Mankas Neonatus Hipoglikemia

download Mankas Neonatus Hipoglikemia

If you can't read please download the document

description

hipoglikemia neonatus

Transcript of Mankas Neonatus Hipoglikemia

MANAJEMEN KASUS Neonatus, Laki-laki, BBLC, CB, SMK; Lahir Spontan Preskep, Hipoglikemia Kronik, Neonatal Infekted Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia di RSUD Sragen

Disusun Oleh: Puspita Sari 06711162 Pembimbing: dr. Pursito, Sp. A

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RSUD SRAGEN 2012

1

LEMBAR PENGESAHAN Manajemen Kasus Neonatus, Laki-laki, BBLC, CB, SMK; Lahir Spontan Preskep, Hipoglikemia Kronik, Neonatal Infekted Dipresentasikan: Tanggal: Tempat: Ruang Anggrek

Oleh: Puspita Sari 06711162

Mengetahui,

KA. SMF Ilmu Kesehatan Anak

Dokter Pembimbing Klinik

dr. Pursito, Sp. A

dr. Tunjung Respati, Sp. A, M. Kes

2

BAB I STATUS PASIEN1.1. Anamnesis

1.1.1. Identitas

Pasien: Nama Usia Alamat Agama No. RM Masuk RS : By. Ny. NN : 0 bulan : Bakung RT 03 Sambirejo, Sambirejo Sragen : Islam : 356891 : 26 November 2012; Jam 20:55

Orang Tua: Nama Ibu Usia Pekerjaan : Ny. NN : 37 tahun : Ibu Rumah Tangga

Nama Ayah : Tn. S Usia Pekerjaan : 49 tahun : Swasta

3

1.1.2. Riwayat Penyakit Sekarang

Bayi kiriman bidan, usia 2 hari, lahir dari seorang ibu G IIIPIIA0, jenis kelamin laki-laki, lahir spontan (dibidan), lilitan tali pusat 1x, segera menangis, air ketuban keruh, tali pusat segar, umur kehamilan 37 minggu, nilai Apgar 8-1010. Datang dengan keluahan malas minum sejak jam 10 siang dan bayi menjadi kurang aktif. Awalnya bayi kuat minum ASI. Bayi tidak panas, mual (-), muntah (-). BAB 3x lembek dan BAK 4x.1.1.3. Riwayat Kehamilan

Ta ng gal 290812 051012 241112

Keluhan

TD

BB

Umur

Tinggi fundus Sejajar pusat

DJ J +

Kaki bengkak -

Hasil Px. Lab

(kg) kehamilan Tidak ada 120/80 70 mmHg kg Tidak ada 120/80 70 mmHg kg Kencengkenceng 140/90 70 mmHg kg 37+3 mg 30 mg 25 mg

-

2 jari di + atas pusat 30 cm +

-

-

-

Protein urin (-) Glukosa urin (-)

Ibu pasien adalah seorang GIIIPIIA0:-

Anak pertama, laki-laki, usia 13 tahun, lahir spontan di bidan, BBL 2900 gram Anak kedua, perempuan, usia 7 tahun, lahir spontan di bidan, BBL 3000 gram. Anak ketiga, laki-laki, usia 2 hari, lahir spontan di bidan, BBL 3000 gram.

1.1.4. Riwayat Persalinan

4

Ibu GIIIPIIA0 dengan umur kehamilan 37 minggu, melahirkan anak ketiga, lahir spontan (dibidan), lilitan tali pusat 1x, segera menangis, air ketuban keruh, tali pusat segar, APGAR score 8-10-10. Bayi lahir pada tanggal 24 November 2012 pukul 13;00 WIB, jenis kelamin laki-laki, berat badan 3100 gram, panjang badan 45 cm, lingkar kepala 31 cm, lingkar dada 30 cm.1.1.5. Riwayat Keluarga

-

Riwayat diabetes mellitus pada nenek. Riwayat diabetes mellitus pada ayah dan ibu disangkal. Riwayat hipertensi pada ayah.

1.2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan dilakukan di perinatologia.

Pemeriksaan Umum

Keadaan Umum: Kesadaran Tanda Vital Laju Nadi Laju Nafas Suhu Warna Kulit : Sadar : : 142 kali/menit, reguler : 44 kali/menit : 37,70c perectal : kemerahan5

Keaktifan Tangis Bayi

: kurang aktif : kuat

b. Pemeriksaan Kepala

Inspeksi

: bentuk mesochepal, chepal hematoma (-), caput (-), ubun-ubun datar.

Rambut Mata Hidung Mulut

: tipis, halus, dan warna hitam. : konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), discharge (-/-) : simetris, cuping hidung (-) : sianosis (-)

c.

Thoraks : dinding dada simetris, gerak nafas simetris, laju nafas 44 kali/menit, retraksi dining dada (-), pernafasan thorakoabdominal, iktus cordis tidak tampak.

Inspeksi

Palpasi

: ketinggalan gerak (-), iktus cordis kuat angkat.

Auskultasi : cor: bunyi jantung I dan II regular, heart rate 142 kali/menit, bising jantung (-) Pulmo: bronkovesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-)

d.

Abdomen : simetris, dinding perut sejajar dengan dinding thoraks

Inspeksi

Auskultasi : peristaltic usus (+)

6

Palpasi

: Supel

e.

