Referat Aneurisma Cerebri 323223
-
Upload
tino-kashara -
Category
Documents
-
view
86 -
download
7
description
Transcript of Referat Aneurisma Cerebri 323223
MAKALAH RADIOLOGI
ANEURISMA CEREBRI
DAN
ASPEK RADIOLOGISNYA
Disusun oleh :
MARIA ANGELINA
406127023
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TARUMANAGARA
KEPANITERAAN RADIOLOGI
PERIODE 13 MEI – 15 JUNI 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan YME atas rahmat dan kuasaNya ,
sehingga dapar menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada waktunya.
Tugas pembuatan makalah ini adalah untuk melengkapi syarat kepaniteraan Radiologi
di Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, dengan judul “Aneurisma serebri dan
aspek Radiologisnya”
Dalam menyusun makalah ini saya mendapat banyak manfaat untuk meningkatkan
pengetahuan saya sebagai dokter di masa yang akan mendatang, saya juga berharap dapat
bermanfaat bagi pembaca makalah ini.
Akhir kata, saya mengucapkan banyak terima kasih kepada dr.Herman W. Hadiprojo,
Sp. Rad, dr. U. Hanna Sahelangi, sp.Rad dan dr. Dian Atmaja, sp.Rad atas bimbingannya.
Saya sadar walaupun telah menyelesaikan makalah ini secara teliti , saya pun tidak luput dari
kelalaian dan kekurangan, karena itu saran dan kritik yang membangun sangat saya harapkan.
Semoga dengan membaca makalah yang saya buat ini, dapat bermanfaat dan menambah
pengetahuan dari pembaca.
Jakarta, 15 juni 2013
Maria Angelina
DAFTAR ISI
Kata Pengantar....................................................................................................... iDaftar isi................................................................................................................. iiBAB 1 Pendahuluan............................................................................................... 1BAB 2 Aneurisma serebri II.1 Epidemiologi ......................................................................................... 2 II.2 Patofisiologi............................................................................................ 3 - 4 II.3 Etiologi................................................................................................... 5 - 9 II.4 Klasifikasi ............................................................................................. 10 II.5 Tanda dan Gejala................................................................................... 11 -12 II.6 Diagnostik ............................................................................................. 13 – 16 II.7 Penatalaksanaan ..................................................................................... 17 – 20 II.8 Komplikasi ............................................................................................ 21 – 24 II.9 Prognosa................................................................................................ 25 – 26BAB 3 Kesimpulan ............................................................................................... 27Daftar pustaka........................................................................................................ 28 – 29Lampiran................................................................................................................ 30 – 40
BAB I
PENDAHULUAN
Aneurisma serebri adalah dilatasi pembuluh darah otak yang berisi darah yang di
sebabkan oleh kelemahan dari dinding pembuluh darah dan juga menghilangnya 2 lapisan
pembuluh darah yaitu tunika media dan tunika intima.
Aneurisma yang berkembang karena dorongan dan tarikan terus menerus oleh tekanan
darah terhadap dinding arteri, disebut kekuatan hemodinamik. Tempat 1 titik kelemahan pada
dinding arteri akan menghasilkan penonjolan keluar yang di akibatkan dari tekanan aliran
darah, membentuk suatu kantung (sakulasi). Aneurisma itu sendiri dapat terjadi di semua
arteri dalam tubuh kita. Dinding pembuluh darah pada aneurisma biasanya menjadi lebih tipis
dan lebih mudah pecah. Tetapi kali ini saya akan membahas tentang aneurisma yang spesifik
terjadi pada otak.
Penyebab dari aneurisma serebri dapat dibagi dalam beberapa kejadian, seperti
trauma, infeksi, genetik, gaya hidup , obat- obatan dan penyakit dari pembuluh darah itu
sendiri.
Pemahaman dari mekanisme ini membutuhkan tinjauan kembali tentang struktur dari
pembuluh darah dan aliran nya.
BAB II
ANEURISMA SEREBRI
II.1 Epidemiologi
Dewasa ini, aneurisma serebri menempati posisi ke 4 dalam penyakit cerebrovaskuler
yang paling sering terjadi di dunia. Dari data epidemiologi statistik menunjukan dari 6 juta
penduduk dari Amerika Serikat memiliki aneurisma serebri yang intak, dan sekitar 8-10 per
100.000 jiwa atau sekitar 30.000 jiwa mengalami ruptur dari aneurisma otak. Setiap 18 menit
terjadi 1 ruptur aneurisma. Setiap tahun, sekitar 500,000 kematian di seluruh dunia di
sebabkan oleh aneurisma serebri dan setengah dari populasinya adalah pasien yang berusia
kurang dari 50 tahun.
40% kasus aneurisma serebri yang terjadi sangatlah fatal dan 15% dari pasien yang
mengalami ruptur aneurisma tidak tertolong bahkan sebelum mencapai rumah sakit untuk di
tolong. Kebanyakan kematian yang di sebabkan aneurisma serebri sangat cepat dan luas
defeknya pada otak sehingga tidak memungkinkan untuk di berikan pertolongan medik
maupun secara bedah.
4 dari 7 orang atau sekitar 66% pasien yang mengalami ruptur aneurisma serebri yang
selamat dari serangan akan mengalami defisit neurologis yang permanen.
Aneurisma otak paling sering terjadi pada orang dengan prevalensi umur 35 – 60
tahun, walaupun secara global tidak menutup kemungkinan terjadi pada anak- anak juga.
Angka median terjadinya aneurisma hemoragik stroke adalah pada umur 50 tahun, dan pasien
tidak menunjukan gejala yang jelas. Kebanyakan dari aneurisma serebri berkembang secra
pesat pada pasien yang berusia lebih dari 40 tahun. Rasio jenis kelamin yang menderita
aneurisma serebri adalah wanita lebih sering terjadi, yaitu dengan perbandingan 3:2.
Aneurisma serebri sendiri memiliki presentasi 3-5 % dalam kasus penyebab terjadinya stroke
baru. 10-15 % pasien yang terdiagnosa aneurisma serebri memiliki lebih dari 1 lokasi
terjadinya aneurisma.
Berdasarkan studi tahun 2004, kombinasi kerugian dari pasien yang selamat dan biaya
untuk pengasuh dari pasien setiap tahunnya menghabiskan kurang lebih $138.000.000.
II.2 Patofisiologi
Dinding pembuluh darah dalam tubuh kita umumnya terdiri dari 3 lapisan :
1. Lapisan paling dalam yang di sebut tunika intima yang terdiri dari lapisan sel endotel
2. Lapisan tengah yang di sebut tunika media yang berisi lapisan sel otot elastis
3. Lapisan paling luar yang di sebut tunika adventisia yang terdiri dari lapisan ikat longgar
dan lemak.
Otak adalah organ yang memakai 25% dari seluruh peredaran darah dalam tubuh kita.
Otak terus meneerus membutuhkan aliran darah yang konstan dalam jumlah besar dalam
menjalankan tugasnya yang komplex. Aliran peredaran darah otak itu sendiri di perdarahi
oleh 4 cabang aliran utama yang akan bercabang semakin komplex ke dalam parenkim otak.
Aneurisma itu sendiri terjadi pada percabangan pembuluh darah yang merupakan titik
terlemah di karenakan tekanan dan turbulensi yang besar pada titik tersebut.
Menurut teori, aneurisma sendiri terjadi karena adanya destruksi fokal di mebran
elastik interna yang menyebabkan penurunan produksi elastin, kolagen dan matrix
extraseluler yang menyebabkan terjadinya kelemahan pada dinding pembuluh darah. Salah
satu faktor terbesar adalah adanya proses inflamasi yang terjadi di dalam pembuluh darah itu
sendiri, baik dari infeksi, auto imun, trauma, maupun tingkat oksidasi yang tinggi akibat
stress sel. Sel radang yang di keluarkan akan mengaktifkan matrix metalloprotein dalam
pembuluh darah yang akan menghancurkan serat elastin dan kolagen yang akan
menyebabkan hilangnya atau menipisnya tunika media sehingga akan memperbesar tingkat
terjadinya aneurisma. Faktor lain yang akan menghancurkan serat elastin dan kolagen adalah
plasminogen aktivator , serin elastase dan katepsin.
