LONG CASE KEJANG DEMAM

48
KEJANG DEMAM Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak Disusun oleh Aida Yulia Amany NIM : 20100310091 Pembimbing dr. Martinus Anto Artsanto, Sp. A i

description

long case kejang demam

Transcript of LONG CASE KEJANG DEMAM

Page 1: LONG CASE  KEJANG DEMAM

KEJANG DEMAM

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti

Ujian Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak

Disusun oleh

Aida Yulia Amany

NIM : 20100310091

Pembimbing

dr. Martinus Anto Artsanto, Sp. A

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2015

i

Page 2: LONG CASE  KEJANG DEMAM

HALAMAN PENGESAHAN

LONG CASE

“KEJANG DEMAM”

Disusun Untuk Mengikuti Ujian Stase Ilmu Kesehatan Anak

Di RSUD Tidar Magelang

Disusun oleh

Aida Yulia Amany

NIM : 20100310091

Telah disetujui oleh :

Dosen Pembimbing

dr. Martinus Anto Artsanto, Sp.A

ii

Page 3: LONG CASE  KEJANG DEMAM

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan atas limpahan karunia Tuhan Yang Maha ESA,

penulis telah menyelesaikan Long Case yang berjudul “KEJANG DEMAM”.

Penulis berharap semoga tulisan ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan

bagi teman-teman sejawat yang sedang menempuh pendidikan kepanitraan umum.

Tidak lupa penulis ucapkan banyak terima kasih kepada :

1. dr. Anto Artsanto, Sp.A yang telah memberikan bimbingan dan ilmu yang

bermanfaat selama penulis mengikuti kepaniteraan umum.

2. dr. Chrisna Hendrawati, Msi.Med, Sp.A yang telah memberikan

bimbingan dan ilmu yang bermanfaat selama penulis mengikuti

kepaniteraan umum.

3. dr. Woro Triaksiwi W, M.Sc, Sp.A yang telah memberikan bimbingan dan

ilmu yang bermanfaat selama penulis mengikuti kepaniteraan umum.

4. Keluarga yang mendukung dengan doa

5. Kolega bagian kesehatan anak di RSUD Tidar Magelang & RSB Budi

Rahayu atas bimbingannya.

6. Pihak-pihak lain yang membantu, namun tidak bisa disebutkan satu

persatu.

iii

Page 4: LONG CASE  KEJANG DEMAM

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................................i

HALAMAN PENGESAHAN.............................................................................................ii

KATA PENGANTAR........................................................................................................iii

DAFTAR ISI.......................................................................................................................iv

BAB I...................................................................................................................................1

PENDAHULUAN.................................................................................................................

A. LATAR BELAKANG.............................................................................................1

B. TUJUAN..................................................................................................................1

1. Tujuan Umum......................................................................................................1

2. Tujuan Khusus.....................................................................................................1

C. LAPORAN KASUS.................................................................................................2

D.FOLLOW UP...............................................................................................................8

E. KUNJUNGAN RUMAH (HOME VISITE)..............................................................11

BAB II................................................................................................................................12

TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................................12

A. Definisi......................................................................................................................12

B. Klasifikasi Kejang Demam.......................................................................................12

C. Epidemiologi.............................................................................................................13

D. Etiologi......................................................................................................................13

E. Patofisiologi...............................................................................................................14

F. Pemeriksaan Penunjang.............................................................................................16

G. Faktor Risiko.............................................................................................................16

H. Penatalaksanaan........................................................................................................18

I. Prognosis.....................................................................................................................22

iv

Page 5: LONG CASE  KEJANG DEMAM

BAB III..............................................................................................................................25

KESIMPULAN..................................................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................26

v

Page 6: LONG CASE  KEJANG DEMAM

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kejang atau bangkitan adalah gangguan neurologi yang sering

pada anak. Hal ini terlihat bahwa sekitar 10% anak menderita paling tidak

satu kali kejadian kejang dalam 16 tahun pertama hidupnya. Penderita

tertinggi ditempati oleh anak yang berusia kurang dari tiga tahun. Data

epidemiologi menunjukkan sekitar 150.000 anak mendapatkan kejang dan

30.000 diantaranya berkembang menjadi status epilepsi.6

Kejang demam merupakan penyakit kejang yang paling sering

dijumpai di bidang neurologi khususnya anak. Kejang selalu merupakan

peristiwa yang menakutkan bagi orang tua, sehingga bagi dokter kita wajib

mengatasi kejang demam dengan tepat dan cepat.

Kejang demam pada umumnya dianggap tidak berbahaya dan

sering tidak menimbulkan gejala sisa, akan tetapi bila kejang berlangsung

lama sehingga menimbulkan hipoksia pada jaringan Susunan Saraf Pusat

(SSP), dapat menyebabkan adanya gejala sisa di kemudian hari. Sifat

kejang perlu ditanyakan, apakah kejang bersifat klonik, tonik, umum atau

fokal. Ditanya pula lama serangan, kesadaran pada waktu kejang dan

pasca kejang. Gejala lain yang menyertai diteliti, termasuk demam,

muntah, lumpuh, penurunan kesadaran atau kemunduran kepandaian.3,5

Sebuah konsensus pada tahun 1980 dari National Institutes of

Health menyimpulkan bahwa kejang demam simpleks memiliki prognosis

yang sangat baik.3

B. TUJUAN

1. Tujuan Umum

Long case ini dibuat untuk memenuhi sebagian syarat mengikuti ujian

kepaniteraan klinik program pendidikan profesi di Bagian Ilmu

Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta di Rumah Sakit Umum Tidar Magelang.1

Page 7: LONG CASE  KEJANG DEMAM

2. Tujuan Khusus

Untuk mengetahui definisi, epidemiologi, klasifikasi, etiologi dan

faktor resiko, patogenesis, gambaran klinis, diagnosis,

penatalaksanaan, prognosis, dan komplikasi dari kejang demam.