Antropometri : 2850 gram : 45 cm

Berat Badan Panjang Badan

Lingkar Kepala : 31 cm Lingkar Dada : 30 cm

1.3. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Darah Rutin

Jenis Pemeriksaan HEMATOLOGI Hemoglobin Eritrosit Hematokrit MCV MCH MCHC Lekosit Trombosit RDW-CV MPV Hitung Jenis Netrofil MDX Limfosit Masa Pembekuan/CT Masa Perdarahan/BT Golongan Darah

Hasil 14.2 4.89 44.4 90.8 29 32 18.6 166 19.8 10.4 37.9 9.8 52.1 2.00 3.00 A

Unit g/dL juta/L % fL Pg g/dL ribu/L ribu/L % fL % % % menit menit

Nilai Normal 11.5-15.5 4.0-4.2 35-45 80-99 27-31 26-34 6-17.5 150-450 11.5-14.5 7.2-11.1 40-74 4-18 19-48 1-3 1-6

7

Kimia Klinik, Gula Darah Sewaktu

GDS 26-11-12 27-11-12 28-11-12 29-11-12 30-11-12 1-12-12 2-12-12

Hasil 66 mg/dl 59 mg/dl 62 mg/dl 54 mg/dl 72 mg/dl 52 mg/dl 101 mg/dl 42 mg/dl 28 mg/dl 37 mg/dl 41 mg/dl 38 mg/dl 104 mg/dl 66 mg/dl 80 mg/dl 54 mg/dl 94 mg/dl 77 mg/dl 63 mg/dl 102 mg/dl

3-12-12

4-12-12 5-12-12 6-12-12 7-12-12 8-12-12 9-12-12

1.4.

Diagnosis

Neonatus, Laki-laki, BBLC, CB, SMK; Lahir Spontan Preskep, Hipoglikemia Kronik, Neonatal Infekted1.5.

Terapi

8

Terapi saat masuk RS:-

ASI on demand Infus D1/4 NS 6 tpm micro Injeksi Ampisilin 125 mg/12 jam Injeksi Dexametason 1/8 ampul/8 jam

1.6.

Perjalanan Penyakit

Tangg al 26-1112 DPH II

Perjalanan Penyakit

Terapi

S: Intake cairan: D10% cc, D1/4 Tx. NS 60 cc Minum: 5x (90cc) + netek Jam 10.00: keringat dingin BAB: (-), BAK: 1x O: KU: sadar, tangis kuat Nadi: 140 x/m Nafas: 40 x/m Suhu: 37.4 0c- ASI on demand - Inj. D10%, D1/4 NS 6 tpm micro - Inj. Ampicillin 125 mg/12 jam - Inj. Dexametason 1/8 amp/8 jam

Dx.- Cek GDS

Mx. - Thermoregulasi - Tanda hipoglikemia Edukasi: 27-1112 DPH III Motivasi ASI eksklusif 6 bulan S: Intake cairan: D10%, D1/4 Tx. NS 40cc Kejang 2x: 30 menit ekstermitas bawah,- ASI on demand - O2 1-2 liter/menit intranasal k/p

30 menit ekstermitas seluruh - Inj. D10%, D1/4 NS 6 tpm micro

9

tubuh Minum: 2x (50cc) + netek BAB: (-) BAK: 3x Keringat dingin O: KU: sadar, Nadi: 136 x/m Nafas: 40 x/m Suhu: 37.8 0c

- Inj. Ampicillin 125 mg/12 jam - Inj. Dexametason 1/8 amp/8 jam - Inj. Sibital 15 mg/12 jam - Inj. Piracetam 150 mg/12 jam

Dx.- Cek GDS

Mx. - Thermoregulasi - Tanda hipoglikemia - Kebutuhan cairan Edukasi:

28-1112 DPH IV

Motivasi ASI eksklusif 6 bulan S: Intake cairan: D10%, D1/4 Tx. NS 60 cc Kejang (-), bebas kejang H1 Minum: 5x (90cc) BAB: (-) BAK: 3x O: KU: sadar, tangis kuat Nadi: 140 x/m Nafas: 40 x/m Suhu: 37.4 0c- ASI on demand - O2 1-2 liter/menit intranasal k/p - Inj. D10%, D1/4 NS 6 tpm micro - Inj. Ampicillin 125 mg/12 jam - Inj. Dexametason 1/8 amp/8 jam - Inj. Sibital 15 mg/12 jam - Inj. Piracetam 150 mg/12 jam

Dx.- Cek GDS

Mx. - Thermoregulasi - Tanda hipoglikemia - Kebutuhan cairan

10

Edukasi: 29-1112 DPH V Motivasi ASI eksklusif 6 bulan S: Intake cairan: D10%, D1/4 Tx. NS 40 cc Kejang (-), bebas kejang H2 Minum: ASI 35cc, Pasi 110 cc, Dextrose 15 cc BAB: 3x BAK: 5x O: KU: sadar, tangis kuat Nadi: 143 x/m Nafas: 44 x/m Suhu: 37.2 0c- ASI on demand - O2 1-2 liter/menit intranasal k/p - Inj. D10%, D1/4 NS 6 tpm micro - Inj. Ampicillin 125 mg/12 jam - Inj. Sibital 15 mg/12 jam - Inj. Piracetam 150 mg/12 jam

Dx.- Cek GDS

Mx. - Thermoregulasi - Tanda hipoglikemia - Kebutuhan cairan Edukasi: 30-1112 DPH VI Motivasi ASI eksklusif 6 bulan S: Intake cairan: D10%, D1/4 Tx. NS 40 cc Kejang (-), bebas kejang H3 Minum: 7x (150 cc) BAB: 2x BAK: 4x O: KU: sadar, tangis kuat Nadi: 140 x/m Nafas: 44 x/m Suhu: 37 0c- ASI on demand - O2 1-2 liter/menit intranasal k/p - Inj. D10%, D1/4 NS 6 tpm micro - Inj. Ampicillin 125 mg/12 jam - Inj. Dexametason 1/8 amp/8 jam - Inj. Sibital 15 mg/12 jam - Inj. Piracetam 150 mg/12 jam - Bolus dextrose 40% diencerkan 5

11

cc aquabidest k/p Dx.- Cek GDS

Mx. - Thermoregulasi - Tanda hipoglikemia - Kebutuhan cairan Edukasi: 1-1212 DPH VII Motivasi ASI eksklusif 6 bulan S: Intake cairan: D10%, D1/4 Tx. NS 40 cc Kejang (-), bebas kejang H4 Minum: 10x (200 cc) BAB: 2x BAK: 4x O: KU: sadar, tangis kuat Nadi: 140 x/m Nafas: 42 x/m Suhu: 36.4 0c- ASI on demand - O2 1-2 liter/menit intranasal k/p - Inj. D10%, D1/4 NS 6 tpm micro - Inj. Ampicillin 125 mg/12 jam - Inj. Sibital 15 mg/12 jam - Inj. Piracetam 150 mg/12 jam - Bolus dextrose 40% diencerkan 5

cc aquabidest k/p Dx.- Cek GDS

Mx. - Thermoregulasi - Tanda hipoglikemia - Kebutuhan cairan Edukasi: 2-1212 Motivasi ASI eksklusif 6 bulan S: Intake cairan: D10%, D1/4 Tx. NS 40 cc- ASI on demand