Penipisan dari dinding pembuluh darah tersebut akan terus menerus di lewati aliran
darah yang memiliki tekanan pompa hemodinamik dari jantung yang berguna untuk
mengalirkan darah secara merata keseluruh tubuh. Pada titik penipisan dinding pembuluh
darah tersebut akibat dari tekanan hemodinamik tersebut, bagian lapisan tunika intima akan
menonjol keluar dan hanya bertahan akibat lindungan lapisan pembuluh darah terluar yaitu
tunika adventitia sehingga akan membentuk kantung (sakulasi). Aliran darah yang melewati
dari sakulasi tersebut akan mengalami turbulensi balik yang kuat sehinggga akan
menyebabkan terjadinya deposit trombosit, fibrin dan sel radang, yang lama kelamaan akan
membentuk trombus. Lama kelamaan lapisan trombus akan semakin bertambah karena
terjadi proses yang sama berulang ulang dan akan mengisi penuh dari ruang dari pembuluh
darah itu sendiri.
Di dalam pembuluh darah juga tergantung pada diameter pembuluh darah, semakin
lebar dari pembuluh darah tersebut, maka tekanan di dalam pembuluh darah akan semakin
tinggi sehingga tingkat progresifitas dari aneurisma itu sendiri juga semakin tinggi.
Aneurisma serebri 90-95% terjadi pada sirkulasi wilisi bagian anterior , 30-40 % di
arteri komunikans anterior bagian proximal dan proximal arteri komunikans posterior cabang
dari arteri carotis interna, 20-30% berada di percabangan utama dari arteri serebri media
serta percabangan arteri carotis interna ke arteri serebri media dan arteri serebri anterior, 10-
15 % sisanya terjadi pada sister vertebero-basiler.
Aneurisma serebri sendiri terjadi dalam bentuk sakulasi (berry’s aneurysm) , mycotic,
fusiformis, diffuse dan disekting.
Aneurisma serebri yang paling sering terjadi adalah bentuk berry yang di sebabkan
oleh penipisan atau hilangnya lapisan elastika dari pembuluh darah itu sendiri, yang paling
sering terjadi pada percabangan atau pertemuan arteri sehingga turbulensi dan tekanan dari
intra pembuluh darah paling besar. Akibat dari turbulensi dan tekanan intra pembuluh dan
adanya kelemahan pembuluh darah di beberapa tempat, maka kantung yang terbentuk akan
bertambah banyak sehingga penampakannya akan terlihat seperti buah berry yang
bergelombol.
Sedangkan aneurisma tipe mycotic terjadi akibat emboli septik yang mengaktifkan
faktor peradangan sehingga dapat melemakan dinding pembuluh darah, dan emboli tersebut
juga menetap di 1 tempat lesi, tempat lesi tersering nya adalah di pembuluh serebri bagian
distal.
Tipe Fusiformis / diffuse dari aneurisma serebri sendiri dahulu di sebut sebagai
arterosklerotik aneurisma, karena menunjukan deposisi artheromatous yang besar pada
seluruh dinding pembuluh darah sendiri sehingga menyebabkan bentuknya seperti botol. Tipe
ini sendiri biasnya terbentuk pada arteri yang berliku-liku terutama pada sistem arteri
vertebrobasiler. Pada aneurisma disekting, aneurisma ini terjadi kebanyakan akibat adanya
trauma pada pembuluh darah mupun adanya kecurigaan neoplasma.
II.3 Etiologi
Pada aneurisma serebri sendiri tidak dapat di klasifikasikan sebagai salah satu bentuk
kelainan kongenital seperti yang selama ini dikatakan, tetapi melainkan terjadinya aneurisma
disebutkan terjadi dalam perkembangan bertahun-tahun, baik merupakan defek kongenital
maupun defek yang di dapat.
- Faktor Genetik :
o Riwayat penyakit keluarga dan kelainan genetik
Merupakan faktor resiko yang terbesar, dan meningkatkan resiko 2-7 kali lipat
dalam terjadinya formasi aneurisma serebri bila memiliki riwayat penyakit
tersebut dalam keluarga dekat ( orang tua, anak maupun saudara kandung). Pada
pasien aneurima serebri familial menduduki tingkat 20% dari aneurisma
subaraknoid hemoragi (ASAH), tetapi tidak berkaitan dengan kelainan genetik
bawaan. Pada penderita ASAH memiliki faktor resiko 4x lipat untuk terjadinya
ruptur aneurisma serebri dari pada populasi umumnya. (Shievink, Genetics of
intracranial aneurysms. Neurosurgery 40(4) : 651-663, 1998). Namun, umumnya
statistik dalam literatur adalah kurang lebih 10% dari populasi adalah familial.
(Astradsson and Astrup, An intracranial aneurysm in one identical twin, but no
aneurysm in the other, Br J Neurosurg. 2001 Apr;15(2):168-71). Tingkat resiko
yang paling tinggi dalam familial adalah antar saudara kandung , yaitu 92%.
(Astradsson, 2001; Adams, 1992) . Aneurisma serebri familial cenderung untuk
terjadi ruptur pada usia yang lebih muda, dengan prevalensi usia 38 tahun, ukuran
yang lebih kecil dan jarang pada ateri komunikas anterior. Pada pasien yang
memiliki saudara kandung maupun kembar, cenderung terjadi aneurisma serebri
pada tempat yang sama dan ruptur pada usia yang kurang lebih sama. Pada suatu
studi, menunjukan bahwa aneurisma serebri pada laki-laki : perempuan menjadi 2:
1, dan terjadi pada pasien di bawah usia 20 tahun. Tetapi perbandingan ini akan
menjadi terbalik pada predominans pasien perempuan yang berusia lebih dari 60
tahun menjadi 1:2. (Addams , 1992) .
Investigasi dari marker genetik yang telah di lakukan belum menunjukan
kesuksesan dalam mengisolasi gen yang bermutassi sehingga dapat menyebabkan
terjadinya aneurisma maupun perlemahan dari dinding pembuluh darah.
Ostergraard et.al menginsvestigasi gen C3-F yang ada pada pasien aneurisma
serebri yang dicurigai bahwa gen ini diasosiasikan dengan penyakit arterosklerosis
yang menjadi faktor resiko ruptur prematur dari aneurisma ( Puchner, 1994) dan
Mendelian Iheritance telah juga di postulasikan (Astradsson, 2001). Namun ,
walaupun dari studi genetik yang telah dilakukan, kemungkinan aneurisma
keturunan belum dapat di buktikan.
Skrining dari pasien yang memiliki 2 atau lebih anggota keluarga dengan
aneurisma serebri masih dianggap kontroversial. Sedangkan skrining pasien yang
memiliki riwayat keluarga dekat yang memiliki aneurisma serebri juga di pandang
tidak menguntungkan, berdasar dari Vega et.al , 2002
o Ehlers – danlos Type IV
Hipermobilitas sendi, kulit raput, mudah memar dan berbekas bila luka
merupakan karakteristik penyakit Eehlers- danlos tipe IV. Tipe IV merupakan
yang paling sering dan mematikan (1 dalam 50.000-500.000 individu) yang
merupakan akibat dari defisiensi kolagen tipe III, yang membangun dari
pembuluh darah arteri dan vena. Walaupun asosiasi penyakit ini dan aneurisma
serebri sudah di buktikan, tetapi frekuensi pasien yang di ketahui mengalami
aneurisma serebri dan Ehler-danlos tipe IV sulit di temukan karena penyakit
Ehler- danlos sangat sulit di diagnosa ( pada penyakit yang ringan, pasien hanya
mengeluh kulit yang rapuh dan mudahnya sendi tergeser). Aneurisma yang di
asosiasikan dengan kondisi ini sering terjadi pada arteri medium ataupun besar.
o Sindrom Marfan
Sindrom ini di karakteristik dengan elongansi dari tulang dan abnormalitas dari
sistem kardiovaskular, dan mata. Kondisi ini di akibatkan dari mutasi gen yang
mengkode protein komponen mikrofibril yang membentuk dinding pembuluh
darah fleksibel. Sekitar 1 dari 10.000-20.000 orang memiliki kelainan ini.
