Case Report Sol Dila

63
BAB I STATUS PASIEN I. IDENTITAS PASIEN Nama : Tn. Nana Umur : 53 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Status Perkawinan : Menikah Alamat : Cibiuk Agama : Islam Pekerjaan : Petani Tanggal masuk RS : 26 Oktober 2013 No. CM : 0165xxxx II. SUBYEKTIF Anamnesa Diambil dari alloanamnesa (istri pasien) pada tanggal 1 November 2013 Keluhan Utama : Penurunan kesadaran sejak 6 jam SMRS Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke IGD RSUD dr Slamet Garut dengan keluhan penurunan kesadaran sejak 6 jam SMRS, setelah pasien mengalami kejang. Kejang sebanyak 5 kali ± 10 menit, tangan menjadi kram, lidah tergigit. Sebelumnya 1

Transcript of Case Report Sol Dila

Page 1: Case Report Sol Dila

BAB I

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. Nana

Umur : 53 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Status Perkawinan : Menikah

Alamat : Cibiuk

Agama : Islam

Pekerjaan : Petani

Tanggal masuk RS : 26 Oktober 2013

No. CM : 0165xxxx

II. SUBYEKTIF

Anamnesa

Diambil dari alloanamnesa (istri pasien) pada tanggal 1 November 2013

Keluhan Utama :

Penurunan kesadaran sejak 6 jam SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke IGD RSUD dr Slamet Garut dengan keluhan penurunan

kesadaran sejak 6 jam SMRS, setelah pasien mengalami kejang. Kejang sebanyak 5

kali ± 10 menit, tangan menjadi kram, lidah tergigit. Sebelumnya pasien mengeluhkan

nyeri kepala hebat sejak 3 bulan SMRS. Nyeri hilang timbul yang dirasakan di seluruh

bagian kepala. Nyeri dapat muncul tiba-tiba saat istirahat ataupun beraktivitas , nyeri

terasa seperti ditimpa beban berat dan leher juga terasa berat. Nyeri tersebut terasa

memberat sejak 1 hari SMRS disertai mudah gelisah. Keluhan juga disertai pandangan

kabur sejak 1 bulan SMRS. Demam dirasakan sejak 3 hari SMRS, pasien juga

mengalami muntah tanpa didahului mual. Sejak saat itu pasien mengalami perubahan

perilaku yang disertai dengan gangguan berbicara, serta kelemahan kedua tungkai dan

1

Page 2: Case Report Sol Dila

kedua lengan. Gangguan pendengaran tidak ada, gangguan pengecap dan penciuman

tidak ada, batuk lama tidak ada, riwayat terjatuh sebelumnya disangkal. BAK dan

BAB normal.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien sebelumnya tidak pernah mengalami kejadian seperti ini. Riwayat

tekanan darah tinggi disangkal, riwayat penyakit gula darah disangkal. Riwayat

penyakit paru disangkal. Riwayat penyakit jantung disangkal. Riwayat merokok

diakui. Riwayat infeksi di telinga, hidung, tenggorokan disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat penyakit yang sama pada keluarga disangkal.

Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien berasal dari keluarga menengah ke bawah.

III. OBJEKTIF

Status Present

Kesadaran : Compos mentis

GCS : 15 (E4.M5.Y6)

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 80 x/ menit

Respirasi : 20 x/ menit

Suhu : 36 oC

Kepala : Normocephal

Leher : Tidak ada pembesaran KGB, trachea tidak deviasi

Status Interna

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis tidak teraba

2

Page 3: Case Report Sol Dila

Perkusi : Batas jantung kanan : ICS IV parasternal dextra

Batas jantung atas : ICS II parasternal sinistra

Batas jantung kiri : ICS V midclavicula sinistra

Auskultasi : BJ I – II murni reguler, murmur (-), gallop (-)

Paru

Inspeksi : Hemitoraks kanan-kiri simetris dalam keadaant statis dan dinamis

Palpasi : Fremitus taktil dan vokal hemitorak kanan-kiri simetris

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : VBS kanan = kiri, ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen

Inspeksi : Permukaan datar

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Perkusi : Timpani pada keempat quadran abdomen

Palpasi : NT/NK/NL : -/-/-. Hepar, lien, ginjal sulit diraba.

1. Status Psikis

Cara berfikir : Dalam batas normal

Perasaan hati : Dalam batas normal

Tingkah laku : Sulit dinilai

Ingatan : Dalam batas normal

Kecerdasan : Dalam batas normal

2. Status Neurologis

A. Kepala

Bentuk : Normocephalus

Nyeri tekan : (-)

Simetris : (+)

Pulsasi : (-)

B. Leher

Sikap : Dalam batas normal

Pergerakan : Dalam batas normal

3

Page 4: Case Report Sol Dila

Kaku kuduk : (-)

C. Nervus kranialis

N. I (olfaktorius)

Subyektif : Tidak dilakukan

Dengan bahan : Tidak dilakukan

N. II (optikus)

Tajam penglihatan : Tidak dilakukan

Lapang penglihatan : Visus kanan = 1/300, kiri = 0

Melihat warna & fundus okuli : Tidak dilakukan

● (N.III-N.IV-N. VI) N. Occulomotorius, N.Throchlearis, N.Abducens

-Kelopak mata

Ptosis : -/+

Endophtalmus : : -/-

Exophtalmus : -/-

- Pupil

Diameter : ±2mm

Bentuk : Bulat isokor

-Reflek cahaya langsung : +/+

-Reflek cahaya tak langsung : -/-

-Gerakan bola mata

Medial : Mata kiri : Penjeratan N.III

Lateral : Mata kanan : Penjeratan N.VI

Superior : Dalam batas normal

Inferior : Dalam batas normal

Obliqus superior : Dalam batas normal

Obliqus inferior : Dalam batas normal

Reflek pupil akomodasi : Sulit dinilai

4

Page 5: Case Report Sol Dila

Reflek pupil konvergensi : Tidak dilakukan

N. V (trigeminus)

Membuka mulut : Dalam batas normal

Menguyah : Dalam batas normal

Mengigit : Dalam batas normal

Reflek kornea : Tidak dilakukan

Sensibilitas muka : Dalam batas normal

N.VII (fascialis)

Mengerutkan dahi : Simetris kanan = kiri

Menutup mata : Dalam batas normal

Memperlihatkan gigi : Plica nasolabialis simetris

Bersiul : Tidak dilakukan

Perasaan lidah

2/3 bagian depan lidah : Tidak dilakukan

N.VIII ( vestibulo cochlear)

Detik arloji : Baik

Suara berbisik : Tidak dilakukan

Tes Weber : Tidak dilakukan

Tes Rinne : Tidak dilakukan

Tes Swabach : Tidak dilakukan

N.IX (glosofaringeus)

Perasaan lidah

(1/3 bagian belakang) : Tidak dilakukan

Sensibilitas faring : Tidak dilakukan

N.X (vagus)

Arkus faring : Dalam batas normal

Uvula : Tidak deviasi

Berbicara : Gangguan berbicara

Menelan : Dalam batas normal

5

Page 6: Case Report Sol Dila

N.XI (asesorius)

Menengok : Dalam batas normal

Mengangkat bahu : Dalam batas normal

N.XII (hipoglosus)

Pergerakan lidah : Dalam batas normal

Lidah deviasi : (-)

Artikulasi : Dalam batas nrmal

D. Fungsi luhur

Dalam batas normal

E. Badan dan anggota gerak

1. Badan

Respirasi : Torako abdominal

Bentuk kolumna vetebralis : Dalam batas normal

Pergerakan kolumna vetebralis : Dalam batas normal

Refleks kulit perut atas : Tidak dilakukan

Refleks kulit perut tengah : Tidak dilakukan

Refleks kulit perut bawah : Tidak dilakukan

2. Anggota gerak atas

Motorik : +/+

Pergerakan : +/+

Kekuatan : 4 3

Tonus : Baik

Atropi : (-)

Refleks

Biceps : +/+

6

Page 7: Case Report Sol Dila

Trisep : +/+

Brakio Radialis : +/+

Radius : +/+

Ulna : +/+

Hoffman/trommer : Tidak dilakukan

Sensibilitas : Dalam batas normal

Taktil : Dalam batas normal

Nyeri : (-)

Suhu : Dalam batas normal

Diskriminasi 2 titik : Tidak dilakukan

Lokalis : Tidak dilakukan

Getar : Tidak dilakukan

3. Anggota gerak bawah

Motorik : +/+

Pergerakan : +/+

Kekuatan :

4 4

Tonus : Baik

Atropi : (-)

Sensibilitas

Taktil : Dalam batas normal

Nyeri : (-)

Suhu : Dalam batas normal

Diskriminasi 2 titik : Tidak dilakukan

Lokalis : Tidak dilakukan

Getar : Tidak dilakukan

Refleks fisiologis

Patella : +/+

Achilles : +/+

Refleks patologis

Babinsky : (-/-)

7

Page 8: Case Report Sol Dila

Chaddock : (-/-)

