HIPOGLIKEMIA I.docx
Click here to load reader
-
Upload
arief-munandar-andi -
Category
Documents
-
view
87 -
download
11
Transcript of HIPOGLIKEMIA I.docx
REFLEKSI KASUS
DUGAAN SEPSIS + HIPOGLIKEMIA PADA BAYI
PREMATUR + KMK
Nama : Fadly
No. Stambuk : G 501 08 043
Pembimbing : dr. Kartin Akune, Sp.A
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK
FKIK UNTAD – RSUD UNDATA
PALU
2013
PENDAHULUAN
Menurut definisi WHO, bayi prematur adalah bayi lahir hidup sebelum usia
kehamilan minggu ke 37 (dihitung dari hari pertama haid terakhir). Bayi prematur ataupun
bayi preterm adalah bayi yang berumur kehamilan 37 minggu tanpa memperhatikan berat
badan, sebagian besar bayi prematur lahir dengan berat badan kurang 2500 gram.(1)
Tingkat kematangan fungsi sistem organ neonatus merupakan syarat untuk dapat
beradaptasi dengan kehidupan luar rahim. Penyakit yang terjadi pada bayi prematur
berhubungan dengan belum matangnya fungsi organ-organ tubuh. Konsekuensi dari anatomi
dan fisiologi yang belum matang, bayi prematur cenderung mengalami masalah-masalah
yang bervariasi. Adapun masalah – masalah yang dapat terjadi, yaitu hipotermia, sindrom
gawat napas, hipoglikemia, perdarahan intrakranial, rentan terhadap infeksi, dan
hiperbilirubinemia.(2)
Hipoglikemia adalah gangguan metabolisme yang dapat terjadi pada bayi normal
maupun bayi beresiko tinggi dimana kadar gula darah sewaktu kurang dari 40-45 mg/dl.
Manifestasi klinis hipoglikemia sering kali tidak spesifik, dapat bersifat asimptomatik dan
bisa juga simptomatik.(3)
Hipoglikemia sering terjadi pada bayi prematur dan bayi KMK (Kecil Untuk Masa
Kehamilan). Bayi KMK adalah bayi yang dilahirkan dengan berat lahir (< 10 persentil)
menurut grafik Lubchenco. Pada bayi KMK, diakui bahwa hipoglikemia disebabkan oleh
kecepatan metabolik bayi yang tinggi serta persediaan glikogen yang memang sedikit dan
cepat habis.(4)
Selain itu setiap keadaan stress yang terjadi dapat mengurangi cadangan glukosa yang
ada karena meningkatkan penggunaan cadangan glukosa, misalnya pada asfiksia, hipotermi,
hipertermi, gangguan pernapasan, dan sepsis.(5)
Munculnya gejala dan kadar glukosa sangat bervariasi pada setiap bayi. Gejala
biasanya muncul bila kadar glukosa < 40 mg/dL dan tampak antara 24 dan 72 jam setelah
kelahiran atau dalam 6 jam setelah suatu kelahiran bayi mengalami stres berat. Saat bayi
berusia 72 jam, pencapaian kadar glukosa sebesar 45 mg/dL atau lebih adalah hasil yang
diharapkan tanpa mempertimbangkan berat badan, usia gestasi atau faktor predisposisi
lainnya. Manifestasi klinis sangat beragam yaitu mencakup gemetar atau kejang, iritabilitas,
letargi atau hipotonia, pernapasan tidak teratur, apnea, sianosis, pucat, menolak untuk
mengisap atau kurang minum ASI, menangis dengan suara melengking atau melemah,
hipotermia, berkeringat dingin, diaporesis atau aktivitas kejang neonatus.(5)
Sepsis neonatal adalah sindrom klinik penyakit sistemik, disertai bakteremia yang
terjadi pada bayi dalam satu bulan pertama kehidupan. Angka kejadian sepsis neonatal adalah
