BE & GG, purwono sutoyo, hapzi ali, Kritik terhadap kasus Privatisasi Indosat dan Freeport dan...

17
Judul : Kritik terhadap kasus Privatisasi Indosat dan Freeport dan solusinya sehingga sumberdaya yang di miliki Indonesia sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyatnya Tugas : Forum 6 BE dan GG Nama Mahasiswa : Purwono Sutoyo NIM : 55117110006 Dosen Pengampu : Prof. DR. Ir. H. Hapzi Ali, Pre-MSc, MM, CMA Perusahaan atau industri strategis di Indonesia yang menyangkut hajat hidup orang banyak sebaiknya di kelola oleh anak bangsa sendiri. Hal ini berdasarkan Pasal 33 UUD 1945 ayat (1), maka sistem ekonomi yang dianut Indonesia adalah sistem ekonomi yang berdasar atas asas kekeluargaan. Konsep sistem ekonomi yang demikian di Indonesia disebut sebagai konsep Demokrasi Ekonomi. Mubyarto menyebutkan bahwa dalam konsep demokrasi ekonomi, sistem ekonomi tidak diatur oleh negara melalui perencanaan sentral (sosialisme), akan tetapi dilaksanakan oleh, dari, dan untuk rakyat. Demokrasi ekonomi mengutamakan terwujudnya kemakmuran masyarakat (bersama) bukan kemakmuran individu-individu. Demokrasi ekonomi mengartikan masyarakat harus ikut dalam seluruh proses produksi dan turut menikmati hasil-hasil produksi yang dijalankan di Indonesia. Pemanfaatan sumberdaya alam haruslah tetap berpijak pada kaidah- kaidah pembangunan yang bertumpu pada masyarakat. Hal ini akan tercermin dalam implementasi good governance (tata kelola pemerintahan yang baik). Dalam pengelolaan sumber daya alam pemerintah pusat dan daerah mempunyai kewenangan penuh, sehingga untuk kedepannya harus berhati-hati dalam menentukan kerjasama dengan investor asing. Sumber daya alam yang ada di Indonesia harus berpihak kepada kemakmuran masyarakat dan kesejahteraan masyarak, peningkatan ekonomi masyarakat, serta kesejahteraan masyarakat Indonesia sendiri.

Transcript of BE & GG, purwono sutoyo, hapzi ali, Kritik terhadap kasus Privatisasi Indosat dan Freeport dan...

Judul : Kritik terhadap kasus Privatisasi Indosat dan

Freeport dan solusinya sehingga sumberdaya yang di

miliki Indonesia sebesar-besarnya untuk

kesejahteraan rakyatnya

Tugas : Forum 6 BE dan GG

Nama Mahasiswa : Purwono Sutoyo

NIM : 55117110006

Dosen Pengampu : Prof. DR. Ir. H. Hapzi Ali, Pre-MSc, MM, CMA

Perusahaan atau industri strategis di Indonesia yang menyangkut

hajat hidup orang banyak sebaiknya di kelola oleh anak bangsa sendiri. Hal

ini berdasarkan Pasal 33 UUD 1945 ayat (1), maka sistem ekonomi yang

dianut Indonesia adalah sistem ekonomi yang berdasar atas asas

kekeluargaan. Konsep sistem ekonomi yang demikian di Indonesia disebut

sebagai konsep Demokrasi Ekonomi. Mubyarto menyebutkan bahwa dalam

konsep demokrasi ekonomi, sistem ekonomi tidak diatur oleh negara melalui

perencanaan sentral (sosialisme), akan tetapi dilaksanakan oleh, dari, dan

untuk rakyat. Demokrasi ekonomi mengutamakan terwujudnya kemakmuran

masyarakat (bersama) bukan kemakmuran individu-individu. Demokrasi

ekonomi mengartikan masyarakat harus ikut dalam seluruh proses produksi

dan turut menikmati hasil-hasil produksi yang dijalankan di Indonesia.