Openhaeim : (-/-)

Gordon : (-/-)

Schaefer : (-/-)

Mendel Bechtrew : Tidak dilakukan

Rosolimo : Tidak dilakukan

Klonus paha : (-/-)

Klonus kaki : (-/-)

Test Laseque : (-)

Test brudzinsky I/II/III : (-)

Test kernig : (-)

Meningial Sign : Kaku kuduk (-)

Patrick : Tidak dilakukan

Kontra patrick : Tidak dilakukan

F. Koordinasi, Gait dan keseimbangan

Cara berjalan : Tidak dilakukan

Test Romberg : Tidak dilakukan

Disdiadokokinesis : Tidak dilakukan

Ataksia : Tidak dilakukan

Rebound phenomen : Tidak dilakukan

G. Gerakan – gerakan abnormal

Tremor : (-)

Athetosis : (-)

Mioklonik : (-)

Khorea : (-)

H. Fungsi vegetatif

Miksi : Lancar

Defekasi : Lancar

8

Page 9: Case Report Sol Dila

Pemeriksaan Laboratorik

Tanggal 26/10/2013

Hematologi

Darah Rutin

Hemoglobin: 12,9 g/dl

Hematokrit: 40 %

Leukosit: 16.700/mm³

Trombosit: 242.000/ mm³

Eritrosit: 4,25 juta/ mm³

Kimia Klinik

AST (SGOT): 63 U/L

ALT (SGPT): 129 U/L

Ureum : 72 mg/dl

Kreatinin : 0,9 mg/dl

Glukosa Darah Sewaktu : 110 mg/dl

Elektrolit

Natrium : 155 mEq/L

Kalium : 2,7 mEq/L

Kalsium : 3,75 mg/dl

Tanggal 29/10/2013

Hematologi

Laju Endap Darah :30/45 mm/jam

9

Page 10: Case Report Sol Dila

IV. RINGKASAN

Subyektif

- Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan lemah penurunan kesadaran sejak ± 6

jam SMRS.

- Kejadian berlangsung setelah pasien mengalami kejang.

- Keluhan kejang 5 kali ± 10 menit, tangan menjadi kram, lidah tergigit.

- Nyeri kepala hebat sejak 3 bulan SMRS. Nyeri hilang timbul yang dirasakan di

seluruh bagian kepala. Nyeri dapat muncul tiba-tiba saat istirahat ataupun

beraktivitas. Nyeri terasa memberat sejak 1 hari SMRS.

- Keluhan disertai pandangan kabur sejak 1 bulan SMRS.

- Demam dirasakan sejak 3 hari SMRS, pasien juga mengalami muntah tanpa didahului

mual. Sejak saat itu pasien mengalami perubahan perilaku yang disertai dengan

gangguan berbicara, serta kelemahan kedua tungkai dan kedua lengan.

- Riwayat merokok diakui .

Obyektif

Status Present

Kesadaran : Compos mentis

GCS : 15 (E4.M5.Y6)

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 80 x/ menit

Respirasi : 20 x/ menit

Suhu : 36 oC

Jantung : Dalam batas normal

Paru dan abdomen : Dalam batas normal

Status Psikis

Dalam batas normal

10

Page 11: Case Report Sol Dila

Status Interna

Cor : BJ I-II reguler Murmur (-), Gallop (-)

Pulmo: VBS kanan = kiri Rh-/-, Wh-/-

Status Neurologis

Rangsang Meningeal : Kaku kuduk (-)

Saraf Otak : Pupil bulat isokor

Nervus Kranialis : Mata kiri : Penjeratan N. III (oculomotor)

Mata kanan: Penjeratan N.VI (abducens)

Motorik : 4 3

4 4

Tonus : Baik

Sensorik : Dalam batas normal

Fungsi Luhur : Baik

Fungsi Vegetatif : Baik

Refleks Fisiologis : (+ / + )

Refleks Patologis : (-/-)

V. Diagnosis

- Space Occupying Lesion Supratentorial e.c Suspek Metastase Ca Paru

VI. Rencana Awal

Rencana Diagnosis

EKG

Lab darah rutin (Hb, leukosit, trombosit, hematokrit hitung jenis, kimia darah)

Cek Ureum, kreatin, natrium, kalium,kalsium,magnesium

EEG

CT scan kepala

11

Page 12: Case Report Sol Dila

Rencana terapi

Terapi umum

Monitor tanda vital T,N,R.S

Terapi khusus

Infus RL 500 cc, 15 tpm

Dexamethasone 4x1 amp iv

Ketorolac 3 x 1 ampul iv

Cefotaxime 2 x 1 amp iv

Ranitidin 2 x 1 amp iv

Stesolid 1 amp iv (bila kejang)

Curcuma 3 x 1 p.o

KSR 1 x 1 p.o

Fenitoin 2 x 1 p.o

VII. Rencana edukasi

• Istirahat yang cukup

• Minum obat teratur

VIII. Prognosis

Ad vitam : dubia ad malam

Ad fungsionam : dubia ad malam

Ad sanationam : dubia ad malam

I. FOLLOW UP

26/10/13 S/ Pasien datang dengan keluhan penurunan kesadaran setelah mengalami kejang ± 6 jam SMRS.

Pd/

12

Page 13: Case Report Sol Dila

1

Kejang dirasakan 5 kali, lidah tergigit, tangan kram. Keluhan disertai nyeri kepala hebat sejak 3 bulan SMRS, dan memberat sejak 1 hari SMRS. Keluhan juga disertai pandangan kabur sejak 1 bulan SMRS. Muntah (+),demam 3 hari SMRS, BAK dan BAB normal.O/ Ku = SS KS = Sadar, kontak tidak adekuat T = 110/80 R = 20 N = 72 x/mnt S = 36,5 oC SI = COR : BJ I-II reg M (-), G (-) PULMO : VBS ka=ki Rh -/-, Wh -/- SN = RM : KK (+) Mata : Pupil bulat isokor GBM : Sulit dinilai N. VII, X II : baik Motorik : 4 3 Sensorik : Baik

3 3

FL : Baik RF : +/+

FV : Baik RP : -/-

A/ - Susp encephalitis

Pt/ - Inf RL 15 tpm- Inj Cefotaxime 2x1 amp- Inj Dexamethasone 4 x 1 amp - Inj Ranitidin 2 x 1 amp- Inj Stesolid 1 amp (bila kejang)

28/10/13

3

S/ Nyeri kepala hebat, sulit tidurO/ KU= SS KS = Sadar, kontak tidak adekuat T = 110/80 R = 20 N = 76 x/mnt S = 36,3 oC SI = COR : BJ I-II reg M (-), G (-) PULMO : VBS ka=ki Rh -/-, Wh -/- SN = RM : KK (+) Mata : Pupil bulat isokor . ptosis (+) Visus , kanan : 1/300 kiri :0 kiri : N.III, kanan : N. VI GBM : Penjeratan N.III, N.VI N. VII, X II : baik Motorik : 4 3 Sensorik : Baik

3 3-4

FL : Baik RF : +/+

FV : Baik RP : -/-

A/ - Meningoensephalitis dengan penjeratan N.III,

N.VI

Pd/ Cek LED EEG

Pt/ -Inf RL 15 tpm- Inj Cefotaxime 2x1 amp- Inj Dexamethasone 4 x 1 amp - Inj Ranitidin 2 x 1 amp - Inj Stesolid 1 amp (bila kejang)- Inj Ketorolac 2 x 1 amp

29/10/13 S/ Nyeri kepala hebat, sulit tidurO/ Ku = CM KS = Sadar, kontak tidak adekuat T = 130/80 R = 20

Pd/ 2 atau 3 hari cek ulang elektrolit

13

Page 14: Case Report Sol Dila

4

N = 68 x/mnt S = 35,6 oC SI = COR : BJ I-II reg M (-), G (-) PULMO : VBS ka=ki Rh -/-, Wh -/- SN = RM : KK (-) Mata : Pupil bulat isokor, ptosis (+) Visus , kanan : 1/300 kiri :0 kiri : N.III, kanan : N. VI GBM : Penjeratan N.III, N.VI N. VII, X II : baik Motorik : 4 3 Sensorik : Baik

4 4

FL : Baik RF : +/+

FV : Baik RP : -/-

A/ Meningoensephalitis dengan penjeratan N.III,

N.VI

Pt/ - Inf RL 15 tpm- Inj Cefotaxime 2x1 amp- Inj Dexamethasone 4 x 1 amp - Inj Ranitidin 2 x 1 amp - Inj Stesolid 1 amp (bila kejang)- Inj Ketorolac 3 x 1 amp- Tab Curcuma 3 x 1- Tab KSR 1 x 1

