Post on 27-Feb-2023
A. Standar Nasional Pendidikan
Kehadiran peraturan Pemerintah No 19 tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan dapat dipandang
sebagai tonggak penting untuk menuju pendidikan
nasional yang terstandarkan. Dalam Peraturan
Pemerintah tersebut dikatakan bahwa Standar Nasional
Pendidikan (SNP) adalah kriteria minimal tentang
sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara
Kesatuan Republik Indonesia, dengan lingkup terdiri 8
standar, yaitu:
1. Standar isi
2. Standar proses
3. Standar kompetensi lulusan
4. Standar pendidik dan tenaga kependidikan
5. Standar sarana dan prasarana
6. Standar pengelolaan
7. Standar pembiayaan
8. Standar penilaian pendidikan
Dilihat dari fungsi dan tujuannya, Standar
Nasional Pendidikan memiliki fungsi sebagai dasar
dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan
pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional
yang bermutu, dan bertujuan untuk menjamin mutu
pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat.
B. Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah Dasar /
Madrasah Ibtidaiyah Mengacu pada Permendiknas No 24
tahun 2007
Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah
Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI) mencakup kriteria
minimum sarana dan kriteria minimum prasarana.
Penyelenggaraan pendidikan bagi satu kelompok
pemukiman permanen dan terpencil yang penduduknya
kurang dari 1000 (seribu) jiwa dan yang tidak bisa
dihubungkan dengan kelompok yang lain dalam jarak
tempuh 3 (tiga) kilo meter melalui lintasan jalan kaki
yang tidak membahayakan dapat menyimpangi standar
sarana dan prasarana sebagaimana diatur dalam
Peraturan Menteri ini.
Standar sarana dan prasarana ini mencakup:
1. Kriteria minimum sarana yang terdiri dari
perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan,
buku dan sumber belajar lainnya, teknologi informasi
dan komunikasi, serta perlengkapan lain yang wajib
dimiliki oleh setiap sekolah/madrasah,
2. Kriteria minimum prasarana yang terdiri dari
lahan, bangunan, ruang-ruang, dan instalasi daya dan
jasa yang wajib dimiliki oleh setiap
sekolah/madrasah.
Adapun ketentuan umum yang dimuat dalam Permendiknas
ini, memuat :
1. Sarana adalah perlengkapan pembelajaran yang dapat
dipindah-pindah.
2. Prasarana adalah fasilitas dasar untuk menjalankan
fungsi sekolah/madrasah.
3. Perabot adalah sarana pengisi ruang.
4. Peralatan pendidikan adalah sarana yang secara
langsung digunakan untuk pembelajaran.
5. Media pendidikan adalah peralatan pendidikan yang
digunakan untuk membantu komunikasi dalam
pembelajaran.
6. Buku adalah karya tulis yang diterbitkan sebagai
sumber belajar.
7. Buku teks pelajaran adalah buku pelajaran yang
menjadi pegangan peserta didik dan guru untuk setiap
mata pelajaran.
8. Buku pengayaan adalah buku untuk memperkaya
pengetahuan peserta didik dan guru.
9. Buku referensi adalah buku rujukan untuk mencari
informasi atau data tertentu.
10. Sumber belajar lainnya adalah sumber informasi dalam
bentuk selain buku meliputi jurnal, majalah, surat
kabar, poster, situs (website), dan compact disk.
11. Bahan habis pakai adalah barang yang digunakan dan
habis dalam waktu relatif singkat.
12. Perlengkapan lain adalah alat mesin kantor dan
peralatan tambahan yang digunakan untuk mendukung
fungsi sekolah/madrasah.
13. Teknologi informasi dan komunikasi adalah satuan
perangkat keras dan lunak yang berkaitan dengan
akses dan pengelolaan informasi dan komunikasi.
14. Lahan adalah bidang permukaan tanah yang di atasnya
terdapat prasarana sekolah/madrasah meliputi
bangunan, lahan praktik, lahan untuk prasarana
penunjang, dan lahan pertamanan.
15. Bangunan adalah gedung yang digunakan untuk
menjalankan fungsi sekolah/madrasah.
16. Ruang kelas adalah ruang untuk pembelajaran teori
dan praktik yang tidak memerlukan peralatan khusus.
17. Ruang perpustakaan adalah ruang untuk menyimpan dan
memperoleh informasi dari berbagai jenis bahan
pustaka.
18. Ruang laboratorium adalah ruang untuk pembelajaran
secara praktik yang memerlukan peralatan khusus.
19. Ruang pimpinan adalah ruang untuk pimpinan melakukan
kegiatan pengelolaan sekolah/madrasah.
20. Ruang guru adalah ruang untuk guru bekerja di luar
kelas, beristirahat, dan menerima tamu.
21. Ruang tata usaha adalah ruang untuk pengelolaan
administrasi sekolah/madrasah.
22. Ruang konseling adalah ruang untuk peserta didik
mendapatkan layanan konseling dari konselor
berkaitan dengan pengembangan pribadi, sosial,
belajar, dan karir.
23. Ruang UKS adalah ruang untuk menangani peserta didik
yang mengalami gangguan kesehatan dini dan ringan di
sekolah/madrasah.
