Post on 25-Oct-2015
SOL (Space Occupying Lession)
A. Definisi
SOL ( Space Occupying Lesion ) merupakan generalisasi masalah tentang adanya
lesi pada ruang intracranial khususnya yang mengenai otak. Banyak penyebab yang dapat
menimbulkan lesi pada otak seperti kontusio serebri, hematoma, infark, abses otak dan
tumor intracranial ( Long C : 130).
Lesi desak ruang (space occupying lesion/SOL) merupakan lesi yang meluas atau
menempati ruang dalam otak termasuk tumor, hematoma dan abses.
Posisi tumor dalam otak dapat mempunyai pengaruh yang dramatis pada tanda-
tanda dan gejala. Misalnya suatu tumor dapat menyumbat aliran keluar dari cairan
serebrospinal atau yang langsung menekan pada vena-vena besar, meyebabkan terjadinya
peningkatan tekanan intracranial dengan cepat.
Tumor otak adalah sebuah lesi yang terletak pada intrakranial yang menempati
ruang di dalam tengkorak. (http://www.tumor_otak/2008.com).
Tumor otak adalah lesi oleh karena ada desakan ruang baik jinak / ganas yang
tumbuh di otak, meningen dan tengkorak (Lombardo, Mary caster 2005 : 1183).
B. Etilogi
1. Riwayat trauma kepala
Trauma yang berulang menyebabkan terjadinya meningioma (neoplasma
selaput otak). Pengaruh trauma pada patogenesis neoplasma susunan saraf pusat
belum diketahui gejala klinis.
2. Faktor genetik
Tumor susunan saraf pusat primer nerupakan komponen besar dari beberapa
gangguan yang diturunkan sebagi kondisi autosomal, dominant termasuk sklerasis
tuberose, neurofibromatosis.
3. Paparan zat kimia yang bersifat karsinogenik dan virus
Pada binatang telah ditemukan bahwa karsinogen kimia dan virus
menyebabkan terbentuknya neoplasma primer susunan saraf pusat tetapi
hubungannya dengan tumor pada manusia masih belum jelas
4. Defisiensi imunologi dan congenital
(ngatisyah, 2001)
Penyebab dari SOL ini dapat berupa :
1. Malignansi
a. Meliputi metastase, glioma, meningioma, adenoma pituitary, dan neuroma
akustik merupakan 95% dari seluruh tumor.
b. Pada dewasa 2/3 dari tumor primer terletak supratentorial, tetapi pada anak-
anak 2/3 tumor terletak infratentorial.
c. Tumor primer umumnya tidak melakukan metastasis dan sekitar 30% tumor
otak merupakan tumor metastasis dan 50% diantaranya adalah tumor
multipel.
SOL lain meliputi :
2. Hematoma , yang dapat disebabkan trauma.
3. Abses serebral.
4. Amubiasis serebral dan cystiserkosis.
5. Limfoma yang sering terjadi akibat infeksi HIV.
6. Granuloma dan tuberkuloma.
C. Faktor Resiko
Faktor resiko tumor otak dapat terjadi pada setiap kelompok, ras, insiden
meningkat seiring dengan pertambahan usia terutama pada dekade kelima, keenam
dan ketujuh . Faktor resiko akan meningkat pada orang yang terpajan zat kimia
tertentu (okrionitil, tinta, pelarut, minyak pelumas), namun hal tersebut belum bisa
dipastikan. Pengaruh genetik berperan serta dalam timbulnya tumor, penyakit
sklerosis TB dan penyakit neurofibomatosis.
D. Manifestasi Klinis
1. Gejala klinik umum timbul karena peningkatan tekanan intracranial, meliputi :
a. Nyeri kepala
merupakan gejala awal pada 20% pasien tumor yang kemudian berkembang
menjadi 60% . Nyeri kepala berat juga diperberat dengan oleh perubahan posisi,
batuk, manuever valsava dan aktivitas fisik. Muntah ditemukan bersama nyeri
kepala pada 50% pasien. Nyeri kepala ipsilateral pada tumor supratentorial
sebanyak 80% dan terutama pada bagian frontal. Tumor fossa posterior
memberikan nyeri alih ke oksiput dan leher.