Aneurisma yang sering diasosiasikan dengan kondisi ini adalah tipe sakular,
fusiform dan diseksi dan biasanya di temukan di arteri karotis interna bagian
proksimal.
o Neurofibromatosis tipe 1
Kondisi ini di mulai saat kelahiran dan semakin memburuk dalam
perkembangannya, sekitar 1 dari 3.000-5000 orang menderita. Karakteristik dari
penyakit ini adalah konstriksi dari pembuluh darah (stenosis), ruptur pembuluh
darah , tumor di sistem sarah dan perkembangan abnormal dari otot, tulang dan
organ. Aneurisma yang terjadi dalam kasus ini cenderung terjadi pada arteri
sedang atau besar.
o Sindrom polikistik ginjal autosomal dominan
Salah satu penyakit genetik jaringan yang tersering (1 dalam 400-1000 orang).
Karakteristik dari penyakit ini mencangkup : pembesaran ginjal, kista ginjal,hati,
pancreas dan limpa, kista sarang laba-laba pada otak, hernia ingguinal. Formasi
dari kista terbentuk akibat mutasi genetik yang menyebabkan pertumbuhan sel dan
sekresi cairan yang abnormal. Hipertensi merupakan komplikasi yang paling
sering di temukan dan berkontribusi dalam pembentukan aneurisma serebri dan
aneurisma sub araknoid hemoragik pada pasien tersebut.
Banyak studi yang mengkaitkan antara aneurisma serebri dan kondisi ini. Estimasi
dari frekuensi aneurisma serebri akibat penyakit ini mencapai 10-41%. Dan telah
dilaporkan sebagai penyebab kematian dari pasien dengan kondisi ini. Riwayat
penyakit keluarga merupakan faktor resiko terbesar dalam penyakit ini dan
aneurisma serebri sekitar 18-20%.
- Faktor yang di dapat (Pfohman and Criddle, Epidemiology of intracranial aneurysm and
subarachnoid hemorrhage. Journal of Neuroscience Nursing 33:39-41,2001).
o Trauma Otak
Faktor ini mencangkup kurang dari 1 % kasus aneurisma serebri yang terjadi.
Aneurisma ini terjadi karena dinding pembuluh darah sobek akibat luka , yang
menyebabkan formasi sumbatan. Walaupun asosiasi antara trauma kapitis dengan
aneurisma serebri sangat kecil , tetapi hal ini harus di pikirkan dalam menangani
pasien trauma dalam beberapa bulan setelah trauma, terutama dengan trauma
kepala maupun trauma wajah bagian bawah.
o Sepsis
Aneurisma ini terjadi saat suatu lemak, tulang ataupun gelembung nitrogen
(emboli) yang melalui aliran darah ,menimbung organisme yang menempel pada
dinding pembuluh darah , menyebabkan inflamasi dan kematian sel. Aneurisma
ini terjadi sekitar dalam 2-6% kasus dan sering di asosiasikan dengan infeksi
katup jantung atau vena pulmonar. Aneurisma ini dapat di terapi dengan medikasi
maupun secara bedah, namun ia membawa tingkat kematian yang tinggi.
o Merokok dan hipertensi
Merupakan faktor resiko yang sangat mengancam. Merokok adalah faktor resiko
substansial dalam aneurisma serebri dan aneurisma sub araknoid hemoragik
(ASAH), Ia berkorelasi dengan umur muda pada ASAH dengan onset 5-10 tahun,
meningkatkan vasospasme dan berkembangnya hipertensi yang akan menjadi
aneurisma spontaneus 2x lipat lebih tinggi daripada yang tidak merokok.
- Faktor lain
Beberapa studi menyebutkan faktor yang berkontribusi terhadap aneurisma serebri dapat
berasal dari segala unsur, genre, penggunaan alkohol, variasi musim dan arterosklerosis.
Nakagawa et.al menemukan bahwa tingkat terjadinya aneurisma serebri sebanding
dengan peningkatan usia dan pada genre perempuan. Konsumsi 150 gr alkohol atau lebih
telah dapat diasosiasikan dengan terjadinya aneurisma serebri dan ASAH. Beberapa studi
kasus juga menyebutkan bahwa perubahan cuaca dan tekanan atmosfer juga
berpengaruh,tetapi di perlukan studi lebih lanjut untuk memastikannya.
Beberapa studi kasus menyebutkan dengan perbandingan ras, ras afrika-amerika
mempunyari faktor resiko paling besar dalama terjadinya aneurisma serebri.
- Aneurisma denovo (Tonn et al.,Neuroradiology 41: 674-679, 1999)
Adalah aneurisma yang terjadi pada pasien yang memiliki aneurisma subaraknoid
hemoragik dan di diagnosa kembali dengan adanya aneurisma tambahan yang tidak
terdeteksi pada penanganan pertama. Onset rata- rata yang terjadi pada aneurisma denovo
adalah terjadi setelah ASAH pertama dalam jangka waktu 9.9- 6.7 tahun ( range 3-34 th),
namun dalam 44% kasus ini, aneurisma menjadi simtomatis 3-6 tahun setelah ASAH.
Baik faktor usia dan merokok juga berdampak pada interval ini, tetapi interval ini secara
signifikan berkurang pada pasien dengan riwayat hipertensi (6,9 – 5,1 tahun) di
bandingan dengan yang tidak memiliki riwayat. Studi ini menyebutkan bahwa di temukan
kongenital pertama kali pada pasien ASAH yang merokok 3,7-5,7 x lebih tinggi. Studi ini
juga menyebutkan bahwa faktor hipertensi merupakan faktor yang berpengaruh, bila di
kontrol tekanan darahnya pada pasien ASAH.
Kemungkinan terjadinya multipel aneurisma denovo juga tinggi, dari beberapa studi
menyebutkan ada beberapa kesamaan antara pasien yaitu riwayat merokok, hipertensi
arteri dan usia muda. Grup yang beresiko dalam terjadinya Aneurisma De novo adalah
“pasien yang memliliki riwayat ASAH sebelumnya, berusia 50 tahun atau kurang, dengan
hipertensi arteri dan riwayat merokok” . Studi ini menyarankan untuk follow up
selanjutnya dengan angiografi dalam jangka 4-5 tahun setelah ASAH, 3 tahun pada pasien
hipertensi. Dengan catatan, MRA di sarankan pada pasien ligasi karotis, bisa tidak
menunjukan aneurisma Denovo dalam sirkulus wilisi.
- Faktor yang tidak terkontrol :
o Riwayat penyakit hipertensi dalam keluarga
o Diabetes
o Penuaan
o Ras (afrika-amerika)
- Faktor yang dapat di kontrol :
o Alkohol
o Diet rendah garam dan lemak
o Tembakau
o Kontrasepsi oral
o Obesitas
o Gaya hidup fisik yang inaktif.