C. LAPORAN KASUS

1. ANAMNESIS

Tanggal Anamnesis : 21 Februari 2015, Pukul 22.00

Macam Anamnesis : Alloanamnesis ayah pasien

Keluhan Utama : Kejang

Keluhan Tambahan : Diare, muntah

a. Identitas Pasien

Nama : Mohammad Haidar

Tempat, tanggal lahir : Magelang, 2 Mei 2013

Jenis kelamin : Laki-laki

Nama Ayah : Bp. Isro’i

Usia : 27 tahun

Pendidikan terakhir : Tamat SD

Pekerjaan : Buruh bangunan

Nama Ibu : Ny. Siti Zulaekah

Usia : 26 tahun

Pendidikan terakhir : Tamat SMP

Pekerjaan : IRT

Agama : Islam

Alamat : Jonggrangan Kalinegoro Mertoyudan, Magelang

Tanggal masuk RS : 21 Februari 2015

2

Page 8: LONG CASE  KEJANG DEMAM

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien dibawa oleh orang tuanya ke IGD pada tanggal 21 Februari

2015 pukul 21.00 dengan keluhan kejang di rumah selama ± 5 menit.

Sebelum kejang pasien demam tinggi. Demam mendadak tinggi dirasakan

sejak pagi hari masuk rumah sakit. Sudah diberi penurun panas yang dibeli

di warung kemudian demam sempat turun sebentar lalu naik lagi. Pada

saat kejang orang tua pasien mengaku anaknya kejang seluruh tubuh, mata

melirik ke atas. Setelah kejang, pasien kemudian menangis. 1 hari

sebelumnya pasien BAB cair 2x ampas (+), lendir (−), darah (−). Orang

tua pasien juga mengaku pada hari masuk rumah sakit pasien BAB cair 2x

ampas (+), lendir (−), darah (−) dan muntah 1x berisi makanan yang

dimakan sebelumnya sebanyak lebih kurang setengah gelas belimbing.

Riwayat batuk dan pilek disangkal. Riwayat membeli makanan yang tidak

bersih ada, ayah pasien mengaku pasien sering bermain dengan sepupu –

sepupunya yang sering jajan sembarangan. Riwayat kejang sebelumnya

disangkal. Riwayat kejang pada keluarga disangkal.

c. Riwayat Penyakit Keluarga

- Riwayat Alergi : disangkal

- Riwayat Kejang di keluarga : disangkal

- Riwayat Hipertensi : kakek pasien

- Riwayat DM : disangkal

- Riwayat Penyakit Jantung : disangkal

- Riwayat Merokok : ayah dan kakek pasien

d. Riwayat Kehamilan

Pasien merupakan anak pertama dengan riwayat kehamilan ibu G1

P1 A0. Ibu pasien melakukan ANC di bidan sebanyak 4x selama masa

kehamilan. Selama ANC ibu diberi vit B kompleks, kalsium, tablet Fe dan

asam folat.

3

Page 9: LONG CASE  KEJANG DEMAM

e. Riwayat natal

Ibu melahirkan secara spontan pada usia kehamilan 40 minggu

lahir bayi laki-laki ditolong oleh bidan dengan berat badan lahir 2700 gr

dengan panjang badan 48 cm, menangis keras, warna kemerahan.

f. Riwayat Imunisasi

BCG : dilakukan usia 0 bulan

Hepatitis B : dilakukan pada usia 0, 1, 6 bulan

Polio : dilakukan pada usia 0, 2, 4, 6 bulan

DPT : dilakukan pada usia 2, 4, 6 bulan

Campak : dilakukan pada usia 9 bulan

Kesimpulan : imunisasi dasar lengkap

g. Riwayat Nutrisi

0-4 bulan : ASI

4-6 bulan : ASI, susu formula

6- 8 bulan : ASI, susu formula, bubur bayi instan

8-12 bulan : susu formula, nasi tim, buah

12-18 bulan : susu formula, nasi tim, buah, telur, biskuit

Makan 3 kali sehari dan selalu habis

18-22 bulan : susu formula, nasi, buah, telur, biskuit, permen, snack

Makan 3 kali sehari dan selalu habis

Kesimpulan : nutrisi kuantitas baik, kualitas kurang mencukupi karena

ASI eksklusif hanya didapatkan hingga pasien usia 4 bulan.

h. Riwayat Perkembangan

0-2 bulan : menangis kuat, bergerak aktif

4-6 bulan : miring, tengkurap, mengenal suara

6- 8 bulan : merangkak, duduk, berceloteh

8-12 bulan : berdiri, meniru suara, mengatakan 1 – 2 kata

12-18 bulan : berjalan dan mengeksplorasi rumah

4

Page 10: LONG CASE  KEJANG DEMAM

18-22 bulan : belajar makan sendiri, belajar mengontrol BAB BAK

Kesimpulan : perkembangan baik sesuai usia

i. Riwayat sosial ekonomi

Pasien tinggal di daerah pinggiran kota bersama ayah, ibu, kakek

dan nenek dari keluarga ibu, adik perempuan ibu dan 2 orang anaknya

yang merupakan sepupu pasien. Keluarga pasien termasuk keluarga

menengah ke bawah. Rumah terbuat dari dinding beratap genteng.

