DRAFT PROPOSAL

57
DESKRIPSI TINGKAT PENDIDIKAN DAN KINERJA PEGAWAI PADA DINAS TATA RUANG, KEBERSIHAN, PERTANAMAN DAN PEMADAM KEBAKARAN KABUPATEN JENEPONTO DRAFT SKRIPSI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI TUGAS-TUGAS DALAM MEMENUHI SALAH SATU SYARAT GUNA MEMPEROLEH GELAR SARJANA POLITIK DALAM BIDANG ILMU PEMERINTAHAN OLEH MUH. REDZKY MURDANNI 201121005 PROGRAM STRATA -1 JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS PEPABRI MAKASSAR 2014 HALAMAN PERSETUJUAN DESKRIPSI TINGKAT PENDIDIKAN DAN KINERJA PEGAWAI PADA DINAS TATA RUANG, KEBERSIHAN, PERTANAMAN DAN PEMADAM KEBAKARAN KABUPATEN JENEPONTO

Transcript of DRAFT PROPOSAL

DESKRIPSI TINGKAT PENDIDIKAN DAN KINERJAPEGAWAI PADA DINAS TATA RUANG, KEBERSIHAN,

PERTANAMAN DAN PEMADAM KEBAKARAN KABUPATEN JENEPONTO

DRAFT SKRIPSI

DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI TUGAS-TUGAS DALAM MEMENUHISALAH SATU SYARAT GUNA MEMPEROLEH GELAR SARJANA

POLITIK DALAM BIDANG ILMU PEMERINTAHAN

OLEHMUH. REDZKY MURDANNI

201121005

PROGRAM STRATA -1JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIKUNIVERSITAS PEPABRI MAKASSAR

2014HALAMAN PERSETUJUAN

DESKRIPSI TINGKAT PENDIDIKAN DAN KINERJA PEGAWAI PADA DINAS TATA RUANG, KEBERSIHAN,PERTANAMAN DAN PEMADAM KEBAKARAN KABUPATEN JENEPONTO

JUDUL SKRIPSI : :

NAMA MAHASISWA : MUH. REDZKY MURDANNISTAMBUK/NIRM : 201121005

TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI PADA

Tanggal : 2014

Pembimbing IPembimbing II

D E K A NFAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Drs. Agussalim, S.Sos, M.Si.

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan

Yang Maha Esa karena atas lindungan, rahmat, bimbingan,

dan petunjuk-Nyalah sehingga penulisan skripsi ini dapat

diselesaikan sesuai dengan waktu yang disediakan.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu

persyaratan yang diwajibkan kepada setiap mahasiswa yang

akan menyelesaikan studi program strata satu pada

Universitas PEPABRI Makassar Program Studi Ilmu

Pemerintahan.

Dalam penyusunan skripsi ini, cukup banyak kesulitan

yang penulis hadapi. Hal ini terutama disebabkan oleh

keterbatasan kemampuan penulis dalam membuat karya tulis

ilmiah yang sesuai dengan etika penulisan. Namun berkat

lindungan dan petunjuk Tuhan Yang Maha Kuasa, bantuan

dari berbagai pihak, serta berbagai usaha penulis, maka

penulisan skripsi ini dapat diselesaikan meskipun dalam

bentuk dan susunan yang sederhana.

Tidak dapat dipungkiri bahwa skripsi ini masih

sangat jauh dari kondisi yang sempurna, karena itu

koreksi yang konstruktif dari semua pihak senantiasa

penulis akan terima dengan senang hati.

Makassar,

2014

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................ i

PERSETUJUAN PEMBIMBING................................ ii

KATA PENGANTAR........................................ iii

DAFTAR ISI ........................................... v

DAFTAR TABEL.......................................... vii

BAB I PENDAHULUAN............................... 1

A. Latar Belakang Masalah..................... 1B. Masalah Pokok.............................. 4C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian............. 4D. Sistematika Penulisan...................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................... 7

A. Pengertian Pendidikan dan Latihan......... 7B. Pengertian Produktivitas Kerja ........... 14C. Pembinaan dan Pengembangan Pegawai ....... 17D. Pentingnya Pengembangan Pegawai........... 26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ..................... 32

A. Kerangka berpikir ....................... 32 B. Metode Penelitian ....................... 34

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN ............ 37

. Dasar hukum Terbentuknya Kantor Dinas TataRuang, Kebersihan, Pertanaman & PemadamKebakaran.................................. 37

BAB V P E N U T U P.............................. 3

DAFTAR PUSTAKA....................................... 63

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu faktor yang memegang peranan penting

dalam proses pembangunan itu adalah kualitas sumber

daya manusia. Oleh karena itu perlu ada upaya dari

instansi untuk meningkatkan kualitas sumber daya

manusia, yang di satu pihak dimaksudkan untuk

meningkatkan kinerja dalam melakukan kegiatan di

masyarakat dan di lain pihak sangat erat hubungannya

dengan peningkatan taraf hidup manusia itu sendiri.

Untuk terwujudnya keadilan bekerja dan berusaha,

maka pemerintah bersama-sama masyarakat sedang

melaksanakan pembangunan di segala bidang, baik bidang

sosial, ekonomi, politik, bidang teknologi maupun pada

bidang-bidang lainnya. Suksesnya pembangunan tersebut

tergantung dari partisipasi seluruh masyarakat untuk

turut memberikan kontribusinya sesuai dengan

bidangnya masing-masing.

Untuk mewujudkan hal tersebut, maka perlu pula

dibarengi adanya upaya peningkatan kinerja para

pegawai dari setiap organisasi atau instansi.

Pemikiran ini didasarkan bahwa seseorang yang

produktif akan lebih mampu dalam menyelesaikan tugas

pekerjaannya dengan terampil dan cekatan, sehingga

pendapatan yang diperolehnya akan menjadi lebih besar.

Untuk menjaga agar instansi dan sumber daya manusianya

tersebut dapat berkembang dengan baik sehingga tujuan

akhir dari instansi dapat tercapai, maka pimpinan

instansi mengambil langkah-langkah dalam hal ini

pengembangan dan pengawasan terhadap kegiatan pegawai

di instansi tersebut.

Untuk mencapai tujuan instansi, maka salah satu faktor

yang penting dan sangat menentukan serta turut secara

langsung memepengaruhi kegiatan instansi adalah faktor

sumber daya manusia atau pegawai. Oleh sebab itu,

berhasil tidaknya suatu instansi dalam melayani

masyarakat sangat tergantung pada pelayanan yang

dilakukan serta harga diri para pegawai itu sendiri.