-

30/10/13

5

S/ Nyeri kepala hebatO/ Ku = SS KS = Sadar, kontak tidak adekuat T = 130/80 R = 20 N = 72 x/mnt S = 36 oC SI = COR : BJ I-II reg M (-), G (-) PULMO : VBS ka=ki Rh -/-, Wh -/- SN = RM : KK (-) Mata : Pupil bulat isokor, ptosis (+) Visus , kanan : 1/300 kiri :0 kiri : N.III, kanan : N. VI GBM : Penjeratan N.III, N.VI N. VII, X II : baik Motorik : 4 3 Sensorik : Baik

4 4

FL : afasia sensorik RF : +/+

FV : Baik RP : -/-

A/ Meningoensephalitis dengan penjeratan N.III,

N.VI

Pd/

Pt/ - Inf RL 15 tpm- Inj Cefotaxime 2x1 amp- Inj Dexamethasone 4 x 1 amp - Inj Ranitidin 2 x 1 amp - Inj Stesolid 1 amp (bila kejang)- Inj Ketorolac 3 x 1 amp- Tab Curcuma 3 x 1- Tab KSR 1 x 1

31/10/13 S/ Nyeri kepala O/ Ku = SS KS = CM T = 120/80 R = 20 N = 80 x/mnt S = 36,2 oC

Pd/ Co IPD

14

Page 15: Case Report Sol Dila

6

SI = COR : BJ I-II reg M (-), G (-) PULMO : VBS ka=ki Rh -/-, Wh -/- SN = RM : KK (-) Mata : Pupil bulat isokor, ptosis (+) Visus , kanan : 1/300 kiri :0 kiri : N.III, kanan : N. VI GBM : Penjeratan N.III, N.VI N. VII, X II : baik Motorik : 4 3 Sensorik : Baik

4 4

FL : Baik RF : +/+

FV : Baik RP : -/-

A/ Meningoensephalitis dengan penjeratan N.III,

N.VI

DD/ SOL

Pt/ - Inf RL 15 tpm- Inj Cefotaxime 2x1 amp- Inj Dexamethasone 4 x 1 amp - Inj Ranitidin 2 x 1 amp - Inj Stesolid 1 amp (bila kejang)- Inj Ketorolac 3 x 1 amp- Tab Curcuma 3 x 1- Tab KSR 1 x 1- Caps Fenitoin 2 x 1

1/11/13

7

S/ Nyeri kepalaO/ Ku = SS KS = CM T = 110/70 R = 20 N = 76 x/mnt S = 36 oC SI = COR : BJ I-II reg M (-), G (-) PULMO : VBS ka=ki Rh -/-, Wh -/- SN = RM : KK (-) Mata : Pupil bulat isokor, ptosis (+)↓ Visus , kanan : 1/300 kiri :0 kiri : N.III, kanan : N. VI GBM : Penjeratan N.III, N.VI N. VII, X II : baik Motorik : 4 3 Sensorik : Baik

4 4

FL : Baik RF : +/+

FV : Baik RP : -/-

A/ SOL supratentorial e.c suspek metastase Ca paru

Pd/ -cek Natrium,Kalium,Calsium,Magnesium-Rujuk RSHS Bandung

Pt/ / - Inf RL 15 tpm- Inj Cefotaxime 2x1 amp- Inj Dexamethasone 4 x 1 amp - Inj Ranitidin 2 x 1 amp - Inj Stesolid 1 amp (bila kejang)- Inj Ketorolac 3 x 1 amp- Tab Curcuma 3 x 1- Tab KSR 1 x 1- Caps Fenitoin 2 x 1

Jawaban IPD Ca Paru metastase ke otak, SOLSaran :- CT scan thoraks dan kepala

-KSR 1 x 1200 mg p.o

15

Page 16: Case Report Sol Dila

BAB II

PEMBAHASAN

Latar Belakang

Space Occupying Lesions (SOL) atau Massa Butuh Ruang (MBR)

biasanya merupakan proses malignansi, tetapi juga bisa disebabkan oleh adanya proses abses

atau perdarahan.1 Otak dan Medula Spinalis ditutupi oleh tulang sehingga ketika ada penekanan

oleh Space-occupying Lesion menyebabkan kompresi dan distorsi dari jaringan CNS.

Pembesaran secara lambat dari SOL dapat terjadi karena adanya atrofi dari jaringan otak ataupun

spinal. Pembesaran yang semakin cepat menyebabkan peningkatan tekanan pada kompartemen

dan terjadi herniasi dari jaringan lunak CNS kedalam kompartemen dimana tekanannya lebih

rendah. Proses dari penekanan dari SOL inilah yang memiliki kemungkinan bahaya lebih lanjut.

A. Definisi

Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak (benigna) ataupun ganas

(maligna), membentuk massa dalam ruang tengkorak kepala (intra cranial) atau di sumsum

tulang belakang (medulla spinalis).

Tumor otak bisa mengenai segala.usia, tapi umumnya pada usia dewasa muda atau

pertengahan, jarang di bawah usia 10 tahun atau di alas 70 tahun. Sebagian ahli menyatakan

insidens pada laki-laki lebih banyak dibanding wanita, tapi sebagian lagi menyatakan tak ada

perbedaan insidens antara priadan wanita.

B. Klasifikasi

Neoplasma pada jaringan otak dan selaputnya dapat berupa tumor primer maupun

metastase. Apabila sel-sel tumor berasal dari jaringan otak itu sendiri, disebut tumor otak primer

dan bila berasal dari organ-organ lain (metastase) seperti ; kanker paru, payudara, prostate, ginjal

dan lain-lain, disebut tumor otak sekunder.

Tumor Medulla spinalis adalah tumor di daerah spinal yang dapat terjadi pada daerah cervical I

hingga sacral, yang dapat dibedakan atas:

1. Tumor primer

Terdiri dari tumor jinak dan tumor ganas.

16

Page 17: Case Report Sol Dila

a. Tumor jinak, yang berasal dari:

- tulang: osteoma dan kondroma

- serabut saraf: neurinoma (Schwannoma)

- selaput otak disebut Meningioma;

- jaringan otak: Glioma, Ependinoma

b. Tumor ganas, berasal dari :

- jaringan saraf seperti; Astrocytoma, Neuroblastoma,

- sel muda seperti Kordoma.

2. Tumor sekunder

Merupakan anak sebar (metastase) dari tumor ganas di daerah rongga dada, perut, pelvis dan

tumor payudara.

Tabel 1. Klasifikasi Tumor Otak yang Penting dari segi Klinis

17

Primary brain tumor:Histologically benign or malformativeMengiomaPituitary adenomaAcustic neuromaCraniopharyngimaPilocytic astrocytomaHemangioblastomaHistologically malignantGliomaAnaplastic AstrocytomaGlioblastoma multiformeEpendymomaMedulloblastomaOligodendrogliomaPineal cell tumorChoroid plexus carcinomaPrimitive neuroectodermal tumorsMetastatic brain tumors:Single or multiple metastasesMeningeal Carcinomatosis

Page 18: Case Report Sol Dila

Tabel 2. Klasifikasi Tumor Otak Berdasarkan Lokasi Tumor

Lokasi Dewasa Anak-anak

Cerebrum Meningioma Astrocytoma

Glioblastoma multiforme Ependymoma

Astrocytoma

Metastatic tumor

Pituitary Region Pituitary adenoma Craniopharyngoma

Craniopharyngoma Optic tract glioma

Meningioma Pituitary adenoma

Cerebellum Hemangioblastoma Medulloblastoma

Cerebellar astrocytoma Cerebellar astrocytoma

Metastatic tumor Ependymoma

Cerebellopontine Angle Acoustic neurinoma Ependymoma

Meningioma Choroid plexus papilloma

Epidermoid

Brainstem Astrocytoma Astrocytoma

Glioblastoma multiforme Glioblastoma multiform

C. Patofisiologi

Tumor disebabkan oleh mutasi DNA di dalam sel. Akumulasi dari mutasi-mutasi tersebut

menyebabkan munculnya tumor. Sebenarnya sel memiliki mekanisme perbaikan DNA (DNA

repair) dan mekanisme lainnya yang menyebabkan sel merusak dirinya dengan apoptosis jika

kerusakan DNA sudah terlalu berat. Apoptosis adalah proses aktif kematian sel yang ditandai

dengan pembelahan DNA kromosom, kondensasi kromatin, serta fragmentasi nukleus dan sel itu

sendiri. Mutasi yang menekan gen untuk mekanisme tersebut biasanya dapat memicu terjadinya

kanker.

