77742212 Kematian Akibat Hipoglikemia Wajar Atau Tidak Wajar
-
Upload
drangga-fajri -
Category
Documents
-
view
20 -
download
1
description
Transcript of 77742212 Kematian Akibat Hipoglikemia Wajar Atau Tidak Wajar
KEMATIAN AKIBAT HIPOGLIKEMIA: WAJAR ATAU TIDAK WAJAR
I. Pendahuluan
Hipoglikemia adalah sebuah keadaan dimana kadar glukosa darah adalah kurang
dari 50 mg/100 ml darah. Hipoglikemia dapat disebabkan oleh berpuasa atau,
terutama, berpuasa yang diiringi dengan olahraga, karena olahraga meningkatkan
penggunaan glukosa oleh otot skeletal. Sebagian besar, hipoglikemia disebabkan oleh
overdosis insulin pada diabetes yang bergantung pada insulin.1 Selain karena
komplikasi dari pengobatan insulin pada diabetes tipe 1 dan 2, hipoglikemia juga
dapat terjadi karena obat hipoglikemik yang merangsang sekresi insulin endogen
(misal sulfonil urea atau asam benzoate).2
Karena otak bergantung pada glukosa darah sebagai sumber energi utamanya,
hipoglikemia menyebabkan gejala perubahan fungsi sistem saraf sentral, yang
mencakup kebingungan, iritabilitas, kejang, dan koma. Hipoglikemia dapat
menyebabkan sakit kepala, sebagai akibat dari perubahan aliran darah serebral, dan
perubahan keseimbangan cairan. Secara sistematis, hipoglikemia menyebabkan
aktivasi sistem saraf simpatetik, merangsang rasa lapar, berkeringat, dan takikardi.
Level ansietas meningkat ditandai dengan gemetar dan agitasi.1
Hipoglikemia tidak hanya merupakan komplikasi diabetes yang paling
ditakuti tetapi juga memiliki kemungkinan terbesar untuk bersinggungan dengan
hukum.3 Pembunuhan dengan insulin (dan sulfonilurea) jarang dilakukan.
1
Pembunuhan dengan menggunakan insulin lebih popular di cerita fiksi daripada di
kehidupan yang sesungguhnya.4
II. Fisiologi Insulin
Telah diketahui dengan baik bahwa insulin dibentuk dari sebuah molekul
prekursor, yaitu proinsulin.5 Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian
asam amino, dihasilkan oleh sel beta kelenjar pankreas. Dalam keadaan normal, bila
ada rangsangan pada sel beta, insulin disintesis dan kemudian disekresikan kedalam
darah sesuai kebutuhan tubuh untuk keperluan regulasi glukosa darah.6 Sintesis
insulin dimulai dalam bentuk preproinsulin (precursor hormon insulin) pada
retikulum endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase, preproinsulin
mengalami pemecahan sehingga terbentuk proinsulin, yang kemudian dihimpun
dalam gelembung-gelembung (secretory vesicles) dalam sel tersebut. Di sini, sekali
lagi dengan bantuan enzim peptidase, proinsulin diurai menjadi insulin dan peptida-C
(C-peptide) yang keduanya sudah siap untuk disekresikan secara bersamaan melalui
membran sel.6
Diketahui ada beberapa tahapan dalam proses sekresi insulin, setelah adanya
rangsangan oleh molekul glukosa. Tahap pertama adalah proses glukosa melewati
membran sel. Untuk dapat melewati membran sel beta, dibutuhkan bantuan senyawa
lain. Glucose transporter (GLUT) adalah senyawa asam amino yang terdapat di
dalam berbagai sel yang berperan dalam proses metabolisme glukosa. Fungsinya
sebagai “kendaraan” pengangkut glukosa masuk dari luar ke dalam sel jaringan
2
tubuh. Glucose transporter 2 (GLUT 2) yang terdapat dalam sel beta misalnya,
diperlukan dalam proses masuknya glukosa dari dalam darah, melewati membran, ke
dalam sel. Proses ini penting bagi tahapan selanjutnya yakni molekul glukosa akan
mengalami proses glikolisis dan fosforilasi di dalam sel dan kemudian membebaskan
molekul ATP. Molekul ATP yang terbentuk, dibutuhkan untuk tahap selanjutnya
yakni proses mengaktifkan penutupan K channel pada membran sel. Penutupan ini
berakibat terhambatnya pengeluaran ion K dari dalam sel yang menyebabkan
terjadinya tahap depolarisasi membran sel, yang diikuti kemudian oleh tahap
pembukaan Ca channel. Keadaan inilah yang memungkinkan masuknya ion Ca
sehingga menyebabkan peningkatan kadar ion Ca intrasel. Suasana ini dibutuhkan
bagi proses sekresi insulin melalui mekanisme yang cukup rumit dan belum
seutuhnya dapat dijelaskan.6
Gambar 1. Mekanisme sekresi insulin pada sel beta akibat stimulasi glukosa (dikutip dari kepustakaan
no. 6)
3
Dalam keadaan fisiologis, insulin disekresikan sesuai dengan kebutuhan tubuh
