APENDISITIS AKUT

25

Click here to load reader

description

Refrat

Transcript of APENDISITIS AKUT

I. PENDAHULUAN

Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Apendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang selama ini dikenal dan digunakan di masyarakat kurang tepat, karena yang merupakan usus buntu sebenarnya adalah sekum. Sampai saat ini belum diketahui secara pasti apa fungsi apendiks sebenarnya. Apendisiti dapat mengenai semua umur, baik laki-laki maupun perempuan, namun lebih sering menyerang laki-laki berusia 10-30 tahun (Sabiston, 2001; Soybel, 2003).Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung panjang dan sempit. Panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm) dan berpangkal di sekum. Apendiks menghasilkan lender 1-2 ml per hari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya dialirkan ke sekum. Adanya hambatan dalam pengaliran tersebut , tampaknya merupakan salah satu penyebab timbulnya apendisitis. Jaringan limfoid yang mula-mula tampak pada usia 2 minggu akan meningkat jumlahnya secara bertahap hingga mencapai puncaknya antara usia 12-20 tahun (200 buah) dimana kejadian apendisitis juga mengalami puncaknya pada kisaran usia ini. Setelah usia 30 tahun jaringan limfoid akan berkurang hingga setengahnya dan akan terus berkurang hingga menghilang setelah usia di atas 60 tahun. Apendiks juga mensekresi immunoglobulin (Ig A) yang diproduksi oleh GALT (gut associated lymphoid tissues), yang sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi (berperan dalam sistem imun). Namun demikian, adanya pengangkatan terhadap apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh. Ini dikarenakan jumlah jaringan limfe yang terdapat pada apendiks kecil sekali bila dibandingkan yang ada pada saluran cerna lain (Soybel, 2003; Debas, 2004).Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu apendisitis akut dan apendisitis kronik (Sjamsuhidayat, 2005).1. Apendisitis akut.Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritonieum lokal. Gajala apendisitis akut talah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ketitik mcBurney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat.2. Apendisitis kronik.Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa , dan adanya sel inflamasi kronik. Insiden apendisitis kronik antara 1-5%.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. DefinisiApendisitis merupakan peradangan yang mengenai semua lapisan dinding organ apendiks vermikularis yang terletak di abdomen kuadran kanan bawah . Apendisitis dapat terjadi pada setiap usia, tetapi paling sering terjadi pada remaja dan dewasa muda (Price, 2006). Apendisitis akut dapat ditandai dengan rasa tidak nyaman yang ringan di daerah periumbilikus yang disertai anoreksia, mual, muntah dan nyeri tekan pada abdomen kuadran kanan bawah yang dalam beberapa jam berubah menjadi rasa pegal dalam atau nyeri di abdomen kuadran kanan bawah (Kumar et al., 2007).

B. Etiologi dan Faktor PredisposisiApendisitis akut merupakan merupakan infeksi bakteria. Berbagai berperan sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E.histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini mempermudah timbulnya apendisitis akut. (Sjamsuhidayat, 2005).Apendisitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Di antaranya adalah obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi ini biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras (fekalit), hiperplasia jaringan limfoid, tumor apendiks, striktur, benda asing dalam tubuh, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan terjadinya sumbatan. Penyebab lain yang diduga menimbulkan apendisitis adalah ulserasi mukosa apendiks oleh parasit E. histolytica (Aleq, 2011).Penyebab dan faktor resiko appendisitis akut : (Longo, 2011)1. Obstruksi (sumbatan) lumen abdomen0. Hiperplasia jaringan limfe 0. Fekalit 0. Tumor apendiks 0. Cacing Ascaris sp 1. Erosi mukosa apendiks 1. Entamoeba hystolitica 1. Eschercia coli1. Streptococcus sp 1. Gaya hidup 1. Konsumsi makanan rendah serat 1. Konstipasi meningkatkan tekanan intrasekal sumbatan fungsional apendiks peningkatan pertumbuhan kuman flora normal

Pada anak-anak, dengan omentum yang lebih pendek, apendiks yang lebih panjang, dan dinding apendiks yang lebih tipis, serta daya tahan tubuh yang masih kurang, memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua, perforasi mudah terjadi karena adanya gangguan pembuluh darah. Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh dengan sempurna, tetapi akan membentuk jaringan parut. Jaringan ini menyebabkan terjadinya perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan tersebut dapat kembali menimbulkan keluhan pada perut kanan bawah. Pada suatu saat organ ini dapat mengalami peradangan kembali dan dinyatakan mengalami eksaserbasi (Sjamsuhidajat, 2005).