Ventilasi cukup, memiliki 1 kamar mandi dengan WC jongkok.

2. PEMERIKSAAN FISIK

Dilakukan pada tanggal 21 Februari pukul 22.00 WIB

Subjektif : Demam (+), Batuk (−), pilek (−), Mual (−), Muntah (−),

BAB cair (−), makan sulit minum mau sedikit sedikit.

Objektif :

*Status Gizi

BB = 9 kg, PB = 75 cm

BB/U : pada grafik Z-Score menunjukkan SD 0

PB/U : pada grafik Z-Score menunjukkan SD -3 – (-2)

BB/PB : pada grafik Z-Score menunjukkan SD 0

Kesimpulan : status gizi anak cukup

- Keadaan Umum : Rewel

- Kesadaran : Compos mentis

- Vital Sign : - Nadi : 110x/menit, reguler, isi dan

tegangan cukup

- Suhu : 38,8o C

- Laju respirasi : 28x/ menit, reguler

- Kepala : mesocephal, rambut hitam, mudah dipilah, ubun-

ubun besar menutup, rata.

- Mata : konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-),

air mata (+), mata cekung (+)

5

Page 11: LONG CASE  KEJANG DEMAM

- Hidung : discharge (+), nafas cuping (-)

- Telinga : ottorhea (-), nyeri telinga (-)

- Mulut : sianosis (-), lidah kotor (-), bibir kering (-)

- Leher : normocolli, limfenodi tak teraba, tidak ada

peningkatan JVP, kelenjar tiroid paratiroid dbn.

- Thorax : - Inspeksi :simetris, retraksi (-), nafas berbunyi

- Palpasi :ketinggalan gerak (-),

vocal fremitus Ka=Ki

- Perkusi : sonor (+/+)

- Auskultasi : vesikuler (+/+), ronki (-/-),

wheezing (-/-), S1/S2 reguler,

bising (-)

- Abdomen : - Inspeksi : datar, jejas (-)

- Auskultasi : peristaltic (+)

- Perkusi : timpani

- Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar

dan lien tak teraba

- Ekstremitas : akral hangat, udem (-), capillary refill < 2 detik

- Kulit : turgor baik, ikterik (-)

3. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Darah Rutin

Parameter Hasil Satuan

Hemoglobin 12.8 g/dl

Leukosit 5.2 10^3/ul

Eritrosit 4. 9 10^6/ul

Hematokrit 35,3 L %

Angka Trombosit 197 10^3/ul

Netrofil Segmen 45 %

Limfosit 45 %

6

Page 12: LONG CASE  KEJANG DEMAM

Monosit 10 %

Eosinofil 0 L %

Basofil 1 %

RDW-CV 14,2 %

RDW-SD 35, 9 fL

P-LCR 24,6 %

MCV 71,5 L fL

MCH 25, 9. Pg

MCHC 36,3 H g/dl

GDS 181 mg/dL

b. Diagnosis Kerja

Kejang Demam Sederhana ec Diare Cair Akut dengan dehidrasi ringan

sedang

c. Manajemen

- Pasang infus D5 ½ NS 15tpm

- Infus Paracetamol 100mg jika t>39

- Inj diazepam 3mg IV bolus pelan jika kejang

- Paracetamol syr 3x 1 cth

- Diazepam 1mg pulvis jika t>38

- Zinc 1x20 mg

- L.Bio 2x1 sachet

7

Page 13: LONG CASE  KEJANG DEMAM

D.FOLLOW UP

Tanggal 22 Februari 2015

S : Demam (+) 39˚C, kejang (-), muntah (1x),

Batuk (-), Pilek (-), bab cair 2x ampas (+)

lendir (-) darah (-), makan sedikit minum

mau banyak

O : KU : rewel

Kepala : CA -/-, SI-/-, isokor, cowong -/-

Leher : Lnn tidak teraba

Thorak : Vesikuler +/+, Rh -/-, Wh -/-,

S1/S2 reguler, Bising (-)

Abdomen: kembung, BU (+) meningkat,

timpani meningkat

Eks : akral hangat, nadi 100x/menit

A : KDS dan DCA dehidrasi ringan sedang

P : Infus D5 ½ NS 15 tpm

Infus Paracetamol 100mg jika t>39

Po. Paracetamol syr 3x1cth

Diazepam 1mg pulv jk t>38

Zinc 1x20 mg

Tanggal 23 Februari 2015

S : Demam (-) 37˚C, kejang (-), muntah (-),

Batuk (-), Pilek (-), bab cair 2x ampas (+)

lendir (-) darah (-), makan sedikit minum

mau banyak

O : KU : sedang

Kepala : CA -/-, SI-/-, isokor, cowong -/-

Leher : Lnn tidak teraba

Thorak : Vesikuler +/+, Rh -/-, Wh -/-,

S1/S2 reguler, Bising (-)