Walaupun setiap yang dilakukan oleh pegawai merupakan

kewajiban yang harus dilaksanakan karena keberadaannya

dalam instansi, namun karena balas jasa instansi

terhadap pegawainya merupakan satu-satunya sumber

kehidupan ekonominya serta menentukan statusnya dalam

masyarakat. maka kecenderungan untuk lebih giat

bekerja selalu tersirat dalam diri setiap pegawai

untuk memperbaiki tuntutan hidupnya.

Dengan adanya tuntutan hidup tersebut, maka

kesejahteraan yang setimpal yang diterima oleh setiap

pegawai dapat menghasilkan gairah kerja yang positif.

Jadi dengan pemberian insentip dari instansi yang

tidak setimpal dengan penghargaan setiap pegawai, maka

cenderung para pegawai tidak mendapatkan kepuasan

dengan penghasilan yang diberikan atas kinerjanya,

maka mereka akan bekerja tidak bersungguh-sungguh

sehingga kinerja pegawai menurun dan pada akhirnya

tujuan instansi tidak akan tercapai seperti yang

diharapkan.

Faktor lain yang turut pula mempengaruhi pegawai

sehingga cenderung kinerjanya kurang baik, yaitu

karena tingkat pendidikan rendah. Dapat pula

dijelaskan bahwa, bilamana instansi tidak

memperhatikan tingkat pendidikan bagi pegawainya, maka

akan mempengaruhi pula rendahnya kinerja pegawainya,

sehingga dapat menurunkan produktivitasnya. Dengan

demikian instansi harus memperhatikan tingkat

pendidikan pegawainya agar tujuan instansi dapat

tercapai.

Dari uraian tersebut di atas, maka di dalam pembahasan

skripsi ini, penulis akan membahas pengaruh tingkat

pendidikan terhadap kinerja pegawai. Sesuai penjelasan

tersebut di atas, maka penulis memilih judul:

“Deskripsi Tingkat Pendidikan dan Kinerja Pegawai pada Dinas

Tata Ruang, Kebersihan, Pertanaman dan Pemadam Kebakaran

Kabupaten Jeneponto”

B. Masalah Pokok

masalah yang timbul dan menjadi aspek pembahasan

mengenai kinerja pegawai pada Dinas Tata Ruang,

Kebersihan, Pertanaman & Pemadam Kebakaran Kabupaten

Jeneponto yang berkaitan dengan tingkat pendidikan

yang dimiliki para pegawai yaitu :

1. Bagaimana gambaran tingkat pendidikan dan

kinerja pegawai pada Dinas Tata Ruang, Kebersihan,

Pertanaman & Pemadam Kebakaran Kabupaten Jeneponto ?

2. Apakah ada pengaruh tingkat pendidikan terhadap

kinerja pegawai pada Dinas Tata Ruang, Kebersihan,

Pertanaman & Pemadam Kebakaran Kabupaten Jeneponto?

3.Bagaimana upaya peningkatan kualitas pegawai pada

Dinas Tata Ruang, Kebersihan, Pertanaman & Pemadam

Kebakaran Kabupaten Jeneponto ?

C. Tujuan dan Kegunaan

Penelitian

1. Tujuan Penelitan

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui pengaruh tingkat pendidikan

terhadap Kinerja Pegawai pada Dinas Tata Ruang,

Kebersihan, Pertanaman & Pemadam Kebakaran

Kabupaten Jeneponto;

b. Sebagai bahan pertimbangan serta input bagi

pihak Dinas Tata Ruang, Kebersihan, Pertanaman &

Pemadam Kebakaran dalam meningkatkan kinerja

pegawainya.

2. Kegunaan Penelitian

Sedangkan kegunaan penelitian ini adalah:

a. Untuk dapat dijadikan bahan referensi baik untuk

penulis sendiri maupun bagi pihak yang

membutuhkanya.

b. Sebagai salah satu syarat guna menyelesaikan

studi pada Universitas PEPABRI Makassar.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Pendidikan dan Latihan

Efisiensi suatu organisasi sangat tergantung pada

baik buruknya pengembangan anggota organisasi itu

sendiri. Di dalam sebuah perusahaan yang mencari

untung, tujuan ini dapat dicapai dengan baik kalau

karyawan-karyawannya dilatih secara sempurna. Latihan-

latihan yang baik diperlukan setiap saat, baik bagi

karyawan-karyawan baru, maupun karyawan-karyawan yang

telah lama berada dalam perusahaan. Karyawan-karyawan

baru yang setiap kali ditarik oleh perusahaan,

membutuhkan latihan-latihan sebelum mereka dapat

menjalankan tugas-tugas yang menjadi kewajibannya.

Sedangkan bagi karyawan-karyawan lama, mereka

membutuhkan latihan-latihan karena adanya tuntutan

dari tugas-tugasnya yang sekarang ataupun untuk

mempersiapkan dirinya berhubung akan ditransfer atau

akan dipromosikan pada jabatan yang lain.

Pengertian latihan dapat dikemukakan dalam

pembahasan ini, sebagaimana pendapat oleh para ahli

bahwa latihan adalah juga proses belajar mengajar,

dengan mempergunakan teknik dan metode tertentu. Akan

tetapi persamaan pendidikan dan latihan dapat

dikatakan berakhir.

Di sini yang terlihat kemudan adalah perbedaan-

perbedaan antara kedua istilah tersebut, baik dalam

arti konsepsi, sasaran maupun orientasinya.

Secara konsepsional, Siagian (1984 : 176)menyatakan bahwa :

“latihan dimaksudkan untuk meningkatkanketerampilan dan kemampuan kerja seorang atausekelompok orang. Biasanya sasarannya adalahseseorang atau sekelompok orang yang sudahbekerja pada suatu organisasi yang efisiensi.Efektifitas dan produktivitas secara terarah danprogramatik”.

Orientasi latihan tidak memberikan aksentuasi

yang teramat penting pada standar yang harus dipenuhi

oleh para pekerja latihan, meskipun standar itu, tetap

ada dan harus dipertahankan. Tekanan orientasi

diberikan kepada tugas yang harus dilaksanakan (job

orientation) dalam sutau organisasi tertentu.