18

Page 19: Case Report Sol Dila

D. Manifestasi klinis

Gejala umum akan dijumpai gangguan fungsi akibat adanya pembengkakan otak dan peninggian

tekanan dalam tengkorak kepala seperti:

1. Nyeri kepala

Biasanya terlokalisir, tapi bisa juga menyeluruh. Biasanya muncul pada pagi hari setelah

bangun tidur dan berlangsung beberapa waktu, datang pergi (rekuren) dengan interval tak teratur

beberapa menit sampai beberapa jam. Mula-mula rasa sakit bisa diatasi dengan analgetik biasa

tetapi lama kelamaan obat tidak berkhasiat lagi. Walaupun hampir seluruh penderita tumor otak

mengalami keluhan sakit kepala, tetapi pada gejala awal tidak terdeteksi, disebabkan oleh

banyaknya prevalensi sakit kepala yang bukan saja hanya pada penderita tumor otak, hingga

keluhan sakit kepala tidak termasuk sebagai gejala klinis jika tidak dijumpai secara bersamaan

dengan tanda atau gejala-gejala lain yang mengarah pada tumor otak. Serangan semakin lama

semakin sering dengan interval semakin pendek. Nyeri kepala ini bertambah hebat pada waktu

penderita batuk, bersin atau mengejan (misalnya waktu buang air besar atau koitus). Nyeri

kepala juga bertambah berat waktu posisi berbaring, dan berkurang bila duduk. Penyebab nyeri

kepala ini diduga akibat tarikan (traksi) pada pain sensitive structure seperti dura, pembuluh

darah atau serabut saraf. Nyeri kepala merupakan gejala permulaan dari tumor otak

yang berlokasi di daerah lobus oksipitalis.

2. Muntah proyektil

Muntah biasanya tanpa didahului oleh rasa mual yang diakibatkan peninggian tekanan

intra kranial. Terdapat pada 30% kasus dan umumnya menyertai nyeri kepala. Lebih sering

dijumpai pada tumor di fossa posterior.

3. Gejala Tekanan Tinggi Intrakranial

Berupa keluhan nyeri kepala di daerah frontal dan oksipital yang timbul pada pagi hari

dan malam hari, muntah proyektil dan penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan diketemukan

papil udem. Keadaan ini perlu tindakan segera karena setiap saat dapat timbul ancaman herniasi.

Selain itu dapat dijumpai parese N.VI akibat teregangnya N.VI oleh TTIK.

19

Page 20: Case Report Sol Dila

Tumor-tumor yang sering memberikan gejala TTIK tanpa gejala-gejala fokal maupun lateralisasi

adalah meduloblatoma, spendimoma dari ventrikel III, haemangioblastoma serebelum dan

craniopharingioma.

4. Kejang

Kejang dapat merupakan gejala awal dari tumor otak pada 25% kasus, dan lebih dari 35% kasus

pada stadium lanjut. Diperkirakan 2% penyebab bangkitan kejang adalah tumor otak. Perlu

dicurigai penyebab bangkitan kejang adalah tumor otak bila:

· Bangkitan kejang pertama kali pada usia lebih dari 25 tahun

· Mengalami post iktal paralisis

· Mengalami status epilepsi

· Resisten terhadap obat-obat epilepsi

· Bangkitan disertai dengan gejala TTIK lain

Bangkitan kejang ditemui pada 70% tumor otak dikorteks, 50% pasien dengan astrositoma, 40%

pada pasen meningioma, dan 25% pada glioblastoma.

Gejala Spesifik Tumor Otak Yang Berhubungan Dengan Lokasi :

1. Lobus frontal

· Menimbulkan gejala perubahan kepribadian

· Bila tumor menekan jaras motorik menimbulkan hemiparese

· kontra lateral, kejang fokal

· Bila menekan permukaan media dapat menyebabkan inkontinentia

· Bila tumor terletak pada basis frontal menimbulkan sindrom foster kennedy

· Pada lobus dominan menimbulkan gejala afasia

2. Lobus parietal

· Dapat menimbulkan gejala modalitas sensori kortikal hemianopsi homonym

· Bila terletak dekat area motorik dapat timbul kejang fokal dan pada girus angularis

menimbulkan gejala sindrom gerstmann’s.

20

Page 21: Case Report Sol Dila

3. Lobus temporal

· Akan menimbulkan gejala hemianopsi, bangkitan psikomotor, yang didahului dengan aura atau

halusinasi

· Bila letak tumor lebih dalam menimbulkan gejala afasia dan hemiparese

· Pada tumor yang terletak sekitar basal ganglia dapat diketemukan gejala choreoathetosis,

parkinsonism.

4. Lobus oksipital

· Menimbulkan bangkitan kejang yang dahului dengan gangguan penglihatan

· Gangguan penglihatan yang permulaan bersifat quadranopia berkembang menjadi hemianopsia,

objeckagnosia

5. Tumor di ventrikel ke III

Tumor biasanya bertangkai sehingga pada pergerakan kepala menimbulkan obstruksi dari cairan

serebrospinal dan terjadi peninggian tekanan intrakranial mendadak, pasien tiba-tiba nyeri

kepala, penglihatan kabur, dan penurunan kesadaran

6. Tumor di cerebello pontin angle

· Tersering berasal dari N VIII yaitu acustic neurinoma

· Dapat dibedakan dengan tumor jenis lain karena gejala awalnya berupa gangguan fungsi

pendengaran

· Gejala lain timbul bila tumor telah membesar dan keluar dari daerah pontin angel

7. Tumor Hipotalamus

· Menyebabkan gejala TTIK akibat oklusi dari foramen Monroe

· Gangguan fungsi hipotalamus menyebabkan gejala: gangguan perkembangan seksuil pada

anak-anak, amenorrhoe, dwarfism, gangguan cairan dan elektrolit.

8. Tumor di cerebelum

· Umumnya didapat gangguan berjalan dan gejala TTIK akan cepat terjadi disertai dengan papil

udem

· Nyeri kepala khas didaerah oksipital yang menjalar keleher dan spasme dari otot-otot servikal

9. Tumor fosa posterior

· Diketemukan gangguan berjalan, nyeri kepala dan muntah disertai dengan nystacmus, biasanya

merupakan gejala awal dari medulloblastoma

· Gangguan ketajaman visus dan lapangan pandang akibat penekanan saraf opticus.

21

Page 22: Case Report Sol Dila

E. Pemeriksaan Penunjang

Setelah diagnosa klinik ditentukan, harus dilakukan pemeriksaan yang spesifik

untuk memperkuat diagnosa dan mengetahui letak tumor.

1. Elektroensefalografi (EEG)

2. Foto polos kepala

Foto Rontgen untuk diagnostik sekurang – kurangnya diambila dalam dua arah, antero-posterior

dan lateral.pada peninggian tekanan intrakranial yang sudah lama, gambaran impressiones

digitale makin jelas sehingga gambaran kranium mempunyai gambaran ”berawan”. Pada anak,

dapat juga dijumpai pelebaran sutura.

3. Arteriografi

Bersifat invasif, sehingga sekarang jarang dilakukan lagi.

4. Computerized Tomografi (CT Scan)

CT Scan adalah pemeriksaan yang menggunakan sinar-X dan dengan penggunaan komputer

yang akan menghasilkan gambar organ-organ tubuh manusia. CT Scan dapat digunakan apabila

MRI tidak tersedia. Namun, low-grade tumor pada posterior fossa dapat terlewatkan oleh CT

Scan.

Gambar CT-Scan Tumor Otak

22

Page 23: Case Report Sol Dila

5. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Diagnosis terbaik pada brain tumor adalah dengan penggunaan cranial MRI. MRI harus menjadi

pemeriksaan pertama pada pasien dengan tanda dan gejala kelainan pada intracranial. MRI

menggunakan magnetic field bertenaga untuk menentukan nuclear magnetic spin dan resonansi

yang tepat pada sebuah jaringan bervolume kecil. Jaringan yang berbeda memiliki nuclear

magnetic spin dan resonansi yang berbeda pula.

F. Penatalaksanaan

Pengobatan pada tumor otak dapat berupa initial supportive dan definitive therapy.

1. Terapi Suportif

Terapi Suportif berfokus pada meringankan gejala dan meningkatkan fungsi neuroligik pasien.

Terapi suportif yang utama digunakan adalah anticonvulsants dan corticosteroid.

a. Antikonvulsan

Antikonvulsan diberikan pada pasien yang menunjukan tanda-tanda seizure. Phenytoin (300-

400mg/d) adalah yang paling umum digunakan, tapi carbamazepine (600-1000mg/h),

Phenobarbital (90- 150mg/h), dan valproic acid (750-1500mg/h) juga dapat digunakan.

b. Kortikosteroid

Kortikosteroid mengurangi edema peritumoral dan mengurangi tekanan intracranial. Efeknya

mengurangi sakit kepala dengan cepat. Dexamethasone adalah corticosteroid yang dipilih karena

aktivitas mineralocorticoid yang minimal. Dosisinya dapat diberikan mulai dari 16 mg/h, tetapi

dosis ini dapat ditambahkan maupun dikurangi untuk mencapai dosis yang dibutuhkan untuk

mengontrol gejala neurologik.

c. Manitol

Digunakan untuk mengurangi peningkatan tekanan intrakranial.

2. Terapi Defenitif

Terapi defenitif meliputi pembedahan, radiotherapy, kemoterapi dan yang sedang dikembangkan

yaitu immunotherapy.

23

Page 24: Case Report Sol Dila

Pembedahan

Berbagai pilihan pembedahan telah tersedia, dan pendekatan pembedahan yang dipilih harus

berhati-hati untuk meminimalisir resiko deficit neurologic setelah operasi.

