Case Report Sol Dila
Transcript of Case Report Sol Dila
BAB I
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Nana
Umur : 53 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Cibiuk
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Tanggal masuk RS : 26 Oktober 2013
No. CM : 0165xxxx
II. SUBYEKTIF
Anamnesa
Diambil dari alloanamnesa (istri pasien) pada tanggal 1 November 2013
Keluhan Utama :
Penurunan kesadaran sejak 6 jam SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RSUD dr Slamet Garut dengan keluhan penurunan
kesadaran sejak 6 jam SMRS, setelah pasien mengalami kejang. Kejang sebanyak 5
kali ± 10 menit, tangan menjadi kram, lidah tergigit. Sebelumnya pasien mengeluhkan
nyeri kepala hebat sejak 3 bulan SMRS. Nyeri hilang timbul yang dirasakan di seluruh
bagian kepala. Nyeri dapat muncul tiba-tiba saat istirahat ataupun beraktivitas , nyeri
terasa seperti ditimpa beban berat dan leher juga terasa berat. Nyeri tersebut terasa
memberat sejak 1 hari SMRS disertai mudah gelisah. Keluhan juga disertai pandangan
kabur sejak 1 bulan SMRS. Demam dirasakan sejak 3 hari SMRS, pasien juga
mengalami muntah tanpa didahului mual. Sejak saat itu pasien mengalami perubahan
perilaku yang disertai dengan gangguan berbicara, serta kelemahan kedua tungkai dan
1
kedua lengan. Gangguan pendengaran tidak ada, gangguan pengecap dan penciuman
tidak ada, batuk lama tidak ada, riwayat terjatuh sebelumnya disangkal. BAK dan
BAB normal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sebelumnya tidak pernah mengalami kejadian seperti ini. Riwayat
tekanan darah tinggi disangkal, riwayat penyakit gula darah disangkal. Riwayat
penyakit paru disangkal. Riwayat penyakit jantung disangkal. Riwayat merokok
diakui. Riwayat infeksi di telinga, hidung, tenggorokan disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit yang sama pada keluarga disangkal.
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien berasal dari keluarga menengah ke bawah.
III. OBJEKTIF
Status Present
Kesadaran : Compos mentis
GCS : 15 (E4.M5.Y6)
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80 x/ menit
Respirasi : 20 x/ menit
Suhu : 36 oC
Kepala : Normocephal
Leher : Tidak ada pembesaran KGB, trachea tidak deviasi
Status Interna
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
2
Perkusi : Batas jantung kanan : ICS IV parasternal dextra
Batas jantung atas : ICS II parasternal sinistra
Batas jantung kiri : ICS V midclavicula sinistra
Auskultasi : BJ I – II murni reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru
Inspeksi : Hemitoraks kanan-kiri simetris dalam keadaant statis dan dinamis
Palpasi : Fremitus taktil dan vokal hemitorak kanan-kiri simetris
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : VBS kanan = kiri, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen
Inspeksi : Permukaan datar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani pada keempat quadran abdomen
Palpasi : NT/NK/NL : -/-/-. Hepar, lien, ginjal sulit diraba.
1. Status Psikis
Cara berfikir : Dalam batas normal
Perasaan hati : Dalam batas normal
Tingkah laku : Sulit dinilai
Ingatan : Dalam batas normal
Kecerdasan : Dalam batas normal
2. Status Neurologis
A. Kepala
Bentuk : Normocephalus
Nyeri tekan : (-)
Simetris : (+)
Pulsasi : (-)
B. Leher
Sikap : Dalam batas normal
Pergerakan : Dalam batas normal
3
Kaku kuduk : (-)
C. Nervus kranialis
N. I (olfaktorius)
Subyektif : Tidak dilakukan
Dengan bahan : Tidak dilakukan
N. II (optikus)
Tajam penglihatan : Tidak dilakukan
Lapang penglihatan : Visus kanan = 1/300, kiri = 0
Melihat warna & fundus okuli : Tidak dilakukan
● (N.III-N.IV-N. VI) N. Occulomotorius, N.Throchlearis, N.Abducens
-Kelopak mata
Ptosis : -/+
Endophtalmus : : -/-
Exophtalmus : -/-
- Pupil
Diameter : ±2mm
Bentuk : Bulat isokor
-Reflek cahaya langsung : +/+
-Reflek cahaya tak langsung : -/-
-Gerakan bola mata
Medial : Mata kiri : Penjeratan N.III
Lateral : Mata kanan : Penjeratan N.VI
Superior : Dalam batas normal
Inferior : Dalam batas normal
Obliqus superior : Dalam batas normal
Obliqus inferior : Dalam batas normal
Reflek pupil akomodasi : Sulit dinilai
4
Reflek pupil konvergensi : Tidak dilakukan
N. V (trigeminus)
Membuka mulut : Dalam batas normal
Menguyah : Dalam batas normal
Mengigit : Dalam batas normal
Reflek kornea : Tidak dilakukan
Sensibilitas muka : Dalam batas normal
N.VII (fascialis)
Mengerutkan dahi : Simetris kanan = kiri
Menutup mata : Dalam batas normal
Memperlihatkan gigi : Plica nasolabialis simetris
Bersiul : Tidak dilakukan
Perasaan lidah
2/3 bagian depan lidah : Tidak dilakukan
N.VIII ( vestibulo cochlear)
Detik arloji : Baik
Suara berbisik : Tidak dilakukan
Tes Weber : Tidak dilakukan
Tes Rinne : Tidak dilakukan
Tes Swabach : Tidak dilakukan
N.IX (glosofaringeus)
Perasaan lidah
(1/3 bagian belakang) : Tidak dilakukan
Sensibilitas faring : Tidak dilakukan
N.X (vagus)
Arkus faring : Dalam batas normal
Uvula : Tidak deviasi
Berbicara : Gangguan berbicara
Menelan : Dalam batas normal
5
N.XI (asesorius)
Menengok : Dalam batas normal
Mengangkat bahu : Dalam batas normal
N.XII (hipoglosus)
Pergerakan lidah : Dalam batas normal
Lidah deviasi : (-)
Artikulasi : Dalam batas nrmal
D. Fungsi luhur
Dalam batas normal
E. Badan dan anggota gerak
1. Badan
Respirasi : Torako abdominal
Bentuk kolumna vetebralis : Dalam batas normal
Pergerakan kolumna vetebralis : Dalam batas normal
Refleks kulit perut atas : Tidak dilakukan
Refleks kulit perut tengah : Tidak dilakukan
Refleks kulit perut bawah : Tidak dilakukan
2. Anggota gerak atas
Motorik : +/+
Pergerakan : +/+
Kekuatan : 4 3
Tonus : Baik
Atropi : (-)
Refleks
Biceps : +/+
6
Trisep : +/+
Brakio Radialis : +/+
Radius : +/+
Ulna : +/+
Hoffman/trommer : Tidak dilakukan
Sensibilitas : Dalam batas normal
Taktil : Dalam batas normal
Nyeri : (-)
Suhu : Dalam batas normal
Diskriminasi 2 titik : Tidak dilakukan
Lokalis : Tidak dilakukan
Getar : Tidak dilakukan
3. Anggota gerak bawah
Motorik : +/+
Pergerakan : +/+
Kekuatan :
4 4
Tonus : Baik
Atropi : (-)
Sensibilitas
Taktil : Dalam batas normal
Nyeri : (-)
Suhu : Dalam batas normal
Diskriminasi 2 titik : Tidak dilakukan
Lokalis : Tidak dilakukan
Getar : Tidak dilakukan
Refleks fisiologis
Patella : +/+
Achilles : +/+
Refleks patologis
Babinsky : (-/-)
7
Chaddock : (-/-)
Openhaeim : (-/-)
Gordon : (-/-)
Schaefer : (-/-)
Mendel Bechtrew : Tidak dilakukan
Rosolimo : Tidak dilakukan
Klonus paha : (-/-)
Klonus kaki : (-/-)
Test Laseque : (-)
Test brudzinsky I/II/III : (-)
Test kernig : (-)
Meningial Sign : Kaku kuduk (-)
Patrick : Tidak dilakukan
Kontra patrick : Tidak dilakukan
F. Koordinasi, Gait dan keseimbangan
Cara berjalan : Tidak dilakukan
Test Romberg : Tidak dilakukan
Disdiadokokinesis : Tidak dilakukan
Ataksia : Tidak dilakukan
Rebound phenomen : Tidak dilakukan
G. Gerakan – gerakan abnormal
Tremor : (-)
Athetosis : (-)
Mioklonik : (-)
Khorea : (-)
H. Fungsi vegetatif
Miksi : Lancar
Defekasi : Lancar
8
Pemeriksaan Laboratorik
Tanggal 26/10/2013
Hematologi
Darah Rutin
Hemoglobin: 12,9 g/dl
Hematokrit: 40 %
Leukosit: 16.700/mm³
Trombosit: 242.000/ mm³
Eritrosit: 4,25 juta/ mm³
Kimia Klinik
AST (SGOT): 63 U/L
ALT (SGPT): 129 U/L
Ureum : 72 mg/dl
Kreatinin : 0,9 mg/dl
Glukosa Darah Sewaktu : 110 mg/dl
Elektrolit
Natrium : 155 mEq/L
Kalium : 2,7 mEq/L
Kalsium : 3,75 mg/dl
Tanggal 29/10/2013
Hematologi
Laju Endap Darah :30/45 mm/jam
9
IV. RINGKASAN
Subyektif
- Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan lemah penurunan kesadaran sejak ± 6
jam SMRS.