Selanjutnya istilah pendidikan yang dikemukakan

oleh para ahli adalah keseluruhan proses, teknik dan

metode belajar mengajar dalam rangka mengalihkan

sesuatu pengetahuan kepada orang lain sesuai dengan

standar yang telah ditetapkan sebelumnya.

Dari pengertian tersebut di atas, terlihat tiga

hal pokok, yaitu:

1. Bahwa pendidikan merupakan suatu proses belajar

mengajar dengan mempergunakan teknik dan metode

tertentu.

2. Sebagai suatu proses, pendidikan merupakan

serangkaian kegiatan yang berlangsung relatif lama

dan diselenggarakan dengan pendekatan yang formal

dan structured. Structured artinya pendidikan

dilaksanakan oleh satuan kerja yang melembaga dan

kegiatannya diarahkan kepada seseorang atau

sekelompok orang yang dipandang menguasai materi

yang hendak dialihkan kepada orang lain yang

mengikuti program pendidikan yang bersangkutan.

3. Melalui serangkaian kegiatan, baik yang sifatnya

kurikuler maupun yang sifatnya ekstra kurikuler yang

telah disusun dan dipersiapkan sebelumnya, standar

pengetahuan tertentu ingin dialihkan kepada yang

diajar oleh yang mengajar. Artinya sesuatu program

pendidikan diarahkan pada pemenuhan standar

pengetahuan dan akademi tertentu. Pada umumnya

lembaga penyelenggara pendidikan tidak memikul

tanggungjawab tentang untuk apa pengetahuan yang

dialihkan itu hendak digunakan oleh pemiliknya.

Bahwa perjalanan karier para alumninya diikuti pula

oleh lembaga pendidikan yang bersangkutan

sesungguhnya merupakan suatu tanggungjawab sosial,

bukan tanggungjawab institusional.

Misalnya seorang mahasiswa yang menempuh

pendidikan pada suatu lembaga pendidikan tinggi, oleh

lembaga pendidikan tinggi yang bersangkutan, mahasiswa

yang telah diterima karena memenuhi persyaratan

formal, seperti pendidikan formal yang telah ditempuh

sebelumnya, lulus ujian, telah menyelesaikan kewajiban

finansial dan sebagainya, dididik dalam disiplin ilmu

pengetahuan tertentu yang menjadi pilihan dari

mahasiswa yang bersangkutan.

Jika telah menyelesaikan seluruh program yang

dipersyaratkan harus diselesaikan, maka mahasiswa yang

bersangkutan dinyatakan lulus dan dalam banyak hal

diberi gelar akademik sesuai dengan tingkat program

yang telah berhasil diselenggarakannya dengan baik.

Hal yang menarik untuk diperhatikan ialah bahwa

lembaga penyelenggara kegiatan-kegiatan pendidikan

pada umumnya tidak mengadakan pembedaan terhadap para

mahasiswanya mulai dari proses seleksi hingga

perlakuan selama mengikuti program pendidikan. Tidak

ada perbedaan yang didasarkan pada jenis kelamin,

suku, daerah, agama, status sosial, kedudukan dalam

organisasi bagi mereka yang sudah bekerja maupun

pengalaman.

Oleh karena itu, tidak jarang dijumpai komposisi

mahasiswa yang beraneka ragam ditinjau dari hal-hal

yang dikemukakan di atas, dalam satu ruang kuliah,

misalnya mungkin saja terlihat sekelompok mahasiswa

yang berlainan jenis kelamin, datang dari berbagai

daerah, terdiri dari berbagai suku bangsa, berasal

dari keluarga dengan status sosial yang berbeda-beda

serta menduduki tingkat kedudukan dan jabatan yang

berbeda-beda pula. Mereka diperlakukan sama dan lulus

tidaknya dari lembaga pendidikan yang bersangkutan

ditentukan terpenuhi tidaknya semua persyaratan yang

telah ditetapkan sebelumnya.

Lembaga pendidikan yang bersangkutan tidak lagi

terlibat dalam penentuan perjalanan hidup para

alumninya, setelah mereka meninggalkan almamaternya.

Artinya pilihan karier dan profesi dilakukan sendiri

oleh alumnus yang bersangkutan. Apakah akan

mengabdikan dirinya dengan bekerja pada instansi

pemerintah, organisasi swasta atau berusaha sendiri

sepenuhnya terserah padanya. Dengan perkataan lain,

bekal pengetahuan yang diberikan baru bersifat

pengalaman sampai tingkat tertentu dari suatu disiplin

ilmu pengetahuan yang penerapannya dalam dunia

kenyataan terserah kepada pemilik pengetahuan itu.

Kata-kata yang sering terdengar menjelaskan hal ini

ialah bahwa lembaga pendidikan, termasuk pendidikan

tinggi, hanya mendidik para anak didiknya dalam suatu

disiplin ilmu tertentu sehingga “siap tahu” dan bukan

“siap pakai”.

Dalam hal itu harus segara ditambahkan bahwa

pendidikan yang sifatnya “siap tahu” itu bukannya

tanpa manfaat. Bahkan sesungguhnya dapat dikatakan

bahwa manfaatnya sungguh besar, paling sedikit

ditinjau dari lima sudut pandang, yaitu:

1. Penguasaan atas sesuatu disiplin ilmiah tertentu

2. Visi dan wawasan yang luas.

3. Menumbuhkan rasa ingin tahu

4. Kemampuan berfikir secara teratur, logis dan

sistematik.

5. Daya analisa yang tinggi.

Berarti bahwa meskipun hasil yang dibuahkan oleh

kegiatan pendidikan formal yang tidak ditujukan untuk

kebutuhan sesuatu organisasi tertentu, namun hasil

tersebut tetap sangat besar manfaatnya dipandang dari

dua segi.

1. Pengetahuan meskipun bersifat umum yang diperoleh

seseorang sangat besar manfaatnya bagi suatu

organisasi yang akan mempekerjakannya, karena dengan

pengetahuan formal itu diperoleh gambaran tentang

“modal pengetahuan” yang dimiliki oleh seseorang

untuk kemudian digunakan sebagai alat pengukur dalam

proses seleksi dalam penerimaan seseorang itu

menjadi anggota organisasi yang bersangkutan.