1-10 per 1000 kelahiran hidup. Sepsis neonatal dapat terjadi secara dini, yaitu pada 5-7 hari
pertama dengan organisme penyebab didapat dari intrapartum atau melalui saluran genital
ibu. Sepsis neonatal dapat terjadi setelah bayi berumur 7 hari atau lebih yang disebut sepsis
lambat, yang mudah menjadi berat dan sering menjadi meningitis. Sepsis nosokomial
terutama terjadi pada bayi berat lahir sangat rendah atau bayi kurang bulan dengan angka
kematian yang sangat tinggi.(6)
Diagnosis dini sepsis ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan terapi diberikan tanpa
menunggu hasil kultur. Tanda dan gejala sepsis neonatal tidak spesifik dengan diagnosis
banding yang sangat luas, termasuk gangguan napas, penyakit metabolik, penyakit
hematologik, penyakit susunan syaraf pusat, penyakit jantung, dan proses penyakit infeksi
lainnya (misalnya infeksi TORCH = toksoplasma, rubela, sitomegalo virus, herpes). Bayi
yang diduga menderita sepsis bila terdapat gejala: letargi, iritabel, tampak sakit, kulit berubah
warna keabu-abuan, gangguan perfusi, sianosis, pucat, kulit bintik-bintik tidak rata, ruam,
suhu tidak stabil, demam atau hipotermi, perubahan metabolik hipoglikemi atau hiperglikemi,
asidosis metabolik, gejala gangguan kardiopulmonal gangguan pernapasan (merintih, napas
cuping hidung, retraksi, takipnu), apnu dalam 24 jam pertama atau tiba-tiba, takikardi, atau
hipotensi (biasanya timbul lambat), gejala gastrointestinal: toleransi minum yang buruk,
muntah, diare, dan kembung.(6)
Berikut akan dibahas refleksi kasus mengenai Dugaan Sepsis + Hipoglikemia pada
Bayi Prematur + KMK yang dirawat di ruangan Perinatal Resiko Tinggi (PERISTI) RSUD
Undata Palu.
.
STATUS PASIEN
IDENTITAS PASIEN
Nama : By. ST
Tanggal Lahir : 5 januari 2013
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
ANAMNESIS
Bayi laki-laki lahir pada tanggal 05 Januari 2013 jam 07.30 wita di kamar bersalin
RSUD UNDATA dengan spontan LBK. Bayi lahir langsung menangis, air ketuban
warna biasa, tidak bercampur mekonium, dan AS 8/9. Ibu bayi tidak memiliki riwayat
penyakit maternal dan tidak menderita diabetes mellitus. Usia kehamilan 35 – 36
minggu.
PEMERIKSAAN FISIK
Berat badan : 1650 gram
Panjang badan : 36 cm
Tanda-Tanda Vital
Denyut jantung : 128 x/menit Suhu : 36,5 ºC
Respirasi : 58 x/menit CRT : < 2 detik
Sistem Pernapasan.
Sianosis (-), merintih (-), apnea (-), retraksi dinding dada (-), pergerakan dinding dada
simetris (-),
Skor DOWNE
Frekuensi Napas : 0
Retraksi : 0
Sianosis : 0
Udara Masuk : 0
Merintih : 0
Total : 0
Kesimpulan : Tidak Ada Gawat Napas
Sistem Kardiovaskuler.
Bunyi jantung I,II murni, reguler , murmur (-).
Sitem Hematologi.
Pucat (-), ikterus (-).
Sistem Gastrointestinal.
Kelainan dinding abdomen (-), massa/organomegali (-), mekonium (+)
Sistem Saraf.
Aktivitas bayi tidur, tingkat kesadaran composmentis, fontanela datar, kejang (-).
Sistem Genitalia.
Hipospadia (-), hidrokel (-), hernia (-), testis belum turun ke skrotum.
Pemeriksaan Lain.