- Kejadian berlangsung setelah pasien mengalami kejang.
- Keluhan kejang 5 kali ± 10 menit, tangan menjadi kram, lidah tergigit.
- Nyeri kepala hebat sejak 3 bulan SMRS. Nyeri hilang timbul yang dirasakan di
seluruh bagian kepala. Nyeri dapat muncul tiba-tiba saat istirahat ataupun
beraktivitas. Nyeri terasa memberat sejak 1 hari SMRS.
- Keluhan disertai pandangan kabur sejak 1 bulan SMRS.
- Demam dirasakan sejak 3 hari SMRS, pasien juga mengalami muntah tanpa didahului
mual. Sejak saat itu pasien mengalami perubahan perilaku yang disertai dengan
gangguan berbicara, serta kelemahan kedua tungkai dan kedua lengan.
- Riwayat merokok diakui .
Obyektif
Status Present
Kesadaran : Compos mentis
GCS : 15 (E4.M5.Y6)
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80 x/ menit
Respirasi : 20 x/ menit
Suhu : 36 oC
Jantung : Dalam batas normal
Paru dan abdomen : Dalam batas normal
Status Psikis
Dalam batas normal
10
Status Interna
Cor : BJ I-II reguler Murmur (-), Gallop (-)
Pulmo: VBS kanan = kiri Rh-/-, Wh-/-
Status Neurologis
Rangsang Meningeal : Kaku kuduk (-)
Saraf Otak : Pupil bulat isokor
Nervus Kranialis : Mata kiri : Penjeratan N. III (oculomotor)
Mata kanan: Penjeratan N.VI (abducens)
Motorik : 4 3
4 4
Tonus : Baik
Sensorik : Dalam batas normal
Fungsi Luhur : Baik
Fungsi Vegetatif : Baik
Refleks Fisiologis : (+ / + )
Refleks Patologis : (-/-)
V. Diagnosis
- Space Occupying Lesion Supratentorial e.c Suspek Metastase Ca Paru
VI. Rencana Awal
Rencana Diagnosis
EKG
Lab darah rutin (Hb, leukosit, trombosit, hematokrit hitung jenis, kimia darah)
Cek Ureum, kreatin, natrium, kalium,kalsium,magnesium
EEG
CT scan kepala
11
Rencana terapi
Terapi umum
Monitor tanda vital T,N,R.S
Terapi khusus
Infus RL 500 cc, 15 tpm
Dexamethasone 4x1 amp iv
Ketorolac 3 x 1 ampul iv
Cefotaxime 2 x 1 amp iv
Ranitidin 2 x 1 amp iv
Stesolid 1 amp iv (bila kejang)
Curcuma 3 x 1 p.o
KSR 1 x 1 p.o
Fenitoin 2 x 1 p.o
VII. Rencana edukasi
• Istirahat yang cukup
• Minum obat teratur
VIII. Prognosis
Ad vitam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
I. FOLLOW UP
26/10/13 S/ Pasien datang dengan keluhan penurunan kesadaran setelah mengalami kejang ± 6 jam SMRS.
Pd/
12
1
Kejang dirasakan 5 kali, lidah tergigit, tangan kram. Keluhan disertai nyeri kepala hebat sejak 3 bulan SMRS, dan memberat sejak 1 hari SMRS. Keluhan juga disertai pandangan kabur sejak 1 bulan SMRS. Muntah (+),demam 3 hari SMRS, BAK dan BAB normal.O/ Ku = SS KS = Sadar, kontak tidak adekuat T = 110/80 R = 20 N = 72 x/mnt S = 36,5 oC SI = COR : BJ I-II reg M (-), G (-) PULMO : VBS ka=ki Rh -/-, Wh -/- SN = RM : KK (+) Mata : Pupil bulat isokor GBM : Sulit dinilai N. VII, X II : baik Motorik : 4 3 Sensorik : Baik
3 3
FL : Baik RF : +/+
FV : Baik RP : -/-
A/ - Susp encephalitis
Pt/ - Inf RL 15 tpm- Inj Cefotaxime 2x1 amp- Inj Dexamethasone 4 x 1 amp - Inj Ranitidin 2 x 1 amp- Inj Stesolid 1 amp (bila kejang)
28/10/13
3
S/ Nyeri kepala hebat, sulit tidurO/ KU= SS KS = Sadar, kontak tidak adekuat T = 110/80 R = 20 N = 76 x/mnt S = 36,3 oC SI = COR : BJ I-II reg M (-), G (-) PULMO : VBS ka=ki Rh -/-, Wh -/- SN = RM : KK (+) Mata : Pupil bulat isokor . ptosis (+) Visus , kanan : 1/300 kiri :0 kiri : N.III, kanan : N. VI GBM : Penjeratan N.III, N.VI N. VII, X II : baik Motorik : 4 3 Sensorik : Baik
3 3-4
FL : Baik RF : +/+
FV : Baik RP : -/-
A/ - Meningoensephalitis dengan penjeratan N.III,
N.VI
Pd/ Cek LED EEG
Pt/ -Inf RL 15 tpm- Inj Cefotaxime 2x1 amp- Inj Dexamethasone 4 x 1 amp - Inj Ranitidin 2 x 1 amp - Inj Stesolid 1 amp (bila kejang)- Inj Ketorolac 2 x 1 amp
29/10/13 S/ Nyeri kepala hebat, sulit tidurO/ Ku = CM KS = Sadar, kontak tidak adekuat T = 130/80 R = 20
Pd/ 2 atau 3 hari cek ulang elektrolit
13
4
N = 68 x/mnt S = 35,6 oC SI = COR : BJ I-II reg M (-), G (-) PULMO : VBS ka=ki Rh -/-, Wh -/- SN = RM : KK (-) Mata : Pupil bulat isokor, ptosis (+) Visus , kanan : 1/300 kiri :0 kiri : N.III, kanan : N. VI GBM : Penjeratan N.III, N.VI N. VII, X II : baik Motorik : 4 3 Sensorik : Baik
4 4
FL : Baik RF : +/+
FV : Baik RP : -/-
A/ Meningoensephalitis dengan penjeratan N.III,
N.VI
Pt/ - Inf RL 15 tpm- Inj Cefotaxime 2x1 amp- Inj Dexamethasone 4 x 1 amp - Inj Ranitidin 2 x 1 amp - Inj Stesolid 1 amp (bila kejang)- Inj Ketorolac 3 x 1 amp- Tab Curcuma 3 x 1- Tab KSR 1 x 1
-
30/10/13
5
S/ Nyeri kepala hebatO/ Ku = SS KS = Sadar, kontak tidak adekuat T = 130/80 R = 20 N = 72 x/mnt S = 36 oC SI = COR : BJ I-II reg M (-), G (-) PULMO : VBS ka=ki Rh -/-, Wh -/- SN = RM : KK (-) Mata : Pupil bulat isokor, ptosis (+) Visus , kanan : 1/300 kiri :0 kiri : N.III, kanan : N. VI GBM : Penjeratan N.III, N.VI N. VII, X II : baik Motorik : 4 3 Sensorik : Baik
4 4
FL : afasia sensorik RF : +/+
FV : Baik RP : -/-
A/ Meningoensephalitis dengan penjeratan N.III,
N.VI
Pd/
Pt/ - Inf RL 15 tpm- Inj Cefotaxime 2x1 amp- Inj Dexamethasone 4 x 1 amp - Inj Ranitidin 2 x 1 amp - Inj Stesolid 1 amp (bila kejang)- Inj Ketorolac 3 x 1 amp- Tab Curcuma 3 x 1- Tab KSR 1 x 1
31/10/13 S/ Nyeri kepala O/ Ku = SS KS = CM T = 120/80 R = 20 N = 80 x/mnt S = 36,2 oC
Pd/ Co IPD
14
6
SI = COR : BJ I-II reg M (-), G (-) PULMO : VBS ka=ki Rh -/-, Wh -/- SN = RM : KK (-) Mata : Pupil bulat isokor, ptosis (+) Visus , kanan : 1/300 kiri :0 kiri : N.III, kanan : N. VI GBM : Penjeratan N.III, N.VI N. VII, X II : baik Motorik : 4 3 Sensorik : Baik
4 4
FL : Baik RF : +/+
FV : Baik RP : -/-
A/ Meningoensephalitis dengan penjeratan N.III,
N.VI
DD/ SOL
Pt/ - Inf RL 15 tpm- Inj Cefotaxime 2x1 amp- Inj Dexamethasone 4 x 1 amp - Inj Ranitidin 2 x 1 amp - Inj Stesolid 1 amp (bila kejang)- Inj Ketorolac 3 x 1 amp- Tab Curcuma 3 x 1- Tab KSR 1 x 1- Caps Fenitoin 2 x 1
1/11/13
7
S/ Nyeri kepalaO/ Ku = SS KS = CM T = 110/70 R = 20 N = 76 x/mnt S = 36 oC SI = COR : BJ I-II reg M (-), G (-) PULMO : VBS ka=ki Rh -/-, Wh -/- SN = RM : KK (-) Mata : Pupil bulat isokor, ptosis (+)↓ Visus , kanan : 1/300 kiri :0 kiri : N.III, kanan : N. VI GBM : Penjeratan N.III, N.VI N. VII, X II : baik Motorik : 4 3 Sensorik : Baik