2. Ditinjau dari segi pengembangan sumber daya insani,

pendidikan formal yang telah dimiliki mempunyai arti

yang sangat penting dalam penyusunan program

peningkatan pengetahuan para anggota organisasi yang

memerlukannya disesuaikan tuntutan tugas dan

perkembangan organisasi sebagai keseluruhan serta

dalam rangka realisasi potensi intelektual yang

masih terpendam dalam diri para anggota organisasi

yang bersangkutan itu.

Pengertian pendidikan dan latihan dalam

pembahasan ini akan digunakan secara senafas karena

yang ditonjolkan bukan perbedaan-perbedaan yang

terdapat antara kedua istilah tersebut, melainkan

pentingnya kedua kegiatan itu, sebagai perwujudan

kemauan pimpinan organisasi untuk melakukan investasi

dalam rangka pengembangan sumber daya insani.

Dengan perkataan lain, pendidikan dan latihan

disoroti dari segi pentingnya sebagai investasi yang

merupakan merupakan kekayaan organisasi yang

dipisahkan dan ditanam demi perkembangan dan kemajuan

yang diharapkan dapat dipetik dan dinikmati di masa

depan.

Selanjuntnya pendidikan adalah adalah usaha untuk

membina kepribadian, mengembangkan pengetahuan dan

kemampuan jasmani dan rohani agar mampu melaksanakan

tugas. Sedangkan pengertian laithan adalah suatu

proses belajar mengajar sebagai upaya untuk menerapkan

pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam suatu

bidang spesifik, dimana pada ahkhir proses peserta

pelatihan siap menjalankan fungsi dan tugas-tugas pada

jabatannya.

B. Pengertian Produktivitas Kerja

Kerja adalah sejumlah rangkaian aktifitas

jasmaniah dan rohaniah yang dilakukan oleh manusia

untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Apabila

dianalisa, maka setiap kerja terdiri dari dua segi,

yaitu segi aktivitas sendiri dan segi caranya

aktivitas itu dilakukan, dengan secara sadar ataupun

tidak, pada dasarnya ditentukan oleh manusia pelaksana

kerja. Tingkat efisiensi dari pada kerja tergantung

bagaimana cara kerja itu dilaksanakan, jadi

produktivitas kerja pada dasarnya adalah perwujudan

dari pada cara-cara kerja. Tetapi dalam keseluruhannya

hasil sesuatu kerja (dengan demikian juga efisiensi)

tidak semata-mata ditentukan oleh cara kerja saja

melainkan juga oleh faktor-faktor lain. Faktor-faktor

tersebut dari segi manusianya sebagai pelaksana kerja

dapat dikelompokkan dalam dua segi, yaitu:

a. Intern (manusianya sendiri sebagai pelaksana

kerja)

b. Ekstern (lingkungan tempat kerja itu

diselenggarakan)

C. Pembinaan dan Pengembangan Pegawai

Suatu organisasi besar atau kecil, manusia merupakan

sumber daya yang paling berharga yang dimilikinya.

Dikatakan paling berharga karena dari semua sumber

daya yang terdapat dalam organisasi dan mungkin yang

dimilikinya, hanya karyawan yang mempunyai harkat dan

martabat yang harus dihargai dan bahkan dijunjung

tinggi.

Hanya sumber daya manusia yang mempunyai

kemampuan untuk berpikir secara rasional dan kemampuan

itu dapat menempatkkan dirinya secara rasional dalam

bentuk yang positif atau negatif. Kemampuan berpikir

secara positif dan negatif. Dalam bentuk yang positif,

kemampuan berpikir yang rasional memungkinkan

seseorang mampu mendahulukan kewajibannya, ketimbang

haknya sebagai manusia organisasional. Dalam bentuk

yang negatif, kemampuan itu apabila tidak terkendali

dan diarahkan secara tepat, dapat berwujud sikap,

prilaku dan tindak-tanduk yang semata-mata

mementingkan diri sendiri, tidak peduli apa akibatnya

kepada orang lain atau kepada organisasi dimana

seseorang itu menjadi anggota.

Karena itu, tidak mengherankan bila dewasa ini

semakin banyak teoritis ilmu-ilmu sosial dan praktisi

ilmu-ilmu administrasi dan manajemen yang memberikan

perhatian yang lebih besar kepada pentingnya

pengembangan karyawan, baik demi kepentingan nasional

maupun dari kepentingan yang lebih kecil dengan ruang

lingkup yang lebih sempit, yaitu kepentingan

organisasional.

Secara makrom, segi-segi yang dicakup oleh

pengembangan karyawan sangat luas dan rumit,

sasarannya adalah seluruh masyarakat atau paling

sedikit keseluruhan warga suatu target group tertentu

dan bukan orang per orang dalam suatu negara atau

masyarakat.

Beberapa segi pengembangan karyawan secara makro,

dijelaskan berikut ini:

1. Lapangan kerja

Salah satu cara yang paling baik yang tersedia bagi

seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan harkat

dan martabatnya adalah kesempatan untuk memanfaatkan

pengetahuan, keahlian dan keterampilan yang

dimilikinya dalam suatu pekerjaan atau profesi

tertentu untuk menerima imbalan jasa, biasanya dalam

bentuk upah dan gaji. Penghasilan itu memungkinkan ia

memuaskan berbagai kebutuhannya. Pandangan secara

makro mengenai kesempatan kerja tidak ditujukan kepada

usaha penciptaan lapangan kerja dalam konteks

nasionalnya yang dapat dianalisa dari berbagai sudut

pandangan kepentingan nasional.

Masalah-masalah yang berkaitan dengan lapangan kerja

dapat disoroti dari sudut pandangan perekonomian

nasional. Dengan sorotan demikian, tersedianya

lapangan kerja bagi para warga negara, biasanya

dikaitkan dengan masalah-masalah pengangguran dengan

segala dampaknya. Penyorotan demikian sering bermuara

pada perumusan kebijaksanaan pemerintah dalam usaha

memerangi pengangguran, baik yang nyata, maupun yang

terselubung, pengangguran penuh atau tidak. Tersedia

tidaknya lapangan kerja, jika dianalisa dari sudut

pandangan perekonomian nasional, tidak pula hanya

diarahkan pada satu sektor perekonomian tertentu,

seperti pertanian, industri dan sebagainya, akan

tetapi meliputi semua sektor produksi barang dan jasa

yang terdapat dalam satu negara. Juga tidak hanya

diarahkan kepada kelompok tertentu, seperti diarahkan

pemukiman pedesaan atau perkotaan, akan tetapi kepada

kedua-duanya dengan segala remifikasinya.