Pemanfaatan sumberdaya alam haruslah tetap berpijak pada kaidah-

kaidah pembangunan yang bertumpu pada masyarakat. Hal ini akan

tercermin dalam implementasi good governance (tata kelola pemerintahan

yang baik). Dalam pengelolaan sumber daya alam pemerintah pusat dan

daerah mempunyai kewenangan penuh, sehingga untuk kedepannya harus

berhati-hati dalam menentukan kerjasama dengan investor asing. Sumber

daya alam yang ada di Indonesia harus berpihak kepada kemakmuran

masyarakat dan kesejahteraan masyarak, peningkatan ekonomi

masyarakat, serta kesejahteraan masyarakat Indonesia sendiri.

Pandangan terhadap kasus Indosat (Privatisasi PT Indosat):

Adanya kabar tersiar bahwa, PT Indosat Tbk. telah dijual oleh Asia

Mobile Holding Pte.Ltd kepada Qatar Telecom pada 2008 lalu sehingga sejak

2015 berganti nama menjadi Indosat Ooredoo. Asia Mobile merupakan anak

perusahaan Temasek Holding. Perusahaan itu merupakan kongsi yang

didirikan oleh Qatar Telecom dan Singapore Technologies Telemedia dan

mayoritas saham kepemilikannya (75 persen) dimiliki Singapore

Technologies Telemedia (STT). Dengan pembelian seluruh saham Asia

Mobile oleh Qatar Telecom (40,8 persen), maka Temasek Holding tidak

memiliki keterlibatan di Indosat. Dari akuisisi itu, Asia Mobil menangguk

untung hingga Rp 16 triliun lebih.

Penjualan Indosat oleh Temasek kepada Qatar Telecom tentu tak bisa

disalahkan. Bisnis adalah bisnis. Siapa yang pintar berdagang tentu dia yang

akan meraih untung, dan Temasek dalam kasus penjualan Indosat adalah

pedagang yang bukan saja beruntung, melainkan juga pedagang yang

pintar. Mereka sejak awal sudah paham, bisnis telekomunikasi adalah bisnis

masa depan, yang tak akan segera padam bahkan bisa bertahan lama. Maka

ketika Pemerintah Republik Indonesia di zaman Presiden Megawati melalui

Menteri BUMN Laksamana Sukardi menjual Indosat dengan alasan

penyehatan, Temasek menyambar kesempatan itu tanpa syarat. Sejak itu,

separuh kepemilikan Indosat dikantongi oleh Temasek. Sebelumnya

Temasek juga sudah membeli saham PT Telkomsel Tbk.

Bagi para pembeli asing termasuk Temasek, Indosat adalah ibarat

angsa yang dipastikan akan menghasilkan telur. Pada saat dibeli oleh

Temasek, jumlah pelanggan seluler Indosat masih sekitar 3,5 juta namun

hingga dijual kepada Qatar telecom, pelanggan Indosat sudah mencapai

16,7 juta pelanggan atau nyaris tujuh kali lipat jumlah penduduk Singapura.

Dari sisi laba, Indosat terus meraup angka paling sedikit 25 persen

dari nilai investasi awal Temasek sebesar Rp 5 triliun, atau sekitar Rp 1,25

triliun. Hingga akhir 2006, BUMN Singapura itu mampu meraup pendapatan

usaha Rp 12,3 triliun. Sebanyak 75,4 persen dari pendapatan itu

disumbangkan oleh bisnis selulernya dan itu disumbangkan oleh Indosat.

Maka bisa dibayangkan, berapa triliun rupiah yang dikeduk pemerintah

Singapura dari Indosat selama lima tahun terakhir?

Dengan terjadinya penjualan saham Indosat oleh Temasek kepada

Qatar Telecom, maka peluang pemerintah Republik Indonesia untuk kembali

mendapatkan Indosat akan semakin kecil kecuali ada upaya “keras” yang

sungguh-sungguh. Pemerintahan sebelumnya melalui Menteri Negara BUMN,

sudah menyatakan tidak akan atau tidak berminat membeli kembali saham

Indosat. Alasannya ada tiga, pertama tidak punya hak membeli, kedua tidak

punya uang, dan ketiga pemerintah takut dianggap melanggar ketentuan

persaingan usaha yang sehat.