Abdomen: supel, BU (+) meningkat,

timpani meningkat

Eks : akral hangat, nadi 80x/menit

A : KDS dan DCA dehidrasi ringan sedang

teratasi

P : Infus D5 ½ NS 15 tpm

Infus Paracetamol 100mg jika t>39

Po. Paracetamol syr 3x1cth

Diazepam 1mg pulv jk t>38

8

Page 14: LONG CASE  KEJANG DEMAM

L.Bio 2x1 sachet Zinc 1x20 mg

L.Bio 2x1 sachet

Tanggal 24 Februari 2015

S : Demam (+) 38˚C, kejang (-), muntah (-),

Batuk (-), Pilek (-), bab cair 3x ampas (+)

lendir (-) darah (-), makan sedikit minum

mau banyak

O : KU : sedang

Kepala : CA -/-, SI-/-, isokor, cowong -/-

Leher : Lnn tidak teraba

Thorak : Vesikuler +/+, Rh -/-, Wh -/-,

S1/S2 reguler, Bising (-)

Abdomen: supel, BU (+) meningkat

timpani

Eks : akral hangat, nadi 100x/menit

A : KDS dan DCA dehidrasi ringan sedang

teratasi

P : Infus D5 ½ NS 15 tpm

Infus Paracetamol 100mg jika t>39

Tanggal 25 Februari 2015

S : Demam (-) 37˚C, kejang (-), muntah (-),

Batuk (-), Pilek (-), bab cair (-), makan

sedikit minum mau banyak

O : KU : sedang

Kepala : CA -/-, SI-/-, isokor, cowong -/-

Leher : Lnn tidak teraba

Thorak : Vesikuler +/+, Rh -/-, Wh -/-,

S1/S2 reguler, Bising (-)

Abdomen: supel, BU (+), timpani

Eks : akral hangat, nadi 88x/menit

A : KDS dan DCA dehidrasi ringan sedang

teratasi

P : Infus D5 ½ NS 15 tpm

Infus Paracetamol 100mg jika t>39

Po. Paracetamol syr 3x1cth

Diazepam 1mg pulv jk t>38

9

Page 15: LONG CASE  KEJANG DEMAM

Po. Paracetamol syr 3x1cth

Diazepam 1mg pulv jk t>38

Zinc 1x20 mg

L.Bio 2x1 sachet

Zinc 1x20 mg

L.Bio 2x1 sachet

Tanggal 26 Februari 2015

S : Demam (-) 36,2˚C, kejang (-), muntah (-),

Batuk (-), Pilek (-), bab cair (-), makan

minum mau banyak

O : KU : sedang

Kepala : CA -/-, SI-/-, isokor, cowong -/-

Leher : Lnn tidak teraba

Thorak : Vesikuler +/+, Rh -/-, Wh -/-,

S1/S2 reguler, Bising (-)

Abdomen: supel, BU (+), timpani

Eks : akral hangat, nadi 88x/menit

A : KDS dan DCA dehidrasi ringan sedang

teratasi

P : Infus D5 ½ NS 15 tpm

Infus Paracetamol 100mg jika t>39

Tanggal 27 Februari 2015

S : Demam (-) 36,5˚C, kejang (-), muntah (-),

Batuk (-), Pilek (-), bab cair (-), makan

minum mau banyak

O : KU : sedang

Kepala : CA -/-, SI-/-, isokor, cowong -/-

Leher : Lnn tidak teraba

Thorak : Vesikuler +/+, Rh -/-, Wh -/-,

S1/S2 reguler, Bising (-)

Abdomen: supel, BU (+), timpani

Eks : akral hangat, nadi 88x/menit

A : KDS dan DCA dehidrasi ringan sedang

teratasi

P : Infus D5 ½ NS 15 tpm

Infus Paracetamol 100mg jika t>39

10

Page 16: LONG CASE  KEJANG DEMAM

Po. Paracetamol syr 3x1cth

Diazepam 1mg pulv jk t>38

Zinc 1x20 mg

L.Bio 2x1 sachet

Po. Paracetamol syr 3x1cth

Diazepam 1mg pulv jk t>38

Zinc 1x20 mg

L.Bio 2x1 sachet

E. KUNJUNGAN RUMAH (HOME VISITE)

Kunjungan rumah dilakukan pada tanggal 15 Maret 2015. Pasien

tinggal di daerah pinggiran kota, bersama ayah, ibu, kakek nenek, saudara

perempuan ibu dan 2 anaknya yang merupakan sepupu pasien. Tinggal di

sebuah rumah yang tidak sehat yang sempit, dinding tembok, berlantai

semen, beratap genting, dengan sanitasi ventilasi yang cukup, dihuni oleh

banyak kepala. Air minum berasal dari air sumur. Kawasan rumah pasien

sangat padat penduduk dengan gang-gang sempit. Ayah pasien adalah

seorang buruh bangunan dan ibu pasien adalah ibu rumah tangga.

Pendapatan keluarga tidak tentu, tergantung proyek yang sedang ada yang

dikerjakan oleh ayah pasien, jika diperkirakan maka akan berkisar antara

Rp. 1.000.000,- sampai Rp. 1.500.000,- setiap bulan. Pasien merupakan

anak pertama dari kehamilan yang pertama.

Dari hasil anamnesis didapatkan bahwa selepas keluar dari RS

an.Haidar sudah membaik keadaannya. Tidak ada demam, diare maupun

batuk pilek. Menurut pengakuan orang tua an.Haidar sekarang mereka

lebih berhati hati menjaga anaknya agar tidak mengkonsumsi makanan

yang kurang sehat, mereka juga sudah menyediakan termometer di

rumahnya agar bisa mengetahui suhu anaknya jika suatu saat dibutuhkan.

