Diabetes Mellitus Hipoglikemia

51
BAB I PENDAHULUAN Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit kronik yang sifatnya bisa dicegah namun tidak dapat disembuhkan. Penyakit ini mengenai hampir 16 juta orang di U.S dan lebih dari 125 juta orang di seluruh dunia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia (2003) diperkirakan penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun sebesar 133 juta adalah diabetes. Prevalensi diabetes melitus pada daerah urban sebesar 14,7% dan daerah rural sebesar 7,2%. DM sendiri memiliki berbagai komplikasi dalam perjalanan penyakitnya. Menurut klasifikasinya komplikasi yang mungkin terjadi ialah akut dan kronik, dimana komplikasi akut yang dapat terjadi ialah hiperglikemia dan hipoglikemia. Komplikasi kronik yang mungkin dapat terjadi ialah terbagi atas mikro dan makroangiopati. Insidensi hipoglikemi yang dilaporkan bervariasi di setiap penelitian. Secara umum, pasien dengan DM tipe 1 yang menggunakan terapi insulin rata-rata memiliki episode hipoglikemi asimptomatik per minggu, dan pasien yang menggunakan terapi insulin intensif rata-rata mengalami 2 kali episode hipoglikemia per minggu.

description

tags

Transcript of Diabetes Mellitus Hipoglikemia

Page 1: Diabetes Mellitus Hipoglikemia

BAB I

PENDAHULUAN

Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit kronik yang sifatnya

bisa dicegah namun tidak dapat disembuhkan. Penyakit ini mengenai hampir 16

juta orang di U.S dan lebih dari 125 juta orang di seluruh dunia. Berdasarkan data

Badan Pusat Statistik Indonesia (2003) diperkirakan penduduk Indonesia yang

berusia di atas 20 tahun sebesar 133 juta adalah diabetes. Prevalensi diabetes

melitus pada daerah urban sebesar 14,7% dan daerah rural sebesar 7,2%.

DM sendiri memiliki berbagai komplikasi dalam perjalanan penyakitnya.

Menurut klasifikasinya komplikasi yang mungkin terjadi ialah akut dan kronik,

dimana komplikasi akut yang dapat terjadi ialah hiperglikemia dan hipoglikemia.

Komplikasi kronik yang mungkin dapat terjadi ialah terbagi atas mikro dan

makroangiopati.

Insidensi hipoglikemi yang dilaporkan bervariasi di setiap penelitian. Secara

umum, pasien dengan DM tipe 1 yang menggunakan terapi insulin rata-rata

memiliki episode hipoglikemi asimptomatik per minggu, dan pasien yang

menggunakan terapi insulin intensif rata-rata mengalami 2 kali episode

hipoglikemia per minggu. Sehingga, selama lebih dari 40 tahun penelitian pada

pasien DM tipe 1, rata-rata mengalami 2000-4000 episode hipoglikemi

asimptomatik.

Pasien dengan diabetes tipe 2 secara umum lebih jarang mengalami episode

hipoglikemi berat dibandingkan pasien diabetes tipe 1. Studi UKPSD dan

Kumamoto mendemostrasikan insidensi hipoglikemi berat yang lebih rendah pada

pasien DM tipe 2 dengan terapi insulin dibandingkan dengan penelitian oleh

DCCT mengneai penggunaan insulin pada DM tipe 1 dengan control glikemik

yang hampir sama. Pada UKPDS, yang meneliti 676 pasien DMT2 dengan terapi

insulin selama 3 tahun, mengalami 0.83 episode hipoglikemia per 100 pasien per

Page 2: Diabetes Mellitus Hipoglikemia

tahun. pada studi Kumamoto, meneliti 52 pasien DMT2 dengan terapi insulin

selama 6 tahun, tidak melaporkan adanya episode hipoglikemi berat.

Bagaimanapun juga, sebuah studi retrospektif yang membandingkan insidensi

hipoglikemi berat pada 104 pasien DMT1 dengan terapi insulin dengan rata-rata

104 pasien DMT1 terkontrol, menyimpulkan insidensi hipoglikemi berat yang

hampir sama(Epidemiology of Hypoglikemia, 2011).

Studi lanjut menemukan insidensi hipoglikemi kondisi gawat pada pasien

DMT2 dengan terapi insulin sama dengan pada pasien DMT1. Pada pasien DMT2

dengan terapi sulfoniurea, angka kejadian hipoglikemi berat dilaporkan sebanyak

1.5 episode per 100 pasien. Frekuensi ini meningkat dengan potensi dan durasi

sulfonylurea, lebih besar resikonya terjadi pada sulfonylurea generasi kedua,

glimepiride, glyburide, dan glipizide rata-rata 4-6% (Epidemiology of

Hypoglikemia, 2011).

2

Page 3: Diabetes Mellitus Hipoglikemia

BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 AnamnesisPasien MRS pada tanggal 29 Februari 2016 dan anamnesis dilakukan secara

autoanamnesis dan alloanamnesis pada tanggal 1 Maret 2016.

Identitas

Nama : Ny. H

Jenis Kelamin : Perempuan

Tanggal lahir / Umur : 1 Juli 1954 / 62 tahun

Pendidikan : -

Pekerjaan : IRT

Alamat lengkap : Jl. Inspeksi Kanal No. 23, Bara-baraya Timur, Makassar

No. RM : 13.49.13

Status perkawinan : Kawin

Agama : Islam

Tanggal masuk : 29/2/2016

Tanggal periksa : 1/3/2016

Keluhan Utama

Lemas

Riwayat Penyakit Sekarang

Dialami sejak beberapa saat sebelum masuk IGD RS. IBNU SINA,

sebelumnya pasien tampak lemas, pusing, berdebar-debar dan keringat dingin

kemudian pasien tidak sadarkan diri. Keluhan ini dirasakan setelah sebelumnya

diketahui pasien menyuntikkan insulin. Keluhan baru pertama kali dirasakan

setelah selama 3 bulan mengkonsumsi insulin (novorapid 4-4-4 dan Levemir 0-0-

3

Page 4: Diabetes Mellitus Hipoglikemia

10). Saat ini pasien sudah sadar walaupun dalam kondisi bicara meracau dan

badan lemas.

Sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluhkan nyeri ulu

hati. Nyeri dirasakan seperti rasa panas yang menjalar ke dada. Awalnya

dirasakan hilang timbul, namun memberat sejak 1 minggu terakhir. Tidak ada rasa

asam/kecut dilidah, tidak ada riwayat mengkonsumi obat-obatan sebelumnya,

tidak ada riwayat minum obat herbal ataupun jamu.

Sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien mengalami penurunan

nafsu makan namun pasien tetap mengkonsumsi obat seperti biasa. Penurunan

nafsu makan tidak disertai dengan penurunan berat badan. Buang air besar dalam

batas normal, ada riwayat BAB hitam, buang air kecil jernih, tidak ada nyeri saat

berkemih, frekuensi sering.

