Case Kejang Demam Cici

27
CASE REPORT KEJANG DEMAM Disusun oleh: Sri Handayani 1102011264 Pembimbing : dr. H. Budi Risjadi, Sp. A KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI 1

description

kejang demam

Transcript of Case Kejang Demam Cici

Page 1: Case Kejang Demam Cici

CASE REPORT

KEJANG DEMAM

Disusun oleh:

Sri Handayani

1102011264

Pembimbing :

dr. H. Budi Risjadi, Sp. A

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

RSUD SOREANG

FEBRUARI 2016

1

Page 2: Case Kejang Demam Cici

ILUSTRASI KASUS

Identitas Pasien

Nama : An. F

Umur : 9 bulan 28 hari

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

No. Medrek : 543928

Alamat : Cibayondah RT 04/RW 05 Pamekaran Kec. Soreang Kab. Bandung

Tanggal Pemeriksaan : 22 Februari 2016

Identitas Ibu

Nama : Ny. N

Usia : 33 tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Pendidikan : SLTP

Identitas Ayah

Nama : Tn. O

Usia : 35 tahun

Pekerjaan : Karyawan Honorer

Pendidikan : SLTP

2

Page 3: Case Kejang Demam Cici

Dilakukan secara aloanamnesis kepada ibu pasien pada tanggal 22 Februari 2016 di Ruang

Melati RSUD Soreang.

Keluhan Utama : Kejang

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke IGD RSUD Soreang pada tanggal 21 Februari 2016 pukul 21.58

WIB dengan keluhan kejang 1 kali pukul 21.30 WIB di rumah selama ± 5 menit. Orang tua

pasien mengatakan bahwa saat di rumah pasien sempat demam. Pada saat kejang kedua

tangan dan kaki kelojotan serta mata membelalak ke atas. Orang tua pasien juga mengatakan

bahwa pasien batuk. Dan juga orang tua pasien mengatakan bahwa pasien mencret 1 kali tadi

pagi. Keluhan mual dan muntah disangkal oleh orang tua pasien. Keluhan buang air kecil

(BAK) disangkal oleh keluarga pasien. Orang tua pasien mengaku anaknya tidak punya

riwayat kejang sebelumnya. Pada keluarga pasien, orang tua pasien mengaku kakak dari

pasien pernah mengalami keluhan yang sama yaitu kejang saat umur 2,5 tahun.

Riwayat penyakit dahulu dan keluarga :

Pasien belum pernah mengalami kejang sebelumnya. Seluruh tubuh kaku, setelah kejang

pasien menangis. Obat kejang tidak diberikan. Kakak dari pasien pernah mengalami keluhan

yang sama yaitu kejang saat umur 2,5 tahun. Riwayat trauma kepala disangkal.

Riwayat kehamilan :

Selama kehamilan ibu pasien rutin memeriksakan kehamilan ke puskesmas. Ibu pasien juga

mengkonsumsi makanan cukup nutrisi serta vitamin. Riwayat mengkonsumsi alkohol, obat-

obatan, merokok, jamu-jamuan disangkal. Tidak ada riwayat demam selama kehamilan.

Riwayat Kelahiran :

Pasien lahir dari ibu G2P1A0, cukup bulan, secara spontan kepala, ditolong oleh bidan

dengan berat badan lahir 2800 gram, panjang badan 51 cm, lahir langsung menangis.

Riwayat Imunisasi

Ibu pasien mengatakan rutin imunisasi hanya sisa imunisasi campak yang belum.

3

Page 4: Case Kejang Demam Cici

Anamnesa Makanan

Pasien masih diberikan ASI sejak lahir sampai sekarang serta makan bubur.

Riwayat Tumbuh Kembang

Menurut ibu pasien perkembangan anak sama dengan anak-anak seusianya.