4 4
FL : Baik RF : +/+
FV : Baik RP : -/-
A/ SOL supratentorial e.c suspek metastase Ca paru
Pd/ -cek Natrium,Kalium,Calsium,Magnesium-Rujuk RSHS Bandung
Pt/ / - Inf RL 15 tpm- Inj Cefotaxime 2x1 amp- Inj Dexamethasone 4 x 1 amp - Inj Ranitidin 2 x 1 amp - Inj Stesolid 1 amp (bila kejang)- Inj Ketorolac 3 x 1 amp- Tab Curcuma 3 x 1- Tab KSR 1 x 1- Caps Fenitoin 2 x 1
Jawaban IPD Ca Paru metastase ke otak, SOLSaran :- CT scan thoraks dan kepala
-KSR 1 x 1200 mg p.o
15
BAB II
PEMBAHASAN
Latar Belakang
Space Occupying Lesions (SOL) atau Massa Butuh Ruang (MBR)
biasanya merupakan proses malignansi, tetapi juga bisa disebabkan oleh adanya proses abses
atau perdarahan.1 Otak dan Medula Spinalis ditutupi oleh tulang sehingga ketika ada penekanan
oleh Space-occupying Lesion menyebabkan kompresi dan distorsi dari jaringan CNS.
Pembesaran secara lambat dari SOL dapat terjadi karena adanya atrofi dari jaringan otak ataupun
spinal. Pembesaran yang semakin cepat menyebabkan peningkatan tekanan pada kompartemen
dan terjadi herniasi dari jaringan lunak CNS kedalam kompartemen dimana tekanannya lebih
rendah. Proses dari penekanan dari SOL inilah yang memiliki kemungkinan bahaya lebih lanjut.
A. Definisi
Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak (benigna) ataupun ganas
(maligna), membentuk massa dalam ruang tengkorak kepala (intra cranial) atau di sumsum
tulang belakang (medulla spinalis).
Tumor otak bisa mengenai segala.usia, tapi umumnya pada usia dewasa muda atau
pertengahan, jarang di bawah usia 10 tahun atau di alas 70 tahun. Sebagian ahli menyatakan
insidens pada laki-laki lebih banyak dibanding wanita, tapi sebagian lagi menyatakan tak ada
perbedaan insidens antara priadan wanita.
B. Klasifikasi
Neoplasma pada jaringan otak dan selaputnya dapat berupa tumor primer maupun
metastase. Apabila sel-sel tumor berasal dari jaringan otak itu sendiri, disebut tumor otak primer
dan bila berasal dari organ-organ lain (metastase) seperti ; kanker paru, payudara, prostate, ginjal
dan lain-lain, disebut tumor otak sekunder.
Tumor Medulla spinalis adalah tumor di daerah spinal yang dapat terjadi pada daerah cervical I
hingga sacral, yang dapat dibedakan atas:
1. Tumor primer
Terdiri dari tumor jinak dan tumor ganas.
16
a. Tumor jinak, yang berasal dari:
- tulang: osteoma dan kondroma
- serabut saraf: neurinoma (Schwannoma)
- selaput otak disebut Meningioma;
- jaringan otak: Glioma, Ependinoma
b. Tumor ganas, berasal dari :
- jaringan saraf seperti; Astrocytoma, Neuroblastoma,
- sel muda seperti Kordoma.
2. Tumor sekunder
Merupakan anak sebar (metastase) dari tumor ganas di daerah rongga dada, perut, pelvis dan
tumor payudara.
Tabel 1. Klasifikasi Tumor Otak yang Penting dari segi Klinis
17
Primary brain tumor:Histologically benign or malformativeMengiomaPituitary adenomaAcustic neuromaCraniopharyngimaPilocytic astrocytomaHemangioblastomaHistologically malignantGliomaAnaplastic AstrocytomaGlioblastoma multiformeEpendymomaMedulloblastomaOligodendrogliomaPineal cell tumorChoroid plexus carcinomaPrimitive neuroectodermal tumorsMetastatic brain tumors:Single or multiple metastasesMeningeal Carcinomatosis
Tabel 2. Klasifikasi Tumor Otak Berdasarkan Lokasi Tumor
Lokasi Dewasa Anak-anak
Cerebrum Meningioma Astrocytoma
Glioblastoma multiforme Ependymoma
Astrocytoma
Metastatic tumor
Pituitary Region Pituitary adenoma Craniopharyngoma
Craniopharyngoma Optic tract glioma
Meningioma Pituitary adenoma
Cerebellum Hemangioblastoma Medulloblastoma
Cerebellar astrocytoma Cerebellar astrocytoma
Metastatic tumor Ependymoma
Cerebellopontine Angle Acoustic neurinoma Ependymoma
Meningioma Choroid plexus papilloma
Epidermoid
Brainstem Astrocytoma Astrocytoma
Glioblastoma multiforme Glioblastoma multiform
C. Patofisiologi
Tumor disebabkan oleh mutasi DNA di dalam sel. Akumulasi dari mutasi-mutasi tersebut
menyebabkan munculnya tumor. Sebenarnya sel memiliki mekanisme perbaikan DNA (DNA
repair) dan mekanisme lainnya yang menyebabkan sel merusak dirinya dengan apoptosis jika
kerusakan DNA sudah terlalu berat. Apoptosis adalah proses aktif kematian sel yang ditandai
dengan pembelahan DNA kromosom, kondensasi kromatin, serta fragmentasi nukleus dan sel itu
sendiri. Mutasi yang menekan gen untuk mekanisme tersebut biasanya dapat memicu terjadinya
kanker.
18
D. Manifestasi klinis
Gejala umum akan dijumpai gangguan fungsi akibat adanya pembengkakan otak dan peninggian
tekanan dalam tengkorak kepala seperti:
1. Nyeri kepala
Biasanya terlokalisir, tapi bisa juga menyeluruh. Biasanya muncul pada pagi hari setelah
bangun tidur dan berlangsung beberapa waktu, datang pergi (rekuren) dengan interval tak teratur
beberapa menit sampai beberapa jam. Mula-mula rasa sakit bisa diatasi dengan analgetik biasa
tetapi lama kelamaan obat tidak berkhasiat lagi. Walaupun hampir seluruh penderita tumor otak
mengalami keluhan sakit kepala, tetapi pada gejala awal tidak terdeteksi, disebabkan oleh
banyaknya prevalensi sakit kepala yang bukan saja hanya pada penderita tumor otak, hingga
keluhan sakit kepala tidak termasuk sebagai gejala klinis jika tidak dijumpai secara bersamaan
dengan tanda atau gejala-gejala lain yang mengarah pada tumor otak. Serangan semakin lama
semakin sering dengan interval semakin pendek. Nyeri kepala ini bertambah hebat pada waktu
penderita batuk, bersin atau mengejan (misalnya waktu buang air besar atau koitus). Nyeri
kepala juga bertambah berat waktu posisi berbaring, dan berkurang bila duduk. Penyebab nyeri
kepala ini diduga akibat tarikan (traksi) pada pain sensitive structure seperti dura, pembuluh
darah atau serabut saraf. Nyeri kepala merupakan gejala permulaan dari tumor otak
yang berlokasi di daerah lobus oksipitalis.
