Post on 26-Feb-2023
Tugas Individu Dosen Pengampu Metpen Kuantitatif Dede fitria. Msi
Proposal Kuantitatif
“Hubungan Konsep Diri dengan Regulasi diri pada Remaja”
Reza Amilia
11361203184
Lokal C
JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
1
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
PEKANBARU
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Masa remaja merupakan masa peralihan antara
masa anak-anak ke masa dewasa. Berkaitan dengan masa
ini, remaja mengalami perkembangan mencapai kematangan
fisik, mental, sosial, dan emosional. Umumnya, masa ini
berlangsung sekitar masa di mana individu duduk di
bangku sekolah menengah (Ali&Asrori, 2004). Monks
(1999) membagi masa remaja awal dalam rentang 12–15
tahun, masa remaja pertengahan dalam rentang 15–18
tahun dan masa remaja akhir dalam rentang 18–21 tahun.
Umumnya di Indonesia usia 12-15 tahun merupakan usia
bagi pelajar Sekolah Menengah Pertama.
Perubahan-perubahan selama masa awal masa
remaja terjadi dengan pesat, salah satunya adalah
meningginya emosi. Hurlock (1999) menyatakan bahwa
keadaan emosi remaja berada pada periode badai dan
tekanan (storm and stress) yaitu suatu masa di mana
ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari
2
perubahan fisik dan kelenjar. Masa remaja merupakan
masa transisi, dimana terjadi juga perubahan pada
dirinya baik secara fisik, psikis, maupun secara
sosial (Hurlock, 1993). Pada masa transisi tersebut
kemungkinan dapat menimbulkan masa krisis, yang
ditandai dengan kecendrungan munculnya perilaku
menyimpang. Pada kondisi tertentu perilaku menyimpang
tersebut akan menjadi perilaku yang mengganggu. Adapun
meningginya emosi terutama karena para remaja berada di
bawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi dan harapan
baru.
Dewasa ini banyak perhatian menuju kepada
remaja yang melakukan hal-hal yang diluar naluri
kemanusiaan. Ini mungkin menjadi salah satu penyebab
dari kurang matangnya atau pengontrolan emosi yang
tengah dimiliki oleh para remaja, sehingga emosi yang
seharusnya dapat di luapkan dengan baik, malah
berdampak buruk terhadap diri sendiri ataupun
sekitarnya (lingkungannya).
Maraknya remaja era kini yang menjadi anarkis
dan tidak manusiawi. Seperti terlibat tawuran dan geng
motor yang dapat menghilangkan nyawa. Juga contoh kasus
lainnya seperti pencurian. Bardasarkan informasi
Kapolsek Payung Sekaki Kenakalan Remaja Kelurahan Labuh
Baru Timur Kecamatan Payung Sekaki akhir-akhir ini
3
sangat meresahkan warga (dalam jurnal Refi Amelia dkk,
2012) Adapun jenis kenakalan yang dilakukan remaja
Kelurahan Labuh Baru Timur Kecamatan Payung Sekaki
Hal-hal yang melatar belakangi perilaku
menyimpang antara lain, adanya unsur perilaku
menyimpang yang tidak disengaja dan disengaja,
diantaranya karena perilaku kurang memahami aturan-
aturan yang ada. Perilaku menyimpang yang disengaja
adalah bukan karena pelaku tidak mengatahui aturan.
Menurut (Soekanto, 2006) bahwa untuk memahami bentuk
perilaku tersebut, adalah mengapa seseorang melakukan
penyimpangan, padahal ia tahu apa yang dilakukan
melangar aturan. Perilaku menyimpang ini dapat
dipengaruhi pula oleh faktor eksternal, seperti
terpengaruhi oleh orang-orang yang ada disekitar
lingkungannya.
Seharusnya remaja tidaklah bersikap anarkis
seperti yang tertera diatas, namun kenyataannya
sekarang berbanding terbalik. Oleh karenanya pada masa
awal remaja harus mempunyai regulasi diri yang matang.
Regulasi itu sendiri adalah kemampuan berfikir, dan
dengan kemampuan itu mereka memanipulasi lingkungan
sehingga terjadi perubahan lingkungan tersebut
(Alwisol, 285).
4
Bahwa konsep diri merupakan pandangan dan
perasaan tentang diri kita, menyangkut gambaran fisik
psikologis yang menyangkut kemenarikan dan ketidak
menarikan diri dan pentingnya bagian-bagian tubuh yang
berbeda yang ada pada dirinya
konsep diri berperan dalam proses regulasi.
Dengan konsep diri inilah individu dapat lebih percaya
diri dalam memanipulasi lingkungan. Dan dengan konsep
diri remaja dapat memilah dan memilih informasi yang
baik baginya yang sesuai dengan diri ideal nya.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik
untuk membahasnya dalam bentuk proposal penelitian yang
berjudul : “HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN REGULASI
DIRI PADA REMAJA”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, maka
masalah utama dalam penelitian ini adalah “Apakah ada
hubungan antara konsep diri dengan regulasi diri ?”
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah seperti yang telah
diuraikan di atas maka terdapat tujuan yang hendak
dicapai dalam penelitian ini yaitu :
5
1. untuk mengetahui hubungan antara konsep diri
dengan regulasi pada remaja
D. Keaslian Penelitian
Penelitian perbadingan yang digunakan pada penelitian
ini ialah yang pertama, jurnal yang ditulis oleh Roxana
Tariqi & Bahman kord, yang berjudul “Hubungan antara
kesadaran dukungan sosial dengan regulasi diri dan
konsep diri pada pelajar di Universitas Islam Azad,
Iran” perbedaan: populasi dan sampel pada penelitian
ini adalah mahasiswa dan variabel yang diteliti adalah
konsep diri, regulasi diri, dan dukungan sosial. Jurnal
kedua yang ditulis oleh Sesan O, berjudul “ kecerdasan
emosional dan regulasi diri: efikasi diri sebagai
mediator” perbedaan: remaja SMA dan variabel penelitian
efikasi diri, regulasi diri dan kecerdasan emosional.
E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang ingin dicapai dari penelitian yang
dilaksanakan ini adalah :
1. Manfaat teoritis : Dengan adanya penelitian
ini,diharapkan dapat berguna untuk memperkaya data
dan informasi khusunya ilmu psikologi.Ilmu
6
psikologi diperlukan dan tidak dapat dipisahkan
dalam segala bidang. Dapat menambah wawasan
pengetahuan mengenai besarnya pengaruh konsep
diri, terutama terhadap regulasinya dalam proses
belajar
2. Manfaat bagi orang tua : agar para orang tua bisa
memberi sugesti sugesti positif dalam membentuk
kepribadian anak
3. Manfaat bagi guru : manfaat bagi guru dalam
penelitian ini ialah agar guru mampu memberi
motivasi kepada para murid
4. Manfaat bagi remaja : agar individu/remaja dapat
berinteraksi dengan baik di lingkungannya
7
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Konsep Diri
1. Pengertian Konsep Diri
Menurut Burns (Metcalfe, 1981, dalam
Pudjijogyanti, 1993) konsep diri adalah hubungan antara
sikap dan keyakinan tentang diri kita sendiri.