II.4 Klasifikasi
- Berdasarkan tipe aneurismanya
o Aneurisma sakuler 4.9 %
o Aneurisma mikotik (septik) 2.6 %
o Aneurisma arteriosklerotik
o Aneurisma traumatik 5- 76.8%
o Aneurisma disekting < 1 %
- Berdasarkan ukurannya :
o Aneurisma sakuler kecil dengan diameter kurang dari 1 cm.
o Aneurisma sakuler besar dengan diameter antara 1-2,5 cm
o Aneurisma sakuler raksasa dengan diameter lebih dari 2,5 cm
II. 5 Tanda dan Gejala
Kebanyakan kasus dari aneurisma serebri tidak memberikan gejala spesifik neurologis
yang jelas. Kecuali sudah terjadi ruptur pada aneurisma tersebut. Namun tidak menutup
kemungkinan bahwa ukuran dan lokasi lesi dari aneurisma menimbulkan suatu defisit
neurologis akibat penekanan dari aneurisma tersebut terhadap parenkim otak dan saraf
kranialis. Beberapa gejala yang dilaporkan bisa berkaitan dengan aneurisma serebri :
- Cephalgia yang terlokalisir
- Dilatasi pupil
- Pandangan kabur atau diplopia
- Nyeri di atas dan di belakang orbita
- Kelemahan dan baal
- Kejang
- Kesulitan berbicara
- Berkurangnya daya ingat jangka pendek, sulit berkonsentrasi
- Perubahan dari kepribadian
- Kesulitan dalam proses pemahaman
- Mudah capai
Pada aneurisma cerebri yang ruptur menimbulkan gejala khas yang biasa gunakan di klinis
berupa :
- Cephalgia berat dan intensitasnya baru pertama kali dirasakan seumur hidup pasien ;
biasa di sebut sebagai “Thunderclap Headache” yang di sertau muntah dan penurunan
kesadaran dalam hampir segera.
- Cephalgia berat seluruh kepala, pasien relatif lucid dengan berbagai derajat kaku kuduk.
Ini merupakan gejala tersering yang biasa di keluhkan pasien
- Jarang terjadi, pasien langsung mengalami penurunan kesaranan, sehingga tidak sempat
mengeluhkan keluhan.
- Gejala tambahan yang dirasakan secara tiba-tiba : pandangan kabur/ diplopia, kaku
kuduk, ptosis, nyeri pada bagian atas / belakang orbit, kesulitan berjalan / vertigo ,
photophobia, kejang.
Gejala klinis ruptur aneurisma di bagi dalam 5 tingkat :
- Tingkat 1 : Cephalgia ringan dengan sedikit tanda rangsang meningeal atau tanpa gejala
- Tingkat 2 : cephalgia agak hebat atau disertai dengan parese nervi kranialis
- Tingkat 3 : kesadaran somnolen , bingung atau dengan adanya defisit neurologis fokal
- Tingkat 4 : kesadaran stupor, hemiparese / plegi, mungkin adanya permulaan deserebrasi
dan adanya gangguan dari sistem otonom
- Tingkat 5 : Kesadaran koma dalam, tanda rigiditas deserebrasi dan tanda stadium
paralisis cerebral vasomotor
International Study of Unruptured Aneurysms*: Location Size Previous
ruptureFollow up
Rupture rate (% per year)
Anywhere 10mm or less
None 7.5 yrs 0.05
Anywhere 10mm or more
None 7.5 yrs 1
Anywhere 25mm or more
None 1 yr 6
Posterior communicating, Vertebrobasilar/posterior cerebral, Basilar tip
10-24mm None 7.5 yrs 15
Posterior communicating, Vertebrobasilar/posterior cerebral, Basilar tip
10mm or less
None 7.5 yrs 2.5
Ruptur dari aneurisma serebri menyebabkan darah mengisi ruang sub araknoid sehingga
dapat menghasilkan gejala seperti di atas. Oleh sebab itu pada pasien dengan penurunan
kesadaran tanpa adanya tanda trauma kapitis perlu dipikirkan Aneurisma Serebri sebagai
diagnosa banding.
II.6 Diagnostik
Pemeriksaan yang di lakukan pada aneurisma mencangkup pada aspek radiologis, sebab pada
aneurisma serebri tidak memungkinkan di lakukan dengan pemeriksaan fisik di karenakan
tidak memiliki gejala yang khas. Pada awalnya pemeriksaan aneurisma di lakukan dengan
cara di lakukan angiografi serebral dengan medium sinar X dan kontras, namun dengan
perkembangan zaman, cara ini sudah mulai di tinggal kan sehingga berkembang menjadi
dengan CT scan (conputed tomografi) dan MRI (magnetic resonance imaging) yang jauh
lebih sedikit memiliki efek samping dan lebih struktural dalam modifikasinya.
Angiografi
Cara ini masih merupakan gold standar dalam pemeriksaan diagnostik pembuluh darah
karena merupakan pemeriksaan yang paling komprehensif, standar dan sensitiff. Namun
merupakan prosedur yang cukup mahal dan invasif. Angiogram merupakan tes pencitraan
menggunakan film X-ray untuk studi aliran darah secara waktu nyata. Pasien di tempatkan
diantara sinar X yang terus menerus yang di tembakan dan layar fluoresen. Sinar x dan layar
fluoresen ini merupakan suatu kamera spesial yang di sebut fluoroskope yang memungkinkan
untuk di lakukan foro xray secara kontinuitas. Hal ini memungkin kan untuk melihat dan
merekam dalam pola aliran darah. Kontras yang di gunakan di masukan ke dalam pembuluh
darah untuk meningkatkan intensitas gambar aliran darah di foto X. Penyuntikan kontras
untuk pembuluh darah di otak menggunakan kateter yang di masukan k arteri di kaki, lalu
mengikuti pembuluh darah untuk mencapai pembuluh darah di otak. Foto akan di ambil
sementara kateter di jalankan menunju k otak dan melihat bagaimana profil arteri yang akan
di nilai. Saat kateter berada di posisi yang di inginkan, kontras di injeksi ke dalam pembuluh
darah dan foto X di ambil menggunakan fluoroskop. Kontras yang di gunakan dalam
angiografi serebral menggunakan :
- Renografin (meglumin diatrizoate)
- Conray 60 (meglumin iothalamate)
- Urografin
- Angiografin
Penggunaan kontras ini juga memiliki kriteria tertentu :
- Puasa minimal 12 jam baik makan dan cairan sebelum di lakukan tes
- Memastikan tidak alergi terhadap obat obatan kontras dan tidak ada interaksi antara obat
kontras dan obat yang sedang di konsumsi.
- Karena sekresi kontras berada di ginjal sebagai tempat akhir maka harus di pastikan
fungsi ginjal baik sebelum di lakukan tes.
Ada beberapa kemungkinan komplikasi akibat di lakukan pemasangan kateter untuk kontras
yaitu kerusakan pembuluh darah , pelelepasan darah beku atau trombus dari dinding
pembuluh darah yang dapat menyumbat pembuluh darah di otak sehingga menyebabkan
penyakit tambahan.
Pengambilan foto terdiri dari 3 fase penting dalam penilaian angiografi :
1. Fase arteri : dilakukan 1-3 detik stelah penyuntikan kontras
2. Fase kapiler : dilakukan 3-4 detik setelah penyuntikan kontras
3. Fase vena : dilakukan 4-12 detik setelah penyuntikan kontras.
Computed Tomografi (CT)
Pemeriksaan potongan otak melalui sinar x dan komputer interpratif. Merupakan
pemeriksaan x ray non infasif untuk kepala. Saat sinar x menembus tubuh kita, densitas dari
jaringan lunak akan menentukan bagaimana pencitraan dari bagian tubuh . Tulang dan
pembuluh darah memiliki densitas paling tinggi, sehingga dapat terlihat jelas dalam
pencitraan CT. Pemeriksaan yang berrelasi lainnya adalah CTA ( CT angiogradi) yang
menuggunakan injeksi kontras melalui vena di tangan, yang dapat memperlihatkan pencitraan
3 dimensi yang memperlihatkan pembuluh darah di otak.
MRI (magnetic resonance imaging)
Pencitraan ini dapat memperlihatkan otak dalam bentuk 2 atau 3 dimensi. Merupakan test
yang non invasif yang dapat melihat organ dalam termasuk otak tanpa di lakukan
pembedahan , paparan sinar X atau nyeri. Mesin ini menciptakan medan magnetik yang
mengirimkan gelombang radio melalui tubuh dan menilai respons tubuh menggunakan
komputer yang akan menampilkan bentuk mendetail dalam 2 ataupun 3 dimensi.