Sejak 10 tahun yang lalu, pasien menderita kencing manis. Hal tersebut

diketahui saat pasien memeriksakan diri di puskesmas dengan keluhan sering

buang air kecil saat malam dan penurunan berat badan. Pasien rutin

memeriksaakan dirinya di puskesmas, rutin mengkonsumsi insulin, namun tidak

mengontrol pola makannya.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat Hipertensi sejak 5 tahun terakhir, tidak berobat.

Riwayat stroke (-)

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak diketahui.

2.2 Pemeriksaan Fisik

Status generalis

Keadaan umum : sakit sedang

Kesadaran : apatis, E3V4M6

BB : 45 Kg, TB : 150 cm

4

Page 5: Diabetes Mellitus Hipoglikemia

Tanda vital

A. Tekanan darah : 170/90 mmHg

B. Nadi : 84 x/menit, kuat angkat, reguler.

C. Respiratory rate: 20 x/menit

D. Temperatur : 36,50C

Kepala/Leher

Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema periorbita (-/-), sianosis (-),

pembesaran KGB (-), deviasi trakea (-), peningkatan JVP (-).

Thoraks

Pulmo:

Inspeksi : bentuk dan gerakan simetris, retraksi interkosta (-), spider nevi

(-), rambut aksila (+), venektasi (-)

Palpasi : fremitus raba dekstra = sinistra

Perkusi : sonor di seluruh lapangan paru

Auskultasi : suara nafas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Cor:

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis tidak teraba

Perkusi : batas jantung kanan ICS IV parasternal line dekstra

batas jantung kiri ICS VI midclavicular line sinistra

Auskultasi : S1, S2 tunggal, regular, suara tambahan (-)

Abdomen

Inspeksi : cembung, caput medusae (-), vena paraumbilikalis (-)

Palpasi : distensi (-), nyeri tekan (-) pada semua kuadran, massa (-),

organomegali (-), defans muscular (-)

Perkusi : timpani, shifting dullness (-)

Auskultasi : bising usus (+) normal, bruit di atas hepar (-)

Ekstremitas

5

Page 6: Diabetes Mellitus Hipoglikemia

Akral hangat, eritema palmaris (-), leukonikia (-), hepatic flapping (-), clubbing

finger (-)

edema

6

- -

+ +

Page 7: Diabetes Mellitus Hipoglikemia

2.3 Pemeriksaan PenunjangHasil Laboratorium

7

05/01/2012 06/1/2012 07/1/2012 09/1/2012 10/1/2012

Leukosit 10.200 7.500 6.300

Hb 10.4 8.9 8.2

Ht 31.5 26.9 23.9

Plt 370.000 321.000 349.000

LED 90 55

GDS 58 / 289 62 119 89 105

GDP

GD2PP

HBA1C 10.7

SGOT 16 13 13

SGPT 15 10 9

ALP

Bil Total 0.3 0.2 0.2

Bil direk 0.1 0.1 0.1

Bil indir 0.2 0.1 0.1

Prot Tot 5.7 5.8 9.8

Albumin 2.0 2.5 2.5

Globulin 3.7 2.6 3.3

Kolesterol 244 243

TG

HDL

LDL

As. Urat 5.6 7.5 7.5

Ureum 60.4 66.3 62.5 65.1

Kreatinin 1.2 1.6 1,3 1.7

Natrium 140 139 135

Kalium 6.3 5.7 5.3

Klorida 116 115 112

Page 8: Diabetes Mellitus Hipoglikemia

2.4 Diagnosis Diagnosis akhir :DM Tipe 2 dengan komplikasi hipoglikemia (terkoreksi)

HT stage II

2.5 PrognosisVitam : Dubia ad bonam

Functionam : Dubia ad bonam

Sanationam : Dubia ad bonam

2.6 Resume

2.7 Follow UpHari/Tanggal Evaluasi Terapi

05/01/2012

S: O: Jam 19.30 GDS stick 366 Jam 21.30 GDS stick 103A: Observasi Hipoglikemia + DMT 2 + HT stage II + Hiperkalemia + AKI

Jam 19.30 D5% diganti RL 20 tpm

Jam 21.30 D5% dipasang lagi 20 tpm

06/01/201208.00 (GDS: 140)10.00(GDS: 119)16.00(GDS: 111)22.00(GDS: 76) bolus D40% 2 fl00.30(GDS: 124)

S: lemas, batuk kering, ketika batuk dada terasa sakit

O: Compos mentis, TD: 180/80 mmHg, N: 87 x/’, RR: 23 x/’, T: 36,80C

Anemis (-), ikterik (-), Rh (-/-), Wh (-/-), S1S2 tunggal reguler, NT (-), distensi abdomen (+), BU (+), edema

A: Observasi Hipoglikemia + DMT 2 + HT stage II + Hiperkalemia + AKI

IVFD D5% 20 tpm Amlodipin 1x10 mg Cek GDS / 6 jam, apabila

<80, bolus D40% 2 fl Cek ulang elektrolit

- -

+ +

8

Page 9: Diabetes Mellitus Hipoglikemia

07/01/201210.00(GDS: 214)16.00(GDS: 245)19.00Na : 134K : 5.8Cl : 112

S: lemas, batuk keringO: Compos mentis, TD: 170/80 mmHg, N: 82 x/’, RR: 22 x/’, T: 36,70CAnemis (-), ikterik (-) di seluruh tubuh, Rh

(-/-), Wh (-/-), S1S2 tunggal reguler, organomegali (-), shifting dullnes (-), fluid wave (-), NTE (-), pitting odema tungkai (+/+)

A:Observasi Hipoglikemia + DM Tipe 2 + HT stage II + AKI

IVFD D5% 20 tpm Amlodipin 1x10 mg Cek GDS/ 6 jam Tunggu hasil elektrolit

Co. Dr.jaga hasil elektrolit : observasi

08/01/2012

S: O: 06.00 GDS : 115 13.00 GDS : 115 18.00 GDS : 113A:Observasi Hipoglikemia + DM Tipe 2 + HT stage II + AKI

IVFD D5% 20 tpm Amlodipin 1x10 mg

09/01/201206.00(GDS stick: 77)19.00(GDS: 229)

S: Batuk, lemas, mual (-), muntah (-), BAB (dbn), BAK (dbn)

O: Compos mentis, TD: 160/80 mmHg, N: 83 x/’, RR: 23 x/’, T: 36,30C Anemis (-), ikterik (-), Rh (-/-), Wh (-/-),

S1S2 tunggal reguler, organomegali (-), asites (-), NTE (+), pitting odema tungkai (+/+)