2. Muntah proyektil
Muntah biasanya tanpa didahului oleh rasa mual yang diakibatkan peninggian tekanan
intra kranial. Terdapat pada 30% kasus dan umumnya menyertai nyeri kepala. Lebih sering
dijumpai pada tumor di fossa posterior.
3. Gejala Tekanan Tinggi Intrakranial
Berupa keluhan nyeri kepala di daerah frontal dan oksipital yang timbul pada pagi hari
dan malam hari, muntah proyektil dan penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan diketemukan
papil udem. Keadaan ini perlu tindakan segera karena setiap saat dapat timbul ancaman herniasi.
Selain itu dapat dijumpai parese N.VI akibat teregangnya N.VI oleh TTIK.
19
Tumor-tumor yang sering memberikan gejala TTIK tanpa gejala-gejala fokal maupun lateralisasi
adalah meduloblatoma, spendimoma dari ventrikel III, haemangioblastoma serebelum dan
craniopharingioma.
4. Kejang
Kejang dapat merupakan gejala awal dari tumor otak pada 25% kasus, dan lebih dari 35% kasus
pada stadium lanjut. Diperkirakan 2% penyebab bangkitan kejang adalah tumor otak. Perlu
dicurigai penyebab bangkitan kejang adalah tumor otak bila:
· Bangkitan kejang pertama kali pada usia lebih dari 25 tahun
· Mengalami post iktal paralisis
· Mengalami status epilepsi
· Resisten terhadap obat-obat epilepsi
· Bangkitan disertai dengan gejala TTIK lain
Bangkitan kejang ditemui pada 70% tumor otak dikorteks, 50% pasien dengan astrositoma, 40%
pada pasen meningioma, dan 25% pada glioblastoma.
Gejala Spesifik Tumor Otak Yang Berhubungan Dengan Lokasi :
1. Lobus frontal
· Menimbulkan gejala perubahan kepribadian
· Bila tumor menekan jaras motorik menimbulkan hemiparese
· kontra lateral, kejang fokal
· Bila menekan permukaan media dapat menyebabkan inkontinentia
· Bila tumor terletak pada basis frontal menimbulkan sindrom foster kennedy
· Pada lobus dominan menimbulkan gejala afasia
2. Lobus parietal
· Dapat menimbulkan gejala modalitas sensori kortikal hemianopsi homonym
· Bila terletak dekat area motorik dapat timbul kejang fokal dan pada girus angularis
menimbulkan gejala sindrom gerstmann’s.
20
3. Lobus temporal
· Akan menimbulkan gejala hemianopsi, bangkitan psikomotor, yang didahului dengan aura atau
halusinasi
· Bila letak tumor lebih dalam menimbulkan gejala afasia dan hemiparese
· Pada tumor yang terletak sekitar basal ganglia dapat diketemukan gejala choreoathetosis,
parkinsonism.
4. Lobus oksipital
· Menimbulkan bangkitan kejang yang dahului dengan gangguan penglihatan
· Gangguan penglihatan yang permulaan bersifat quadranopia berkembang menjadi hemianopsia,
objeckagnosia
5. Tumor di ventrikel ke III
Tumor biasanya bertangkai sehingga pada pergerakan kepala menimbulkan obstruksi dari cairan
serebrospinal dan terjadi peninggian tekanan intrakranial mendadak, pasien tiba-tiba nyeri
kepala, penglihatan kabur, dan penurunan kesadaran
6. Tumor di cerebello pontin angle
· Tersering berasal dari N VIII yaitu acustic neurinoma
· Dapat dibedakan dengan tumor jenis lain karena gejala awalnya berupa gangguan fungsi
pendengaran
· Gejala lain timbul bila tumor telah membesar dan keluar dari daerah pontin angel
7. Tumor Hipotalamus
· Menyebabkan gejala TTIK akibat oklusi dari foramen Monroe
· Gangguan fungsi hipotalamus menyebabkan gejala: gangguan perkembangan seksuil pada
anak-anak, amenorrhoe, dwarfism, gangguan cairan dan elektrolit.
8. Tumor di cerebelum
· Umumnya didapat gangguan berjalan dan gejala TTIK akan cepat terjadi disertai dengan papil
udem
· Nyeri kepala khas didaerah oksipital yang menjalar keleher dan spasme dari otot-otot servikal
9. Tumor fosa posterior
· Diketemukan gangguan berjalan, nyeri kepala dan muntah disertai dengan nystacmus, biasanya
merupakan gejala awal dari medulloblastoma
· Gangguan ketajaman visus dan lapangan pandang akibat penekanan saraf opticus.
21
E. Pemeriksaan Penunjang
Setelah diagnosa klinik ditentukan, harus dilakukan pemeriksaan yang spesifik
untuk memperkuat diagnosa dan mengetahui letak tumor.
1. Elektroensefalografi (EEG)
2. Foto polos kepala
Foto Rontgen untuk diagnostik sekurang – kurangnya diambila dalam dua arah, antero-posterior
dan lateral.pada peninggian tekanan intrakranial yang sudah lama, gambaran impressiones
digitale makin jelas sehingga gambaran kranium mempunyai gambaran ”berawan”. Pada anak,
dapat juga dijumpai pelebaran sutura.
3. Arteriografi
Bersifat invasif, sehingga sekarang jarang dilakukan lagi.
4. Computerized Tomografi (CT Scan)
CT Scan adalah pemeriksaan yang menggunakan sinar-X dan dengan penggunaan komputer
yang akan menghasilkan gambar organ-organ tubuh manusia. CT Scan dapat digunakan apabila
MRI tidak tersedia. Namun, low-grade tumor pada posterior fossa dapat terlewatkan oleh CT
Scan.
Gambar CT-Scan Tumor Otak
22
5. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Diagnosis terbaik pada brain tumor adalah dengan penggunaan cranial MRI. MRI harus menjadi
pemeriksaan pertama pada pasien dengan tanda dan gejala kelainan pada intracranial. MRI
menggunakan magnetic field bertenaga untuk menentukan nuclear magnetic spin dan resonansi
yang tepat pada sebuah jaringan bervolume kecil. Jaringan yang berbeda memiliki nuclear
magnetic spin dan resonansi yang berbeda pula.
F. Penatalaksanaan
Pengobatan pada tumor otak dapat berupa initial supportive dan definitive therapy.
1. Terapi Suportif
Terapi Suportif berfokus pada meringankan gejala dan meningkatkan fungsi neuroligik pasien.
Terapi suportif yang utama digunakan adalah anticonvulsants dan corticosteroid.
a. Antikonvulsan
Antikonvulsan diberikan pada pasien yang menunjukan tanda-tanda seizure. Phenytoin (300-
400mg/d) adalah yang paling umum digunakan, tapi carbamazepine (600-1000mg/h),
Phenobarbital (90- 150mg/h), dan valproic acid (750-1500mg/h) juga dapat digunakan.
b. Kortikosteroid
Kortikosteroid mengurangi edema peritumoral dan mengurangi tekanan intracranial. Efeknya
mengurangi sakit kepala dengan cepat. Dexamethasone adalah corticosteroid yang dipilih karena
aktivitas mineralocorticoid yang minimal. Dosisinya dapat diberikan mulai dari 16 mg/h, tetapi
dosis ini dapat ditambahkan maupun dikurangi untuk mencapai dosis yang dibutuhkan untuk
mengontrol gejala neurologik.
c. Manitol
Digunakan untuk mengurangi peningkatan tekanan intrakranial.
2. Terapi Defenitif
Terapi defenitif meliputi pembedahan, radiotherapy, kemoterapi dan yang sedang dikembangkan
yaitu immunotherapy.
23
Pembedahan
Berbagai pilihan pembedahan telah tersedia, dan pendekatan pembedahan yang dipilih harus
berhati-hati untuk meminimalisir resiko deficit neurologic setelah operasi.
Tujuan pembedahan :
· Menghasilkan diagnosis histologi yang akurat
· Mengurangi tumor pokok,
· Memberikan jalan untuk CSF mengalir
· Mencapai potensial penyembuhan.
Terapi Radiasi
Terapi radiasi memainkan peran penting dalam pengobatan tumor otak pada orang dewasa.
Terapi radiasi adalah terapi nonpembedahan yang paling efektif untuk pasien dengan malignant
glioma dan juga sangat penting bagi pengobatan pasien dengan low-grade glioma.