11

Page 17: LONG CASE  KEJANG DEMAM

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Menurut IDAI dan American Academy of Pediatric, kejang demam adalah

bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38o C)

yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium tanpa ada infeksi sistem syaraf

pusat. Kejang demam ini terjadi pada 2 % - 5 % anak berumur 6 bulan – 5

tahun.1,2,8

Menurut International League Against Epilepsy, kejang demam adalah

kejang epileptik yang terjadi pada anak usia di atas 1 bulan karena demam yang

mana demam bukan dikarenakan infeksi dari sistem syaraf pusat, tanpa ada

riwayat kejang neonatus ataupun kejang tanpa penyebab yang tidak termasuk

dalam kriteria kejang akut simtomatis.10

B. Klasifikasi Kejang Demam

Kejang demam menurut Unit Kerja Koordinasi Neurologi IDAI dibagi

menjadi dua kelompok yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam

kompleks.8

No Klinis KDS KDK

1 Durasi <15 menit ≥15 menit

2 Tipe kejang General General/fokal

3 Berulang dalam 1 episode Tidak ya

4 Defisit neurologis Tak ada Bisa ada

Sebagian besar sebanyak 63% kejang demam berupa kejang demam

sederhana dan 35% berupa kejang demam kompleks.

Kriteria kejang demam menurut livingtone adalah:

Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun.

Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit.

Kejang bersifat umum

Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam.

Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.

12

Page 18: LONG CASE  KEJANG DEMAM

Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak

menunjukkan kelainan.

Frekuensi bangkitan kejang didalam 1 tahun tidak melebihi 4x.

Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari ketujuh kriteria

modifikasi Livingston diatas digolongkan pada epilepsi yang diprovokasi oleh

demam. Kejang kelompok kedua ini mempunyai suatu dasar kelainan yang

menyebabkan timbulnya kejang, sedangkan demam hanya merupakan faktor

pencetus saja.6

C. Epidemiologi

Kejadian kejang demam diperkirakan 2 % - 4 % di Amerika Serikat,

Amerika Selatan dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira – kira 20

% kasus merupakan kejang demam kompleks. Umumnya kejang demam timbul

pada tahun kedua kehidupan (17 – 23 bulan) kejang demam sedikit lebih sering

pada laki – laki.2,4

D. Etiologi Kejang Demam

Hingga kini etiologi kejang demam belum diketahui dengan pasti. Demam

sering disebabkan oleh :

· infeksi saluran pernafasan atas,

· otitis media,

· pneumonia,

· gastroenteritis, dan

· infeksi saluran kemih.

Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi. Kadang-kadang yang

tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang.

Penyebab lain kejang disertai demam adalah penggunaan obat-obat

tertentu seperti difenhidramin, antidepresan trisiklik, amfetamin, kokain, dan

dehidrasi yang mengakibatkan gangguan keseimbangan air-elektrolit.7,8

13

Page 19: LONG CASE  KEJANG DEMAM

E. Patofisiologi Kejang Demam

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak dperlukan

suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak

yang terpenting adalah glukosa. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang

melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh suatu

membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar

adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan

mudah oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan

elektrolit lainnya, kecuali ion Klorida (Cl-).Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel

neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan diluar sel neuron terdapat

keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion didalam dan

diluar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari

sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan

energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel.

Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya:

1. Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraseluler

2. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran

listrik dari sekitarnya

3. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.

Menurut Price & Wilson (2006), kejang terjadi akibat lepas muatan

paroksismal yang berlebihan dari sebuah fokus kejang atau dari jaringan normal

yang terganggu akibat suatu keadaan patologik. Aktivitas kejang sebagian

bergantung kepada lokasi lepas muatan yang berlebihan tersebut. Lesi di otak

tengah, talamus, dan korteks serebri kemungkinan bersifat epileptogenik

sedangkan lesi di serebelum dan batang otak umumnya tidak memicu terjadinya

kejang. Didalam tingkat membran sel, fokus kejang memperlihatkan beberapa

fenomena biokimiawi sebagai berikut :

Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel menajdi lebih mudah

mengalami pengaktifan.

Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan

menurun dan apabila terpicu akan melepaskan muatan secara berlebihan.

14

Page 20: LONG CASE  KEJANG DEMAM

Kelainan polarisasi (polarisasi berlebih, hipopolarisasi, atau selang waktu

dalam repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau

defisiensi GABA.

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1 C akan mengakibatkan kenaikan

metabolisme basal 10% – 15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada

seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,

dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu

tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron

dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium

melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas mutan

listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke

membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut dengan

neurotransmiter dan terjadilah kejang. 9

Tiap anak mempunyai ambang kejng yang berbeda dan tergantung dari tinggi

rendahnya ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu

tertentu.2,5,9 Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi

pada suhu 38 C sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang

baru terjadi pada suhu 40 C atau lebih. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan

bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang

rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu

berapa penderita kejang. Sehingga beberapa hipotesa dikemukakan mengenai

patofisiologi sebenarnya dari kejang demam, yaitu:

Ø Menurunnya nilai ambang kejang pada suhu tertentu.

Ø Cepatnya kenaikan suhu.

Ø Gangguan keseimbangan cairan dan terjadi retensi cairan.

