Proposal Metpen kuantitatif

53
Tugas Individu Dosen Pengampu Metpen Kuantitatif Dede fitria. Msi Proposal Kuantitatif “Hubungan Konsep Diri dengan Regulasi diri pada Remaja” Reza Amilia 11361203184 Lokal C JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI 1

Transcript of Proposal Metpen kuantitatif

Tugas Individu Dosen Pengampu Metpen Kuantitatif Dede fitria. Msi

Proposal Kuantitatif

“Hubungan Konsep Diri dengan Regulasi diri pada Remaja”

Reza Amilia

11361203184

Lokal C

JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

1

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU

PEKANBARU

2014

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Masa remaja merupakan masa peralihan antara

masa anak-anak ke masa dewasa. Berkaitan dengan masa

ini, remaja mengalami perkembangan mencapai kematangan

fisik, mental, sosial, dan emosional. Umumnya, masa ini

berlangsung sekitar masa di mana individu duduk di

bangku sekolah menengah (Ali&Asrori, 2004). Monks

(1999) membagi masa remaja awal dalam rentang 12–15

tahun, masa remaja pertengahan dalam rentang 15–18

tahun dan masa remaja akhir dalam rentang 18–21 tahun.

Umumnya di Indonesia usia 12-15 tahun merupakan usia

bagi pelajar Sekolah Menengah Pertama.

Perubahan-perubahan selama masa awal masa

remaja terjadi dengan pesat, salah satunya adalah

meningginya emosi. Hurlock (1999) menyatakan bahwa

keadaan emosi remaja berada pada periode badai dan

tekanan (storm and stress) yaitu suatu masa di mana

ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari

2

perubahan fisik dan kelenjar. Masa remaja merupakan

masa transisi, dimana terjadi juga perubahan pada

dirinya baik secara fisik, psikis, maupun secara

sosial (Hurlock, 1993). Pada masa transisi tersebut

kemungkinan dapat menimbulkan masa krisis, yang

ditandai dengan kecendrungan munculnya perilaku

menyimpang. Pada kondisi tertentu perilaku menyimpang

tersebut akan menjadi perilaku yang mengganggu. Adapun

meningginya emosi terutama karena para remaja berada di

bawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi dan harapan

baru.

Dewasa ini banyak perhatian menuju kepada

remaja yang melakukan hal-hal yang diluar naluri

kemanusiaan. Ini mungkin menjadi salah satu penyebab

dari kurang matangnya atau pengontrolan emosi yang

tengah dimiliki oleh para remaja, sehingga emosi yang

seharusnya dapat di luapkan dengan baik, malah

berdampak buruk terhadap diri sendiri ataupun

sekitarnya (lingkungannya).

Maraknya remaja era kini yang menjadi anarkis

dan tidak manusiawi. Seperti terlibat tawuran dan geng

motor yang dapat menghilangkan nyawa. Juga contoh kasus

lainnya seperti pencurian. Bardasarkan informasi

Kapolsek Payung Sekaki Kenakalan Remaja Kelurahan Labuh

Baru Timur Kecamatan Payung Sekaki akhir-akhir ini

3

sangat meresahkan warga (dalam jurnal Refi Amelia dkk,

2012) Adapun jenis kenakalan yang dilakukan remaja

Kelurahan Labuh Baru Timur Kecamatan Payung Sekaki

Hal-hal yang melatar belakangi perilaku

menyimpang antara lain, adanya unsur perilaku

menyimpang yang tidak disengaja dan disengaja,

diantaranya karena perilaku kurang memahami aturan-

aturan yang ada. Perilaku menyimpang yang disengaja

adalah bukan karena pelaku tidak mengatahui aturan.

Menurut (Soekanto, 2006) bahwa untuk memahami bentuk

perilaku tersebut, adalah mengapa seseorang melakukan

penyimpangan, padahal ia tahu apa yang dilakukan

melangar aturan. Perilaku menyimpang ini dapat

dipengaruhi pula oleh faktor eksternal, seperti

terpengaruhi oleh orang-orang yang ada disekitar

lingkungannya.

Seharusnya remaja tidaklah bersikap anarkis

seperti yang tertera diatas, namun kenyataannya

sekarang berbanding terbalik. Oleh karenanya pada masa

awal remaja harus mempunyai regulasi diri yang matang.

Regulasi itu sendiri adalah kemampuan berfikir, dan

dengan kemampuan itu mereka memanipulasi lingkungan

sehingga terjadi perubahan lingkungan tersebut

(Alwisol, 285).

4

Bahwa konsep diri merupakan pandangan dan

perasaan tentang diri kita, menyangkut gambaran fisik

psikologis yang menyangkut kemenarikan dan ketidak

menarikan diri dan pentingnya bagian-bagian tubuh yang

berbeda yang ada pada dirinya

konsep diri berperan dalam proses regulasi.

Dengan konsep diri inilah individu dapat lebih percaya

diri dalam memanipulasi lingkungan. Dan dengan konsep

diri remaja dapat memilah dan memilih informasi yang

baik baginya yang sesuai dengan diri ideal nya.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik

untuk membahasnya dalam bentuk proposal penelitian yang

berjudul : “HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN REGULASI

DIRI PADA REMAJA”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, maka

masalah utama dalam penelitian ini adalah “Apakah ada

hubungan antara konsep diri dengan regulasi diri ?”

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah seperti yang telah

diuraikan di atas maka terdapat tujuan yang hendak

dicapai dalam penelitian ini yaitu :

5

1. untuk mengetahui hubungan antara konsep diri

dengan regulasi pada remaja

D. Keaslian Penelitian

Penelitian perbadingan yang digunakan pada penelitian

ini ialah yang pertama, jurnal yang ditulis oleh Roxana

Tariqi & Bahman kord, yang berjudul “Hubungan antara

kesadaran dukungan sosial dengan regulasi diri dan

konsep diri pada pelajar di Universitas Islam Azad,

Iran” perbedaan: populasi dan sampel pada penelitian

ini adalah mahasiswa dan variabel yang diteliti adalah

konsep diri, regulasi diri, dan dukungan sosial. Jurnal

kedua yang ditulis oleh Sesan O, berjudul “ kecerdasan

emosional dan regulasi diri: efikasi diri sebagai

mediator” perbedaan: remaja SMA dan variabel penelitian

efikasi diri, regulasi diri dan kecerdasan emosional.

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang ingin dicapai dari penelitian yang

dilaksanakan ini adalah :

1. Manfaat teoritis : Dengan adanya penelitian

ini,diharapkan dapat berguna untuk memperkaya data

dan informasi khusunya ilmu psikologi.Ilmu

6

psikologi diperlukan dan tidak dapat dipisahkan

dalam segala bidang. Dapat menambah wawasan

pengetahuan mengenai besarnya pengaruh konsep

diri, terutama terhadap regulasinya dalam proses

belajar

2. Manfaat bagi orang tua : agar para orang tua bisa

memberi sugesti sugesti positif dalam membentuk

kepribadian anak

3. Manfaat bagi guru : manfaat bagi guru dalam

penelitian ini ialah agar guru mampu memberi

motivasi kepada para murid

4. Manfaat bagi remaja : agar individu/remaja dapat

berinteraksi dengan baik di lingkungannya

7

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Konsep Diri

1. Pengertian Konsep Diri

Menurut Burns (Metcalfe, 1981, dalam

Pudjijogyanti, 1993) konsep diri adalah hubungan antara

sikap dan keyakinan tentang diri kita sendiri.