12

DPH VIII

Kejang (-), bebas kejang H4 Minum: 11x (200 cc) BAB: 3x BAK: 5x O: KU: sadar, tangis kuat Nadi: 140 x/m Nafas: 42 x/m Suhu: 36.8 0c

- O2 1-2 liter/menit intranasal k/p - Inj. D10%, D1/4 NS 6 tpm micro - Inj. Ampicillin 125 mg/12 jam - Inj. Sibital 15 mg/12 jam - Inj. Piracetam 150 mg/12 jam - Bolus dextrose 40% diencerkan 5

cc aquabidest k/p Dx.- Cek GDS

Mx. - Thermoregulasi - Tanda hipoglikemia - Kebutuhan cairan Edukasi: 3-1212 DPH IX Motivasi ASI eksklusif 6 bulan S: Intake cairan: D10%, D1/4 Tx. NS 20 cc Minum: 8x (210 cc) BAB: 3x BAK: 4x O: KU: sadar, tangis kuat Nadi: 140 x/m Nafas: 42 x/m Suhu: 36.7 0c- ASI on demand - O2 1-2 liter/menit intranasal k/p - Inj. D10%, D1/4 NS 6 tpm micro - Inj. Ampicillin 125 mg/12 jam - Inj. Piracetam 150 mg/12 jam - Bolus dextrose 40% diencerkan 5

cc aquabidest k/p Dx.- Cek GDS

Mx.13

- Thermoregulasi - Tanda hipoglikemia - Kebutuhan cairan Edukasi: 4-1212 DPH X Motivasi ASI eksklusif 6 bulan S: Intake cairan: D10%, D1/4 Tx. NS 20 cc Minum: 10x (275 cc) BAB: 4x BAK: 8x O: KU: sadar, tangis kuat Nadi: 144 x/m Nafas: 40 x/m Suhu: 37.6 0c- ASI on demand - O2 1-2 liter/menit intranasal k/p - Inj. D10%, D1/4 NS 6 tpm micro - Inj. Ampicillin 125 mg/12 jam - Inj. Piracetam 150 mg/12 jam - Bolus dextrose 40% diencerkan 5

cc aquabidest k/p Dx.- Cek GDS

Mx. - Thermoregulasi - Tanda hipoglikemia - Kebutuhan cairan Edukasi: 5-1212 DPH XI S: Intake cairan: D1/4 NS 20 cc Minum: 9x (260 cc) BAB: 3x BAK: 6x O: KU: sadar, tangis kuat Nadi: 142 x/m Nafas: 46 x/m Suhu: 36.9 0c Motivasi ASI eksklusif 6 bulan Tx.- ASI on demand - O2 1-2 liter/menit intranasal k/p - Inj. D1/4 NS 6 tpm micro - Inj. Ampicillin 125 mg/12 jam - Bolus dextrose 40% diencerkan 5

14

cc aquabidest k/p Dx.- Cek GDS

Mx. - Thermoregulasi - Tanda hipoglikemia - Kebutuhan cairan Edukasi: 6-1212 DPH XII S: Intake cairan: D1/4 NS 40 cc Minum: 9x (170 cc) + netek BAB: 4x BAK: 6x O: KU: sadar, tangis kuat Nadi: 142 x/m Nafas: 45 x/m Suhu: 37 0c Motivasi ASI eksklusif 6 bulan Tx.- ASI on demand - Inj. D1/4 NS 6 tpm micro - Inj. Ampicillin 125 mg/12 jam - Bolus dextrose 40% diencerkan 5

cc aquabidest k/p Dx.- Cek GDS

Mx. - Thermoregulasi - Tanda hipoglikemia - Kebutuhan cairan Edukasi: 7-1212 DPH XIII Minum: 9x (360 cc) BAB: 5x BAK: 7x O: KU: sadar, tangis kuat Nadi: 140 x/m Nafas: 45 x/m Motivasi ASI eksklusif 6 bulan Tx.- ASI on demand - Inj. Ampicillin 125 mg/12 jam - Bolus dextrose 40% diencerkan 5

cc aquabidest k/p

15

Suhu: 37,2 0c

Dx.- Cek GDS

Mx. - Thermoregulasi - Tanda hipoglikemia - Kebutuhan cairan Edukasi: 8-1212 DPH XIV Minum: 9x (235 cc) BAB: 5x BAK: 7x O: KU: sadar, tangis kuat Nadi: 140 x/m Nafas: 45 x/m Suhu: 37,2 0c Motivasi ASI eksklusif 6 bulan Tx.- ASI on demand - Inj. Ampicillin 125 mg/12 jam - Bolus dextrose 40% diencerkan 5

cc aquabidest k/p Dx.- Cek GDS

Mx. - Thermoregulasi - Tanda hipoglikemia - Kebutuhan cairan Edukasi: Motivasi ASI eksklusif 6 bulan

16

9-1212 DPH XV

Minum: 7x (230 cc) BAB: 5x BAK: 7x O: KU: sadar, tangis kuat Nadi: 143 x/m Nafas: 42 x/m Suhu: 37,4 0c

Tx.- ASI on demand - Inj. Ampicillin 125 mg/12 jam - Bolus dextrose 40% diencerkan 5

cc aquabidest k/p Dx.- Cek GDS

Mx. - Thermoregulasi - Tanda hipoglikemia - Kebutuhan cairan Edukasi: Motivasi ASI eksklusif 6 bulan