C. EpidemiologiKejadian apendisitis akut merupakan salah satu emergensi bedah abdomen yang umum terjadi dan dapat terjadi pada setiap kelompok umur, tetapi umumnya pada usia 20-30 tahun. Apendisitis merupakan penyakit urutan keempat terbanyak di Indonesia pada tahun 2006 setelah dyspepsia, gastritis dan duodenitis, serta penyakit sistem pencernaan yang lainnya. Jumlah pasien rawat inap karena penyakit apendisitis ini sebanyak 28.949 pasien dan pasien rawat jalan mencapai 34.386 pasien. Insiden tertinggi diketahui terjadi pada laki-laki usia 10-14 tahun dan perempuan usia 15-19 tahun dengan resiko lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan. Kejadian apendisitis jarang terjadi pada bayi dan anak-anak di bawah 2 tahun (Eylin, 2009).

D. PatogenesisApendisitis merupakan peradangan apendiks yang mengenai semua lapisan dinding organ. Patogenesis utama apendisitis diduga karena adanya penyumbatan lumen appendiks yang disebabkan oleh fekalit (feses keras yang terutama disebabkan oleh serat). Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa apendiks mengalami bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal. Peningkatan tekanan intraluminal dapat menyebabkan terjadinya oklusi arteria terminalis (end-artery) apendikularis. Adanya oklusi tersebut menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema dan ulserasi mukosa. Pada saat itu terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai nyeri epigastrium (Price & Wilson, 2006).Bila sekresi mukus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal ini akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus dinding sehingga peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritonium. Keadaan ini dapat menimbulkan nyeri pada adomen kanan bawah yang disebut apendisitis supuratif akut (Price & Wilson, 2006).Apabila aliran arteri terganggu maka akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti gangren. Stadium ini disebut apendisitis gangrenosa. Apabila dinding appendiks rapuh, maka akan terjadi perforasi. Stadium ini disebut apendisitis perforasi (Price & Wilson, 2006).Apabila proses berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga muncul infiltrat appendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang (Price & Wilson, 2006).

E. PatofisiologiObstruksi Lumen (fekalit, tumor, makanan)Mucus yang diproduksi mukosa mengalami bendunganAliran darah berkurangEdema dan ulserasi mukosaApendisitis akutPeningkatan tekanan intra lumen apendiksNyeri epigastriumTerputusnya aliran darahPeradangan peritoneumInfark dinding apendiksObstruksi vena, edema bertambah, bakteri dapat menembus dindingApendisitis supuratif akutNyeri abdomen kanan bawahGangrenApendisitis gangrenosaDinding apendiks rapuhPerforasiInfiltratApendisitis perforasiInfiltrat apendikularis