A:Observasi Hipoglikemia + DM Tipe 2 + HT stage II + AKI

IVFD D5% 20 tpm Amlodipin 1x10 mg Cek GDS tiap jam

Co. dr.jaga, advice : D5% ganti RL 20 tpm

10/1/2012GDS : 126

S: Batuk, dahak (+), lemas, mual (-), muntah (-)

O: Compos mentis, TD: 150/80 mmHg, N: 85 x/’, RR: 22 x/’, T: 36,10CAnemis (-), ikterik (-), Rh (-/-), Wh (-/-), S1S2

tunggal reguler,, NTE (-), pitting odema tungkai (+/+)

A:Observasi Hipoglikemia + DM Tipe 2 + HT stage II + AKI

IVFD RL 20 tpm Amlodidpin 1x10 mg Cek GDS tiap jam DMP syr 3xCI

11/1/2012GDS : 58

S : Batuk (+), lemas, mual (-), muntah (-)O : Compos mentis, TD: 160/70 mmHg, N: 85 x/’, RR: 23 x/’, T: 36,1 0C Anemis (-), ikterik (-), Rh (-/-), Wh (-/-),

S1S2 tunggal reguler, , NTE (-), pitting odema tungkai (+/+)

A :Observasi Hipoglikemia + DM Tipe 2 + HT stage II + AKI

RL 20 tpm D5% 20 tpm Amlodipin 1x10 mg DMP syr 3x IC

12/1/2012 S : Batuk (+), lemas, mual (-), muntah (-) D5% 20 tpm RL 20 tpm

9

Page 10: Diabetes Mellitus Hipoglikemia

GDS : 120 O : Compos mentis, TD: 150/80 mmHg, N: 84 x/’, RR: 24 x/’, T: 36,5 0C Anemis (-), ikterik (-), Rh (-/-), Wh (-/-),

S1S2 tunggal reguler, , NTE (-), pitting odema tungkai (+/+)

A :Observasi Hipoglikemia + DM Tipe 2 + HT stage II + AKI

Amlodipin 1x10 mg DMP syr 3x IC

13/1/2012GDS : 126

S : Batuk (<<), lemas, mual (-), muntah (-)O : Compos mentis, TD: 140/80 mmHg, N: 83 x/’, RR: 24 x/’, T: 36,10C Anemis (-), ikterik (-), Rh (-/-), Wh (-/-),

S1S2 tunggal reguler, , NTE (-), pitting odema tungkai (+/+)

A : Observasi Hipoglikemia + DMT 2 + HT stage II + Hiperkalemia + AKI

Diagnosa Akhir : DM Tipe 2 dengan komplikasi hipoglikemia (terkoreksi) dan sup.nefropati DM; HT stage II

RL 20 tpm Amlodipin 1x10 mg DMP syr 3xIC Pasien boleh pulang

10

Page 11: Diabetes Mellitus Hipoglikemia

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi dan Klasifikasi Hipoglikemi

Definisi hipoglikemi menurut American Diabetes Association (ADA) segala

episod dimana terdapat ketidaknormalan konsentrasi glukosa dalam plasma pada

individu dan menyebabkan gangguan potensial. Nilai ambang glikemik bersifat

dinamis dan tidak sama dalam reaksi respon, maka cukup sulit untuk menentukan

nilai konsetrasi glukosa secara spesifik sampai dapat memberikan gejala. Hal ini

menyebabkan ADA merekomendasikan kepada pasien DM dengan terapi yang

berhubungan dengan insulin untuk memonitor dirinya akan resiko hipoglikemi

dengan konsentrasi glukosa plasma ≤ 70 mg/dL (≤ 3.9 mmol/L). Hal ini tidak

kemudian menjadi indikasi penderita untuk memberikan terapi pada dirinya

sendiri ketika konsentrasi glukosa plasmanya ≤ 70 mg/dL (≤ 3.9 mmol/L),

melainkan lebih waspada akan tanda dan gejala hipoglikemia, mengukur ulang

konsentrasi glukosa dalam rentang waktu tertentu serta menghindari beberapa

pekerjaan seperti menyetir, kemudian hipoglikemi dapat dicegah dengan

mengkonsumsi karbohidrat atau gula per oral (Cryer, 2011).

Klasifikasi kejadian hipoglikemi menurut ADA ialah sebagai berikut.

Severe hypoglycemia Kondisi di mana membutuhkan bantuan dari orang lain untuk memberikan tambahan karbohidrat, glukagon, atau aksi resusitasi lain. Perubahan konsentrasi glukosa plasma mungkin tidak terjadi, tetapi terdapat perubahan neurologis setelah terapi hipoglikemi diberikan.

Documented severe hypoglycemia

Kondisi dimana terdapat gejala tipikal hipoglikemi yang berhubungn dengan nilai konsentrasi glukosa plasma ≤ 70 mg/dL (≤ 3.9 mmol/L).

Asymptomatic hypoglycemia Kondisi dimana tidak terdapat gejala tipikal hipoglikemi tetapi nilai konsentrasi glukosa

11

Page 12: Diabetes Mellitus Hipoglikemia

plasma ≤ 70 mg/dL (≤ 3.9 mmol/L).

Propable symptomatic hypoglicemia

Kondisi dimana terdapat gejala tipikal hipoglikemi namun tidak berhubungan keadaan glukosa tetapi dicurigai disebabkan oleh nilai konsentrasi glukosa plasma ≤ 70 mg/dL (≤ 3.9 mmol/L).

Relative hypoglycemia Keadaan di mana seseorang dengan diabetes mengalami gejala tipikal hipoglikemi namun konsentrasi glukosa plasma >70 mg/dL (>3.9 mmol/L).

3.2 Penyebab Hipoglikemia

Sebagian besar penyebab hipoglikemia ialah penderita DM dengan terapi

insulin atau sulfonylurea (hipoglikemiaiatrogenik), tetapi juga terdapat penyebab

hipoglikemia pada pasien non-DM seperti pankereatitis atau sel tumor non-islet,

autoimun, kegagalan organ, penyakit endokrin, kelainan metabolisme dari lahir,

toksin dari makanan, dan lain-lain (sepsis, kelaparan, kegiatan yang sangat

berlebihan)(Treatment of severe diabetic hyplogicemia with: an underutilizes

therapeutic approach, 2011).

3.3 Faktor Resiko

Beberapa faktor dapat meningkatkan resiko terjadikan hipoglikemia pada

pasien DM dengan terapi insulin, salah satunya ialah gangguan kecemasan. Angka

kejadian hipoglikemia dengan gangguan kecemasan 9 kali lebih

tinggidibandingkan hipoglikemia dengan episode normal dari kecemasan.Usia

muda juga merupakan factor resiko terjadinya hipoglikemi berhubungan dengan

kurangnya pemahaman mengenai tanda dan gejala dari hipoglikemia, sedangkan

pada orang tua juga dapat terjadi akibat factor penuaan sehingga kurang

memahami tanda dan gejala hipoglikemia. Pencegahan terhadap hipoglikemia

berat dipengaruhi oleh pengawasan orang tua atau pengasuh penderita DM

terhadap intake makanan, dosis insulin, dan pengaturan latihan atau kegiatan

penderita. Lamanya penyakit yang diderita dan pernah mengalami episode

hipoglikemia berat juga merupakan faktor resiko dari kejadian

hipoglikemi(Treatment of severe diabetic hyplogicemia with: an underutilizes

12

Page 13: Diabetes Mellitus Hipoglikemia

therapeutic approach, 2011).