Menurut American Heart Association, CT dengan atau tanpa agen kontras di anggap sangat
tidak adekuat untuk dignosa aneurisma otak. Namun CTA dapat memperlihatkan aneurisma
yang berukuran 2-3 mm. MRA (MRI angiografi) dianggap sanagat berguna untuk skrining,
terutama untuk aneurisma yang berukuran 3-5mm atau lebih diameternya, dan merupakan
pemeriksaan yang paling sering di gunakan. Harus di ingat bahwa aneurisma yang berukuran
kurang lebih 5 mm dapat menjadi patokan penting dalam ruptur aneurisma, sedangkan di satu
pihak MRA merupakan tes yang sangat mahal dan saat ini hanya dapat mensuport skrining
pasien dengan faktor resiko yang signifikan. Secara penyakit hasil pencitraan akan
menunjukan :
1. Aneurisma sub araknoid hemoragik
o CT scan
Pada ASAH akan di temukan atenuasu yang tinggi pada ruang basal sub araknoid.
Pada fase akut, akan menghasilkan presentasi 95% positif dalam pencitraan dalam 24
jam, dan presentasinya akan menurun <50% dalam 1 minggu setelah onset.
o MR scan
Pada fase akut, akan di temukan CSF yang “kotor” . isointense pda T1wi, hiperintense
pada T2WI. Signal intensitas tinggi pada FLAIR dan signal intensitas rendah pada
sekuens T2.
Pada fase kronik adakan di temukan “Siderosis superfisial “ ( garis hipointense
sepanjang otak , medula spinalis, nervi kraniales di T2WI, T2*)
o CTA / MRA
Akan menunjukan hasil yang negatif dari 15-20% kasus ASAH. Menunjukan multipel
aneurisma 20-33% kasus ( besar, irreguler aneurisma dan kemungkinan telah ruptur)
2. Aneurisma sakular
o CT
Akan menunjukan densitas tinggi pada basal sisterna apabila telah terjadi ruptur.
Pada paten aneurisma , akan menunjukan massa ektrakranial yang bergaris tegas, bulat
atau berbentuk lobus , dan sedikit hiperdense pada gambaran otak ( kemungkinan
memiliki mural CA++) dan menyengat kuat.
Sedangkan pada aneurisma yang trombosis sebagian atau penuh, akan terlihat
hiperdense sedang dan pyengatan lumen yang paten
o MR
Akan terlihat adanya gambaran darah di subaraknoid.
Pada paten aneurisma, akan terlihat “flow void” sebanyak 50% dan iso/heterogenik
signal, batas tidak tegas sempurna , terlihat adanya turbulensi / aliran yang lambat, dan
efek saturasi
Pada aneurisma trombosis sebagian ataupun penuh, akan terlihat signal variatif
tergantung pada usia dari sumbatan, sering hiperintensi pada T1, dan hipointense pada
T2WI, penyengatan lumen.
o CTA/MRA
Akan terlihat gambaran aneurisma yang jelas dengan leher tegas, dapat mendeteksi
aneurisma multipel, identifikasi perforasi arteri yang mungkin terjadi dari dome
(kubah) aneurisma dan menilai potensial aliran darah kolateral. Gambaran akan telihat
lobul atau bulat, dan kantung yang menonjol keluar dan mungkin akan telihat puncak
apikal, bisa sempit atau melebar lumennya.
3. Aneurisma Fusiformis
o CT
Hiperdense, umumnya di termukan Ca++, penyengatan kuat dari lumen, sedangkan
sumbatan pada intra mural tidak menyengat.
o MR
Pembuluh darah yannng ektaktikm dan kemungkinan di temukan kantung sakulasi
fokal. Signal intensitas yang tercampur-campur sangat umum, velositas aliran rendah,
turbulensi dan arah dapat terlihat jelas. Hiperintense pada T1WI, garis hipointens pada
T2WI. Sumbatan dapat terlaminasi dan penyengatan kuat dari residual lumen.
o MRA
Sebelum kontras tidak adekuat karena adanya efek saturasi aliran, dan Aneurisma
fusiformis yang besar sering membutuhkan kontras yang dinamis untuk melihat
garisnya secara jelas.
II.7 Penatalaksanaan
Untuk aneurisma yang belum pecah, terapi ditujukan untuk mencegah agar aneurisma tidak
pecah, dan juga agar tidak terjadi penggelembungan lebih lanjut dari aneurisma tersebut.
Sedangkan untuk aneurisma yang sudah pecah, tujuan terapi adalah untuk mencegah
perdarahan lebih lanjut dan untuk mencegah atau membatasi terjadinya ”vasospasme”
(kontraksi pembuluh darah yang menyebabkan penyempitan diameter pembuluh darah).
Aneurisma biasanya diatasi dengan operasi, yang dilakukan dengan membedah otak,
memasang klip logam kecil di dasar aneurisma, sehingga bagian dari pembuluh darah yang
menggelembung itu tertutup dan tidak bisa dilalui oleh darah. Dengan operasi ini diharapkan
kemungkinan aneurisma tersebut untuk pecah jauh berkurang. Terapi lain adalah dengan
memasukkan kateter dari pembuluh darah arteri di kaki, dimasukkan terus sampai ke
pembuluh darah di otak yang terkena aneurisma, dan dengan bantuan sinar X, dipasang koil
logam di tempat aneurisma pembuluh darah otak tersebut. Setelah itu dialirkan arus listrik ke
koil logam tersebut, dan diharapkan darah di tempat aneurisma itu akan membeku dan
menutupi seluruh aneurisma tersebut. Pembuluh yang menggelembung dapat dioperasi
dengan tingkat keberhasilan 99,9 persen. Bila telah pecah dan koma, keberhasilan tinggal 50 :
50.
• Penderita segera dirawat dan tidak boleh melakukan aktivitas berat.
• Obat pereda nyeri diberikan untuk mengatasi sakit kepala hebat.
• Kadang dipasang selang drainase di dalam otak untuk mengurangi tekanan.
Pembedahan bisa memperpanjang harapan hidup penderita, meskipun meninggalkan kelainan
neurologis yang berat. Tujuan pembedahan adalah untuk membuang darah yang telah
terkumpul di dalam otak dan untuk mengurangi tekanan di dalam tengkorak. Pembedahan
untuk menyumbat atau memperkuat dinding arteri yang lemah, bisa mengurangi resiko
perdarahan fatal di kemudian hari.
Pembedahan ini sulit dan angka kematiannya sangat tinggi, terutama pada penderita yang
mengalami koma atau stupor. Sebagian besar ahli bedah menganjurkan untuk melakukan
pembedahan dalam waktu 3 hari setelah timbulnya gejala. Menunda pembedahan sampai 10
hari atau lebih memang mengurangi resiko pembedahan tetapi meningkatkan kemungkinan
terjadinya perdarahan kembali.
Pasien yang dicurigai atau datang dengan gejala asymptomatic atau simptomatik aneurisma
intrakrnial harus dilakukan tindakan bedah. Dua pilihan untuk terapi invasif adalah
kraniotomi terbuka dan terapi endovaskular.
Penatalaksanaan suatu aneurisma meliputi :
• Monitor tanda-tanda vital dan neurology terus menerus.
• Jalan napas, pernapasan dan sirkulasi harus dimonitor ketat dan dilakukan intubasi
endotrakea.
• Pilihan terapi harus didasarkan kondisi klinis pasien, anatomi vaskuler aneurisma, dan
pertimbangan teknik bedah atau endovascular.
• PSA aneurisma harus dirawat di ICU dengan monitoring jantung.
• Sebelum terapi definitive dilakukan maka harus dijaga agar tidak ada hipertensi
dengan pemberian calcium channel blocker, dan pencegahan kejang.
• Induksi hypertensi, hypervolemia, dan hemodilution (“triple-H therapy”) bertujuan
untuk menjaga tekanan perfusi otak pada keadaan autoregulasi cerebrovascular yang
terganggu.