Sedangkan Cawagas (1983, dalam Pudjijogyanti, 1993)
menjelaskan bahwa konsep diri mencakup seluruh
pandangan individu akan dimensi fisik, karakteristik
pribadi, motivasi, kelemahan, kepandaian, kegagalan,
dan lain sebagainya. Menurut Fitts (Rahman, 2009), diri
yang dilihat, dihayati, dan dialami ini disebut sebagai
konsep diri. Jadi konsep diri merupakan sikap dan
pandangan individu terhadap seluruh keadaan dirinya.
Konsep diri terbentuk atas dua komponen,
yaitu komponen kognitif dan komponen afektif. Komponen
kognitif merupakan pengetahuan individu tentang keadaan
dirinya. Komponen kognitif merupakan penjelasan dari
“siapa saya” yang akan memberi gambaran tentang
dirinya. Komponen afektif merupakan penilaian individu
8
terhadap diri. Penilaian tersebut akan membentuk
penerimaan terhadap diri (self-acceptance), serta harga
diri (self-esteem) individu. Dapat disimpulkan bahwa
komponen kognitif merupakan data yang bersifat
objektif, sedangkan komponen afektif merupakan data
yang bersifat subjektif
(Pudjijogyanti, 1993).
Stuart & Sundeen (1995: 58) mendefinisikan
konsep diri sebagai semua pikiran, keyakinan dan
kepercayaan yang membuat seseorang mengetahui tentang
dirinya dan mempengaruhi hubungannya dengan orang lain.
Konsep diri adalah evaluasi individu mengenai diri
sendiri; penilaian atau penaksiran mengenai diri
sendiri oleh individu yang bersangkutan (Chaplin,
2000). Hurlock (1990, dalam Hutagalung, 2007))
mengemukakan bahwa konsep diri dapat dibagi menjadi
dua, yaitu (1) konsep diri sebenarnya, merupakan konsep
seseorang tentang dirinya yang sebagian besar
ditentukan oleh peran dan hubungan dengan orang lain
serta persepsinya tentang penilaian orang lain terhadap
dirinya. (2) konsep diri ideal, merupakan gambaran
seseorang mengenai keterampilan dan kepribadian yang
didambakannya.
2. Struktur Konsep Diri
9
Secara hirarkis, konsep diri terdiri dari tiga
peringkat; pada peringkat pertama, kita temukan konsep
diri global (menyeluruh). Konsep diri global merupakan
cara individu memahami keseluruhan dirinya. Menurut
William James (Burns, 1982, dalam Pudjijogyanti, 1993),
konsep diri global merupakan suatu arus kesadaran dari
seluruh keunikan individu. Dalam arus kesadaran itu ada
“The I”, yaitu “aku subjek” dan “The Me” yaitu “aku
objek”. Kedua “aku” ini merupakan kesatuan yang tidak
dapat dibedakan atau dipisahkan. Aku objek ada karena
proses menjadi tahu (knowing), dan proses ini bisa
terjadi karena manusia mampu merefleksi dirinya
sendiri. Dengan kata lain, kedua aku itu hanya dapat
dibedakan secara konseptual, tetapi tetap merupakan
satu kesatuan secara psikologis. Hal ini menunjukkan
bahwa kita tidak hanya dapat menilai orang lain, tetapi
juga dapat menilai diri kita sendiri. Diri kita bukan
hanya sebagai penanggap, tetapi juga sebagai
perangsang, jadi diri kita bisa menjadi subjek dan
objek sekaligus.
Menurut Pudjijogyanti (1993) cara menanggapi
diri sendiri secara keseluruhan dapat dibagi dalam tiga
hal, yaitu :
a. Konsep diri yang disadari, yaitu pandangan individu
akan kemampuan, status, dan perannya.
10
b. Aku sosial atau aku menurut orang lain, yaitu
pandangan individu tentang bagaimana orang lain
memandang atau menilai dirinya.
c. Aku ideal, yaitu harapan individu tentang dirinya,
atau akan menjadi apa dirinya kelak, jadi aku ideal
merupakan aspirasi setiap individu.
Dibawah konsep diri global kita dapatkan
konsep diri mayor dan konsep diri spesifik. Konsep diri
mayor merupakan cara individu memahami aspek sosial,
fisik, dan akademis dirinya. Sedangkan konsep diri
spesifik merupakan cara individu dalam memahami dirinya
terhadap setiap jenis kegiatan dalam aspek akademis,
sosial, maupun fisik.
3. Aspek-Aspek Konsep Diri
Berzonsky (1981, dalam Maria, 2007)
mengemukakan bahwa aspekaspek
konsep diri meliputi:
a. Aspek fisik ( physical self) yaitu penilaian individu
terhadap segala sesuatu yang dimiliki individu seperti
tubuh, pakaian, benda miliknya, dan sebagainya.
b. Aspek sosial ( sosial self) meliputi bagaimana peranan
sosial yang dimainkan oleh individu dan sejauh mana
penilaian individu terhadap perfomanya.
11
c. Aspek moral (moral self) meliputi nilai-nilai dan
prinsip-prinsip yang memberi arti dan arah bagi
kehidupan individu.
d. Aspek psikis (psychological self) meliputi pikiran,
perasaan, dan sikap-sikap individu terhadap dirinya
sendiri. Sementara itu melengkapi pendapat di atas,
Fitts (dalam Burns, 1979, dalam Maria, 2007) mengajukan
aspek-aspek konsep diri, yaitu:
a. Diri fisik (physical self). Aspek ini menggambarkan
bagaimana individu memandang kondisi kesehatan,
badan, dan penampilan fisiknya
b. Diri moral & etik (morality & ethical self). Aspek ini
menggambarkan bagaimana individu memandang nilai-nilai
moral-etik yang dimilikinya.
Meliputi sifat-sifat baik atau sifat-sifat jelek
yang dimiliki dan penilaian dalam hubungannya dengan
Tuhan.
c. Diri sosial (social self). Aspek ini mencerminkan
sejauhmana perasaan mampu dan berharga dalam lingkup
interaksi sosial dengan orang lain.
d. Diri pribadi (personal self). Aspek ini menggambarkan
perasaan mampu sebagai seorang pribadi, dan evaluasi
terhadap kepribadiannya atau hubungan pribadinya dengan
orang lain.
12
e. Diri keluarga (family self). Aspek ini mencerminkan
perasaan berarti dan berharga dalam kapasitasnya
sebagai anggota keluarga.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan dalam
menjelaskan aspek-aspek konsep diri, tampak bahwa
pendapat para ahli saling melengkapi meskipun ada
sedikit perbedaan, sehingga dapat dikatakan bahwa
aspek-aspek konsep diri mencakup diri fisik, diri
psikis, diri sosial, diri moral, dan diri keluarga.
4. Peranan Konsep Diri dalam Menentukan Perilaku
Konsep diri mempunyai peranan penting dalam
menentukan perilaku individu. Bagaimana individu
memandang dirinya akan tampak dari seluruh perilaku.
Dengan kata lain, perilaku individu akan sesuai dengan
cara individu memandang dirinya sebagai orang yang
tidak mempunyai cukup kemampuan untuk melakukan suatu
tugas, maka seluruh perilakunya akan menunjukkan
ketidakmampuannya tersebut. Menurut Pudjijogyanti
(1993) ada tiga alasan yang dapat menjelaskan peranan
penting konsep diri dalam menentukan perilaku.