Kemoterapi
Kemoterapi hanya sedikit bermanfaat dalam pengobatan pasien dengan malignant glioma.
Kemoterapi tidak memperpanjang rata-rata pertahanan semua pasien, tetapi sebuah subgroup
tertentu nampaknya bertahan lebih lama dengan penambahan kemoterapi dan radioterapi.
Kemoterapi juga tidak berperan banyak dalam pengobatan pasien dengan low-grade
astrocytoma. Sebaliknya, kemoterapi disarankan untuk pengobatan pasien dengan
oligodendroglioma.
Imunoterapi
Imunoterapi merupakan pengobatan baru yang masih perlu diteliti lebih lanjut. Dasar pemikiran
bahwa sistem imun dapat menolak tumor, khususnya allograft, telah didemonstrasikan lebih dari
50 tahun yang lalu. Hal itu hanya sebuah contoh bagaimana sistem imun dapat mengendalikan
pertumbuhan tumor. Tumor umumnya menghasilkan level protein yang berbeda (dibandingkan
protein normal) disekitar jaringan, dan beberapa protein mengandung asam amino substitusi atau
deletions, atau mengubah phosphorylation atau glycosylation. Beberapa perubahan protein oleh
tumor sudah mencukupi bagi sistem imun untuk mengenal protein yang dihasilkan tumor sebagai
antigenik, dan memunculkan imun respon untuk melawan protein-protein tersebut.
24
G. Prognosa
Prognosis tergantung pada tipe tumor. Untuk glioblastoma multiforme yang cepat
membesar “rata-rata survival time” tanpa pengobatan adalah 12 minggu; dengan terapi
pembedahan yang optimal dan radiasi, 32 minggu. Beberapa astrositoma yang tumbuh mungkin
menyebabkan gejala-gejala minimal atau hanya serangan kejang-kejang selama 20 tahun atau
lebih.
Prognosa penderita tumor otak yang seluruh tumornya telah dilakukan pengangkatan secara
bersih dan luas akan mempengaruhi (recurrens rates) atau angka residif kembali. Hasil
penelitian dari ‘The Mayo Clinic Amerika’ menunjukkan bahwa; 25 persen dari seluruh
penderita tumor otak yang telah dilakukan reseksi total, 10 tahun kemudian tumornya residif
kembali, sedangkan pada penderita yang hanya dilakukan reseksi subtotal, 61 persen
yang residif kembali.
Sebagian besar (80 persen) tumor-tumor Meningioma dapat di reseksi total dengan hasil baik.
(Stafford et al, 1998). Oleh karena itu tindakan bedah masih merupakan terapi yang terbaik.
Tumor-tumor pada daerah cerebral convexities (cembungan otak) dan pada kompartemen spinal
sering dilakukan total reseksi. Suatu hal yang sulit untuk dapat membuat pernyataan umum
tentang recurrens rates tanpa mempertimbangkan lokasi tumor dan pertumbuhannya.
25
Kanker Paru
1. Definisi
Kanker paru adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran napas atau epitel
bronkus. Terjadinya kanker ditandai dengan pertumbuhan sel yang tidak normal, tidak terbatas,
dan merusak sel-sel jaringan yang normal. Proses keganasan pada epitel bronkus didahului oleh
masa pra kanker. Perubahan pertama yang terjadi pada masa prakanker disebut metaplasia
skuamosa yang ditandai dengan perubahan bentuk epitel dan menghilangnya silia.
2. Etiologi dan Faktor Risiko
Seperti umumnya kanker yang lain, penyebab yang pasti dari kanker paru belum diketahui, tapi
paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik merupakan faktor
penyebab utama disamping adanya faktor lain seperti kekebalan tubuh, genetik, dan lain-lain
(Amin, 2006). Dibawah ini akan diuraikan mengenai faktor risiko penyebab terjadinya kanker
paru :
a. Merokok
Menurut Van Houtte, merokok merupakan faktor yang berperan paling penting, yaitu 85% dari
seluruh kasus ( Wilson, 2005). Rokok mengandung lebih dari 4000 bahan kimia, diantaranya
telah diidentifikasi dapat menyebabkan kanker. Kejadian kanker paru pada perokok dipengaruhi
oleh usia mulai merokok, jumlah batang rokok yang diisap setiap hari, lamanya kebiasaan
merokok, dan lamanya berhenti merokok (Stoppler,2010).
b. Perokok pasif
Semakin banyak orang yang tertarik dengan hubungan antara perokok pasif, atau mengisap asap
rokok yang ditemukan oleh orang lain di dalam ruang tertutup, dengan risiko terjadinya kanker
paru. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa pada orang-orang yang tidak merokok,
tetapi mengisap asap dari orang lain, risiko mendapat kanker paru meningkat dua kali (Wilson,
2005).
26
Diduga ada 3.000 kematian akibat kanker paru tiap tahun di Amerika Serikat terjadi pada
perokok pasif (Stoppler,2010).
c. Polusi udara
Kematian akibat kanker paru juga berkaitan dengan polusi udara, tetapi pengaruhnya kecil bila
dibandingkan dengan merokok kretek. Kematian akibat kanker paru jumlahnya dua kali lebih
banyak di daerah perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan. Bukti statistik juga
menyatakan bahwa penyakit ini lebih sering ditemukan pada masyarakat dengan kelas tingkat
sosial ekonomi yang paling rendah dan berkurang pada mereka dengan kelas yang lebih tinggi.
Hal ini, sebagian dapat dijelaskan dari kenyataan bahwa kelompok sosial ekonomi yang lebih
rendah cenderung hidup lebih dekat dengan tempat pekerjaan mereka, tempat udara
kemungkinan besar lebih tercemar oleh polusi. Suatu karsinogen yang ditemukan dalam udara
polusi (juga ditemukan pada asap rokok) adalah 3,4 benzpiren (Wilson, 2005).
d. Paparan zat karsinogen
Beberapa zat karsinogen seperti asbestos, uranium, radon, arsen, kromium, nikel, polisiklik
hidrokarbon, dan vinil klorida dapat menyebabkan kanker paru (Amin, 2006). Risiko kanker
paru di antara pekerja yang menangani asbes kira-kira sepuluh kali lebih besar daripada
masyarakat umum. Risiko kanker paru baik akibat kontak dengan asbes maupun uranium
meningkat kalau orang tersebut juga merokok.
e. Diet
Beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi terhadap betakarotene, selenium,
dan vitamin A menyebabkan tingginya risiko terkena kanker paru (Amin, 2006).
27
f. Genetik
Terdapat bukti bahwa anggota keluarga pasien kanker paru berisiko lebih besar terkena penyakit
ini. Penelitian sitogenik dan genetik molekuler memperlihatkan bahwa mutasi pada
protoonkogen dan gen-gen penekan tumor memiliki arti penting dalam timbul dan
berkembangnya kanker paru. Tujuan khususnya adalah pengaktifan onkogen (termasuk juga gen-
gen K-ras dan myc)dan menonaktifkan gen-gen penekan tumor (termasuk gen rb, p53, dan
CDKN2) (Wilson, 2005).
g. Penyakit paru
Penyakit paru seperti tuberkulosis dan penyakit paru obstruktif kronik juga dapat menjadi risiko
kanker paru. Seseorang dengan penyakit paru obstruktif kronik berisiko empat sampai enam kali
lebih besar terkena kanker paru ketika efek dari merokok dihilangkan (Stoppler, 2010).
3. Klasifikasi
Kanker paru dibagi menjadi kanker paru sel kecil (small cell lung cancer, SCLC) dan kanker
paru sel tidak kecil (non-small lung cancer, NSCLC). Klasifikasi ini digunakan untuk
menentukan terapi. Termasuk didalam golongan kanker paru sel tidak kecil adalah epidermoid,
adenokarsinoma, tipe-tipe sel besar, atau campuran dari ketiganya.
Karsinoma sel skuamosa (epidermoid) merupakan tipe histologik kanker paru yang paling sering
ditemukan, berasal dari permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel termasuk metaplasia, atau
displasia akibat merokok jangka panjang, secara khas mendahului timbulnya tumor. Karsinoma
sel skuamosa biasanya terletak sentral di sekitar hilus, dan menonjol ke dalam bronki besar.
Diameter tumor jarang melampaui beberapa sentimeter dan cenderung menyebar secara langsung
ke kelenjar getah bening hilus, dinding dada, dan mediastinum. Karsinoma ini lebih sering pada
laki-laki daripada perempuan (Wilson, 2005).