• Intraarterial papaverine atau endovascular balloon angioplasty dapat digunakan untuk
merawat vasospasm pada beberapa pasien tertentu
• Pada aneurisma infeksi harus dihindarkan pengunaan antikoagulan. Begitu infeksi
dapat terkontrol dengan antibiotic maka terapi bedah harus dilakukan. Regresi atau
evolusi aneurysma harus dimonitor dengan serial angiography.
• Penatalaksanaan aneurysma intracranial yang belum pecah masih menjadi
kontroversial. International Study of Unruptured Intracranial Aneurysms (ISUIA)
mengindikasikan bahwa tingkat kejadian rupture aneurisma ukuran kecil sangat kecil.
Aneurisma dengan ukuran < 10 mm memiliki tingkat kejadian rupture tahunan sekitar
0.05%. Penatalaksanaan profilaksisnya meliputi teknik bedah / endovaskular.
Tujuan utama penatalaksanaan aneurisma adalah mengeluarkan kantung aneurisma dari
sirkulasi intracranial sambil menjaga arteri utama. Penatalaksanaan aneurisma sejak lama
dilakukan bidang bedah saraf tetapi sejak tahun 1990, neuroradiologis telah menggunakan
teknsik endovascular pasien dengan intracranial aneurysma yang jumlahnya terus meningkat.
Operasi merupakan terapi definitif untuk penatalaksanaan aneurisma sakular.
1. Operasi
Penempatan klip melintasi leher aneurisma adalah terapi definitif dan pilihan utama karena
efikasi jangka panjangnya yang telah terbukti. Pada tahun 1936, Walter Dandy melakukan
operasi pertama pada intracranial aneurysm dengan meletakkan klip perak yang dibuat oleh
Harvey Cushing, melintasi leher aneurisma pada persambungan arteri carotis interna dengan
arteri communicans posterior pada pasien dengan parese N.III. Sejak itu teknik operasi untuk
aneurisma telah berkembang pesat menggunakan teknik bedah mikro, mikroskop operasi,
koagulasi bipolar dan klip aneurisma yang bervariasi.. Tingkat keamanan beberapa operasi
aneurisma tergantung ukuran, lokasi atau konfigurasi, dan teknik tambahan yang sulit seperti
teknik bypass vascular grafting atau hypothermic cardiac arrest yang harus
digunakan. Operasi darurat harus dilakukan pada pasien yang menunjukkan gejala klinis
karena efek massa hematomaintracerebral atau subdural
2. Terapi Endovascular
Terapi endovaskuler terkini melibatkan insersi kawat halus ke dalam lumen aneurisma seperti
yang trerlihat pada gambar 10. Kemudian melalui proses elektrothrombosis, thrombus lokal
terbentuk di sekitar kawat di dalam aneurysm. Tujuan utama teknik ini adalah obliterasi
sempurna (thrombosis) kantung aneurisma. Banyak factor yang memperngaruhi keberhasilan
obliterasi tapiyang terpenting adalah rasio leher dengan fundus aneurisma. Aneurisma dengan
leher yang luas sering tidak terobliterasi sempurna. Embolisasi dengan teknik endovascular
memiliki resiko yang lebih sedikit tetapi efektifitas jangka panjangnya belum terbukti.
Penatalaksanaan meliputi pencegahan peningkatan tekanan intracranial seperti tirah baring
total, sedatif, analgesik, laksatif, antitusif, antiemetik, antikonvulsan. Penatalaksanaan
hipertensi juga dapat menurunkan resiko perdarahan ulang tetapi mengandung resiko infark
serebri pada pasien dengan vasospasme serebri. Antifibrinolitik seperti epsilon aminocaproic
acid (EACA) dan asam traneksamat mencegah bekuan aneurisma lisis dan karena itu
mencegah rupture kembali. Tetapi mereka juga menunda lisis bekuan sisternal dan
meningkatkan vasospasme.
Bahan-bahan vasoaktif yang terdapat pada bekuan darah sisternal meliputi oksihemoglobin,
serotonin, cathecolamine, prostaglandin, substansi P, calcitonin gen peptide, endothelin,
platelet-derived growth factor, dan peptide lainnya telah terbukti menebabkan vasospasme.
Penatalaksanaannya meliputi reserpine, kanamycin, aminophylin, isoproterenol, prostacyclin,
naloxone, lidocaine, diprydamole, dan tromboxane synthetase inhibitor. Tetapi tidak
keuntungan yang jelas ditunjukkan oleh regimen ini. Penggunaan nimodipine dan nicardipine
lebih menjanjikan karena dapat mengurangi isnsidensi defisit iskemik persisten setelah PSA.
Operasi yang cepat juga memungkinkan evakuasi hematoma. Sebelum operasi pasien dijaga
supaya tetap euvolemik dan diberikan nimodipine. Selama operasi mereka mendapat manitol
dan drainase CSS melalui kateter spinal.
Konsultasi: Pendekatan multidisiplin harus dilakukan untuk penatalaksanaan aneurisma
meliputi:
• Bedah saraf
• Interventional neuroradiologis
• Ahli saraf
• Spesialis rehabilitasi medik
Diet:
Pasien dengan kemungkinan operasi harus puasa. NGT harus terpasang pada pasien
penurunan kesadaran.
Aktivitas:
• Tirah baring total setelah PSA aneurisma.
• Lakukan gerakan pasif.
• Setelah tindakan bedah saraf atau endovascular dilakukan maka pasien harus dilakukan :
1. Pemeriksaan neurologi serial
2. Hindari hypotensi atau hypertensi (tekanan arteri rata-rata [MAP] harus berkisar
antara 70-130 mm Hg)
3. Penggunaan larutan isotonik, seperti saline normal, untuk meminimalisir cerebral
edema.
4. Terapi atau profilaksis kejang
5. Terapi infeksi saluran kencing
6. Pencegahan thrombosis vena
7. Profilaksis untuk ulkus gastrikum
8. Terapi fisik, okupasi dan wicara
9. CT scan ulang pada deteriorasi klinik
II.8 Komplikasi
Aneurisma yang pecah dapat mengakibatkan :
1. Perdarahan subarachnoid saja.
2. Perdarahan subarachnoid dan perdarahan intra serebral (60%).
3. Infark serebri (50%).
4. Perdarahan subarachnoid dan subdural.
5. Perdarahan subarachnoid dan hidrosephalus yang sebagian kecil menjadi hidrosephalus
normotensif (30%).
6. Aneurisma a. carotis interna dapat menjadi fistula caroticocavernosum.
7. Masuk ke sinus sphenoid bisa timbul epistaksis.
8. Perdarahan subdural saja.
Perdarahan subarachnoid (PSA) yang disebabkan pecahnya suatu aneurisma memiliki resiko
mortalitas yang tinggi yang secara terjadi secara bertahap tergantung waktu. Dari pasien yang
selamat pada perdarahan awal, rebleeding dan infark serebri menjadi penyebab utama
kematian. Dari hasil studi pada tahun 1960 dari 100 pasien dengan aneurismal SAH yang
dirawat secara konservatif didapatkan hasil 15 orang di antaranya meninggal sebelum
mencapai rumah sakit, 15 orang meninggal dalam 24 jam pertama di RS, 15 orang meninggal
antara 24 jam pertama-2 minggu, 15 orang meninggal antara 2 minggu-2 bulan, 15 orang lagi
meninggal antara 2 bulan-2 tahun kejadian dan hanya 25 orang yang selamat tapi dengan
defisit neurologis menetap
Intracranial : perdarahan ulang, iskemia cerebral/infark, hydrocephalus, hematoma yang
meluas, epilepsy
Ekstracranial : infark miokard, cardiac arritmia, oedem pulmoner, perdarahan lambung (stress
ulcer)
1. Perdarahan Ulang
Perdarahan ulang adalah masalah utama yang mengikuti aneurismal PSA.Dalam 28 hari
pertama (pada pasien yang tidak dirawat) sekitar 30% pasien akan menglami perdarahan
ulang, sisanya 70% meninggal. Sebagai contoh, jika pasien selamat melewati 30 hari pertama
setelah perdarahan, masih ada 20% kemungkinan perdarahan ulang terjadi dalam 5 bulan
mendatang. Meskipun jika pasien selamat melewati periode resiko tingi dalam 6 bulan
pertama tetap masih ada kemungkinan perdarahan ulang dan kematian dala satu tahun
tersebut. Pada perdarahan ulang resiko kematian meningkat 2 kali dibandingkan dengan
perdarahan awal.
