Kejang Demam

39
BAB 1 PENDAHULUAN Kejang berkaitan dengan demam merupakan masalah pediatrik yang umum terjadi. Membedakan kejang demam dari kejang simtomatik akut akibat dari infeksi sistem saraf pusat (SSP) ataupun kejang yang dipacu demam pada anak dengan epilepsi merupakan hal yang esensial. Sindrom kejang demam didefinisikan sebagai kejang yang berkaitan dengan demam tanpa adanya infeksi sistem saraf pusat atau ketidakseimbangan elektrolit akut pada anak. 1 Berdasarkan definisi konferensi National Institutes of Health Consensus tahun 1980, kejang demam merupakan suatu keadaan pada bayi atau anak, biasanya antara 3 bulan dan 5 tahun, berkaitan dengan demam tetapi tanpa bukti infeksi atau penyebab yang pasti pada intrakranial. Kejang disertai demam pada anak yang menderita kejang nonfebril sebelumnya dieksklusi. Definisi ini juga yang dipakai acuan dalam mendefinisikan kejang demam oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) tahun 2006. 2 Kejang demam telah banyak dibahas pada literatur medis sejak zaman Hippocrates, tetapi tidak dikenali hingga abad pertengahan bahwa kejang demam merupakan sindrom yang berbeda dengan epilepsi. Klasifikasi awal yang diperkenalkan oleh Livingstone membagi kejang demam menjadi kejang demam 1

description

paper

Transcript of Kejang Demam

Page 1: Kejang Demam

BAB 1

PENDAHULUAN

Kejang berkaitan dengan demam merupakan masalah pediatrik yang umum terjadi.

Membedakan kejang demam dari kejang simtomatik akut akibat dari infeksi sistem saraf

pusat (SSP) ataupun kejang yang dipacu demam pada anak dengan epilepsi merupakan

hal yang esensial. Sindrom kejang demam didefinisikan sebagai kejang yang berkaitan

dengan demam tanpa adanya infeksi sistem saraf pusat atau ketidakseimbangan elektrolit

akut pada anak.1

Berdasarkan definisi konferensi National Institutes of Health Consensus tahun

1980, kejang demam merupakan suatu keadaan pada bayi atau anak, biasanya antara 3

bulan dan 5 tahun, berkaitan dengan demam tetapi tanpa bukti infeksi atau penyebab

yang pasti pada intrakranial. Kejang disertai demam pada anak yang menderita kejang

nonfebril sebelumnya dieksklusi. Definisi ini juga yang dipakai acuan dalam

mendefinisikan kejang demam oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) tahun 2006. 2

Kejang demam telah banyak dibahas pada literatur medis sejak zaman

Hippocrates, tetapi tidak dikenali hingga abad pertengahan bahwa kejang demam

merupakan sindrom yang berbeda dengan epilepsi. Klasifikasi awal yang diperkenalkan

oleh Livingstone membagi kejang demam menjadi kejang demam sederhana dan epilepsi

yang dipicu demam. Definisi ini tidak lama digunakan karena telah jelas melalui studi

epidemiologi prospektif bahwa tidak terdapat risiko besar untuk timbulnya epilepsi atau

kejang afebril rekuren oleh karena kejang yang oleh Livingstone disebut sebagai epilepsi

yang dipicu demam. Saat ini, kejang demam dibagi menjadi 2 subgrup yaitu kejang

demam sederhana, yang berlangsung <15 menit dan pada seluruh tubuh, serta kejang

demam kompleks, yang berlangsung lama, multipel dalam 24 jam, atau bersifat fokal.2

Prevalensi kejang demam ialah antara 3-8% anak dengan usia hingga 7 tahun.

Variasi dari prevalensi berkaitan dengan perbedaan definisi kasus, metode penelitian

yang digunakan, variasi geografi, dan faktor kultural. 2

1

Page 2: Kejang Demam

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu

rektal di atas 38°C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. 3

Dari definisi tersebut, terdapat penjelasan dari definisi kejang demam sebagai berikut.

Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan – 5 tahun.

Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam

kembali tidak termasuk dalam kejang demam.

Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk

dalam kejang demam.

Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang

didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi susunan saraf

pusat, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam. 3

2.2 Epidemiologi

Kejang demam terjadi pada sekitar 2-4% anak di Amerika Serikat, Amerika Selatan, dan

Eropa Barat. Dilaporkan bahwa pada negara-negara Asia kasus kejang demam lebih

sering terjadi. Beberapa studi prospektif besar mendapatkan bahwa pada sekitar 20%

kasus, kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks. Usia paling sering

awitan dari kejang demam ialah pada tahun kedua kehidupan. Kejang demam dilaporkan

sedikit lebih sering pada laki-laki. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita

didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki. 2

Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan

sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderita

kejang demam. 4

Setelah kejang demam pertama kali, sekitar 33% anak akan mengalami rekurensi

sebanyak satu kali atau lebih. Makin muda usia kejang demam pertama terjadi, lebih

besar kemungkinan mengalami rekurensi. Semua rekurensi (75%) terjadi dalam 1 tahun.

