Aneurisma Cerebral

67
Bab 13 MANAJEMEN ANESTESI BEDAH ANEURISMA SEREBRAL Ryan P. Pong • Arthur M. Lam Meskipun sederhana, pernyataan oleh ahli bedah saraf British J. Gillingham bahwa "pada awal tahun ahli anestesi menghabiskan waktu mereka mendorong otak dari tengkorak sementara dalam beberapa kesempatan mereka berusaha memasukkannya kembali" 1 menggarisbawahi pentingnya dan kontribusi neuroanesthesia pada bidang hasil penyempurnaan dari pengelolaan bedah aneurisma otak. Kemajuan lainnya adalah perbaikan dalam instrumentasi mikro seperti mikroskop operasi, neuroradiology, dan pengembangan pusat-pusat khusus dengan ahli bedah dan ahli anestesi yang didedikasikan untuk pengobatan pasien dengan aneurisma otak. Namun, data yang dipublikasikan dari The International Cooperative Study terkait Timing Bedah Aneurisma (Cooperative Study) pada tahun 1990 menunjukkan bahwa angka kematian bedah secara keseluruhan adalah tinggi, sekitar 20%. 2,3 Untuk batas tertentu hasil ini mungkin sedikit bias karena kecenderungan kini menuju intervensi operasi awal pada pasien berisiko tinggi yang sebelumnya dianggap tidak cocok untuk operasi. Meskipun demikian, bahkan pasien yang dirawat dalam kondisi baik dengan skor tingkat kesadaran setara dengan nilai I dan II menurut Hunt dan Hess (lihat pembahasan selanjutnya) memiliki tingkat

description

kesehatan otak

Transcript of Aneurisma Cerebral

Bab 13MANAJEMEN ANESTESI BEDAH ANEURISMA SEREBRALRyan P. Pong Arthur M. LamMeskipun sederhana, pernyataan oleh ahli bedah saraf British J. Gillingham bahwa "pada awal tahun ahli anestesi menghabiskan waktu mereka mendorong otak dari tengkorak sementara dalam beberapa kesempatan mereka berusaha memasukkannya kembali"1 menggarisbawahi pentingnya dan kontribusi neuroanesthesia pada bidang hasil penyempurnaan dari pengelolaan bedah aneurisma otak.Kemajuan lainnya adalah perbaikan dalam instrumentasi mikro seperti mikroskop operasi, neuroradiology, dan pengembangan pusat-pusat khusus dengan ahli bedah dan ahli anestesi yang didedikasikan untuk pengobatan pasien dengan aneurisma otak.Namun, data yang dipublikasikan dari The International Cooperative Study terkait Timing Bedah Aneurisma (Cooperative Study) pada tahun 1990 menunjukkan bahwa angka kematian bedah secara keseluruhan adalah tinggi, sekitar 20%.2,3Untuk batas tertentu hasil ini mungkin sedikit bias karena kecenderungan kini menuju intervensi operasi awal pada pasien berisiko tinggi yang sebelumnya dianggap tidak cocok untuk operasi.Meskipun demikian, bahkan pasien yang dirawat dalam kondisi baik dengan skor tingkat kesadaran setara dengan