Tujuan pembedahan :

· Menghasilkan diagnosis histologi yang akurat

· Mengurangi tumor pokok,

· Memberikan jalan untuk CSF mengalir

· Mencapai potensial penyembuhan.

Terapi Radiasi

Terapi radiasi memainkan peran penting dalam pengobatan tumor otak pada orang dewasa.

Terapi radiasi adalah terapi nonpembedahan yang paling efektif untuk pasien dengan malignant

glioma dan juga sangat penting bagi pengobatan pasien dengan low-grade glioma.

Kemoterapi

Kemoterapi hanya sedikit bermanfaat dalam pengobatan pasien dengan malignant glioma.

Kemoterapi tidak memperpanjang rata-rata pertahanan semua pasien, tetapi sebuah subgroup

tertentu nampaknya bertahan lebih lama dengan penambahan kemoterapi dan radioterapi.

Kemoterapi juga tidak berperan banyak dalam pengobatan pasien dengan low-grade

astrocytoma. Sebaliknya, kemoterapi disarankan untuk pengobatan pasien dengan

oligodendroglioma.

Imunoterapi

Imunoterapi merupakan pengobatan baru yang masih perlu diteliti lebih lanjut. Dasar pemikiran

bahwa sistem imun dapat menolak tumor, khususnya allograft, telah didemonstrasikan lebih dari

50 tahun yang lalu. Hal itu hanya sebuah contoh bagaimana sistem imun dapat mengendalikan

pertumbuhan tumor. Tumor umumnya menghasilkan level protein yang berbeda (dibandingkan

protein normal) disekitar jaringan, dan beberapa protein mengandung asam amino substitusi atau

deletions, atau mengubah phosphorylation atau glycosylation. Beberapa perubahan protein oleh

tumor sudah mencukupi bagi sistem imun untuk mengenal protein yang dihasilkan tumor sebagai

antigenik, dan memunculkan imun respon untuk melawan protein-protein tersebut.

24

Page 25: Case Report Sol Dila

G. Prognosa

Prognosis tergantung pada tipe tumor. Untuk glioblastoma multiforme yang cepat

membesar “rata-rata survival time” tanpa pengobatan adalah 12 minggu; dengan terapi

pembedahan yang optimal dan radiasi, 32 minggu. Beberapa astrositoma yang tumbuh mungkin

menyebabkan gejala-gejala minimal atau hanya serangan kejang-kejang selama 20 tahun atau

lebih.

Prognosa penderita tumor otak yang seluruh tumornya telah dilakukan pengangkatan secara

bersih dan luas akan mempengaruhi (recurrens rates) atau angka residif kembali. Hasil

penelitian dari ‘The Mayo Clinic Amerika’ menunjukkan bahwa; 25 persen dari seluruh

penderita tumor otak yang telah dilakukan reseksi total, 10 tahun kemudian tumornya residif

kembali, sedangkan pada penderita yang hanya dilakukan reseksi subtotal, 61 persen

yang residif kembali.

Sebagian besar (80 persen) tumor-tumor Meningioma dapat di reseksi total dengan hasil baik.

(Stafford et al, 1998). Oleh karena itu tindakan bedah masih merupakan terapi yang terbaik.

Tumor-tumor pada daerah cerebral convexities (cembungan otak) dan pada kompartemen spinal

sering dilakukan total reseksi. Suatu hal yang sulit untuk dapat membuat pernyataan umum

tentang recurrens rates tanpa mempertimbangkan lokasi tumor dan pertumbuhannya.

25

Page 26: Case Report Sol Dila

Kanker Paru

1. Definisi

Kanker paru adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran napas atau epitel

bronkus. Terjadinya kanker ditandai dengan pertumbuhan sel yang tidak normal, tidak terbatas,

dan merusak sel-sel jaringan yang normal. Proses keganasan pada epitel bronkus didahului oleh

masa pra kanker. Perubahan pertama yang terjadi pada masa prakanker disebut metaplasia

skuamosa yang ditandai dengan perubahan bentuk epitel dan menghilangnya silia.

2. Etiologi dan Faktor Risiko

Seperti umumnya kanker yang lain, penyebab yang pasti dari kanker paru belum diketahui, tapi

paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik merupakan faktor

penyebab utama disamping adanya faktor lain seperti kekebalan tubuh, genetik, dan lain-lain

(Amin, 2006). Dibawah ini akan diuraikan mengenai faktor risiko penyebab terjadinya kanker

paru :

a. Merokok

Menurut Van Houtte, merokok merupakan faktor yang berperan paling penting, yaitu 85% dari

seluruh kasus ( Wilson, 2005). Rokok mengandung lebih dari 4000 bahan kimia, diantaranya

telah diidentifikasi dapat menyebabkan kanker. Kejadian kanker paru pada perokok dipengaruhi

oleh usia mulai merokok, jumlah batang rokok yang diisap setiap hari, lamanya kebiasaan

merokok, dan lamanya berhenti merokok (Stoppler,2010).

b. Perokok pasif

Semakin banyak orang yang tertarik dengan hubungan antara perokok pasif, atau mengisap asap

rokok yang ditemukan oleh orang lain di dalam ruang tertutup, dengan risiko terjadinya kanker

paru. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa pada orang-orang yang tidak merokok,

tetapi mengisap asap dari orang lain, risiko mendapat kanker paru meningkat dua kali (Wilson,

2005).

26

Page 27: Case Report Sol Dila

Diduga ada 3.000 kematian akibat kanker paru tiap tahun di Amerika Serikat terjadi pada

perokok pasif (Stoppler,2010).

c. Polusi udara

Kematian akibat kanker paru juga berkaitan dengan polusi udara, tetapi pengaruhnya kecil bila

dibandingkan dengan merokok kretek. Kematian akibat kanker paru jumlahnya dua kali lebih

banyak di daerah perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan. Bukti statistik juga

menyatakan bahwa penyakit ini lebih sering ditemukan pada masyarakat dengan kelas tingkat

sosial ekonomi yang paling rendah dan berkurang pada mereka dengan kelas yang lebih tinggi.

Hal ini, sebagian dapat dijelaskan dari kenyataan bahwa kelompok sosial ekonomi yang lebih

rendah cenderung hidup lebih dekat dengan tempat pekerjaan mereka, tempat udara

kemungkinan besar lebih tercemar oleh polusi. Suatu karsinogen yang ditemukan dalam udara

polusi (juga ditemukan pada asap rokok) adalah 3,4 benzpiren (Wilson, 2005).

d. Paparan zat karsinogen

Beberapa zat karsinogen seperti asbestos, uranium, radon, arsen, kromium, nikel, polisiklik

hidrokarbon, dan vinil klorida dapat menyebabkan kanker paru (Amin, 2006). Risiko kanker

paru di antara pekerja yang menangani asbes kira-kira sepuluh kali lebih besar daripada

masyarakat umum. Risiko kanker paru baik akibat kontak dengan asbes maupun uranium

meningkat kalau orang tersebut juga merokok.

e. Diet

Beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi terhadap betakarotene, selenium,

dan vitamin A menyebabkan tingginya risiko terkena kanker paru (Amin, 2006).

27

Page 28: Case Report Sol Dila

f. Genetik

Terdapat bukti bahwa anggota keluarga pasien kanker paru berisiko lebih besar terkena penyakit

ini. Penelitian sitogenik dan genetik molekuler memperlihatkan bahwa mutasi pada

protoonkogen dan gen-gen penekan tumor memiliki arti penting dalam timbul dan

berkembangnya kanker paru. Tujuan khususnya adalah pengaktifan onkogen (termasuk juga gen-

gen K-ras dan myc)dan menonaktifkan gen-gen penekan tumor (termasuk gen rb, p53, dan

CDKN2) (Wilson, 2005).

g. Penyakit paru

Penyakit paru seperti tuberkulosis dan penyakit paru obstruktif kronik juga dapat menjadi risiko

kanker paru. Seseorang dengan penyakit paru obstruktif kronik berisiko empat sampai enam kali

lebih besar terkena kanker paru ketika efek dari merokok dihilangkan (Stoppler, 2010).

3. Klasifikasi

Kanker paru dibagi menjadi kanker paru sel kecil (small cell lung cancer, SCLC) dan kanker

paru sel tidak kecil (non-small lung cancer, NSCLC). Klasifikasi ini digunakan untuk

menentukan terapi. Termasuk didalam golongan kanker paru sel tidak kecil adalah epidermoid,

adenokarsinoma, tipe-tipe sel besar, atau campuran dari ketiganya.

Karsinoma sel skuamosa (epidermoid) merupakan tipe histologik kanker paru yang paling sering

ditemukan, berasal dari permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel termasuk metaplasia, atau

displasia akibat merokok jangka panjang, secara khas mendahului timbulnya tumor. Karsinoma

sel skuamosa biasanya terletak sentral di sekitar hilus, dan menonjol ke dalam bronki besar.