Pertama, konsep diri mempunyai peranan dalam
mempertahankan keselarasan batin. Alasan ini berpangkal
dari pendapat bahwa pada dasarnya individu berusaha
mempertahankan keselarasan batinnya. Apabila timbul
perasaan, pikiran atau persepsi yang tidak seimbang
13
atau saling bertentangan, maka akan terjadi situasi
psikologis yang tidak menyenangkan. Untuk menghilangkan
ketidakselarasan tersebut, individu akan mengubah
perilakunya.
Kedua, seluruh sikap dan pandangan individu
terhadap dirinya sangat mempengaruhi individu tersebut
dalam menafsirkan pengalamannya. Sebuah kejadian akan
ditafsrikan secara berbeda antara individu yang satu
dengan lainnya karena masing-masing individu mempunyai
sikap dan pandangan yang berbeda terhadap diri mereka.
Tafsiran negatif terhadap pengalaman hidup disebabkan
oleh pandangan dan sikap negatif terhadap diri sendiri.
Sebaliknya, tafsiran positif terhadap pengalaman hidup
disebabkan oleh pandangan dan sikap positif terhadap
diri sendiri.
Ketiga, konsep diri menentukan pengharapan
individu. Menurut beberapa ahli, pengharapan ini
merupakan inti dari konsep diri. Seperti yang
dikemukakan oleh Mc Candless (1970, dalam
Pudjijogyanti, 1993) bahwa konsep diri merupakan
seperangkat harapan serta penilaian perilaku yang
merujuk kepada harapan-harapan tersebut. Sebagai
contoh, siswa yang cemas dalam menghadapi ujian akhir
dengan mengatakan “saya sebenarnya anak bodoh, pasti
saya tidak akan mendapat nilai baik”, sesungguhnya
sudah mencerminkan harapan apa yang akan terjadi dengan
14
hasil ujiannya. Pandangan negatif terhadap dirinya
menyebabkan individu mengharapkan tingkat keberhasilan
yang akan dicapai hanya pada taraf yang rendah.
5. Konsep Diri Remaja
Menurut Hurlock (1999) pada masa remaja terdapat
delapan kondisi yang mempengaruhi konsep diri yang
dimilikinya, yaitu :
a. Usia kematangan
Remaja yang matang lebih awal dan diperlakukan
hampir seperti orang dewasa akan mengembangkan konsep
diri yang menyenangkan sehingga dapat menyesuaikan diri
dengan baik. Tetapi apabila remaja matang terlambat dan
diperlakukan seperti anak-anak akan merasa bernasib
kurang baik sehingga kurang bisa menyesuaikan diri.
b. Penampilan diri
Penampilan diri yang berbeda bisa membuat
remaja merasa rendah diri. Daya tarik fisik yang
dimiliki sangat mempengaruhi dalam pembuatan penilaian
tentang ciri kepribadian seorang remaja.
c. Kepatutan seks
Kepatutan seks dalam penampilan diri, minat
dan perilaku membantu remaja mencapai konsep diri yang
baik. Ketidakpatutan seks membuat remaja sadar dari hal
ini memberi akibat buruk pada perilakunya.
d. Nama dan julukan
15
Remaja peka dan merasa malu bila teman-teman
sekelompok menilai namanya buruk atau bila mereka
memberi nama dan julukan yang bernada cemoohan.
e. Hubungan keluarga
Seorang remaja yang memiliki hubungan yang
dekat dengan salah satu anggota keluarga akan
mengidentifikasikan dirinya dengan orang tersebut dan
juga ingin mengembangkan pola kepribadian yang sama.
f. Teman-teman sebaya
Teman sebaya mempengaruhi pola kepribadian
remaja dalam dua cara. Pertama, konsep diri remaja
merupakan cerminan dari anggapan tentang konsep teman-
teman tentang dirinya, dan yang kedua, seorang remaja
berada dalam tekanan untuk mengembangkan ciri-ciri
kepribadian yang diakui oleh kelompok.
g. Kreativitas
Remaja yang semasa kanak-kanak didorong untuk
kreatif dalam bermain dan dalam tugas-tugas akademis,
mengembangkan perasaan individualistis dan identitas
yang memberi pengaruh yang baik pada konsep dirinya.
Sebaliknya, remaja yang sejak awal masa kanak-kanak
didorong untuk mengikuti pola yang sudah diakui akan
kurang mempunyai perasaan identitas dan
individualistis.
h. Cita-cita
16
Bila seorang remaja tidak memiliki cita-cita
yang realistik, maka akan mengalami kegagalan. Hal ini
akan menimbulkan perasaan tidak mampu dan reaksi-reaksi
bertahan dimana remaja tersebut akan menyalahkan orang
lain atas kegagalannya. Remaja yang realistis pada
kemampuannya akan lebih banyak mengalami keberhasilan
daripada kegagalan. Hal ini akan menimbulkan
kepercayaan diri dan kepuasan diri yang lebih besar
yang
memberikan konsep diri yang lebih baik. Berdasarkan
penjelasan di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa
konsep diri pada remaja dipengaruhi oleh usia,
kematangan, penampilan diri, kepatutan seks, nama dan
julukan, hubungan keluarga, teman sebaya, kreativitas,
serta cita-cita.
B. Regulasi Diri
1. Pengertian Regulasi diri
Pengembangan perencanaaan strategi dan
kegiatan belajar sangat dipengaruhi oleh kemampuan
metakognisi, pengetahuan tentang strategi belajar, dan
pemahaman mengenai konteks tempat dia akan belajar.
Semakin efektif siswa dalam mengembangkan perencanaan
strategi pengelolaan diri (personal), perilaku, dan
lingkungannya maka semakin tinggi tingkat regulasi diri
17
(self regulation) siswa tersebut. Schunk dan Zimmerman
(dalam Robb, 1999) memperkenalkan konsep self regulation
learning. Siswa yang diasumsikan termasuk kategori self-
regulated adalah siswa yang aktif dalam proses
belajarnya, baik secara metakognitif, motivasi, maupun
perilaku. Mereka menghasilkan gagasan, perasaan, dan
tindakan untuk mencapai tujuan belajarnya. Secara
metakognitif mereka bisa memiliki strategi tertentu
yang efektif dalam memproses informasi. Sedangkan
motivasi berbicara tentang semangat belajar yang
sifatnya internal. Adapun perilaku, ditampilkannya
adalah dalam bentuk tindakan nyata dalam belajar.
Self regulation menurut Bandura adalah suatu kemampuan
yang dimiliki manusia
berupa kemampuan berfikir dan dengan kemampuan itu
mereka memanipulasi lingkungan, sehingga terjadi
perubahan lingkungan akibat kegiatan tersebut. Menurut
Bandura seseorang dapat mengatur sebahagian dari pola
tingkah laku dirinya sendiri. Secara umum self regulated
adalah tugas seseorang untuk mengubah respon-respon,
seperti mengendalikan impuls perilaku (dorongan
perilaku), menahan hasrat, mengontrol pikiran dan
mengubah emosi (Rahmah, 2009). Maka dengan kata lain,
regulasi diri adalah suatu kemampuan yang dimili oleh
individu dalam mengontrol tingkah laku, dan
memanipulasi sebuah perilaku dengan menggunakan
18
kemampuan pikirannya sehingga individu dapat bereaksi
terhadap lingkungannya.