17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hipoglikemia 2.1.1. Definisi Definisi hipoglikemia bervariasi tergantung dari beberapa faktor yaitu umur pasien dan kondisi pengambilan sampel darah. Banyak penulis menganjurkan kriteria hipoglikemia untuk bayi dan anak bila kadar gula darah kurang dari 40 mg/dL, beberapa penulis dengan kriteria lebih tinggi, 47 mg/dL (2.6 mmol/L). Sehingga pendekatan yang aman pada bayi dan anak dengan kadar glukosa kurang dari 50 mg/dL harus dipantau dengan baik, bila kadar gula darah kurang dari 40 mg/dL, maka harus dimulai tindakan untuk menegakkan diagnosis dan mulai diberikan terapi.(3) Kadar glukosa plasma pada bayi, anak dan dewasa kadar normalnya 70 100 mg/dL; ditemukan tanda hipoglikemia neurofisiologik pada kadar 5070 mg/dL; definisi hipoglikemia berat bila kurang dari 40 mg/dL, dan terapi berhasil bila kadar glukosa lebih dari 60 mg/dL. Definisi hipoglikemia untuk neonatus masih merupakan kontroversi, apalagi pada beberapa jam pertama kehidupan. Keadaan fisiologis glukosa plasma turun dalam 3 hingga 6 jam pertama, namun bila mencapai di bawah 35 mg/dl, harus diawasi, karena meskipun dapat ditoleransi, bila keadaan ini berlanjut hingga 8 sampai 10 jam, dapat membahayakan.(2) 2.1.2. Etiologi Pembagian terdahulu membedakan hipoglikemia menjadi dua bagian berdasarkan umur yaitu, hipoglikemia transien pada neonatus atau bayi dan

18

hipoglikemia pada masa kanak. Kini, pembagian didasarkan pada proses patofisiologi menjadi dua, yaitu defek keberadaan glukosa plasma (produksi glukosa kurang) dan peningkatan pemakaian glukosa plasma. Kelainan yang menyebabkan pemakaian glukosa berlebihan yaitu:(5)1. Hiperinsulinisme

Hiperinsulinisme menyebabkan pemakaian glukosa yang berlebihan terutama akibat rangsang ambilan glukosa oleh otot. Pada bayi, ini dapat terjadi karena defek genetic yang menyebabkan aktivasi reseptor sulfonylurea akibat sekresi insulin yang menetap. Kelainan ini diketahui sebagai hipoglikemi hiperinsulin endogen menetap pada bayi. Bayi pada ibu penderita diabetes, juga mempunyai kadar insulin yang tinggi setelah lahir karena tingginya paparan glukosa in utero akibat jeleknya kontrol glukosa selama kehamilan. Hal ini menyebabkan hiperinsulinemia pada bayi. Penggunaan insulin eksogen atau pemberian obat yang menyebabkan hipoglikemi kadang dapat terjadi kecelakaan atau salah penggunaan, sehingga hal ini harus dipertimbangkan pada anak.2. Defek pada pelepasan glukosa (siklus krebs)

Kelainan ini sangat jarang. Terjadi karena pembentukan ATP dari oksidasi glukosa terganggu. Disini kadar asam laktat tinggi.3. Defek pada produksi energi alternative

Kelainan ini mengganggu penggunanaan lemak sebagai energy, sehingga tubuh sangat bergantung hanya pada glukosa. Ini akan menyebabkan masalah bila puasa dalam jangka yang lama yang seringkali berhubungan dengan penyakit gastrointestinal.4. Sepsis atau peyakit dengan hipermetabolic, termasuk hipertiroid

Kelainan yang menyebakan kekurangan produksi glukosa yaitu:(5) 1. Simpanan glukosa tidak adekuat (prematur, hipoglikemi ketotik, malnutrisi)

19

Kelainan ini sering menjadi penyebab hipoglikemi, disamping hipoglikemi akibat pemberian insulin pada diabetes. Hal ini dapat dibedakan dengan melihat gejala klinis dan adanya hipoglikemi ketotik, biasanya pada anak yang kurus dengan usia 18 bulan- 6 tahun, biasanya akibat masukan makanan yang terganggu. 2. Kelainan pada produksi glukosa di hepar Kelainan ini menurunkan produksi glukosa melalui berbagai defek, termasuk blockade pada pelepasan dan sintesa glukosa atau blockade glukoneogenesis. Anak dengan keadaan ini akan beradaptasi dengan hipoglikemi karena sifat penyakitnya kronik. 3. Kelainan hormonal Kelainan ini disebabkan hormone pertumbuhan dan kortisol berperan penting pada pembentukan energy alternative dan merangsang produksi glukosa. 4. Toksin dan penyakit lain. (etanol, salisilat, malaria) Etanol menghambat glukoneogenesis melalui hepar sehingga dapat menyebakan hipoglikemi. Hal ini khususnya pada pasien diabetes dengan pemakaian insulin yang tidak dapat mengurangi sekresi insulin sebagai respon bila terjadi hipoglikemi. Intoksikasi salisilat dapat terjadi hipoglikemi karenabertambahnya sekresi insulin dan hambatan pada glukoneogenesis. 2.1.3. Patofisiologi Pada anak dan dewasa mempunyai substrat dan pengaturan metabolisme hormonal yang sama, namun homeostasis glukosa pada bayi gambarannya berbeda.(4)a. Metabolisme Glukosa Pada Janin

Homeostasis glukosa pada neonatus dan anak bersifat unik dan membutuhkan beberapa penjelasan hal yang spesifik, yang pertama adanya transisi dari kehidupan intrauterin menuju ektrauterin, yang kedua kadar penggunaan glukosa yang relatif lebih tinggi pada neonatus dibandingkan dewasa.20