Sedangkan Cawagas (1983, dalam Pudjijogyanti, 1993)

menjelaskan bahwa konsep diri mencakup seluruh

pandangan individu akan dimensi fisik, karakteristik

pribadi, motivasi, kelemahan, kepandaian, kegagalan,

dan lain sebagainya. Menurut Fitts (Rahman, 2009), diri

yang dilihat, dihayati, dan dialami ini disebut sebagai

konsep diri. Jadi konsep diri merupakan sikap dan

pandangan individu terhadap seluruh keadaan dirinya.

Konsep diri terbentuk atas dua komponen,

yaitu komponen kognitif dan komponen afektif. Komponen

kognitif merupakan pengetahuan individu tentang keadaan

dirinya. Komponen kognitif merupakan penjelasan dari

“siapa saya” yang akan memberi gambaran tentang

dirinya. Komponen afektif merupakan penilaian individu

8

terhadap diri. Penilaian tersebut akan membentuk

penerimaan terhadap diri (self-acceptance), serta harga

diri (self-esteem) individu. Dapat disimpulkan bahwa

komponen kognitif merupakan data yang bersifat

objektif, sedangkan komponen afektif merupakan data

yang bersifat subjektif

(Pudjijogyanti, 1993).

Stuart & Sundeen (1995: 58) mendefinisikan

konsep diri sebagai semua pikiran, keyakinan dan

kepercayaan yang membuat seseorang mengetahui tentang

dirinya dan mempengaruhi hubungannya dengan orang lain.

Konsep diri adalah evaluasi individu mengenai diri

sendiri; penilaian atau penaksiran mengenai diri

sendiri oleh individu yang bersangkutan (Chaplin,

2000). Hurlock (1990, dalam Hutagalung, 2007))

mengemukakan bahwa konsep diri dapat dibagi menjadi

dua, yaitu (1) konsep diri sebenarnya, merupakan konsep

seseorang tentang dirinya yang sebagian besar

ditentukan oleh peran dan hubungan dengan orang lain

serta persepsinya tentang penilaian orang lain terhadap

dirinya. (2) konsep diri ideal, merupakan gambaran

seseorang mengenai keterampilan dan kepribadian yang

didambakannya.

2. Struktur Konsep Diri

9

Secara hirarkis, konsep diri terdiri dari tiga

peringkat; pada peringkat pertama, kita temukan konsep

diri global (menyeluruh). Konsep diri global merupakan

cara individu memahami keseluruhan dirinya. Menurut

William James (Burns, 1982, dalam Pudjijogyanti, 1993),

konsep diri global merupakan suatu arus kesadaran dari

seluruh keunikan individu. Dalam arus kesadaran itu ada

“The I”, yaitu “aku subjek” dan “The Me” yaitu “aku

objek”. Kedua “aku” ini merupakan kesatuan yang tidak

dapat dibedakan atau dipisahkan. Aku objek ada karena

proses menjadi tahu (knowing), dan proses ini bisa

terjadi karena manusia mampu merefleksi dirinya

sendiri. Dengan kata lain, kedua aku itu hanya dapat

dibedakan secara konseptual, tetapi tetap merupakan

satu kesatuan secara psikologis. Hal ini menunjukkan

bahwa kita tidak hanya dapat menilai orang lain, tetapi

juga dapat menilai diri kita sendiri. Diri kita bukan

hanya sebagai penanggap, tetapi juga sebagai

perangsang, jadi diri kita bisa menjadi subjek dan

objek sekaligus.

Menurut Pudjijogyanti (1993) cara menanggapi

diri sendiri secara keseluruhan dapat dibagi dalam tiga

hal, yaitu :

a. Konsep diri yang disadari, yaitu pandangan individu

akan kemampuan, status, dan perannya.

10

b. Aku sosial atau aku menurut orang lain, yaitu

pandangan individu tentang bagaimana orang lain

memandang atau menilai dirinya.

c. Aku ideal, yaitu harapan individu tentang dirinya,

atau akan menjadi apa dirinya kelak, jadi aku ideal

merupakan aspirasi setiap individu.

Dibawah konsep diri global kita dapatkan

konsep diri mayor dan konsep diri spesifik. Konsep diri

mayor merupakan cara individu memahami aspek sosial,

fisik, dan akademis dirinya. Sedangkan konsep diri

spesifik merupakan cara individu dalam memahami dirinya

terhadap setiap jenis kegiatan dalam aspek akademis,

sosial, maupun fisik.

3. Aspek-Aspek Konsep Diri

Berzonsky (1981, dalam Maria, 2007)

mengemukakan bahwa aspekaspek

konsep diri meliputi:

a. Aspek fisik ( physical self) yaitu penilaian individu

terhadap segala sesuatu yang dimiliki individu seperti

tubuh, pakaian, benda miliknya, dan sebagainya.

b. Aspek sosial ( sosial self) meliputi bagaimana peranan

sosial yang dimainkan oleh individu dan sejauh mana

penilaian individu terhadap perfomanya.

11

c. Aspek moral (moral self) meliputi nilai-nilai dan

prinsip-prinsip yang memberi arti dan arah bagi

kehidupan individu.

d. Aspek psikis (psychological self) meliputi pikiran,

perasaan, dan sikap-sikap individu terhadap dirinya

sendiri. Sementara itu melengkapi pendapat di atas,

Fitts (dalam Burns, 1979, dalam Maria, 2007) mengajukan

aspek-aspek konsep diri, yaitu:

a. Diri fisik (physical self). Aspek ini menggambarkan

bagaimana individu memandang kondisi kesehatan,

badan, dan penampilan fisiknya

b. Diri moral & etik (morality & ethical self). Aspek ini

menggambarkan bagaimana individu memandang nilai-nilai

moral-etik yang dimilikinya.

Meliputi sifat-sifat baik atau sifat-sifat jelek

yang dimiliki dan penilaian dalam hubungannya dengan

Tuhan.

c. Diri sosial (social self). Aspek ini mencerminkan

sejauhmana perasaan mampu dan berharga dalam lingkup

interaksi sosial dengan orang lain.

d. Diri pribadi (personal self). Aspek ini menggambarkan

perasaan mampu sebagai seorang pribadi, dan evaluasi

terhadap kepribadiannya atau hubungan pribadinya dengan

orang lain.

12

e. Diri keluarga (family self). Aspek ini mencerminkan

perasaan berarti dan berharga dalam kapasitasnya

sebagai anggota keluarga.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan dalam

menjelaskan aspek-aspek konsep diri, tampak bahwa

pendapat para ahli saling melengkapi meskipun ada

sedikit perbedaan, sehingga dapat dikatakan bahwa

aspek-aspek konsep diri mencakup diri fisik, diri

psikis, diri sosial, diri moral, dan diri keluarga.

4. Peranan Konsep Diri dalam Menentukan Perilaku

Konsep diri mempunyai peranan penting dalam

menentukan perilaku individu. Bagaimana individu

memandang dirinya akan tampak dari seluruh perilaku.

Dengan kata lain, perilaku individu akan sesuai dengan

cara individu memandang dirinya sebagai orang yang

tidak mempunyai cukup kemampuan untuk melakukan suatu

tugas, maka seluruh perilakunya akan menunjukkan

ketidakmampuannya tersebut. Menurut Pudjijogyanti

(1993) ada tiga alasan yang dapat menjelaskan peranan

penting konsep diri dalam menentukan perilaku.