Berdasarkan dari beberapa pengertian yang
sudah di uraikan, dapat disimpulkan bahwa regulasi diri
(self regulation) adalah kemampuan dalam mengontrol,
mengatur, merencanakan, mengarahkan, dan memonitor
perilaku untuk mencapai suatu tujuan tertentu dengan
menggunakan strategi tertentu dan melibatkan unsur
fisik, kognitif, motivasi, emosional, dan sosial.
2. Proses Regulasi Diri (Self Regulation)
Proses self regulation dilakukan agar seseorang atau
individu dapat mencapai tujuan yang diharapkannya.
Dalam mencapai suatu tujuan yang diharapkan seseorang
perlu mengetahui kemampuan fisik, kognitif, social,
pengendalian emosi yang baik sehimgga membawa seseorang
kepada self regulation yang baik. Miller & Brown (dalam
Neal & Carey, 2005) memformulasikan self regulation sebanyak
tujuh tahap yaitu:
a. Receiving atau menerima informasi yang relevan,
yaitu langkah awal individu dalam menerima informasi
dari berbagai sumber. Dengan informasi-informasi
tersebut, individu dapat mengetahui karakter yang lebih
khusus dari suatu masalah. Seperti kemungkinan adanya
hubungan dengan aspek lainnya.
19
b. Evaluating atau mengevaluasi. Setelah kita
mendapatkan informasi, langkhan berikutnya adalah
menyadari seberapa besar masalah tersebut. Dalam proses
evaluasi diri, individu menganalisis informasi dengan
membandingkan suatu masalah yang terdeteksi di luar
diri (eksternal) dengan pendapat pribadi (internal)
yang tercipta dari pengalaman yang sebelumnya yang
serupa. Pendapat itu didasari oleh harapan yang ideal
yang diperoleh dari pengembangan individu sepanjang
hidupnya yang termasuk dalam proses pembelajaran.
c. Triggering atau membuat suatu perubahan. Sebagai
akibat dari suatu proses perbandingan dari hasil
evaluasi sebelumnya, timbul perasaan positif atau
negative. Individu menghindari sikap-sikap atau
pemikiran-pemikiran yang tidak sesuai dengan
informasiyng didapat dengan norma-norma yang ada. Semua
reaksi yang ada pada tahap ini yaitu disebut juga
kecenderungan kea rah perubahan.
d. Searching atau mencari solusi. Pada tahap
sebelumnya proses evaluasi menyebabkan reaksi-reaksi
emosional dan sikap. Pada akhir proses evaluasi
tersebut menunjukkan pertentangan antara sikap individu
dalam memahami masalah. pertentangan tersebut membuat
individu akhirnya menyadari beberapa jenis tindakan
atau aksi untuk mengurangi perbedaan yang terjadi.
20
Kebutuhan untuk mengurangi pertentangan dimulai dengan
mencari jalan keluar dari permasalahan yang dihadapi.
e. Formulating atau merancang suatu rencana, yaitu
perencanaan aspek-aspek pokok untuk meneruskan target
atau tujuan seperti soal waktu, aktivitas untuk
pengembangan, tempat-tempat dan aspek lainnya yang
mampu mendukung efesien dan efektif.
f. Implementing atau menerapkan rencana, yaitu
setelah semua perencanaan telah teralisasi, baerikutnya
adalah secepatnya megarah pada aksi-aksi atau melakukan
tindakan-tindakan yang tepat yang mengarah ke tujuan
dan memodifikasi sikap sesuai dengan yang diinginkan
dalam proses.
g. Assessing atau mengukur efektivitas dari
rencana yang telah dibuat. Pengukuran ini dilakukan
pada tahap akhir. Pengukuran tersebut dapat membantu
dalam menentukan dan menyadari apakah perencanaan yang
tidak direalisasikan itu sesuai dengan yang diharapkan
atau tidak serta apakah hasil yang didapat sesuai
dengan yang diharapkan.
Berdasarkan hasil uraian di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwasannya proses regulasi diri (self
regulation) terdiri dari receiving atau menerima,
evaluating atau mengevaluasi, triggering atau membuat suatu
perubahan, searching atau mencari solusi, formulating atau
merancang suatu rencana, implementing atau menerapkan
21
rencana, assessing atau mengukur efektivitas dari
rencana yang telah dibuat.
3. Aspek-aspek regulasi diri (self regulation)
Self-regulation merupakan fundamen dalam proses
sosialisasi dan melibatkan perkembangan fisik,
kognitif, dam emosi (Papalia, 2001 : 223). Siswa dengan
self-regulation pada tingkat yang tinggi akan memiliki
control yang baik dalam mencapai tujuan akademisnya.
Menurut Schunk dan Zimmerman (dalam Ropp, 1999)
menyatakan bahwa self regulation mencakup tiga aspek :
a. Metakognisi
Metakognisi menurut Schunk & Zimmerman (dalam Ropp,
1999) adalah kemampuan individu dalam merencanakan,
mengorganisasikan atau mengatur, menginstruksikan diri,
memonitor dan melakukan evaluasi dalam aktivitas
belajar.
b. Motivasi
dan Schunk (dalam Ropp, 1999) mengatakan bahwa motivasi
merupakan pendorong (drive) yang ada pada diri individu
yang mencakup persepsi terhadap efikasi diri,
kompetensi otonomi yang dimiliki dalam aktivitas
belajar. motivasi merupakan fungsi dari kebutuhan dasar
untuk mengontrol dan berkaitan dengan perasaan
kompetensi yang dimiliki setiap individu.
c. Perilaku
22
Perilaku menurut Zimmerman dan Schunk (dalam Ropp,
1999) merupakan upaya individu untuk mengatur diri,
menyeleksi, dan memanfaatkan lingkungan maupun
menciptakan lingkungan yang mendukung aktivitas
belajar.
Berdasarkan hasil uraian di atas, dapat disimpulkan
bahwa regulasi diri (self regulation) memiliki tiga aspek
yang ada di dalamnya yaitu metakognisi, motivasi, dan
perilaku. Siswa yang diasumsikan termasuk kategori ’self-
regulated’ adalah siswa yang aktif dalam proses
belajarnya, baik secara metakognitif, motivasi, maupun
perilaku. Mereka menghasilkan gagasan, perasaan, dan
tindakan untuk mencapai tujuan belajarnya. Secara
metakognitif mereka bisa memiliki strategi tertentu
yang efektif dalam memproses informasi. Sedangkan
motivasi berbicara tentang semangat belajar yang
sifatnya internal. Adapun perilaku ditampilkannya
adalah dalam bentuk tindakan nyata dalam belajar.
4. Faktor-faktor yamg mempengaruhi Regulasi Diri
Terdapat dua faktor yang mempengaruhi regulasi
diri (self regulation) yaitu faktor eksternal dan faktor
internal. Bandura (dalam Alwisol, 2007) mengatakan
bahwa, tingkah laku manusia dalam self regulation adalah
hasil pengaruh resiprokal faktoreksternal dan internal.
23
Faktor eksternal dan faktor internal akan dijelaskan
sebagai berikut.
a. Faktor Eksternal dalam Regulasi Diri
Faktor eksternal mempengaruhi regulasi diri dengan dua
cara:
1) Standar
Faktor eksternal memberikan standar untuk mengevaluasi
tingkah laku kita sendiri. Standar itu tidaklah semata-
mata berasal dari daya-daya internal saja namun juga
berasal dari faktor-faktor lingkungan, yang
berinteraksi dengan factor pribadi juga turut membentuk
standar pengevaluasian individu tersebut. Anak belajar
melalui orang tua dan gurunya baik-buruk, tingkah laku
yang dikehendaki dan yang tidak dikehendaki. Melalui
pengalaman berinteraksi dengan lingkungan yang lebih
luas, anak kemudian mengembangkan standar yang dapat ia
gunakan dalam menilai prestasi diri.