Adenokarsinoma, memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat
mengandung mukus. Kebanyakan jenis tumor ini timbul di bagian perifer segmen bronkus dan
kadang-kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut lokal pada paru dan fibrosis interstisial
28
kronik. Lesi sering kali meluas ke pembuluh darah dan limfe pada stadium dini dan sering
bermetastasis jauh sebelum lesi primer menyebabkan gejala-gejala.
Karsinoma bronkoalveolus dimasukkan sebagai subtipe adenokarsinoma dalam klasifikasi
terbaru tumor paru dari WHO. Karsinoma ini adalah sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi
sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam-macam. Sel-sel ini
cenderung timbul pada jaringan paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan
cepat ke tempat-tempat yang jauh.
Karsinoma sel kecil umumnya tampak sebagai massa abu-abu pucat yang terletak di sentral
dengan perluasan ke dalam parenkim paru dan keterlibatan dini kelenjar getah bening hilus dan
mediastinum. Kanker ini terdiri atas sel tumor dengan bentuk bulat hingga lonjong, sedikit
sitoplasma, dan kromatin granular. Gambaran mitotik sering ditemukan. Biasanya ditemukan
nekrosis dan mungkin luas. Sel tumor sangat rapuh dan sering memperlihatkan fragmentasi dan
“crush artifact” pada sediaan biopsi. Gambaran lain pada karsinoma sel kecil, yang paling jelas
pada pemeriksaan sitologik, adalah berlipatnya nukleus akibat letak sel tumor dengan sedikit
sitoplasma yang saling berdekatan (Kumar, 2007).
Karsinoma sel besar adalah sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan
sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam-macam. Sel-sel ini cenderung timbul pada
jaringan paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat-tempat
yang jauh (Wilson, 2005).
Bentuk lain dari kanker paru primer adalah adenoma, sarkoma, dan mesotelioma bronkus.
Walaupun jarang, tumor-tumor ini penting karena dapat menyerupai karsinoma bronkogenik dan
mengancam jiwa.
29
4. Stadium Klinis
Pembagian stadium klinis kanker paru berdasarkan sistem TNM menurut International Union
Against (IUAC)/The American Joint Comittee on Cancer (AJCC) 1997 adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1. Stadium Klinis Kanker Paru.
STADIUM TNM
Karsinoma tersembunyi Tx, N0, M0
Stadium 0 Tis, N0, M0
Stadium IA T1, N0, M0
Stadium IB T2, N0, M0
Stadium IIA T1, N1, M0
Stadium IIB
Stadium IIIA
T2, N1, M0
T3, N0, M0
T3,N1,M0
T1-3,N2,M0
Stadium IIIB T berapa Pun, N3,M0
T4, N berapa pun, M0
Stadium IV T berapa pun, N berapa pun, M1
30
Keterangan :
Status Tumor Primer (T)
T0 : Tidak terbukti adanya tumor primer.
Tx : Kanker yang tersembunyi terlihat pada sitologi bilasan bronkus, tetapi tidak terlihat pada
radiogram atau bronkoskopi.
Tis : Karsinoma in situ.
T1 : Tumor berdiameter ≤ 3 cm dikelilingi paru atau pleura viseralis yang normal.
T2 : Tumor berdiameter > 3 cm atau ukuran berapa pun yang sudah menyerang pleura viseralis
atau mengakibatkan ateletaksis yang meluas ke hilus; harus berjarak > 2 cm distal dari karina.
T3 : Tumor ukuran berapa saja yang langsung meluas ke dinding dada, diafragma, pleura
mediastinalis, dan perikardium parietal atau tumor di bronkus utama yang terletak 2 cm dari
distal karina, tetapi tidak melibatkan karina, tanpa mengenai jantung, pembuluh darah besar,
trakea, esofagus, atau korpus vertebra.
T4 : Tumor ukuran berapa saja dan meluas ke mediastinum, jantung, pembuluh darah besar,
trakea, esofagus, korpus vertebra, rongga pleura/perikardium yang disertai efusi
pleura/perikardium, satelit nodul ipsilateral pada lobus yang sama pada tumor primer.
Keterlibatan Kelenjar Getah Bening Regional (N)
N0 : Tidak dapat terlihat metastasis pada kelenjar getah bening regional.
N1 : Metastasis pada peribronkial dan/atau kelenjar hilus ipsilateral.
Universitas Sumatera Utara
N2 : Metastasis pada mediastinal ipsilateral atau kelenjar getah bening subkarina.
N3 : Metastasis pada mediastinal atau kelenjar getah bening hilus kontralateral; kelenjar getah
bening skalenus atau supraklavikular ipsilateral atau kontralateral.
Metastasis Jauh (M)
M0 : Tidak diketahui adanya metastasis jauh.
M1 : Metastasis jauh terdapat pada tempat tertentu misalnya otak (Huq, 2010).
31
5. Gejala Klinis
Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala-gejala klinis. Bila sudah
menampakkan gejala berarti pasien dalam stadium lanjut. Gejala-gejala dapat bersifat :
• Lokal (tumor tumbuh setempat) :
• Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis
• Hemoptisis
• Mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi saluran nafas
• Kadang terdapat kavitas seperti abses paru
• Ateletaksis
• Invasi lokal :
• Nyeri dada
• Dispnea karena efusi pleura
• Invasi ke perikardium terjadi tamponade atau aritmia
• Sindrom vena cava superior
• Sindrom Horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis)
• Suara serak, karena penekanan pada nervus laryngeal recurrent
• Sindrom Pancoast, karena invasi pada pleksus brakhialis dan saraf simpatis servikalis
• Gejala Penyakit Metastasis :
• Pada otak, tulang, hati, adrenal
• Limfadenopati servikal dan supraklavikula (sering menyertai metastasis)
• Sindrom Paraneoplastik : terdapat 10% kanker paru dengan gejala :
• Sistemik : penurunan berat badan, anoreksia, demam
• Hematologi : leukositosis, anemia, hiperkoagulasi
• Hipertrofi osteoartropati
• Neurologik : dementia, ataksia, tremor, neuropati perifer
• Neuromiopati
32
• Endokrin : sekresi berlebihan hormon paratiroid (hiperkalsemia)
• Dermatologik : eritema multiform, hiperkeratosis, jari tabuh
• Renal : syndrome of inappropriate antidiuretic hormone
• Asimtomatik dengan kelainan radiologis
• Sering terdapat pada perokok dengan COPD yang terdeteksi secara radiologis.
• Kelainan berupa nodul soliter (Amin, 2006).
6. Diagnosis
6.1 Anamnesis
Anamnesis yang lengkap serta pemeriksaan fisik merupakan kunci untuk diagnosis tepat. Keluhan
dan gejala klinis permulaan merupakan tanda awal penyakit kanker paru. Batuk disertai dahak yang
banyak dan kadang-kadang bercampur darah, sesak nafas dengan suara pernafasan nyaring
(wheezing), nyeri dada, lemah, berat badan menurun, dan anoreksia merupakan keadaan yang
mendukung. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan pada pasien tersangka kanker paru adalah
faktor usia, jenis kelamin, keniasaan merokok, dan terpapar zat karsinogen yang dapat menyebabkan
nodul soliter paru.
6.2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menemukan kelainan-kelainan berupa perubahan bentuk dinding
toraks dan trakea, pembesaran kelenjar getah bening dan tanda-tanda obstruksi parsial, infiltrat dan
pleuritis dengan cairan pleura.
33
6.3. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium ditujukan untuk :
a. Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru. Kerusakan pada paru dapat
dinilai dengan pemeriksaan faal paru atau pemeriksaan analisis gas.
b. Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru pada organ-organ lainnya.
c. Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru pada jaringan tubuh baik oleh
karena tumor primernya maupun oleh karena metastasis.
6.4. Radiologi
Pemeriksaan radiologi adalah pemeriksaan yang paling utama dipergunakan untuk mendiagnosa
kanker paru. Kanker paru memiliki gambaran radiologi yang bervariasi. Pemeriksaan ini dilakukan
untuk menentukan keganasan tumor dengan melihat ukuran tumor, kelenjar getah bening, dan
metastasis ke organ lain.
Pemeriksaan radiologi dapat dilakukan dengan metode tomografi komputer. Pada pemeriksaan
tomografi komputer dapat dilihat hubungan kanker paru dengan dinding toraks, bronkus, dan
pembuluh darah secara jelas. Keuntungan tomografi komputer tidak hanya memperlihatkan bronkus,
tetapi juga struktur di sekitar lesi serta invasi tumor ke dinding toraks. Tomografi komputer juga
mempunyai resolusi yang lebih tinggi, dapat mendeteksi lesi kecil dan tumor yang tersembunyi oleh
struktur normal yang berdekatan.