Diperkirakan 1% penyebab nyeri kepala adalah tumor otak dan 30% gejala
awal tumor otak adalah nyeri kepala. Sedangkan gejala lanjut diketemukan 70%
kasus. Sifat nyeri kepala bervariasi dari ringan dan episodik sampai berat dan
berdenyut, umumnya bertambah berat pada malam hari dan pada saat bangun tidur
pagi serta pada keadaan dimana terjadi peninggian tekanan tinggi intrakranial.
Nyeri kepala terutama terjadi pada waktu bangun tidur, karena selama tidur PCO2
arteri serebral meningkat, sehingga mengakibatkan peningkatan dari serebral
blood flow dan dengan demikian mempertinggi lagi tekanan intrakranium. Juga
lonjakan tekanan intrakranium sejenak karena batuk, bersin, coitus dan mengejan
akan memperberat nyeri kepala.
Nyeri kepala juga bertambah berat waktu posisi berbaring, dan berkurang bila
duduk. Adanya nyeri kepala dengan psicomotor asthenia perlu dicurigai tumor
otak. Nyeri kepala pada tumor otak, terutama ditemukan pada orang dewasa dan
kurang sering pada anak-anak. Pada anak kurang dari 10-12 tahun, nyeri kepala
dapat hilang sementara dan biasanya nyeri kepala terasa di daerah bifrontal serta
jarang didaerah yang sesuai dengan lokasi tumor. Pada tumor di daerah fossa
posterior, nyeri kepala terasa dibagian belakang dan leher.Penyebab nyeri kepala
ini diduga akibat tarikan (traksi) pada pain sensitive structure seperti dura,
pembuluh darah atau serabut saraf. Nyeri kepala merupakan gejala permulaan dari
tumor otak yang berlokasi di daerah lobus oksipitalis.
b. Muntah tanpa diawali dengan mual, mengindikasikan tumor yang luas dengan
efek massa tumor tersebut juga mengidikasikan adanya pergeseran otak. Muntah
dijumpai pada 1/3 penderita dengan gejala tumor otak dan biasanya disertai
dengan nyeri kepala. Muntah tersering adalah akibat tumor di fossa posterior.
Muntah tersebut dapat bersifat proyektil atau tidak dan sering tidak disertai
dengan perasaan mual serta dapat hilang untuk sementara waktu.
c. Perubahan status mental, penurunan kesadaran meliputi gangguan konsentrasi,
cepat lupa, perubahan kepribadian, perubahan mood dan berkurangnya inisiatif
yang terletak pada lobus frontal atau temporal.
d. Ataksia dan gangguan keseimbangan.
e. Gagal nafas karena SOL menekan bagian batang otak dan pons varoli. Karena
pons varoli terdapat premotoksid yang mengatur gerakan pernafasan dan reflex.
f. Seizure (kejang) adalah gejala tumor yang berkembang lambat, paling sering
terjadi pada tumor di lobus frontal kemudian pada tumor lobus parietal dan
temporal. Gejala epilepsi yang muncul pertama kali pada usia pertengahan
mengindikasikan adanya suatu SOL. Bangkitan kejang dapat merupakan gejala
awal dari tumor otak pada 25% kasus, dan lebih dari 35% kasus pada stadium
lanjut. Diperkirakan 2% penyebab bangkitan kejang adalah tumor otak. Perlu
dicurigai penyebab bangkitan kejang adalah tumor otak bila:
i. Bangkitan kejang pertama kali pada usia lebih dari 25 tahun
ii. Mengalami post iktal paralisis
iii. Mengalami status epilepsi
iv. Resisten terhadap obat-obat epilepsi
v. Bangkitan disertai dengan gejala TTIK lain
Frekwensi kejang akan meningkat sesuai dengan pertumbuhan tumor.
Pada tumor di fossa posterior kejang hanya terlihat pada stadium yang
lebih lanjut. Schmidt dan Wilder (1968) mengemukakan bahwa gejala
kejang lebih sering pada tumor yang letaknya dekat korteks serebri dan
jarang ditemukan bila tumor terletak dibagian yang lebih dalam dari
himisfer, batang otak dan difossa posterior. Bangkitan kejang
ditemukan pada 70% tumor otak di korteks, 50% pasien dengan
astrositoma, 40% pada pasien meningioma, dan 25% pada
glioblastoma.
g. Papil edem, dapat dinilai dengan ophthalmoskop. Pada keadaan awal tidak
menyebabkan hilangnya daya penglihatan, tetapi edem papil yang berkelanjutan
dapat menyebabkan perluasan bintik buta, penyempitan lapangan pandang perifer
dan menyebabkan penglihatan kabur yang tidak menetap.