2) Penguatan (reinforcement)
Faktor eksternal mempengaruhi regulasi diri dalam
bentuk penguatan (reinforcement). Hadiah intrinsik tidak
selalu memberikan kepuasan, manusia membutuhkan
intensif yang berasal dari lingkungan eksternal.
Standar tingkah laku biasanya bekerja sama; ketika
orang dapat mencapai standar tinkah laku tertentu,
perlu penguatan agar tingkah laku semacam itu menjadi
pilihan untuk dilakukan lagi.
24
b. Faktor Internal dalam Regulasi Diri
Faktor eksternal berinteraksi dengan faktor internal
dalam pengaturan diri sendiri. Bandura mengemukakan
tiga bentuk pengaruh internal:
1) Observasi diri (self observation): Dilakukan
berdasarkan faktor kualitas penampilan, kuantitas
penampilan, orisinalitas tingkah laku diri, dan
seterusnya. Observasi diri terhadap performa yang sudah
dilakukan. Manusia sanggup memonitor penampilannya
meskipun tidak lengkap atau akurat. Kita memilih dengan
selektif sejumlah aspek perilaku dan mengabaikan aspek
lainnya yang dipertahankan biasanya sesuai dengan
konsep diri.
2) Proses penilaian (judgmental process): Proses
penilaian bergantung pada empat hal: standar pribadi,
performa-performa acuan, nilai aktivitas, dan
penyempurnaan performa. Standar pribadi bersumber dari
pengamatan model yaitu orang tua atau guru, dan
menginterpretasi balikan/penguatan dari performasi
diri. Setiap performasi yang mendapatkan penguatan akan
mengalami proses kognitif, menyusun ukuran-ukuran/norma
yang sifatnya sangat pribadi, karena ukuran itu tidak
selaku sinkron dengan kenyataan. Standar pribadi adalah
proses evaluasi yang terbatas. Sebagian besar aktivitas
harus dinilai dengan membandingkan dengan ukuran
eksternal, bisa berupa norma standar perbandingan
25
sosial, perbandingan dengan orang lain, atau
perbandingan kolektif. Dari kebanyakkan aktivitas, kita
mengevaluasi performa dengan membandingkannya kepada
standar acuan.
Di samping standar pribadi dan standar acuan, proses
penilaian juga bergantung pada keseluruhan nilai yang
kita dapatkan dalam sebuah aktivitas. Akhirnya,
regulasi diri juga bergantung pada cara kita mencari
penyebab-penyebab tingkah laku demi menyempurnakan
performa.
3) Reaksi diri (self response): Manusia merespon positif
atau negatif perilaku mereka tergantung kepada
bagaimana perilaku ini diukur dan apa standar
pribadinya. Bandura meyakini bahwa manusia menggunakan
strategi reaktif dan proaktif untuk mengatur dirinya.
Maksudnya, manusia berupaya secara reaktif untuk
mereduksi pertentangan antara pencapaian dan tujuan,
dan setelah berhasil menghilangkannya, mereka secara
proaktif menetapkan tujuan baru yang lebih tinggi.
Berdasarkan hasil uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi regulasi diri
seseorang ada dua faktor, yaitu faktor eksternal dan
internal. Faktor eksternal terdiri dari standar dan
penguatan (reinforcement), sedangkan faktor internal
terdiri dari observasi diri (self observation), proses
26
penilaian (judgmental process), dan reaksi diri (self
response).
C. Remaja
1. Pengertian remaja
Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti
tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence
mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup
kematangan mental, emosional sosial dan fisik. Remaja
sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena
tidak termasuk golongan anak tetapi tidak juga golongan
dewasa atau tua. Seperti yang dikemukakan oleh Calon
(dalam Monks, dkk 1994) bahwa masa remaja menunjukkan
dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena
remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi
memiliki status anak.
Santrock (2003: 26) bahwa remaja (adolescene)
diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara
masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan
biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Batasan usia
remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara
12 hingga 21 tahun. Rentang waktu usia remaja ini
biasanya dibedakan atas tiga, yaitu 12 – 15 tahun =
masa remaja awal, 15 – 18 tahun = masa remaja
pertengahan, dan 18 – 21 tahun = masa remaja akhir.
27
2. Karakteristik Remaja
Karakteristik pertumbuhan dan perkembangan remaja
yang mencakup perubahan transisi biologis, transisi
kognitif, dan transisi sosial akan dipaparkan di bawah
ini:
1. Transisi Biologis
Menurut Santrock (2003: 91) perubahan fisik
yang terjadi pada remaja terlihat nampak pada saat masa
pubertas yaitu meningkatnya tinggi dan berat badan
serta kematangan sosial. Diantara perubahan fisik itu,
yang terbesar pengaruhnya pada perkembangan jiwa remaja
adalah pertumbuhan tubuh (badan menjadi semakin panjang
dan tinggi). Selanjutnya, mulai berfungsinya alat-alat
reproduksi (ditandai dengan haid pada wanita dan mimpi
basah pada laki-laki) dan tanda-tanda seksual sekunder
yang tumbuh (Sarlito Wirawan Sarwono, 2006: 52).
Selanjutnya, Menurut Muss (dalam Sunarto & Agung
Hartono, 2002: 79) menguraikan bahwa perubahan fisik
yang terjadi pada anak perempuan yaitu; perertumbuhan
tulang-tulang, badan menjadi tinggi, anggota-anggota
badan menjadi panjang, tumbuh payudara.Tumbuh bulu yang
halus berwarna gelap di kemaluan, mencapai pertumbuhan
ketinggian badan yang maksimum setiap tahunnya, bulu
28
kemaluan menjadi kriting, menstruasi atau haid, tumbuh
bulu-bulu ketiak.
Sedangkan pada anak laki-laki peubahan yang
terjadi antara lain; pertumbuhan tulang-tulang, testis
(buah pelir) membesar, tumbuh bulu kemaluan yang halus,
lurus, dan berwarna gelap, awal perubahan suara,
ejakulasi (keluarnya air mani), bulu kemaluan menjadi
keriting, pertumbuhan tinggi badan mencapai tingkat
maksimum setiap tahunnya, tumbuh rambut-rambut halus
diwajaah (kumis, jenggot), tumbuh bulu ketiak, akhir
perubahan suara, rambut-rambut diwajah bertambah tebal
dan gelap, dan tumbuh bulu dada.
Pada dasarnya perubahan fisik remaja disebabkan
oleh kelenjar pituitary dan kelenjar hypothalamus. Kedua
kelenjar itu masing-masing menyebabkan terjadinya
pertumbuhan ukuran tubuh dan merangsang aktifitas serta
pertumbuhan alat kelamin utama dan kedua pada remaja
(Sunarto & Agung Hartono, 2002: 94)
2. Transisi Kognitif
Dalam perkembangan kognitif, remaja tidak terlepas
dari lingkungan sosial. Hal ini menekankan pentingnya
interaksi sosial dan budaya dalam perkembangan kognitif
remaja.