13

Page 14: Diabetes Mellitus Hipoglikemia

14

Page 15: Diabetes Mellitus Hipoglikemia

3.3 Patogenesis

Fisiologi Glukosa counterregulatory dan Patofisiologi dalam Diabetes

Pertahanan fisiologis terhadap penurunan konsentrasi plasma glukosa, pada

individu nondiabetes, termasuk penurunan dalam sekresi insulin, yang terjadi

sebagai penurunan kadar glukosa dalam kisaran fisiologis dan peningkatan

produksi glukosa hati (dan ginjal), dan kenaikan dalam glukagon dan sekresi

15

Page 16: Diabetes Mellitus Hipoglikemia

epinefrin, yang terjadi sebagai kadar glukosa jatuh tepat di bawah kisaran

fisiologis dan merangsang produksi glukosa hepatik (Gambar 1). Peningkatan

level epinefrin juga secara normal memobilosasi precursor glukonegenesis dari

otot dan lemak, merangsang produksi glukosa ginjal, dan membatasi penggunaan

glukosa oleh otot dan lemak, dan membatasi sekresi insulin. Pertahanan perilaku

terhadap penurunan konsentrasi plasma glukosa adalah penggunaan karbohidrat

sebagai persepsi neurogenik (otonom) dengan gejala (misalnya, palpitasi, tremor

dan kecemasan/gairah yang dimediasi katekolamin-dimediasi atau adrenergik dan

berkeringat, kelaparan dan parestesia yang dimediasi asetilkolin atau kolinergik)

(Gambar 1). Ini adalah sebagian besar berasal dari saraf simpatik, bukan

adrenomedullary. Sejauh mana gejala neuroglycopenic ringan seperti perubahan

kesadaran, pemikiran atau perubahan psikomotor masih belum jelas, kesadaran

hipoglikemia sebagian besar dicegah dengan antagonisme farmakologis sesuai

gejala neurogenic. Gejala neuroglycopenic parah termasuk kebingungan, kejang

dan kehilangan kesadaran. Semua pertahanan, bukan hanya sekresi insulin,

terdapat padaDMT1 dan DMT2 lanjut(Cryer, 2011).

16

Page 17: Diabetes Mellitus Hipoglikemia

Patofisiologi

Pada diabetes, hipoglikemi timbul akibat penggunaan kombinasi relative

atau absolut insulin dan gangguan pertahanan fisiologis dalam mempertahankan

penurunan glukosa plasma. Pengaturan kadar glukosa yang merupakan

mekanisme pertahanan yang mencegah atau menyeimbangkan kejadian

hipoglikemia mengalami gangguan pada pasien diabetes tipe 1 dan pasien

diabetes tipe 2 tahap lanjut. Dengan demikian, regulasi glukosa tersebut

digunakan sebagai respon terhadap hipoglikemia pada keadaan kekurangan

insulin endogen sehingga terwujud sebagai penurunan tingkat insulin dan

meningkatkan kadar glukagon disertai dengan penekanan peningkatan epinefrin.

Gangguan respons autonomic (adrenomedullar dan neuron simpatetik) dikaitkan

dengan presentasi klinis diamati dari ketidaksadaran hipoglikemia. Selanjutnya,

hal ini menyatakan bahwa respon sympathoadrenal berkurang (konsep

hipoglikemia-terkait kegagalan otonom) yang disebabkan oleh hipoglikemia

17

Page 18: Diabetes Mellitus Hipoglikemia

yangterakhir, mengakibatkan gangguan glukosa kontra-regulasi dan

ketidaksadaran akibat hipoglikemia yang muncul sebagai siklus berulang

hipoglikemi(Cryer, 2011).

Episode terapi hiperinsulinemi, akibat tidak teraturnya distribusi endogen

(terapi insulin secretagogue) atau eksogen (terapi insulin) insulin ke dalam

sirkulasi, memulai urutan yang mungkin, atau tidak mungkin, berujung dalam

sebuah episode hipoglikemi. Kelebijhan terapi insulin absolut menyebabkan

episode hipoglikemia terisolasi meskipun pertahanan counterregulatory glukosa

utuh terhadap hipoglikemi (Gambar 2). Tapi, itu merupakan peristiwa biasa.

Hipoglikemia iatrogenik biasanya merupakan hasil dari interaksi ringan-sedang

kelebihan absolut atau relatif (ketersediaan glukosa rendah) terapi insulin dan

pertahanan fisiologis dan perilaku akibat penurunan konsentrasi plasma glukosa

pada DMT1 dan T2DM. Dalam T1DM, dikarenakan kegagalan fugsi β-sel insulin

tidak menurun sebagai respon kadar glukosa turun; pertahanan fisiologis pertama

hilang. Selain itu, tingkat glukagon tidak meningkat pada penurunan kadar

glukosa, pertahanan fisiologis kedua hilang. Itu pun masuk akal sebagai kegagalan

β-sel jika terjadi penurunan sekresi β-sel, ditambah dengan konsentrasi α-sel

glukosa yang rendah, yang secara normal memberi sinyal sekresi α-sel. Akhirnya,

peningkatan kadar epinefrin sebagai akibat penurunan kadar glukosa pun ditekan,

pertahanan fisiologis ketiga dikompromikan(The Endocrine Society, 2009).