2. Gejala lokal yang menyesatkan dan tanda lateralisasi
Gejala lokal yang menyesatkan ini melibatkan neuroaksis kecil dari lokasi tumor
yang sebenarnya. Sering disebabkan karena penigkatan tekanan intrakranial,
pergeseran dari struktur-struktur intrakranial atau iskemi. Gejalagejala tersebut
meliputi parese nervus VI, sindrom horner, gejala-gejala serebelum belum
mengindikasikan lokasinya di serebelum.
Lesi pada salah satu kompartemen otak dapat menginduksi pergeseran dan
kompresi di bagian otak yang jauh dari lesi primer. Tumor otak yang menyebabkan
peningkatan tekanan intrakranial dapat menghasilkan false localizing signs atau gejala
lokal yang menyesatkan. Suatu tumor intrakranial dapat menimbulkan manifestasi
yang tidak sesuai dengan fungsi area yang ditempatinya. Tanda tersebut adalah:
a. Kelumpuhan saraf otak. Karena desakan tumor, saraf dapat tertarik atau tertekan.
Desakan itu tidak harus langsung terhadap saraf otak. Saraf yang sering terkena
tidak langsung adalah saraf III, IV, dan IV.
b. Refleks patologis yang positif pada kedua sisi, dapat ditemukan pada tumor yang
terdapat di dalam salah satu hemisferium saja.
c. Gangguan mental
d. Gangguan endokrin dapat juga timbul proses desak ruang di daerah hipofise.
3. Gejala klinik local
Manifestasi lokal terjadi pada tumor yang menyebabkan destruksi parenkim,
infark atau edema. Juga akibat pelepasan faktor-faktor ke daerah sekitar tumor
(contohnya : peroksidase, ion hydrogen, enzim proteolitik dan sitokin), semuanya
dapat menyebabkan disfungsi fokal yang reversibel.
a. Tumor Lobus Frontal
Tumor lobus frontal menyebabkan terjadinya kejang umum yang diikuti
paralisis pos-iktal. Meningioma kompleks atau parasagital dan glioma frontal
khusus berkaitan dengan kejang. Tanda lokal tumor frontal antara lain disartri,
kelumpuhan kontralateral, dan afasia jika hemisfer dominant dipengaruhi.
Anosmia unilateral menunjukkan adanya tumor bulbus olfaktorius.
b. Tumor Lobus Temporalis
Gejala tumor lobus temporalis antara lain disfungsi traktus kortikospinal
kontralateral, defisit lapangan pandang homonim, perubahan kepribadian,
disfungsi memori dan kejang parsial kompleks. Tumor hemisfer dominan
menyebabkan afasia, gangguan sensoris dan berkurangnya konsentrasi yang
merupakan gejala utama tumor lobus parietal. Adapun gejala yang lain
diantaranya disfungsi traktus kortikospinal kontralateral, hemianopsia/
quadrianopsia inferior homonim kontralateral dan simple motor atau kejang
sensoris.
c. Lobus parietal :
Dapat menimbulkan gejala modalitas sensori , kortikal hemianoksi homonim.
Bila terletak di area motorik dapat timbul timbul kejang kokal dan pada girus
angularis menimbulkan gejala sindrom GOSSTMANNS
d. Tumor Lobus Oksipital
Tumor lobus oksipital sering menyebabkan hemianopsia homonym yang
kongruen. Kejang fokal lobus oksipital sering ditandai dengan persepsi
kontralateral episodic terhadap cahaya senter, warna atau pada bentuk geometri.
e. Tumor pada Ventrikel Tiga dan Regio Pineal
Tumor di dalam atau yang dekat dengan ventrikel tiga menghambat ventrikel
atau aquaduktus dan menyebabkan hidrosepalus. Perubahan posisi dapat
meningkatkan tekanan ventrikel sehingga terjadi sakit kepala berat pada daerah
frontal dan verteks, muntah dan kadang-kadang pingsan. Hal ini juga
menyebabkan gangguan ingatan, diabetes insipidus, amenorea, galaktorea dan
gangguan pengecapan dan pengaturan suhu.