Ektremitas : akral dingin, turgor normal, kelainan kongengital (-), trauma lahir (-) :
Skor BALLARD
Maturitas neuromuskuler
- Sikap tubuh : 3
- Persegi jendela : 3
- Recoil lengan : 3
- Tanda selempang : 1
- Sudut poplitea : 3
- Tumit ke kuping : 2
Maturitas fisik
- Kulit : 4
- Lanugo : 2
- Payudara : 3
- Telinga : 1
- Permukaan plantar : 2
- Genital : 2
Skor : 29
Minggu : (34 – 36 minggu)
Interpretasi : prematur
Kurva Lubchenco
PEMERIKSAAN PENUNJANG
GDS : 40 mg/dL
DIAGNOSIS
Bayi Prematur + KMK + Hipoglikemia
TERAPI
Manajemen Umum
- Jaga kehangatan
- Isap lendir jika perlu
- Perawatan tali pusat
- Inisiasi Menyusui Dini (IMD)
- Pemberian tetas mata Gentamisin
- Injeksi vitamin K1 1 mg
- Pemberian imunisasi Hepatitis B
Manajemen Spesifik
- IVFD : Dextrose 5% 4 gtt/menit
- Bolus Dextrose 10% 3,2 cc
- Asi/Pasi 10 cc / 2 jam
- Rawat inkubator
ANJURAN PEMERIKSAAN
Pemantauan GDS, yaitu :
- Sesaat setelah lahir
- 30 menit setelah lahir
- Kemudian setiap 2-4 jam selama 48 jam atau sampai pemberian minum berjalan
baik dan kadar glukosa normal tercapai dalam pemeriksaan GDS tiga kali
berturut-turut
FOLLOW UP
06/01/2013 (07.00 WITA)
S : -
O : Tanda-Tanda Vital
Denyut Jantung : 120 x/m Berat Badan : 1600 gram
Respirasi : 52 x/m
Suhu : 36,4°C
CRT : < 2 detik
KU lemah, bayi rewel/iritabel, kejang (-), sianosis (-), merintih (-), pernapasan
cuping hidung (-), retraksi dinding dada (-), muntah (+), diare (-), perut
kembung (+), pucat (-), ikterus (-)
A : Bayi Prematur + KMK + Hipotermi Sedang + Dugaan Sepsis + Hipoglikemia
P : - IVFD : Dextrose 5% 8 gtt/menit
- Inj. Cefotaxim 2 x 150 mg/iv
- Inj. Gentamisin 2 x 5 mg/iv
- Dipuasakan 6 jam
- Rawat inkubator dengan suhu inkubator 34°C
- Periksa kembali GDS
06/01/2013 (15.00 WITA)
S : -
O : Tanda-Tanda Vital
Denyut Jantung : 120 x/m Berat Badan : 1600 gram
Respirasi : 54 x/m
Suhu : 36,5°C
CRT : < 2 detik
KU lemah, bayi rewel/iritabel, kejang (-), sianosis (-), merintih (-), pernapasan
cuping hidung (-), retraksi dinding dada (-), muntah (-), diare (-), perut
kembung (+), pucat (-), ikterus (-)
GDS : 51 mg/dL
A : Bayi Prematur + KMK + Dugaan Sepsis + Hipoglikemia
P : - IVFD : Dextrose 5% 8 gtt/menit
- Inj. Cefotaxim 2 x 150 mg/iv
- Inj. Gentamisin 2 x 5 mg/iv
- Asi/Pasi 10 cc / 2 jam
- Bolus Dextrose 10% 4 cc kemudian 2 jam berikutnya dibolus kembali
Dextrose 10% 4 cc
- Rawat inkubator dengan suhu inkubator 34°C
DISKUSI
Hipoglikemia adalah keadaan dimana kadar glukosa <40-45 mg/dl, gejalanya sering
tidak jelas atau asimptomatik, diagnosis dini dan pengobatan yang tepat dapat mencegah
konsekuensi yang serius. Penyebab dan mekanisme dari hipoglikemia adalah berkurangnya
simpanan glukosa dan menurunnya produksi glukosa. Meningkatnya pemakaian glukosa
(hiperinsulinisme) ataupun kedua mekanisme tersebut. Tanda klinis hipoglikemia pada bayi
baru lahir tidak spesifik. Diagnosis berdasarkan gejala klinis cukup sulit karena tidak adanya
tanda patognomonik untuk keadaan ini, secara pasti diagnosis hipoglikemia adalah
berdasarkan pengukuran kadar gula darah.(7,8)
Bayi yang mempunyai risiko hipoglikemia:
1. Bayi dari ibu dengan diabetes. Ibu dengan diabetes yang tidak terkontrol memiliki kadar
glukosa darah yang tinggi yang bisa melewati plasenta sehingga merangsang
pembentukan insulin pada neonatus. Saat lahir, kadar glukosa darah tiba-tiba turun karena
pasokan dari plasenta berhenti, padahal kadar insulin masih tinggi, sehingga terjadi
hipoglikemia. Pencegahannya adalah dengan mengontrol kadar glukosa darah pada ibu
hamil.