Glukosa dapat melewati sawar plasenta secara difusi menyebabkan janin tidak dependent terhadap proses glikogenolisis dan glukoneogenesis sendiri karena terus menerus disuplai dengan glukosa ibu, mekanisme glukoneogenesis berkembang seutuhnya pada saat mendekati atau pada saat persalinan. Pada trimester terakhir kehamilan janin mengakumulasi cadangan lemak dan glikogen, serta mengalami peningkatan aktivitas beberapa enzim yang dibutuhkan untuk mobilisasi glukosa, asam lemak bebas dan asam amino. Hal ini sebagai persiapan janin , untuk menghadapi kehidupan ekstrauterin dimana suplai glukosa dari ibu berhenti pada saat tali pusat diputus. Saat lahir nenonatus normal memiliki cadangan lemak dan glikogen yang cukup untuk waktu yang singkat, apabila terjadi penurunan kalori. beberapa jam setelah lahir konsentrasi glukosa plasma menurun sedangkan asam lemak bebas meningkat namun cadangan glikogen pada nenonatus terbatas sehingga menjadi dependent pada proses glukoneogenesis. Bila seorang ibu hamil mendapatkan nutrisi yang adekuat, maka pada janin tidak akan terjadi glukoneogenesis. Selama dalam kandungan, energi pokok yang digunakan janin adalah: glukosa, asam amino dan laktat, glukosa merupakan 50% dari energi yang dibutuhkan. Glukosa ibu masuk melalui plasenta ke janin dengan difusi karena adanya perbedaan konsentrasi pada ibu dan plasma janin, kadar glukosa plasma janin 70-80% kadar dalam vena ibu. Glukosa yang masuk ke janin dalam jumlah yang proposional untuk kebutuhan energi yang dibutuhkan janin dengan kecepatan 5 - 7 gram/kgBB/menit, sesuai kecepatan produksi glukosa endogen setelah lahir. Enzim yang terlibat dalam glukoneogenesis dan glukogenolisis sudah ada dalam hepar janin namun tidak aktif, kecuali apabila terangsang oleh ibu yang sangat kelaparan.b. Sistem Endokrin

Insulin adalah hormon regulasi glukosa plasma yang predominan karena hanya insulin yang berkerja secara langsung untuk menurunkan produksi glukosa endogen dan meningkatkan pemakaian glukosa diperifer. Insulin menstimulasi membran sel otot skelet, otot jantung dan jaringan lemak adiposa dan proses konversi glukosa menjadi glikogen dan trigliserid. Bahkan dalam konsentrasi21

rendah, insulin adalah inhibitor poten terhadap proses lipolisis dan proteolisis. Yang menjadi determinan primer, kalau pasien insulin adalah kadar glukosa arteri pankreas namun bukanlah satu-satunya. Beberapa substrat lain seperti asam lemak bebas , badan keton, dan asam amino mampu meningkatkan pelepasan insulin dari sel beta pankreas baik secara langung ataupun tidak. Harus diingat bahwa konsentrasi insulin sistemik lebih rendah dari pada vena portal diakibatkan oleh proses dilusi pada ruang vaskuler.(6), (7) Hormon kontraregulasi, yang termasuk golongan ini adalah adrenokortikotropik (ACTH), kortisol, glukagon, epinefrin dan growth hormon. Efek hormon golongan ini adalah meningkatkan kadar glukosa plasma dengan menghambat uptake glukosa oleh otot (yang merupakan kerjanya epinefrin, kortisol dan growth hormon), meningkatkan proses glukoneogenesis endogen melalui proteolisis (kortisol), aktivator lipolisis dan meningkatkan glukoneogenesis berbahan asam lemak bebas (epinefrin, glukagon, grwoth hormon, ACTH dan kortisol), menghambat sekresi insulin dari pankreas (epinefrin), aktivasi enzim glikogenolisis dan glukoneogenesis segera (epinefrin dan glukagon) serta yang terakhir meningkatkan produksi dan induksi enzim glukoneogenesis dalam jangka panjang (glukagon dan kortisol).(6),(7) Bila gula darah meningkat setelah makan, maka sekresi insulin meningkat dan merangsang hepar untuk menyimpan glukosa sebagai glikogen. Bila sel (khususnya hepar dan otot) kelebihan glukosa, maka kelebihan glukosa disimpan sebagai lemak. Bila kadar glukosa turun, fungsi sekresi glukagon adalah meningkatkan kadar glukosa dengan merangsang hepar untuk melakukan glikogenolisis dan melepaskan glukosa kembali ke dalam darah. Pada keadaan kelaparan, hepar mempertahankan kadar glukosa melalui glukoneogenesis. Glukoneogenesis, adalah pembentukan glukosa dari asam amino dan gliserol yang merupakan bagian dari lemak. Otot memberikan simpanan glikogen dan memecah protein otot menjadi asam amino yang merupakan substrat untuk glukoneogenesis dalam hepar. Asam lemak dalam sirkulasi di katabolisme menjadi keton, asetoasetat dan beta hidroksi butirat yang dapat digunakan sebagai pembantu bahan bakar untuk sebagian besar jaringan, termasuk otak.(6),(7) Hipotalamus merangsang sistem syaraf simpatis dan epinefrin yang

22

disekresi oleh adrenal, menyebabkan pelepasan glukosa oleh hepar. Bila hipoglikemia berkelanjutan beberapa hari, maka hormon pertumbuhan dan kortisol disekresi dan penurunan penggunaan glukosa oleh sebagian besar sel tubuh. Glukagon yang pertama kali mengatasi hipoglikemia, bila gagal, maka yang kedua adalah epinefrin, bila glukagon dapat mengatasi keadaan hipoglikemia, maka epinefrin tidak diperlukan, namun bila tidak ada glukagon maka epinefrin memegang peran penting. (8)c. Kompensasi Terhadap Keadaan Hipoglikemia

Dalam keadaan normal tubuh mempertahankan hipoglikemia dengan menurunkan sekresi insulin dan meningkatkan sekresi glukagon, epinefrin, hormon pertumbuhan dan kortisol. Perubahan hormonal tersebut dikombinasi dengan meningkatnya keluaran glukosa hepar, bahan bakar alternatif yang ada dan penggunaan glukosa menurun. Respon pertama kali yang terjadi adalah peningkatan produksi glukosa dari hepar dengan pelepasan cadangan glikogen hepar disertai penurunan insulin dan peningkatan glukagon. Bila cadangan glikogen habis maka terjadi peningkatan kerusakan protein karena kortisol meningkat, glukoneogenesis hepar diganti dengan glikogenolisis sebagai sumber produksi utama glukosa. Kerusakan protein tersebut digambarkan dengan meningkatnya kadar asam amino glukonegenik, alanin dan glutamine dalam plasma. Penurunan kadar glukosa perifer pada keadaan awal menurunkan kadar insulin, yang kemudian diikuti peningkatan kadar epinefrin, kortisol dan hormon pertumbuhan. Ketiga kejadian diatas, meningkatkan lipolisis dan asam lemak bebas dalam plasma, yang dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif tubuh dan menghambat penggunaan glukosa. Kenaikan keton urin dan plasma menunjukkan penggunaan lemak sebagai sumber energi. Asam lemak bebas plasma juga merangsang produksi glukosa. Hipoglikemia terjadi bila satu atau lebih mekanisme keseimbangan diatas gagal, atau penggunaan glukosa yang berlebihan seperti pada hiperinsulinisme; atau produksi yang kurang seperti pada penyakit glycogen storage; kombinasi defisiensi hormon pertumbuhan atau kortisol. (5)