nilai I dan II menurut Hunt dan Hess (lihat pembahasan selanjutnya) memiliki tingkat pemulihan "baik" yang hanya 58% dan tingkat kematian 26%.2Sehingga demikian masih banyak ruang untuk perbaikan dalam semua aspek penangangan aneurisma otak.Variasi yang cukup besar dalam mortalitas dan morbiditas ada di antara pusat-pusat Cooperative Study, alasannya tidaklah jelas.Penyebab utama kematian dan kecacatan secara urut dari atas adalah, vasospasme, efek langsung dari perdarahan awal (hematoma subarachnoid, subdural, atau intraserebral yang besar, efek iskemik permanen akibat peningkatan tekanan intrakranial [TIK]), perdarahan ulang, dan komplikasi bedah.2Manajemen anestesi yang sukses pada pasien dengan aneurisma otak memerlukan pemahaman yang menyeluruh tentang riwayat alamiah, patofisiologi, dan persyaratan prosedur bedah.Pengobatan endovascular menggunakan gulungan/coil thrombogenic adalah sebuah alternatif untuk pengobatan bedah.Hasil International Subarachnoid Trial (ISAT) menunjukkan bahwa ketika pasien aneurisma setuju untuk ditindak baik dengan coil endovascular atau kliping bedah, keluaran lebih mendukung untuk cara coiling.4,5Penelitian ikutan selanjutnya mempertanyakan hasil ini dan telah mengangkat pertanyaan untuk modalitas yang lebih unggul,6dan ada usaha dalam membangun di mana kelompok pengobatan satu lebih difavoritkan daripada yang lain.Ada beberapa faktor lain yang harus dievaluasi, termasuk faktor-faktor seperti lokasi dan anatomi aneurisma serta faktor-faktor seperti usia pasien, komorbiditas, dan keinginan pasien.6PERTIMBANGAN PRA OPERASILangkah-langkah utama dalam evaluasi pra operasi adalah sebagai berikut:1. Pengkajian kondisi neurologis pasien dan grading klinis dari perdarahan subarachnoid (SAH).2. Sebuah tinjauan kondisi patologis intrakranial pasien, termasuk gambaran dari computed tomography (CT) dan angiogram.3. Pemantauan TIK dan transcranial Doppler ultrasonografi (TCD) jika tersedia.4. Evaluasi fungsi sistemik lainnya, kondisi premorbid serta saat ini, dengan penekanan pada sistem yang dikenal akan terpengaruh oleh SAH.5. Komunikasi dengan ahli bedah saraf mengenai posisi dan perlunya monitoring khusus.6. Optimalisasi kondisi pasien dengan memperbaiki setiap gangguan biokimia dan fisiologis yang ada.Penilaian pra operasi memungkinkan perencanaan yang tepat dari rejimen obat anestesi dengan pertimbangan patofisiologi semua sistem organ serta kebutuhan bedah dan monitoring. Pendekatan ini memfasilitasi tujuan anestesi yang halus untuk aneurisma tidak rumit dan memastikan tingkat tinggi pada kesiapan untuk menghadapi komplikasi bila ada.