Masalah tersedia tidaknya lapangan kerja dapat pula

disoroti dari segi politik, karena apabila terdapat

anggota masyarakat yang tidak mempunyai pekerjaan

tetap yang memungkinkan memuaskan kebutuhannya.

Masalah lapangan kerja juga dapat disoroti dari segi

ketertiban masyarakat dan keamanan nasional, karena

apabila semakin banyak warga masyarakat yang tidak

mempunyai lapangan pekerjaan, tidak mustahil akibatnya

dapat terlihat dalam meningkatkan gangguan terhadap

ketertiban masyarakat dan keamanan nasional yang sudah

barang tentu tidak akan dibiarkan berlanjut oleh

aparat ketertiban dan keamanan.

Masalah lapangan kerja dapat pula dianalisa dari

berbagai sudut pandang lain seperti hukum, sosial dan

sebagainya. Akan tetapi dari contoh-contoh di atas,

terdapat beberapa pentingnya pengembangan karyawan

secara makro mempunyai kaitan langsung dengan lapangan

kerja.

Dilihat secara makro, pembahasan tentang pengembangan

karyawan tidak menyoroti hal-hal yang telah disinggung

di muka, yang menjadi sorotan perhatian ialah

bagaimana agar dalam memainkan perannya selaku pemakai

tenaga kerja, suatu organisasi memperoleh tenaga yang

memiliki pengetahuan, keahlian dan keterampilan yang

sesuai dengan kebutuhan, baik untuk menghadapi tugas-

tugas masa kini, maupun dalam menghadapi tantangan

tugas di masa depan.

2. Perencanaan Ketenagakerjaan

Pada umumnya disadari betapa pentingnya perencanaan

ketenagakerjaan secara nasional, meskipun harus diakui

bahwa menyusun rencana ketenagakerjaan yang meliputi

seluruh masyarakat, seluruh sektor, baik pemerintah

maupun swasta, bukan tugas yang mudah. Memang

merupakan suatu situasi yang sangat ideal apabila

dalam suatu negara terdapat rencana ketenagakerjaan

nasional bagi setiap jensi tugas, okupasi, profesi,

sektor perekonomian yang menghasilakan barang dan jasa

serta ketenagaan di sektor pemerintah. Karena sulit

mencapai situasi ideal yang demikian, kiranya cukup

memadai apabila perencanaan ketenagakerjaan pada

tingkat nasional ditujukan dalam kehidupan bangsa dan

negara sangat menentukan.

Telah digambarkan betapa sukarnya melakukan

perencanaan ketenagakerjaan dalam ruang lingkup

nasional, hal yang sama sesungguhnya dapat pula

dikatakan mengenai perencanaan ketenagakerjaan secara

mikro, meskipun tetap silit, memang lebih mungkin

untuk dilaksanakan, bahkan dalam konteks pengembangan

karyawan secara makro, keharusan mempunyai rencana

ketenagakerjaan tidak mungkin dielakkan, betapapun

sukarnya, karena ia menjadi dasar dari penentuan

langkah-langkah selanjutnya.

3. Pendidikan dan Latihan

Para teoritis ilmu-ilmu sosial dan praktisi yang

berusaha mendalami masalah-masalah pengembangan

karyawan nampaknya sependapat bahwa salah satu wahana

yang paling efektif yang dapat dan harus digunakan

dalam pengembangan karyawan adalah pendidikan dan

latihan. Sebagaimana halnya dengan segi-segi lain

pengembangan karyawan yang sifatnya makro dengan

kecukupan nasional, pendidikan dan latihan pun tidak

terutama ditujuan untuk memenuhi kepentingan orang per

orang. Juga tidak terutama ditujukan kepada

pemanfaatan hasil-hasil pendidikan dan latihan itu.

Akan tetapi lebih difokuskan kepada perumusan berbagai

kebijaksanaan yang menyangkut pendidikan dan latihan

guna mendukung keseluruhan kebijaksanaan pengembangan

karyawan sebagai modal terpenting yang memiliki oleh

suatu negara.

Dengan perkataan lain, sorotan perhatian dan

analisa ditujukan kepada berbagai hal seperti:

a. Sistem pendidikan dan latihan apa yang sebaiknya

dianut secara nasional dalam rangka meningkatkan

kecerdasan seluruh masyarakat, tidak semata-mata

dikaitkan dengan orientasi peningkatan kemampuan

individu dalam masyarakat untuk memuaskan

berbagai jenis kebutuhan, akan tetapi yang lebih

penting adalah agar sebagai warga negara yang

bertanggung jawab, dan semakin sadar akan hak

kewajibannya sehingga semakin mampu berperan

dalam mengusahakan kemajuan bangsa dan negara.

b. Strategi pencapaian sasaran-sasaran pendidikan

dan latihan dikaitkan dengan kebutuhan bangsa dan

negara sebagai keseluruhan akan tenaga terdidik

dan trampil. Dalam kaitan inilah dibahas berbagai

segi program pendidikan latihan seperti adanya

wajib belajar bagi populasi tingkat pendidikan

formal tertentu. Jika tingkat pendidikan formal

masyarakat banyak masih rendah, wajib belajar itu

dibatasi hanya pada tingkat sekolah dasar dahulu.

Pembatasan itu biasanya terpaksa dilakukan, bukan

karena pemerintah bersangkutan bermaksud untuk

membatasi kesempatan belajar bagi warga negara

yang biasanya sangat terbatas. Artinya, jika

masyarakat semakin maju dan keuangan negara

memang memungkinkan, tentu saja wajib belajar itu

terus ditingkatkan sehingga mencakup tingkat

pendidikan formal yang lebih tinggi. Seperti

wajib belajar sampai dengan tingkat sekolah

menengah pertama untuk kemudian ditingkatkan

lagi, sehingga mencakup tingkat-tingkat

pendidikan yang lebih tinggi lagi. Dalam kaitan

ini, pula dibahas kebutuhan akan pendidikan

formal yang sifatnya umum dan pendidikan

kejuruan. Membahas perlunya pendidikan umum dan

pendidikan kejuruan dilaksanakan bukanlah dalam

keadaan terisolasi, melainkan selalu dikaitkan

dengan kebutuhan negara atau bangsa secara

keseluruhan, misalnya dalam mendukung strategi

pembangunan negara dan bangsa di bidang ekonomi,

politik dan bidang-bidang lain.

c. Latihan dan keterampilan yang dirasakan sebagai

kebutuhan oleh kelompok-kelompok tertentu dalam

masyarakat. Dalam menentukan strategi penyediaan

kesempatan kerja mengikuti pelatihan keterampilan

tertentu bagi berbagai kelompok di dalam

masyarakat, sasaranya tidak selalu harus

didasarkan kepada motivasi ekonomi semata-mata,

seperti keterampilan petani, nelayan, golongan

pengusaha yang hanya memiliki modal yang kecil

dan mempekerjakan sedikit orang, akan tetapi

tidak jarang pula dengan segi-segi kehidupan lain

seperti segi pelestarian warisan kebudayaan

bangsa melalui karya seni, kerajinan tangan dan

sebagainya.