Pertama, konsep diri mempunyai peranan dalam

mempertahankan keselarasan batin. Alasan ini berpangkal

dari pendapat bahwa pada dasarnya individu berusaha

mempertahankan keselarasan batinnya. Apabila timbul

perasaan, pikiran atau persepsi yang tidak seimbang

13

atau saling bertentangan, maka akan terjadi situasi

psikologis yang tidak menyenangkan. Untuk menghilangkan

ketidakselarasan tersebut, individu akan mengubah

perilakunya.

Kedua, seluruh sikap dan pandangan individu

terhadap dirinya sangat mempengaruhi individu tersebut

dalam menafsirkan pengalamannya. Sebuah kejadian akan

ditafsrikan secara berbeda antara individu yang satu

dengan lainnya karena masing-masing individu mempunyai

sikap dan pandangan yang berbeda terhadap diri mereka.

Tafsiran negatif terhadap pengalaman hidup disebabkan

oleh pandangan dan sikap negatif terhadap diri sendiri.

Sebaliknya, tafsiran positif terhadap pengalaman hidup

disebabkan oleh pandangan dan sikap positif terhadap

diri sendiri.

Ketiga, konsep diri menentukan pengharapan

individu. Menurut beberapa ahli, pengharapan ini

merupakan inti dari konsep diri. Seperti yang

dikemukakan oleh Mc Candless (1970, dalam

Pudjijogyanti, 1993) bahwa konsep diri merupakan

seperangkat harapan serta penilaian perilaku yang

merujuk kepada harapan-harapan tersebut. Sebagai

contoh, siswa yang cemas dalam menghadapi ujian akhir

dengan mengatakan “saya sebenarnya anak bodoh, pasti

saya tidak akan mendapat nilai baik”, sesungguhnya

sudah mencerminkan harapan apa yang akan terjadi dengan

14

hasil ujiannya. Pandangan negatif terhadap dirinya

menyebabkan individu mengharapkan tingkat keberhasilan

yang akan dicapai hanya pada taraf yang rendah.

5. Konsep Diri Remaja

Menurut Hurlock (1999) pada masa remaja terdapat

delapan kondisi yang mempengaruhi konsep diri yang

dimilikinya, yaitu :

a. Usia kematangan

Remaja yang matang lebih awal dan diperlakukan

hampir seperti orang dewasa akan mengembangkan konsep

diri yang menyenangkan sehingga dapat menyesuaikan diri

dengan baik. Tetapi apabila remaja matang terlambat dan

diperlakukan seperti anak-anak akan merasa bernasib

kurang baik sehingga kurang bisa menyesuaikan diri.

b. Penampilan diri

Penampilan diri yang berbeda bisa membuat

remaja merasa rendah diri. Daya tarik fisik yang

dimiliki sangat mempengaruhi dalam pembuatan penilaian

tentang ciri kepribadian seorang remaja.

c. Kepatutan seks

Kepatutan seks dalam penampilan diri, minat

dan perilaku membantu remaja mencapai konsep diri yang

baik. Ketidakpatutan seks membuat remaja sadar dari hal

ini memberi akibat buruk pada perilakunya.

d. Nama dan julukan

15

Remaja peka dan merasa malu bila teman-teman

sekelompok menilai namanya buruk atau bila mereka

memberi nama dan julukan yang bernada cemoohan.

e. Hubungan keluarga

Seorang remaja yang memiliki hubungan yang

dekat dengan salah satu anggota keluarga akan

mengidentifikasikan dirinya dengan orang tersebut dan

juga ingin mengembangkan pola kepribadian yang sama.

f. Teman-teman sebaya

Teman sebaya mempengaruhi pola kepribadian

remaja dalam dua cara. Pertama, konsep diri remaja

merupakan cerminan dari anggapan tentang konsep teman-

teman tentang dirinya, dan yang kedua, seorang remaja

berada dalam tekanan untuk mengembangkan ciri-ciri

kepribadian yang diakui oleh kelompok.

g. Kreativitas

Remaja yang semasa kanak-kanak didorong untuk

kreatif dalam bermain dan dalam tugas-tugas akademis,

mengembangkan perasaan individualistis dan identitas

yang memberi pengaruh yang baik pada konsep dirinya.

Sebaliknya, remaja yang sejak awal masa kanak-kanak

didorong untuk mengikuti pola yang sudah diakui akan

kurang mempunyai perasaan identitas dan

individualistis.

h. Cita-cita

16

Bila seorang remaja tidak memiliki cita-cita

yang realistik, maka akan mengalami kegagalan. Hal ini

akan menimbulkan perasaan tidak mampu dan reaksi-reaksi

bertahan dimana remaja tersebut akan menyalahkan orang

lain atas kegagalannya. Remaja yang realistis pada

kemampuannya akan lebih banyak mengalami keberhasilan

daripada kegagalan. Hal ini akan menimbulkan

kepercayaan diri dan kepuasan diri yang lebih besar

yang

memberikan konsep diri yang lebih baik. Berdasarkan

penjelasan di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa

konsep diri pada remaja dipengaruhi oleh usia,

kematangan, penampilan diri, kepatutan seks, nama dan

julukan, hubungan keluarga, teman sebaya, kreativitas,

serta cita-cita.

B. Regulasi Diri

1. Pengertian Regulasi diri

  Pengembangan perencanaaan strategi dan

kegiatan belajar sangat dipengaruhi oleh kemampuan

metakognisi, pengetahuan tentang strategi belajar, dan

pemahaman mengenai konteks tempat dia akan belajar.

Semakin efektif siswa dalam mengembangkan perencanaan

strategi pengelolaan diri (personal), perilaku, dan

lingkungannya maka semakin tinggi tingkat regulasi diri

17

(self regulation) siswa tersebut. Schunk dan Zimmerman

(dalam Robb, 1999) memperkenalkan konsep self regulation

learning. Siswa yang diasumsikan termasuk kategori self-

regulated adalah siswa yang aktif dalam proses

belajarnya, baik secara metakognitif, motivasi, maupun

perilaku. Mereka menghasilkan gagasan, perasaan, dan

tindakan untuk mencapai tujuan belajarnya. Secara

metakognitif mereka bisa memiliki strategi tertentu

yang efektif dalam memproses informasi. Sedangkan

motivasi berbicara tentang semangat belajar yang

sifatnya internal. Adapun perilaku, ditampilkannya

adalah dalam bentuk tindakan nyata dalam belajar.

Self regulation menurut Bandura adalah suatu kemampuan

yang dimiliki manusia

berupa kemampuan berfikir dan dengan kemampuan itu

mereka memanipulasi lingkungan, sehingga terjadi

perubahan lingkungan akibat kegiatan tersebut. Menurut

Bandura seseorang dapat mengatur sebahagian dari pola

tingkah laku dirinya sendiri. Secara umum self regulated

adalah tugas seseorang untuk mengubah respon-respon,

seperti mengendalikan impuls perilaku (dorongan

perilaku), menahan hasrat, mengontrol pikiran dan

mengubah emosi (Rahmah, 2009). Maka dengan kata lain,

regulasi diri adalah suatu kemampuan yang dimili oleh

individu dalam mengontrol tingkah laku, dan

memanipulasi sebuah perilaku dengan menggunakan

18

kemampuan pikirannya sehingga individu dapat bereaksi

terhadap lingkungannya.