2

Page 3: Kejang Demam

Studi terbaru menunjukkan peningkatan risiko rekurensi berkaitan dengan durasi demam

yang yang lebih pendek sebelum serangan kejang terjadi dan suhu yang lebih rendah. 2

Meskipun dilaporkan bahwa kejang demam mendahului 15% epilepsi dengan

awitan pada anak, karena kejang demam lebih umum terjadi daripada epilepsi pada anak,

kurang dari 5% anak dengan kejang demam secara aktual mengalami epilepsi. Kecepatan

epilepsi cenderung lebih tinggi pada populasi yang menderita kejang demam dari sumber

yang diseleksi seperti dari rumah sakit atau rujukan spesialis. 2

Anak dengan kejang demam sederhana tidak memiliki peningkatan risiko

mortalitas. Namun, pada kejang demam kompleks, yang terjadi sebelum usia 1 tahun atau

dipicu oleh suhu tubuh <39 0C, berkaitan dengan peningkatan angka mortalitas 2 kali

setelah terjadinya serangan kejang. Anak dengan kejang demam memiliki sedikit

peningkatan insiden epilepsi dibandingkan dengan populasi umum. Faktor risiko

terjadinya epilepsi termasuk kejang demam kompleks, riwayat keluarga epilepsi atau

abnormalitas neurologik, dan perlambatan perkembangan. Pasien dengan 2 faktor risiko

memiliki kemungkinan 10% mengalami kejang afebril. 5

2.3 Etiologi

Etiologi dan patogenesis kejang demam sampai saat ini belum diketahui, akan tetapi

umur anak, tinggi dan cepatnya suhu meningkat mempengaruhi terjadinya kejang. Faktor

hereditas juga mempunyai peran yaitu 8-22% anak yang mengalami kejang demam

mempunyai orang tua dengan riwayat kejang demam pasa masa kecilnya. 4, 6

Semua jenis infeksi bersumber di luar susunan saraf pusat yang menimbulkan

demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling sering menimbulkan

kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan atas terutama tonsillitis dan faringitis,

otitis media akut (cairan telinga yang tidak segera dibersihkan akan merembes ke saraf di

kepala pada otak akan menyebabkan kejang demam), gastroenteritis akut, exantema

subitum dan infeksi saluran kemih. Selain itu, imunisasi DPT (pertusis) dan campak

(morbili) juga dapat menyebabkan kejang demam. 1,2,5

3

Page 4: Kejang Demam

2.4 Patofisiologi

Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2

dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan

permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui

dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan

elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel

neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan

sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka

terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron.

Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim

Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.7,8

Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :

· Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular

· Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau

aliran listrik dari sekitarnya

· Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau

keturunan

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan

metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3

tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang

dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah

keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari

ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan

listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran

sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang demam yang

berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan

oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,

hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal

disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan

makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat. 7,8

4

Page 5: Kejang Demam

Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi

rendahnya ambang kejang seorang anak. Ada anak yang ambang kejangnya rendah,

kejang telah terjadi pada suhu 38 derajat celcius, sedangkan pada anak dengan ambang

kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 derajat celcius.

2.5 Klasifikasi

Menurut Ikatan Dokter anak Indonesia (IDAI) tahun 2004, kejang demam dapat dibagi

menjadi dua tipe anatar lain sebagai berikut.3

1. Kejang Demam Sederhana (Simple Febrile Seizure), atau KDS

2. Kejang Demam Kompleks (Complex febrile seizure), atau KDK

Kejang Demam Sederhana atau disebut juga dengan simple febrile seizure atau

KDS adalah kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan

umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa

gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana

merupakan 80% di antara seluruh kejang demam. 3

Kejang Demam Kompleks atau complex febrile seizure atau KDK adalah kejang

demam dengan salah satu ciri berikut ini. 3

Kejang lama > 15 menit

Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial

Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam

Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang

berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama

terjadi pada 8% kejang demam. 3

Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului

kejang parsial. 3

Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, di antara 2

bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% di antara anak yang

mengalami kejang demam. 3

5

Page 6: Kejang Demam

Menurut Livingstone (1970), membagi kejang demam menjadi dua : 2,9

1 . Kejang demam sederhana

Umur anak ketika kejang antara 6 bulan & 4 tahun

Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tak lebih dari 15 menit

Kejang bersifat umum, frekuensi kejang bangkitan dalam 1 th tidak > 4

kali

Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam

Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal

Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) yang dibuat sedikitnya

seminggu sesudah suhu normal tidak menunjukkan kelainan

2 . Epilepsi yang diprovokasi demam

Kejang lama dan bersifat lokal

Umur lebih dari 6 tahun

Frekuensi serangan lebih dari 4 kali / tahun

EEG setelah tidak demam abnormal

Menurut sub bagian saraf anak FK-UI membagi tiga jenis kejang demam sebagai

berikut.