Kejadian pada penjualan Indosat itu seharusnya menyadarkan

pemerintah yang sekarang, bahwa menjual BUMN strategis bukanlah

pekerjaan mendesak apalagi sebuah keharusan. Banyak pemerintah di dunia

ini memiliki BUMN yang strategis dan bagus karena memang ada kemauan

dari pemerintahannya untuk membuat bagus. Negara ini butuh BUMN yang

meminjam istilah Renald Kasali, bisa menjadi powerhouse, seperti halnya

setiap negara memilikinya. Bagi profesional yang bekerja BUMN, kasus

Indosat seharusnya juga menjadi cambuk, untuk antara lain mengelola

BUMN secara profesional, tidak bersedia diintervensi oleh pemerintah dan

parlemen, dan memangkas biaya ekonomi tinggi dan perilaku tidak efisien.

Hakikat atau makna privatisasi tersebut adalah mengurangi

keterlibatan atau intervensi pemerintah ke ekonomi secara langsung.

Pemerintah cukup melaksanakan tugas-tugas yang tidak dapat dilaksanakan

oleh pasar termasuk pertahanan dan keamanan serta redistribusi

pendapatan. Secara teori, privatisasi membantu terbentuknya pasar bebas,

mengembangnya kompetisi kapitalis, yang oleh para pendukungnya

dianggap akan memberikan harga yang lebih kompetitif kepada publik.

Sementara itu para kaum sosialis menganggap privatisasi sebagai hal yang

negatif, karena memberikan layanan penting untuk publik kepada sektor

privat akan menghilangkan kontrol publik dan mengakibatkan kualitas

layanan yang buruk, akibat penghematan-penghematan yang dilakukan oleh

perusahaan dalam mendapatkan profit.

Dalam keadaan yang ideal, negara hanya bertindak sebagai pengatur,

penata, penegak rule of law, dan penjamin rasa aman. Privatisasi

merupakan alat untuk merubah relasi antara pemerintah dan sektor privat.

Sebab proses privatisasi telah memproduksi kesempatan bagi sektor privat

untuk ikut berpartisipasi dalam memproduksi dan menyediakan kebutuhan

public service. Secara kelembagaan privatisasi merupakan tindakan

depolitisasi negara di ranah ekonomi dengan pelucutan sejumlah peran dan

otoritas negara dalam proses pemenuhan kebutuhan publik baik yang

berbentuk barang maupun jasa.

Kebijakan privatisasi BUMN saat ini memiliki dasar hukum yang kuat,

yaitu UU No 19/2003 tentang BUMN. Meski dalam beberapa hal materi UU

No 19/2003 perlu dikaji lagi, secara de jure, privatisasi BUMN adalah

kebijakan yang dilindungi UU sehingga kita tidak bisa lagi menyatakan tidak

pada kebijakan privatisasi BUMN, sepanjang telah sesuai dengan rambu-

rambu yang ditentukan UU No 19/2003. Ke depan rambu-rambu privatisasi

BUMN dalam UU No 19/2003 inilah yang perlu dikaji lagi.

Privatisasi BUMN kepada pihak asing ini dinilai “menggadaikan”

nasionalisme Indonesia. Selain itu, BUMN tidak lain adalah pihak yang

diberikan wewenang khusus untuk mengelola sumber daya vital yang

meemgang hajat hidup orang banyak. Menurut Pasal 33 UUD 1945, sumber

daya yang seperti demikian itu harus dikelola oleh negara. Dilihat dari sudut

pandang Pasal 33 UUD 1945, tampak bahwa sebenarnya privatisasi BUMN

kepada pihak asing agak kontradiktif dengan jiwa pasal ini. Pihak asing yang

bersangkutan jelas bertindak atas nama swasta yang tentu saja bertindak

dengan didorong oleh maksud dan motif hanya untuk mencari keuntungan

yang maksimal. Jika demikian yang terjadi, BUMN yang diprivatisasi kepada

pihak asing hanya akan menjadi keuntungan bagi pihak asing, sehingga

dapat dikatakan manfaatnya akan berpindah kepada pihak asing, bukannya

ke rakyat Indonesia.

BUMN merupakan tangan negara dalam bingkai sistim ekonomi

kerakyatan. Fungsi yang diemban oleh BUMN tidak sama dengan yang

dianut oleh perusahaan swasta. Fungsi BUMN adalah sebagai instrumen

penyeimbang bagi negara untuk menjamin bekerjanya mekanisme pasar

secara berkeadilan.