Menurut Piaget (dalam Santrock, 2003: 110) secara
lebih nyata pemikiran opersional formal bersifat lebih
abstrak, idealistis dan logis. Remaja berpikir lebih
29
abstrak dibandingkan dengan anak-anak misalnya dapat
menyelesaikan persamaan aljabar abstrak. Remaja juga
lebih idealistis dalam berpikir seperti memikirkan
karakteristik ideal dari diri sendiri, orang lain dan
dunia. Remaja berfikir secara logis yang mulai berpikir
seperti ilmuwan, menyusun berbagai rencana untuk
memecahkan masalah dan secara sistematis menguji cara
pemecahan yang terpikirkan.
3. Transisi Sosial
Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi,
kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada
masa remaja. Hubungan sosial anak pertama-tama masing
sangat terbatas dengan orang tuanya dalam kehidupan
keluarga, khususnya dengan ibu dan berkembang semakin
meluas dengan anggota keluarga lain, teman bermain dan
teman sejenis maupun lain jenis (dalam Rita Eka Izzaty
dkk, (2008: 139).
D. Kerangka Berpikir
Teori utama yang digunaka dalam penelitian ini
adalah teori tentang konsep diri oleh Stuart dan
Sundeen dan teori tentang Regulasi diri oleh Albert
Bandura.
Masa remaja dapat dipandang sebagai suatu masa
dimana individu dalam masa pertumbuhannya telah
mencapai kematangan. Periode ini menunjukkan suatu masa
30
kehidupan, dimana para remaja tdak dapat dan tidak mau
lagi diperlakukan sebagai kanak-kanak, namun mereka
juga belum mencapai kematangan yang penuh dan tidak
dapat dimasukkan ke dalam kategori orang dewasa. Dengan
kata lain, periode ini merupakan periode transisi atau
peralihan kehidupan masa kanak-kanak (childhood) ke
masa dewasa (adulthood), (sulaeman, 1995: 1).
Terdapat dua faktor yang mempengaruhi regulasi
diri menurut bandura, yakni faktor eksternal dan
internal. Faktor internal sebagai berikut:
1. Observasi diri (self observation): Dilakukan
berdasarkan faktor kualitas penampilan, kuantitas
penampilan, orisinalitas tingkah laku diri, dan
seterusnya. Observasi diri terhadap performa yang sudah
dilakukan. Manusia sanggup memonitor penampilannya
meskipun tidak lengkap atau akurat. Kita memilih dengan
selektif sejumlah aspek perilaku dan mengabaikan aspek
lainnya. Yang dipertahankan biasanya sesuai dengan
konsep diri.
2. Proses penilaian (judgmental process): Proses
penilaian bergantung pada empat hal: standar pribadi,
performa-performa acuan, nilai aktivitas, dan
penyempurnaan performa. Standar pribadi bersumber dari
pengamatan model yaitu orang tua atau guru, dan
menginterpretasi balikan/penguatan dari performasi
diri. Setiap performasi yang mendapatkan penguatan akan
31
mengalami proses kognitif ,menyusun ukuran-ukuran/norma
yang sifatnya sangat pribadi, karena ukuran itu tidak
selaku sinkron dengan kenyataan. Standar pribadi adalah
proses evaluasi yang terbatas. Sebagian besar aktivitas
harus dinilai dengan membandingkan dengan ukuran
eksternal, bisa berupa norma standar perbandingan
sosial, perbandingan dengan orang lain, atau
perbandingan kolektif. Dari kebanyakkan aktivitas, kita
mengevaluasi performa dengan membandingkannya kepada
standar acuan. Di samping standar pribadi dan standar
acuan, proses penilaian juga bergantung pada
keseluruhan nilai yang kita dapatkan dalam sebuah
aktivitas. Akhirnya, regulasi diri juga bergantung pada
cara kita mencari penyebab-penyebab tingkah laku demi
menyempurnakan performa.
3. Reaksi diri (self response): Manusia merespon positif
atau negatif perilaku mereka tergantung kepada
bagaimana perilaku ini diukur dan apa standar
pribadinya. Bandura meyakini bahwa manusia menggunakan
strategi reaktif dan proaktif untuk mengatur dirinya.
Maksudnya, manusia berupaya secara reaktif untuk
mereduksi pertentangan antara pencapaian dan tujuan,
dan setelah berhasil menghilangkannya, mereka secara
proaktif menetapkan tujuan baru yang lebih tinggi.
Berdasarkna faktor internal diatas, Telah jelas
disebutkan bahwa dalam observasi diri dalam regulasi
32
itu berdasakan pada konsep diri seseorang. Konsep diri
dapat dikatakan sebagai hal yang sangat penting bagi
individu dalam mempengaruhi lingkungan nya.
Menurut Clara (1998 : 3) konsep diri terbentuk atas dua
komponen yaitu kompoen kognitif dan komponen afektif.
Komponen kognitif merupakan pengetahuan individu
tentang keadaan dirinya, sedangkan komponen afektif
merupakan penilaian individu terhadap diri.
Selanjutnya Stuart dan Sundeen (dalam Keliat, 1991 : 4)
mengemukakan komponen konsep diri, yaitu :
a. Gamabaran diri, adalah sikap seseorang
terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak
sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan
perasaan tentang ukuran dan bentuk, fungsi,
penampilan dan potensi tubuh saat ini dan
masa lalu.
b. Ideal diri, merupakan persepsi individu
tentang bagaimana ia berprilaku sesuai dengan
standar pribadi. Standar dapat berhubungan
langsung dengan sejumlah aspirasi, cita-cita,
nilai-nilai yang ingin dicapai.
c. Harga diri merupakan aspek utama untuk
meningkatkan harga diri yaitu dicintai dan
menerima penghargaan orang lain. Manusia
cenderung bersikap negatif, walaupun ia conta
33
dan mengakui kemampuan orang lain namun
jarang mengapresiasikannya.
d. Peran, adalah merupakan pola sika, perilaku,
nilai, dan tujuan yang diharapkan, dari
seseorang berdasarkan posisinya dimasyarakat,
e. Identitas, adalah kesadaran akan diri yang
bersumber dari observasi dan penilaian yang
merupakan sintesa dari semua aspek konsep
diri sebagai suatu kesatuan yang utuh
Uraian yang telah dikemukakan di atas menunjukan
bahwa faktor yang mempengaruhi individu untuk
mempengaruhi lingkungan atau regulasi adalah konsep
diri. Keliat (dalam Zaili, 2004: 23) menerangkan bahwa
konsep diri merupakan aspek kritikal dan dasar perilaku
individu dengan konsep diri yang positif dapat
berfungsi lebih efektif yang terlihat dari kemampuan
interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan
lingkungan. Konsep diri yang negatif dapat dilihat dari
hubungan sosial individu yang tidak efektif. Dengan
kata lain jika individu memiliki konsep diri yag
positif, dimana individu memiliki gambaran diri yang
baik, memiliki ideal diri yang jelas, memiliki harga
diri yang tinggi, memiliki peran dan identitas yang
jelas pula, maka individu dapat berinteraksi lebih
efektif dengan lingkungan sosisalnya. Sedangkan remaj
34
yang memliki konsep diri yang negatif, maka remaja akan
menunjukkan perilakunya dalam interaksi dengan orang
lain menjadi tidak efektif karena sulitnya untuk
membuka diri dengan individu lain.