Berdasarkan dari beberapa pengertian yang

sudah di uraikan, dapat disimpulkan bahwa regulasi diri

(self regulation) adalah kemampuan dalam mengontrol,

mengatur, merencanakan, mengarahkan, dan memonitor

perilaku untuk mencapai suatu tujuan tertentu dengan

menggunakan strategi tertentu dan melibatkan unsur

fisik, kognitif, motivasi, emosional, dan sosial.

2. Proses Regulasi Diri (Self Regulation)

     Proses self regulation dilakukan agar seseorang atau

individu dapat mencapai tujuan yang diharapkannya.

Dalam mencapai suatu tujuan yang diharapkan seseorang

perlu mengetahui kemampuan fisik, kognitif, social,

pengendalian emosi yang baik sehimgga membawa seseorang

kepada self regulation yang baik. Miller & Brown (dalam

Neal & Carey, 2005) memformulasikan self regulation sebanyak

tujuh tahap yaitu:

a. Receiving atau menerima informasi yang relevan,

yaitu langkah awal individu dalam menerima informasi

dari berbagai sumber. Dengan informasi-informasi

tersebut, individu dapat mengetahui karakter yang lebih

khusus dari suatu masalah. Seperti kemungkinan adanya

hubungan dengan aspek lainnya.

19

b. Evaluating atau mengevaluasi. Setelah kita

mendapatkan informasi, langkhan berikutnya adalah

menyadari seberapa besar masalah tersebut. Dalam proses

evaluasi diri, individu menganalisis informasi dengan

membandingkan suatu masalah yang terdeteksi di luar

diri (eksternal) dengan pendapat pribadi (internal)

yang tercipta dari pengalaman yang sebelumnya yang

serupa. Pendapat itu didasari oleh harapan yang ideal

yang diperoleh dari pengembangan individu sepanjang

hidupnya yang termasuk dalam proses pembelajaran.

c. Triggering atau membuat suatu perubahan. Sebagai

akibat dari suatu proses perbandingan dari hasil

evaluasi sebelumnya, timbul perasaan positif atau

negative. Individu menghindari sikap-sikap atau

pemikiran-pemikiran yang tidak sesuai dengan

informasiyng didapat dengan norma-norma yang ada. Semua

reaksi yang ada pada tahap ini yaitu disebut juga

kecenderungan kea rah perubahan.

d. Searching atau mencari solusi. Pada tahap

sebelumnya proses evaluasi menyebabkan reaksi-reaksi

emosional dan sikap. Pada akhir proses evaluasi

tersebut menunjukkan pertentangan antara sikap individu

dalam memahami masalah. pertentangan tersebut membuat

individu akhirnya menyadari beberapa jenis tindakan

atau aksi untuk mengurangi perbedaan yang terjadi.

20

Kebutuhan untuk mengurangi pertentangan dimulai dengan

mencari jalan keluar dari permasalahan yang dihadapi.

e. Formulating atau merancang suatu rencana, yaitu

perencanaan aspek-aspek pokok untuk meneruskan target

atau tujuan seperti soal waktu, aktivitas untuk

pengembangan, tempat-tempat dan aspek lainnya yang

mampu mendukung efesien dan efektif.

f. Implementing atau menerapkan rencana, yaitu

setelah semua perencanaan telah teralisasi, baerikutnya

adalah secepatnya megarah pada aksi-aksi atau melakukan

tindakan-tindakan yang tepat yang mengarah ke tujuan

dan memodifikasi sikap sesuai dengan yang diinginkan

dalam proses.

g. Assessing atau mengukur efektivitas dari

rencana yang telah dibuat. Pengukuran ini dilakukan

pada tahap akhir. Pengukuran tersebut dapat membantu

dalam menentukan dan menyadari apakah perencanaan yang

tidak direalisasikan itu sesuai dengan yang diharapkan

atau tidak serta apakah hasil yang didapat sesuai

dengan yang diharapkan.

Berdasarkan hasil uraian di atas dapat ditarik

kesimpulan bahwasannya proses regulasi diri (self

regulation) terdiri dari receiving atau menerima,

evaluating atau mengevaluasi, triggering atau membuat suatu

perubahan, searching atau mencari solusi, formulating atau

merancang suatu rencana, implementing atau menerapkan

21

rencana, assessing atau mengukur efektivitas dari

rencana yang telah dibuat.

3. Aspek-aspek regulasi diri (self regulation)

Self-regulation merupakan fundamen dalam proses

sosialisasi dan melibatkan perkembangan fisik,

kognitif, dam emosi (Papalia, 2001 : 223). Siswa dengan

self-regulation pada tingkat yang tinggi akan memiliki

control yang baik dalam mencapai tujuan akademisnya.

     Menurut Schunk dan Zimmerman (dalam Ropp, 1999)

menyatakan bahwa self regulation  mencakup tiga aspek :

a.       Metakognisi

Metakognisi menurut Schunk & Zimmerman (dalam Ropp,

1999) adalah kemampuan individu dalam merencanakan,

mengorganisasikan atau mengatur, menginstruksikan diri,

memonitor dan melakukan evaluasi dalam aktivitas

belajar.

b.      Motivasi

dan Schunk (dalam Ropp, 1999) mengatakan bahwa motivasi

merupakan pendorong (drive) yang ada pada diri individu

yang mencakup persepsi terhadap efikasi diri,

kompetensi otonomi yang dimiliki dalam aktivitas

belajar. motivasi merupakan fungsi dari kebutuhan dasar

untuk mengontrol dan berkaitan dengan perasaan

kompetensi yang dimiliki setiap individu.

c.       Perilaku

22

Perilaku menurut Zimmerman dan Schunk (dalam Ropp,

1999) merupakan upaya individu untuk mengatur diri,

menyeleksi, dan memanfaatkan lingkungan maupun

menciptakan lingkungan yang mendukung aktivitas

belajar.

Berdasarkan hasil uraian di atas, dapat disimpulkan

bahwa regulasi diri (self regulation) memiliki tiga aspek

yang ada di dalamnya yaitu metakognisi, motivasi, dan

perilaku. Siswa yang diasumsikan termasuk kategori ’self-

regulated’ adalah siswa yang aktif dalam proses

belajarnya, baik secara metakognitif, motivasi, maupun

perilaku. Mereka menghasilkan gagasan, perasaan, dan

tindakan untuk mencapai tujuan belajarnya. Secara

metakognitif mereka bisa memiliki strategi tertentu

yang efektif dalam memproses informasi. Sedangkan

motivasi berbicara tentang semangat belajar yang

sifatnya internal. Adapun perilaku ditampilkannya

adalah dalam bentuk tindakan nyata dalam belajar.

4. Faktor-faktor yamg mempengaruhi Regulasi Diri

Terdapat dua faktor yang mempengaruhi regulasi

diri (self regulation) yaitu faktor eksternal dan faktor

internal. Bandura (dalam Alwisol, 2007) mengatakan

bahwa, tingkah laku manusia dalam self regulation adalah

hasil pengaruh resiprokal faktoreksternal dan internal.