Gambar 1. Mekanisme apendisitis akut

F. Penegakan Diagnosis1. AnamnesisGejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium di sekitar umbilikus atau periumbilikus. Keluhan ini biasanya disertai dengan rasa mual muntah, dan pada umumnya nafsu makan menurun. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, ke titik Mc Burney. Di titik ini nyeri terasa lebih tajam dan jelas letaknya, sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Namun terkadang, tidak dirasakan adanya nyeri di daerah epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan ini dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi. Terkadang apendisitis juga disertai dengan demam derajat rendah sekitar 37,5 -38,5 derajat celcius.Selain gejala klasik, ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai akibat dari apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak apendiks ketika meradang. Berikut gejala yang timbul tersebut.1. Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum (terlindung oleh sekum), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut kanan atau nyeri timbul pada saat melakukan gerakan seperti berjalan, bernapas dalam, batuk, dan mengedan. Nyeri ini timbul karena adanya kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.1. Bila apendiks terletak di rongga pelvis Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada rektum, akan timbul gejala dan rangsangan sigmoid atau rektum, sehingga peristalsis meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang (diare).Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangannya dindingnya.Gejala apendisitis terkadang tidak jelas dan tidak khas, sehingga sulit dilakukan diagnosis, dan akibatnya apendisitis tidak ditangani tepat pada waktunya, sehingga biasanya baru diketahui setelah terjadi perforasi. Berikut beberapa keadaan dimana gejala apendisitis tidak jelas dan tidak khas.1. Pada anak-anak gejala awalnya sering hanya menangis dan tidak mau makan. Seringkali anak tidak bisa menjelaskan rasa nyerinya. Dan beberapa jam kemudian akan terjadi muntah- muntah dan anak menjadi lemah dan letargik. Karena ketidakjelasan gejala ini, sering apendisitis diketahui setelah perforasi. Begitupun pada bayi, 80-90 % apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi.1. Pada orang tua berusia lanjut gejala sering samar-samar saja dan tidak khas, sehingga lebih dari separuh penderita baru dapat didiagnosis setelah terjadi perforasi.1. Pada wanita gejala apendisitis sering dikacaukan dengan adanya gangguan yang gejalanya serupa dengan apendisitis, yaitu mulai dari alat genital (proses ovulasi, menstruasi), radang panggul, atau penyakit kandungan lainnya. Pada wanita hamil dengan usia kehamilan trimester, gejala apendisitis berupa nyeri perut, mual, dan muntah, dikacaukan dengan gejala serupa yang biasa timbul pada kehamilan usia ini. Sedangkan pada kehamilan lanjut, sekum dan apendiks terdorong ke kraniolateral, sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih ke regio lumbal kanan.

1. Pemeriksaan fisik1. InspeksiKadang sudah terlihat waktu penderita berjalan sambil bungkuk dan memegang perut. Penderita tampak kesakitan. Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses appendiculer1. PalpasiTanda-tanda khas yang didapatkan pada palpasi appendisitis yaitu:Rovsings signPositif jika dilakukan palpasi dengan tekanan pada kuadran kiri bawah dan timbul nyeri pada sisi kanan.

Psoas sign atau Obraztsovas signPasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian dilakukan ekstensi dari panggul kanan. Positif jika timbul nyeri pada kanan bawah.

Obturator signPada pasien dilakukan fleksi panggul dan dilakukan rotasi internal pada panggul. Positif jika timbul nyeri pada hipogastrium atau vagina.

Dunphys signPertambahan nyeri pada tertis kanan bawah dengan batuk

Ten Horn signNyeri yang timbul saat dilakukan traksi lembut pada korda spermatic kanan

Kocher (Kosher)s signNyeri pada awalnya pada daerah epigastrium atau sekitar pusat, kemudian berpindah ke kuadran kanan bawah.

Sitkovskiy (Rosenstein)s signNyeri yang semakin bertambah pada perut kuadran kanan bawah saat pasien dibaringkan pada sisi kiri

Bartomier-Michelsons signNyeri yang semakin bertambah pada kuadran kanan bawah pada pasien dibaringkan pada sisi kiri dibandingkan dengan posisi terlentang

Aure-Rozanovas signBertambahnya nyeri dengan jari padapetit trianglekanan (akan positif Shchetkin-Bloombergs sign)

Blumberg signDisebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi pada kuadran kanan bawah kemudian dilepaskan tiba-tiba

Tabel 1.Sign of Appendicitis (Brunicardi, 2010)1. AuskultasiPeristaltik usus sering normal. Peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat appendicitis perforata