f. Tumor Batang Otak
Terutama ditandai oleh disfungsi saraf kranialis, defek lapangan pandang,
nistagmus, ataksia dan kelemahan ekstremitas. Kompresi pada ventrikel empat
menyebabkan hidrosepalus obstruktif dan menimbulkan gejala-gejala umum.
g. Tumor Serebellar
Muntah berulang dan sakit kepala di bagian oksiput merupakan gejala yang
sering ditemukan pada tumor serebellar. Pusing, vertigo dan nistagmus mungkin
menonjol.
h. Tumor di cerebellopontin angie
Gangguan fungsi pendengaran
i. Tumor hipotalamus
Gangguan perkembangan seksual pada anak-anak, gangguan cairan
cerebrospinalis.
j. Tumor fosa posterior
Gangguan berjalan, nyeri kepala dan muntah disertai dengan nystacmus.
E. Klasifikasi
Berdasarkan jenis tumor dapat dibagi menjadi :
1. Jinak
a. Acoustic neuroma
b. Meningioma
c. Pituitary adenoma
d. Astrocytoma ( grade I )
2. Malignant
a. Astrocytoma ( grade 2,3,4 )
b. Oligodendroglioma
c. Apendymoma
Berdasarkan lokasi tumor dapat dibagi menjadi :
1. Tumor intradural :
a. Ekstramedular
b. Cleurofibroma
c. Meningioma intramedural
d. Apendimoma
e. Astrocytoma
f. Oligodendroglioma
2. Hemangioblastoma:
a. Tumor ekstradural : Merupakan metastase dari lesi primer. (smeltzer,
2002)
Stadium tumor berdasarkan sistem TNM ( stadium TNM ). Terdiri dari 3
kategori, yaitu: T ( tumor primer ), N ( nodul regional, metastase ke
kelenjar limfe regional ) dan M ( metastase jauh ).
b. Kategori T :
1. Tx = syarat minimal menentukan indeks T tidak terpenuhi.
2. Tis = Tumor in situ.
3. T0 = Tidak ditemukan adanya tumor primer.
4. T1 = Tumor dengan f maksimal < 2 cm.
5. T2 = Tumor dengan f maksimal 2 – 5 cm.
6. T3 = Tumor dengan f maksimal > 5 cm.
7. T4 = Tumor invasi keluar organ.
8. Kategori N :
9. N0 = Nodul regional negative.
10. N1 = Nodul regional positif, mobile ( belum ada perletakan ).
11. N2 = Nodul regional positif, sudah ada perlekatan.
12. N3 = Nodul jukstregional atau bilateral.
13. Kategori M :
14. Mo = Tidak ada metastase organ jauh.
15. M1 = Ada metastase organ jauh.
16. M2 = Syarat minimal menentukan indeks M tidak terpenuhi.
F. Stadium
1. Grade 1
Jaringan tersebut jinak, terlihat seperti sel otak normal dan pertumbuhannya
lambat
2. Grade 2
Jaringan tersebut ganas, kurang terlihat seperti sel otak normal dibandingkan
dengan grade 1
3. Grade 3
Jaringan ganas memiliki sel-sel yang terlihat sangat berbeda dari sel normal,
sel-sel yang abnormal secara aktif tumbuh, sel-sel yang abnormal yang muncul
disebut anaplastik
4. Grade 4
Jaringan ganas memiliki sel yang terlihat paling abnormal dan cenderung
tumbuh sangat cepat.
(Vinay Kumar, 2003)
G. Komplikasi
a. Gangguan fungsi neurologist
b. Gangguan kognitif
c. Gangguan tidur dan mood
d. Disfungsi seksual
e. Herniasi Foramen magnum
f. Herniasi otak (sering fatal)
Herniasi otak merupakan pergeseran dari otak normal melalui atau antar
wilayah ke tempat lain karena efek massa, ini adalah komplikasi dari efek massa
baik dari tumor, trauma atau infeksi.
g. Herniasi unkal
h. Kerusakan neurologis permanen, progresif, dan amat besar
i. Kehilangan kemampuan untuk berinteraksi atau berfungsi
j. Efek samping medikasi, termasuk kemoterapi
k. Efek samping penatalaksanan radiasi
a. selama tindakan: peningkatan edema, reversible
b. setelah beberapa minggu/bulan: demielinasi
c. enam bulan-10 tahun: radionekrosis, irreversible (biasanya satu hingga dua
tahun)
l. Rekurensi pertumbuhan tumor.