23

Faktor eksternal dan faktor internal akan dijelaskan

sebagai berikut.

a.   Faktor Eksternal dalam Regulasi Diri

Faktor eksternal mempengaruhi regulasi diri dengan dua

cara:

1)      Standar

Faktor eksternal memberikan standar untuk mengevaluasi

tingkah laku kita sendiri. Standar itu tidaklah semata-

mata berasal dari daya-daya internal saja namun juga

berasal dari faktor-faktor lingkungan, yang

berinteraksi dengan factor pribadi juga turut membentuk

standar pengevaluasian individu tersebut. Anak belajar

melalui orang tua dan gurunya baik-buruk, tingkah laku

yang dikehendaki dan yang tidak dikehendaki. Melalui

pengalaman berinteraksi dengan lingkungan yang lebih

luas, anak kemudian mengembangkan standar yang dapat ia

gunakan dalam menilai prestasi diri.

2)      Penguatan (reinforcement)

Faktor eksternal mempengaruhi regulasi diri dalam

bentuk penguatan (reinforcement). Hadiah intrinsik tidak

selalu memberikan kepuasan, manusia membutuhkan

intensif yang berasal dari lingkungan eksternal.

Standar tingkah laku biasanya bekerja sama; ketika

orang dapat mencapai standar tinkah laku tertentu,

perlu penguatan agar tingkah laku semacam itu menjadi

pilihan untuk dilakukan lagi.

24

 b.      Faktor Internal dalam Regulasi Diri

Faktor eksternal berinteraksi dengan faktor internal

dalam pengaturan diri sendiri. Bandura mengemukakan

tiga bentuk pengaruh internal:

1) Observasi diri (self observation): Dilakukan

berdasarkan faktor kualitas penampilan, kuantitas

penampilan, orisinalitas tingkah laku diri, dan

seterusnya. Observasi diri terhadap performa yang sudah

dilakukan. Manusia sanggup memonitor penampilannya

meskipun tidak lengkap atau akurat. Kita memilih dengan

selektif sejumlah aspek perilaku dan mengabaikan aspek

lainnya yang dipertahankan biasanya sesuai dengan

konsep diri.

2) Proses penilaian (judgmental process): Proses

penilaian bergantung pada empat hal: standar pribadi,

performa-performa acuan, nilai aktivitas, dan

penyempurnaan performa. Standar pribadi bersumber dari

pengamatan model yaitu orang tua atau guru, dan

menginterpretasi balikan/penguatan dari performasi

diri. Setiap performasi yang mendapatkan penguatan akan

mengalami proses kognitif, menyusun ukuran-ukuran/norma

yang sifatnya sangat pribadi, karena ukuran itu tidak

selaku sinkron dengan kenyataan. Standar pribadi adalah

proses evaluasi yang terbatas. Sebagian besar aktivitas

harus dinilai dengan membandingkan dengan ukuran

eksternal, bisa berupa norma standar perbandingan

25

sosial, perbandingan dengan orang lain, atau

perbandingan kolektif. Dari kebanyakkan aktivitas, kita

mengevaluasi performa dengan membandingkannya kepada

standar acuan.

Di samping standar pribadi dan standar acuan, proses

penilaian juga bergantung pada keseluruhan nilai yang

kita dapatkan dalam sebuah aktivitas. Akhirnya,

regulasi diri juga bergantung pada cara kita mencari

penyebab-penyebab tingkah laku demi menyempurnakan

performa.

3) Reaksi diri (self response): Manusia merespon positif

atau negatif perilaku mereka tergantung kepada

bagaimana perilaku ini diukur dan apa standar

pribadinya. Bandura meyakini bahwa manusia menggunakan

strategi reaktif dan proaktif untuk mengatur dirinya.

Maksudnya, manusia berupaya secara reaktif untuk

mereduksi pertentangan antara pencapaian dan tujuan,

dan setelah berhasil menghilangkannya, mereka secara

proaktif menetapkan tujuan baru yang lebih tinggi.

Berdasarkan hasil uraian di atas dapat disimpulkan

bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi regulasi diri

seseorang ada dua faktor, yaitu faktor eksternal dan

internal. Faktor eksternal terdiri dari standar dan

penguatan (reinforcement), sedangkan faktor internal

terdiri dari observasi diri (self observation), proses

26

penilaian (judgmental process), dan reaksi diri (self

response).

C. Remaja

1. Pengertian remaja

Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti

tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence

mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup

kematangan mental, emosional sosial dan fisik. Remaja

sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena

tidak termasuk golongan anak tetapi tidak juga golongan

dewasa atau tua. Seperti yang dikemukakan oleh Calon

(dalam Monks, dkk 1994) bahwa masa remaja menunjukkan

dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena

remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi

memiliki status anak.

Santrock (2003: 26) bahwa remaja (adolescene)

diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara

masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan

biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Batasan usia

remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara

12 hingga 21 tahun. Rentang waktu usia remaja ini

biasanya dibedakan atas tiga, yaitu 12 – 15 tahun =

masa remaja awal, 15 – 18 tahun = masa remaja

pertengahan, dan 18 – 21 tahun = masa remaja akhir.

27

2. Karakteristik Remaja

Karakteristik pertumbuhan dan perkembangan remaja

yang mencakup perubahan transisi biologis, transisi

kognitif, dan transisi sosial akan dipaparkan di bawah

ini:

1. Transisi Biologis

Menurut Santrock (2003: 91) perubahan fisik

yang terjadi pada remaja terlihat nampak pada saat masa

pubertas yaitu meningkatnya tinggi dan berat badan

serta kematangan sosial. Diantara perubahan fisik itu,

yang terbesar pengaruhnya pada perkembangan jiwa remaja

adalah pertumbuhan tubuh (badan menjadi semakin panjang

dan tinggi). Selanjutnya, mulai berfungsinya alat-alat

reproduksi (ditandai dengan haid pada wanita dan mimpi

basah pada laki-laki) dan tanda-tanda seksual sekunder

yang tumbuh (Sarlito Wirawan Sarwono, 2006: 52).

Selanjutnya, Menurut Muss (dalam Sunarto & Agung

Hartono, 2002: 79) menguraikan bahwa perubahan fisik

yang terjadi pada anak perempuan yaitu; perertumbuhan

tulang-tulang, badan menjadi tinggi, anggota-anggota

badan menjadi panjang, tumbuh payudara.Tumbuh bulu yang

halus berwarna gelap di kemaluan, mencapai pertumbuhan

ketinggian badan yang maksimum setiap tahunnya, bulu

28

kemaluan menjadi kriting, menstruasi atau haid, tumbuh

bulu-bulu ketiak.

Sedangkan pada anak laki-laki peubahan yang

terjadi  antara lain; pertumbuhan tulang-tulang, testis

(buah pelir) membesar, tumbuh bulu kemaluan yang halus,

lurus, dan berwarna gelap, awal perubahan suara,

ejakulasi (keluarnya air mani), bulu kemaluan menjadi

keriting, pertumbuhan tinggi badan mencapai tingkat

maksimum setiap tahunnya, tumbuh rambut-rambut halus

diwajaah (kumis, jenggot), tumbuh bulu ketiak, akhir

perubahan suara, rambut-rambut diwajah bertambah tebal

dan gelap, dan tumbuh bulu dada.

Pada dasarnya perubahan fisik remaja disebabkan

oleh kelenjar pituitary dan kelenjar hypothalamus. Kedua

kelenjar itu masing-masing menyebabkan terjadinya

pertumbuhan ukuran tubuh dan merangsang aktifitas serta

pertumbuhan alat kelamin utama dan kedua pada remaja

(Sunarto & Agung Hartono, 2002: 94)

2.      Transisi Kognitif

Dalam perkembangan kognitif, remaja tidak terlepas

dari lingkungan sosial. Hal ini menekankan pentingnya

interaksi sosial dan budaya dalam perkembangan kognitif

remaja.