1. Pemeriksaan penunjang 1. Pemeriksaan Laboratorium1. Pemeriksaan darah : akan didapatkan leukositosis pada kebanyakan kasus appendisitis akut terutama pada kasus dengan komplikasi. Pada appendicular infiltrat, LED akan meningkat1. Pemeriksaan urin : untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan appendicitis1. Pemeriksaan Colok DuburAkan didapatkan nyeri kuadran kanan pada jam 9-12. Pada appendicitis pelvika akan didapatkan nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur.1. Abdominal X-RayDigunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab appendicitis.Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-anak.1. USGBila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya. Pemeriksaan USG mempunyai sensitivitas 80% dan spesifitas 100% (Puylaert, 1987)1. Barium enemaYaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon melalui anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari appendicitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis banding.1. CT-ScanDapat menunjukkan tanda-tanda dari appendicitis. Selain itu juga dapat menunjukkan komplikasi dari appendicitis seperti bila terjadi abses.

1. LaparoscopiYaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukkan dalam abdomen, appendix dapat divisualisasikan secara langsung.Tehnik ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan tindakan ini didapatkan peradangan pada appendix maka pada saat itu juga dapat langsung dilakukan pengangkatan appendix

1. Skor AlvaradoKemungkinan apendisitis dapat diyakinkan dengan menggunakan skor Alvarado. Sistem skor dibuat untuk meningkatkan cara mendiagnosis apendisitis (Brunicardi, 2010)The Modified Alvarado ScoreSkor

GejalaPerpindahan nyeri dari ulu hati ke perut kanan bawah1

Mual-Muntah1

Anoreksia1

TandaNyeri di perut kanan bawah2

Nyeri lepas1

Demam diatas 37,5 C1

Pemeriksaan LabLeukositosis2

Hitung jenis leukositshift to the left1

Total10

Interpretasi dari Modified Alvarado Score: 1-4 : sangat mungkin bukan apendisitis akut 5-7 : sangat mungkin apendisitis akut 8-10 : pasti apendisitis akut

Tabel2.The Modified Alvarado score (Brunicardi, 2010)

G. PenatalaksanaanTatalaksana apendisitis pada kebanyakan kasus adalah apendektomi. Keterlambatan dalam tatalaksana dapat meningkatkan kejadian perforasi (Temple, 1995). Penggunaan ligasi ganda pada setelah appendektomi terbuka dilakukan dengan jahitan yang mudah diserap tubuh. Ligasi yang biasa dilakukan pada apendektomi adalah dengan purse string (z-stich atau tobacco sac) dan ligasi ganda. Pada keadaan normal, digunakan jahitan purse string. Ligasi ganda digunakan pada saat pembalikkan tunggul tidak dapat dicapai dengan aman, sehingga yang dilakukan adalah meligasi ganda tunggul dengan dua baris jahitan.Dengan peningkatan penggunaan laparoskopi dan peningkatan teknik laparoskopik, apendektomi laparoskopik menjadi lebih sering. Prosedur ini sudah terbukti menghasilkan nyeri pasca bedah yang lebih sedikit, pemulihan yang lebih cepat dan angka kejadian infeksi luka yang lebih rendah, akan tetapi terdapat peningkatan kejadian abses intra abdomen dan pemanjangan waktu operasi. Laparoskopi itu dikerjakan untuk diagnosa dan terapi pada pasien dengan akut abdomen, terutama pada wanita. Beberapa studi mengatakan bahwa laparoskopi meningkatkan kemampuan dokter bedah untuk operasi (Birnbaum, 2000).

Insisi Grid Iron (McBurney Incision)Insisi Gridiron pada titik McBurney. Garis insisi parallel dengan otot oblikus eksternal, melewati titik McBurney yaitu 1/3 lateral garis yang menghubungkan spina liaka anterior superior kanan dan umbilikus (Skandalakis, 2004).

