

dengan perforasi mengeluh nyeri perut hebat terutama di kuadran kanan bawah

yang menyebar ke seluruh perut dan disertai tanda ileus. Peristaltik melemah pada

50% penderita dan pekak hepar kadang tidak ditemukan karena adanya udara

bebas di abdomen. Tanda perforasi lain adalah nadi cepat, tekanan darah turun,

dan bahkan syok.

Leukositosis dengan pergeseran ke kiri dapat menyokong adanya

perforasi. Jika pada foto polos abdomen 3 posisi ditemukan udara pada rongga

peritoneum, hal ini merupakan nilai yang cukup menentukan terdapatnya perforasi

usus pada demam tifoid.

c. Ileus paralitik

d. Pankreatitis

2. Ekstraintestinal

a. Kardiovaskuler: kegagalan sirkulasi perifer, miokarditis, trombosis, dan

tromboflebitis.

b. Darah: anemia hemolitik, trombositopenia, dan DIC.

c. Paru: pneumonia, empiema, dan pleuritis.

d. Hepatobilier: hepatitis dan kolesistitis.

e. Ginjal: glomerulonefritis dan pielonefritis.

Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi – RSUD Cilegon 28

Page 29: Case Report Demam Tifoid

Presentasi Kasus Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamDemam Tifoid

f. Neuropsikiatrik atau toksik tifoid.

Pencegahan

Ada 3 strategi pokok dalam memutuskan transmisi tifoid, yaitu :

1. Identifikasi dan Eradikasi S.typhi pada pasien tifoid Asimptomatik, karier dan

Akut

Dalam identifikasi pasien terdapat 2 tipe, yaitu secara aktif dan pasif. Yang dimaksud

aktif disini adalah mendatangi sasaran, sedangkan pasif adalah menunggu bila ada

penerimaan pegawai di suatu instansi atau swasta. Sasaran aktif lebih diutamakan

pada populasi tertentu seperti pada pengelola sarana makanan- minuman , pelayanan

kesehatan, guru, petugas kebersihan,dsb.

2. Pencegahan transmisi langsung dari pasien yang terinfeksi S.typhi akut maupun

karier

Kegiatan ini dilakukan di rumah sakit, klinik, maupun rumah dan lingkungan sekitar

orang yang telah mengidap demam tifoid.

3. Proteksi pada orang beresiko terinfeksi

Pada daerah non-endemik :

Sanitasi air dan kebersihan lingkungan.

Penyaringan pengelolaan pembuatan/ distributor/ penjualan makanan dan

minuman.

Pencarian dan pengobatan pada kasus tifoid karier.

Bila terjadi epidemik tifoid :

Pencarian dan eliminasi dari sumber penularan.

Pemeriksaan air minuman dan air mandi-cuci-kakus.

Penyuluhan hygiene dan sanitasi pada populasi umum daerah tersebut.

Pada daerah endemik :

Memasyarakatkan pengelolaan bahan makanan dan minuman yang memenuhi

standart prosedur kesehatan ( Perebusan > 570 O C,iodisasi, dan klorinisasi ).

Pengunjung yang mengunjungi daerah ini harus minum air yang telah melalui

pendahuluan dan menjauhi makanan segar ( sayur/ buah ).

Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi – RSUD Cilegon 29

Page 30: Case Report Demam Tifoid

Presentasi Kasus Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamDemam Tifoid

Vaksinasi secara menyeluruh kepada masyarakat setempat maupun

pengunjung.

Vaksinasi

• Saat sekarang dikenal tiga macam vaksin untuk penyakit demam tifoid :

1. Berisi kuman yang dimatikan

2. Berisi kuman hidup

3. komponen Vi dari Salmonella typhi.

Vaksin yang berisi kuman Salmonella typhi hidup yang dilemahkan (Ty-21a)

diberikan peroral tiga kali dengan interval pemberian selang sehari,

memberi daya perlindungan 6 tahun. Vaksin ini diberikan pada anak berumur

diatas 2 tahun. Vaksin yang berisi komponen Vi dari Salmonella typhi

diberikan secara suntikan intramuskular memberikan perlindungan 60-70%

selama 3 tahun.

Indikasi vaksinasi ini adalah 1). Hendak mengunjungi daerah endemic, risiko

daerah terserang demam tifoid semakin tinggi untuk daerah berkembang

( Amerika Latin, Asia, Afrika). 2). Orang yang terpapar dengan penderita karier

tifoid, dan 3). Petugas laboratorium/ mikrobiologi kesehatan.

Jenis Vaksinasi

Vaksin Oral : -Ty21a ( Vivotif Berna ) à belum beredar di Indonesia.

Vaksin parenteral : -ViCPS (Typhim Vi/ Pasteur Merieux ), vaksin kapsul

polisakarida

Pemilihan Vaksinasi

Pada beberapa penelitian vaksin oral Ty21a diberikan 3 kali secara bermakna

menurunkan 66% selama 5 tahun, laporan ini sebesar 33% selama 3 tahun. Usia sasaran

vaksinasi berbeda efektifitasnya, dilaporkan insidens turun 53% pada anak >10 tahun

sedangkan anak usia 5-9 tahun insiden turun 17%.

Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi – RSUD Cilegon 30

Page 31: Case Report Demam Tifoid

Presentasi Kasus Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamDemam Tifoid

Vaksinasi parenteral non-aktif relative lebih sering menyebabkan reaksi efek samping

serta tidak seefektif dibandingkan degan ViCPS maupun Ty21a oral. Jenis vaksin dan

jadwal pemberiannya, yang ada saat ini di Indonesia hanya ViCPS ( Typhim Vi).

Indikasi Vaksinasi

Tindakan preventif berupa vaksinasi tifoid tergantung pada faktor risiko yang berkaitan,

yaitu individual atau populasi dengan situasi epidemiologisnya :

Populasi : Anak usia sekolah di daerah endemic, personil militer, petugas rumah sakit,

laboratorium kesehatan dan industri makanan/ minuman.

Individual : pengunjung/ wisatawan ke daerah endemic, orang yang kontak erat

dengan pengidap tifoid ( karier ).

Anak usia 2-5 tahun toleransi dan respon imunologisnya sama dengan anak usia lebih

besar(>5 tahun).

Kontraindikasi Vaksinasi

Vaksin hidup oral Ty21a secara teoritis dikontraindikasikan pada sasaran yang alergi atau

reaksi efek samping berat, penurunan imunitas, dan kehamilan ( karena sedikitnya data ).

Bila diberikan bersamaan dengan obat anti-malaria ( klorokuin, meflokuin ) dianjurkan

minimal setelah 24 jam pemberian obat baru dilakukan vaksinasi. Dianjurkan tidak

memberikan vaksinasi bersamaan dengan obat sulfonamide atau antimikroba lainnya.

Efek samping Vaksinasi

Pada vaksin Ty21a demam timbul pada orang yang mendapat vaksin 0-5%, sakit kepala

(0-5%), sedangkan pada ViCPS efek samping lebih kecil ( demam 0,25%, malaise 0,5%,

sakit kepala 1,5%, rash 5%, reaksi nyeri local 17% ). Efek samping terbesar pada vaksin

parenteral adalah heat-phenol inactivated, yaitu demam, 6,7-24% , nyeri kepala 9-10%

dan reaksi local nyeri dan edema 3-35% bahkan reaksi berat termasuk hipotensi, nyeri

dada, dan syok dilaporkan pernah terjadi meskipun sporadis dan sangat jarang terjadi.

Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi – RSUD Cilegon 31

Page 32: Case Report Demam Tifoid

Presentasi Kasus Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamDemam Tifoid

Efektivitas Vaksinasi

Serokonversi ( peningkatan titer antibody 4 kali ) setelah vaksinasi dengan ViCPS terjadi

secara cepat yaitu sekitar 15 hari- 3 minggu dan 90% bertahan selama 3 tahun.

Kemampuan proteksi sebesar 77% pada daerah endemic ( Nepal ) dan sekitar 60% untuk

daerah hiperendemik

Prognosis

Prognosis demam tifoid tergantung dari umur, keadaan umum, derajat kekebalan tubuh,

jumlah dan virulensi Salmonella serta cepat dan tepatnya pengobatan. Angka kematian

pada anak-anak 2,6% dan pada orang dewasa 7,4%, rata-rata 5,7%.

Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi – RSUD Cilegon 32

Page 33: Case Report Demam Tifoid

Presentasi Kasus Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit DalamDemam Tifoid

DAFTAR PUSTAKA

1. Cammie, F.L. & Samuel, I.M. 2005. Salmonellosis: Principles of Internal Medicine: Harrison 16th Ed. 897-900.

2. Brusch, J.L. 2010. Typhoid Fever. www. emedicine.medscape.com .

3. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2008. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis 2nd Ed. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.

4. Djoko Widodo. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI.

5. Mansjoer, A. 2000. Demam Tifoid: Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: FK UI.

6. Lentnek, A.L. 2007. Typhoid Fever: Division of Infection Disease. www.medline.com.

7. Chin, J. 2006. Pemberantasan Penyakit Menular Edisi 17. Jakarta: Infomedika.

8. Jawetz, Melnick, & Adelbergh’s. 2005. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Salemba Medika.

9. Soedarmo, P., dkk. 2010. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis Edisi II. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI.

10. Chambers, H.F. 2006. Infectious Disease: Bacterial and Chlamydial. Current Medical Diagnosis and Treatment 45th Ed. 1425-6.

11. Alan, R.T. 2003. Diagnosis dan Tatalaksana Demam Tifoid: Pediatrics Update. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.

12. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2006. Standar Pelayanan Medik. Jakarta: PB PABDI.

13. Rampengan, T. H. 2007. Penyakit Infeksi Tropis pada Anak Edisi II. Jakarta: EGC.

14. http://www.jevuska.com/2008/05/10/demam-tifoid-typhoid-fever

Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi – RSUD Cilegon 33