Sebaliknya pandangan secara mikro mengenai

pendidikan dan latihan bertitik tolak dari pemikiran

bahwa pengetahuan, keahlian dan keterampilan para

karyawan dalam suatu organisasi perlu terus menerus

ditingkatkan. Artinya disamping usaha institusional

untuk meningkatkan kemampuan organisasi sebagai satu

kesatuan kerja yang bulat untuk mencapai tujuannya,

juga melalui peningkatan kemampuan organisasional itu

bertambah pula kemampuan karyawan yang meningkatkan

efisiensi dan efektivitas individual yang digabung

dengan produktivitas kerja yang semakin meningkat

akan memungkinkan para karyawan meningkatkan

kariernya dengan peningkatan penghasilan yang pada

gilirannya dengan peningkatan penghasilan yang pada

gilirannya memungkinkan para karyawan yang

bersangkutan lebih mampu memenuhi kebutuhan hidupnya.

Kesemuanya itu pada akhirnya bermuara pada

terangkatnya derajat dan harkat karyawan tersebut

pada tingkat yang lebih tinggi dan lebih terhormat.

D. Pentingnya Pengembangan PegawaiSalah satu ciri utama yang membedakan manusia dan

makhluk lainnya adalah harga diri. Pada gilirannya

harga diri menampakkan “wajahnya” dalam berbagai

bentuk. Misalnya, karena harga diri setiap manusia

normal mempunyai keinginan kuat agar harkat dan

martabatnya mendapat pengakuan yang wajar dari

sesamanya. Harkat dan martabat itu dalam perjalanan

hidup seseorang melahirkan berbagai hal seperti cita-

cita, keinginan, harapan dan kebutuhan.

Cita-cita seseorang manusia pada umumnya bersipat

idealistik bahkan ada kalanya bersifat utopis,

meskipun disadari bahwa sesungguhnya cita-cita itu

tidak akan tercapai atau mungkin hanya sebahagian

yang tercapai. Kemungkinan tidak tercapainya seluruh

cita-cita seseorang bertitik tolak dari kenyataan

bahwa kemampuan seseorang, baik yang bersifat

instrinsik maupun melalui pengembangan kemampuan,

terbatas sifatnya. Akan tetapi dengan adanya

pengetahuan bahwa cita-cita seseorang itu mungkin

tidak akan tercapai sepenuhnya tidak mengurangi

pentingnya orang tersebut mempunyai cita-cita.

Jika cita-cita, keinginan, harapan dan kebutuhan

disusun secara hirarki, maka kebutuhan akan menduduki

tempat yang pertama, dengan kata lain jika hirarki

kebutuhan berupa tangga maka kebutuhan akan merupakan

anak tangga yang paling bawah, karena sifatnya yang

sangat mendasar, maka pemuasan kebutuhan itulah yang

terlebih dahulu dilakukan oleh seseorang. Penting

untuk ditekankan lagi bahwa yang dimaksud dengan

kebutuhan manusia tidak terbatas pada kebutuhan yang

sifatnya kebendaan seperti sandang, pangan dan papan,

akan tetapi juga kebutuhan yang sifatnya non materil

atau dewasa ini populer dengan istilah kebutuhan yang

bersifat psikologis dan mental/spritual.

Seorang ilmuan yang banyak memikirkan dan menulis

tentang berbagai jenis kebutuhan manusia adalah

Abraham H. Maslow dan hasil pemikirannya banyak

digunakan oleh para ilmuan sosial lainnya. Maslow

mengklasifikasikan kebutuhan manusia itu kedalam lima

hierarki, yaitu:

1. Kebutuhan yang bersifat filosofis

2. Kebutuhan akan jaminan keamanan

3. Kebutuhan sosial

4. Kebutuhan yang bersifat pengakuan dan penghargaan

5. Kebutuhan akan kesempatan mengembangkan diri.

Kebutuhan yang bersifat filosofis yang wujud

utamanya adalah hal-hal yang bersifat kebendaan,

sering pula dikenal dengan istilah “basic needs” manusia.

Memang benar bahwa apabila berbagai jenis kebutuhan

dasar itu dapat dikategorisasikan, maka kategorisasi

yang paling lumrah dilakukan ialah dengan mengatakan

bahwa sandang, pangan dan papanlah yang dimaksud, akan

tetapi dalam kenyataan hidup sehari-hari pemenuhan

kebutuhan yang bersifat fisik tersebut tidak

sesederhana dengan kategorisasinya secara konseptual.

Pemuasan kebutuhan itu menjadi tidak sederhana karena

dalam kenyataannya manusia tidak hanya mempergunakan

pendekatan yang sifatnya kuantitatif dalam pemenuhan

kebutuhannya, akan tetapi juga pendekatan yang

sifatnya kualitatif.

Pada bagian yang kedua terdapat kebutuhan yang

sifatnya keamanan. Sudah barang tentu terdapat

persepsi yang beraneka ragam tentang apa yang dimaksud

dengan keamanan. Intinya adalah bebas dari gangguan

orang lain, baik berupa gangguan fisik kebendaan,

maupun kejiwaan. Bagi seorang karyawan, misalnya

keamanan dapat berarti job security yang berarti bahwa dia

tidak akan mengalami perlakuan yang tidak manusiawi

seperti pemberhentian dari pekerjaan yang dapat

berakibat ia kehilangan sumber pendapatan untuk

menjamin hidupnya.

Pada bagian yang ketiga dalam hierarki kebutuhan

yang dikemukakan oleh Maslow bersifat sosial. Secara

naluriah, manusia selalu ingin hidup berkelompok.