1 . Kejang demam kompleks

Umur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun

Kejang berlangsung lebih dari 15 menit

Kejang bersifat fokal/multipel

Didapatkan kelainan neurologis

EEG abnormal

Frekuensi kejang lebih dari 3 kali / tahun

Temperatur kurang dari 390C

2. Kejang demam sederhana

Kejadiannya antara umur 6 bulan sampai dengan 5 tahun

Serangan kejang kurang dari 15 menit atau singkat

Kejang bersifat umum (tonik/klonik)

Tidak didapatkan kelainan neurologis sebelum dan sesudah kejang

6

Page 7: Kejang Demam

Frekuensi kejang kurang dari 3 kali / tahun

Temperatur lebih dari 39 0C

3. Kejang demam berulang

Kejang demam timbul pada lebih dari satu episode demam

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kejang demam berulang

antara lain: 1,3

1. Usia < 15 bulan saat kejang demam pertama

2. Riwayat kejang demam dalam keluarga

3. Kejang demam terjadi segera setelah mulai demam atau saat suhu sudah

relatif normal

4. Riwayat demam yang sering

5. Kejang pertama adalah kejang demam kompleks

Perbedaan kejang demam dengan epilepsi yaitu pada epilepsi, tidak disertai

demam. Epilepsi terjadi karena adanya gangguan keseimbangan kimiawi sel-sel otak

yang mencetuskan muatan listrik berlebihan di otak secara tiba-tiba. Penderita epilepsi

adalah seseorang yang mempunyai bawaan ambang rangsang rendah terhadap cetusan

tersebut. Cetusan bisa di beberapa bagian otak dan gejalanya beraneka ragam. Serangan

epilepsi sering terjadi pada saat ia mengalami stres, jiwanya tertekan, sangat capai, atau

adakalanya karena terkena sinar lampu yang tajam.

2.6 Manifestasi Klinis

Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan

suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf

pusat, otitis media akuta, bronkitis, furunkulosis dan lain-lain. Serangan kejang biasanya

terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat

bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya

kejang berhenti sendiri. Namun anak akan terbangun dan sadar kembali setelah beberapa

detik atau menit tanpa adanya kelainan neurologik. 2,5

7

Page 8: Kejang Demam

Gejala yang timbul saat anak mengalami kejang demam antara lain : anak

mengalami demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi secara

tiba-tiba), kejang tonik-klonik atau grand mal, pingsan yang berlangsung selama 30

detik-5 menit (hampir selalu terjadi pada anak-anak yang mengalami kejang demam).

Kejang dapat dimulai dengan kontraksi yang tiba-tiba pada otot kedua sisi tubuh anak.

Kontraksi pada umumnya terjadi pada otot wajah, badan, tangan dan kaki. Anak dapat

menangis atau merintih akibat kekuatan kontaksi otot. Anak akan jatuh apabila dalam

keadaan berdiri. 2,5

Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung

selama 10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama,

biasanya berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi atau rahangnya

terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya),

gangguan pernafasan, apneu (henti nafas), dan kulitnya kebiruan. 2,5

Saat kejang, anak akan mengalami berbagai macam gejala seperti :

1. Anak hilang kesadaran

2. Tangan dan kaki kaku atau tersentak-sentak

3. Sulit bernapas

4. Busa di mulut

5. Wajah dan kulit menjadi pucat atau kebiruan

6. Mata berputar-putar, sehingga hanya putih mata yang terlihat.

2.7 Diagnosis

Diagnosis kejang demam hanya dapat ditegakkan dengan menyingkirkan penyakit-

penyakit lain yang dapat menyebabkan kejang, di antaranya: infeksi susunan saraf pusat,

perubahan akut pada keseimbangan homeostasis, air dan elektrolit dan adanya lesi

structural pada sistem saraf, misalnya epilepsi. Diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik,

pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang yang menyeluruh untuk

menegakkan diagnosis ini.1,3,5,6

Anamnesis5,6

– waktu terjadi kejang, durasi, frekuensi, interval antara 2 serangan kejang

– sifat kejang (fokal atau umum)

8

Page 9: Kejang Demam

– Bentuk kejang (tonik, klonik, tonik-klonik)

– Kesadaran sebelum dan sesudah kejang (menyingkirkan diagnosis

meningoensefalitis)

– Riwayat demam ( sejak kapan, timbul mendadak atau perlahan, menetap atau naik

turun)

– Menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA, OMA, GE)

– Riwayat kejang sebelumnya (kejang disertai demam maupun tidak disertai

demam atau epilepsi)

– Riwayat gangguan neurologis (menyingkirkan diagnosis epilepsi)

– Riwayat keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan

– Trauma kepala

Pemeriksaan fisik5,6

– Tanda vital terutama suhu

– Manifestasi kejang yang terjadi, misal : pada kejang multifokal yang berpindah-

pindah atau kejang tonik, yang biasanya menunjukkan adanya kelainan struktur

otak.

– Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan hipoventilasi,

henti nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil terhadap cahaya negatif,

dan terdapatnya kuadriparesis flasid mencurigakan terjadinya perdarahan

intraventikular.

– Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala berlebihan yang

disebabkan oleh trauma. Ubun –ubun besar yang tegang dan membenjol

menunjukkan adanya peninggian tekanan intrakranial yang dapat disebabkan oleh

pendarahan subaraknoid atau subdural. Pada bayi yang lahir dengan kesadaran

menurun, perlu dicari luka atau bekas tusukan janin dikepala atau fontanel

enterior yang disebabkan karena kesalahan penyuntikan obat anestesi pada ibu.

– Terdapatnya stigma berupa jarak mata yang lebar atau kelainan kraniofasial yang

mungkin disertai gangguan perkembangan korteks serebri.