23

d. Perbedaan Metabolisme Glukosa pada Bayi dan Dewasa

Pada orang dewasa dalam keadaan setelah makan (hingga 14 jam kemudian), metabolisme glukosa berkadar 2 mg/kgBB/menit yang kemudian menurun menjadi 1,8 mg/kgBB/menit pada 30 jam setelah makan, kadar metabolisme glukosa pada bayi dan anak hingga 14 jam setelah makan, jumlahnya 3 kali lipat lebih besar daripada kadar orang dewasa dan 30 jam setelah makan kadarnya menurun menjadi 3,8 mg/kgBB/menit.(9) Namun ketika dibandingkan mengenai kadar metabolisme glukosa di otak (jaringan dengan kebutuhan glukosa paling tinggi) kadar orang dewasa sama dengan kadar pada anak. Kebutuhan glukosa yang tinggi pada anak sedangkan penggunaan glukosa otak pada anak sama saja dengan dewasa dikarenakan adanya spekulasi tentang proporsi massa otak terhadap tubuh, sehingga pada anak kebutuhan lebih besar karena massa otak lebih besar dari tubuh sehingga anak memiliki resiko untuk menderita hipoglikemia.(9) Pada bayi dan anak kemampuan tubuh tidak semaksimal dewasa sehingga dapat terjadi penurunan progresif dari konsentrasi glukosa plasma dalam waktu yang singkat (puasa 24 48 jam), perbedaan adaptasi puasa dewasa dan anak disebabkan karena perbedaan massa otak, dimana kadar otak anak lebih besar dibanding tubuh sehingga penurunan glukosa terjadi lebih cepat (akibat pemakaian). Glikogenolisis pada anak tidak sebanyak dewasa karena massa otot pada anak lebih kecil dibandingkan dewasa sehingga cara mepertahankan glukosa plasma lebih banyak menggunakan glukoneogenesis.(4) 2.1.4. Manifestasi Klinis

24

Pada bayi yang berusia lebih dari dua bulan, anak dan dewasa, penurunan gula darah kurang dari 40 mg/dL (2,2 mmol/L) dapat menimbulkan rasa lapar dan merangsang pelepasan epinefrin yang berlebihan sehingga menyebabkan lemah, gelisah, keringat dingin, gemetar dan takikardi (gejala adrenergic).(2) Gejala hipoglikemia, dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok besar, yaitu: berasal dari sistem syaraf autonom dan berhubungan dengan kurangnya suplai glukosa pada otak (neuroglikopenia).Gejala akibat dari system syaraf autonom adalah berkeringat, gemetar, gelisah dan nausea. Akibat neuroglikopenia adalah pening, bingung, rasa lelah, sulit bicara, sakit kepala dan tidak dapat konsentrasi. Kadang disertai rasa lapar, pandangan kabur, mengantuk dan lemah. Pada neonatus, gejala hipoglikemia tidak spesifik, antara lain tremor, peka rangsang, apnea dan sianosis, hipotonia, iritabel, sulit minum, kejang, koma, tangisan nada tinggi, nafas cepat dan pucat. Namun hal ini juga dapat terjadi pada bayi yang tidak hipoglikemia, misal kelainan bawaan pada susunan syaraf pusat, cedera lahir, mikrosefali, perdarahan dan kernikterus. Demikian juga dapat terjadi akibat hipoglikemia yang berhubungan dengan sepsis, penyakit jantung, distres respirasi, asfiksia, anomali kongenital multipel atau defisiensi endokrin.(1)

25

2.1.5. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium yang dikombinasi dengan riwayat klinis sangat penting untuk menegakkan diagnosis hipoglikemia. Pemeriksaan kadar gula darah pertama yang diambil pada saat ada gejala atau kecurigaan hipoglikemia. Kadar glukosa plasma dapat diukur dengan glukometer. Bayi-bayi yang dalam resiko harus dilakukan pemeriksaan penyaring antara lain bayi dengan ibu diabetes, bayi-bayi IUGR, bayi prematur dan bayi-bayi yang menunjukkan sugestif hipoglikemi. Penting untuk melakukan pemeriksaan berkala kadar glukosa plasma hingga bayi dapat minum ASI peroral dan tidak memakai infus selama 24 jam. Dengan demikian resiko hipoglikemia dapat dikurangi. Bayi dengan hipoglikemia membutuhkan infus glukosa selama lebih dari 5 hari untuk dievaluasi penyebab sebernanya (inborn error metabolism, hiperinsulinemi, dan defisiensi hormon kontraregulasi).(10) Pemeriksaan yang lain adalah: Beta hidroksi butirat, asam laktat, asam lemak bebas, asam amino (kuantitatif) dan elektrolit (untuk melihat anion gap). Pemeriksaan hormonal: insulin, kortisol, hormon pertumbuhan. Pemeriksaan faal hepar. Pemeriksaan urin: keton dan asam amino (kuantitatif).(2) Apabila pada pemeriksaan awal tidak terdiagnosis atau pasien asimptomatik, maka dilakukan pemeriksaan lanjutan. Bila berhubungan dengan puasa, maka pasien dipuasakan dan dipantau dalam 24 jam selama puasa, atau bila ada indikasi puasa dapat diperpanjang. Pemeriksaan ini harus dengan rawat inap, dipasang akses intravena dan diber ikan heparin pada jalur intravenanya untuk pengambilan sampel darah dan bila perlu untuk pemberian dekstrose 25% bila timbul gejala hipoglikemia. Diambil plasma darah secara sekuensial untuk pemeriksaan glukosa plasma, beta hidroksibutirat, dan insulin pada jam 8, 16 dan 20, kemudian diberikan glukagon 30 100 pg/kgBB intra muskuler sampel diambil setiap jam sampai pemeriksaan berakhir. Sampel pertama dan terakhir harus diperiksa kadar hormon pertumbuhan dan kortisol. Bila dicurigai defek pada enzim tertentu, maka diperlukan pemeriksaan analisa asam organik plasma dan atau urin.

