5 Disfungsional Uterin Bleeding

12
PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL Perdarahan uterus disfungsional tidak memiliki kegemaran untuk ras, namun dari segi umur yang paling umum yaitu pada usia ekstrim tahun reproduksi wanita, baik di awal atau mendekati akhir, tetapi mungkin terjadi pada setiap saat selama hidup reproduksinya. Sebagian besar kasus perdarahan uterus disfungsional pada remaja putri terjadi selama 2 tahun pertama setelah onset menstruasi, ketika sumbu dewasa mereka hipotalamus-hipofisis mungkin gagal untuk merespon estrogen dan progesteron. 1.1 Definisi Perdarahan Uterus Disfungsional (PUD) digunakan untuk menunjukan semua keadaan perdarahan melalui vagina yang abnormal.DUB disini didefenisikan sebagai perdarahan vagina yang terjadi didalam siklus kurang dari 20 hari atau lebih dari 40 hari, berlangsung lebih dari 8 hari yang mengakibatkan kehilangan darah lebih dari 80 mL dan/atau anemia. 1.2 Epidemiologi Perdarahan uterus disfungsional, dari segi umur yang paling umum yaitu pada usia ekstrim di tahun reproduksi wanita, baik di awal atau mendekati akhir, tetapi mungkin terjadi pada setiap saat selama hidup reproduksinya. Sebagian besar kasus perdarahan uterus disfungsional pada remaja putri terjadi selama 2 tahun

description

Tinjauan Pustaka Disfungsional Uterine Bleeding

Transcript of 5 Disfungsional Uterin Bleeding

Page 1: 5 Disfungsional Uterin Bleeding

PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL

Perdarahan uterus disfungsional tidak memiliki kegemaran untuk ras,

namun dari segi umur  yang paling umum yaitu pada usia ekstrim tahun

reproduksi wanita, baik di awal atau mendekati akhir, tetapi mungkin terjadi pada

setiap saat selama hidup reproduksinya. Sebagian besar kasus perdarahan uterus

disfungsional pada remaja putri terjadi selama 2 tahun pertama setelah onset

menstruasi, ketika sumbu dewasa mereka hipotalamus-hipofisis mungkin gagal

untuk merespon estrogen dan progesteron.

1.1 Definisi

Perdarahan Uterus Disfungsional (PUD) digunakan untuk menunjukan

semua keadaan perdarahan melalui vagina yang abnormal.DUB disini

didefenisikan sebagai perdarahan vagina yang terjadi didalam siklus kurang dari

20 hari atau lebih dari 40 hari, berlangsung lebih dari 8 hari yang mengakibatkan

kehilangan darah lebih dari 80 mL dan/atau anemia.

1.2 Epidemiologi

Perdarahan uterus disfungsional, dari segi umur  yang paling umum yaitu

pada usia ekstrim di tahun reproduksi wanita, baik di awal atau mendekati akhir,

tetapi mungkin terjadi pada setiap saat selama hidup reproduksinya. Sebagian

besar kasus perdarahan uterus disfungsional pada remaja putri terjadi selama 2

tahun pertama setelah onset menstruasi, ketika sumbu dewasa mereka

hipotalamus-hipofisis mungkin gagal untuk merespon estrogen dan progesteron.

1.3 Etiologi

Perdarahan uterus disfungsional dapat terjadi pada setiap umur antara

menarche dan menopause. Tetapi, kelainan ini lebih sering dijumpai pada masa

permulaan dan pada mssa akhir fungsi ovarium. Pada usia perimenars, penyebab

paling mungkin adalah faktor pembekuan darah dan gangguan psikis. Pada masa

pubertas sesudah menarche, perdarahan tidak normal disebabkan oleh gangguan

atau terlambat proses maturasi pada hipotalamus, dengan akibat bahwa

pembuatanreleasing factor dan hormon gonadotropin tidak sempurna. Pada

wanita dalam masa premenopasuse proses terhentinya proses ovarium tidak selalu

berjalan lancer. Perdarahan Uterus Disfungsional dapat dibedakan menjadi

Page 2: 5 Disfungsional Uterin Bleeding

penyebab dengan siklus Ovulasi dan penyebab yang berhubungan dengan siklus

anovulasi. Namun ada beberapa kondisi yang dikaitkan dengan perdarahan rahim

disfungsional, antara lain :

Ø  Kegemukan (obesitas)

Ø  Faktor kejiwaan

Ø  Alat kontrasepsi hormonal

Ø  Alat kontrasepsi dalam rahim (intra uterine devices)

Ø  Beberapa penyakit dihubungkan dengan perdarahan rahim (DUB),

misalnya: trombositopenia (kekurangan trombosit atau faktor

pembekuan darah), diabetus mellitus, dan lain-lain

Ø Walaupun jarang, perdarahan rahim dapat terjadi karena: tumor organ

reproduksi, kista ovarium (polycystic ovary disease), infeksi vagina,

dan lain-lain.