Guna mewujudkan kemandirian ekonomi bangsa sebaiknya

pemerintah melakukan program pemberdayaan ekonomi rakyat secara

maksimal dalam pengelolaan BUMN, hal ini disebabkan karena privatisasi

bukanlah solusi yang tepat dalam pembangunan ekonomi bangsa tetapi

merupakan ancaman dalam pembangunan perekonomian bangsa pada

tahun-tahun yang akan datang. Upaya ini sudah saatnya menjadi prioritas

dengan memanfaatkan berbagai kemampuan sumber daya dan peluang

yang dimiliki. Bergantung kepada bangsa asing hanya membuat bangsa ini

menjadi bangsa yang kerdil.

Pandangan terhadap kasus kepemilikan tambang PT Freeport

Freeport McMoRan Copper and Gold pada awalnya merupakan sebuah

perusahaan kecil yang berasal dari Amerika Serikat yang memiliki nama

Freeport Sulphur. Freeport McMoRan didirikan pada tahun 1981 melalui

merger antara Freeport Sulphur, yang mendirikan PT Freeport Indonesia dan

McMoRan Oil and Gas Company.

Aktivitas pertambangan Freeport di Papua yang dimulai sejak tahun

1967 hingga saat ini telah berlangsung selama 50 tahun. Dan selama itu

pula, kegiatan bisnis dan ekonomi Freeport di Papua, telah mencetak

keuntungan finansial yang sangat besar bagi perusahaan asing tersebut,

namun belum memberikan manfaat optimal bagi negara, Papua dan

masyarakat lokal disekitar wilayah pertambangan.

Penandatanganan Kontrak Karya (KK) I pertambangan antara

pemerintah Indonesia dengan Freeport pada 1967, menjadi landasan bagi

perusahaan ini mulai melakukan aktivitas pertambangan. Tak hanya itu, KK

I ini juga menjadi dasar penyusunan UU Pertambangan No.11 Tahun 1967

yang disahkan pada Desember 1967 atau delapan bulan berselang setelah

penandatanganan KK I. Pada Maret 1973, Freeport memulai pertambangan

terbuka di Etsberg, kawasan yang selesai ditambang pada tahun 1980-an

dan menyisakan lubang sedalam 360 meter.

Pada tahun 1988, Freeport mulai mengeruk cadangan raksasa lainnya,

Grasberg, yang masih berlangsung hingga saat ini. Dari eksploitasi kedua

wilayah ini, sekitar 7.3 juta ton tembaga dan 724.7 juta ton emas telah

dikeruk. Pada Juli 2005, lubang tambang Grasberg telah mencapai diameter

2.4 kilometer pada daerah seluas 499 hektar dengan kedalaman 800 m2.

Aktivitas Freeport yang berlangsung dalam kurun waktu lama ini telah

menimbulkan berbagai masalah, terutama dalam hal penerimaan negara

yang tidak optimal, peran negara/ BUMN dan BUMD untuk ikut mengelola

tambang yang sangat minim dan dampak lingkungan yang sangat signifikan,

berupa rusaknya bentang alam pegunungan Grasberg dan Ertsberg.

Kerusakan lingkungan telah mengubah bentang alam seluas 166 km2 di

daerah aliran sungai Ajkwa.

PT Freeport Indonesia (PTFI) adalah sebuah badan hukum. Artinya

perusahaan dibentuk berdasarkan hukum tertentu dan disahkan dengan

hukum atau aturan legal. Oleh karena itu keberadaannya dijamin dan sah

menurut hukum. Sebagai badan hukum perusahaan mempunyai hak-hak

legal tertentu. Sejalan dengan itu, perusahaan juga mempunyai kewajiban

legal.

Sesuai dengan konsep tanggung jawab sosial perusahaan, PTFI harus

bertanggung jawab atas tindakan dan kegiatan bisnisnya yang mempunyai

pengaruh atas orang-orang tertentu, masyarakat, serta lingkungan di mana

PTFI beroperasi. Artinya PTFI diharapkan ikut menciptakan suatu

masyarakat yang baik dan sejahtera, bahkan diharapkan ikut melaksanakan

kegiatan tertentu yang tidak semata-mata didasarkan pada perhitungan

keuntungan langsung, melainkan demi kemajuan dan kesejahtreraan

masyarakat.