Ø Metabolisme meninggi, kebutuhan otak akan O2 meningkat sehingga sirkulasi

darah bertambah dan terjadi ketidakseimbangan.

Dasar patofisiologi terjadinya kejang demam adalah belum berfungsinya dengan

baik susunan saraf pusat (korteks serebri).

15

Page 21: LONG CASE  KEJANG DEMAM

F. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan secara rutin, namun untuk

mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain.

Pemeriksaan yang dapat dikerjakan: Pemeriksaan darah perifer, elektrolit

dan gula darah

2. Pungsi lumbal untul melakukan pemeriksaan cairan serebrospinal

dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan

meningitis, dianjurkan pada:

a. Bayi kuang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan

b. Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan

c. Bayi >18 bulan tidak rutin

3. Elektroensefalografi (EEG), pemeriksaan ini tidak dapat memprediksi

berulangnya kejang, atau memprediksi berulangnya kejang, atau

memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang

demam. Oleh karena itu tidak direkomendasikan

4. Pencitraan : Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti CT-scan atau

MRI jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti:

a. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)

b. Paresis nervus VI

c. Papiledema Bayi prematur memerlukan perawatan dan pengawasan

ketat (intensif). Hal ini perlu dilakukan untuk mencegah tejadinya keadaan

yang lebih buruk.5, 9

G. Faktor Risiko

Faktor yang mempengaruhi kejang demam adalah

1. Umur

a. 3% anak berumur di bawah 5 tahun pernah mengalami kejang demam.

b. Insiden tertinggi terjadi pada usia 2 tahun dan menurun setelah 4 tahun,

jarang terjadi pada anak di bawah usia 6 bulan atau lebih dari 5 tahun.

d. Serangan pertama biasanya terjadi dalam 2 tahun pertama dan kemudian

menurun dengan bertambahnya umur.

16

Page 22: LONG CASE  KEJANG DEMAM

2. Jenis kelamin

Kejang demam lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada perempuan

dengan perbandingan 2 : 1. Hal ini mungkin disebabkan oleh maturasi serebral

yang lebih cepat pada perempuan dibandingkan pada laki-laki.

3. Suhu badan

Kenaikan suhu tubuh adalah syarat mutlak terjadinya kejang demam. Tinggi

suhu tubuh pada saat timbul serangan merupakan nilai ambang kejang.

Ambang kejang berbeda-beda untuk setiap anak, berkisar antara 38,3°C –

41,4°C. Adanya perbedaan ambang kejang ini menerangkan mengapa pada

seorang anak baru timbul kejang setelah suhu tubuhnya meningkat sangat

tinggi sedangkan pada anak yang lain kejang sudah timbul walaupun suhu

meningkat tidak terlalu tinggi. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa

berulangnya kejang demam akan lebih sering pada anak dengan nilai ambang

kejang yang rendah.

4. Faktor keturunan

Faktor keturunan memegang peranan penting untuk terjadinya kejang demam.

Beberapa penulis mendapatkan bahwa 25 – 50% anak yang mengalami kejang

demam memiliki anggota keluarga ( orang tua, saudara kandung ) yang pernah

mengalami kejang demam sekurang-kurangnya sekali.2,6,7

Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam. Kejang

demam cenderung timbul dalam 24 jam pertama pada waktu sakit dengan demam

atau pada waktu demam tinggi.

Faktor –faktor lain diantaranya:

· riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung,

· perkembangan terlambat,

· problem pada masa neonatus,

· anak dalam perawatan khusus, dan

· kadar natrium rendah.

Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami satu

kali rekurensi atau lebih, dan kira-kira 9% anak mengalami 3 kali rekurensi atau

17

Page 23: LONG CASE  KEJANG DEMAM

lebih. Risiko rekurensi meningkat dengan usia dini, cepatnya anak mendapat

kejang setelah demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat

keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga epilepsi.7

Sekitar 1/3 anak dengan kejang demam pertamanya dapat mengalami

kejang rekuren.

o Faktor resiko untuk kejang demam rekuren meliputi berikut ini:

§ Usia muda saat kejang demam pertama

§ Suhu yang rendah saat kejang pertama

§ Riwayat kejang demam dalam keluarga

§ Durasi yang cepat antara onset demam dan timbulnya kejang

o Pasien dengan 4 faktor resiko ini memiliki lebih dari 70% kemungkinan

rekuren. Pasien tanpa faktor resiko tersebut memiliki kurang dari 20%

kemungkinan rekuren.1,2,7

G. Penatalaksanaan

Ada 3 hal yang perlu dikerjakan, yaitu

(1) pengobatan fase akut ;

(2) mencari dan mengobati penyebab ; dan

(3) pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam.

1. Pengobatan fase akut

Penatalaksanaan saat kejang :

Sering kali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang, yang perlu diperhatikan

adalah ABC (Airway, Breathing,Circulation). Perhatikan juga keadaan vital

seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernapasan dan fungsi jantung. Suhu

tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres air hangat dan pemberian

antipiretik.

Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan

Intravena (IV). Dosis diazepam IV 0,3-0,5 mg/kgbb/kali dengan kecepatan 1-2

mg/menit dalam waktu 3-5 menit dengan dosis maks 20 mg.

Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atu dirumah adalah

diazepam rektal (level II-2, level II-3, rekomendasi B). Dosis diazepam rektal

18

Page 24: LONG CASE  KEJANG DEMAM

adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan

kurang dari 10 kg dan 10 mg dengan berat diatas 10 kg. dosis 5 mg untuk anak

dibawah usia 3 tahun dan dosis 7,5 mg diatas 3 tahun.

Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum terhenti, dapat diulang lagi

dengan cara dan dosis yang sama dengan interval 5 menit. Bila setelah 2 kali

pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit.

Dirumah sakit dapat diberikan diazepam IV dengan dosis 0,3 -0,5 mg/kg.

Bila kejang tetap belum berhenti berikan fenitoin dengan dosis awal 10-20

mg/kgbb IV perlahan-lahan 1 mg/kgbb/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila

kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah

dosis awal. Bila dengan fenitoin kejang tidak berhenti juga maka pasien harus

dirawat diruang intensif. Setelah pemberian fenitoin, harus dilakukan pembilasan

dengan NaCl fisiologis karena fenitoin bersifat basa dan dapat menyebabkan

iritasi vena.

Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis

kejang demam apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor

resikonya.

Pemberian Antipiretik :

Pemberian antipiretik tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan obat ini

mengurangi resiko terjadinya kejang demam (level I, rekomendasi D), namun para

ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan (level III,

rekomendasi B). Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali

diberikan dalam 4 kali pemberian per hari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis

ibuprofen adalah 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Asam asetilsalisilat tidak

dianjurkan karena kadang dapat menyebabkan sindrom Reye pada anak kurang

dari 18 bulan.

19

Page 25: LONG CASE  KEJANG DEMAM

Pemberian Antikonvulsan :

Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam

menurunkan risiko berulang kejang pada 30%-60% kasus, begitu pula dengan

diazepam rektal dosis 0,5 mg/ kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5oC (level I,

rekomendasi A)

Fenobarbital, karbamazepin, dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk

mencegah kejang demam (level II, rekomendasi E)

Pemberian obat rumat :

Pemberian obat rumat hanya diberikan dengan indikasi berikut:

· Kejang lama >15 menit

· Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya

hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retatdasi mental, hidrosefalus.

· Kejang fokal

· Pengobatan rumatan dipertimbangkan bila:

o Kejang berulang 2 X atau lebih dalam 24 jam

o Kejang demam 4 X atau lebih pertahun

Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam > 15 menit merupakan

indikasi pengobatan rumat. Kelaian neurologis tidak nyata misalkan

keterlambatan perkembangan ringan bukan indikasi pengobatan rumat. Kejang

fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak mempunyai fokus

organik.

Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat :

Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam

menurunkan risiko berulang kejang (level I). berdasarkan bukti ilmiah bahwa

kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek

samping, maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dan

dalam jangka pendek (rekomendasi D).

Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan

kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Dosis asam valproat pada anak anak adalah

20

Page 26: LONG CASE  KEJANG DEMAM

15-40 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis, dan dosis fenobarbital 3-4mg/kg per hari dalam

1-2 dosis.

Lama Pengobatan Rumat :

Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian diberhentikan

secara bertahap selama 1-2 tahun.

2. Mencari dan mengobati penyebab.

Pemeriksaan LCS dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis,

terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Walaupun demikian

kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai

sebagai meningitis, misalnya bila ada gejala meningitis atau bila kejang demam

berlangsung lama.

3. Pengobatan profilaksis

Ada 2 cara profilaksis, yaitu :

(1) profilaksis intermiten saat demam dan

(2) profilaksis terus-menerus dengan antikonvulsan setiap hari

Untuk profilaksis intermiten diberikan diazepam secara oral dengan dosis 0,3-

0,5mg/kgbb/hari dibagi dalam 3 dosis saat pasien demam. Diazepam dapat pula

diberikan secara intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5 mg (BB<10kg)>10kg) setiap

pasien menunjukan suhu >38,5oc. Efek samping diazepam adalah ataksia,

mengantuk dan hipotonia.

Profilaksis terus-menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam

berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak tapi dapat mencegah terjadinya

epilepsi di kemudian hari. Digunakan fenobarbital 4-5 mg/kgbb/hari dibagi dalam

2 dosis atau obat lain seperti asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgbb/hari.

Antikonvulsan profilaksis terus-menerus diberikan selama 1-2 tahun setalah

kejang terakhir dan dihentikan bertahap selama 1-2 bulan.

Profilaksis terus-menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria (termasuk

poin 1 atau 2) yaitu :

21

Page 27: LONG CASE  KEJANG DEMAM

1. Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologis atau

perkembangan (misalnya serebral palsi atau mikrosefal)

2. Kejang demam lebih dari 15 menit, fokal, atau diikuti kelainan neurologis

sementara atau menetap

3. Ada riwayat kejang tanpa demam pada orang tua atau saudara kandung.

4. Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur <12 bulan atau terjadi kejang

multipel dalam satu episode demam.

Bila hanya memenuhi 1 kriteria saja dan ingin memberikan pengobatan jangka

panjang, maka berikan profilaksis intermiten yaitu pada waktu anak demam

dengan diazepam oral atau rektal tiap 8 jam disamping antipiretik.7

H. Prognosis

Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis :

Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.

Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang

sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan

neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus

dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau fokal. Kematian karena

kejang demam tidak pernah dilaporkan.