normal oleh sel beta dalam dua fase, sehingga sekresinya berbentuk biphasic. Seperti
dikemukakan, sekresi insulin normal yang biphasic ini akan terjadi setelah adanya
rangsangan seperti glukosa yang berasal dari makanan atau minuman. Insulin yang
dihasilkan ini, berfungsi mengatur regulasi glukosa darah agar selalu dalam batas-
batas fisiologis, baik saat puasa maupun setelah mendapat beban. Dengan demikian,
kedua fase sekresi insulin yang berlangsung secara sinkron tersebut, menjaga kadar
glukosa darah selalu dalam batas-batas normal, sebagai cerminan metabolisme
glukosa yang fisiologis.6
Sekresi fase 1 (acute insulin secretion responce = AIR) adalah sekresi insulin
yang terjadi segera setelah ada rangsangan terhadap sel beta, muncul cepat dan
berakhir juga cepat. Selanjutnya, setelah sekresi fase 1 berakhir, muncul sekresi fase
2 (sustained phase, latent phase), dimana sekresi insulin kembali meningkat secara
perlahan dan bertahan dalam waktu relatif lebih lama. Setelah berakhirnya fase 1,
tugas pengaturan glukosa darah selanjutnya diambil alih oleh sekresi fase 2.6
III. Patofisiologi Hipoglikemia
Karena jaringan neural bergantung pada glukosa sebagai bahan bakar
utamanya, hipoglikemia, atau kadar glukosa darah yang rendah, memiliki pengaruh
yang besar pada metabolisme otak. Perubahan fungsi otak merupakan gejala khas dari
hipoglikemia. Pada keadaan normal glukosa memenuhi kebutuhan energi otak
sebesar 98% hingga 100%. Walaupun asam asetoasetat badan keton dan asam beta-
4
hidroksibutirik juga menyediakan energi, mereka menjadi sumber energi yang
signifikan ketika mereka terdapat dalam konsentrasi yang tinggi dalam darah. Kadar
glukosa minimal dalam darah untuk mempertahankan transport glukosa di sekitar
sawar darah otak tidak dapat ditetapkan. Beberapa individu dapat beradaptasi dengan
kadar glukosa sebesar 30 hingga 40 mg/100 ml. Sebaliknya, pada pasien diabetes
yang bergantung pada insulin dapat mengalami reaksi hipoglikemik parah pada nilai
100 mg/100 ml jika glukosa darah menurun dengan cepat dari kadar semula sebesar
300 mg/100 ml.7
Penurunan kadar glukosa darah secara cepat merangsang sekresi hormon yang
memiliki fungsi yang berlawanan (missal, glukagon, epinefrin, norepinefrin, kortisol,
dan hormon pertumbuhan) yang bekerja bersama-sama untuk mengembalikan ke
keadaan normoglikemia. Cryer menyatakan bahwa glucagon dan norepinefrin
memainkan peran penting dengan meningkatkan glikogenolisis dan glukoneogenesis;
kortisol, hormon pertumbuhan, dan norepinefrin tampak memainkan peranan minor.7
IV. Patologi Anatomi
Karena otak membutuhkan glukosa sebagai substrat untuk produksi
energinya, efek seluler dari kekurangan glukosa menyerupai efek seluler dari
kehilangan oksigen (hipoksia). Pola dari cedera menyerupai hipoksia global, dengan
cedera terutama bukti pada area CA1 hipocampus. Akan tetapi terdapat satu
perbedaan penting, bahwa sel purkinye serebellum relative bertahan pada
5
hipoglikemia. Seperti dengan anoksia, jika kadar dan durasi hipoglikemia cukup
parah, mungkin terdapat cedera yang menyebar ke banyak area otak.8
Terdapat perbedaan patogenesis antara iskemia dengan hipoglikemia. Pada
iskemia, metabolisme anaerobik yang sedang berlangsung menyebabkan asidosis
laktat yang parah dengan penurunan pH jaringan menjadi 5,5 atau bahkan lebih turun
lagi. Oleh karena itu, pada hipoglikemia jaringan tidak mengalami nekrosis. Lagi
pula, topografi lesinya berbeda. Cedera iskemi paling parah terjadi di zona perbatasan
diantara teritori arteri serebral utama, sedangkah hipoglikemia meluas dan
mempengaruhi keseluruhan korteks serebral.9
Gambar 2. Gambaran patologi anatomi daerah yang mengalami nekrosis karena hipoglikemia (dikutip
dari kepustakaan no 9)
6
V. Manifestasi Klinis
Seiring dengan penurunan kadar glukosa, tanda prodormal dan gejala dapat
muncul. Manifestasi tersebut adalah munculnya rasa lapar, salivasi, atau bahkan
mual, semua penampakan klinis yang kemungkinan disebabkan oleh peningkatan
aliran parasimpatis. Respon simpatis terhadap hipoglikemia lebih jelas terlihat yaitu
takikardi, kulit dingin, berkeringat, dan kecemasan. Karena kadar glukosa terus
menurun, serebrasi dapat terganggu, menyebabkan konfusi, kelainan dalam