Meskipun sering disebabkan oleh kejadian hipoglikemia yg baru atau

didahului dengan latihan atau tidur, mekanisme ditekannya respon

sympathoadrenal penurunan kadar glukosa darah tidak diketahui. Meskipun

demikian, penekanan respon epinefrin adalah penanda penurunan respon saraf

simpatis dan yang terakhir sebagian besar menghasilkan pengurangan gejala

hipoglikemi menyebabkan ketidaksadaran hipoglikemia (atau gangguan kesadaran

hipoglikemia) dan dengan demikian kehilangan pertahanan perilaku, konsumsi

karbohidrat. Dalam pengaturan terapi hiperinsulinemia, penurunan konsentrasi

plasma glukosa, gagalnya penurunan insulin, dan gagalnya peningkatan glukagon,

penekanan peningkatan epinefrin menyebabkan sindrom klinis cacat glukosa

18

Page 19: Diabetes Mellitus Hipoglikemia

counterregulation glukosa dikaitkan dengan peningkatan risiko 25 kali lipat atau

lebih besar hipoglikemia iatrogenic. Penekanan sympathoadrenal, khususnya

penekanan saraf simaptik, menyebabkan sindrom klinis ketidaksadaran

hipoglikemia yang dikaitkan dengan risiko 6 kali lipat dari hipoglikemia

iatrogenic. Patofisiologi glukosa counterregulation adalah sama di T1DM dan

T2DM meskipun dengan paruh waktu, berbed. β-sel gagal, dan karena itu

kehilangan respon insulin dan konsentrasi glukagon menyebabkan penurunan

kadar plasma glukosa, berkembang pada awal T1DM tetapi lebih secara bertahap

di T2DM. Dengan demikian, rusaknya pengaturan glukosa counterregulation –

gagalnya gagalnya peningkatan glukagon - berkembang pada awal T1DM dan

kemudian di T2DM dan itu dan ketidaksadaran hipoglikemia, dan dengan

demikian hipoglikemia iatrogenik, menjadi masalah umum di awal T1DM dan

kemudian di T2DM. Konsep hipoglikemia-terkait kegagalan otonom (HAAF)

pada diabetes (Gambar 2) menyebutkan bahwa hipoglikemia yang baru, begitu

juga saat latihan sebelumnya atau tidur, menyebabkan baik counterregulation

glukosa rusak (dengan mengurangi kenaikan di epinefrin dalam pengaturan

kegagalan penurunan di insulin dan kegagalan peningkatan glukagon selama

hipoglikemia berikutnya) dan ketidaksadaran hipoglikemia (dengan mengurangi

sympathoadrenal dan dihasilkan respon gejala hipoglikemia neurogenik selama

berikutnya) dan, karena itu, tercipta lingkaran setan pada hipoglikemia berulang.

Mungkin dukungan yang paling menarik untuk konsep Mekanisme dari

penekanan respon sympathoadrenal terhadap penurunan kadar glukosa darah, fitur

kunci dari HAAF, tidak diketahui. Ini harus melibatkan sistem saraf pusat atau

komponen aferen eferen dari sistem sympathoadrenal. Teori meliputi peningkatan

darah-ke-otak pengangkutan bahan bakar metabolisme, efek dari mediator

sistemik seperti kortisol pada otak, mekanisme hipotalamus diubah dan aktivasi

dari jaringan otak penghambatan dimediasi melalui thalamus(The Endocrine

Society, 2009).

19

Page 20: Diabetes Mellitus Hipoglikemia

3.4 Tanda dan Gejala

Manifestasi klinis dari hipoglikemi berat tampak sebagai gejala-gejala yang

berhubungan dengan aktivasi simpatoadrenal dan neuroglikopenia. Aktivasi

simpatoadrenal tampak sebagai gejala berkeringat, takikardi, takipnea, kecemasan,

gemetar, dan mual. Gejala neuroglikopenia meliputi perubahan penglihatan, lelah,

pusing, sakit kepala, perubahan kesadaran, perubahan status mental, kejang,

koma, hingga menyebabkan kematian(Rutecki, 2011).

Berdasarkan Eckman&Golden, terdapat trias yang menjadi tanda dan gejala

hipoglikemi yang dikenal sebagai trias Whipple. Trias Whipple ialah gejala

muncul dan konsisten dalam keadaan hipoglikemia, nilai konsentrasi glukosa

plasma rendah, dan terdapat perbaikan klinis ketika konsentrasi glukosa plasma

dinaikkan(Eckman & Golden, 2011).

3.5 Manajemen Hipoglikemia

Penanganan hipoglikemia tergantung pada derajat keparahan hipoglikemia

itu sendiri. Hipoglikemia ringan hingga sedang lebih mudah ditangani yaitu

dengan intake oral karbohidrat aksi cepat seperti minuman glukosa, tablet, atau

makanan ringan. Hipoglikemia derajat berat memerlukan tindakan segera dan

khusus(Treatment of severe diabetic hyplogicemia with: an underutilizes

therapeutic approach, 2011).

Dekstrosa

Pada pasien yang tidak dapat mengkonsumsi glukosa oral seperti pada

pasien penurunan kesadaran, kejang, atau perubahan status mental dapat diberikan

cairan dekstrosa secara intra vena baik perifer maupun sentral. Konsentrasi

dekstrosa 50% pada air dapat diberikan pada pasien dewasa, sementara dekstrosa

dengan konsentrasi 25% biasa digunakan sebgai terapi pada pasien anak. Perlu

diperhatikan pada cairan dekstrosa 50% dan 25% dapat menyebabkan nekrosis

jaringan jika diberikan pada jalur intra vena yang tidak benar, oleh karena itu,

cairan tersebut harus diberikan pada jalur IV yang paten(Treatment of severe

diabetic hyplogicemia with: an underutilizes therapeutic approach, 2011).

20

Page 21: Diabetes Mellitus Hipoglikemia

Glukagon

Glukagon merupakan lini pertama terapi hipoglikemi pada pasien

hipoglikemi dengan terapi insulin karena glukagon merupakan hormon utama

pengatur insulin. Tidak seperti dekstrosa, glukagon diberikan melalui subkutan

atau intra muskular. Hal ini menjadi penting karena glucagon dapat dijadikan

pilihan terapi selagi menunggu paramedic datang untuk memberikan

dekstrosa(Treatment of severe diabetic hyplogicemia with: an underutilizes

therapeutic approach, 2011).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa glucagon efektif dalam

menyediakan kembali glukosa darah dan dapat mengembalikan kesadaran, serta

sifatnya aman dalam penanganan hipoglikemia berat baik diberikan secara intra

vena, subkutan, ataupun intra muskular. Glukagon yang diberikan secara

parenteral biasa diberikan pada pasien DM tipe 1 dengan riwayat hipoglikemia

berat. Glukagon yang diberikan secara intra vena biasa diberikan pada pasien

hipoglikemia berat dengan DM tipe 2.

Mengingat bahwa glukagon menstimulasi sekresi insulin berkaitan dengan

glikogenolisis maka sangat perlu diperhatikan pemberian glukagon pada pasien

DM tipe 2 dengan terapi insulin atau dengan komplikasi tertentu. Glukagon sangat

tidak disarankan diberikan secara infus intra vena atau dengan pasien yang

menggunakan sulfonilurea; pada pasein tersebut lebih baik diberikan glukosa

secara bolus kemudian diikuti dengan infus hingga efek dari sulfonilurea telah

habis.