Tingkat kejadian perdarahan ulang dipengaruhi beberapa faktor seperti identifikasi yang tepat
onset perdarahan awal, identifikasi yang tepat adanya perdarahan ulang, terapi medis dan
pembedahan, kondisi neurologis pasien dan pemberian antifibrinolitik. Laporan kumulatif
tingkat perdarahan ulang selama 2 minggu pertama setelah perdarahan awal berkisar antara
17-22%.
Setiap pasien yang mengalami penurunan kesadaran tiba-tiba memerlukan pemeriksaan CT
scan. CT scan membantu mendiagnosis perdarahan ulang dan menyingkirkan penyebab lain
deteriorisasi seperti acute hydrocephalus.
2. Iskemik / Infark Serebri
Setelah PSA, pasien memiliki resiko tinggi untuk terjadi infark/iskemik serebri dan hal ini
merupakan faktor yang berkontribusi penting pada tingkat mortalitas dan morbiditas. Infark/
iskemik serebri dapat terjadi secara cepat atau langsung sebagai hasil dari perdarahan, tetapi
lebih sering berkembang 4-12 hari setelah onset, baik sebelum atau sesudah operasi disebut
”delayed cerebral ischemia”. Diperkirakan sekitara 25% pasien terjadi iskemik/infark serebri
dan dri 25% kelompok ini akan meninggal kemudian. Sekitar 19% yang selamat akan cacat
permanen.
Beberapa faktor kemungkinan berperan pada perkembangan iskemia/infark serebral.
Vasospasme arterial pada angiography terjadi pada > 60% pasien setelah SAH baik focal
maupun difus. Perkembangan vasospasme menunjukkan pola yang sama terlambatnya
dengna iskemik serebral. Patogenesis terjadinya vasospasme arteri sangat kompleks. Banyak
substansi vasokonstriktor yang dilepaskan dari dinding pembuluh darah atau bekuan darah
yang muncul pada CSF setelah SAH seperti serotonin, prostaglandin, oxyhaemoglobin, tetapi
pada beberapa penelitian membuktikan bahwa antagonist vasokonstriktor telah gagal
mengembalikan penyempitan angiographic atau mengurangi insiden iskemik. Kegagalan ini
mungkin hasil perubahan arteriopathic yang telah diamati terjadi pada dinding pembuluh
darah. Hanya antagonois calcium yang muncul yang memiliki efek menguntungkan. Semakin
tinggi jumlah darah yang terlihat pada cisterna basalis (CT scan) semakin tinggi insiden
penyempitan arteri dan defisik iskemik.
3. Hypovolemia
Hyponatremia yang berkembang setelah SAH pada banyak pasien karena sekresi sodium
renal yang berlebihan daripada efek dilusi karena sekresi ADH yang tidak berimbang.
Kehilangan cairan dan penurunan volume plasma kemudian terjadi. Pasien ini kemungkinan
pada resiko tinggi trjadinya iskemik serebral, sehungungan dengan hasil peningkatan
viskositas darah.
4. Penurunan tekanan perfusi serebral.
Setelah SAH, hematoma intracranial atau hydrocephalus dapat menyebabkan peningkatan
pada tekanan intrakranial. Efek klinik dari cerebral iskemik/ infark tergantung dari daerah
perdarahan arteri tersebut. Pada daerah serebri anterior dapat menyebabkan kelemahan
tungkai bawah, inkontinensia, bingung, dan akinetic mutisme. Pada daerah serebri media
dapat menyebabkan hemiparesis, hemiplegia, dysphasia (pada hemisfer dominan). Gambaran
klinis pada kedua daerah ini dapat merupakan gambaran kelainan klinik sebagai hasil
perluasan kelainan pada arteri carotis dengnan edema hemisfer.
Umumnya iskemik terjadi pada berbagai area, seringnya pada kedua hemisfer. Ini
berhubungan dengan pola spasme arterial.
Transcranial Doppler : peningkatan signifikan dari kecepatan velositas di dalam pembuluh
darah dapat mengindikasikan terjadinya vasospasme meskipun gambaran klinik belum
berkembang, dan memungkinkan deteksi awal kelainan ini untuk pencegahan kerusakan lebih
lanjut.
5. Hydrocephalus
Setelah SAH, aliran cairan serebrospinal (CSF) dapat terganggu oleh :
- bekuan darah pada cisterna basalis (communicating hydrocephalus)
- obstruksi pada villi arachnoidalis(communicating hydrocephalus)
- bekuan darah di dalam sistem ventrikular (obstruktif hydrocephalus)
Hidrosefalus akut terjadi pada sekitar 20% pasien, biasanya pada beberapa hari pertama
setelah onset, biasanya merupkan komplikasi lanjut. Hanya 1/3 pasien yang menunjukkan
gejala sakit kepala, tingkat kesadaran yang terganggu, inkontinensia, atau gait ataksia berat.
Lebih lanjut lagi sekitar 10% pasien hidrosefalusnya berkembang terlambat yaitu bulanan
atau bahkan tahunan setelah perdarahan.
6. Hematoma Intracranial yang Meluas
Pembengkakan otak di sekitar hematoma intracerebral dapat menyebabkan efek massa dari
hematoma. Ini dapat menyebabkan deteriorasi progresif pada tingkat kesadaran atau progresi
tanda fokal.
7. Epilepsi
Epilepsi dapat terjadi pada stadium manapun setelah SAH, khusunya jika hematoma
menyebabkan kerusakan cortikal. Kejang dapat umum maupun parsial (focal)
Komplikasi ekstracranial
1. Infark myocard/aritmia cordis : EKG dan patologis myocardium sering
ditemukan setelah SAH, dan fibrilasi ventrikel sering terdeteksi. Kelainan ini dapat muncul
sekunder dari pelepasan cathecolamin setelah kerusakan iskemik hypothalamus.
2. Edema pulmoner : biasanya terjadi stelah SAH, kemungkinan sebagai hasil
gangguan simpatetik masif.
3. Perdarahan lambung : perdarahan dari erosi gastric biasanya terjadi setelah
SAH tetapi jarang mengancam jiwa.
II.9 Prognosis
Prognosis suatu aneurisma tergantung dari :
• Usia
• Status neurologikus dalam perawatan
• Lokasi aneurisma
• Selang waktu antara awal kejadian perdarahan subarachnoid dengan penatalaksanaan
medis
• Adanya hipertensi dan penyakit lain
• Tingkat vasospasme
• Adanya perdarahan ulang atau tidak
• Tingkat perdarahan subarachnoid
• Adanya perdarahan intraventrikular atau intraparenkimal
Pasien dengan status klinis grade I (sakit kepala ringan atau meningismus ringan), II (sakit
kepala berat, meningismus, atau neuropati kranial), III (letargi, bingung, atau tanda
neurologik fokal) memiliki prognosa yang lebih baik dibandingkan dengan pasien grade
IV(penurunan kesadaran yang buruk) danV (koma dengan flaksiditas atau postur tubuh
abnormal). Pasien grade IV dan V memiliki kecenderungan hasil yang buruk meskipun
mereka mendapat perawatan apapun². Tingkat mortalitas operatif sendiri berkisar antara 8-
45% tergantung kondisi klinis dan waktu pasien
• Aneurisma a. communicans posterior, dengan ligasi a.carotis communis kematian sebesar
10%, sedangkan dengan bed rest kematian sebesar 42%.