Laporan PTFI menunjukkan berbagai kebaikan perusahaan tersebut

bagi pemerintah dan masyarakat Papua. Tentunya perlu disampaikan

terimakasih bahwa berkat adanya PTFI, bumi Papua yang mengandung

bahan tambang yang begitu berlimpah dan bernilai tinggi dapat digali dan

ditambang. Disadari bahwa kemampuan teknologi bangsa Indonesia pada

saat PTFI memulai penambangan di Papua memang relatif belum maju.

Adanya Kontrak Karya (KK) menyebabkan kegiatan eksplorasi dapat segera

direalisasikan.

Penandatanganan Kontrak Karya (KK) kedua pada tahun 1991 telah

memunculkan berbagai kontroversi dan perlu direvisi karena pemerintah

belum mendapatkan manfaat yang maksimal dari proyek pertambangan

tembaga dan emas di Papua. Pembagian royalty antara PTFI dengan

pemerintah Indonesia harus dinegosiasi kembali. Usulan tersebut

mengemuka menyusul temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang

menyebutkan bahwa penyusunan KK PTFI berpotensi merugikan negara.

Mengacu pada prinsip-prinsip etika bisnis menurut Keraf (1998), maka

prinsip kejujuran, prinsip keadilan, dan prinsip saling menguntungkan

(mutual benefit principle) dari bisnis PTFI masih dipertanyakan

penerapannya. Hal ini didasari kenyataan adanya komentar dari berbagai

pihak terhadap pelaksanaan kegiatan penambangan PTFI.

Dalam tulisan yang dapat dibaca sebagai laporan PTFI, tidak diikutkan

laporan mengenai pelaksanaan pengelolaan lingkungan. Dari sisi lain,

selama ini lebih banyak terdengar komentar mengenai dampak kerusakan

lingkungan yang terjadi di bumi Papua akibat kegiatan penambangan yang

dilaksanakan. PTFI gagal menunjukkan tanggung jawabnya terhadap

pengelolaan lingkungan dan resolusi konflik dengan penduduk local. Sekitar

1.3 milyar ton limbah tailing dan 3,6 ton limbah baru dibuang begitu saja ke

lingkungan. Limbah tersebut telah mencemari Sungai Ajkwa dan

menyebabkan jebolnya Danau Wanagon hingga terkontaminasinya ratusan

ribu hektar daratan dan lautan Arafura. Hal-hal tersebut tentunya menyalahi

Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2002 tentang pencemaran

lingkungan hidup.

Jika memang PTFI berlaku secara lebih adil dan legawa, sebenarnya

perlu diperhitungkan imbangan antara total penerimaan (bagi perusahaan)

yang selama ini sudah diambil dari bumi Papua dengan “biaya-biaya” yang

harus ditanggung. Biaya-biaya di sini termasuk kerusakan lingkungan yang

telah terjadi, dan dampaknya terhadap masyarakat, kesenjangan sosial dan

perasaan ketidakadilan, rangkaian pelanggaran HAM kerusakan ekologi, dan

kerusakan sosial-budaya yang diderita masyarakat Papua sehubungan

adanya kegiatan pertambangan PTFI.

Tentunya diperlukan audit dari pihak lain yang independent dan

transparan sehingga dapat diketahui manfaat keberadaan PTFI bagi

masyarakat Papua. Jika dinilai masih terlalu kecil maka harus diminta revisi

bagi hasil, selain ganti rugi atas kerusakan lingkungan dan sosial budaya

yang diakibatkan PTFI sehingga dapat diperoleh masukan yang obyektif

untuk menilai. Jika kerusakan yang terjadi merupakan biaya (cost), maka

secara jujur harus diakui lebih besar penerimaan daripada biaya, atau lebih

besar biaya daripada penerimaan yang diperoleh? Jika berbagai kerusakan

lingkungan dan derita masyarakat yang terjadi jauh lebih besar daripada

penerimaan, maka sebenarnya keberadaan PTFI tidak menguntungkan bagi

masyarakat Indonesia.