24. Tempat beribadah adalah tempat warga
sekolah/madrasah melakukan ibadah yang diwajibkan
oleh agama masing-masing pada waktu sekolah.
25. Ruang organisasi kesiswaan adalah ruang untuk
melakukan kegiatan kesekretariatan pengelolaan
organisasi peserta didik.
26. Jamban adalah ruang untuk buang air besar dan/atau
kecil.
27. Gudang adalah ruang untuk menyimpan peralatan
pembelajaran di luar kelas, peralatan
sekolah/madrasah yang tidak/belum berfungsi, dan
arsip sekolah/madrasah.
28. Ruang sirkulasi adalah ruang penghubung antar bagian
bangunan sekolah/madrasah.
29. Tempat berolahraga adalah ruang terbuka atau
tertutup yang dilengkapi dengan sarana untuk
melakukan pendidikan jasmani dan olah raga.
30. Tempat bermain adalah ruang terbuka atau tertutup
untuk peserta didik dapat melakukan kegiatan bebas.
31. Rombongan belajar adalah kelompok peserta didik yang
terdaftar pada satu satuan kelas.
C. Perkembangan Kurikulum di Indonesia dari Masa kemasa
1. Kurikulum 1947
Kurikulum pertama yang lahir setelah Indonesia
merdeka disebut rencana pelajaran atau dalam bahasa
belanda leer plan. Perubahan orientasi pendidikan
lebih bersifat politis dari orientasi pendidikan
Belanda kepada kepentingan nasional.
Kurikulum 1947 dilandasi dengna semangat zaman
dan suasana kehidupan berbangsa, pendidikan pada
masa ini lebih menekankan kepada pembentuka
karakter manusia indonesia yang merdeka dan
berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain.
Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian dan
kehidupan sehari-hari serta memberikan perhatian
terhadap pendidikan kesenian dan pendidikan
jasmani. Kurikulum 1947 baru secara resmi
dilaksanakan di sekolah-sekolah mulai tahun 1950.
Bentuk kurikulum ini memuat dua hal pokok yaitu
daftar mata pelajaran dan jam pelajarannya,
disertai dengan garis-garis besar pengajaran.
2. Kurikulum 1952
Setelah Rencana Pelajaran 1947 , pada tahun 1952
kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan.
Pada tahun 1952 ini, pemerintah Indonesia melalui
Kementrian Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan
menerbitkan buku pedoman kurikulum SD yang lebih
merinci setiap mata pelajaran kemudian diberi nama
Rencana Pelajaran Terurai 1952 yang berfungsi
membimbing para guru dalam kegiatan mengejar di SD.
Di dalamnya tercantum jenis-jenis pelajaran yang
harus menjadi kegiatan murid dalam belajar di
sekolah.
Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem
pendidikan nasional. Yang paling menonjol dan
sekaligus ciri kurikulum 1952 ini bahwa setap
rencana pelajaran sehari-hari. Silabus mata
pelajarannya jelas sekali. Seorang guru mengajar
satu mata pelajaran.
3. Kurikulum 1964
Di penghujung era pemerintahan presiden Soekarno
menjelang tahun 1964, pemerintah kembali
menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia.
Kurikulum ini diberi nama Rencana Pendidikan 1964
atau kurikulum 1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum
1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah
bahwa pemerinah mempunyai keinginaan agar rakyat
mendapat penegetahuan akademik untuk pembekalan
pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan
pada program Pancawardhana.
Fokus kurikulum 1964 ini pada pengemabangan
Pancawardhana, yaitu : Daya cipta, Rasa, Karsa,
Karya, dan Moral. Mata pelajaran diklasifikasikan
dalam lima kelompok bidang studi yaitu ; moral,
kecerdasan, emosional, keterampilan, dan jasmaniah.
Pendidikan Dasar lebih menekankan pada pengetahuan
dan kegiatan fungsional praktis.
4. Kurikulum 1968
Lahirnya kurikulum 1968 sebagai perubahan dari
kurikulum 1964 dipengaruhi oleh perubahan sistem
politik dari pemerintahan rezim orde lama ke
pemerintahan rezim orde baru.
Kurikulum 1968 melakukan perubahan struktur
kurikulum dari Pancawardhana dan menekankan
pendekatan organisasi mata pelajaran menjadi
kelompok pembinaan Jiwa Pancasila, pengetahuan
dasar , dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968
merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada
pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Jumlah jam pelajarannya 9 mata pelajaran. Titik
berat kurikulum ini pada materi apa saja yang dapat
diberikan kepada siswa di setiap jenjang
pendidikan.
Dari segi tujuan pendidikan, kurikulum 1968
diarahkan pada upaya untuk membentuk manusia
Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, moral,
budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi
pendidikan diarahkan kepada kegiatan mempertinggi
kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan
fisik yang sehat dan kuat.
5. Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 disusun dengan berorientasi
kepada tujuan pendidikan ini berarti bahwa segala
bahan pelajaran dan kegiatan belajar-mengajar
dipilih, direncanakan, dan diorganisasikan sesuai
dengan tujuan pendidikan yang hendak dicapai.