Diameter tumor jarang melampaui beberapa sentimeter dan cenderung menyebar secara langsung

ke kelenjar getah bening hilus, dinding dada, dan mediastinum. Karsinoma ini lebih sering pada

laki-laki daripada perempuan (Wilson, 2005).

Adenokarsinoma, memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat

mengandung mukus. Kebanyakan jenis tumor ini timbul di bagian perifer segmen bronkus dan

kadang-kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut lokal pada paru dan fibrosis interstisial

28

Page 29: Case Report Sol Dila

kronik. Lesi sering kali meluas ke pembuluh darah dan limfe pada stadium dini dan sering

bermetastasis jauh sebelum lesi primer menyebabkan gejala-gejala.

Karsinoma bronkoalveolus dimasukkan sebagai subtipe adenokarsinoma dalam klasifikasi

terbaru tumor paru dari WHO. Karsinoma ini adalah sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi

sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam-macam. Sel-sel ini

cenderung timbul pada jaringan paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan

cepat ke tempat-tempat yang jauh.

Karsinoma sel kecil umumnya tampak sebagai massa abu-abu pucat yang terletak di sentral

dengan perluasan ke dalam parenkim paru dan keterlibatan dini kelenjar getah bening hilus dan

mediastinum. Kanker ini terdiri atas sel tumor dengan bentuk bulat hingga lonjong, sedikit

sitoplasma, dan kromatin granular. Gambaran mitotik sering ditemukan. Biasanya ditemukan

nekrosis dan mungkin luas. Sel tumor sangat rapuh dan sering memperlihatkan fragmentasi dan

“crush artifact” pada sediaan biopsi. Gambaran lain pada karsinoma sel kecil, yang paling jelas

pada pemeriksaan sitologik, adalah berlipatnya nukleus akibat letak sel tumor dengan sedikit

sitoplasma yang saling berdekatan (Kumar, 2007).

Karsinoma sel besar adalah sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan

sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam-macam. Sel-sel ini cenderung timbul pada

jaringan paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat-tempat

yang jauh (Wilson, 2005).

Bentuk lain dari kanker paru primer adalah adenoma, sarkoma, dan mesotelioma bronkus.

Walaupun jarang, tumor-tumor ini penting karena dapat menyerupai karsinoma bronkogenik dan

mengancam jiwa.

29

Page 30: Case Report Sol Dila

4. Stadium Klinis

Pembagian stadium klinis kanker paru berdasarkan sistem TNM menurut International Union

Against (IUAC)/The American Joint Comittee on Cancer (AJCC) 1997 adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1. Stadium Klinis Kanker Paru.

STADIUM TNM

Karsinoma tersembunyi Tx, N0, M0

Stadium 0 Tis, N0, M0

Stadium IA T1, N0, M0

Stadium IB T2, N0, M0

Stadium IIA T1, N1, M0

Stadium IIB

Stadium IIIA

T2, N1, M0

T3, N0, M0

T3,N1,M0

T1-3,N2,M0

Stadium IIIB T berapa Pun, N3,M0

T4, N berapa pun, M0

Stadium IV T berapa pun, N berapa pun, M1

30

Page 31: Case Report Sol Dila

Keterangan :

Status Tumor Primer (T)

T0 : Tidak terbukti adanya tumor primer.

Tx : Kanker yang tersembunyi terlihat pada sitologi bilasan bronkus, tetapi tidak terlihat pada

radiogram atau bronkoskopi.

Tis : Karsinoma in situ.

T1 : Tumor berdiameter ≤ 3 cm dikelilingi paru atau pleura viseralis yang normal.

T2 : Tumor berdiameter > 3 cm atau ukuran berapa pun yang sudah menyerang pleura viseralis

atau mengakibatkan ateletaksis yang meluas ke hilus; harus berjarak > 2 cm distal dari karina.

T3 : Tumor ukuran berapa saja yang langsung meluas ke dinding dada, diafragma, pleura

mediastinalis, dan perikardium parietal atau tumor di bronkus utama yang terletak 2 cm dari

distal karina, tetapi tidak melibatkan karina, tanpa mengenai jantung, pembuluh darah besar,

trakea, esofagus, atau korpus vertebra.

T4 : Tumor ukuran berapa saja dan meluas ke mediastinum, jantung, pembuluh darah besar,

trakea, esofagus, korpus vertebra, rongga pleura/perikardium yang disertai efusi

pleura/perikardium, satelit nodul ipsilateral pada lobus yang sama pada tumor primer.

Keterlibatan Kelenjar Getah Bening Regional (N)

N0 : Tidak dapat terlihat metastasis pada kelenjar getah bening regional.

N1 : Metastasis pada peribronkial dan/atau kelenjar hilus ipsilateral.

Universitas Sumatera Utara

N2 : Metastasis pada mediastinal ipsilateral atau kelenjar getah bening subkarina.

N3 : Metastasis pada mediastinal atau kelenjar getah bening hilus kontralateral; kelenjar getah

bening skalenus atau supraklavikular ipsilateral atau kontralateral.

Metastasis Jauh (M)

M0 : Tidak diketahui adanya metastasis jauh.

M1 : Metastasis jauh terdapat pada tempat tertentu misalnya otak (Huq, 2010).

31

Page 32: Case Report Sol Dila

5. Gejala Klinis

Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala-gejala klinis. Bila sudah

menampakkan gejala berarti pasien dalam stadium lanjut. Gejala-gejala dapat bersifat :

• Lokal (tumor tumbuh setempat) :

• Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis

• Hemoptisis

• Mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi saluran nafas

• Kadang terdapat kavitas seperti abses paru

• Ateletaksis

• Invasi lokal :

• Nyeri dada

• Dispnea karena efusi pleura

• Invasi ke perikardium terjadi tamponade atau aritmia

• Sindrom vena cava superior

• Sindrom Horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis)

• Suara serak, karena penekanan pada nervus laryngeal recurrent

• Sindrom Pancoast, karena invasi pada pleksus brakhialis dan saraf simpatis servikalis

• Gejala Penyakit Metastasis :

• Pada otak, tulang, hati, adrenal

• Limfadenopati servikal dan supraklavikula (sering menyertai metastasis)

• Sindrom Paraneoplastik : terdapat 10% kanker paru dengan gejala :

• Sistemik : penurunan berat badan, anoreksia, demam

• Hematologi : leukositosis, anemia, hiperkoagulasi

• Hipertrofi osteoartropati

• Neurologik : dementia, ataksia, tremor, neuropati perifer

• Neuromiopati

32

Page 33: Case Report Sol Dila

• Endokrin : sekresi berlebihan hormon paratiroid (hiperkalsemia)

• Dermatologik : eritema multiform, hiperkeratosis, jari tabuh

• Renal : syndrome of inappropriate antidiuretic hormone

• Asimtomatik dengan kelainan radiologis

• Sering terdapat pada perokok dengan COPD yang terdeteksi secara radiologis.

• Kelainan berupa nodul soliter (Amin, 2006).

6. Diagnosis

6.1 Anamnesis

Anamnesis yang lengkap serta pemeriksaan fisik merupakan kunci untuk diagnosis tepat. Keluhan

dan gejala klinis permulaan merupakan tanda awal penyakit kanker paru. Batuk disertai dahak yang

banyak dan kadang-kadang bercampur darah, sesak nafas dengan suara pernafasan nyaring

(wheezing), nyeri dada, lemah, berat badan menurun, dan anoreksia merupakan keadaan yang

mendukung. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan pada pasien tersangka kanker paru adalah

faktor usia, jenis kelamin, keniasaan merokok, dan terpapar zat karsinogen yang dapat menyebabkan

nodul soliter paru.

6.2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan ini dilakukan untuk menemukan kelainan-kelainan berupa perubahan bentuk dinding

toraks dan trakea, pembesaran kelenjar getah bening dan tanda-tanda obstruksi parsial, infiltrat dan

pleuritis dengan cairan pleura.

33

Page 34: Case Report Sol Dila

6.3. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium ditujukan untuk :

a. Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru. Kerusakan pada paru dapat

dinilai dengan pemeriksaan faal paru atau pemeriksaan analisis gas.

b. Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru pada organ-organ lainnya.

c. Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru pada jaringan tubuh baik oleh

karena tumor primernya maupun oleh karena metastasis.

6.4. Radiologi

Pemeriksaan radiologi adalah pemeriksaan yang paling utama dipergunakan untuk mendiagnosa

kanker paru. Kanker paru memiliki gambaran radiologi yang bervariasi. Pemeriksaan ini dilakukan

untuk menentukan keganasan tumor dengan melihat ukuran tumor, kelenjar getah bening, dan

metastasis ke organ lain.

Pemeriksaan radiologi dapat dilakukan dengan metode tomografi komputer. Pada pemeriksaan

tomografi komputer dapat dilihat hubungan kanker paru dengan dinding toraks, bronkus, dan

pembuluh darah secara jelas. Keuntungan tomografi komputer tidak hanya memperlihatkan bronkus,

tetapi juga struktur di sekitar lesi serta invasi tumor ke dinding toraks. Tomografi komputer juga

mempunyai resolusi yang lebih tinggi, dapat mendeteksi lesi kecil dan tumor yang tersembunyi oleh

struktur normal yang berdekatan.