Menurut Piaget (dalam Santrock, 2003: 110) secara

lebih nyata pemikiran opersional formal bersifat lebih

abstrak, idealistis dan logis. Remaja berpikir lebih

29

abstrak dibandingkan dengan anak-anak misalnya dapat

menyelesaikan persamaan aljabar abstrak. Remaja juga

lebih idealistis dalam berpikir seperti memikirkan

karakteristik ideal dari diri sendiri, orang lain dan

dunia. Remaja berfikir secara logis yang mulai berpikir

seperti ilmuwan, menyusun berbagai rencana untuk

memecahkan masalah dan secara sistematis menguji cara

pemecahan yang terpikirkan.

3. Transisi Sosial

Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi,

kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada

masa remaja. Hubungan sosial anak pertama-tama masing

sangat terbatas dengan orang tuanya dalam kehidupan

keluarga, khususnya dengan ibu dan berkembang semakin

meluas dengan anggota keluarga lain, teman bermain dan

teman sejenis maupun lain jenis (dalam Rita Eka Izzaty

dkk, (2008: 139).

D. Kerangka Berpikir

Teori utama yang digunaka dalam penelitian ini

adalah teori tentang konsep diri oleh Stuart dan

Sundeen dan teori tentang Regulasi diri oleh Albert

Bandura.

Masa remaja dapat dipandang sebagai suatu masa

dimana individu dalam masa pertumbuhannya telah

mencapai kematangan. Periode ini menunjukkan suatu masa

30

kehidupan, dimana para remaja tdak dapat dan tidak mau

lagi diperlakukan sebagai kanak-kanak, namun mereka

juga belum mencapai kematangan yang penuh dan tidak

dapat dimasukkan ke dalam kategori orang dewasa. Dengan

kata lain, periode ini merupakan periode transisi atau

peralihan kehidupan masa kanak-kanak (childhood) ke

masa dewasa (adulthood), (sulaeman, 1995: 1).

Terdapat dua faktor yang mempengaruhi regulasi

diri menurut bandura, yakni faktor eksternal dan

internal. Faktor internal sebagai berikut:

1.    Observasi diri (self observation): Dilakukan

berdasarkan faktor kualitas penampilan, kuantitas

penampilan, orisinalitas tingkah laku diri, dan

seterusnya. Observasi diri terhadap performa yang sudah

dilakukan. Manusia sanggup memonitor penampilannya

meskipun tidak lengkap atau akurat. Kita memilih dengan

selektif sejumlah aspek perilaku dan mengabaikan aspek

lainnya. Yang dipertahankan biasanya sesuai dengan

konsep diri.

2.    Proses penilaian (judgmental process): Proses

penilaian bergantung pada empat hal: standar pribadi,

performa-performa acuan, nilai aktivitas, dan

penyempurnaan performa. Standar pribadi bersumber dari

pengamatan model yaitu orang tua atau guru, dan

menginterpretasi balikan/penguatan dari performasi

diri. Setiap performasi yang mendapatkan penguatan akan

31

mengalami proses kognitif ,menyusun ukuran-ukuran/norma

yang sifatnya sangat pribadi, karena ukuran itu tidak

selaku sinkron dengan kenyataan. Standar pribadi adalah

proses evaluasi yang terbatas. Sebagian besar aktivitas

harus dinilai dengan membandingkan dengan ukuran

eksternal, bisa berupa norma standar perbandingan

sosial, perbandingan dengan orang lain, atau

perbandingan kolektif. Dari kebanyakkan aktivitas, kita

mengevaluasi performa dengan membandingkannya kepada

standar acuan. Di samping standar pribadi dan standar

acuan, proses penilaian juga bergantung pada

keseluruhan nilai yang kita dapatkan dalam sebuah

aktivitas. Akhirnya, regulasi diri juga bergantung pada

cara kita mencari penyebab-penyebab tingkah laku demi

menyempurnakan performa.

3.    Reaksi diri (self response): Manusia merespon positif

atau negatif perilaku mereka tergantung kepada

bagaimana perilaku ini diukur dan apa standar

pribadinya. Bandura meyakini bahwa manusia menggunakan

strategi reaktif dan proaktif untuk mengatur dirinya.

Maksudnya, manusia berupaya secara reaktif untuk

mereduksi pertentangan antara pencapaian dan tujuan,

dan setelah berhasil menghilangkannya, mereka secara

proaktif menetapkan tujuan baru yang lebih tinggi.

Berdasarkna faktor internal diatas, Telah jelas

disebutkan bahwa dalam observasi diri dalam regulasi

32

itu berdasakan pada konsep diri seseorang. Konsep diri

dapat dikatakan sebagai hal yang sangat penting bagi

individu dalam mempengaruhi lingkungan nya.

Menurut Clara (1998 : 3) konsep diri terbentuk atas dua

komponen yaitu kompoen kognitif dan komponen afektif.

Komponen kognitif merupakan pengetahuan individu

tentang keadaan dirinya, sedangkan komponen afektif

merupakan penilaian individu terhadap diri.

Selanjutnya Stuart dan Sundeen (dalam Keliat, 1991 : 4)

mengemukakan komponen konsep diri, yaitu :

a. Gamabaran diri, adalah sikap seseorang

terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak

sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan

perasaan tentang ukuran dan bentuk, fungsi,

penampilan dan potensi tubuh saat ini dan

masa lalu.

b. Ideal diri, merupakan persepsi individu

tentang bagaimana ia berprilaku sesuai dengan

standar pribadi. Standar dapat berhubungan

langsung dengan sejumlah aspirasi, cita-cita,

nilai-nilai yang ingin dicapai.

c. Harga diri merupakan aspek utama untuk

meningkatkan harga diri yaitu dicintai dan

menerima penghargaan orang lain. Manusia

cenderung bersikap negatif, walaupun ia conta

33

dan mengakui kemampuan orang lain namun

jarang mengapresiasikannya.

d. Peran, adalah merupakan pola sika, perilaku,

nilai, dan tujuan yang diharapkan, dari

seseorang berdasarkan posisinya dimasyarakat,

e. Identitas, adalah kesadaran akan diri yang

bersumber dari observasi dan penilaian yang

merupakan sintesa dari semua aspek konsep

diri sebagai suatu kesatuan yang utuh

Uraian yang telah dikemukakan di atas menunjukan

bahwa faktor yang mempengaruhi individu untuk

mempengaruhi lingkungan atau regulasi adalah konsep

diri. Keliat (dalam Zaili, 2004: 23) menerangkan bahwa

konsep diri merupakan aspek kritikal dan dasar perilaku

individu dengan konsep diri yang positif dapat

berfungsi lebih efektif yang terlihat dari kemampuan

interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan

lingkungan. Konsep diri yang negatif dapat dilihat dari

hubungan sosial individu yang tidak efektif. Dengan

kata lain jika individu memiliki konsep diri yag

positif, dimana individu memiliki gambaran diri yang

baik, memiliki ideal diri yang jelas, memiliki harga

diri yang tinggi, memiliki peran dan identitas yang

jelas pula, maka individu dapat berinteraksi lebih

efektif dengan lingkungan sosisalnya. Sedangkan remaj

34

yang memliki konsep diri yang negatif, maka remaja akan

menunjukkan perilakunya dalam interaksi dengan orang

lain menjadi tidak efektif karena sulitnya untuk

membuka diri dengan individu lain.