(doengoes, 2000)
H. Pemeriksaan Diagnostik
1. CT Scan (Computerized Tomografi)
Memberi informasi spesifik mengenal jumlah, ukuran, kepadatan, jejas tumor,
dan meluasnya edema serebralsekunder serta member informasi tentang sistem
vaskuler
Post-contrast axial CT scan Kepala
Gambaran Abscess Cerebri
SOL digambarkan dengan hipodens
Smooth peripheral ring enhancement
(Garis Putih Linier)
Di sekelilingnya terdapat edem
Lokasi: Regio Fronto-parietal
2. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Membantu dalam mendeteksi jejas yang kecil dan tumor didalam batang
otakdan daerah hiposisis, dimana tulang menggangudalam gambaran yang
menggunakan CT Scan
MRI pada Ganglia Basalis.Pasien Laki-laki24
tahun dengan HIV Infeksi. Menggambarkan
lesi hipointens pada Talamus. Disebabkan
Toxoplasmosis.
3. Biopsi stereotaktik : Dapat mendiagnosa kedudukan tumor yang dalam dan untuk
memberi dasar pengobatan seta informasi prognosisi
4. Angiografi : Memberi gambaran pembuluh darah serebal dan letak tumor
5. Elektroensefalografi ( EEG )
Elektroensefalogram (EEG) merekam aktivitas umum elektrik di otak, dengan
meletakkan elektroda pada area kulit kepala atau dengan menempatkan
mikroelektroda dalam jaringan otak. Pemeriksaan ini memberikan pengkajian
fisiologis aktivasi serebral.
6. Mendeteksi gelombang otak abnormal.
7. Ekoensefalogram
Ekoensefalogram memberi informasi mengenai pergeseran kandungan intra
serebral.
8. Foto rontgen polos
Foto rontgen polos tengkorak dan medulla spinalis sering digunakan untuk
mengidentifikasi adanya fraktur, dislokasi, dan abnormalitas tulang lainnya,
terutama dalam penatalaksanaan trauma akut. Selain itu, foto rontgen polos
mungkin menjadi diagnostik bila kelenjar pineal yang mengalami penyimpangan
letak terlihat pada hasil foto rontgen, yang merupakan petunjuk dini tentang
adanya SOL (space occupying lesion). (Arif Muttaqin, 2008).
9. Angiografi serebral
Angiografi serebral adalah proses pemeriksaan dengan menggunakan sinar-x
terhadap sirkulasi serebral setelah zat kontras disuntikkan ke dalam arteri yang
dipilih.
10. Radiogram
Memberikan informasi yang sangat berharga mengenai struktur, penebalan
dan klasifikasi, posisi kelenjar pineal yang mengapur, dan posisi selatursika.
11. Sidik otak radioaktif
Memperlihatkan daerah-daerah akumulasi abnormal dari zat radioaktif. Space
Occupying Lesion (SOL) mengakibatkan kerusakan sawar darah otak yang
menyebabkan akumulasi abnormal zat radioaktif.
12. Biopsi stereotaktik bantuan-komputer (tiga dimensi)
Biopsi stereotaktik digunakan untuk mendiagnosis kedudukan lesi yang dalam
dan untuk memberikan dasar-dasar pengobatan dan informasi prognosis. (Suzanne
C. Smeltzer, 2001).
I. Penalaksanaan
Penatalaksanaan tergantung pada penyebab lesi:
1. Untuk tumor primer, jika memungkinkan dilakukan eksisi sempurna, namun
umumnya sulit dilakukan sehingga pilihan pada radioterapi dan kemoterapi,
namun jika tumor metastase pengobatan paliatif yang dianjurkan.
2. Hematom membutuhkan evakuasi.
3. Lesi infeksi membuthkan evakuasi dan terapi antibiotik.
Pengobatan lain yang diperlukan meliputi:
a. Deksametason yang dapat menurunkan edem serebral.
b. Manitol, untuk menurunkan peningkatan tekanan intrakranial.
c. Antikonvulsan, sesuai gejala yang timbul.
(budi sudarwo, 2004)
4. Pembedahan
Beberapa tumor jinak harus diangkat melalui pembedahan karena mereka
terus tumbuh di dalam rongga sempit dan bisa menyebabkan kerusakan yang lebih
parah atau kematian. Meskipun pengangkatan tumor tidak dapat menyembuhkan
kanker, tetapi bisa mengurangi ukuran tumor, meringankan gejala dan membantu
menentukan jenis tumor serta pengobatan lainnya.