9

Page 10: Kejang Demam

– Ditemukannya korioretnitis dapat terjadi pada toxoplasmosis, infeksi

sitomegalovirus dan rubella. Tanda stasis vaskuler dengan pelebaran vena yang

berkelok – kelok di retina terlihat pada sindom hiperviskositas.

– Transluminasi kepala yang positif dapat disebabkan oleh penimbunan cairan

subdural atau kelainan bawaan seperti parensefali atau hidrosefalus.

– Pemeriksaan umum penting dilakukan misalnya mencari adanya sianosis dan

bising jantung, yang dapat membantu diagnosis iskemia otak.

– Pemeriksaan untuk menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam

(ISPA, OMA, GE)

– Pemeriksaan refleks patologis

– Pemeriksaan tanda rangsang meningeal (menyingkirkan diagnosis

meningoensefalitis)

Pemeriksaan laboratorium1,3,5

– Darah tepi lengkap mencari penyebab demam

– Elektrolit, glukosa darah menyingkirkan diare, muntah, hal lain yang dapat

mengganggu keseimbangan elektrolit atau gula darah.

– Pemeriksaan fungsi hati dan ginjal mencari gangguan metabolisme

– Kadar TNF alfa, IL-1 alfa & IL-6 pada CSS meningkat pada ensefalitis

akut/ensefalopati.

Pemeriksaan penunjang1,2,3,5

– Lumbal Pungsi curiga meningitis, umur kurang dari 12 bulan diharuskan dan

umur di antara 12-18 bulan dianjurkan.

– EEG tidak dapat mengidentifikasi kelainan yang spesifik maupun memprediksi

terjadinya kejang yang berulang, tapi dapat dipertimbangkan pada KDK

– CT-scan atau MRI tidak dilakukan pada KDS yang terjadi pertama kali, akan

tetapi dapat dipertimbangkan untuk pasien yang mengalami KDK untuk

menentukan kelainan struktural berupa kompleks tunggal atau multipel

10

Page 11: Kejang Demam

2.8 Diagnosis Banding

Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus dipikirkan

apakah penyebab kejang itu di dalam atau diluar susunan saraf pusat. Kelainan di dalam

otak biasanya karena infeksi, misalnya meningitis, ensefalitis, abses otak, dan lain-lain.

Oleh sebab itu perlu waspada untuk menyingkirkan dahulu apakah ada kelainan organis

di otak. 2,5

Menegakkan diagnosa meningitis tidak selalu mudah terutama pada bayi dan anak

yang masih muda. Pada kelompok ini gejala meningitis sering tidak khas dan gangguan

neurologisnya kurang nyata. Oleh karena itu agar tidak terjadi kekhilafan yang berakibat

fatal harus dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal yang umumnya diambil melalui

pungsi lumbal. Baru setelah itu dipikirkan apakah kejang demam ini tergolong dalam

kejang demam kompleks atau epilepsi yang dprovokasi oleh demam.

Table 2.1. Diagnosa Banding Kejang Demam

No. Kriteria banding Kejang demam Epilepsi Meningitis

ensefalitis

1. Demam Pencetusnya demam Tidak berkaitan

dengan demam

Salah satu

gejalanya demam

2. Kelainan otak (-) (+) (+)

3. Kejang berulang (+) (+) (+)

4. Penurunan kesadaran (+) (-) (+)

2.9 Penatalaksanaan

Dalam penanggulangan kejang demam ada 6 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu sebagai

berikut. 2,3,4,5,7

1. Mengatasi kejang secepat mungkin

2. Pengobatan penunjang

3. Memberikan pengobatan rumat

4. Mencari dan mengobati penyebab

5. Mencegah terjadinya kejang dengan cara anak jangan sampai panas

11

Page 12: Kejang Demam

6. Pengobatan akut

1. Penatalaksanaan saat Kejang 2,3

Umumnya kejang berlangsung singkat dan berhenti sendiri. Jika masih kejang

diberikan diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kg.bb iv perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2

mg/menit diberikan dalam waktu 3-5 menit, dosis maksimal 20 mg. Obat yang dapat

diberikan oleh orang tua di rumah atau yang sering digunakan di rumah sakit ialah

diazepam rektal. Dosis diazepam rektal ialah 0,5-0,75 mg/kgBB atau diazepam per

rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan < 10 kg dan 10 mg jika berat badan > 10 kg,

atau diazepam per rektal 5 mg untuk usia < 3 tahun dan 7,5 mg untuk usia > 3 tahun.

Jika setelah pemberian diazepam per rektal kejang belum berhenti, dapat diulang

dengan dosis sama setelah selang waktu 5 menit. Jika setelah dua kali pemberian

diazepam per rektal masih belum berhenti, dianjurkan ke rumah sakit.

Saat kejang masih berlangsung di rumah sakit, diberikan diazepam intravena 0,3

0,5 mg/kgBB. Tanda-tanda depresi pernapasan diawasi. Jika masih tetap kejang,

fenobarbital 20-30 mg/kgBB per infus dalam 30 menit atau berikan fenitoin intravena

10-20 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1 mg/menit atau < 50 mg/menit. Jika berhenti

dosis selanjutnya fenitoin 4-8 mg/kg.bb/hari dimulai 12 jam setelah dosis awal. Jika

masih belum berhenti, dirawat di ruang perawatan intensif dengan thiopenton dan alat

bantu pernapasan.