26

2.1.6. Penatalaksanaan Tujuan utama pengobatan hipoglikemia adalah secepat mungkin mengembalikan kadar gula darah kembali normal, menghindari hipoglikemia berulang sampai homeostasis glukosa normal dan mengkoreksi penyakit yang mendasari terjadinya hipoglikemia.(3) Medikamentosa Pada neonatus, bila hipoglikemia terjadi pada bayi aterm asimptomatik, berikan larutan glukosa atau susu formula, bila memungkinkan minum ASI, berikan akses intravena. Dari referensi terdahulu, terapi pertama yang dianjurkan adalah pemberian infus glukosa intravena 1 gram/kgBB (glukosa 50%, 2 ml/kgBB), diikuti dengan 10 mg/kgBB/menit (glukosa 30%, 50 ml/kgBB/24 jam). Namun berdasarkan protokol pengobatan Depkes: Tatalaksana hipoglikemia pada neonatus:(3) 1. Memantau kadar glukosa darah Semua neonatus beresiko tinggi harus ditapis: Pada saat lahir 30 menit setelah lahir Kemudian setiap 2 4 jam selama 48 jam atau sampai pemberian minum berjalan baik dan kadar glukosa dapat tercapai 2. Pencegahan hipoglikemia Menghindari faktor resiko yang dapat dicegah misalnya hipotermia Pemberian makan enteral merupakan tindakan preventif tunggal paling penting Jika bayi tidak mungkin menyusui, mulailah pemberian minum dengan menggunakan sonde dalam waktu 1 3 jam setelah lahir. Neonatus yang beresiko tinggi harus dipantau nilai glukosanya sampai asupannya penuh dan tiga kali pengukuran normal sebelum pemberian minum diatas 45 mg/dl

27

Jika ini gagal terapi IV dengan glukosa 10 % harus dimulai dan kadar glukosa harus dipantau

3. Perawatan hipoglikemia Koreksi segera dengan bolus 200 mg/kg dengan dekstrosa 10 % = 2 cc/kg dan diberikan melalui IV selama 5 menit dan diulang sesuai dengan keperluan Infus tak terputus (continual)glukosa 10% dengan kecepatan 6-8 mg/kg/menit harus dimulai Kecepatan infus glukosa (GIR) Kecepatan infus glukosa (GIR) dihitung menurut formula berikut: GIR (mg/kg/menit) = kecepatan cairan (cc/jam) x konsentrasi dextrose (%) 6 x berat (Kg) Pemantuan glukosa ditempat tidur secara sering diperlkan untuk memastikan bahwa neonatus mendapatkan glukosa yang memadai Ketika pemberian makanan telah dapat ditoleransi dan nilai pemantauan glukosa ditempat tidur sudah normal maka infus dapat diturunkan secara bertahap. tindakan ini mungkin memerlukan waktu 24-48 jam atau lebih untuk menghindari kambuhnya hipoglikemia 4. Hipoglikemia refraktori Kebutuhan glukosa > 12 mg/kg/menit menunjukkan adanya hiperinsulisme, keadaaan ini dapat dilakukan dengan Hidricortison 5 mg/kg IV atau IM setiap 12 jam Glukagon 200 ug IV (segera atau infus berkesinambungan 10 ug/kg/jam) Diazoxide 10 mg/kg/hari setiap 8 jam menghambat sekresi insulin pankreas.(3) Bayi yang terkena hipoglikemia diberikan 200 mg/kg glukosa atau 2 cc/kg dekstrosa10% selama 5 menit, diulang sesuai dengan kebutuhan. Hipoglikemia pada bayi yang tidak ditangani dapat menyebabkan kerusakan syaraf permanen

28

atau kematian. Meskipun kadar gula darah harus dinaikkan secara cepat, larutan glukosa konsentrat seperti glukosa 50% tidak indikasikan karena mengakibatkan tekanan osmotik dan hiperinsulinisme. Infus harus berkesinambungan dengan glukosa 10% dengan kecepatan 6 8 kg/menit (pada bayi) sedangkan pada anak 3 5 mg/kgBB/menit harus dimulai. Naikkan kecepatan dan atau konsentrasi glukosa untuk menjaga nilai glukosa tetap normal (catatan; 10 mg/kg/menit, dekstrosa = 144 cc/kg/hari) bahwa bayi menerima glukosa yang memadai. Ketika pemberian asupan toleransi dan nilai pemantauan glukosa ditempat tidur adalah normal, infus dapat diturunkan secara bertahap. Tindakan ini mungkin memakan waktu 24 48 jam atau lebih untuk menghindari hipoglikemia kembali.(4) Dalam penelitian didapatkan Bila dengan terapi diatas tidak berhasil, banyak penulis menganjurkan diberikan hidrokortison meningkatkan glukoneogenesis 5 mg/kgBB/24 jam dalam dosis terbagi, dapat pula diberikan glukagon secara intramuskuler 50 ug/kgBB setiap 4 jam karena dapat meningkatkan enzim phosphoenolpyruvate carboxykinase namun hal ini masih menjadi kontroversi. Hipoglikemia ketotik, kelainan glycogen storage, defek pada metabolisme asam lemak bebas, dan hiperinsulinisme ringan, hipoglikemia dapat dicegah dengan pemberian makan yang frekuen dengan diet yang di rancang khusus dan dapat diberikan dektrose parenteral yang dapat memberikan respon cepat bila makan kurang adekuat atau problem gastrointestinal atau penyakit yang lain. Untuk defisiensi fructose diphosphatase, hindarkan diet yang mengandung fructose.(6) Untuk hiperinsulinisme, maka digunakan pendekatan bertahap. Tahap pertama, biasanya dengan pemberian makan yang frekuen. Tahap selanjutnya biasanya diberikan diazoxide (15 20 mg/kgBB/hari). Octreotide (25 - 100 ug/kgBB/hari) biasanya merupakan obat pilihan kedua. Nifedipine merupakan calcium channel blocker juga dapat digunakan. Pembedahan direkomendasikan bila pengobatan gagal atau dicurigai adanya tumor yang memproduksi insulin. Hormon pertumbuhan dan atau kortisol merupakan pengobatan spesifik untuk anak dengan hipoglikemia dengan hipopituitarisme atau insufisiensi adrenal. Bayi