Dalam hidup berkelompok itu, seseorang mempunyai

harapan dan keinginan bahwa para anggota kelompok yang

lain menerimanya dan mengakuinya sebagai anggota

kelompok yang lain menerimanya dan mengakuinya sebagai

anggota kelompok yang terhormat. Penerimaan orang lain

terhadap diri seseorang dalam kelompok, pada tingkat

yang dominan ditentukan oleh sikap, prilaku, tindak-

tanduk serta peranan konstruktif seseorang dalam

kehidupan kelompok.

Bagian berikutnya adalah kebutuhan yang sifatnya

tidak merupakan kebendaan, meskipun manifestasinya

sering berbentuk kebendaan. Maslow mempergunakan

“esteem needs” untuk jenis kebutuhan ini. Kebutuhan ini

berkisar pada pengakuan organisasional dan terhadap

diri seorang disertai oleh status sosial dan simbol-

simbolnya. Tidak jarang terlihat bahwa pengakuan atau

status sosial seseorang diterjemahkannya kepada

berbagai simbol status sosial yang dimilikinya,

misalnya:

1. Ruang kerja yang luas dengan perabot yang mahal

harganya;

2. Kendaraan mewah yang dipergunakannya;

3. Tempat kediaman yang luas dan berada pada daerah

pemukiman yang nyaman;

4. Jenis olah raga yang ditekuninya;

5. Tempat rekreasi yang dikunjunginya dan sebagainya.

Pengakuan berbagai simbol status demikian adalah

wajar dan manusiawi karena memang kenyataan hidup

menunjukan bahwa semakin berhasil seseorang dalam

perjalanan hidupnya, semakin tinggi pula kemampuannya

untuk memenuhi berbagai jenis kebutuhannya, termasuk

yang bersifat simbol status itu. Biasanya orang yang

berhasil tidak akan berusaha agar ia diberikan

penghargaan dan pengakuan sosial, kelompoknya dan

masyarakatlah yang memberikan pengakuan dan

penghargaan tersebut.

Bagian yang kelima disebut oleh Maslow dengan

istilah self-actualization. Kebutuhan ini intelektual

sifatnya, wajar dan normal bila seseoang ingin berbuat

hal-hal yang menurut anggapan dan bahkan mungkin

keyakinannya, memungkinkan untuk merealisasikan

potensi intelektual yang terdapat dalam dirinya

sehingga menjadi kemampuan nyata dan tangguh untuk

kemudian dipergunakan untuk mewujudkan cita-cita,

keinginan, harapan dan kebutuhan yang ingin dipuaskan.

Dalam hal ini perlu untuk diperhatikan bahwa

dengan dampaknya terhadap pengembangan karyawan dalam

organisasi, pemuasan berbagai jenis dan tingkat

kebutuhan itu sesungguhnya tidak bersifat hirarkhikal,

melainkan paralel. Artinya pemuasan berbagai jenis

kebutuhan itu tidak bersifat sekwensial dalam arti

kebutuhan kedua telah dipuaskan dan demikian

seterusnya. Dalam kenyataan, semua kebutuhan itu

diusahakan pemuasannya secara simultan, meskipun

mungkin pada tingkat identitas yang berbeda-beda

sesuai dengan persepsi apa yang digunakan dalam

menentukan skala dan bobot kebutuhan itu dengan cara-

cara pemuasannya.

Jelaslah bahwa kebutuhan manusia itu, tidak hanya

bersifat materi, juga tidak hanya bersifat non materi,

melainkan merupakan gabungan dari keduanya. Jelaspula

bahwa setiap manusia normal akan berbuat segala

sesuatu yang mungkin diperbuatnya untuk lebih menjamin

terpenuhinya segala jenis kebutuhannya yang sifatnya

dinamis dan terus meningkat. Dalam kehidupan

seseorang, selalu saja “ada gunung yang lebih tinggi

untuk didaki” dan sifat hakiki manusia yang demikian

harus dijadikan pertimbangan dalam menentukan strategi

pengembangan karyawan /pegawai dalam organisasi.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Kerangka Berpikir

Di dalam suatu masyarakat yang memiliki

keterbatasan sumber daya yang ada, kegiatan memilih

berbagai alternatif yang ada tersebut harus dilakukan

dengan teliti dan hati-hati. Karena setiap pilihan

pada dasarnya menimbulkan biaya yang tidak mungkin

dielakkan. Dalam hubungannya dengan pengembangan

sumber daya manusia harus diperhitungkan dengan baik

bahwa keputusan ini memiliki manfaat lebih atau paling

tidak sama dengan bila dilakukan investasi di bidang

sumber daya lainnya. Pengembangan sumber daya manusia

di sini dilakukan melalui investasi di bidang

pendidikan. Oleh karenanya, manfaatnya juga harus

dilihat dari kedua sisi yang sama ini.

Pendidikan merupakan salah satu faktor yang

penting dalam pengembangan sumber daya manusia.

Pendidikan menambah pengetahuan, baik yang secara

langsung dan tidak langsung menyangkut pekerjaan,

maupun mengenai cara dan teknik menyelesaikan suatu

tugas kerja tersebut secara tepat guna. Dengan

demikian pada dasarnya dapat dipandang sebagai

investasi yang imbalannya baru dapat dinikmati

beberapa tahun kemudian dalam bentuk pertambahan kerja

dan keterampilan. Peningkatan pendidikan mengarah pada

peningkatan kinerja pegawai.

Dengan demikian, ada dua aspek yang dinilai

terhadap pegawai yakni tingkat pendidikan umum

(pendidikan formal) yang dimilikinya dan pendidikan

dan latihan yang telah diikutinya. Kedua aspek

tersebut di atas, diharapkan dapat memberikan pengaruh

yang signifikan terhadap kinerja pegawai dalam

pelaksanaan tugas pokok pada Dinas Tata Ruang,

Kebersihan, Pertanaman dan Pemadam Kebakaran Kabupaten

Jeneponto.