2. Pengobatan Penunjang 2,4,5

Pengobatan penunjang dapat dilakukan dengan memonitor jalan nafas, pernafasan,

sirkulasi dan memberikan pengobatan yang sesuai. Sebaiknya semua pakaian ketat

dibuka, posisi kepala dimiringkan untuk mencegah aspirasi lambung. Penting sekali

mengusahakan jalan nafas yang bebas agar oksigenasi terjamin, kalau perlu dilakukan

intubasi atau trakeostomi. Pengisapan lendir dilakukan secara teratur dan pengobatan

ditambah dengan pemberian oksigen. Cairan intavena sebaiknya diberikan dan

dimonitor sekiranya terdapat kelainan metabolik atau elektrolit. Fungsi vital seperti

kesadaran, suhu, tekanan darah, pernafasan dan fungsi jantung diawasi secara ketat.

12

Page 13: Kejang Demam

Pada demam, pembuluh darah besar akan mengalami vasodilatasi, sedangkan

pembuluh darah perifer akan mengalami vasokontrisksi. Kompres es dan alkohol tidak

lagi digunakan karena pembuluh darah perifer bisa mengalami vasokontriksi yang

berlebihan sehingga menyebabkan proses penguapan panas dari tubuh pasien menjadi

lebih terganggu. Kompres hangat juga tidak digunakan karena walaupun bisa

menyebabkan vasodilatasi pada pembuluh darah perifer, tetapi sepanjang waktu anak

dikompres, dirasakan tubuh menjadi semakin panas, anak menjadi semakin rewel dan

gelisah. Menurut penelitian, apabila suhu penderita tinggi (hiperpireksi), diberikan

kompres air biasa. Dengan ini, proses penguapan bisa terjadi dan suhu tubuh akan

menurun perlahan-lahan.

Bila penderita dalam keadaan kejang obat pilihan utama adalah diazepam yang

diberikan secara per rektal, disamping cara pemberian yang mudah, sederhana dan

efektif telah dibuktikan keampuhannya. Hal ini dapat dilakukan oleh orang tua atau

tenaga lain yang mengetahui dosisnya. Dosis tergantung dari berat badan, yaitu berat

badan kurang dari 10 kg diberikan 5 mg dan berat badan lebih dari 10 kg rata-rata

pemakaiannya 0,4-0,6 mg/KgBB. Kemasan terdiri atas 5 mg dan 10 mg dalam rectiol.

Bila kejang tidak berhenti dengan dosis pertama, dapat diberikan lagi setelah 15 menit

dengan dosis yang sama.

Untuk mencegah terjadinya udem otak diberikan kortikosteroid yaitu dengan

dosis 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Golongan glukokortikoid seperti

deksametason diberikan 0,5-1 ampul setiap 6 jam sampai keadaan membaik.

3. Pengobatan rumat/pencegahan/profilaksis 1,3,7

Pengobatan rumatan diberikan jika:

1. Kejang lama > 15 menit

2. Ada kelainan neurologis nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya paresis

Todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus.

3. Kejang fokal

Dipertimbangkan jika :

1. Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam

2. Terjadi pada bayi < 12 bulan

13

Page 14: Kejang Demam

3. Kejang demam 4 kali/tahun

Pengobatan rumatan mulai diberikan setelah kejang diatasi, pasien dikirim ke

rumah sakit untuk memperoleh perawatan lebih lanjut.

Profilaksis Intermiten

Untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari, penderita kejang demam

diberikan obat campuran anti konvulsan dan antipiretika yang harus diberikan

kepada anak selama episode demam. Antipiretik yang diberikan adalah paracetamol

dengan dosis 10-15mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari (tidak > 5 kali sehari) atau

ibuprofen dengan dosis 5-10mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Asam asetil salisilat tidak

dianjurkan terutama pada usia < 18 bulan karena risiko sindrom Reye.

Antikonvulsan yang ampuh dan banyak dipergunakan untuk mencegah

terulangnya kejang demam ialah diazepam. Diazepam oral 0,3 mg/kgBB tiap 8 jam

saat demam menurunkan risiko berulangnya kejang demam pada 30% - 60 % kasus,

begitu pula diazepam rektal 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam pada suhu > 38.5ºC.

Profilaksis intermitten ini sebaiknya diberikan sampai kemungkinan anak untuk

menderita kejang demam sedehana sangat kecil yaitu sampai sekitar umur 4 tahun.

Fenobarbital, karbamazepin dan fenition pada saat demam tidak berguna untuk

mencegah kejang demam.

Profilaksis Jangka Panjang

Profilaksis jangka panjang gunanya untuk menjamin terdapatnya dosis teurapetik

yang stabil dan cukup di dalam darah penderita untuk mencegah terulangnya kejang

di kemudian hari. Lama pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang;

kemudian dihentikan bertahap dalam 1-2 bulan. Obat yang dipakai untuk profilaksis

jangka panjang ialah:

1. Fenobarbital

Dosis 4-5 mg/kgBB/hari. Efek samping dari pemakaian fenobarbital jangka

panjang ialah perubahan sifat anak menjadi hiperaktif, perubahan siklus tidur dan

kadang-kadang gangguan kognitif atau fungsi luhur.