Dengan pendekatan ini dimaksudkan agar segala
kegiatan belajar-mengajar dapat secara intensif dan
efisien diarahkan bagi tercapainya tujuan
pendidikan.
Sebagai konsekuensi dari pendekatan yang
berorientasi kepada tujuan, kurikulum 1975
memandang situasi belajar-mengajar sebagai suatu
sistem yang meliputi komponen-komponen tujuan
pelajaran, bahan ajar , alat pelajaran, alat
evaluasi dan metode pengajaran.
Dengan cara memandang demikian setiap pengajar
diajak untuk menjadi perencana dari kegiatan
belajar-mengajar di samping sebagai pengelola, dan
salah satu dari proses belajar itu sendiri. Sebagai
alat untuk melaksanakan pola pengembangan dan
pelaksanaan program pengajaran ini dianjurkan
kepada setiap guru untuk menggunakan Prosedur
Pengembangan Sistem Intruksonal ( PSSI ) dalam
menyusun satuan-satuan pelajaran.
6. Kurikulum 1984
Kurikulum 1975 hingga menjelang tahun 1983
dianggap sudah tidak relevan lagi dalam memenuhi
kebutuhan masyarakat dan tuntutan ilmu
pengetahuan . Dalam GBHN 1983 hasil sidang umum MPR
1983 menyiratkan keputusan yang menghendaki
perubahan kurikulum dari kurikulum 1975 kepada
kurikulum 1984. Karena itulah pada tahun 1984
pemerintah menetapkan pergantian kurikulum 1975
menjadi kurikulum 1984.
Secara umum dasar perubahan kurikulum 1975 ke
kurikulum 1984 diantaranya sebagai betrikut:
1) Terdapat beberapa unsur dalam GBHN 1983 yang
belum tertampung dalam kurikulum pendidikan dasar
dan menengah.
2) Terdapat ketidakserasian terhadap kurikulum
berbagai bidang studi dengan kemampuan anak
didik.
3) Terdapat kesenjangan antara program kurikulum dan
pelaksanaannya dalam sekolah.
4) Terlalu padatnya pada kurikulum yang harus
diajarkan hampir disetiap jenjang.
Atas dasar perkembangan itu maka menjelang tahun
1983 antara kebutuhan dan perkembangan IPTEK
terhadap kurilkulum 1975 dianggap sudah tidak
relevan karena itu diperlukan perubahan kurikulum.
Kurikulum 1984 lahir sebagai revisi kurikulum
1975. Kurikulum 1984 memiliki ciri-ciri sebagai
berikut :
a.Berorientasi kepada tujuan pembelajaran,
maksudnya sebelum memilih atau menentukann bahan
ajar, yang pertama harus dirumuskan adalah tujuan
apa yang harus dicapai siswa.
b.Pendekatan pembelajarannya berpusat pada anak
didik melalui cara belajar siswa aktif.
c.Materi dikemas dengan menggunakan pendekatan
spiral. Spiral adalah pendekatan yang digunakan
dalam pengemasan bahan ajar berdasarkan kedalaman
dan keluasan materi pelajaran.
d.Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum
diberikan latihan.
e.Materi disajikan berdasarkan tingkat kesiapan dan
kematangan siswa.
f.Menggunakan pendekatan keterampilan proses.
Keterampilan proses adalah pendekatan belajar dan
pembelajaran yang memberi tekanan kepada proses
pembentukan keterampilan memperoleh pengetahuan
dan mengkomunikasikan perolehannya. Pendekatan
keterampilan proses diupayakan dilakukan secara
efektif dan efesien dalam mencapai tujuan
pelajaran.
7. Kurikulum 1994
Pada tahun sebelumnya, yaitu kurikulum 1984,
proses pembelajaran menekankan pada pola
pembelajaran yang berorientasi pada teori belajar
mengajar, kurang memperhatikan muatan pelajaran.
Hal ini terjadi karena sesuai dengan suasana
pendidikan diLPTK (Lembaga Penidikan tenaga
Kependidikan) yang lebih mengutamakn teori tentang
proses belajar mengajar. Akibatnya pada saat itu
dibentuklah tim Basic Science yang salah satu
tugasnya ikut mengembangkan kurikulum disekolah.
Tim ini memandang bahwa materi pelajaran harus
diberikan cukup banyak kepada siswa, sehingga siswa
selesai mengikuti materi pelajarn yang cukup
banyak.
Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurna
kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan
undang-undang No. 2 Tahun 1989 tentang sistem
pendidikan nasional. Hal ini berdampak pada sistem
pembagian waktu pelajaran yaitu dengan mengubah
dari sistem semester ke sistem caturwulan. Dengan
sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu
tahun menjadi tiga tahap, diharapkan dapat memberi
kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi
pelajaran cukup banyak.
Terdapat ciri ciri yang menonjol dari
pembentukan kurikulum 1994, antara lain sebagai
berikut :
1) Penbentukan tahapan pelajaran di sekolah dengan
sistem catur wulan.
2) Pembelajaran disekolah lebih menekankan materi
pelajaran yang cukup padat.
3) Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang
meberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua
siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini
bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang
khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri
disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan
masyarakat sekitar.
4) Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya
memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan
siswa aktif dalam belajar, baik secara mental,
fisik dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru
dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada
jawaban yang konvergen, divergen, dan
penyelidikan.
5) Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya
disesuaikan dengan kekhasan konsep/pokok bahasan
dan perkembangan berpikir siswa, sehingga
diharapkan akan terdapat keserasian antara
pengajaran yang menekankan kepada pemahaman
konsep dan pengajaran yang menekankan
keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan
masalah.
6) Pengajaran dari hal yang konkret kehal yang
abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit,
dari hal yang sederhana kehal yang kompleks.
7) Pengulangan pengulangan materi yang di anggap
sulit perlu dilakukan pemantapan pemahaman siswa.
Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul
beberapa permasalahan, terutama sebagai akibat dari
kecenderungan kepada pendekatan penguasaan materi
diantaranya sebagai berikut :
1)Belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata
pelajaran dan banyaknya materi setiap mata
pelajaran.
2)Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena
kuranganya relevan dengan tingkat perkembangan
berpikir siswa. Dan kurang bermakna karena kurang
terkait dengan aplikasi kehidupan sehari hari.
Permasalahan diatas terasa saat berlangsungnya
pelaksanaan kurikulum 1994. Hal ini mendorong para
pembuat kebijakan untuk menyempurnakan kurikulum
tersebut. Salah satu upaya penyempurnaan itu
diberlakukannya suplemen kurikulum 1994.
Penyempurnaan tersebut dilakukan dengan tetap
mempertimbangkan prinsip penyempurnaan kurikulum,
yaitu :
1)Penyempurnaan kurikulum secara terus menerus
sebagai upaya menyesuaikan kurikulum dengan
perkembangan IPTEK, serta tuntutan kebutuhan
masyarakat.
2)Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk
mendapatkan proposi yang tepat antara tujuan yang
ingin dicapai dengan beban belajar, potensi
siswa, dan keadaan lingkungan serta sarana
pendukung.
3)Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk
memperoleh kebenaran substansi materi pelajaran
dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa.
4)Penyempurnaan kurikulum mempertimbangkan berbagai
aspek terkait, seperti tujuan materi,
pembelajaran, evaluasi, dan sarana/prasarana
termasuk buku pelajaran.
5)Penyempurnaan kurikulum tidak mempersulit guru
dalam mengimplementasikannya dan tetap dapat
menggunakan buku pelajaran dan sarana prasarana
pendidikan lainnya yang tersedia di sekolah.
Penyempurnaan kurikulum1994 pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan bertahap
penyempurnaan jangka pendek dan penyempurnaan
jangka panjang.
8. Kurikulum Tahun 2004 ( KBK )
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), dapat
dikatakan sebagai salah satu bentuk inovasi
kurikulum. Kemunculan KBK seiring dengan munculnya
semangat reformasi pendidikan, diawali dengan
munculnya kebijakan pemerintah diantaranya lahirnya
Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah, Undang-Undang No. 25 Tahun
2000 tentang Kewenangan Pemerintahan dan Kewenangan
Provinsi sebagai Daerah Otonom serta lahirnya Tap
MPR No. IV/MPR/1999 tentang Arah Kebijakan
Pendidikan di Masa Depan.
Disamping itu, rendahnya kualitas pendidikan
merupakan faktor pendorong lain perlunya perubahan
kurikulum dalam konteks reformasi pendidikan. Dalam
rangka mempersiapkan lulusan pendidikan memasuki
era globalisasi yang penuh tangtangan dan
ketidakpastian,diperlukan pendidikan yang dirancang
berdasarkan kebutuhan nyata di lapangan. Untuk
mengatasi permasalahan tersebut diperlukan
perubahan yang mendasar dalam sistem pendidikan
nasional, yang dipandang sudah tidak efektif dan
tidak mampu lagi mempersiapkan anak didik untuk
dapat bersaing dengan bangsa lain didunia. Salah
satu perubahan tersebut berkaitan dengan perubahan
kurikulum sebagai alat pencapaian tujuan
pendidikan.
Untuk kepentingan tersebut pemerintah
memprogramkan kurikulum berbasis kompetensi sebagai
acuan atau pedoman bagi pelaksanaan pendidikan
untuk mengembangkan berbagai ranah pendidikan dalam
seluruh jenjang dan jalur pendidikan, khususnya
pada jalur pendidikan sekolah.
KBK sebagai sebuah kurikulum memiliki tiga
karakteristik utama :
1) KBK memuat sejumlah kompetensi dasar yang harus
dicapai oleh siswa
2) Implementasi pembelajaran dalam KBK menekankan
kepada proses pengalaman dengan memerhatikan
keberagaman setiap individu.
3) Evaluasi dalam KBK menekankan pada evaluasi hasil
dan proses belajar.
Depdiknas (2002) mengemukakan karakteristik
KBK secara lebih rinci :
1) Menekankan kepada ketercapaian kompetensi siswa
baik secara individual maupun klasikal. Ini
mengandung pengertian bahwa Kurikulum Berbasis
Kompetensi menekankan kepada ketercapaian
kompetensi.