Tanggal 22 Februari 2016

Tanda – Tanda Vital :

Keadaan umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Compos Mentis

Heart Rate : 120 x/menit

Suhu : 36,70 C

Respirasi : 44x/menit

Status Gizi : Baik

Umur : 9 bulan

BB : 8,7 kg

PB : 70 cm

BB = 8,7 kg = 1 SD

U 9 bulan

P B = 70 cm = Median

U 9 bulan

BB = 8,7 kg = 1 SD

PB 70 cm

Status Generalis :

Kepala : UUB tidak cekung

Mata

Konjungtiva : Anemis (-/-)

Sclera : Tidak ikterik

Pupil : Bulat, isokhor Ɵ 3 mm/ 3 mm, Reflek cahaya : +/+

Telinga : Sekret -/-

4

Page 5: Case Kejang Demam Cici

Hidung : PCH (-)

Mulut : POC (-)

Leher : KGB tidak teraba membesar, retraksi suprasternal (-)

Thoraks

Paru : Inspeksià gerakan dada simetris kiri dan kanan, retraksi I

Palpasi à fremitus kanan = kiri

Perkusi à sonor seluruh lapangan paru

Auskultasià bronkhovesikuler, ronki-/-, wheezing -/-, slem -/-

Jantung : Inspeksià ictus cordis tidak terlihat

Palpasi à ictus cordis teraba di ICS IV linea MCS

Perkusi à Batas jantung kanan : ICS V LSD

Batas jantung kiri : ICS V I jari medial LMCS

Auskultasià bunyi jantung murni reguler, bising jantung (-), gallop

(-), murmur (-)

Abdomen : Inspeksià datar

Palpasi à supel, organomegali (-)

Perkusi à tympani

Auskultasià bising usus (+)

Ekstremitas : CRT < 3 detik, akral hangat.

Status Neurologis

Tanda Rangsang Meningeal : kaku kuduk (-), burdzinski I (-),

burdzinski II (-), kernique (-),

laseque (-)

Saraf Otak : pupil bulat, isokor, 3mm, RC +/+

Motorik : kesan parese (-)

Sensorik : rangsang nyeri (+)

Vegetatif : BAB (+), BAK (+)

Refleks Patologis : babinski -/-, openheim -/-, chaddock -/-, gordon -/-, gonda

-/-, schaffer -/-

Refleks Fisiologis : refleks biseps +/+, triseps +/+, patella +/+, achilles +/+

5

Page 6: Case Kejang Demam Cici

Hematologi

Darah Rutin (21 Februari 2016)

Hemoglobin : 11,2 g/dl

Hematokrit : 35 %

Leukosit : 18.500/mm3

Trombosit : 301.000/mm3

Diagnosa Kerja

Kejang Demam Sederhana

Diagnosa Banding

Kejang demam kompleks

Gangguan elektrolit

  

Usulan Pemeriksaan

Darah Rutin, CT Scan, EEG, cek elektrolit

Tatalaksana

O2 1 L/menit

IVFD N4 10 gtt/menit

Diazepam 3 mg (IV), bolus pelan bila kejang

Paracetamol syr 3 x ¾ cth

Ambroxol drop 3 x 0,5 cc

Edukasi

Mempunyai botol susu lebih 5

Sering membersihkan botol susu

Botol susu harus memakai tutup

Ibu harus mencuci tangan sebelum memberi bayi makan

Menjaga rumah dan lingkungan sekitar

6

Page 7: Case Kejang Demam Cici

Prognosis

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad fungsionam : dubia ad bonam

Quo ad sanationam : dubia ad bonam

7

Page 8: Case Kejang Demam Cici

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu

rektal diatas 38,5o C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium . Kejang demam ini

terjadi pada 2% - 4 % anak berumur 6 bulan – 5 tahun. Anak yang pernah mengalami kejang

tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam.

Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang berulang

tanpa demam. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam kemudian kejang demam

kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur

kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam. Bila anak berumur kurang dari 6

bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam, kemungkinan lain harus

dipertimbangkan misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam.

Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti meningitis,

ensefalitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis berbeda dengan

kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai sistem susunan saraf pusat.

Epidemiologi

Kejadian kejang demam diperkirakan 2 % - 4 % di Amerika Serikat, Amerika Selatan

dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira – kira 20 % kasus merupakan kejang

demam kompleks. Umumnya kejang demam timbul pada tahun kedua kehidupan (17 – 23

bulan) kejang demam sedikit lebih sering pada laki – laki.

Etiologi

Hingga kini belum diketahui dengan pasti. Demam sering disebabkan infeksi saluran

pernapasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih.