Dari uraian diatas jelas bahwasannya konsep diri
erat kaitannya dengan regulasi diri antara satu irang
dengan orang lain. Efektif atau tidak efektifnya suatu
perubahan (regulasi) sangat dipengaruhi sejauh mana
seseorang dapat menampilak konsep dirinya dalam
berinteraksi.
E. Hipotesis
Berdasarkan keranga pemikiran di atas, maka
hipotesa yang di ajukan dalam penelitian ini adalah
“terdapat hubungan antara konsep diri dengan regulasi
diri pada remaja di Madrasah Aliyan Negri 1 Pekanbaru”.
Ini berarti jika individu memiliki konsep diri yang
positif makan regulasi dirinya dalam lingkungan akan
terjadi lebih efektif. Sebaliknya jika individu
memiliki konsep diri yang negatif, maka regulasinya
pada lingkungan akan semakin tidak efektif.
35
BAB III
METODE PENELITIAN
1. Desain Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah kuntitatif. Metode Kuantiltatif merupakan metode
36
penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme,
digunakan untuk meneliti pada sampel atau populasi
tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen
penelitinan, analisis data bersifat
kuantitatif/statistik, dengan tujan untuk menguji
hipotesis yang telah diterapkan ( Sugiono,1999).
1. Identifikasi Variabel
Variabel penelitian adalah suatu atribut atau
sifat atau nilai dari orang, objek, atau kegiatan yang
mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya
( Sugiono,1999). Adapun variabel dalam penelitian ini
adalah :
Variabel independent (X) : Konsep Diri
Variabel dependent ( Y) : Regulasi Diri
Konsep Diri ialah mencakup seluruh pandangan
individu akan dimensi fisik, karakteristik pribadi,
motivasi, kelemahan, kepandaian, kegagalan, dan lain
sebagainya (Cawagas, 1983).
Regulasi Diri (Bandura) adalah suatu kemampuan
yang dimiliki manusia berupa kemampuan berfikir dan
dengan kemampuan itu mereka memanipulasi lingkungan,
sehingga terjadi perubahan lingkungan akibat kegiatan
tersebut.
37
2. Definisi Operasional
Dalam penelitian ini, definisi operasional dari
variabel yang diteliti adalah sebagai berikut :
VT : Konsep diri adalah mencakup seluruh pandangan
remaja-remaja di Man1 pekanbaru akan dimensi fisik,
karakteristik pribadi, motivasi, kelemahan, kepandaian,
kegagalan, dan lain sebagainya yang di ukur dengan
skala kepercayaan diri model Likert.
Semakin tinggi nilai subjek pada skala tersebut, maka
semakin tinggi pula konsep subjek.
VB : suatu kemampuan yang dimiliki siswa Man1 pekanbaru
berupa kemampuan berfikir dan dengan kemampuan itu
mereka memanipulasi lingkungan, sehingga terjadi
perubahan lingkungan akibat kegiatan tersebut. yang di
ukur dengan skala regulasi diri.
Semakin tinggi nilai subjek pada skala tersebut, maka
semakin tinggi pula regulasi diri subjek.
3. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini ialah remaja putra dan
putri yang bersekolah di Man 1 Pekanbaru. terdiri dari
150 orang remaja putra dan 150 orang remaja putri. Yang
di ambil dalam beberapa kelas dan tingkatan. Dari kelas
10 akan di ambil sampel 100 remaja putra&putri, dari
kelas 11 diambil sampel 100 remaja putra&putri, dan di
38
kelas 12 akan diambil sampel sebanyak 100 orang remaja
putra&putri.
Dan teknik yang digunakan yakni Stratified Sampling.
Stratified sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana
populasi dikelompokan dalam strata tertentu kemudian
diambil sampel secara random dgn proporsi yg seimbang
sesuai dgn posisi dalam populasi.
4. Metode Pengumpulan Data
Untuk menegetahui keadaan subjek khususnya
konsep diri dan regulasi diri, Metode yang digunakan
dalam pengumpulan data ini adalah dengan menggunakan
skala.
Skala merupakan teknik pengumpulan data yang
bersifat mengukur, karena diperoleh hasil ukur yang
berbentuk angka-angka. Dengan skala pengukuran, maka
nilai variabel yan diukur dengan instrumen tertentu
dapat dinyatakan dalam bentuk angka, sehingga akan
lebih akurat, efisien dan komunikatif.
Validitas & Reliabilitas
Validitas berasal dari kata Validity yang mempunyai arti
sejauh mana ketepatan dan kecemasan suatu instrumen
pengukur dalam melakukan fungsi ukurnya ( Azwar, 1996 :
173)
39
1) Dalam penelitian ini, validitas yang digunakan
ialah validitas isi. Validitas isi adalah
validitas yang diperhitungkan melalui pengujian
terhadap isi alat ukur dengan analisis rasional. (
Kerlinger : 1990). Alat ukur akan di ajukan dan di
analisis oleh 4 orang ahli.
2) Azwar (2004 : 83) mendefinisikan Reliabilitas
adalah sejauh mana hasil atau pengukuran dapat
dipercaya secara empirik. Tinggi rendahnya
reliabilitas ditentukan oleh suatu angka yang
disebut dengan koefisien reliabilitas yang
angkanya berada dalam rentan 0 sampai 1,00.
Semakin tinggi mendekati 1,00 berarti semakin
tinggi reliabilitasnya, sebaliknya semakin rendah
angka 0 berarti semakin rendah reliabilitasnya.
Uji reliabilitas menggunakan teknik alpha
dengan bantuan program SPSS 11,5 for windows
melalui komputer. Adapun rurmus yang digunakan
(Azwar, 2004 : 87) adalah :
α=2[1−S12+S1
2
Sx2 ]
Keterangan : S12 dan S2
2 = Varians skor
belahan 1 dan belahan 2
40
Sx =
Varians skor tes
5. Analisis Data
Data yang diperoleh selanjutnya akan dianalisa.
Analisa data yang digunakan adalah teknik analisa
korelasi product moment dengan menggunakan bantuan
program Statistical product and service solution (SPSS)
11.5 for windows. Data hasil pengukuran konsep diri
yang dikumpulkan melalui skala akan dikorelasikadengan
data regulasi diri yang juga diperoleh melalui skala.
Data tersebut kemudian akan dianalisa dengan teknik
korelasi product moment (Sugiyono, 2008: 228).
Rumus korelasi product moment adalah sebagai
berikut :
Rxy= N∑XY (∑X)(∑Y)
√ [N∑X2−(∑X)²][N∑Y2−(∑Y)² ]
Keterangan :
Rxy : Koefisien korelasi product moment antara
konsep diri dengan regulasi diri
N : Jumlah Subjek Penelitian
X : Konsep diri (Variabel Bebas)
Y : Regulasi diri(Variabel Terikat )
X ∑ : Jumlah skor butir konsep diri
41
DAFTAR PUSTAKA
Kartini, Kartono. 1987. Kamus Psikologi. Bandung:
Pionir Jaya
Jess & J. Gregory Feist. 2010. Teori Kepribadian.
Jakarta: Salemba Humanika
Burns, R.B. 1993. Konsep Diri teori, pengukuran,
perkembangan, dan perilaku. Jakarta: Arcan
Howard & Miriam. 2008. Kepribadian teori klasik dan riset
modern Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kualitatif Kuantitatif dan R&D.