pembuatan keputusan. Jika kadar glukosa menurun secara bertahap, gejala prodormal
tidak akan nampak. Jika hipoglikemia parah dan terjadi dalam waktu yang lama,
dapat terjadi kerusakan otak yang ireversibel dan bahkan dapat terjadi kematian.7
VI. Pembunuhan dengan Insulin
Sejak diperkenalkan pada tahun 1921, bahaya potensial dari insulin telah
dikenal dengan baik. Kematian diketahui lebih awal terjadi pada pasien sebagai
akibat dari overdosis insulin yang terjadi dengan tidak disengaja. Sebuah literatur
yang ditulis oleh Birkinshaw et al menjelaskan pemeriksaan medis dan ilmiah pada
sebuah kasus dimana seorang pria dihukum karena membunuh istrinya dengan
menyuntikkan insulin ke istrinya. Dalam kasus ini, korban ditemukan tenggelam di
kamar mandinya. Pemeriksaan post mortem dan hasil temuan di tempat kejadian
dimana tubuhnya ditemukan memperlihatkan bahwa sebelum kematiannya wanita
tersebut tidak sadar. Tidak adanya racun dalam jaringan tubuh, adanya makanan yang
dimuntahkan pada pakaian tidurnya dan di kamar mandi, piyama yang basah oleh
7
keringat, dan pupil yang berdilatasi menunjukkan bahwa wanita tersebut mengalami
hipoglikemia. Hasil temuan lainnya adalah bekas suntikan pada pantatnya
mengarahkan pemeriksa untuk mencari insulin di jaringan sekitarnya. Sejumlah besar
insulin yang tidak terserap ditemukan di jaringan subkutaneus. Suami wanita tersebut,
seorang perawat laki-laki, ditahan dan dihukum karena membunuh istrinya, dan
insulin adalah senjatanya. Dengan mempertimbangkan akibat yang ditimbulkan oleh
insulin seperti kematian, seharusnya insulin harus dimasukkan ke dalam daftar obat
berbahaya seperti lidokain dan potassium klorida.7
VII. Kesimpulan
Untuk mengetahui apakah korban terbunuh karena hipoglikemia yang
disebabkan oleh pemberian insulin dari luar dengan hipoglikemia karena kadar
insulin dalam darah yang meningkat adalah dengan pemeriksaan serum insulin dan C-
peptida. Pada keadaan normal, ketika sel beta pankreas menghasilkan insulin, mereka
menghasilkan 1 molekul insulin ditambah dengan 1 molekul C-peptida dengan rasio
1:1. Sehingga, jika kadar insulin korban meningkat dan kadar C-peptida juga
meningkat, dapat disimpulkan bahwa sumber insulin berasal dari tubuh (missal,
karena insulinoma). Akan tetapi, jika kadar insulin tinggi tetapi kadar C-peptida
rendah, dapat disimpulkan bahwa insulin berasal dari luar tubuh.10
Sebagai kesimpulannya, penggunaan insulin sebagai salah satu cara untuk
melakukan pembunuhan hanya terdapat pada cerita fiksi saja. Di kehidupan yang
sesungguhnya cara ini jarang dilakukan. Dosis yang dibutuhkan untuk membunuh
8
sangatlah besar. Waktu yang diperlukan mulai dari korban diberikan suntikan insulin
hingga meninggal cukup lama sehingga korban dapat mencari pertolongan dan
terdapat kemungkinan korban mendapatkan suntukan glukosa intravena. Sebagian
besar kasus yang terbukti meninggal karena keracunan insulin juga melibatkan
penggunaan senjata tambahan.4
9
DAFTAR PUSTAKA
1. Corwin Elizabeth. 2008. Handbook of Pathophysiology, 3rd edition. New York:
Lippincot Williams & Wilkins.
2. McPhee, Stephen J et al. 2005. Pathophysiology of Disease: An Introduction to
Clinical Medicine, Fifth Edition. USA: The McGraw Hill Company
3. Marks, Vincent. 2006. Hypoglycemia: Insulin And Conflict With The Law. The
British Journal of Diabetes & Vascular Disease; 6: 281-285
4. Marks, Vincent. 2005. Hypoglycemia: Accidents, Violence, and Murder part 2.
Practical Diabetes Int; 22 (9).
5. Horwitz, David L et al. 1975. Proinsulin, Insulin, and C-Peptide Concentration in
Human Portal and Peripheral Blood. The Journal Of Clinical Investigation; vol
55: 1278-1283
6. Manaf, Asman. 2010. Insulin: Mekanisme Sekresi Dan Aspek Metabolisme.
Available from: http://www.pdfsearchengine.com
7. O`Donnel, James. 1973. Hypoglycemic Adverse Reaction To Insulin and
Sulfonilurea. Clin-Alert; 11; 300.
8. Kumar et al. 2007. Robbins Basic Pathology, 8th edition. New York: Elsevier
Saunders.
9. Koskinen PJ, et al. 1999. Importance of Storing Emergency Serum Samples For
Uncovering Murder With Insulin. Forensic Science International; 105: 61-66
10. Harris, John. 2007. Criminal Poisoning 2nd edition. New Jersey: Humana press
10