Dari uraian diatas jelas bahwasannya konsep diri

erat kaitannya dengan regulasi diri antara satu irang

dengan orang lain. Efektif atau tidak efektifnya suatu

perubahan (regulasi) sangat dipengaruhi sejauh mana

seseorang dapat menampilak konsep dirinya dalam

berinteraksi.

E. Hipotesis

Berdasarkan keranga pemikiran di atas, maka

hipotesa yang di ajukan dalam penelitian ini adalah

“terdapat hubungan antara konsep diri dengan regulasi

diri pada remaja di Madrasah Aliyan Negri 1 Pekanbaru”.

Ini berarti jika individu memiliki konsep diri yang

positif makan regulasi dirinya dalam lingkungan akan

terjadi lebih efektif. Sebaliknya jika individu

memiliki konsep diri yang negatif, maka regulasinya

pada lingkungan akan semakin tidak efektif.

35

BAB III

METODE PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini

adalah kuntitatif. Metode Kuantiltatif merupakan metode

36

penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme,

digunakan untuk meneliti pada sampel atau populasi

tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen

penelitinan, analisis data bersifat

kuantitatif/statistik, dengan tujan untuk menguji

hipotesis yang telah diterapkan ( Sugiono,1999).

1. Identifikasi Variabel

Variabel penelitian adalah suatu atribut atau

sifat atau nilai dari orang, objek, atau kegiatan yang

mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya

( Sugiono,1999). Adapun variabel dalam penelitian ini

adalah :

Variabel independent (X) : Konsep Diri

Variabel dependent ( Y) : Regulasi Diri

Konsep Diri ialah mencakup seluruh pandangan

individu akan dimensi fisik, karakteristik pribadi,

motivasi, kelemahan, kepandaian, kegagalan, dan lain

sebagainya (Cawagas, 1983).

Regulasi Diri (Bandura) adalah suatu kemampuan

yang dimiliki manusia berupa kemampuan berfikir dan

dengan kemampuan itu mereka memanipulasi lingkungan,

sehingga terjadi perubahan lingkungan akibat kegiatan

tersebut.

37

2. Definisi Operasional

Dalam penelitian ini, definisi operasional dari

variabel yang diteliti adalah sebagai berikut :

VT : Konsep diri adalah mencakup seluruh pandangan

remaja-remaja di Man1 pekanbaru akan dimensi fisik,

karakteristik pribadi, motivasi, kelemahan, kepandaian,

kegagalan, dan lain sebagainya yang di ukur dengan

skala kepercayaan diri model Likert.

Semakin tinggi nilai subjek pada skala tersebut, maka

semakin tinggi pula konsep subjek.

VB : suatu kemampuan yang dimiliki siswa Man1 pekanbaru

berupa kemampuan berfikir dan dengan kemampuan itu

mereka memanipulasi lingkungan, sehingga terjadi

perubahan lingkungan akibat kegiatan tersebut. yang di

ukur dengan skala regulasi diri.

Semakin tinggi nilai subjek pada skala tersebut, maka

semakin tinggi pula regulasi diri subjek.

3. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini ialah remaja putra dan

putri yang bersekolah di Man 1 Pekanbaru. terdiri dari

150 orang remaja putra dan 150 orang remaja putri. Yang

di ambil dalam beberapa kelas dan tingkatan. Dari kelas

10 akan di ambil sampel 100 remaja putra&putri, dari

kelas 11 diambil sampel 100 remaja putra&putri, dan di

38

kelas 12 akan diambil sampel sebanyak 100 orang remaja

putra&putri.

Dan teknik yang digunakan yakni Stratified Sampling.

Stratified sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana

populasi dikelompokan dalam strata tertentu kemudian

diambil sampel secara random dgn proporsi yg seimbang

sesuai dgn posisi dalam populasi.

4. Metode Pengumpulan Data

Untuk menegetahui keadaan subjek khususnya

konsep diri dan regulasi diri, Metode yang digunakan

dalam pengumpulan data ini adalah dengan menggunakan

skala.

Skala merupakan teknik pengumpulan data yang

bersifat mengukur, karena diperoleh hasil ukur yang

berbentuk angka-angka. Dengan skala pengukuran, maka

nilai variabel yan diukur dengan instrumen tertentu

dapat dinyatakan dalam bentuk angka, sehingga akan

lebih akurat, efisien dan komunikatif.

Validitas & Reliabilitas

Validitas berasal dari kata Validity yang mempunyai arti

sejauh mana ketepatan dan kecemasan suatu instrumen

pengukur dalam melakukan fungsi ukurnya ( Azwar, 1996 :

173)

39

1) Dalam penelitian ini, validitas yang digunakan

ialah validitas isi. Validitas isi adalah

validitas yang diperhitungkan melalui pengujian

terhadap isi alat ukur dengan analisis rasional. (

Kerlinger : 1990). Alat ukur akan di ajukan dan di

analisis oleh 4 orang ahli.

2) Azwar (2004 : 83) mendefinisikan Reliabilitas

adalah sejauh mana hasil atau pengukuran dapat

dipercaya secara empirik. Tinggi rendahnya

reliabilitas ditentukan oleh suatu angka yang

disebut dengan koefisien reliabilitas yang

angkanya berada dalam rentan 0 sampai 1,00.

Semakin tinggi mendekati 1,00 berarti semakin

tinggi reliabilitasnya, sebaliknya semakin rendah

angka 0 berarti semakin rendah reliabilitasnya.

Uji reliabilitas menggunakan teknik alpha

dengan bantuan program SPSS 11,5 for windows

melalui komputer. Adapun rurmus yang digunakan

(Azwar, 2004 : 87) adalah :

α=2[1−S12+S1

2

Sx2 ]

Keterangan : S12 dan S2

2 = Varians skor

belahan 1 dan belahan 2

40

Sx =

Varians skor tes

5. Analisis Data

Data yang diperoleh selanjutnya akan dianalisa.

Analisa data yang digunakan adalah teknik analisa

korelasi product moment dengan menggunakan bantuan

program Statistical product and service solution (SPSS)

11.5 for windows. Data hasil pengukuran konsep diri

yang dikumpulkan melalui skala akan dikorelasikadengan

data regulasi diri yang juga diperoleh melalui skala.

Data tersebut kemudian akan dianalisa dengan teknik

korelasi product moment (Sugiyono, 2008: 228).

Rumus korelasi product moment adalah sebagai

berikut :

Rxy= N∑XY (∑X)(∑Y)

√ [N∑X2−(∑X)²][N∑Y2−(∑Y)² ]

Keterangan :

Rxy : Koefisien korelasi product moment antara

konsep diri dengan regulasi diri

N : Jumlah Subjek Penelitian

X : Konsep diri (Variabel Bebas)

Y : Regulasi diri(Variabel Terikat )

X ∑ : Jumlah skor butir konsep diri

41

DAFTAR PUSTAKA

Kartini, Kartono. 1987. Kamus Psikologi. Bandung:

Pionir Jaya

Jess & J. Gregory Feist. 2010. Teori Kepribadian.

Jakarta: Salemba Humanika

Burns, R.B. 1993. Konsep Diri teori, pengukuran,

perkembangan, dan perilaku. Jakarta: Arcan

Howard & Miriam. 2008. Kepribadian teori klasik dan riset

modern Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kualitatif Kuantitatif dan R&D.