6.5. Sitologi

Sitologi merupakan metode pemeriksaan kanker paru yang mempunyai nilai diagnostik yang tinggi

dengan komplikasi yang rendah. Pemeriksaan dilakukan dengan mempelajari sel pada jaringan.

Pemeriksaan sitologi dapat menunjukkan gambaran perubahan sel, baik pada stadium prakanker

maupun kanker. Selain itu dapat juga menunjukkan proses dan sebab peradangan.

Pemeriksaan sputum adalah salah satu teknik pemeriksaan yang dipakai untuk mendapatkan bahan

sitologik. Pemeriksaan sputum adalah pemeriksaan yang paling sederhana dan murah untuk

mendeteksi kanker paru stadium preinvasif maupun invasif. Pemeriksaan ini akan memberi hasil

34

Page 35: Case Report Sol Dila

yang baik terutama untuk kanker paru yang letaknya sentral. Pemeriksaan ini juga sering digunakan

untuk skrining terhadap kanker paru pada golongan risiko tinggi.

6.6. Bronkoskopi

Setiap pasien yang dicurigai menderita tumor bronkus merupakan indikasi untuk bronkoskopi.

Dengan menggunakan bronkoskop fiber optik, perubahan mikroskopik mukosa bronkus dapat dilihat

berupa nodul atau gumpalan daging. Bronkoskopi akan lebih mudah dilakukan pada tumor yang

letaknya di sentral. Tumor yang letaknya di perifer sulit dicapai oleh ujung bronkoskop.

6.7. Biopsi Transtorakal

Biopsi aspirasi jarum halus transtorakal banyak digunakan untuk mendiagnosis tumor pada paru

terutama yang terletak di perifer. Dalam hal ini diperlukan peranan radiologi untuk menentukan

ukuran dan letak, juga menuntun jarum mencapai massa tumor. Penentuan letak tumor bertujuan

untuk memilih titik insersi jarum di dinding kulit toraks yang berdekatan dengan tumor.

6.8. Torakoskopi

Torakoskopi adalah cara lain untuk mendapatkan bahan guna pemeriksaan histopatologik untuk

kanker paru. Torakoskopi adalah pemeriksaan dengan alat torakoskop yang ditusukkan dari kulit

dada ke dalam rongga dada untuk melihat dan mengambil sebahagian jaringan paru yang tampak.

Pengambilan jaringan dapat juga dilakukan secara langsung ke dalam paru dengan menusukkan

jarum yang lebih panjang dari jarum suntik biasa kemudian dilakukan pengisapan jaringan tumor

yang ada (Soeroso, 1992).

7. Penatalaksanaan

7.1. Pembedahan

Pembedahan pada kanker paru bertujuan untuk mengangkat tumor secara total berikut kelenjar getah

bening disekitarnya. Hal ini biasanya dilakukan pada kanker paru yang tumbuh terbatas pada paru

yaitu stadium I (T1 N0 M0 atau T2 N0 M0), kecuali pada kanker paru jenis SCLC.

Luas reseksi atau pembedahan

35

Page 36: Case Report Sol Dila

tergantung pada luasnya pertumbuhan tumor di paru. Pembedahan dapat juga dilakukan pada stadium

lanjut, akan tetapi lebih bersifat paliatif. Pembedahan paliatif mereduksi tumor agar radioterapi dan

kemoterapi lebih efektif, dengan demikian kualitas hidup penderita kanker paru dapat menjadi lebih

baik.

Pembedahan untuk mengobati kanker paru dapat dilakukan dengan cara :

a. Wedge Resection, yaitu melakukan pengangkatan bagian paru yang berisi tumor, bersamaan

dengan margin jaringan normal.

b. Lobectomy, yaitu pengangkatan keseluruhan lobus dari satu paru.

c. Pneumonectomy, yaitu pengangkatan paru secara keseluruhan. Hal ini dilakukan jika diperlukan

dan jika pasien memang sanggup bernafas dengan satu paru.

7.2. Radioterapi

Radioterapi dapat digunakan untuk tujuan pengobatan pada kanker paru dengan tumor yang tumbuh

terbatas pada paru. Radioterapi dapat dilakukan pada NCLC stadium awal atau karena kondisi

tertentu tidak dapat dilakukan pembedahan, misalnya tumor terletak pada bronkus utama sehingga

teknik pembedahan sulit dilakukan dan keadaan umum pasien tidak mendukung untuk dilakukan

pembedahan.

Terapi radiasi dilakukan dengan menggunakan sinar X untuk membunuh sel kanker. Pada beberapa

kasus, radiasi diberikan dari luar tubuh (eksternal). Tetapi ada juga radiasi yang diberikan secara

internal dengan cara meletakkan senyawa radioaktif di dalam jarum, dengan menggunakan kateter

dimasukkan ke dalam atau dekat paru-paru. Terapi radiasi banyak dipergunakan sebagai kombinasi

dengan pembedahan atau kemoterapi.

7.3. Kemoterapi

Kemoterapi pada kanker paru merupakan terapi yang paling umum diberikan pada SCLC atau pada

kanker paru stadium lanjut yang telah bermetastasis ke luar paru seperti otak, ginjal, dan hati.

Kemoterapi dapat digunakan untuk memperkecil sel kanker, memperlambat pertumbuhan, dan

mencegah penyebaran sel kanker ke organ lain. Kadang-kadang kemoterapi diberikan sebagai

kombinasi pada terapi pembedahan atau radioterapi.

36

Page 37: Case Report Sol Dila

Penatalaksanaan ini menggunakan obat-obatan (sitostatika) untuk membunuh sel kanker. Kombinasi

pengobatan ini biasanya diberikan dalam satu seri pengobatan, dalam periode yang memakan waktu

berminggu-minggu atau berbulan-bulan agar kondisi tubuh penderita dapat pulih (ASCO, 2010).

8. Prognosis

Yang terpenting pada prognosis kanker paru adalah menentukan stadium penyakit. Pada kasus

kanker paru jenis NSCLC yang dilakukan tindakan pembedahan, kemungkinan hidup 5 tahun adalah

30%. Pada karsinoma in situ, kemampuan hidup setelah dilakukan pembedahan adalah 70%, pada

stadium I, sebesar 35-40% pada stadium II, sebesar 10-15% pada stadium III, dan kurang dari 10%

pada stadium IV. Kemungkinan hidup rata-rata tumor metastasis bervariasi dari 6 bulan sampai

dengan 1 tahun. Hal ini tergantung pada status penderita dan luasnya tumor. Sedangkan untuk kasus

SCLC, kemungkinan hidup rata-rata adalah 1-2 tahun pasca pengobatan. Sedangkan ketahanan hidup

SCLC tanpa terapi hanya 3-5 bulan (Wilson, 2005).

Angka harapan hidup 1 tahun untuk kanker paru sedikit meningkat dari 35 % pada tahun 1975-1979

menjadi 41% di tahun 2000-2003. Walaupun begitu, angka harapan hidup 5 tahun untuk semua

stadium hanya 15%. Angka ketahanan sebesar 49% untuk kasus yang dideteksi ketika penyakit

masih bersifat lokal, tetapi hanya 16% kanker paru yang didiagnosis pada stadium dini (American

Cancer Society, 2008).

37

Page 38: Case Report Sol Dila

Merokok

1. Definisi

Merokok adalah membakar tembakau yang kemudian diisap asapnya, baik menggunakan rokok

maupun menggunakan pipa. Temperatur pada sebatang rokok yang tengah dibakar adalah 900ᴼC

untuk ujung rokok yang dibakar dan 30ᴼC untuk ujung rokok yang terselip diantara bibir perokok.

Asap rokok yang diisap atau asap rokok yang dihirup melalui dua komponen : komponen yang lekas

menguap berbentuk gas dan komponen yang bersama gas terkondensasi menjadi komponen

partikulat. Dengan demikian, asap rokok yang diisap melalui mulut disebut mainstream smoke,

sedangkan asap rokok yang terbentuk pada ujung rokok yang terbakar serta asap rokok yang

diembuskan ke udara oleh perokok disebut sidestream smoke. Sidestream smoke atau asap sidestream

mengakibatkan seseorang menjadi perokok pasif. (Mangku Sitepoe, 2000)

2. Komposisi

Asap rokok yang diisap mengandung 4000 jenis bahan kimia dengan berbagai jenis daya kerja

terhadap tubuh. Beberapa bahan kimia yang terdapat di dalam rokok dan mampu memberikan efek

yang mengganggu kesehatan antara lain :

a. Nikotin

Nikotin yang terkandung dalam rokok adalah sebesar 0,5-3 nanogram, dan semuanya diserap

sehingga di dalam darah ada sekitar 40-50 nanogram nikotin setiap 1 mlnya. Nikotin bukan

meruupakan komponen karsinogenik, tetapi hasil pembusukan panasnya seperti dibensakridin,

dibensokarbol, dan nitrosamine yang bersifat karsinogenik.