2) Berorientasi pada hasil belajar (Learning
outcomes) dan keberagaman. Ini artinya,
keberhasilan pencapaian kompetensi dasar diukur
oleh indikator hasil belajar. Indikator inilah
yang selanjutnya dijadikan acuan apakah
kompetensi yang diharapkan sudah tercapai atau
belum. Proses pencapaian hasil belajar itu tentu
saja sangat tergantung pada kemapuan siswa.
Sebab diyakini, siswa memiliki kemampuan dan
kecepatan yang berbeda. KBK memberikan peluang
yang sama kepada seluruh siswa untuk dapat
mencapai hasil belajar.
3) Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan
pendekatan dan metode yang bervariasi. Artinya,
sesuai dengan keberagaman siswa, maka metode
yang digunakan dalam proses pembelajaran harus
bersifat multimetode.
4) Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga
sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur
edukatif. Artinya, sesuai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya
teknologi informasi.
5) Penilaian menekankan pada proses dan hasil
belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian
suatu kompetensi. Artinya, keberhasilan
pembelajaran KBK tidak hanya diukur dari sejauh
mana siswa dapat menguasai isi atau materi
pelajaran, akan tetapi juga bagaimana cara
mereka menguasai pelajaran tersebut.
Tujuan dari Kurikulum Berbasis Kompetensi
adalah memandirikan atau memberdayakan sekolah
dalam mengembangkan kompetensi yang akan
disampaikan kepada peserta didik, sesuai dengan
kondisi lingkungan. KBK memberi peluang bagi kepala
sekolah , guru , dan peserta didik untuk melakukan
inovasi dan improvisasi di sekolah, berkaitan
dengan masalah kurikulum ,pembelajaran , manajerial
, dan lain sebagainya yang tumbuh dari aktivitas,
kreativitas , dan profesionalisme yang
dimiliki.Tujuan Kurikulum Berbasis Kompetensi
adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk
menghadapi perannya dimasa datang dengan
mengembangkan sejumlah kecakapan hidup
9. Kurikulum 2006 (KTSP)
Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP)
adalah kurikulum operasional yang disusun dan
dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan.
Dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP Pasal
1, ayat 15) dikemukakan bahwa Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum
operasional yang disusun dan dilaksnakan oleh
masing-masing satuan pendidikan. Penyusunan KTSP
diakukan oleh satuan pendidikan dengan
memperhatikan dan berdasarkan standar kompetensi
serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan
Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
KTSP disusun dan dikembangkan berdasarkan
Undang-undang No 20 tahun 2003 tantang Sistem
Pendidikan Nasiional pasal 36 ayat 1), dan 2)
sebagai berikut:
1)Pengembangan kurikulum mengacu pada Standar
Nasional Pendidikan untuk mewujudkan Tujuan
Pendidikan Nasional.
2)Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan
dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai
dengan satuan pendidikan, potensi daerah dan
peserta didik.
Beberapa hal yang perlu dipahami dalam
kaitannya dengan KTSP adalah sebagai berikut:
1)KTSP dikembangkan sesuai dengan kondisi satuan
pendidikan, potensi dan karakteristik daerah,
serta sosial budaya masyarakat setrempat dan
peserta didik.
2)Sekolah dan komite sekolah mengembangkan KTSP dan
silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum
dan standar kompetensi lulusan, di bawah
supervisi dinas pendidikan kabupaten/kota, dan
departemen agama yang bertanggungjawab di bidang
pendidikan.
3)Kurikulum tingkat satuan pendidikan untuk setiap
program studi diperguruan tinggi dikembangkan dan
ditetapkan oleh masing-masing perguruan tinggi
dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.
KTSP merupakan strategi pengembangan kurikulum
untuk mewujudkan sekolah yang efektif, produktif,
dan berprestasi. KTSP merupakan paradigma baru
pengembangan kurikulum, yang memberikan otonomi
luas pada setiap satuan pendidikan, dan pelibata
masyarakat dalam rangka mengefektifkan proses
belajar mengajar di sekolah. Otonomi diberikan agar
satuan pendidikan dan sekolah memiliki keleluasaan
dalam mengelola sumber daya sumber dana, sumber
belajar, dan mengalokasikannya sesuai dengan
prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap
kebutuhan setempat.
Dalam KTSP, pengembangan kurikulum
dikembangkan oleh guru, kepala seolah, serta Komite
Sekolah dan Dewan pendidikan. Badan ini merupakan
lembaga yang ditetapkan berdasarkan musyawarah dari
pejabat daerah setempat, komisi pendidikan pada
dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD), pejabat
pendidikan daerah, kepala sekolah, tenaga
kependidikan, perwakilan orang tua peserta didik,
dan tokoh masyarakat. Lembaga inilah yang
menetapkan segala kebijakan sekolah berdasarkan
ketentuan-ketentuan tentang pendidikan yang
berlaku. Selanjutnya komite sekolah perlu
merumuskan dan menetapkan visi misi dan tujuan
sekolah dengan berbagai implikasinya terhadap
program-program kegiatan operasional untuk mencapai
tujuan sekolah.