1.4 Patogenesis

Gambaran penting salah satunya yaitu gangguan pada hipotalamus –

pituitari – ovarium sehingga menimbulkan siklus anovulatorik. Kurangnya

progesteron meningkatkan stimulasi esterogen terhadap endometrium.

Endometrium yang tebal berlebihan tanpa pengaruh progestogen, tidak stabil dan

terjadi pelepasan irreguler. Secara umum, semakin lama anovulasi maka semakin

besar resiko perdarahan yang berlebihan. Ini adalah bentuk DUB yang paling

sering ditemukan pada gadis remaja. Sekitar 90% perdarahan uterus difungsional

(perdarahan rahim) terjadi tanpa ovulasi (anovulation) dan 10% terjadi dalam

siklus ovulasi.

Perdarahan rahim yang bisa terjadi pada pertengahan menstruasi maupun

bersamaan dengan waktu menstruasi. Perdarahan ini terjadi karena rendahnya

kadar hormon estrogen, sementara hormon progesteron tetap terbentuk. Ovulasi

abnormal ( DUB ovulatori ) terjadi pada 15 – 20 % pasien DUB dan mereka

memiliki endometrium sekretori yang menunjukkan adanya ovulasi setidaknya

intermitten jika tidak reguler. Pasien ovulatori dengan perdarahan abnormal lebih

sering memiliki patologi organik yang mendasari, dengan demikian mereka bukan

pasien DUB sejati menurut definisi tersebut. Secara umum, DUB ovulatori sulit

untuk diobati secara medis.

Page 3: 5 Disfungsional Uterin Bleeding

Perdarahan rahim yang sering terjadi pada masa pre-menopause dan masa

reproduksi. Hal ini karena tidak terjadi ovulasi, sehingga kadar hormon estrogen

berlebihan sedangkan hormon progesteron rendah. Akibatnya dinding rahim

(endometrium) mengalami penebalan berlebihan (hiperplasi) tanpa diikuti

penyangga (kaya pembuluh darah dan kelenjar) yang memadai. Kondisi inilah

penyebab terjadinya perdarahan rahim karena dinding rahim yang rapuh.

Berawal dari stimulasi estrogen dominan, tidak mendapat perimbangan

dan berlangsung terus menerusproliferasi penambahan lapisan pembuluh

darah dan kelenjar-kelenjar pertumbuhan endometrium berlebihan akibat

stimulasi estrogen pelepasan endometrium ireguler .

 1.5 Manifestasi klinis

Perdarahan rahim yang dapat terjadi tiap saat dalam siklus menstruasi.

Jumlah perdarahan bisa sedikit-sedikit dan terus menerus atau banyak dan

berulang. Pada siklus ovulasi biasanya perdarahan bersifat spontan, teratur dan

lebih bisa diramalkan serta seringkali disertai rasa tidak nyaman sedangkan pada

anovulasi merupakan kebalikannya. Selain itu gejala yang yang dapat timbul

diantaranya seperti  mood ayunan, kekeringan atau kelembutan Vagina serta juga

dapat menimbulkan rasa lelah yang berlebih.

Karakteristik PUD bervariasi, mulai dari perdarahan banyak tapi jarang,

hingga spotting atau perdarahan yang terus menerus. Perdarahan ini merupakan

kurang lebih 10% dari perdarahan disfungsional dengan siklus pendek

(polimenorea) atau panjang (oligomenorea). Untuk menegakan diagnosis perlu

dilakukan kerokan pada masa mendekati haid. Jika karena perdarahan yang lama

dan tidak teratur sehingga siklus haid tidal lagi dikenali maka kadang-kadang

bentuk kurve suhu badan basal dapat menolong. Jika sudah dipastikan bahwa

perdarahan berasal dari endometrium tipe sekresi tanpa ada sebab organik, maka

harus dipikirkan sebagai etiologi : Perdarahan tidak terjadi bersamaan. Permukaan

dinding rahim di satu bagian baru sembuh lantas diikuti perdarahan di permukaan

lainnya. Jadilah perdarahan rahim berkepanjangan.