Dari uraian tersebut di atas, maka dapat

disajikan kerangka berpikir dalam bentuk bagan, sebagi

berikut:

PendidikanDan Latihan

Produktivitas kerja(Kinerja)

Tingkat Pendidikan

Pegawai

Pendidikan Formal

B. Metode Penelitian

Dalam rangka pengumpulan data dan informasi, maka

metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini,

adalah meliputi:

1. Library Research (Penelitian Kepustakaan)

Adalah penelitian yang dilakukan di perpustakaan

dengan tujuan untuk mendapatkan keterangan-

keterangan data yang bersifat teori, seperti dari

buku-buku, majalah-majalah yang ada hubungannya

dengan materi pembahasan skripsi ini.

2. Field research (Penelitian Lapang)

Penelitian lapangan ini digunakan untuk memperoleh

data dan informasi secara langsung pada obyek yang

berhubungan dengan masalah yang akan dibahas pada

penelitian ini dengan melakukan langkah-langkah

sebagi berikut:

1. Lokasi yaitu pada Dinas Tata Ruang, Kebersihan,

Pertanaman dan Pemadam Kebakaran Kabupaten

Jeneponto

2. Tipe penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian

ini, yaitu penelitian yang bersifat deskriptif.

Metode ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran

secermat mungkin mengenai masalah yang akan

diteliti.

3. Populasi dan Sampel

a. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh

pegawai Dinas Tata Ruang, Kebersihan,

Pertanaman dan Pemadam Kebakaran Kabupaten

Jeneponto sebanyak 55 orang dari berbagai

jenjang pendidikan.

b. Sampel

Dengan keterbatasan tenaga, biaya dan waktu,

maka penulis mengadakan pembatasan penelitian

terhadap populasi (pegawai) yang mempunyai

jenjang pendidikan S2, S1, dan Sarjana

Muda/Diploma yakni sebanyak 32 orang. Dengan

demikian pengambilan sampel dilakukan dengan

teknik sampling jenuh, yaitu melibatkan

seluruh populasi (pegawai) yang berpendidikan

Diploma sampai dengan S2. Maka jumlah sampel

yang dijadikan responden dalam penelitian ini

sebanyak 32 orang.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam

penelitain ini adalah dengan mengadakan

observasi secara langsung terhadap obyek

permasalahan, mengadakan intervieuw dengan

pejabat atau orang yang mengetahui persoalan

yang dibahas, serta mengunakan teknik

dokumentasi, yakni berupa dokumen-dokumen dalam

bentuk peraturan-peraturan yang berlaku sesuai

dengan masalah yang dibahas, mengedarkan

kuesioner (angket) penelitian kepada seluruh

responden yang dijadikan sampel peneltian untuk

memperoleh data yang obyektif, valid dan

reliabel dari responden yang berkaitan dengan

permasalahan yang diteliti.

BAB IV

GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN

Uraian pada bab ini tidak akan menggambarkan

tugas pokok semua unit kerja yang ada di dalam Dinas

Tata Ruang, Kebersihan, Pertanaman dan Pemadam

Kebakaran Kabupaten Jeneponto, tetapi secara umum akan

menguraikan gambaran tugas pokok dan fungsi Dinas Tata

Ruang, Kebersihan, Pertanaman dan Pemadam Kebakaran

Kabupaten Jeneponto, sebagai obyek penelitian.

Berdasarkan dokumen yang penulis peroleh, tugas pokok

dan fungsi Dinas Tata Ruang, Kebersihan, Pertanaman

dan Pemadam Kebakaran Kabupaten Jeneponto adalah

sebagai berikut :

1) Tugas Pokok Dinas.

Tugas pokok dinas adalah :

a. Melaksanakan sebagian urusan Rumah Tangga

Daerah di bidang Tata Ruang yang menjadi tanggung

jawabnya;

b. Melaksanakan tugas pembantuan yang diserahkan

oleh Bupati Kepala Daerah kepadanya.

2) Fungsi Dinas

Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut di atas,

maka Dinas Tata Ruang, Kebersihan, Pertanaman dan

Pemadam Kebakaran Kabupaten Jeneponto mempunyai

fungsi sebagai berikut:

a. Merumuskan kebijakan teknis, memberikan

bimbingan dan pembinaan serta memberikan

perizinan sesuai dengan kebijaksanaan yang

ditetapkan oleh Bupati Kepala Daerah berdasarkan

Peraturan Perundangan yang berlaku;

b. Melaksanakan tugas pokoknya dan pengendalian

teknis sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan yang

ditetapkan oleh Bupati Kepala Daerah berdasarkan

peraturan perundangan yang berlaku.

BAB VI

P E N U T U P

1) Upaya-upaya peningkatan kualitas pegawai pada Dinas

Tata Ruang, Kebersihan, Pertanaman dan Pemadam

Kebakaran Kabupaten Jeneponto, antara lain:

a. Pelaksanaan seleksi penempatan pegawai dalam

jabatan;

b. Mengikutsertakan pegawai dalam pelaksanaan

pendidikan dan latihan, baik diklat struktural,

fungsional dan diklat teknis;

c. Peningkatan relevansi materi diklat, metode

penyampaian dengan jenis pekerjaan yang

dibebankan kepada pegawai;

d. Pembinaan disiplin dan etos kerja pegawai.

2) Karena masih banyaknya pegawai yang berpendidikan

SLTA, dan masih ada pegawai yang perpendidikan SLTP

dan SD, maka disarankan penulis mendorong pegawainya

untuk meningkatkan pendidikan ke jenjang yang lebih

tinggi pada saat penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Asri Sulistyo, Marwan. 1986. Pengelolaan Karyawan. :BPFE. Yogyakarta.

Handayaningrat, Soewarno. 1995. Pengantar Studi IlmuAdministrasi dan Manajemen . PT. Gunung Agung.Jakarta.

Handoko, T. Hani. 1996. Manajemen Personalia dan SumberDaya Manusia. BPFE. Yogyakarta.

Julius, Michael J. 1959. Personnel Management. FourthEditio. Homewood, Illionis Richard D. Irwin,Inc. charles E. Tuttle, Company, Inc. Tokyo.

Manullang M. 1987. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jilid1, cetakan Pertama, Andi Offset. Yogyakarta.

Martoyo, Susilo. 1994. Manajemen Sumber Daya Manusia.BPFE. Yogyakarta.

Masanef. 1986. Manajemen Kepegawaian di Indonesia. PT.Gunung Agung. Jakarta.

Maslow, Abraham. 1978. Administrasi Kepegawaian. PT.Gunung Agung. Jakarta.

Soegiyono, 1993. Metode Penelitian Administrasi. Alfabeta, Bandung.