2. Bayi besar untuk masa kehamilan (BMK). Bayi BMK biasanya lahir dari ibu dengan
toleransi glukosa yang abnormal.
3. Bayi kecil untuk masa kehamilan (KMK). Selama dalam kandungan, bayi sudah
mengalami kekurangan gizi, sehingga tidak sempat membuat cadangan glikogen, dan
kadang persediaan yang ada sudah terpakai. Bayi KMK mempunyai kecepatan
metabolisme lebih besar sehingga menggunakan glukosa lebih banyak daripada bayi yang
berat lahirnya sesuai untuk masa kehamilan (SMK), dengan berat badan yang sama.
Meskipun bayi KMK bugar, bayi mungkin tampak lapar dan memerlukan lebih banyak
perhatian. Bayi KMK perlu diberi minum setiap 2 jam dan kadang masih hipoglikemia,
sehingga memerlukan pemberian suplementasi dan kadang memerlukan cairan intravena
sambil menunggu ASI ibunya cukup.
4. Bayi kurang bulan. Deposit glukosa berupa glikogen biasanya baru terbentuk pada
trimester ke-3 kehamilan, sehingga bila bayi lahir terlalu awal, persediaan glikogen ini
terlalu sedikit dan akan lebih cepat habis terpakai.
5. Bayi lebih bulan. Fungsi plasenta pada bayi lebih bulan sudah mulai berkurang. Asupan
glukosa dari plasenta berkurang, sehingga janin menggunakan cadangan glikogennya.
Setelah bayi lahir, glikogen tinggal sedikit, sehingga bayi mudah mengalami
hipoglikemia.
6. Pasca asfiksia. Pada asfiksia, akan terjadi metabolisme anaerob yang banyak sekali
memakai persediaan glukosa. Pada metabolisme anaerob, 1 gram glukosa hanya
menghasilkan 2 ATP, sedang pada keadaan normal 1 gram glukosa bisa menghasilkan 38
ATP.
7. Polisitemia. Bayi dengan polisitemia mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya
hipoglikemia dan hipokalsemia, karena pada polisitemia terjadi perlambatan aliran darah.
8. Bayi yang dipuasakan, termasuk juga pemberian minum pertama yang terlambat. Bayi
dapat mengalami hipoglikemia karena kadar glukosa darah tidak mencukupi
9. Bayi yang mengalami stres selama kehamilan atau persalinan, misalnya ibu hamil dengan
hipertensi. Setelah kelahiran, bayi mempunyai kecepatan metabolisme yang tinggi dan
memerlukan energi yang lebih besar dibandingkan bayi lain.
10. Bayi sakit. Bayi kembar identik yang terjadi twin to twin tranfusion, hipotermia, distress
pernapasan, tersangka sepsis, eritroblastosis fetalis, sindrom Beckwith-Wiedermann,
mikrosefalus atau defek pada garis tengah tubuh, abnormalitas endokrin atau inborn error
of metabolism dan bayi stres lainnya, mempunyai risiko mengalami hipoglikemia.
11. Bayi yang lahir dari ibu yang bermasalah. Ibu yang mendapatkan pengobatan (terbutalin,
propanolol, hipoglikemia oral), ibu perokok, ibu yang mendapat glukosa intra vena saat
persalinan, dapat meningkatkan risiko hipoglikemia pada bayinya.(5)
Pada kasus ini, dapat disimpulkan bahwa bayi tersebut memiliki faktor resiko untuk
mengalami hipoglikemia, yaitu bayi merupakan bayi kurang bulan (prematur), KMK, dan
dugaan sepsis. Hal ini didukung oleh pemeriksaan laboratoriun Gula Darah Sewaktu (GDS)
yang bernilai 40 mg/dL.