Faktor Resiko

Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam. Ada riwayat

kejang demam keluarga yang kuat pada saudara kandung dan orang tua, menunjukkan

kecenderungan genetik. Selain itu terdapat faktor perkembangan terlambat, problem pada

masa neonatus, anak dalam perawatan khusus, dan kadar natrium rendah, cepatnya anak

8

Page 9: Case Kejang Demam Cici

mendapat kejang setelah demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat

keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga epilepsi.

Faktor resiko terjadinya epilepsi di kemudian hari yaitu adanya gangguan

neurodevelopmental, kejang demam kompleks, riwayat epilepsi dalam keluarga, lamanya

demam saat awitan, lebih dari satu kali kejang demam kompleks.

Patofisiologi

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak, diperlukan suatu

energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting

adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi, dimana oksigen disediakan dengan

perantaraan fungsi paru – paru dan diteruskan ke otak melalui kardiovaskuler. Jadi sumber

energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel

dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid

dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui

dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan

elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi

dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya.

Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka terdapat perbedaan

potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan

potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na – K – ATPase yang terdapat

pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya :

a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler. 

b. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik

dari sekitarnya. 

c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme

basal 10% - 15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20 %. Pada seorang anak berumur

3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa

yang hanya 15 %. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan

keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion

kalium maupun ion natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan

listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel

9

Page 10: Case Kejang Demam Cici

maupun membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan

terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari

tinggi rendahnya ambang kejang. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang

telah terjadi pada suhu 38o C, sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi,

kejang baru terjadi pada suhu 40oC atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan

bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah,

sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita

kejang. Penelitian binatang menunjukkan bahwa vasopresin arginin dapat merupakan

mediator penting pada patogenesis kejang akibat hipertermia.

Kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai terjadinya

apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang

akibatnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme

anaerobik, hipertensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin

meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan

metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga

terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting

adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan

permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak.

Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang

yang berlangsung lama dapat menjadi “matang” di kemudian hari, sehingga terjadi serangan

epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan

kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsi.

Klasifikasi

1. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)

Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan umumnya

akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan

fokal. Kejang tidak  berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana

merupakan 80 % diantara seluruh kejang demam. Suhu yang tinggi merupakan

keharusan pada kejang demam sederhana, kejang timbul bukan oleh infeksi sendiri,

akan tetapi oleh kenaikan suhu yang tinggi akibat infeksi di tempat lain, misalnya

pada radang telinga tengah yang akut, dan sebagainya. Bila dalam riwayat

10

Page 11: Case Kejang Demam Cici

penderita pada umur – umur sebelumnya terdapat periode - periode dimana anak

menderita suhu yangsangat tinggi akan tetapi tidak mengalami kejang; maka pada

kejang yang terjadi kemudian harus berhati – hati, mungkin kejang yang ini ada

penyebabnya. Pada kejang demam yang sederhana kejang biasanya timbul ketika

suhu sedang meningkat dengan mendadak, sehingga seringkali orang tua tidak

mengetahui sebelumnya bahwa anak menderita demam. Agaknya kenaikan suhu yang

tiba – tiba merupakan faktor yang penting untuk menimbulkan kejang. Kejang pada

kejang demam sederhana selalu berbentuk umum, biasanya bersifat tonik –

klonik seperti kejang grand mal; kadang – kadang hanya kaku umum atau mata

mendelik seketika. Kejang dapat juga berulang, tapi sebentar saja, dan masih dalam

waktu 16 jam meningkatnya suhu, umumnya pada kenaikan suhu yang mendadak,

dalam hal ini juga kejang demamsederhana masih mungkin. 

2. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure)

Kejang dengan salah satu ciri berikut

Kejang lama lebih dari 15 menit.

Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial.

Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang

berulang lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang

lama terjadi pada 8 % kejangn demam. Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi,

atau kejang umum yang didahului kejang parsial. Kejang berulang adalah kejang 2

kali atau lebih dalam 1 hari, diantara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang

terjadi pada 16 % diantara anak yang mengalami kejang demam.

Manifestasi Klinik

Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan

kenaikan suhu badan yang tinggi dengan cepat yang tidak disebabkan oleh infeksi susunan

saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkitis, furunkulosis. Serangan kejang

biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat

bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti

sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi

11

Page 12: Case Kejang Demam Cici

setelah beberapa detik atau menit anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa adanya

kelainan saraf.