1.6 Diagnosis

Anamnesis dan pemeriksaan klinis yang lengkap harus dilakukan dalam

pemeriksaan pasien. Jika anamnesis dan pemeriksaan fisik menunjukkan adanya

Page 4: 5 Disfungsional Uterin Bleeding

penyakit sistemik, maka penyelidikan lebih jauh mungkin diperlukan.

Abnormalitas pada pemeriksaan pelvis harus diperiksa dengan USG dan

laparoskopi jika diperlukan.

Dugaan perdarahan rahim disfungsional didasarkan dari adanya

perdarahan yang terjadi secara tidak teratur atau dalam jumlah berlebihan.

Diagnosa perdarahan rahim disfungsional dapat ditegakkan ketika semua

penyebab lain yang mungkin telah disingkirkan, misalnya gangguan pada organ

reproduksi (sindroma ovarium polikistik), peradangan, gangguan pembekuan

darah, gangguan tiroid, kehamilan, komplikasi kehamilan, dan penggunaan obat

kontrasepsi atau obat-obat tertentu lainnya.

Untuk menyatakan bahwa suatu perdarahan bersifat abnormal, maka perlu

diketahui bagaimana pola perdarahan. Untuk menyingkirkan penyebab lain yang

mungkin, maka perlu diketahui riwayat medis dan dilakukan pemeriksaan fisik,

serta pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan yang biasanya dilakukan: Pemeriksaan

darah lengkap Pemeriksaan serum HCG (tes kehamilan) Tes fungsi tiroid

Pemeriksaan kadar prolaktin, FSH, LH Biopsi endometrium Histeroskopi

Ultrasonografi (USG) panggul atau transvagina seringkali dilakukan untuk

memeriksa apakah terdapat pertumbuhan pada rahim dan apakah terjadi penebalan

pada lapisan rahim.

Perdarahan siklik (reguler) didahului oleh tanda premenstruasi (mastalgia,

kenaikan berat badan karena meningkatnya cairan tubuh, perubahan mood, atau

kram abdomen ) lebih cenderung bersifat ovulatori. Sedangkan, perdarahan lama

yang terjadi dengan interval tidak teratur setelah mengalami amenore berbulan –

bulan, kemungkinan bersifat anovulatori.

Peningkatan suhu basal tubuh (0,3 – 0,6 C), peningkatan kadar

progesteron serum (> 3 ng/ ml) dan atau perubahan sekretorik pada endometrium

yang terlihat pada biopsi yang dilakukan saat onset perdarahan, semuannya

merupakan bukti ovulasi. Pemeriksaan penunjang:

1. Pemeriksaan darah : Hemoglobin, uji fungsi thiroid , dan kadar HCG, FSH,

LH, Prolaktin dan androgen serum jika ada indikasi atau skrining gangguan

perdarahan jika ada tampilan yang mengarah kesana.

Page 5: 5 Disfungsional Uterin Bleeding

2. Deteksi patologi endometrium melalui (a) dilatasi dan kuretase dan (b)

histeroskopi. Wanita tua dengan gangguan menstruasi, wanita muda dengan

perdarahan tidak teratur atau wanita muda ( < 40 tahun ) yang gagal berespon

terhadap pengobatan harus menjalani sejumlah pemeriksaan endometrium.

Penyakit organik traktus genitalia mungkin terlewatkan bahkan saat kuretase.

Maka penting untuk melakukan kuretase ulang dan investigasi lain yang

sesuai pada seluruh kasus perdarahan uterus abnormal berulang atau berat.

Pada wanita yang memerlukan investigasi, histeroskopi lebih sensitif

dibandingkan dilatasi dan kuretase dalam mendeteksi abnormalitas

endometrium.

3. Laparoskopi : Laparoskopi bermanfaat pada wanita yang tidak berhasil dalam

uji coba terapeutik.

1.7 Tatalaksana

Setelah menegakkan diagnosa dan setelah menyingkirkan berbagai

kemungkinan kelainan organ, teryata tidak ditemukan penyakit lainnya, maka

langkah selanjutnya adalah melakukan prinsip-prinsip pengobatan sebagai berikut:

1. Menghentikan perdarahan.

2. Mengatur menstruasi agar kembali normal

3. Transfusi jika kadar hemoglobin (Hb) kurang dari 8 gr%.

Menghentikan perdarahan,Langkah-langkah upaya menghentikan

perdarahan adalah sebagai berikut, Kuret (curettage) hanya untuk wanita yang

sudah menikah. Sedangkan Obat (medikamentosa) seperti golongan estrogen.