2. Sodium valproat / asam valproat

14

Page 15: Kejang Demam

Dosisnya ialah 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Namun, obat ini

harganya jauh lebih mahal dibandingkan dengan fenobarbital dan gejala toksik

berupa rasa mual, kerusakan hepar, pankreatitis.

3. Fenitoin

Diberikan pada anak yang sebelumnya sudah menunjukkan gangguan sifat berupa

hiperaktif sebagai pengganti fenobarbital. Hasilnya tidak atau kurang memuaskan.

Pemberian antikonvulsan pada profilaksis jangka panjang ini dilanjutkan

sekurang-kurangnya 3 tahun seperti mengobati epilepsi. Menghentikan pemberian

antikonvulsi kelak harus perlahan-lahan dengan jalan mengurangi dosis selama 3

atau 6 bulan.

4. Mencari dan Mengobati Penyebab

Penyebab dari kejang demam baik sederhana maupun kompleks biasanya infeksi

traktus respiratorius bagian atas dan otitis media akut. Pemberian antibiotik yang tepat

dan kuat perlu untuk mengobati infeksi tersebut. Secara akademis pada anak dengan

kejang demam yang datang untuk pertama kali sebaiknya dikerjakan pemeriksaan

pungsi lumbal. Hal ini perlu untuk menyingkirkan faktor infeksi di dalam otak misalnya

meningitis. Apabila menghadapi penderita dengan kejang lama, pemeriksaan yang

intensif perlu dilakukan, yaitu pemeriksaan pungsi lumbal, darah lengkap, misalnya

gula darah, kalium, magnesium, kalsium, natrium, nitrogen, dan faal hati.

2.10 Prognosis 1,2,3

1. Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis

Kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan

mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal.

Penelitian retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan

kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik

umum atau fokal.

2. Kemungkinan mengalami kematian

Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan

15

Page 16: Kejang Demam

3. Kemungkinan berulangnya kejang demam

Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya

kejang demam adalah:

1. Riwayat kejang demam dalam keluarga

2. Usia kurang dari 12 bulan

3. Temperatur yang rendah saat kejang

4. Cepatnya kejang setelah demam

Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam ialah 80%,

sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan hanya 10%-15%.

Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada tahun pertama.

4. Faktor risiko terjadinya epilepsi

Beberapa faktor risiko terjadinya epilepsi antara lain sebagai berikut.

1. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum KD pertama

2. Kejang demam kompleks

3. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung

Setiap faktor risiko meningkatkan kemungkinan 4%-6%. Kombinasi dari faktor risiko

tersebut meningkatkan kemungkinan 10%-49%. Tidak dapat dicegah dengan pemberian

obat rumat pada kejang demam.

2.11 Edukasi Pada Orang Tua 3,10

Kejang selalu menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang, mereka beranggapan

anaknya meninggal. Kecemasan dikurangi dengan cara:

1. Meyakinkan bahwa KD mempunyai prognosis baik

2. Memberitahukan cara penanganan kejang

3. Memberikan informasi kemungkinan kejang kembali

4. Pemberian obat untuk mencegah frekuensi memang efektif tetapi harus diingat

adanya efek samping obat

16

Page 17: Kejang Demam

2.12 Bila terjadi Kejang (berulang) 3

Bila terjadi kejang, hal-hal yang dapat dilakukan antara lain sebagai berikut.

1. Tetap tenang dan tidak panik

2. Kendorkan pakaian, terutama di sekitar leher

3. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan

muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Jangan memasukkan sesuatu ke dalam

mulut

4. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang

5. Tetap bersama pasien selama kejang

6. Berikan diazepam rektal dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti

7. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih

2.13 Vaksinasi pada Kejang Demam 3

Tidak ada kontraindikasi vaksinasi pada penderita kejang demam. Kejang demam setelah

vaksinasi sangat jarang terjadi. Angka kejadian kejang demam pasca vaksinasi:

DPT: 6 – 9 kasus per 100.000 anak

MMR: 25 – 34 kasus per 100.000 anak

Anjuran:

Berikan diazepam oral/rektal bila demam

Berikan parasetamol saat vaksinasi s.d 3 hari

17

Page 18: Kejang Demam

BAB III

LAPORAN KASUS

Identitas Pasien

Nama : IKD

Umur : 3 tahun 10 bulan

Tanggal lahir : 9 Agustus 2008

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : No. CM : 16773514

Tanggal MRS : 16 April 2014 pk.14.20 WITA

Nama Ayah : I Ketut Irmawan

Umur : 33 tahun

Status perkawinan : 1 x

Pendidikan terakhir : SMA

Pekerjaan : Swasta (Salesman)

Nama Ibu : Ni Ketut Rusmini

Umur : 30 tahun

Status perkawinan : 1 x

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Petani

HETEROANAMNESIS

Alloanamnesa dengan ibu kandung pasien tanggal 16 April 2014 pada pukul pk.14.20

WITA.

Keluhan Utama:

Kejang

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien dikeluhkan kejang di rumahnya sebanyak satu kali, kira-kira 20 menit sebelum

masuk rumah sakit (SMRS) (tanggal 16 April 2014 pada pukul pk.14.20 WITA), kejang

terjadi di seluruh tubuh, dengan tangan dan kaki awalnya kaku, lalu menghentak-hentak,

18

Page 19: Kejang Demam

lidah tergigit, mata mendelik ke atas, tanpa disertai mulut keluar busa dan kencing.