Livingston (1954, 1963) membuat kriteria dan membagi kejang demam atas 2 golongan,

yaitu:

1. Kejang demam sederhana (simple febrile convulsion)

2. Epilepsi yang diprovokasi oleh demam (epilepsy triggered off by fever).

Modifikasi kriteria Livingston:

1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun.

2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit.

3. Kejang bersifat umum.

4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam.

5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.

6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak

menunjukkan kelainan.

7. Frekuensi bangkitan kejang di dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.

Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari ketujuh kriteria

modifikasi Livingston di atas digolongkan pada epilepsi yang diprovokasi oleh demam.

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam,

tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau

12

Page 13: Case Kejang Demam Cici

keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan

laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah. 

2. Pungsi lumbal

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau

menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis bakterialis

adalah 0,6 % - 6,7 %.Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau

menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh

karena itu, pungsi lumbal dianjurkan pada :

Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan.

Bayi antara 12 – 18 bulan dianjurkan.

Bayi lebih dari 18 bulan tidak rutin. Bila yakin bukan meningitis secara klinis

tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.

3. Elektroensefalografi

Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya

kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang

demam. Oleh karenanya,tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat

dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas. Misalnya kejang demam

kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal.

4. Pencitraan

Foto X – ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT –

scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin

dan hanya atas indikasi seperti :

Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)

Paresis nervus VI

Papiledema

Diagnosis Banding

Kelainan di dalam otak biasanya karena infeksi, misalnya :

1. Meningitis

2. Ensefalitis

13

Page 14: Case Kejang Demam Cici

3. Abses otak 

Oleh sebab itu, menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang,

harus dipikirkan apakah penyebab dari kejang itu di dalam atau di luar susunan saraf pusat

(otak) . Pungsi lumbal terindikasi bila ada kecurigaan klinis meningitis. Adanya sumber

infeksi seperti otitis media tidak menyingkirkan meningitis dan jika pasien telah mendapat

antibiotik maka perlu pertimbangan pungsi lumbal.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Saat Kejang

Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang

sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat untuk

menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam

intravena adalah 0,3 – 0,5 mg/kgBB perlahan – lahan dengan kecepatan 1 – 2 mg/menit atau

dalam waktu 3 – 5 menit,dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang praktis dan dapat

diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah

0,5 – 0,75 mg/kgBB atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari

10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg

untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas usia 3 tahun. Bila

setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi dengan cara dan

dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian diazepam

rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Dirumah sakit dapat diberikan

diazepam intravena dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/kgBB. Bila kejang tetap belum berhenti

diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10 – 20mg/kgBB/kali dengan

kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis

selanjutnya adalah 4 – 8 mg/kgBB/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal .Bila dengan

fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif. Bila kejang

telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam, apakah

kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.

Pemberian Obat Pada Saat Demam

1. Antipiretik 

14

Page 15: Case Kejang Demam Cici

Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko

terjadinya kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik

tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10 – 15

mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5 –

10 mg/kgBB/kali, 3 – 4 kali sehari. Meskipun jarang, asam asetilsalisilat dapat

menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang dari 18 bulan, sehingga

penggunaan asam asetilsalisilat tidak dianjurkan. 

2. Antikonvulsan

Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat demam

menurunkan resiko berulangnya kejang pada 30 % - 60 % kasus, begitu pula dengan

diazepam rektal dosis 0,5mg/kgBB setiap 8 jam pada suhu > 38,5 o C. Dosis tersebut

cukup tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25

% - 39 % kasus. Fenobarbital, karbamazepin dan fenitoin pada saat demam tidak

berguna untuk mencegah kejang demam.

3. Pemberian Obat Rumat

Indikasi pemberian obat rumat

Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri

sebagai berikut (salahsatu) :

Kejang lama > 15 menit.

Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,

misalnya hemiparesis, paresis todd, cerebral palsy, retardasi mental,

hidrosefalus.

Kejang fokal.

Pengobatan rumat dipertimbangkan bila :

Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.

Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan.

Kejang demam > 4 kali per tahun.

Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam > 15 menit merupakan

indikasi pengobatan rumat. Kelainan neurologis tidak nyata misalnya keterlambatan

15

Page 16: Case Kejang Demam Cici

perkembangan ringan bukan merupakan indikasi pengobatan rumat. Kejang fokal atau

fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak mempunyai fokus organik. 

Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat

Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan

resiko berulangnya kejang. Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya

dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan rumat hanya

diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek. Pemakaian fenobarbital setiap

hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar  pada 40 % - 50 % kasus.

Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus,terutama yang berumur

kurang dari 2 tahun asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam

valproat 15 – 40 mg/kgBB/hari dalam 2 – 3 dosis, dan fenobarbital 3 – 4mg/kgBB/hari dalam

1 – 2 dosis.

Edukasi Pada Orang Tua

Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang

sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus

dikurangi dengan cara yang diantaranya :

a. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik. 

b. Memberitahukan cara penanganan kejang.

c. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali.

d. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat adanya

efek samping obat.

Beberapa Hal Yang Harus Dikerjakan Bila Kembali Kejang

a. Tetap tenang dan tidak panik. 

b. Kendorkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher.

c. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan

atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan

memasukkan sesuatu ke dalam mulut.

d. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang

e. Tetap bersama pasien selama kejang.

f. Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti

16

Page 17: Case Kejang Demam Cici

g. Bawa ke dokter atau ke rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih.

Vaksinasi

Sejauh ini tidak ada kontra indikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap anak yang

mengalami kejang demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi sangat jarang. Angka

kejadian pasca vaksinasi DPT adalah 6 – 9 kasus per 100.000 anak yang divaksinasi,

sedangkan setelah vaksinasi MMR 25 – 34 per 100.000 anak. Dianjurkan untuk memberikan

diazepam oral atau rektal bila anak demam, terutama setelah vaksinasi DPT atau MMR.

Beberapa dokter anak merekomendasikan parasetamol pada saat vaksinasi hingga 3 hari

kemudian.

Prognosis

Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik dan tidak menyebabkan

kematian.

a. Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis

Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah

dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien

yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan

neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus

dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau fokal. Kejang yang lebih

dari 15 menit, bahkan ada yang mengatakan lebih dari 10 menit, diduga biasanya

telah menimbulkan kelainan saraf yang menetap. Apabila tidak diterapi dengan baik,

kejang demam dapat berkembang menjadi :

Kejang demam berulang dengan frekuensi berkisar antara 25 % - 50 %.

Umumnya terjadi pada 6 bulan pertama.

Epilepsi

Resiko untuk mendapatkan epilepsi rendah.

Kelainan motorik 

Gangguan mental dan belajar  

b. Kemungkinan mengalami kematian

Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.

17

Page 18: Case Kejang Demam Cici

c. Kemungkinan Berulangnya Kejang Demam

Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor resiko

berulangnya kejang demam adalah :

a. Riwayat kejang demam dalam keluarga 

b. Usia kurang dari 12 bulan

c. Temperatur yang rendah saat kejang

d. Cepatnya kejang setelah demam

Bila seluruh faktor diatas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam

adalah 80 %, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya

kejang demam hanya 10 % - 15 %. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling

besar pada tahun pertama.

Faktor resiko menjadi epilepsi adalah :

a. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam

pertama. 

b. Kejang demam kompleks.

c. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung

Masing – masing faktor resiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi

sampai 4 % - 6 %, kombinasi dari faktor resiko tersebut meningkatkan kemungkinan

epilepsi menjadi 10 % - 49 %. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah

dengan pemberian obat rumat pada kejang demam.

DAFTAR PUSTAKA

18

Page 19: Case Kejang Demam Cici

1. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK Unhas. Standar Pelayanan Medik. Bagian

Ilmu Kesehatan Anak FK Unhas Makassar.

2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu

Kesehatan Anak FKUI Jakarta. 1985

3. Haslam Robert H. A. Sistem Saraf, dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol. 3, Edisi

15. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 2000;

4. Hendarto S. K. Kejang Demam. Subbagian Saraf Anak, Bagian Ilmu Kesehatan

Anak,Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RSCM, Jakarta. Cermin Dunia

Kedokteran No. 27.1982

5. Pusponegoro Hardiono D, Widodo Dwi Putro, Ismael Sofyan. Konsensus

Penatalaksanaan Kejang Demam. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter

Anak Indonesia, Jakarta. 2006.

6. Saharso Darto. Kejang Demam, dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag./SMF

Ilmu Kesehatan Anak RSU dr. Soetomo, Surabaya. 2006

19