Mual dan muntah sering dilaporkan sebagai efek samping terhadap

penggunaan glucagon dengan dosis >1mg, namun menurut penelitian yang pernah

dilaporkan sangat jarang membahas tentang kejadian mual dan muntah tersebut,

selain itu mual dan muntah tetap akan dapat terjadi walaupun tanpa penggunaan

glukagon. Ada juga laporan mengenai reaksi alergi setelah pemberian glukagon,

namun hal ini biasanya terjadi apabila glukagon diberikan sebagai terapi selain

21

Page 22: Diabetes Mellitus Hipoglikemia

untuk hipoglikemia(Treatment of severe diabetic hyplogicemia with: an

underutilizes therapeutic approach, 2011).

Manajemen Hipoglikemia Menurut Perkeni

Stadium permulaan (sadar)

1. Berikan gula murni 30 gram (2 sendok makan) atau sirop atau permen gula

murni (bukan pemanis pengganti gula) atau gula diet atau gula diabetes) dan

makanan yang mengandung karbohidrat

2. Hentikan obat hipoglikemik sementara

3. Pantau glukosa darah sewaktu tiap 1-2 jam

4. Pertahankan glukosa darah sekitar 200 mg/dl (bila sebelumnya tidak sadar)

5. Cari penyebab

Stadium lanjut (koma hipoglikemia atau tidak sadar dan curiga

hipoglikemia)

1. Diberikan larutan Dextrose 40% sebanyak 2 flakon (=50 ml) bolus intravena

2. Diberikan cairan Dextrose 10% per infus, 6 jam per kolf

3. Periksa glukosa darah sewaktu (GDs), kalau memungkinkan dengan

glukometer:

1. Bila GDs < 50 mg/dl ditambah bolus Dextrose 40% 50ml IV

2. Bila GDs < 100 mg/dl ditambah bolus Dextrose 40% 25ml IV

4. Periksa GDs setiap 1 jam setelah pemberian Dextrose 40%

1. Bila GDs < 50 mg/dl ditambah bolus Dextrose 40% 50ml IV

2. Bila GDs < 100 mg/dl ditambah bolus Dextrose 40% 25ml IV

3. Bila GDs 100-200 mg/dl, tanpa bolus Dextrose 40%

4. Bila GDs > 200 mg/dl, pertimbangkan menurunkan kecepatan drip

Dextrose 10%

5. Bila GDs > 100 mg/dl sebanyak 3 kali berturut-turut, pemantauan GDs setiap

2 jam, dengan protocol sesuai diatas. Bila GDs > 200 mg/dl, pertimbangkan

mengganti infuse dengan Dextrose 5% atau NaCl 0,9%

6. Bila GDs > 100 mg/dl sebanyak 3 kali berturut-turut, pemantauan GDs setiap

22

Page 23: Diabetes Mellitus Hipoglikemia

4 jam, dengan protocol sesuai diatas. Bila GDs > 200 mg/dl, pertimbangkan

mengganti infuse dengan Dextrose 5% atau NaCl 0,9%14

7. Bila GDs > 100 mg/dl sebanyak 3 kali berturut-turut, sliding scale setiap 6

jam :

8. Bila hipoglikemia belum teratasi, dipertimbangkan pemberian antagonis

insulin seperti adrenalin, kortison dosis tinggi, atau glucagon 0,5-1 mg IV/IM

(bila penyebabnya insulin)

9. Bila pasien belum sadar, GDs sekitar 200 mg/dl : Hidrokortison 100 mg per 4

jam selama 12 jam atau Deksametason 10 mg IV bolus dilanjutkan 2 mg tiap

6 jam dan Manitol 1,5-2 g/kgBB IV setiap 6-8 jam. Cari penyebab lain

kesadaran menurun.

23

Page 24: Diabetes Mellitus Hipoglikemia

BAB IV

ANALISA KASUS DAN PEMBAHASAN

Diagnosis : Observasi Hipoglikemia + DM Tipe 2 + HT stage II

Anamnesis

Fakta Teori

Didapatkan keluhan pada pasien

sebagai berikut:

Penurunan kesadaran

Badan lemas

Berkeringat

Gemetar saat memegang bedna

Penurunan nafsu makan

Konsumsi OAD glibenklamid

Luka sulit sembuh

Suami pasien meninggal 3 tahun yll.

Belum mempunyai anak

Tipe tertutup.

Menderita DM selama 10 tahun.

Riwayat:

Riwayat Hipertensi sejak 5

tahun terakhir

Tidak terdapat riwayat penyakit

jantung dan ginjal

Manifestasi klinis Hipoglikemia:

Aktivasi simpatoadrenal berkeringat,

takikardi, takipnea, kecemasan,

gemetar, dan mual.

Gejala neuroglikopenia perubahan

penglihatan, lelah, pusing, sakit kepala,

perubahan kesadaran, perubahan status

mental, kejang, koma, hingga

kematian.

Trias Whipple ialah gejala muncul dan

konsisten dalam keadaan hipoglikemia,

nilai konsentrasi glukosa plasma

rendah, dan terdapat perbaikan klinis

ketika konsentrasi glukosa plasma

dinaikkan.

Faktor Resiko

Pasien DM dengan terapi insulin

Gangguan kecemasan.

Kurangnya pemahaman penggunaan

insulin atau OAD serta gejala

hipoglikemi.

Lamanya penyakit yang diderita

24

Page 25: Diabetes Mellitus Hipoglikemia

Penggunaan insulin&OAD golongan

insulin secretouge

Penyakit kritis gangguan hati,

gangguan ginjal

Analisis

Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien adalah wanita berusia 41 tahun

berpendidikan tamat SMP sejak 3 jam sebelum masuk rumah sakit, pasien tidak

bisa dibangunkan dari tidurnya. Sebelum tidur pasien mengkonsumsi obat anti

diabetes. Hal serupa juga terjadi 1 hari sebelum masuk rumah sakit, namun saat

itu pasien masih bisa dibangunkan walaupun dalam kondisi bicara meracau dan

badan lemas. Pasien tampak berkeringat dingin dan gemetar saat memegang

benda.

Sejak 10 tahun yang lalu, pasien menderita kencing manis. Hal tersebut

diketahui saat pasien memeriksakan diri di puskesmas dengan keluhan sering

buang air kecil saat malam dan penurunan berat badan. Pasien rutin

memeriksaakan dirinya di puskesmas, rutin meminum obat anti diabetes, namun

tidak mengontrol pola makannya. Obat yang biasa diminum ialah glibenklamid

3x1 tablet dan metformin 1x1 tablet.

Sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluhkan nyeri ulu

hati disertai mual terkadang muntah. Sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit,

pasien mengalami penurunan nafsu makan namun pasien tetap mengkonsumsi

obat anti diabetesnya seperti biasa. Sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit pada

perut bagian atas terdapat benjolan keras dan nyeri jika bergerak.

Terdapat pembengkakan pada kedua tungkai pasien sejak 1 minggu sebelum

masuk rumah sakit, namun pasien tidak memeriksaakan kondisinya ke dokter.

Buang air besar dalam batas normal, buang air kecil sedikit-sedikit namun sering.