• Aneurisma a. cerebri media, dengan clipping langsung pada aneurismanya mortalitas 11%,
sedang dengan istirahat ditempat tidur mortalitas sebesar 36%.
• Aneurisma a. communicans anterior tindakan bedah maupun konservatif angka kematian
sama. Perdarahan intraserebral merupakan jenis stroke yang paling berbahaya.
Stroke biasanya luas, terutama pada penderita tekanan darah tinggi menahun. Lebih dari
separuh penderita yang memiliki perdarahan yang luas, meninggal dalam beberapa hari.
Penderita yang selamat biasanya kembali sadar dan sebagian fungsi otaknya kembali, karena
tubuh akan menyerap sisa-sisa darah.
Pada perdarahan subarahnoid, sekitar sepertiga penderita meninggal pada episode pertama
karena luasnya kerusakan otak. 15% penderita meninggal dalam beberapa minggu setelah
terjadi perdarahan berturut-turut. Penderita aneurisma yang tidak menjalani pembedahan dan
bertahan hidup, setelah 6 bulan memiliki resiko sebanyak 5% untuk terjadinya perdarahan.
Banyak penderita yang sebagian atau seluruh fungsi mental dan fisiknya kembali normal,
tetapi kelainan neurologis kadang tetap ada.
BAB 3
KESIMPULAN
Aneurisma serebri di bagi menjadi beberapa tipe sakulasi, fusiformis, mikotik maupun
diseksi. Tipe yang paling sering di temukan pada klinis adalah aneurisma tipe sakular atau
sering di sebut “Berry Aneurisma” . Aneurisma sendiri bisa terjadi akibat kelainan kongenital
maupun di dapat. Beberapa faktor resiko terbesar terjadinya aneurisma adalah adanya riwayat
keluarga dekat yang menderita aneurisma serebri , merokok dan adanya riwayat hipertensi
lama pada pasien tersebut.
Kebanyakan dari aneurisma itu sendiri tidak menimbulkan gejala sesifik khas sehingga
menyulitkan dalam diagnosis dini sedangkan gejala khas baru terjadi setelah adanya ruptur
dari aneurisma itu sendiri. Penemuan aneurisma dini sangat penting di perhatikan terutama
bagi individu yang memiliki faktor resiko yang mayor. Skrining dapat di lakukan sesuai
kebutuhan dan faktor resiko yang di miliki. Beberapa strudi menyebutkan ada baiknya di
lakukan skrining dalam jangka waktu tertentu untuk faktor resiko mayor dan umur.Bahaya
dari ruptur aneurisma serebri dapat mengancam kematian secara tiba-tiba , sehingga
penegakan diagnosa dari rentang waktu onset haruslah cepat dan tepat.
Penanganan dari aneurisma serebri kebanyakan menggunakan intervensi bedah dalam
mencegah ruptur seperti pemansangan klip dan coiling yang nantinya akan di bantu terapi
medika mentosa untuk jangka panjangnya, diikuti dalam perubahan gaya hidup. Sedangkan
setelah adanya ruptur, di usahakan akibat komplikasi dari ruptur itu sendiri bisa di tangani
secara cepat, salah satu komplikasi tersering dari ruptur aneurisma serebri adalah pendarahan
sub araknoid yang bila luas dapat merengut nyawa secara cepat. Bila telah terjadi ruptur ,
kemungkinan terjadinya defisit neurologis yang permanen akan semakin tinggi.
Prognosa dari aneurisma serebri itu sendiri tergantung dari beberapa faktor penting seperti
usia, tingkat kesadaran, lokasi dan ukuran dari aneurisma dan penanganan secara dini yang
dilakukan bila ternyata terjadi ruptur dari aneurisma. Kemungkinan terjadinya aneurisma
tambahan setelah diagnosa pertama kali pun akan semakin meninggi bila di dukung faktor
resiko yang besar.
DAFTAR PUSTAKA
Frosch MP, Anthony DC, Girolami UD. The Central Nervous System. In: Kumar V, Abbas A, Fausto N [ed.]. Robbins and Cotran’s Pathologic Basis of Disease. 7th ed. Philadeplhia: Saunders.Ropper AH, Brown RH. The Cerebrovascular Diseases; Adams and Victor’s Principles of Neurology. 9th ed. New York: McGraw Hill: 718-22.Vega C, Kwoon JV, Lavine SD. Intracranial Aneurysms: Current Evidence and Clinical Practice. American Family Physician, 2002; 66(4): 601-8.
Molyneux A, Kerr R, Stratton I, Sandercock P, Clarke M, Shrimpton J, Holman R.
International Subarachnoid Aneurysm Trial (ISAT) of neurosurgical clipping versus
endovascular coiling in 2143 patients with ruptured intracranial aneurysms: a randomised
trial. Lancet . 2002: 360: 1267-74.
Johnston SC, et. al. Surgical and Endovascular Treatment of Unruptured Cerebral Aneurysms
at University Hospitals. Neurology. 1999; 52:1799-1805
Johnston SC, et.al. Endovascular and Surgical Treatment of Unruptured Cerebral Aneurysms:
Comparison of Risks. Ann Neurology. 2000; 48:11-19
American Association of Neurological Surgeons
http://www.neurosurgerytoday.org/
AANS/CNS Section on Cerebrovascular Surgery
http://www.neurosurgery.org/
American Society of Interventional & Therapeutic Neuroradiology
http://www.asitn.org/
Society of Interventional Radiology
http://www.sirweb.org/
The International Study of Unruptured Intracranial Aneurysm Investigators.Unruptured
intracranial aneurysms —risk of rupture and risks of surgical intervention. N Engl J Med
1998;339:1725-33. [Erratum, N Engl J Med 1999;340:744.]
Wiebers DO, Whisnant JP, Huston J III, et al. Unruptured intracranial aneurysms:natural history, clinical outcome, and risks of surgical and endovascular treatment. Lancet 2003;362:103-10.Schievink WI.
Intracranial aneurysms.N Engl J Med 1997;336:28-40. [Erratum,N Engl J Med 1997;336:1267.] The Magnetic Resonance Angiography in Relatives of Patients with Subarachnoid
Hemorrhage Study Group. Risks and benefits of screening for intracranial aneurysms in first-
degree relatives of patients with sporadic subarachnoid hemorrhage. N Engl J Med
1999;341:1344-50.
http://www.brainaneurysm.com
http://www.nhs.uk/Conditions/Aneurysm
http://www.taafonline.org
http://www.bafound.org
http://www.mayoclinic.com/health/brain-aneurysm/DS00582
LAMPIRAN
An aneurysm
3-D Volumetric reconstruction of an anterior communicating artery aneurysm
Thrombus Formation - Click image for a larger view.Muller, 1997
3-D CT scan reconstruction of small aneurysm at bifurcation of arteriole (arrow
designates aneurysm)
3-D CT reconstruction using Vitrea software of giant aneurysm in the posterior
Communicating artery
Diagram of the lobes of the brain, with their associated functions. The damage a hemorrhage may inflict on mental integrity varies based on location.
3-D Volumetric CT scan of cranium with a clip represented in blue.
Anatomy of the Brain (posterior vs. anterior circulation, circle of Willis, basilar tip, etc.)
Aneurysm clipping
Types of spring clips.from entering.
3-D reconstruction with Vitrea software, computer enhanced red coloring of coiled aneurysm.
Angiogram: DSA disgnostic angiogram of the previous case showing a successfully coiled aneurysm.pictures are taken with the fluoroscope.
Angiogram done under fluoroscopy. These images are used in angiosuite during a diagnostic or interventional procedure.Courtesy of Dr. Kieran Murphy, Johns Hopkins University, Department of Radiology
CT scan of hemorhhage
3-D reconstruction of CTA scan showing main arteries
Color mapped and enhanced head CT scans: showing perfusion (Green, white globs) -