Pada paru-paru, nikotin akan menghambat aktivitas silia. Selain itu, nikotin juga memiliki efek

adiktif dan psikoaktif. Perokok akan merasakan kenikmatan, kecemasan berkurang, toleransi, dan

keterikatan fisik. Hal ini yang menyebabkan mengapa sekali merokok akan susah untuk berhenti.

Efek nikotin menyebabkan perangsangan terhadap hormon katekolamin yang bersifat memacu

jantung dan tekanan darah. Jantung tidak diberikan

38

Page 39: Case Report Sol Dila

kesempatan istirahat dan tekanan darah akan semakin tinggi, yang mengakibatkan timbulnya

hipertensi. Efek lain adalah merangsang berkelompoknya trombosit. Trombosit akan menggumpal

dan menyumbat pembuluh darah.

b. Karbon Monoksida (CO)

Undur ini dihasilkan oleh pembakaran tidak sempurna dari unsur zat arang/ karbon. Gas CO yang

dihasilkan sebatang tembakau dapat mencapai 3% - 6%, dan gas ini dapat diisap oleh siapa saja. Gas

CO mempunyai kemampuan mengikat hemoglobin yang terdapat dalam sel darah merah, lebih kuat

dibandingkan oksigen, sehingga setiap ada asap tembakau, disamping kadar oksigen udara yang

sudah berkurang, sel darah merah akan semakin kekurangan oksigen karena yang diangkut adalah

CO dan bukan oksigen. Sel tubuh yang kekurangan oksigen akan melakukan spasme, yaitu

menciutkan pembuluh darah. Bila proses ini berlangsung terus-menerus, maka pembuluh darah akan

mudah rusak dengan terjadinya proses aterosklerosis. Penyempitan pembuluh darah akan terjadi

dimana-mana.

c. Tar

Tar adalah sejenis cairan kental berwarna coklat tua atau hitam yang merupakan substansi

hidrokarbon yang bersifat lengket dan menempel pada paru-paru. Kadar tar dalam tembakau antara

0,5-35 mg/batang. Tar merupakan suatu zat karsinogen yang dapat menimbulkan kanker pada jalan

nafas dan paru-paru.

d. Kadmium

Kadmium adalah zat yang dapat meracuni jaringan tubuh terutama ginjal.

e. Ammonia

Ammonia merupakan gas yang tidak berwarna terdiri dari nitrogen dan hidrogen. Zat ini tajam

baunya dan sangat merangsang. Begitu kerasnya racun yang ada pada ammonia sehingga jika masuk

sedikt pun ke dalam peredaran darah bisa mengakibatkan seseorang pingsan atau koma.

39

Page 40: Case Report Sol Dila

f. HCN/ Asam Sianida

HCN merupakan sejenis gas yang tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak memiliki rasa. Zat ini

merupakan zat yang paling ringan, mudah terbakar, dan sangat efisien untuk menghalangi pernafasan

dan merusak saluran nafas.

g. Nitrous Oxide

NO merupakan sejenis gas yang tidak berwarna, dan bila terisap dapat menyebabkan hilangnya rasa

sakit. NO ini pada mulanya dapat digunakan sebagai pembius saat melakukan operasi oleh dokter.

h. Formaldehyde

Formaldehyde adalah sejenis gas dengan bau tajam. Gas ini tergolong sebagai pengawet dan

pembasmi hama.

i. Phenol

Phenol adalah campuran dari kristal yang dihasilkan dari distilasi beberapa zat organik seperti kayu

dan arang, serta diperoleh dari tar arang. Zat ini beracun dan membahayakan karena zat ini terikat ke

protein sehingga menghalangi aktivitas enzim.

j. Acetol

Acetol adalah hasil pemanasan aldehid dan mudah menguap dengan alkohol.

k. Asam Sulfida

Asam sulfida adalah sejenis gas yang beracun yang mudah terbakar dengan bau yang kera. Zat ini

menghalangi oksidasi enzim.

l. Piridin

Piridin adalah sejenis cairan tidak berwarna dengan bau tajam. Zat ini dapat digunakan untuk

mengubah sifat alkohol sebagai pelarut dan pembunuh hama.

40

Page 41: Case Report Sol Dila

m. Metil klorida

Metil klorida adalah campuran dari zat-zat bervalensi satu dengan hidrokarbon sebagai unsur utama.

Zat ini adalah senyawa organik yang beracun.

n. Methanol

Methanol adalah sejenis cairan ringan yang mudah menguap dan mudah terbakar. Meminum atau

mengisap methanol mengakibatkan kebutaan bahkan kematian.

o. Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAH)

Senyawa hidrokarbon aromatik yang memiliki cincin dideskripsikan sebagai Fused Ring System atau

PAH. Beberapa PAH yang terdapat dalam asap tembakau antara lain Benzo(a)pyrene,

Dibenz(a,h)anthracene, dan Benz(a)anthracene. Senyawa ini merupakan senyawa reaktif yang

cenderung membentuk epoksida yang metabolitnya bersifat genotoksik.

p. N-nitrosamine

N-nitrosamine dibentuk oleh nitrasi amina. Asap tembakau mengandung 2 jenis utama N-

nitrosamine, yaitu Volatile N-nitrosamine (VNA) dan Tobacco N-nitrosamine. Hampir semua

Volatile N-nitrosamine (VNA) ditahan oleh sistem pernafasan pada inhalasi asap tembakau. Asap

tembakau VNA diklasifikasikan sebagai karsinogen yang potensial (Sharon, 2007).

Berikut adalah tabel bahan dalam asap rokok yang berhubungan dengan terjadinya kanker

(Aditama, 1996).

Bahan dalam Asap Rokok yang

Menyebabkan Kanker Paru.

Bahan yang terbukti berhubungan dengan

kanker pada manusia :

Bahan yang diduga karsinogen pada

manusia :

4-aminobiphenyil

Arsenic

Benzene

Chromium

Nickel

Vinyl Chloride

Benzo(a)pyrene

Cadmium

Dibenz(a,h)anthracene

Formaldehyde

N-Nitrosodiethylamine

N-Nitrosodimethylamine

41

Page 42: Case Report Sol Dila

3. Hubungan Merokok dengan Kanker Paru

Dalam kaitannya dengan pengaruh karsinogenik, terdapat bukti kuat bahwa merokok merupakan

tersangka utama penyebab perubahan genetik yang menyebabkan kanker paru. Sangat banyak bukti

statistik, klinis, dan eksperimen yang memberatkan rokok.

Secara statistik, sekitar 90% kanker paru terjadi pada perokok aktif atau mereka yang baru berhenti.

Terdapat korelasi linier antara frekuensi kanker paru dan jumlah bungkus-tahun merokok.

Peningkatan risiko menjadi 60 kali lebih besar pada perokok berat (dua bungkus sehari selama 20

tahun) dibandingkan dengan bukan perokok. Atas sebab yang belum sepenuhnya jelas, perempuan

memperlihatkan kerentanan yang lebih tinggi terhadap karsinogen tembakau dibandingkan dengan

laki-laki. Meskipun berhenti merokok menurunkan risiko terjadinya kanker paru seiring dengan

waktu, risiko tersebut tidak pernah kembali ke level dasar. Pada kenyataannya, perubahan genetik

yang mendahului kanker paru dapat menetap selama bertahun-tahun di epitel bronkus bekas perokok.

Merokok pasif (berada dekat dengan perokok) meningkatkan risiko menderita kanker paru hingga

mendekati dua kali lipat dibandingkan dengan bukan perokok. Merokok melalui pipa dan cerutu juga

meningkatkan risiko, tetapi dengan derajat yang lebih ringan

42

Page 43: Case Report Sol Dila

DAFTAR PUSTAKA

1. anonim.http://www.patient.co.uk/showdoc/40000781/9

2. Hakim, Adril Arsyad, Prof. dr. H. SP.S,SP.BS(K). Permasalahan Serta

Penanggulangan Tumor Otak Dan Sumsum Tulang

Belakang.www.hjmi.ne t/Pustaka/Ilmiah/CPA%20 tumor -x1.htm

3. Gilroy J. Basic Neurology 3rd ed. New York: McGraw-Hill Caompanies,

Inc. 2000.

4. Japardi, Iskandar, dr. Gambaran CT Scan pada Tumor Otak Benigna.

(www.library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi11.pdf

5. anonim. www.neuro-onkologi.com/articles/Klasifikasi%20 tumor %20 otak

%

6. Mardjono M & Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat.

2000. Hal 35-37

7. Harsono. Buku Ajar Neurologi Klinis Ed.1. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.1999. Hal 207-208

8. anonim.www.fkuii.org/tiki-download_wiki_attachment.php (diakses 5

Oktober 2008)

9. http:// www.usu.ac.id

43