Lanz transverse incisionInsisi dilakukan pada 2 cm di bawah pusat, insisi transversal pada garis miklavikula-midinguinal. Mempunyai keuntungan kosmetik yang lebih baik dari pada insisi grid iron (Russell, 2004)

Rutherford Morissons incision(insisi suprainguinal)Merupakan insisi perluasan dari insisi McBurney. Dilakukan jika apendiks terletak di parasekal atau retrosekal dan terfiksir (Patnalk, 2001).

Low Midline IncisionDilakukan jika apendisitis sudah terjadi perforasi dan terjadi peritonitis umum (Patnalk, 2001)..

Insisi paramedian kanan bawahInsisi vertikal paralel dengan midline, 2,5 cm di bawah umbilikus sampai di atas pubis (Patnalk, 2001).

Tabel 4. Macam-macam Insisi untuk apendektomi

III. KESIMPULAN

0. Apendisitis merupakan peradangan yang mengenai semua lapisan dinding organ apendiks vermikularis yang terletak di abdomen kuadran kanan bawah. Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu apendisitis akut dan apendisitis kronik.0. Apendisitis akut adalah salah satu kegawat-daruratan abdomen yang membutuhkan tindakan operasi segera, yang dapat ditandai dengan rasa tidak nyaman yang ringan di daerah periumbilikus yang disertai anoreksia, mual, muntah dan nyeri tekan pada abdomen kuadran kanan bawah yang dalam beberapa jam berubah menjadi rasa pegal dalam atau nyeri di abdomen kuadran kanan bawah.0. Diagnosis apendisitis akut perlu ditegakkan dengan mengenali tanda dan gejala dini penyakit tersebut.0. Penatalaksanaan apendisitis akut adalah operasi yang dinamakan appendectomy yang harus dilakukan segera untuk mencegah terjadinya perforasi.

DAFTAR PUSTAKA

Aleq, Mochamad Sander. 2011. Apendisitis Akut: Bagaimana Seharusnya Dokter Umum Dan Perawat Dapat Mengenali Tanda Dan Gejala Lebih Dini Penyakit Ini?. Volume 2, Nomor 1. ISSN: 2086-3071Birnbaum BA, Wilson SR. Appendicitis at the millennium. Radiology 2000 May; 215: 337e48.Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, et al. Shwartzs Principles of Surgery. 9thEd. USA: McGrawHill Companies. 2010.Debas, H.T. 2004. Appendix. Gastrointestinal Surgery. USA : Springer.Eylin. 2009. Karakteristik Pasien dan Diagnosis Histologi pada Kasus Apendisitis Berdasarkan Data Registasi di Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo pada Tahun 2003-2007. Skripsi. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas UndonesiaJong, Wim de dan R. Sjamsuhidayat. 1997.Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Revisi. EGC : JakartaKumar, V., R.S. Cotran and S.L. Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. hal : 660-661Longo,Dan L.2011.Horrisons Principle of internal medicine. USA : The McGraw-Hill CompaniesPatnalk VG, Singla RK, Bansal VK. 2001. Surgical Incisions-Their Anatomical Basis.J Anat. Soc. India 50(2) 170-178.Price, S.A. and L.M. Wilson. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.Puylaert JB, Rutgers PH, Lalisang RI, et all. A prospective study ofultrasonography in the diagnosis of appendicitis. N Engl J Med 1987 Sep 10; 317: 666e9.Reksoprodjo, S dkk. 1995.Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Binarupa Aksara : Jakarta.Russell RCG, Williams NS, Bulstrode CJK. 2004. Editors. Bailey and Loves Short Practice of Surgery. 24thEd. London: Arnold. Sabiston, D.C. 2001. Appendix. Textbook of Surgery, Ed. 6. Philadelphia : WB. Saunders.Sjamsuhidajat, R. Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.Skandalakis JE, Colborn GL, Weidman TA, et al. Editors. 2004. Skandalakis Surgical Anatomy. USA: McGrawHill. Soybel, D.I. 2003. Appendix. Essential Practice of Surgery. Basic, Science and Clinical Evidence. USA : Springer.Temple CL, Huchcroft SA, Temple WJ. The natural history of appendicitis in adults. A prospective study. Ann Surg 1995 Mar; 221: 278-81.