Manifestasi klinis sangat beragam, tapi dapat bersifat asimtomatis. Pada bayi dengan
hipoglikemia simtomatis, gejala dapat mencakup gemetar atau kejang, iritabilitas, letargi atau
hipotonia, pernapasan tidak teratur, apnea, sianosis, pucat, menolak untuk mengisap atau
kurang minum ASI, menangis dengan suara melengking atau melemah, hipotermia,
berkeringat dingin, diaporesis atau aktivitas kejang neonatus.(5)
Pada kasus ini, tidak ditemukan adanya gejala-gejala hipoglikemia. Akan tetapi,
diagnosis hipoglikemia tetap dapat ditegakkan lebih awal dengan melihat faktor resiko dan
hasil pemeriksaaan laboratorium GDS untuk mencegah terjadinya prognosis yang buruk .
Pada kasus ini menunjukkan bahwa bayi diduga menderita hipoglikemia asimtomatis.
Tata laksana bayi hipoglikemia:
A. Asimtomatik (tanpa manifestasi klinis)
1. Pemberian ASI sedini mungkin dan sering akan menstabilkan kadar glukosa darah.
Teruskan menyusui bayi (kira-kira setiap 1-2 jam) atau beri 3-10 ml ASI perah tiap kg
berat badan bayi, atau berikan suplementasi (ASI donor atau susu formula)
2. Periksa ulang kadar glukosa darah sebelum pemberian minum berikutnya sampai
kadarnya normal dan stabil
3. Jika bayi tidak bisa menghisap atau tidak bisa mentoleransi asupannya, hindari
pemaksaan pemberian minum, dan mulailah pemberian glukosa intra vena. Pada
beberapa bayi yang tidak normal, diperlukan pemeriksaan yang seksama dan lakukan
evaluasi untuk mendapatkan terapi yang intensif
4. Jika kadar glukosa tetap rendah meskipun sudah diberi minum, mulailah terapi
glukosa intra vena dan sesuaikan dengan kadar glukosa darah
5. ASI diteruskan selama terapi glukosa intra vena. Turunkan jumlah dan konsentrasi
glukosa intra vena sesuai dengan kadar glukosa darah
6. Catat manifestasi klinis, pemeriksaan fisis, kadar skrining glukosa darah, konfirmasi
laboratorium, terapi dan perubahan kondisi klinik bayi (misalnya respon dari terapi
yang diberikan). (5)
B. Simtomatik dengan manifestasi klinis atau kadar glukosa plasma < 20-25 mg/dL atau
< 1,1 – 1,4 mmol/L.
1. Berikan glukosa 200 mg tiap kilogram berat badan atau 2 mL tiap kilogram berat badan
cairan dekstrosa 10%. Lanjutkan terus pemberian glukosa 10% intra vena dengan
kecepatan (glucose infusion rate atau GIR) 6-8 mg tiap kilogram berat badan tiap menit
2. Koreksi hipoglikemia yang ekstrim atau simtomatik, tidak boleh diberikan melalui oral
atau pipa orogastrik.
3. Pertahankan kadar glukosa bayi yang simtomatik pada >45 mg/dL atau >2.5 mmol/L
4. Sesuaikan pemberian glukosa intravena dengan kadar glukosa darah yang didapat
5. Dukung pemberian ASI sesering mungkin setelah manifestasi hipoglikemia menghilang
6. Pantau kadar glukosa darah sebelum pemberian minum dan saat penurunan pemberian
glukosa intra vena secara bertahap (weaning), sampai kadar glukosa darah stabil pada
saat tidak mendapat cairan glukosa intra vena.Kadang diperlukan waktu 24-48 jam
untuk mencegah hipoglikemia berulang.
7. Lakukan pencatatan manifasi klinis, pemeriksaan fisis, kadar skrining glukosa darah,
konfirmasi laboratorium, terapi dan perubahan kondisi klinik (misal respon dari terapi
yang diberikan). (5)
Pada kasus ini, diberikan terapi dengan bolus Dextrose 10% dengan dosis 20
cc/kgBB. Pada bayi ini diberikan bolus Dextrose 10% dengan dosis 3,2 cc sesuai dengan
beart badab bayi tersebut. Kemudian dilakukan juga pemantauan kadar GDS sesaat setelah
lahir, 30 menit setelah lahir, dan selanjutnya setiap 2-4 jam selama 48 jam atau sampai
pemberian minum berjalan baik dan kadar glukosa normal tercapai dalam pemeriksaan GDS
tiga kali berturut-turut.