6.5. Sitologi
Sitologi merupakan metode pemeriksaan kanker paru yang mempunyai nilai diagnostik yang tinggi
dengan komplikasi yang rendah. Pemeriksaan dilakukan dengan mempelajari sel pada jaringan.
Pemeriksaan sitologi dapat menunjukkan gambaran perubahan sel, baik pada stadium prakanker
maupun kanker. Selain itu dapat juga menunjukkan proses dan sebab peradangan.
Pemeriksaan sputum adalah salah satu teknik pemeriksaan yang dipakai untuk mendapatkan bahan
sitologik. Pemeriksaan sputum adalah pemeriksaan yang paling sederhana dan murah untuk
mendeteksi kanker paru stadium preinvasif maupun invasif. Pemeriksaan ini akan memberi hasil
34
yang baik terutama untuk kanker paru yang letaknya sentral. Pemeriksaan ini juga sering digunakan
untuk skrining terhadap kanker paru pada golongan risiko tinggi.
6.6. Bronkoskopi
Setiap pasien yang dicurigai menderita tumor bronkus merupakan indikasi untuk bronkoskopi.
Dengan menggunakan bronkoskop fiber optik, perubahan mikroskopik mukosa bronkus dapat dilihat
berupa nodul atau gumpalan daging. Bronkoskopi akan lebih mudah dilakukan pada tumor yang
letaknya di sentral. Tumor yang letaknya di perifer sulit dicapai oleh ujung bronkoskop.
6.7. Biopsi Transtorakal
Biopsi aspirasi jarum halus transtorakal banyak digunakan untuk mendiagnosis tumor pada paru
terutama yang terletak di perifer. Dalam hal ini diperlukan peranan radiologi untuk menentukan
ukuran dan letak, juga menuntun jarum mencapai massa tumor. Penentuan letak tumor bertujuan
untuk memilih titik insersi jarum di dinding kulit toraks yang berdekatan dengan tumor.
6.8. Torakoskopi
Torakoskopi adalah cara lain untuk mendapatkan bahan guna pemeriksaan histopatologik untuk
kanker paru. Torakoskopi adalah pemeriksaan dengan alat torakoskop yang ditusukkan dari kulit
dada ke dalam rongga dada untuk melihat dan mengambil sebahagian jaringan paru yang tampak.
Pengambilan jaringan dapat juga dilakukan secara langsung ke dalam paru dengan menusukkan
jarum yang lebih panjang dari jarum suntik biasa kemudian dilakukan pengisapan jaringan tumor
yang ada (Soeroso, 1992).
7. Penatalaksanaan
7.1. Pembedahan
Pembedahan pada kanker paru bertujuan untuk mengangkat tumor secara total berikut kelenjar getah
bening disekitarnya. Hal ini biasanya dilakukan pada kanker paru yang tumbuh terbatas pada paru
yaitu stadium I (T1 N0 M0 atau T2 N0 M0), kecuali pada kanker paru jenis SCLC.
Luas reseksi atau pembedahan
35
tergantung pada luasnya pertumbuhan tumor di paru. Pembedahan dapat juga dilakukan pada stadium
lanjut, akan tetapi lebih bersifat paliatif. Pembedahan paliatif mereduksi tumor agar radioterapi dan
kemoterapi lebih efektif, dengan demikian kualitas hidup penderita kanker paru dapat menjadi lebih
baik.
Pembedahan untuk mengobati kanker paru dapat dilakukan dengan cara :
a. Wedge Resection, yaitu melakukan pengangkatan bagian paru yang berisi tumor, bersamaan
dengan margin jaringan normal.
b. Lobectomy, yaitu pengangkatan keseluruhan lobus dari satu paru.
c. Pneumonectomy, yaitu pengangkatan paru secara keseluruhan. Hal ini dilakukan jika diperlukan
dan jika pasien memang sanggup bernafas dengan satu paru.
7.2. Radioterapi
Radioterapi dapat digunakan untuk tujuan pengobatan pada kanker paru dengan tumor yang tumbuh
terbatas pada paru. Radioterapi dapat dilakukan pada NCLC stadium awal atau karena kondisi
tertentu tidak dapat dilakukan pembedahan, misalnya tumor terletak pada bronkus utama sehingga
teknik pembedahan sulit dilakukan dan keadaan umum pasien tidak mendukung untuk dilakukan
pembedahan.
Terapi radiasi dilakukan dengan menggunakan sinar X untuk membunuh sel kanker. Pada beberapa
kasus, radiasi diberikan dari luar tubuh (eksternal). Tetapi ada juga radiasi yang diberikan secara
internal dengan cara meletakkan senyawa radioaktif di dalam jarum, dengan menggunakan kateter
dimasukkan ke dalam atau dekat paru-paru. Terapi radiasi banyak dipergunakan sebagai kombinasi
dengan pembedahan atau kemoterapi.
7.3. Kemoterapi
Kemoterapi pada kanker paru merupakan terapi yang paling umum diberikan pada SCLC atau pada
kanker paru stadium lanjut yang telah bermetastasis ke luar paru seperti otak, ginjal, dan hati.
Kemoterapi dapat digunakan untuk memperkecil sel kanker, memperlambat pertumbuhan, dan
mencegah penyebaran sel kanker ke organ lain. Kadang-kadang kemoterapi diberikan sebagai
kombinasi pada terapi pembedahan atau radioterapi.
36
Penatalaksanaan ini menggunakan obat-obatan (sitostatika) untuk membunuh sel kanker. Kombinasi
pengobatan ini biasanya diberikan dalam satu seri pengobatan, dalam periode yang memakan waktu
berminggu-minggu atau berbulan-bulan agar kondisi tubuh penderita dapat pulih (ASCO, 2010).
8. Prognosis
Yang terpenting pada prognosis kanker paru adalah menentukan stadium penyakit. Pada kasus
kanker paru jenis NSCLC yang dilakukan tindakan pembedahan, kemungkinan hidup 5 tahun adalah
30%. Pada karsinoma in situ, kemampuan hidup setelah dilakukan pembedahan adalah 70%, pada
stadium I, sebesar 35-40% pada stadium II, sebesar 10-15% pada stadium III, dan kurang dari 10%
pada stadium IV. Kemungkinan hidup rata-rata tumor metastasis bervariasi dari 6 bulan sampai
dengan 1 tahun. Hal ini tergantung pada status penderita dan luasnya tumor. Sedangkan untuk kasus
SCLC, kemungkinan hidup rata-rata adalah 1-2 tahun pasca pengobatan. Sedangkan ketahanan hidup
SCLC tanpa terapi hanya 3-5 bulan (Wilson, 2005).
Angka harapan hidup 1 tahun untuk kanker paru sedikit meningkat dari 35 % pada tahun 1975-1979
menjadi 41% di tahun 2000-2003. Walaupun begitu, angka harapan hidup 5 tahun untuk semua
stadium hanya 15%. Angka ketahanan sebesar 49% untuk kasus yang dideteksi ketika penyakit
masih bersifat lokal, tetapi hanya 16% kanker paru yang didiagnosis pada stadium dini (American
Cancer Society, 2008).
37
Merokok
1. Definisi
Merokok adalah membakar tembakau yang kemudian diisap asapnya, baik menggunakan rokok
maupun menggunakan pipa. Temperatur pada sebatang rokok yang tengah dibakar adalah 900ᴼC
untuk ujung rokok yang dibakar dan 30ᴼC untuk ujung rokok yang terselip diantara bibir perokok.
Asap rokok yang diisap atau asap rokok yang dihirup melalui dua komponen : komponen yang lekas
menguap berbentuk gas dan komponen yang bersama gas terkondensasi menjadi komponen
partikulat. Dengan demikian, asap rokok yang diisap melalui mulut disebut mainstream smoke,
sedangkan asap rokok yang terbentuk pada ujung rokok yang terbakar serta asap rokok yang
diembuskan ke udara oleh perokok disebut sidestream smoke. Sidestream smoke atau asap sidestream
mengakibatkan seseorang menjadi perokok pasif. (Mangku Sitepoe, 2000)
2. Komposisi
Asap rokok yang diisap mengandung 4000 jenis bahan kimia dengan berbagai jenis daya kerja
terhadap tubuh. Beberapa bahan kimia yang terdapat di dalam rokok dan mampu memberikan efek
yang mengganggu kesehatan antara lain :
a. Nikotin
Nikotin yang terkandung dalam rokok adalah sebesar 0,5-3 nanogram, dan semuanya diserap
sehingga di dalam darah ada sekitar 40-50 nanogram nikotin setiap 1 mlnya. Nikotin bukan
meruupakan komponen karsinogenik, tetapi hasil pembusukan panasnya seperti dibensakridin,
dibensokarbol, dan nitrosamine yang bersifat karsinogenik.