29

yang lahir prematur dan SGA harus diberikan intravena atau peroral segera setelah lahir untuk mencegah hipoglikemia.(5) Pengobatan hormonal, diberikan untuk terapi pengganti bilamana defisiensi hormonal, kortisol, hormon pertumbuhan, atau untuk menekan produksi hormon yang berlebihan, yaitu Somatostatin (Octreotide) merupakan obat pilihan kedua, merupakan peptida dengan kerja farmakologik sama dengan somatostatin, dengan menghambat sekresi insulin. Diazoxide merupakan obat anti hipertensi yang dapat menekan sekresi insulin. Nifedipine, merupakan calcium channel blocker yang menurunkan sekresi insulin.(8)

BAB III PEMBAHASAN Hipoglikemia dapat menunjukkan gejala ataupun tidak. Kecurigaan tinggi selalu diterapkan dan selalu antisipasi hipoglikemia pada neonatus dengan faktor resiko. Gejala dari hipoglikemia adalah bayi tidak tenang, gerakan tak beraturan (jittering), sianosis, kejang atau tremor, letargi dan sulit menyusui, asupan yang

30

buruk, tetapi pada sebagian bayi tidak menunjukkan gejala. Pada kasus yang menunjukkan bayi mengalami gejala hipoglikemia adalah bayi malas minum ataupun tidak mau menetek, keringat dingin pada perawatan hari ke 2 dan kejang pada perawatan hari ke 3. Faktor risiko untuk hipoglikemia pada neonates salah satunya adalah bayi lahir dari ibu dengan diabetes (IDM), tetapi pada kasus diatas penyakit diabetes pada ibu dan ayah disangkal. Tetapi nenek dari bayi menderita diabetes mellitus. Selain itu faktor risiko yang menyebabkan hipoglikemia adalah neonatus yang besar untuk masa kehamilan, neonatus yang kecil untuk masa kehamilan (KMK), bayi prematur dan lebih bulan, neonatus sakit atau stres (sindroma gawat napas, hipotermia) dan neonates puasa. Hipoglikemia terjadi karena berkurangnya persediaan dan menurunnya produksi glukosa atau peningkatan pemakaian glukosa (hiperinsulinisme). Hiperinsulinisme menyebabkan pemakaian glukosa yang berlebihan terutama akibat rangsang ambilan glukosa oleh otot. Pada bayi, ini dapat terjadi karena defek genetic yang menyebabkan aktivasi reseptor sulfonylurea akibat sekresi insulin yang menetap. Kelainan ini diketahui sebagai hipoglikemi hiperinsulin endogen menetap pada bayi. Bayi pada ibu penderita diabetes, juga mempunyai kadar insulin yang tinggi setelah lahir karena tingginya paparan glukosa in utero akibat jeleknya control glukosa selama kehamilan. Hal ini menyebabkan hiperinsulinemia pada bayi. Kadar glukosa plasma pada bayi dan anak normalnya 70100 mg/dL; ditemukan tanda hipoglikemia neurofisiologik pada kadar 5070 mg/dL; definisi hipoglikemia berat bila kurang dari 40 mg/dL, dan terapi berhasil bila kadar glukosa lebih dari 60 mg/dL. Pada kasus di atas, saat dating GDS bayi adalah 66 mg/dl, pada perawatan hari ke 2 adalah 57 mg/dl, dan pada perawatan hari ke 7 adalah 37 mg/dl dan 28 mg/dl. Maka bayi termasuk hipoglikemia berat.

31

DAFTAR PUSTAKA1. Khosim MS, Surjono A, Setyowireni D, et al. 2004. Buku panduan

manajemen masalah bayi baru lahir untuk dokter, bidan dan perawat di rumah sakit. IDAI, MNH-JHPIEGO, Depkes RI: Jakarta.

32

2. Khosim S, Indarso F, Irawan G, Hendrarto TW. Buku acuan pelatihan

pelayanan obstetri Neonatal Emergensi Dasar. Jakarta: Depkes RI3. Hegar, Badriul., Pudjladi, Antonius., 2010. Pedoman Pelayanan Medis. Ikatan

Dokter Anak Indonesia. Jakarta4. Susanto, Rudi., 2007. Hipoglikemia Pada Bayi dan Anak. Bagian IKA

Fakultas Kedokteran Undip. Semarang. Diajukan pada PKB Palembang 10-11 November 2007. Diunduh pada tanggal 4 November 2012.5. Behrman, Richard E., Kliegman, Robert M., 2000. Ilmu Kesehatan Anak

Nelson, Edisi 15, Volume 3. EGC. Jakarta6. Batubara, Jose. 2010. Buku Ajar Endokrinologi Anak Jilid I. IDAI. Jakarta. 7. Pudjadi, Antonius. Dkk. 2010. Pedoman Pelayanan Media Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Jilid I. IDAI. Jakarta8. Madiyono, Bambang. 2002. Hipoglikemia dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid I.

Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta9. Syamhudi, Budi. Bayi dari Ibu dengan Diabetes Mellitus. Laboratorium Ilmu Kesehatan

Anak FK Universitas Sriwijaya Palembang. Diunduh pada tanggal 10 Januari 2012.10. Boedjang, Rahmat F. 2002. Bayi dari Ibu Diabetes Melitus dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan

Anak Jilid I. Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta

33