1. Kematian

Dengan penanganan kejang yang cepat dan tepat, prognosa biasanya baik,

tidak sampai terjadi kematian.Dalam penelitian ditemukan angka kematian

KDS 0,46 % s/d 0,74 %.

2. Terulangnya Kejang

Kemungkinan terjadinya ulangan kejang kurang lebih 25 s/d 50 % pada 6

bulan pertama dari serangan pertama.

3. Epilepsi

Angka kejadian Epilepsi ditemukan 2,9 % dari KDS dan 97 % dari

Epilepsi yang diprovokasi oleh demam. Resiko menjadi Epilepsi yang

akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita KDS tergantung

kepada faktor :

22

Page 28: LONG CASE  KEJANG DEMAM

- riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga

- kelainan dalam perkembangan atau kelainan sebelum anak menderita

KDS

- kejang berlangsung lama atau kejang fokal.

Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor di atas, maka kemungkinan

mengalami serangan kejang tanpa demam adalah 13 %, dibanding bila

hanya didapat satu atau tidak sama sekali faktor di atas.

4. Hemiparesis

Biasanya terjadi pada penderita yang mengalami kejang lama (berlangsung

lebih dari setengah jam) baik kejang yang bersifat umum maupun kejang

fokal. Kejang fokal yang terjadi sesuai dengan kelumpuhannya. Mula-

mula kelumpuhan bersifat flacid, sesudah 2 minggu timbul keadaan

spastisitas. Diperkirakan + 0,2 % KDS mengalami hemiparese sesudah

kejang lama.

5. Retardasi Mental

Ditemuan dari 431 penderita dengan KDS tidak mengalami kelainan IQ,

sedang kejang demam pada anak yang sebelumnya mengalami gangguan

perkembangan atau kelainan neurologik ditemukan IQ yang lebih rendah.

Apabila kejang demam diikuti dengan terulangnya kejang tanpa demam,

kemungkinan menjadi retardasi mental adalah 5x lebih besar. 2, 9

Kemungkinan berulangnya kejang demam :

Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor resiko

berulangnya kejang demam adalah :

1. Riwayat kejang demam dalam keluarga

2. Usia < 12 bulan

3. Suhu rendah saat kejang demam

4. Cepatnya kejang setelah demam

Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah

80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya

23

Page 29: LONG CASE  KEJANG DEMAM

kejang demam hanya 10-15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling

besar pada tahun pertama. 2

Faktor Resiko terjadinya epilepsi :

Faktor resiko lain adalah terjadinya epilepsi di kemudian hari. Faktor resiko

menjadi epilepsi adalah :

1. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam

pertama.

2. Kejang demam kompleks

3. Riwayat epilepsi pada orangtua atau saudara kandung.

Masing-masing faktor risiko meningkatkan risiko epilepsi sampai 4%- 6%;

kombinasi faktor risiko tersebut meningkatkan risiko epilepsi menjadi 10%-49%.

Risiko epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumat/profilaksis pada

kejang demam.2,7,8

24

Page 30: LONG CASE  KEJANG DEMAM

BAB III

KESIMPULAN

Kejang demam adalah kejang yang terjadi saat demam (suhu rektal diatas 380c)

tanpa adanya infeksi SSP atau gangguan elektrolit akut, terjadi pada anak diatas

umur 1 bulan, dan tidak ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.4

Klasifikasi dari kejang demam :

1. Kejang demam sederhana

2. Kejang demam kompleks. 3,4,5

Penatalaksanaan yang perlu dikerjakan yaitu :

1. Pengobatan fase akut

2. Mencari dan mengobati penyebab

3. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam

Untuk prognosis kejang demam, prognosisnya baik dan tidak menyebabkan

kematian jika ditanggulangi dengan tepat dan cepat.3 Perkembangan mental dan

neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal.

25

Page 31: LONG CASE  KEJANG DEMAM

DAFTAR PUSTAKA

1. AAP 2010 http://pediatrics.aappublications.org/content/127/2/389.full.pdf

2. Behrman, Richard E., Robert M. Kliegman., Hal B. Jenson. Nelson Ilmu Kesehatan Anak : Kejang Demam. 18 edition. EGC, Jakarta 2007; 120-126.

3. Convulsions in Children. Pediatric Guidelines. 2006. October;1-3

4. Febrile Convulsions in Children. Victoria Departement of Health. December 2010.

5. Febrile Seizures: Guideline for the Neurodiagnostic Evaluation of the Child With a Simple Febrile Seizure. Pediatrics. 2011 Feb:2(127);390-394

6. Guidelines and Protocols Advisory Committe. Febrile Seizure. British Columbia Medical Association. 2010.

7. Lumbantobing,S.M:Kejang Demam.Balai Penerbit FKUI,Jakarta,2007

8. Pusponegoro Hardiono D, Widodo Dwi Putro, Ismael Sofyan. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta. 2006 ; 67-82

9. Sampson HA dan Leung D. Seizures in Childhood. Di dalam: Kliegman et al. Nelson Textbook of Pediatrics, 18th edition. Philadelphia: Elsevier Inc; 2007 ; 1120-1127

10. Wajid Ali MD, Mushtaq A Bhat MD, Parvez Ahmad MD, Javeed Iqbal MBBS. Basics Of Convulsive Disorders:- Febrile Seizures http://medind.nic.in/jab/t06/i3/jabt06i3p161.pdf 2006

26

Page 32: LONG CASE  KEJANG DEMAM

LAMPIRAN

27