Pembedahan tumor primer seringkali diindikasikan untuk mencapai diagnosis
histologis dan jika mungkin, untuk meringankan gejala dengan mengurangi massa
tumor. Pemeriksaan histologis dari biopsi tumor dapat mengkonfirmasi apakah
lesi merupakan suatu glioma dan bukan neoplasma lainnya, misalnya limfoma,
atau bahkan kondisi nonneoplasia, misalnya abses.
Pemeriksaan ini juga memungkinkan dilakukannya penentuan tingkat derajat
diferensiasi tumor yang berhubungan dengan prognosis. Jadi, pasien glioma
derajat 1-2 memiliki angka harapan hidup yang tinggi. Akan tetapi, median angka
harapan hidup untuk tumor yang terdiferensiasi paling buruk (derajat 4) adalah 9
bulan.
Kadang-kadang pembedahan tidak disarankan, misalnya pada pasien dengan
kecurigaan glioma derajat rendah dengan gejala epilepsi. Pembedahan juga tidak
tepat dilakukan pada metastasis otak multipel, dimana diagnosisnya jelas,
walaupun beberapa metastasis soliter dapat ditangani dengan reaksi.
a. Craniotomi
Menurut Brown CV, Weng J, Craniotomy adalah Operasi untuk membuka
tengkorak (tempurung kepala) dengan maksud untuk mengetahui dan
memperbaiki kerusakan otak. Menurut Hamilton MG, Frizzell JB, Tranmer BI,
Craniectomy adalah operasi pengangkatan sebagian tengkorak. Sedangkan
menurut Chesnut RM, Gautille T, Blunt BA, Craniotomi adalah prosedur
untuk menghapus luka di otak melalui lubang di tengkorak (kranium). Dari
ketiga pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian dari Craniotomi
adalah Operasi membuka tengkorak (tempurung kepala) untuk mengetahui dan
memperbaiki kerusakan yang diakibatkan oleh adanya luka yang ada di otak.
Tujuan Craniotomi adalah jenis operasi otak. Ini adalah operasi yang
paling umum dilakukan untuk otak pengangkatan tumor. Operasi ini juga
dilakukan untuk menghilangkan bekuan darah (hematoma), untuk
mengendalikan perdarahan dari pembuluh, darah lemah bocor (aneurisma
serebral), untuk memperbaiki malformasi arteriovenosa (koneksi abnormal
dari pembuluh darah), untuk menguras abses otak, untuk mengurangi tekanan
di dalam tengkorak, untuk melakukan biopsi, atau untuk memeriksa otak.
5. Terapi
Penatalaksanaan meningioma tergantung dari lokasi dan ukuran tumor itu
sendiri. Terapi meningioma masih menempatkan reseksi operatif sebagai pilihan
pertama. Beberapa faktor yang mempengaruhi operasi removal massa tumor ini
antara lain lokasi tumor, ukuran dan konsistensi, vaskularisasi dan pengaruh
terhadap sel saraf, dan pada kasus rekurensi, riwayat operasi sebelumnya dan atau
radioterapi. Lebih jauh lagi, rencana operasi dan tujuannya berubah berdasarkan
faktor resiko, pola, dan rekurensi tumor. Tindakan operasi tidak hanya
mengangkat seluruh tumor tetapi juga termasuk dura, jaringan lunak, dan tulang
untuk menurunkan kejadian rekurensi.
6. Radiotherapi
Radioterapi menggunakan X-ray untuk membunuh sel-sel tumor. Sebuah
mesin besar diarahkan pada tumor dan jaringan di dekatnya. Mungkin kadang
radiasi diarahkan ke seluruh otak atau ke syaraf tulang belakang.
Radioterapi biasanya dilakukan sesudah operasi. Radiasi membunuh sel-sel
tumor (sisa) yang mungkin tidak dapat diangkat melalui operasi. Radiasi juga
dapat dilakukan sebagai terapi pengganti operasi. Jadwal pengobatan tergantung
pada jenis dan ukuran tumor serta usia pasien. Setiap sesi radioterapi biasanya
hanya berlangsung beberapa menit.