Secara umum tujuan diterpkannya KTSP adalah
untuk memandirikan dan memberdayakan satuan
pendidikan melalui pemberian kewenangan (otonomi)
kepada lembaga pendidikan dan mendorong sekolah
untuk melakukan pengambilan keputusan secara
partisipatif dalam pengembangan kurikulum. Secara
khusus tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk:
1)Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian
dan inisiatif sekolah dalam mengembangkan
kurikulum.
2)Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan
masyarakat dalam pengembangan kurikulum melalui
pengambilan keputusan bersama.
3)Meningkatkan kompetisi yang sehat antar satuan
pendidikan yang akan dicapai.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dilandasi
oleh undang-undang dan peraturan pemerintah sebagai
berikut:
1)Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sisdiknas
2)Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan
3)Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Stanadar
Isi
4)Permendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Stanadar
kompetensi Lulusan
5)Permendiknas No. 24 Tahun 2006 tentang
Pelaksanaan permendiknas no. 22, dan 33.
Karakteristik KTSP bisa diketahui antara lain
dari bagaimana sekolah dan satuan pendidikan dapat
mengoptimalkan kinerja, proses pembelajaran,
pengelolaan sumber belajar, profesionalisme tenaga
kependidikan, seta sistem penilaian. Berdasarkan
uraian diatas, dapat dikemukakan beberapa
karakteristik KTSP sebagai berikut:
1)Pemberian Otonomi Luas Kepada Sekolah dan Satuan
Pendidikan
KTSP memberikan otonomi luas kepada sekolah dan
satuan pendidikan, disertai seperangkat tanggung
jawab untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan
kondisi setempat. Sekolah dan satuan pendidikan
juga diberi kewenangan dan kekuasaan yang luas
untuk mengembangkan pembelajaran sesuai dengan
kondisi dan kebutuhan peserta didik serta
tuntutan masyarakat. Melalui otonomi yang luas,
seolah dapat meningkatkan kinerja tenaga
kependidikan dengan menawarkan partisipasi aktif
mereka dalam pengambilan keputusan dan
tanggungjawab bersama dalam pelaksanaan keputusan
yang diambil secara proporsional dan profesional.
2)Partisipasi Masyarakat dan Orang Tua yang Tinggi
Orang tua peseta didik dan mayarakat tidak hanya
mendukung sekolah melalui bantuan keuangan,
tetapi melalui komite sekolah dan dewan
pendidikan merumuskan serta mengembangkan
program-program yang dapat meningkatkan kualitas
pembelajaran. Masyrakat dan orang tua menjalin
kerja sama unntuk membantu sekolah sebagai nara
sumber pada berbagai kegiatan sekolah untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran.
3)Kepemipinan yang Demokratis dan Profesional
Kepala sekolah dan guru-guru sebagai tenaga
pelaksana kurikulum, kepala sekolah adalah
manajer pendidikan profesional yang direkrut
komite sekolah untuk mengelola segala kegiatan
sekolah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan.
Guru-guru yang direkrut sekolah adalah pendidik
profesional dalam bidangnya masing-masing. Dalam
proses pengambilan keputusan, kepala sekolah
mengimplementasikan proses “bottom-up” secara
demokratis, sehingga semua pihak memiliki
tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil
beserta pelakanaanya.
4)Tim-Kerja yang Kompak dan Transparan
Dalam dewan pendidikan dan komite sekolah
misalnya, pihak-pihak yang terlibat bekerja sama
secara harmonis sesuai dengan posisinya masing-
masing untuk mewujudkan suatu sekolah yang dapat
dibanggakan. Mereka tidak saling menunjukan kuasa
atau paling berjasa, tetapi masing-masing
berkontribusi terhadap upaya peningkatan mutu dan
kinerja sekolah secara keseluruhan.
10. Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 adalah kurikulum yang dirancang
baik dalam bentuk dokumen, proses, maupun penilaian
didasarkan pada pencapaian tujuan, konten dan bahan
pelajaran serta penyelenggaraan pembelajaran yang
didasarkan pada Standar Kompetensi Lulusan.
Konten pendidikan dalam SKL dikembangkan dalam
bentuk kurikulum satuan pendidikan dan jenjang
pendidikan sebagai suatu rencana tertulis (dokumen)
dan kurikulum sebagai proses (implementasi). Dalam
dimensi sebagai rencana tertulis, kurikulum harus
mengembangkan SKL menjadi konten kurikulum yang
berasal dari prestasi bangsa di masa lalu,
kehidupan bangsa masa kini, dan kehidupan bangsa di
masa mendatang.
Kurikulum 2013 bertujuan untuk mengarahkan
peserta didik menjadi:
1)Manusia berkualitas yang mampu dan proaktif
menjawab tantangan zaman yang selalu berubah;
2)Manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri;
3)Warga negara yang demokratis dan bertanggung
jawab.
Pengembangan dan pelaksanaan kurikulum
berbasis kompetensi merupakan salah satu strategi
pembangunan pendidikan nasional sebagaimana yang
diamanatkan dalam Undang- Undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Kurikulum ini menekankan tentang pemahaman
tentang apa yang dialami peserta didik akan menjadi
hasil belajar pada dirinya dan menjadi hasil
kurikulum. Oleh karena itu proses pembelajaran
harus memberikan kesempatan yang luas kepada
peserta didik untuk mengembangkan potensi dirinya
menjadi hasil belajar yang sama atau lebih tinggi
dari yang dinyatakan dalam Standar Kompetensi
Lulusan.