Setelah kejang, pasien lalu tersadar dan menangis serta berkeringat dingin.

Pasien juga dikatakan mengalami panas badan sejak 1 hari SMRS (tanggal 15

April 2014 pukul 02.00 WITA), tiba-tiba mendadak tinggi dan menetap, tidak diberikan

obat penurun panas karena rencananya orang tua pasien akan membawa pasien berobat

ke puskesmas pagi keesokan harinya (tanggal 16 April 2014).

Pasien tidak dikatakan mengalami batuk dan pilek, makan dan minum sedikit-

sedikit sejak panas. Pasien mengalami mual dan muntah.

Riwayat Pengobatan:

Untuk keluhan batuk, pilek, maupun panasnya, pasien belum sempat dibawa

berobat sebelumnya.

Riwayat Penyakit Dahulu:

Pasien dikatakan tidak pernah menderita kejang sebelumnya. Riwayat alergi dan

sesak nafas pada pasien disangkal. Pasien sering mengalami batuk dan pilek.

Riwayat Kehamilan dan Persalinan:

Penderita lahir spontan di RSU Karangasem, ditolong oleh dokter. Lahir cukup

bulan, langsung menangis, dengan berat badan lahir 3200 gram dan panjang badan 50

cm, anus (+), tanpa kelainan bawaan.

Riwayat Imunisasi:

Imunisasi dikatakan lengkap (BCG 1x, Hep B 3x, Polio 4x, DPT 3x, Campak 1x).

Riwayat Nutrisi:

ASI : -

Susu Formula : Lahir-sekarang

Bubur nasi : 4 bulan-sekarang

Makanan Dewasa : 13 bulan-sekarang

Riwayat Tumbuh Kembang

Pertumbuhan gigi : 8 bulan

Psikomotor:

Menegakkan kepala : 3 bulan

Membalikkan badan : 3 bulan

Duduk : 6 bulan

19

Page 20: Kejang Demam

Berdiri : 9 bulan

Berjalan : 10 bulan

Bicara : 12 bulan

Riwayat Kesehatan Keluarga

Kedua orang tua pasien tidak mempunyai riwayat kejang demam pada masa kanak-

kanak ataupun epilepsi. Tidak ada anggota keluarga lain yang mengalami riwayat kejang.

Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Kakak pasien ialah laki-laki,

masing-masing berusia 10 tahun. Pasien sehari-hari diasuh oleh ibu pasien. Pasien tinggal

bersama kedua orang tua dan pasien.

PEMERIKSAAN FISIK

Status present:

Keadaan Umum : tampak lemas

Kesadaran : Compos mentis

GCS : E4 V3 M5 (12/12)

Nadi : 118x/menit, reguler, isi cukup

RR : 30x/menit

Tax : 38,4° C

BB : 10 kg

PB : 77 cm

BBI : 10,1 kg

Status Gizi : 96,04 % (gizi baik ~ Waterlow)

Status general:

Kepala :

- Inspeksi : Normocephali, rambut warna hitam, distribusi merata, tidak mudah

dicabut, ubun-ubun besar datar.

Mata :

- Inspeksi : Pucat -/- ; ikterus -/- ; refleks pupil +/+ isokor ; oedema (-)

THT :

- Telinga : sekret -/-

20

Page 21: Kejang Demam

- Hidung : Napas cuping hidung (-), sianosis (-), sekret hidung -/-, mukosa

hiperemi (-)

- Tenggorok : Faring hiperemis (-), Tonsil T1/T1, hiperemis (-)

Mulut :

- Inspeksi : mukosa mulut dan lidah basah, bibir merah muda, tidak kering

Leher :

- Inspeksi : benjolan (-), bendungan vena jugularis (-)

- Palpasi : pembesaran kelenjar getah bening (-), kaku kuduk (-)

Thorax :

Jantung :

Inspeksi  : Ictus cordis tidak tampak, precordial bulging (-)

Palpasi : Ictus cordis teraba di apex, thrill (-), kuat angkat (-)

Perkusi : Redup

Auskultasi  : S1S2 normal, reguler, murmur (-)

Paru :

Inspeksi : Saat diam simetris, gerakan dada saat bernafas simetris,

irama teratur, tipe torakoabdominal, retraksi (-)

Palpasi : Gerakan dada simetris

Perkusi : Sonor

Auskultasi : Suara napas vesikuler +/+ , Rh -/- , Wh -/-

Abdomen :

Inspeksi : Distensi (-), bentuk datar

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Palpasi : Hepar, lien tidak teraba, turgor normal

Perkusi : timpani

Genitalia : tidak tampak kelainan

Extremitas :

Inspeksi : edema cyanosis

Palpasi : akral hangat

21

- -

-- --

--

+ +

++

Page 22: Kejang Demam

Refleks Meningeal : kaku kuduk (-)

Brudzinsky I (-)

Brudzinsky II (-)

Kernig (-)

DIAGNOSIS KERJA : Kejang Demam Kompleks

DIAGNOSIS BANDING :

Epilepsi yang diprovokasi demam

Meningitis

PEMERIKSAAN PENUNJANG :

Elektrolit : 19 Januari 2010 pk 03.30 WITA

Natrium : 142 mmol/L (135-150 mmol/L)