Pasien juga mengatakan bahwa sering susah sembuh pada beberapa luka

pada tubuhnya. Jari kelingking kaki kanan pernah terluka hingga bernanah, namun

pasien hanya mengobatinya dengan obat-obatan kampung, akibatnya, jari

kelingking yang luka tersebut putus dengan sendirinya.

25

Page 26: Diabetes Mellitus Hipoglikemia

Pasien sudah menikah, namun suami pasien meninggal sekitar 3 tahun yang

lalu. Pasien belum mempunyai anak. Pasien merupakan anak bungsu dalam

keluarganya dengan tipe yang tertutup dan tidakbanyak bercerita.

Berdasarkan teori pada umumnya hipoglikemi terjadi pada pasien diabaetes

tipe 1 atau pasien diabetes tipe 2 lama dan pada umumnya menggunakan terpai

insulin. Selain menggunakan terapi insulin, penggunaan OAD tipe insulin

secretouge juga mempunyai resiko terjadinya hipoglikemi. Hipoglikemi juga bisa

terjadi pada pasien daengan gangguan ginjal, hepar, dan kecemasan sebagai

penyerta penyakit DM nya.

Gejala yang biasa timbul ialah badan lemas disertai gemetar dan keringat

dingin, gangguan orientasi, gangguan penglihatan, penurunan kesadaran, kejang

hingga koma sampai kematian. Terdapat trias yang menggambarkan kejadian

hipoglikemi, yaitu trias whipple yang terdiri atas gejala muncul dan konsisten

dalam keadaan hipoglikemia, nilai konsentrasi glukosa plasma rendah, dan

terdapat perbaikan klinis ketika konsentrasi glukosa plasma dinaikkan. Hal ini

sesuai dengan teori yang ada dimana psien merupakan penderita diabetes selama

10 tahun, dan sedang mengkonsumsi OAD golongan sulfonylurea yaitu

glibenklamid. Faktor resiko lain juga terdapat pada pasien yaitu pendidikan yang

tidak cukup tinggi sehingga memungkinakan kurangnya pemahaman tentang efek

OAD dan gejala hipoglikemi, disertai kemungkinan adanya gangguan kecemasan

tentang kondisi sosialnya.

Pemeriksaan Fisik

Fakta Teori

Keadaan umum

Awal tidak sadar E1V2M2

Setelah pemberian D40% 3

flashE2V4M4

Kepala/leher/thoraks

Kepala/Leher

Trias whipple:

D. gejala muncul dan konsisten

dalam keadaan hipoglikemia

E. nilai konsentrasi glukosa

plasma rendah

F. terdapat perbaikan klinis ketika

konsentrasi glukosa plasma

26

Page 27: Diabetes Mellitus Hipoglikemia

Konjungtiva anemis (-/-), sklera

ikterik (-/-), edema periorbita (-/-),

sianosis (-), fetor hepatikum (-), fetor

uremikum (-), pembesaran KGB (-),

deviasi trakea (-), peningkatan JVP

(-).

Thoraks

Pulmo:

E. Inspeksi : bentuk dan gerakan

simetris, retraksi interkosta (-),

spider nevi (-), rambut aksila (+),

venektasi (-)

F. Palpasi : fremitus raba dekstra

= sinistra

G. Perkusi : sonor di seluruh

lapangan paru

H. Auskultasi : suara nafas vesikuler,

ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Cor:

I. Inspeksi : ictus cordis tidak

tampak

J. Palpasi : ictus cordis tidak

teraba

K. Perkusi : batas jantung

kanan ICS IV parasternal line

dekstra

batas jantung kiri

ICS VI midclavicular line sinistra

L. Auskultasi : S1, S2 tunggal,

regular, suara tambahan (-)

Abdomen

dinaikkan

27

Page 28: Diabetes Mellitus Hipoglikemia

M. Inspeksi : cembung, caput

medusae (-), vena paraumbilikalis

(-)

N. Palpasi : distensi (-), nyeri

tekan (-) pada semua kuadran,

massa (-), organomegali (-),

defans muscular (-)

O. Perkusi : timpani, shifting

dullness (-)

P. Auskultasi : bising usus (+)

normal, bruit di atas hepar (-)

Ekstremitas

Akral hangat, eritema palmaris (-),

leukonikia (-), hepatic flapping (-),

clubbing finger

(-), edema

Analisis

Berdasarkan pemeriksaan fisik, sesuai dengan trias whipple yaitu terdapat

gejala-gejala hipoglikemai dan dibuktikan dengan nilai glukosa darah rendah serta

adanya perbaikan klinis setelah kadar glukosa membaik.

Pada pemriksaan fisik lain, terdapat pitting edema apda ekstremitas bawah

yang dimungkinakn akibat gangguan protein dan dapat disesuaikan dengan

pemeriksaan laboratorium.

C. Pemeriksaan Penunjang

Fakta Teori

Telah dilakukan pemeriksaan

laboratorium berupa:

Hasil laboratorium pada

hipoglikemia pada penderita DM:

- -

+ +

28

Page 29: Diabetes Mellitus Hipoglikemia

Tes Fungsi Hati:

1. SGOT dan SGPT

SGOT normal

(16 U.I) dan SGPT

normal (15 U.I)

2. Bilirubin normal

1. Bilirubin total : 0.3 mg/dl

2. Bilirubin direk : 0.1 mg/dl

3. Bilirubin indirek : 0.2 mg/dl

3. Albumin

menurun (2.0)

4. Globulin normal

(3.7)

5. Alkali fosfatase :

tidak diperiksa

Kimia Darah:

1. Asam Urat: 5.6 (normal)

2. GDS : 58 289

3. Ureum : 60.4

4. Kreatinin : 1,2

5. Natrium : 140

6. Kalium : 6.3

7. Klorida : 116

8. HbA1C 10.7

Darah lengkap:

Didapatkan:

9. Nilai Hb 10.4

10. Trombosit 370.000

11. Leukosit 10.200

Penurunan kadar glukosa plasma

dibawah 60 mg/dL.

Kadar HbA1C >6,5

29

Page 30: Diabetes Mellitus Hipoglikemia

12. Hematokrit 31.5

Analisis

Keadaan hipoglikemia pada pasien diabetes tergambar pada hasil

laboratorium yaitu penurunan kadar glukosa plasma <60 mg/dL. hal tersebut

ditemukan pada pasien laporan kasus, dimana kadar glukosa plasmaya ialah 58

mg/dL.