Pada kasus ini, juga ditemukan gejala–gejala lain, yaitu berupa iritabel, hipotermia,
bayi malas minum, muntah, dan perut kembung. Gejala-gejala ini kemungkinan bayi
mengalami sepsis.
Sepsis pada BBL adalah infeksi aliran darah yang bersifat invasif dan ditandai dengan
ditemukannya bakteri dalam cairan tubuh seperti darah, cairan sumsum tulang atau air kemih.
Keadaaan ini sering terjadi pada bayi beresiko misalnya pada BKB, BBLR, bayi dengan
Sindrom Gangguan Napas atau bayi yang lahir dari ibu beresiko.(9)
Untuk mendiagnosis sepsis digunakan 2 kategori besar, yaitu kategori A dan kategori
B. Kategori A terdiri dari persalinan di lingkungan kurang higienis, gangguan nafas: apnea,
napas > 60 kali/ menit, retraksi dinding dada, merintih, sianosis sentral), gangguan kesadaran,
kejang, hipo/hipertermi, dan kondisi memburuk secara cepat dan dramatis. Kategori B terdiri
dari tremor, letargi/ lunglai, iritabel/ rewel, kurang aktif, gangguan minum, muntah,
kembung, tanda-tanda mulai muncul sesudah hari ke empat. Diagnosis kecurigaan sepsis jika
ditemukan ≥ 2 kategori A atau ≥ 3 kategori B, sedangkan diagnosis dugaan sepsis jika
ditemukan 1 kategori A dan 1/2 kategori B.(10)
Pada kasus ini bayi juga didiagnosis kecurigaan sepsis oleh karena terdapat 3 gejala
dari kategori B, yaitu iritabel, malas minum, dan muntah.
Untuk terapi dugaan sepsis dapat diberikan antibiotik spektrum luas sambil
menungggu biakan darah dan uji resitensi.
1) Antibiotika yang menjadi pilihan pertama ialah sefalosporin (sefotaksim) dengan dosis
200 mg/kgBB/hari intravena dibagi dalam 2 dosis, dikombinasikan dengan amikasin yang
diberikan dengan dosis awal 10 mg/kgBB/hari intravena, atau dengan gentamisin 6
mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis.
2) Pilihan kedua ialah ampisilin 300-400 mg/kgBB/hari intravena, dibagi dalam 4 dosis,
dikombinasikan dengan kloramfenikol 50 mg/kgBB/hari intravena dibagi dalam 4 dosis.
3) Pilihan selanjutnya ialah kotrimoksazol 10 mg/kgBB/hari intravena dibagi dalam 2 dosis.(7)
Pada kasus ini, bayi diberikan antibiotik kombinasi antara Sefotaksim dan
Gentamisin. Sefotaksim diberikan dengan dosis 2 x 150 mg dan Gentamisin 2 x 5 mg
disesuaikan dengan berat badan bayi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman., Kliegman. & Arvin. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak( edisi: 15, vol 2). Jakarta : EGC.
2. Asrining S, Siti H, Heni NR, 2003, Perawatan bayi Resiko Tinggi, EGC, Jakarta
3. Mustadjab I. Kumpulan Kuliah Perinatologi Manado. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Unsrat.
4. Klaus MH & Fanaroff AA, Penatalaksanaan Neonatus Risiko Tinggi, edisi 4, EGC, Jakarta
5. Haksari LW, 2009, Menyusui Bayi dengan Risiko Hipoglikemia, (online) http://www.idai.or.id/asi/artikel.asp?q=20119610926, diakses pada tanggal 07/01/2013
6. Pusponegoro S, 2000, Sepsis pada Neonatus, Sari Pediatri, Vol. 2, No. 2, Agustus 2000: 96 -102
7. Staf Pengajar IKA FKUI, 1997, Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak, jilid tiga, FKUI, Jakarta
8. Siregar HS. 1998. Hipoglikemia Pada Bayi Baru Lahir. Medika. Jakarta
9. Kosira MS, et al, 2008, Buku Ajar Neonatologi, edisi pertama, IDAI, Jakarta
10. Tim Poned IDAI. 2009. Infeksi Neonatal. Tim Poned UKK Perinatologi IDAI.