Sistem Saraf PusatUntuk memungkinkan penilaian yang lebih baik dari risiko dan prognosis bedah, Botterell dan rekan7tahun 1956 pertama kali mengajukan penilaian perdarahan subarachnoid (Tabel 13-1),7yang kemudian dimodifikasi oleh Hunt dan Hess(Tabel 13-2).8Tahun 1980-an skala penilaian berdasarkan Glasgow Coma Scale diperkenalkan oleh Federasi Ahli Bedah NeurologiDunia (Tabel 13-3).9Pada klasifikasi ini, yang berkorelasi paling penting dengan hasilnya adalah tingkat kesadaran pra operasi.2Skema penilaian klinis ini memungkinkan evaluasi risiko operasi, komunikasi antara dokter tentang kondisi pasien, dan melakukan studi banding pada hasil terapi.Skala penilaian Hunt dan Hess yang dimodifikasi masih yang paling umum digunakan, karena kedua sudah sering dipakai dan mudah dalam aplikasinya.Meskipun tindakan bedah sukses, defisit neurologis iskemik tertunda (late) mengakibatkan cedera neurologis permanen atau kematian yang dapat terjadi pada pasien yang mengalami komplikasi vasospasme.Karena insiden dan keparahan vasospasme berhubungan dengan jumlah darah yang ada pada ruang subarachnoid, temuan Computed Tomography (CT) sering dinilai menurut sistem grading Fisher(Tabel 13-4). 10Meskipun ada kritik terhadap metode Fisher 11dan telah ada modifikasi yang diusulkan,12metode ini tetap menjadi metode utama dalam menggambarkan temuan CT berkaitan dengan beban bekuan dan risiko vasospasme di SAH aneurisma.Meskipun angka kematian dan morbiditas bedah bervariasi sesuai berbagai institusi, pasien dalam kondisi pra operasi yang baik (yakni dengan nilai klinis I dan II) dapat diharapkan untuk dapat menjalaninya dengan baik;pasien dengan status kelas V memiliki angka kematian dan morbiditas yang tinggi, tetapi manajemen agresif telah berakibat pada peningkatan yang substansial(Tabel 13-5). 13Kelas klinis juga menunjukkan tingkat keparahan terkait patofisiologi otak.Semakin tinggi kelas klinis, semakin besar kemungkinan terjadinya vasospasme, peningkatan TIK,14,15gangguan autoregulasi otak,16,17dan gangguan respon serebrovaskular teratur untuk hipokapnia.17Suatu kelas klinis yang lebih buruk juga dikaitkan dengan insidensi yang lebih tinggi dari aritmia jantung dan disfungsi miokard.18,19Pasien dengan nilai klinis yang lebih buruk memiliki kecenderungan untuk menjadi hipovolemik dan hiponatremik.20,21Maka, dengan memahami skala penilaian memungkinkan ahli anestesi untuk berkomunikasi secara efektif dengan dokter lain dan memfasilitasi gangguan patofisiologis dan perencanaan manajemen anestesi perioperatif.Tekanan intrakranialTIK meningkat pesat setelah SAH dan mungkin mendekati tingkat tekanan darah sistemik.Fase ini berlangsung beberapa menit dan dianggap membatasi jumlah kebocoran darah akibat ruptur aneurisma.Dengan pecahnya aneurisma secara berulang, TIK meningkat jauh akibat efek massa (clot), edema serebral, atau hidrosefalus karena saluran cairan yang tersumbat. Suatu hidrosefalus komunikans kemudian dapat terbentuk karena adhesi arachnoidal akibat darah ekstravaskuler yang mengganggu reabsorpsi cairan serebrospinal (CSF). Dalam beberapa penelitian besar kejadian hydrocephalus berkisar antara 15%2-41%. 22Peningkatan TIK dengan hipovolemia dapat meningkatkan kemungkinan iskemia dan infark serebral tertunda.21Pasien dengan SAH umumnya mengalami penurunan aliran darah otak (CBF) dan tingkat metabolisme otak.23,24Perkembangan vasospasme juga dapat memperburuk kenaikan TIK karena penurunan CBF akibat vasokonstriksi pembuluh konduktansi besar disertai dengan vasodilatasi pada pembuluh distal, menyebabkan peningkatan volume darah otak (CBV) dan selanjutnya kenaikan TIK.Faktor lain yang akan berkontribusi terhadap peningkatan TIK adalah hematoma intraserebral (17%) atau intraventrikular (17%).2 Hidrosefalus klinis ditandai dengan obtundasi progresif dan pupil kecil non reaktif.Gambaran klinis yang muncul hanya pada sekitar 50% dari kasus, dan karena itu diagnosis radiologis sangat penting.Namun, hubungan kausal antara hidrosefalus akut maupun iskemia otak yang tertunda masih dalam pertanyaan.25TIK berkorelasi baik dengan kelas klinis.Hal ini umumnya normal pada pasien dengan status kelas I dan II tetapi meningkat pada orang-orang dengan status kelas IV dan V(Gambar. 13-1).Namun, TIK normal tidak selalu berarti komplians intrakranial yang normal (elastance).Penting untuk tidak menormalkan TIK terlalu cepat, karena hal itu dapat meningkatkan gradien tekanan transmural (TMP) di dinding aneurisma dan menyebabkan perdarahan lebih lanjut.Tekanan perfusi serebral (CPP) dengan nilai 60 sampai 80 mm Hg adalah tujuan yang masuk akal.26