Pada umumnya dipakai estrogen alamiah, misalnya: estradiol valerat (nama

generik) yang relatif menguntungkan karena tidak membebani kinerja liver dan

tidak menimbulkan gangguan pembekuan darah. Jenis lain, misalnya: etinil

estradiol, tapi obat ini dapat menimbulkan gangguan fungsi liver. Dosis dan cara

pemberian:

• Estrogen konyugasi (estradiol valerat): 2,5 mg diminum selama 7-10 hari.

• Benzoas estradiol: 20 mg disuntikkan intramuskuler. (melalui bokong)

• Jika perdarahannya banyak, dianjurkan nginap di RS (opname), dan diberikan

Estrogen   konyugasi (estradiol valerat): 25 mg secara intravenus (suntikan

Page 6: 5 Disfungsional Uterin Bleeding

lewat selang infus) perlahan-lahan (10-15 menit), dapat diulang tiap 3-4 jam.

Tidak boleh lebih 4 kali sehari.

Estrogen intravena dosis tinggi (estrogen konjugasi 25 mg setiap 4 jam

sampai perdarahan berhenti ) akan mengontrol secara akut melalui perbaikan

proliferatif endometrium dan melalui efek langsung terhadap koagulasi, termasuk

peningkatan fibrinogen dan agregasi trombosit. Terapi estrogen bermanfaat

menghentikan perdarahan khususnya pada kasus endometerium atrofik atau

inadekuat. Estrogen juga diindikasikan pada kasus DUB sekunder akibat depot

progestogen ( Depo Provera ).2Keberatan terapi ini ialah bahwa setelah suntikan

dihentikan, perdarahan timbul lagi. Juga dapat dilakukan terapi obat kombinasi

salah satunya memakai terapi siklik merupakan terapi yang paling banyak

digunakan dan paling efektif.

Pengobatan medis ditujukan pada pasien dengan perdarahan yang banyak

atau perdarahan yang terjadi setelah beberapa bulan amenore. Cara terbaik adalah

memberikan kontrasepsi oral. Obat ini dapat dihentikan setelah 3– 6 bulan dan

dilakukan observasi untuk melihat apakah telah timbul pola menstruasi yang

normal. Banyak pasien yang mengalami anovulasi kronik dan pengobatan

berkelanjutan diperlukan.

Pertimbangan di sini ialah bahwa sebagian besar perdarahan fungsional

bersifat anovulatoar, sehingga pemberian obat progesterone mengimbangi

pengaruh estrogen terhadap endometrium. Obat untuk jenis ini, antara lain:

• Medroksi progesteron asetat (MPA): 10-20 mg per hari, diminum selama 7-10

hari.

• Norethisteron: 3×1 tablet, diminum selama 7-10 hari.

• Kaproas hidroksi-progesteron 125 mg secara intramuskular.

Menorragia dapat dikurangi dengan obat anti inflamasi non steroid. Fraser

dan Shearman membuktikan bahwa OAINS paling efektif jika diberikan selama 7

hingga 10 hari sebelum onset menstruasi yang diharapkan pada pasien DUB

ovulatori, tetapi umumnya dimulai pada onset menstruasi dan dilanjutkan selama

espisoTerapi yang ini diharuskan pasiennya untuk menginap di Rumah Sakit atau

klinik. Sekantong darah (250 cc) diperkirakan dapat menaikkan kadar hemoglobin

Page 7: 5 Disfungsional Uterin Bleeding

(Hb) 0,75 gr%. Ini berarti, jika kadar Hb ingin dinaikkan menjadi 10 gr% maka

kira-kira perlu sekitar 4 kantong darah.

DAFTAR PUSTAKA

Manuaba. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Cetakan I. Jakarta : ECG

Prawirohardjo, Sarwono. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawiroharjdo

Rudolph,Abraham M.Buku Ajar Pediatri Rudolph.Perdarahan Uterus

Disfungsi .Edisi ke -20.Cetakan I. Jakarta:EGC ,2006 .Hal 67-70

Estephan.Amir dkk.2005.Dysfunctional Uterine Bleeding. Tanggal akses : 24 Mei

2011. Diakses dari http://emedicine.medscape.com/article/795587-clinical.

Page 8: 5 Disfungsional Uterin Bleeding