Kualitas informasi laporan PTFI yang diberikan belum dapat

dikategorikan sebagai transparan. Padahal penyebaran informasi secara

transparan hanyalah suatu pra kondisi, belum merupakan kondisi yang

cukup (sufficient condition) untuk mencapai tujuan dilaksanakannya good

governance. Tujuan good governance adalah agar perusahaan berperforma

baik sehingga dapat meningkatkan kemakmuran pemegang saham dan

memberi manfaaat bagi pemangku kepentingan. Dari sisi pemangku

kepentingan, bagaimana tata kelola perusahaan sebagai cerminan tanggung

jawab sosial perusahaan bagi masyarakat sekitar? Laporan PTFI mengenai

Unsur-Unsur Pembangunan Berkelanjutan menunjukkan bahwa program

CSR PTFI telah dilakukan. Memperhatikan komentar pihak eksternal

perusahaan, diperoleh masukan bahwa sejauh ini tanggungjawab sosial PTFI

belum memadai, karena belum berhasil mempersempit kesenjangan dan

ketidakadilan sosial.

Dampak sosial dan lingkungan yang ditimbulkan selama kegiatan

penambangan yang sudah berlangsung selama 50 tahun begitu besar,

sehingga muncul permintaan dari beberapa pihak agar usaha penambangan

ini ditutup. Artinya pengelolaan PTFI belum baik (good), karena banyaknya

komentar yang menunjukkan ketidakpuasan masyarakat.

Akar permasalahan ketidakpuasan masyarakat tersebut nampaknya

disebabkan karena PTFI kurang melaksanakan keterbukaan informasi

terhadap masyarakat. Dikarenakan informasi yang tidak terbuka tersebut,

timbul ketidakpercayaan. Ketidakpercayaan tersebut dapat mengakibatkan

gangguan bagi kegiatan bisnis perusahaan di masa yang akan datang.

Padahal PTFI telah diberi hak konsesi hingga tahun 2021. Suatu periode

waktu yang relatif masih panjang. Adapun data yang disajikan tidak

mengungkapkan secara jelas dan transparan mengenai kegiatan bisnis yang

sesungguhnya dari PTFI. Juga belum terungkap secara jelas manfaat PTFI

bagi bangsa Indonesia secara umum, dan bagi masyarakat Papua pada

khususnya.

CSR memang merupakan jawaban atas inisiatif bahwa bisnis tidak

hanya berjalan demi kepentingan pemegang saham (shareholders) saja,

namun juga untuk stakeholders yaitu pekerja, masyarakat, dan lingkungan.

Meskipun tujuan bisnis adalah mencari laba, namun perusahaan juga harus

bisa menyejahterakan orang (people) dan menjamin kelestarian lingkungan.

Jika PTFI terus melaksanakan CSR secara konsisten dan berkesinambungan,

maka hal tersebut menunjukkan perusahaan telah mengaplikasikan good

corporate governance (GCG) mematuhi regulasi dan etika, menjunjung

transparansi, dan memenuhi harapan stakeholders. Harapan stakeholder

nampaknya belum terpenuhi, sebagaimana masih terjadi berbagai

ketidakpuasan masyarakat dan unjuk rasa karyawan terhadap perusahaan.

Peran aktif pemerintah disini di perlukan secara kontinyu. Dilema

keberadaan perusahaan PTFI di Indonesia perlu dicarikan penyelesaian,

yang sudah dibayangkan tidak mudah. Pemerintah mesti mengefektifkan

kebijakan lingkungan. Masyarakat sekitar dan LSM diajak mengawasi

dampak beroperasinya PTFI terhadap lingkungan. Pemerintah juga perlu

meminta PTFI agar lebih transparan dalam mengelola lingkungan.

Memberikan informasi secara terbuka atau transparan belum merupakan

kondisi yang cukup untuk mencapai tujuan dilaksanakannya good corporate

governance. Pemberian informasi secara terbuka baru merupakan pra

kondisi. Tujuan good corporate governance adalah agar perusahaan

berfungsi dan berperforma baik, sehingga dapat meningkatkan kemakmuran

masyarakat.

Pemerintah perlu melakukan titik temu dalam pengaturan lingkungan.

Regulasi yang terlalu ketat akan membuat perusahaan multi nasional tidak

nyaman, sehingga mereka meninggalkan atau tidak mau berinvestasi di

Indonesia. Di sisi lain, peraturan yang terlalu longgar akan menyediakan

kesempatan bagi perusahaan multinasional untuk melakukan kerusakan

lingkungan lebih parah.