Diagnosis

Fakta Teori

Pada kasus ini, pasien tersebut memenuhi

3 dari trias whipple yaitu:

1. Gejala muncul dan

konsisten saat hipoglikemia

2. penurunan kadar glukosa

plasma

3. Terjadi perbaikan klinis

setelah kadar glukosa dinaikkan

Sehingga bisa didiagnosis sebagai

hipoglikemia

Trias whipple yaitu:

6. Gejala muncul dan konsisten

saat hipoglikemia

7. penurunan kadar glukosa

plasma

8. Terjadi perbaikan klinis setelah

kadar glukosa dinaikkan

Analisis

Dari anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang dapat

disimpulkan bahwa pasien memenuhi gambaran hipoglikemia pada diabetes

mellitus tipe 2. Hal ini dapat dibuktikan dari pemeriksaan fisik, laboratorium, dan

disesuaikan dengan trias whipple.

30

Page 31: Diabetes Mellitus Hipoglikemia

E Penatalaksanaan

Fakta Teori

IVFD D5% 20 tpm

Amlodipin 1x10 mg

Cek GDS/ jam

Bolus D40% 2 fl jika GDs <80

1. Berikan gula murni 30 gram (2 sendok makan) atau sirop atau permen gula murni (bukan pemanis pengganti gula) atau gula diet atau gula diabetes) dan makanan yang mengandung karbohidrat

2. Hentikan obat hipoglikemik sementara 3. Pantau glukosa darah sewaktu tiap 1-2 jam 4. Pertahankan glukosa darah sekitar 200

mg/dl (bila sebelumnya tidak sadar) 5. Cari penyebab

Stadium lanjut (koma hipoglikemia atau tidak sadar dan curiga hipoglikemia)

1. Diberikan larutan Dextrose 40% sebanyak 2 flakon (=50 ml) bolus intravena

2. Diberikan cairan Dextrose 10% per infus, 6 jam per kolf

3. Periksa glukosa darah sewaktu (GDs), kalau memungkinkan dengan glukometer: a. Bila GDs < 50 mg/dl ditambah bolus

Dextrose 40% 50ml IVb. Bila GDs < 100 mg/dl ditambah bolus

Dextrose 40% 25ml IV 4. Periksa GDs setiap 1 jam setelah pemberian

Dextrose 40%a. Bila GDs < 50 mg/dl ditambah bolus

Dextrose 40% 50ml IV b. Bila GDs < 100 mg/dl ditambah bolus

Dextrose 40% 25ml IV c. Bila GDs 100-200 mg/dl, tanpa bolus

Dextrose 40%d. Bila GDs > 200 mg/dl, pertimbangkan

menurunkan kecepatan drip Dextrose 10%

5. Bila GDs > 100 mg/dl sebanyak 3 kali berturut-turut, pemantauan GDs setiap 2 jam, dengan protocol sesuai diatas. Bila

31

Page 32: Diabetes Mellitus Hipoglikemia

GDs > 200 mg/dl, pertimbangkan mengganti infuse dengan Dextrose 5% atau NaCl 0,9%

6. Bila GDs > 100 mg/dl sebanyak 3 kali berturut-turut, pemantauan GDs setiap 4 jam, dengan protocol sesuai diatas. Bila GDs > 200 mg/dl, pertimbangkan mengganti infuse dengan Dextrose 5% atau NaCl 0,9%14

7. Bila GDs > 100 mg/dl sebanyak 3 kali berturut-turut, sliding scale setiap 6 jam :

8. Bila hipoglikemia belum teratasi, dipertimbangkan pemberian antagonis insulin seperti adrenalin, kortison dosis tinggi, atau glucagon 0,5-1 mg IV/IM (bila penyebabnya insulin)

9. Bila pasien belum sadar, GDs sekitar 200 mg/dl : Hidrokortison 100 mg per 4 jam selama 12 jam atau Deksametason 10 mg IV bolus dilanjutkan 2 mg tiap 6 jam dan Manitol 1,5-2 g/kgBB IV setiap 6-8 jam. Cari penyebab lain kesadaran menurun.

Analisis

Pemberian terapi pada pasien ini sudah sesuai dengan teori yang ada.

Terapi penyakit lain diberikan sesuai dengan tanda klinis. Pemeriksaan GDS tetap

harus dilakukan secara rutin dengan mengamati gejala klinis untuk kepentingan

terapi pulang karena tidak jarang apda pasien hipoglikemia terdapat pelonjakan

nilai GDS, sehingga memerlukan terapi tambahan.

Prognosis

Prognosis pasien hipoglikemia yang disertai dengan sirosis sangat bervariasi

dipengaruhi sejumlah faktor meliputi tingkat keparahan dan kecepatan

penanganan penyakit.

32

Page 33: Diabetes Mellitus Hipoglikemia

BAB III

KESIMPULAN

Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang

dilakukan pada pasien ini maka diagnosanya adalah Observasi hipoglikemia

dengan DM Tipe 2 tak terkontrol, hipertensi stage II dan AKI.

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien ialah pemeriksaan

laboratorium darah lengkap dan kimia darah. Hasil pemeriksaan laboratorium

mendukung diagnosis yang ada.

Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien yang sudah sesuai.

Prognosis pada pasien ini adalah dubia ad bonam karena pasien ditangani

dengan cepat, mendapatkan terapi yang tepat, dilakukan observasi klini

hipoglikemia, dan dukungan keluarga terhadap penyakitnya.

33

Page 34: Diabetes Mellitus Hipoglikemia

DAFTAR PUSTAKA

1. Cryer, P. E. (2011). Hypoglicemia During Therapy of Diabetes. Dipetik January 8, 2012, dari Endotext.org: http://www.endotext.org/

2. Eckman, A., & Golden, S. (2011, March 2). Diabetes Guided - Trinidad and Tobago. Dipetik January 8, 2012, dari John Hopkins Point of care Information Technology: http://www.ttdiabetesguide.org/index.html

3. Epidemiology of Hypoglikemia. (2011, May). Dipetik January 8, 2012, dari Diabates Treatments: http://diabetesmellitustreatments.com//

4. Rutecki, G. W. (2011, June 22). Recurrent Hypoglicemia: When Diabaetes IS Not the Cause. Dipetik January 8, 2012, dari ConsultantLive: http://www.consultantlive.com/

5. The Endocrine Society. (2009). The Journal of Clinical Endocrinology and Metabolism. Evaluation and Management of Adult Hypoglycemic Disorders: An Endocrine Society Clinical Practice Guideline , 18.

6. Treatment of severe diabetic hyplogicemia with: an underutilizes therapeutic approach. (2011, September 6). Dipetik January 8, 2012, dari Dovepress open acces to scientific and medical research: http://www.dovepress.com/diabetes-metabolic-syndrome-and-obesity-targets-and-therapy-journal

7. Sastroasmoro S, Soegondo S, Rani A, editor. Hipoglikemia. Dalam : Panduan Pelayanan Medis Departemen Penyakit Dalam. Jakarta : RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo. 2007. Hal : 5-8.

8. Rani AA, Soegondo S, Nasir AU, dkk, editor. Hipoglikemia. Dalam : Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta : InternaPublishing. 2009. Hal 23-5.

34