Pada paru-paru, nikotin akan menghambat aktivitas silia. Selain itu, nikotin juga memiliki efek
adiktif dan psikoaktif. Perokok akan merasakan kenikmatan, kecemasan berkurang, toleransi, dan
keterikatan fisik. Hal ini yang menyebabkan mengapa sekali merokok akan susah untuk berhenti.
Efek nikotin menyebabkan perangsangan terhadap hormon katekolamin yang bersifat memacu
jantung dan tekanan darah. Jantung tidak diberikan
38
kesempatan istirahat dan tekanan darah akan semakin tinggi, yang mengakibatkan timbulnya
hipertensi. Efek lain adalah merangsang berkelompoknya trombosit. Trombosit akan menggumpal
dan menyumbat pembuluh darah.
b. Karbon Monoksida (CO)
Undur ini dihasilkan oleh pembakaran tidak sempurna dari unsur zat arang/ karbon. Gas CO yang
dihasilkan sebatang tembakau dapat mencapai 3% - 6%, dan gas ini dapat diisap oleh siapa saja. Gas
CO mempunyai kemampuan mengikat hemoglobin yang terdapat dalam sel darah merah, lebih kuat
dibandingkan oksigen, sehingga setiap ada asap tembakau, disamping kadar oksigen udara yang
sudah berkurang, sel darah merah akan semakin kekurangan oksigen karena yang diangkut adalah
CO dan bukan oksigen. Sel tubuh yang kekurangan oksigen akan melakukan spasme, yaitu
menciutkan pembuluh darah. Bila proses ini berlangsung terus-menerus, maka pembuluh darah akan
mudah rusak dengan terjadinya proses aterosklerosis. Penyempitan pembuluh darah akan terjadi
dimana-mana.
c. Tar
Tar adalah sejenis cairan kental berwarna coklat tua atau hitam yang merupakan substansi
hidrokarbon yang bersifat lengket dan menempel pada paru-paru. Kadar tar dalam tembakau antara
0,5-35 mg/batang. Tar merupakan suatu zat karsinogen yang dapat menimbulkan kanker pada jalan
nafas dan paru-paru.
d. Kadmium
Kadmium adalah zat yang dapat meracuni jaringan tubuh terutama ginjal.
e. Ammonia
Ammonia merupakan gas yang tidak berwarna terdiri dari nitrogen dan hidrogen. Zat ini tajam
baunya dan sangat merangsang. Begitu kerasnya racun yang ada pada ammonia sehingga jika masuk
sedikt pun ke dalam peredaran darah bisa mengakibatkan seseorang pingsan atau koma.
39
f. HCN/ Asam Sianida
HCN merupakan sejenis gas yang tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak memiliki rasa. Zat ini
merupakan zat yang paling ringan, mudah terbakar, dan sangat efisien untuk menghalangi pernafasan
dan merusak saluran nafas.
g. Nitrous Oxide
NO merupakan sejenis gas yang tidak berwarna, dan bila terisap dapat menyebabkan hilangnya rasa
sakit. NO ini pada mulanya dapat digunakan sebagai pembius saat melakukan operasi oleh dokter.
h. Formaldehyde
Formaldehyde adalah sejenis gas dengan bau tajam. Gas ini tergolong sebagai pengawet dan
pembasmi hama.
i. Phenol
Phenol adalah campuran dari kristal yang dihasilkan dari distilasi beberapa zat organik seperti kayu
dan arang, serta diperoleh dari tar arang. Zat ini beracun dan membahayakan karena zat ini terikat ke
protein sehingga menghalangi aktivitas enzim.
j. Acetol
Acetol adalah hasil pemanasan aldehid dan mudah menguap dengan alkohol.
k. Asam Sulfida
Asam sulfida adalah sejenis gas yang beracun yang mudah terbakar dengan bau yang kera. Zat ini
menghalangi oksidasi enzim.
l. Piridin
Piridin adalah sejenis cairan tidak berwarna dengan bau tajam. Zat ini dapat digunakan untuk
mengubah sifat alkohol sebagai pelarut dan pembunuh hama.
40
m. Metil klorida
Metil klorida adalah campuran dari zat-zat bervalensi satu dengan hidrokarbon sebagai unsur utama.
Zat ini adalah senyawa organik yang beracun.
n. Methanol
Methanol adalah sejenis cairan ringan yang mudah menguap dan mudah terbakar. Meminum atau
mengisap methanol mengakibatkan kebutaan bahkan kematian.
o. Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAH)
Senyawa hidrokarbon aromatik yang memiliki cincin dideskripsikan sebagai Fused Ring System atau
PAH. Beberapa PAH yang terdapat dalam asap tembakau antara lain Benzo(a)pyrene,
Dibenz(a,h)anthracene, dan Benz(a)anthracene. Senyawa ini merupakan senyawa reaktif yang
cenderung membentuk epoksida yang metabolitnya bersifat genotoksik.
p. N-nitrosamine
N-nitrosamine dibentuk oleh nitrasi amina. Asap tembakau mengandung 2 jenis utama N-
nitrosamine, yaitu Volatile N-nitrosamine (VNA) dan Tobacco N-nitrosamine. Hampir semua
Volatile N-nitrosamine (VNA) ditahan oleh sistem pernafasan pada inhalasi asap tembakau. Asap
tembakau VNA diklasifikasikan sebagai karsinogen yang potensial (Sharon, 2007).
Berikut adalah tabel bahan dalam asap rokok yang berhubungan dengan terjadinya kanker
(Aditama, 1996).
Bahan dalam Asap Rokok yang
Menyebabkan Kanker Paru.
Bahan yang terbukti berhubungan dengan
kanker pada manusia :
Bahan yang diduga karsinogen pada
manusia :
4-aminobiphenyil
Arsenic
Benzene
Chromium
Nickel
Vinyl Chloride
Benzo(a)pyrene
Cadmium
Dibenz(a,h)anthracene
Formaldehyde
N-Nitrosodiethylamine
N-Nitrosodimethylamine
41
3. Hubungan Merokok dengan Kanker Paru
Dalam kaitannya dengan pengaruh karsinogenik, terdapat bukti kuat bahwa merokok merupakan
tersangka utama penyebab perubahan genetik yang menyebabkan kanker paru. Sangat banyak bukti
statistik, klinis, dan eksperimen yang memberatkan rokok.
Secara statistik, sekitar 90% kanker paru terjadi pada perokok aktif atau mereka yang baru berhenti.
Terdapat korelasi linier antara frekuensi kanker paru dan jumlah bungkus-tahun merokok.
Peningkatan risiko menjadi 60 kali lebih besar pada perokok berat (dua bungkus sehari selama 20
tahun) dibandingkan dengan bukan perokok. Atas sebab yang belum sepenuhnya jelas, perempuan
memperlihatkan kerentanan yang lebih tinggi terhadap karsinogen tembakau dibandingkan dengan
laki-laki. Meskipun berhenti merokok menurunkan risiko terjadinya kanker paru seiring dengan
waktu, risiko tersebut tidak pernah kembali ke level dasar. Pada kenyataannya, perubahan genetik
yang mendahului kanker paru dapat menetap selama bertahun-tahun di epitel bronkus bekas perokok.
Merokok pasif (berada dekat dengan perokok) meningkatkan risiko menderita kanker paru hingga
mendekati dua kali lipat dibandingkan dengan bukan perokok. Merokok melalui pipa dan cerutu juga
meningkatkan risiko, tetapi dengan derajat yang lebih ringan
42
DAFTAR PUSTAKA
1. anonim.http://www.patient.co.uk/showdoc/40000781/9
2. Hakim, Adril Arsyad, Prof. dr. H. SP.S,SP.BS(K). Permasalahan Serta
Penanggulangan Tumor Otak Dan Sumsum Tulang
Belakang.www.hjmi.ne t/Pustaka/Ilmiah/CPA%20 tumor -x1.htm
3. Gilroy J. Basic Neurology 3rd ed. New York: McGraw-Hill Caompanies,
Inc. 2000.
4. Japardi, Iskandar, dr. Gambaran CT Scan pada Tumor Otak Benigna.
(www.library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi11.pdf
5. anonim. www.neuro-onkologi.com/articles/Klasifikasi%20 tumor %20 otak
%
6. Mardjono M & Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat.
2000. Hal 35-37
7. Harsono. Buku Ajar Neurologi Klinis Ed.1. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.1999. Hal 207-208
8. anonim.www.fkuii.org/tiki-download_wiki_attachment.php (diakses 5
Oktober 2008)
9. http:// www.usu.ac.id
43