Karakteristik kurikulum berbasis kompetensi
adalah:
1)Isi atau konten kurikulum adalah kompetensi yang
dinyatakan dalam bentuk Kompetensi Inti (KI) mata
pelajaran dan dirinci lebih lanjut ke dalam
Kompetensi Dasar (KD).
2)Kompetensi Inti (KI) merupakan gambaran secara
kategorial mengenai kompetensi yang harus
dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang
sekolah, kelas, dan mata pelajaran
3)Kompetensi Dasar (KD) merupakan kompetensi yang
dipelajari peserta didik untuk suatu mata
pelajaran di kelas tertentu.
4)Penekanan kompetensi ranah sikap, keterampilan
kognitif, keterampilan psikomotorik, dan
pengetahuan untuk suatu satuan pendidikan dan
mata pelajaran ditandai oleh banyaknya KD suatu
mata pelajaran. Untuk SD pengembangan sikap
menjadi kepedulian utama kurikulum.
5)Kompetensi Inti menjadi unsur organisatoris
kompetensi bukan konsep, generalisasi, topik atau
sesuatu yang berasal dari pendekatan
“disciplinary–based curriculum” atau “content-
based curriculum”.
6)Kompetensi Dasar yang dikembangkan didasarkan
pada prinsip akumulatif, saling memperkuat dan
memperkaya antar mata pelajaran.
7)Proses pembelajaran didasarkan pada upaya
menguasai kompetensi pada tingkat yang memuaskan
dengan memperhatikan karakteristik konten
kompetensi dimana pengetahuan adalah konten yang
bersifat tuntas (mastery). Keterampilan kognitif
dan psikomotorik adalah kemampuan penguasaan
konten yang dapat dilatihkan. Sedangkan sikap
adalah kemampuan penguasaan konten yang lebih
sulit dikembangkan dan memerlukan proses
pendidikan yang tidak langsung.
8)Penilaian hasil belajar mencakup seluruh aspek
kompetensi, bersifat formatif dan hasilnya segera
diikuti dengan pembelajaran remedial untuk
memastikan penguasaan kompetensi pada tingkat
memuaskan (Kriteria Ketuntasan Minimal/KKM dapat
dijadikan tingkat memuaskan).
Pengembangan kurikulum didasarkan pada prinsip-
prinsip berikut:
1)Kurikulum satuan pendidikan atau jenjang
pendidikan bukan merupakan daftar mata pelajaran.
2)Standar kompetensi lulusan ditetapkan untuk satu
satuan pendidikan, jenjang pendidikan, dan
program pendidikan.
3)Model kurikulum berbasis kompetensi ditandai oleh
pengembangan kompetensi berupa sikap,
pengetahuan, keterampilan berpikir, dan
keterampilan psikomotorik yang dikemas dalam
berbagai mata pelajaran.
4)Kurikulum didasarkan pada prinsip bahwa setiap
sikap, keterampilan dan pengetahuan yang
dirumuskan dalam kurikulum berbentuk Kemampuan
Dasar dapat dipelajari dan dikuasai setiap
peserta didik (mastery learning) sesuai dengan
kaedah kurikulum berbasis kompetensi.
5)Kurikulum dikembangkan dengan memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk
mengembangkan perbedaan dalam kemampuan dan
minat.
6)Kurikulum berpusat pada potensi, perkembangan,
kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta
lingkungannya.
7)Kurikulum harus tanggap terhadap perkembangan
ilmu pengetahuan, budaya, teknologi, dan seni.
8)Kurikulum harus relevan dengan kebutuhan
kehidupan.
9)Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan,
pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang
berlangsung sepanjang hayat.
10)Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan
kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk
membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
11)Penilaian hasil belajar ditujukan untuk
mengetahui dan memperbaiki pencapaian kompetensi.
D. Model Kurikulum yang Cocok Diterapkan di Indonesia
Pendidikan berbasis multi cultural atau
pendidikan yang berbasis budaya setempat merupakan
sistem pendidikan yang cocok diterapkan di Indonesia.
Pendidikan berbasis multi cultural atau
pendidikan yang berbasis budaya setempat adalah system
pendidikan yang mengadopsi semua budaya setempat untuk
mengembangkan peserta didik. Mengingat bahwa Indonesia
merupakan Negara yang terdiri dari berbagai macam suku
bangsa dan terdiri dari berbagai macam pulau jadi
masyarakat di Indonesia terbilang masyarakat yang
heterogen. Untuk meningkatkan kualitas masyarakat yang
heterogen maka system pendidikan yang sentralistik
tidak cocok diterapkan di Indonesia.
System pendidikan multi cultural berisi tentang
semua macam pendidikan yang sebenarnya merupakan hal
yang dibutuhkan masyarakat di daerah masing-masing.