Bandung: Alfabeta

42

Agustriana. 2009. Hubungan konsep diri dengan komunikasi

interpersonal

http://fazrianfaldi.blogspot.com/2013/02/regulasi

-diri.html

http://dutashare.blogspot.com/2012/12/makalah-

remaja-dan-permasalahannya.html

Skala I

Pilihan Jawaban

43

SS : Sangat Setuju

S : Setuju

TS : Tidak Setuju

STS : Sangat Tidak Setuju

NO PERNYATAAN SS S TS STS

1Saya merasa kurang bangga dengan

potensi yang saya miliki

2Saya merasa orang lain

menghargai pendapat saya

3Tidak ada yang dapat saya

banggakan dari diri saya ini

4

Saya merasa potensi yang saya

miliki ini dapat saya andalkan

untuk masa depan saya

5

Saya menyadari bahwa saya

memiliki keahlian khusus disuatu

bidang yang tidak sama dengan

orang lain

6Saya sadar dengan kemampuan yang

saya miliki

7

Saya merasa tidak ada bedanya

potensi yang saya miliki dengan

orang lain

8Saya bangga dengan bentuk tubuh

yang saya miliki9 Tubuh saya jauh dari ukuran atau

44

bentuk ideal yang saya harapkan

10

Tingkah laku yang saya tampilkan

sesuai dengan nilai-nilai yang

ingin saya capai

11

Saya merasa banyak orang yang

menghindari untuk berteman

dengan saya

12Saya merasa, saya dapat

berpenampilan baik di muka umum

13

Tingkah laku yang saya tampilkan

belum sesuai dengan nilai-nilai

yang ingin saya capai

14Saya bisa merasakan, bahwa orang

disekeliling saya menyukai saya

15Terkadang saya merasa sebagai

orang tidak sehat

16Saya merasa bangga terlahir

dengan bentuk tubuh seperti ini

17

Saya merasa potensi yang ada

pada diri saya tidak dapat saya

andalkan

18Tubuh saya sudah sesuai dengan

standar yang saya inginkan19 Saya menyadari kelebihan-

kelebihan apa saja yang saya

miliki, sehingga dapat saya

45

andalkan untuk masa depan saya

20

Dalam berinteraksi dengan orang

lain saya mampu menerapkan

nilai-nilai yang sesuai dengan

keinginan saya

21Keahlian khusus yang saya miliki

juga dimiliki orang lain

22Saya dapat menyesuaikan tingkah

laku saya dimanapun saya berada

23Saya menyesal dilahirkan dengan

keadaan tubuh yang seperti ini

24Saya merasa mudah mendapatkan

perhatian dari teman-teman saya

25

Ketika berinteraksi dengan orang

lain saya sulit menerapkan

nilai-nilai yang sesuai dengan

keinginan saya

26

Sebagai seorang pelajar, saya

memiliki tujuan khusus yang akan

saya capai melalui aktivitas

belajar saya

27Saya merasa agak kecewa dengan

bentuk tubuh yang saya miliki 28 Saya memiliki tubuh yang sehat29 Saya tidak tahu apa kekhasan

saya jika dibandingkan dengan

46

orang lain

30Tingkah laku saya sudah sesuai

dengan apa yang saya inginkan

31

Saya merasa tidak perlu membuat

tujuan-tujuan tertentu dalam

hidup ini, karena yang penting

menjalani hidup ini apa adanya

32

Sebagai seorang remaja saya

bertingkah laku selayaknya

dilakukan oleh remaja

33Kadang saya tidak menyadari

kemampuan apa yang saya miliki

34

Saya merasa orang lain

mendengarkan apa yang saya

kemukakan ketika berdiskusi

35Tingkah laku saya belum sesuai

dengan apa yang saya inginkan

36

Saya akan berusaha dengan

sebaik-baiknya sesuai harapan

diri maupun orang lain

37

Saya mengalami kesulitan untuk

mendapatkan perhatian dari

teman-teman saya

38Saya dapat tampil dimuka umum

dengan meyakinkan39 Saya mengalami kesulitan untuk

47

menyesuaikan diri dengan

lingkungan atau aturan-aturan

yang ada di masyarakat

40

Saya akan berusaha sekuat tenaga

untuk mencapai cita-cita yang

saya harapkan

41Tidak semua yang ada pada diri

saya, saya sukai

42

Saya bertingkah laku sesuai

dengan norma-norma yan ada di

masyarakat

Sumber : Skripsi Agustriana : 2009

Skala II

Pilihan Jawaban

SS : Sangat Setuju

S : Setuju

TS : Tidak Setuju

STS : Sangat Tidak Setuju

NO PERNYATAAN SS S N TS STS

1Saya akan menjadi diri

saya sendiri2 Saya fokus dalam mencapai

48

harapan-harapan yang saya

inginkan

3Saya cenderung menyamakan

diri dengan orang lain

4

Saya ragu dengan

kemampuan yang saya

miliki

5

Saya memiliki banyak

keinginan, sehingga sulit

untuk fokus dalam

memperolehnya

6Saya bukan orang yang

suka bermalas-malasan

7Saya segera menyelesaikan

konflik yang saya hadapi

8

Saya suka membiarkan

konflik yang saya hadapi

berlarut-larut

9

Saya adalah pribadi yang

tidak pandai

bersosialisasi

10Saya teliti setiap kali

melaksanakan tugas

11

Saya menerima setiap

kekurangan yang ada pada

diri saya

49

12

Saya tidak pernah

beelajar dari kesalahan

yang telah saya lakukan

13

Bagi saya bertindak cepat

lebih baik saripada harus

menunggu

14

Sulit bagi saya menerima

kekurangan yang ada pada

diri saya

15

Saya lebih suka menunggu

daripada berinisiatif

untuk bertindak

16Saya berpenampilan sesuai

dengan lingkungan

17

Saya berusaha menjaga

sikap dalam berinteraksi

dengan masyarakat

18Saya suka berperilaku

seenaknya

19

Saya berperilaku

sebagaimana peraturan

yang ada di sekolah

20Saya selalu tampil beda

dari lingkungan21 Bagi saya, peraturan-

peraturan yang ada hanya

50

akan mempersulit

22

Sulit bagi saya untuk

berperilaku sesuai dengan

peraturan yang ada di

kampus

23

Saya terbiasa mengikuti

peraturan-peraturan yang

ada

24

Saya selalu mempelajari

setiap pengalaman yang

saya peroleh dari

lingkungan

25Saya suka bergaul dengan

gank-gank/preman

26

Saya tidak belajar dari

pengalaman yang saya

peroleh dari lingkungan

27Penampilan saya cenderung

tidak di sukai orang lain

28

Saya memilih teman-teman

yang memiliki perilaku

yang baik

29

Saya memilih mencontek

ketika ujian karna

pengawasan tidak ketat30 Saya akan mengikuti jejak

51

orang-orang yang

berprestasi di sekolah

31

Ketika saya belajar,

orang tua selalu memberi

support

32

Bagi saya, menjadi siswa

yang berprestasi

disekolah bukanlah hal

yang stimewa

33

Orang tua saya tidak

pernah memberi support

pada saya

34

Bagi saya, masuk kerumah

orang harus meminta izin

terlebih dahulu

35

Saya akan mengikuti

setiap saran dan nasehat

yang baik dari guru

36

Saya selalu mengacuhkan

setiap saran dan nasehat

dari guru

37Perilaku saya selalu di

tolak oleh masyarakat

52

53