Beberapa bentuk terapi radiasi:
a. Fraksinasi
Radioterapi biasanya diberikan lima hari seminggu selama beberapa
minggu. Memberikan dosis total radiasi secara periodik membantu melindungi
jaringan sehat di daerah tumor.
b. Hyperfractionation
Pasien mendapat dosis kecil radiasi dua atau tiga kali sehari, bukan jumlah
yang lebih besar sekali sehari.
Efek samping dari radioterapi, dapat meliputi: perasaan lelah
berkepanjangan, mual, muntah, kerontokan rambut, perubahan warna kulit
(seperti terbakar) di lokasi radiasi, sakit kepala dan kejang (gejala nekrosis
radiasi).
7. Pendekatan stereotaktik
Pendekatan stereotaktik meliputi penggunaan kerangka 3 dimensi yang
mengikuti lokasi tumor yang sangat tepat, kerangka stereotaktik dan studi
pencitraan multipel (Sinar X, CT-Scan) yang lengkap digunakan untuk
menentukan lokasi tumor dan memeriksa posisinya. Laser atau radiasi dapat
dilepaskan dengan pendekatan stereotaktik. Radioisotop (131I) dapat juga
ditempatkan langsung ke dalam tumor (brankhiterapi) sambil meminimalkan
pengaruh pada jaringan otak di sekitarnya.
Penggunaan pisau gamma dilakukan pada bedah-bedahradio sampai dalam,
untuk tumor yang tidak dapat dimasukkan obat, tindakan tersebut sering dilakukan
sendiri. Lokasi yang tepat dilakukan dengan menggunakan pendekatan
stereotaktik dan melalui laporan pengujian dan posisi pasien yang tepat. Dosis
yang sangat tinggi, radiasi akan dilepaskan pada luas bagian yang kecil.
Keuntungan metoda ini adalah tidak membutuhkan insisi pembedahan,
kerugiannya adalah waktu yang lambat diantara pengobatan dan hasil yang
diharapkan.
8. Transplantasi Sumsum Tulang Analog Intravena
Digunakan pada beberapa pasien yang akan menerima kemoterapi atau terapi
radiasi, karena keadaan ini penting sekali untuk ”menolong” pasien terhadap
adanya keracunan pada sumsum tulang akibat dosis tinggi kemoterapi atau
radiasi. Sumsum tulang pasien diaspirasi edikit, biasanya dilakukan pada kepala
iliaka dan disimpan. Pasien yang menerima dosis kemoterapi dan terapi radiasi
yang banyak, akan menghancurkan sejumlah sel-sel keganasan (malignan).
Sumsum kemudian diinfus kembali setelah pengobatan lengkap.
9. Kemoterapi
Kemoterapi adalah pengobatan penyakit yang disebabkan oleh agen kimia
yang biasanya digunakan untuk terapi kanker. Dasar pengobatan yaitu perbedaan
antara sel kanker dan sel normal terhadap reaksi pengobatan sitostatika yang
diberikan sendiri-sendiri atau secara kombinasi. Perbedaan tersebut adalah
perbedaan sifat biologis, biokimia, reaksi farmakokinetik dan sifat proliferatif.
Sebelum membahas mengenai cara kerja masing-masing golongan obat
antineoplasma, perlu diketahui dulu hubungan kerja obat antineoplasma dengan
siklus sel kanker. Sel tumor dapat berada dalam 3 keadaan yaitu :
a. Yang sedang membelah (siklus proliferatif).
b. Yang dalam keadaan istirahat (tidak membelah, G0).
c. Yang secara permanen tidak membelah
Sel tumor yang sedang membelah terdapat dalam beberapa fase yaitu :
a. fase mitosis (M)
b. fase pramitosis (G1)
c. fase sintesis DNA (S)
d. fase pascamitosis (G2) 1
Pada akhir fase G1 terjadi peningkatan RNA disusul dengan fase S yang
merupakan saat terjadinya replikasi DNA. Setelah fase S berakhir sel masuk
dalam fase pramitosis (G2) dengan ciri-ciri :
a. sel berbentuk tetraploid
b. mengandung DNA lebih banyak daripada sel fase lain
c. masih berlangsungnya sintesis RNA dan protein
Sewaktu mitosis berlangsung (fase M) sintesis protein dan RNA berkurang
secara tiba-tiba, dan terjadi pembelahan menjadi 2 sel. Setelah itu sel dapat
memasuki interfase untuk kembali memasuki fase G1, saat sel berproliferasi atau
memasuki fase istirahat (G0). Sel dalam fase G0 yang masih potensial untuk
berproliferasi disebut sel klonogenik atau sel induk (stem cell). Jadi yang
menambah jumlah sel kanker adalah sel dalam siklus proliferasi dan dalam fase
G0 1.