Aspek-aspek yang tercakup di dalam pendidikan multi
cultural antara lain:
a) Aspek Kurikulum
Kurikulum di dalam pendidikan multi cultural berisi
tentang segala bentuk rencana pembelajaran yang
dibutuhkan di daerah-daerah. Konsep Manajemen
Berbasis Sekolah merupakan konsep yang baik dimana
sekolah dapat dengan otonom melakukan pengelolaan
sekolah masing-masing, dan hal tersebut dapat
menjadi pendorong konsep manajemen berbasis multi
cultural. Contohnya di daerah dengan bodaya local
seperti di daerah pesisir pantai perlu dikembangkan
pendidikan dengan kurikulum yang lebih condong
dengan keterampilan kelautan atau perikanan tidak
cocok apabila diterapkan keterampilan pertanian.
b) Tenaga Kependidikan
Tenaga Kependidikan dan Pendidik di dalam pendidikan
multi cultural akan lebih memberdayakan sumber daya
manusia yang telah ada dan professional di daerah-
daerah. Atau bisa saja orang yang berada di daerah
tertentu yang tentu saja professional dalam bidang
garapan unggulan di daerah-daerah. Pengangkatan
tenaga kependidikan dan pendidikan dilaksanakan oleh
daerah yang bersangkutan dengan mempertimbangkan
aspek kesejahteraan agar tenaga kependidikan dan
pendidik dapat focus menjalankan tugasnya menurut
job desk masing-masing.
c) Sumber Daya
Sumber daya yang digunakan selain buku-buku dan
bahan ajar yang ditetapkan oleh pemerintah, dalam
system pendidikan berbasis multi cultural juga
menggunakan bahan ajar asli yang digunakan di daerah
setempat. Bangunan yang digunakan juga sesuai dengan
tradisi atau kebiasaan daerah setempat sehingga
siswa dapat mengetahui budaya daerah masing-masing.
Pemerintah darah yang menfasilitasi semua kebutuhan
yang berkaitan dengan budaya setempat.
d) Evaluasi
System evaluasi yang digagas berbentuk
desentralistik atau otonom. Dengan kata lain sekolah
yang berhak mengadakan evaluasi sendiri tanpa ada
kebijakan pemerintah. Hal ini dikarenakan sekolah
yang mengetahui potensi siswa tanpa mengabaikan
peningkatan mutu pendidikan nasional. Hal yang
digagas tersebut hampir menyerupai system pendidikan
Australia yaitu dengan meniadakan ujian nasional.
Jadi apabila hal yang telah digagas diatas dapat
dilaksanakan, bukan tidak mungkin pendidikan nasional
akan meningkat kualitasnya. Pendidikan dengan berbasis
budaya local akan membangun siswa untuk dapat
mencintai budaya daerahnya masing-masing dan tentu
saja budaya nasional pada umumnya. Karena Negara
Indonesia dikenal sebagai Negara yang heterogen dimana
terdapat banyak sekali budaya daerah, dan budaya
daerah tersebut merupakan bagian dari budaya nasional
bangsa Indonesia.
E. Kemitraan antara Sekolah, Masyarakat dan Komite
Sekolah dalam Pengelolaan Pendidikan
Sekolah bukanlah suatu lembaga yang terpisah dari
masyarakat. Sekolah merupakan lembaga yang bekerja
dalam konteks sosial. Sekolah mengambil siswanya dari
masyarakat setempat, sehingga keberadaannya tergantung
dari dukungan sosial dan finansial masyarakat. Oleh
karena itu, hubungan sekolah dan masyarakat merupakan
salah satu komponen penting dalam keseluruhan kerangka
penyelenggaraan pendidikan.
Adanya hubungan yang harmonis antar sekolah dan
masyarakat yang diwadahi dalam organisasi Komite
Sekolah, sudah barang tentu mampu mengoptimalkan peran
serta orang tua dan masyarakat dalam memajukan program
pendidikan, dalam bentuk:
1. Orang tua dan masyarakat membantu menyediakan
fasilitas pendidikan, memberikan bantuan dana serta
pemikiran atau saran yang diperlukan sekolah.
2. Orang tua memberikan informasi kepada sekolah
tentang potensi yang dimiliki anaknya
3. Orang tua menciptakan rumah tangga yang edukatif
bagi anak. (Depdiknas, 2001:19)
Berkenaan dengan peningkatan hubungan sekolah
dengan masyarakat, subtansi pembinaannya harus
diarahkan kepada meningkatkan kemampuan seluruh
personil sekolah dalam:
1. Memupuk pengertian dan pengetahuan orang tua
tentang pertumbuhan pribadi anak.
2. Memupuk pengertian orang tua tentang cara
mendidik anak yang baik, dengan harapan mereka mampu
memberikan bimbingan yang tepat bagi anak-anaknya
dalam mengikuti pelajaran.
3. Memupuk pengertian orang tua dan masyarakat
tentang program pendidikan yang sedang dikembangkan
di sekolah.
4. Memupuk pengertian orang tua dan masyarakat
tentang hambatan-hambatan yang dihadapi sekolah.
5. Memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk
berperan serta memajukan sekolah.
6. Mengikutsertakan orang tua dan tokoh masyarakat
dalam merencanakan dan mengawasi program sekolah.
(Depdiknas, 2001:20)