Salah satu cara yang dapat ditempuh, Pemerintah perlu

mengefektifkan instrumen “pajak baru” untuk meminimalisasi kerusakan

lingkungan. Instrumen ini dimaksudkan untuk mendorong agar volume

sampah yang dihasilkan dan dibuang ke lingkungan sekitar dapat ditekan,

karena semakin besar volume sampah yang dihasilkan maka akan semakin

tinggi pajak yang harus dibayarkan.

Pada waktu yang akan datang, bukan tidak mungkin CSR menjadi

kewajiban baru standar bisnis yang harus dipenuhi, seperti halnya standar

ISO. Paradigma CSR perlu diubah, bukan sebagai konsekuensi (unintended

consequence) tapi menjadi tujuan. Jika hanya sebagai konsekuensi, CSR

akan dikalahkan tujuan utama perusahaan untuk memaksimalkan laba.

Sedangkan jika menjadi tujuan, CSR akan menjadi prioritas perusahaan

dalam menjalankan kegiatannya, tanpa melalaikan laba. CSR akan membuat

perusahaan ‘dicintai’ masyarakat karena perusahaan berbuat banyak bagi

mereka. Perusahaan yang dicintai masyarakat mempunyai prospek masa

depan yang baik, karena akan mendapat dukungan keberlanjutannya.

Pemikiran yang mendasari CSR yang sering dianggap sebagai inti dari

etika bisnis adalah bahwa perusahaan tidak hanya memiliki kewajiban

ekonomis dan legal, tapi juga kewajiban terhadap pihak lain. CSR

merupakan jawaban atas inisiatif bahwa bisnis tidak hanya berjalan demi

kepentingan pemegang saham (shareholders) saja, tapi juga untuk

stakeholders, yaitu pekerja, konsumen, pemerintah, masyarakat, dan

lingkungan.

Terimakasih.

Sumber pustaka:

http://bem.rema.upi.edu/privatisasi-bumn-untuk-kepentingan-siapa/

(3 oktober 2017, 08.34)

https://www.kompasiana.com/muhammadsolikin/pengelolaan-sumber-daya-

alam-yang-mensejahterakan-rakyat_54ffac73a33311bc4c510ce1

(3 oktober 2017, 08.40)

http://muhammadekoatmojo.blogspot.co.id/2014/11/negara-dan-

pengelolaan-sumber-daya-alam_68.html ( 3 oktober 2017, 08.43)

https://pojanwibawa.wordpress.com/tag/awal-mula-indosat-di-jual/

(4 oktober 2017,09.20)

https://joksur.wordpress.com/2010/05/28/dibalik-kebijakan-privatisasi-bumn-sebuah-catatan-kritis/ (4 oktober 2017,09.25)

http://gerry-elektro.blogspot.co.id/2012/11/normal-0-false-false-false-en-

us-x-none.html (4 Oktober 2017, 08.15)

Judul : Jelaskan:

a. Pengertian Pemegang Saham

b. Hak dan kewajiban Pemegang Saham c. Bagaimana Pemegang saham

mengendalikan Perusahaan

Tugas : Quiz 6 BE dan GG

Nama Mahasiswa : Purwono Sutoyo

NIM : 55117110006

Dosen Pengampu : Prof. DR. Ir. H. Hapzi Ali, Pre-MSc, MM, CMA

a. Pemegang saham (shareholder atau stockholder), adalah seseorang

atau badan hukum yang secara sah memiliki satu atau lebih saham pada

perusahaan. Para pemegang saham adalah pemilik dari perusahaan

tersebut. Perusahaan yang terdaftar dalam bursa efek berusaha untuk

meningkatkan harga sahamnya. Konsep pemegang saham adalah sebuah

teori bahwa perusahaan hanya memiliki tanggung jawab kepada para

pemegang sahamnya dan pemiliknya, dan seharusnya bekerja demi

keuntungan mereka

Pemegang saham diberikan hak khusus tergantung dari jenis saham,

termasuk hak untuk memberikan suara (biasanya satu suara per saham

yang dimiliki) dalam hal seperti pemilihan dewan direksi, hak untuk

pembagian dari pendapatan perusahaan, hak untuk membeli saham baru

yang dikeluarkan oleh perusahaan, dan hak terhadap aset perusahaan

pada saat likuidasi perusahaan. Namun, hak pemegang saham terhadap

aset perusahaan berada di bawah hak kreditor perusahaan. Ini berarti

bahwa pemegang saham (pesaham) biasanya tidak menerima apa pun

bila suatu perusahaan yang dilikuidasi setelah kebangkrutan (bila

perusahaan tersebut memiliki lebih untuk membayar kreditornya, maka

perusahaan tersebut tidak akan bangkrut), meskipun sebuah saham

dapat memiliki harga setelah kebangkrutan bila ada kemungkinan bahwa

hutang perusahaan akan direstrukturisasi.

b. 1. Hak Pemegang Saham yaitu:

1) Menghadiri dan mengeluarkan suara dalam Rapat Umum Pemegang

Saham (RUPS) untuk memilih Direksi dan/ atau Komisaris.

2) Hak atas pembagian deviden dan sisa kekayaan hasil likuidasi,

pembagian deviden dapat berupa:

3) Cash Deviden: Deviden dalam bentuk tunai

4) Share Deviden: Deviden dalam bentuk saham

5) Hak kesempatan mendapatkan jatah prioritas untuk membeli Right

issue. Right issue adalah suatu proses pelepasan saham untuk kedua

kalinya or ketiga kalinya or seterusnya.

6) Hak mendapatkan kesempatan prioritas membeli Saham warrant.

Saham warrant ini bisa di claim sampai batas waktu 3 tahun lama nya,

saham ini sedikit berbeda.

7) Hak menjual kembali saham tersebut.

8) Hak-hak lainnya yang tercatat di Anggaran Dasar.

2. Kewajiban Pemegang Saham sebagai berikut:

1) Memberikan pengesahan dalam RUPS atas hal-hal berikut: Business

Plan, Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP), Rencana Kerja &

Anggaran Perusahaan (RKAP), Rencana Kerja Program Kemitraan,

serta Laporan Tahunan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan

yang berlaku dan Anggaran Dasar Perusahaan

2) Melakukan pembinaan kepada perusahaan sesuai dengan Peraturan

Perundang-undangan yang berlaku berdasarkan, namun tidak terbatas

pada prinsip-prinsip GCG yaitu Transparency, Responsibility,

Accountability, Independency, Fairness (TARIF).

3) Membayar saham yang sudah di beli T+3 (3 hari setelah transaksi beli

saham).

4) Membayar bunga keterlambatan jika terlambat membayar di T+3,

bunga dihitung perhari.

5) Membayar fee saat bertransaksi beli dan close posisi

c. Pemegang saham dalam mengendalikan perusahaan merupakan

pihak yang berdasarkan pada kepemilikan sahamnya mampu mengambil

keputusan dalam suatu Rapat Umum pemegang Saham perseroan.

Termasuk di dalamnya mempunyai kemampuan, baik langsung maupun

tidak langsung untuk mengendalikan suatu perseroan dengan cara:

a) Menentukan diangkat dan di berhentikannya direksi atau komisaris;

atau

b) Melakukan perubahan anggaran dasar.

Jadi secara umum bahwa pengendali adalah pemegang saham yang

memiliki suara moyoritas. Terkait hal tersebut, maka di kenal dengan

adanya:

a) Suara mayoritas sederhana (simple majority), yang mewakili

mayoritas secara umum.

b) Suara mayoritas mutlak (absolute majority) yang mewakili

kepemilikan lebih dari 50% saham yang telah dikeluarkan secara sah

oleh perusahaan.

c) Suara mayoritas khusus (special majority), yang mewakili

kepemilikan sejumlah saham secara khusus.

Demikian penjelasannya.

Sumber pustaka:

https://id.wikipedia.org/wiki/Pemegang_saham (3 Oktober 2017, 09.15)

http://belajarinvestasi.com/sekolah-saham/hak-dan-kewajiban-pemilik-

saham-2.html (3 Oktober 2017, 08.50)

http://www.hukumperseroanterbatas.com/direksi-

perusahaan/pengendalian-perseroan-terbatas/ (6 Oktober 2017, 10.05)

http://www.apb-group.com/hak-dan-kewajiban-pemegang-saham/ (6

Oktober 2017, 14.36)