Ditinjau dari siklus sel, obat dapat digolongkan dalam 2 golongan yaitu :
a. Yang memperlihatkan toksisitas selektif terhadap fase – fase tertentu dari
siklus sel (cell cycle specific), misalnya vinkristin, vinblastin, merkaptopurin,
metotreksat, asparaginase. Zat ini terbukti efektif terhadap kanker yang
berproliferasi tinggi misalnya kanker sel darah.
b. Zat cell cycle nonspecific, misalnya zat alkilator, antibiotik antikanker,
sisplatin.
J. Peran Perawat
1. Peran sebagai pemberi Asuhan Keperawatan
Perawat memberikan pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses
keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnosis keperawatan agar bias
direncanakan dan dilaksanakan tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat
kebutuhan dasar manusia,kemudian dapat dievaluasi tingkat perkembangannya.
2. Peran sebagai advokat klien
Perawat membantu klien dan keluarga dalam menginterpretasikan berbagai
informasi dari pemberi pelayanan khususnya dalam pengambilan persetujuan atas
tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien juga dapat berperan
mempertahankan hak-hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-
baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk
menentukan nasib sendiri dan hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian.
3. Peran Edukator
Perawat membantu klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan,
gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi perubahan
perilaku dari klien setelah dilakukan pendidikan kesehatan.
4. Peran Koordinator
Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta
mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian
pelayanan kesehatan dapat terarah serta dengan kebutuhan klien.
5. Peran Kolaborator
Peran perawat disini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan
yang terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi, dan lain-lain dengan berupaya
mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau
tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya.
6. Peran Konsultan
Peran disini adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan
keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan klien
terhadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan.
7. Peran Pembaharu
Peran ini dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan, kerjasama,
perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan
keperawatan.
K. ASPEK LEGAL ETIK
1. Autonomy
Perawat harus menjelaskan dengan jelas kepada keluarga tentang kondisi
yang dialami pasien tanpa ada sedikitpun yang ditutupi sehingga pasien
mendapatkan haknya.
2. Non- Maleficence
Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada
klien. Perawat melakukan prosedur keperawatan dengan benar sehingga klien
terhindar dari hal yang merugikan. Perawat melakukan kewaspadaan universal
untuk mencegah terjadinya infeksi yang lebih lanjut
3. Beneficence
Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik.Perawat memberikan
intervensi sesuai dengan kebutuhan dan diagnosa klien.
4. Justice
a. Prinsip keadilan dibutuhkan untuk tercapai yang sama dan adil terhadap orang
lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai ini
direfleksikan dalam prkatek profesional ketika perawat bekerja untuk terapi
yang benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar
untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.
b. Perawat harus bertindak adil dalam melakukan tindakan keperawatan tanpa
membedakan status ekonomi, suku, agama, dll. Agar pasien dapat merasakan
kenyamanan.
5. Kejujuran (Veracity)
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh
pemberi pelayanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap klien
dan untuk meyakinkan bahwa klien sangat mengerti. Prinsip veracity berhubungan
dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan kebenaran. Informasi harus ada
agar menjadi akurat, komprensensif, dan objektif untuk memfasilitasi pemahaman
dan penerimaan materi yang ada, dan mengatakan yang sebenarnya kepada klien
tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan keadaan dirinya selama
menjalani perawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Barbara C. Long, alih bahasa R.Karnaen dkk, 2000, Perawatan Medikal Bedah. EGC,
Jakarta
Barbara L. Bullock 2000, Patofisiology, Adaptasi and alterations infeksius function,
Fourth edition, Lipincott, Philadelpia
Brunner & Sudarth, 2003, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed 8 Vol 3 , EGC,
jakarta
Lynda Juall Carpenito, Alih bahasa Yasmin Asih, 2002, Diagnosa Keperawatan , ed
6, EGC, Jakarta
Marilyn E. Doenges, et al, 2003, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, jakarta
Sylvia A. Price, Alih bahasa Adji Dharma, 2004Patofisiologi, konsep klinik proses-
proses penyakit ed. 4, EGC, Jakarta