Penurunan Autoregulasi dan Reaktivitas Karbon Dioksida Pasien dengan SAH memiliki penurunan kapasitas autoregulasi27dan pergeseran ke kanan pada batas bawah autoregulasi.Tingkat keparahan gangguan autoregulatory berkorelasi langsung dengan tingkat klinis.16,17,27Nornes dan rekan28mengamati bahwa batas bawah autoregulasi secara signifikan lebih tinggi pada pasien dengan klinis kelas III dibandingkan pada mereka dengan kelas klinis I dan II selama operasi intrakranial.Perkembangan gangguan autoregulasi erat berkorelasi dengan terjadinya vasospasme.29Autoregulasi ini terganggu dan dengan adanya vasospasme dapat mengakibatkan defisit iskemik tertunda.30,31Jika kerusakan neurologis terjadi, sangat penting untuk meninjau pengukuran hemodinamik untuk setiap hubungan yang terkait.Banyak kasus yang terdokumentasi dengan baik menggambarkan pasien dengan SAH di antaranya defisit neurologis baru yang dikembangkan dalam hubungan dengan penurunan tekanan darah dan pembalikan defisit berikutnya dengan peningkatan tekanan darah yang diinduksi secara farmakologis.32Dengan demikian, ahli anestesi harus tidak memungkinkan penurunan tekanan perfusi di bawah batas bawah ini dalam perioperatif.Situasi ini merupakan kontraindikasi relatif terhadap hipotensi yang diinduksi selama operasi, seperti yang dibahas kemudian.Satu penelitian mengamati hasil dalam kaitannya dengan insiden dan besarnya penurunan tekanan darah dan gagal menemukan perbedaan hasil yang buruk.33Walau tampaknya dapat ditoleransi, hipotensi yang diinduksi dapat mengakibatkan nilai CPP menajadi tak adekuat serta memperburuk peningkatan TIK dan sebaiknya dihindari.Respon serebrovaskular hiperventilasi umumnya terjaga setelah SAH.16,17Meskipun gangguan autoregulasi dapat terjadi pada pasien dengan nilai klinis yang relatif baik, penurunan reaktivitas CO2 tidak terjadi sampai ada kerusakan parah.17Jadi hiperventilasi tetap efektif dalam mengurangi CBF dan CBV selama manajemen perioperatif pada sebagian besar pasien dan berpotensi meningkatkan autoregulasi pada mereka yang terganggu oleh SAH.34Efek sistemikStatus Volume Intravaskular dan HiponatremiaStatus volume intravaskular telah ditemukan pada kondisi abnormal rendah pada 36% sampai 100% dari pasien dengan SAH, dan tingkat hipovolemia berkorelasi dengan tingkat klinis.21,35Selain itu, pasien dengan tanda-tanda peningkatan TIK pada CT scan memiliki kemungkinan hipovolemia sistemik yang lebih besar.21Sebabnya multifaktorial dan mungkin termasuk istirahat tidur, diuresis terlentang, keseimbangan nitrogen negatif, penurunan eritropoiesis, dan kehilangan darah iatrogenik.Hipovolemia dapat memperburuk vasospasme dan berhubungan dengan iskemia serebral dan infark.21,35,36Paradoksnya, hipovolemia sering diamati terkait dengan hiponatremia, yang diamati pada sekitar 30% sampai 57%dari kasus SAH. 37,38Etiologi hiponatremia masih menjadi bahan perdebatan.Sindrom sekresi hormon antidiuretik yang tak tepat telah dilibatkan,38pengobatannya terdiri dari pembatasan cairan.Namun, data dominan sekarang menunjukkan bahwa hiponatremia yang berkaitan dengan pelepasan peptida natriuretik yang telah disebut sebagaicerebral salt wasting syndrome.39Apakah peptida dilepaskan dari hipotalamus dalam rangka merespon hidrosefalus yang menyebabkan distensi ventrikel serebral8,24atau dilepaskan dari dinding miokardium40tidak diketahui.Pelepasan peptida natriuretik otak telah berkorelasi dengan vasospasme serebral dan hiponatremia.41,42Kelainan elektrolit yang signifikan lainnya adalah hipokalemia dan hipokalsemia.Dalam serangkaian pasien dengan SAH406, baik hipokalemia (serum K + nilai