Bandung: Alfabeta
42
Agustriana. 2009. Hubungan konsep diri dengan komunikasi
interpersonal
http://fazrianfaldi.blogspot.com/2013/02/regulasi
-diri.html
http://dutashare.blogspot.com/2012/12/makalah-
remaja-dan-permasalahannya.html
Skala I
Pilihan Jawaban
43
SS : Sangat Setuju
S : Setuju
TS : Tidak Setuju
STS : Sangat Tidak Setuju
NO PERNYATAAN SS S TS STS
1Saya merasa kurang bangga dengan
potensi yang saya miliki
2Saya merasa orang lain
menghargai pendapat saya
3Tidak ada yang dapat saya
banggakan dari diri saya ini
4
Saya merasa potensi yang saya
miliki ini dapat saya andalkan
untuk masa depan saya
5
Saya menyadari bahwa saya
memiliki keahlian khusus disuatu
bidang yang tidak sama dengan
orang lain
6Saya sadar dengan kemampuan yang
saya miliki
7
Saya merasa tidak ada bedanya
potensi yang saya miliki dengan
orang lain
8Saya bangga dengan bentuk tubuh
yang saya miliki9 Tubuh saya jauh dari ukuran atau
44
bentuk ideal yang saya harapkan
10
Tingkah laku yang saya tampilkan
sesuai dengan nilai-nilai yang
ingin saya capai
11
Saya merasa banyak orang yang
menghindari untuk berteman
dengan saya
12Saya merasa, saya dapat
berpenampilan baik di muka umum
13
Tingkah laku yang saya tampilkan
belum sesuai dengan nilai-nilai
yang ingin saya capai
14Saya bisa merasakan, bahwa orang
disekeliling saya menyukai saya
15Terkadang saya merasa sebagai
orang tidak sehat
16Saya merasa bangga terlahir
dengan bentuk tubuh seperti ini
17
Saya merasa potensi yang ada
pada diri saya tidak dapat saya
andalkan
18Tubuh saya sudah sesuai dengan
standar yang saya inginkan19 Saya menyadari kelebihan-
kelebihan apa saja yang saya
miliki, sehingga dapat saya
45
andalkan untuk masa depan saya
20
Dalam berinteraksi dengan orang
lain saya mampu menerapkan
nilai-nilai yang sesuai dengan
keinginan saya
21Keahlian khusus yang saya miliki
juga dimiliki orang lain
22Saya dapat menyesuaikan tingkah
laku saya dimanapun saya berada
23Saya menyesal dilahirkan dengan
keadaan tubuh yang seperti ini
24Saya merasa mudah mendapatkan
perhatian dari teman-teman saya
25
Ketika berinteraksi dengan orang
lain saya sulit menerapkan
nilai-nilai yang sesuai dengan
keinginan saya
26
Sebagai seorang pelajar, saya
memiliki tujuan khusus yang akan
saya capai melalui aktivitas
belajar saya
27Saya merasa agak kecewa dengan
bentuk tubuh yang saya miliki 28 Saya memiliki tubuh yang sehat29 Saya tidak tahu apa kekhasan
saya jika dibandingkan dengan
46
orang lain
30Tingkah laku saya sudah sesuai
dengan apa yang saya inginkan
31
Saya merasa tidak perlu membuat
tujuan-tujuan tertentu dalam
hidup ini, karena yang penting
menjalani hidup ini apa adanya
32
Sebagai seorang remaja saya
bertingkah laku selayaknya
dilakukan oleh remaja
33Kadang saya tidak menyadari
kemampuan apa yang saya miliki
34
Saya merasa orang lain
mendengarkan apa yang saya
kemukakan ketika berdiskusi
35Tingkah laku saya belum sesuai
dengan apa yang saya inginkan
36
Saya akan berusaha dengan
sebaik-baiknya sesuai harapan
diri maupun orang lain
37
Saya mengalami kesulitan untuk
mendapatkan perhatian dari
teman-teman saya
38Saya dapat tampil dimuka umum
dengan meyakinkan39 Saya mengalami kesulitan untuk
47
menyesuaikan diri dengan
lingkungan atau aturan-aturan
yang ada di masyarakat
40
Saya akan berusaha sekuat tenaga
untuk mencapai cita-cita yang
saya harapkan
41Tidak semua yang ada pada diri
saya, saya sukai
42
Saya bertingkah laku sesuai
dengan norma-norma yan ada di
masyarakat
Sumber : Skripsi Agustriana : 2009
Skala II
Pilihan Jawaban
SS : Sangat Setuju
S : Setuju
TS : Tidak Setuju
STS : Sangat Tidak Setuju
NO PERNYATAAN SS S N TS STS
1Saya akan menjadi diri
saya sendiri2 Saya fokus dalam mencapai
48
harapan-harapan yang saya
inginkan
3Saya cenderung menyamakan
diri dengan orang lain
4
Saya ragu dengan
kemampuan yang saya
miliki
5
Saya memiliki banyak
keinginan, sehingga sulit
untuk fokus dalam
memperolehnya
6Saya bukan orang yang
suka bermalas-malasan
7Saya segera menyelesaikan
konflik yang saya hadapi
8
Saya suka membiarkan
konflik yang saya hadapi
berlarut-larut
9
Saya adalah pribadi yang
tidak pandai
bersosialisasi
10Saya teliti setiap kali
melaksanakan tugas
11
Saya menerima setiap
kekurangan yang ada pada
diri saya
49
12
Saya tidak pernah
beelajar dari kesalahan
yang telah saya lakukan
13
Bagi saya bertindak cepat
lebih baik saripada harus
menunggu
14
Sulit bagi saya menerima
kekurangan yang ada pada
diri saya
15
Saya lebih suka menunggu
daripada berinisiatif
untuk bertindak
16Saya berpenampilan sesuai
dengan lingkungan
17
Saya berusaha menjaga
sikap dalam berinteraksi
dengan masyarakat
18Saya suka berperilaku
seenaknya
19
Saya berperilaku
sebagaimana peraturan
yang ada di sekolah
20Saya selalu tampil beda
dari lingkungan21 Bagi saya, peraturan-
peraturan yang ada hanya
50
akan mempersulit
22
Sulit bagi saya untuk
berperilaku sesuai dengan
peraturan yang ada di
kampus
23
Saya terbiasa mengikuti
peraturan-peraturan yang
ada
24
Saya selalu mempelajari
setiap pengalaman yang
saya peroleh dari
lingkungan
25Saya suka bergaul dengan
gank-gank/preman
26
Saya tidak belajar dari
pengalaman yang saya
peroleh dari lingkungan
27Penampilan saya cenderung
tidak di sukai orang lain
28
Saya memilih teman-teman
yang memiliki perilaku
yang baik
29
Saya memilih mencontek
ketika ujian karna
pengawasan tidak ketat30 Saya akan mengikuti jejak
51
orang-orang yang
berprestasi di sekolah
31
Ketika saya belajar,
orang tua selalu memberi
support
32
Bagi saya, menjadi siswa
yang berprestasi
disekolah bukanlah hal
yang stimewa
33
Orang tua saya tidak
pernah memberi support
pada saya
34
Bagi saya, masuk kerumah
orang harus meminta izin
terlebih dahulu
35
Saya akan mengikuti
setiap saran dan nasehat
yang baik dari guru
36
Saya selalu mengacuhkan
setiap saran dan nasehat
dari guru
37Perilaku saya selalu di
tolak oleh masyarakat
52