Kalium : 4,7 mmol/L (3,5-5 mmol/L)

Chlorida : 107 mmol/L (95-110 mmol/L)

Darah lengkap : 19 Januari 2010 pk 03.30 WITA

Leukosit : 15,5 K/uL (4,6-10,2 mmol/L)

Hemoglobin : 12,2 g/DL (11,5-18,0 g/dL)

Hematokrit : 37,5% (37-54 %)

Platelet : 296 K/uL (150-400 K/uL)

ASSESMENT : Kejang Demam Kompleks

PENATALAKSANAAN :

Diazepam 5 mg

Parasetamol per rektal 125 mg

MRS

Infus RL 10 tetes/menit

Cefotaxim injeksi 3 x 200 mg

Parasetamol sirup 3 x ¾ cth

22

Page 23: Kejang Demam

Ambroxol sirup 3 x ½ cth

Cotridex amp 3 x ¼ amp

MONITORING

Vital sign

PROGNOSIS

Dubius ad bonam

 

FOLLOW UP

Waktu KLINIS DAN PENUNJANG TERAPI17-4-2014

Pk 06.00

WITA

S :

Sadar (+), demam (-), batuk (+), pilek (-)

O :

Status present

KU : sedang

Kesadaran : CM

HR : 130 kali/menit

RR : 30 kalimenit

Tax : 36,7 0C

Status generalis

Kepala : normosefali

Mata : pucat -/-, ikterus -/-, RP +/+ isokor

THT : NCH (-), cyanosis (-), sekret (-), faring

hiperemis (-)

Thorax : simetris (+), retraksi (-)

Cor S1S2 tunggal reguler murmur (-)

Po SN vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-

Abdomen : distensi (-), bising usus (+) normal

Ekstremitas : hangat (+), edema (-)

IVFD D5 % 10

tetes/menit

Cefotaxim 3x350

Ampisilin 3x 350

Paracetamol 4x1

cth

Obs

Vital sign

23

Page 24: Kejang Demam

A :

Kejang demam kompleks

18-4-2014 S :

Demam (-), batuk (+) pilek (-), makan dan

minum (+), BAB (-), BAK (+)

O :

Status present

KU : sedang

Kesadaran : CM

HR : 118 kali/menit

RR : 26 kalimenit

Tax : 36,0 0C

Status generalis

Kepala : normosefali

Mata : pucat -/-, ikterus -/-, RP +/+ isokor

THT : NCH (-), cyanosis (-), sekret (-), faring

hiperemis (-)

Thorax : simetris (+), retraksi (-)

Cor S1S2 tunggal reguler murmur (-)

Po SN vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-

Abdomen : distensi (-), bising usus (+) normal

Ekstremitas : hangat (+), edema (-)

A :

Kejang demam kompleks

IVFD D5 % 10

tetes/menit

Cefotaxim 3x350

Ampisilin 3x 350

Paracetamol 4x1

cth

Obs

Vital sign

19-4-2014 S :

Demam (+) naik turun, batuk (+), pilek (-),

makan dan minum (+) menurun, BAB (-),

BAK (+)

BPL

Cefoxin 2 cth ½

Paracetamol

24

Page 25: Kejang Demam

O :

Status present

KU : sedang

Kesadaran : CM

HR : 118 kali/menit

RR : 27 kalimenit

Tax : 36,2 0C

Status generalis

Kepala : normosefali

Mata : pucat -/-, ikterus -/-, RP +/+ isokor

THT : NCH (-), cyanosis (-), sekret (-), faring

hiperemis (-)

Thorax : simetris (+), retraksi (-)

Cor S1S2 tunggal reguler murmur (-)

Po SN vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-

Abdomen : distensi (-), bising usus (+) normal

Ekstremitas : hangat (+), edema (-)

A :

Kejang demam kompleks

DAFTAR PUSTAKA

1. Sadleir LG, Scheffer IE. Febrile seizures. Clinical review. BMJ 2009: 334: 307-11.

25

Page 26: Kejang Demam

2. Hirtz DG. Febrile seizures. Pediatr Rev 1997;18(1); 5-9

3. Pusponegoro HD, Widodo DP, Ismael S. Konsensus Penatalaksanaan Kejang

Demam. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta, 2009.

4. Johnston MV. Seizures in Childhood. In: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB

(eds). Nelson textbook of pediatrics 17th ed. Philadelpia 2008: WB Saunders.

5. Tejani, NR. Pediatrics, febrile seizures. Emedicine 2009.

6. Febrile seizures: causes, symptoms, diagnosis and treatment. Available at: www.

medicinenet.com/febrile_seizures/article.htm (Accesed : 18 January 2010)

7. Suraatmaja S, Soetjiningsih. Pedoman diagnosis dan terapi ilmu kesehatan anak rsup

sanglah, denpasar. Denpasar 2000 : Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unud/RSUP

Sanglah.

8. Rudolph AM. Febrile seizures. Rudoplh Pediatrics. 20th ed. Appleton & Lange, 2010.

9. Livingston S. The Child who has had one convulsion. Pediatrics 1964;33;1001-2

10. Jones T, Jacobsen SJ. Childhood febrile seizures : overview and implications. Int J

Med Sci 2009; 4(2): 110-4.

26