Post on 21-Oct-2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengetahuan tentang asuhan keperawatan muskuloskeleta makin
dibutuhkan mahasiswa ataupun perawat selaku pemberi pelayan kesehatan.
Pergeseran tingkat pendidikan pada dunia keperawatan di Indonesia menuju
era profesionalisasi menjadikan asuhan keperawatan pada pola asuhan per
sistem. Perkembangan asuhan keperawatan sistem muskoskeletal sendiri sejak
lama tidak lepas dari bedah ortopedi, suatu disiplin ilmu dari bagian medis
yang di Indonesia sekarang ini masih belum dikenal luas oleh masyarakat. Hal
ini disebabkan oleh keadaan masih adanya peranan yang cukup besar dari ahli
urut tulang (khususnya di daerah), yaitu lebih dari 25% klien berobat ke ahli
urut tulang/dukun patah tanpa memnadang derajat sosial dan pendidikan dan
umumnya datang ke rumah sakit setelah timbul penyulit atau penyakit sudah
dalam stadium lanjut. Untuk mengantisipasi masalah tersebut, salah satu
fungsi dari peranan perawat adalah mensosialisasikan pada masyarakat umum
guna mencegah/menghindari hal-hal yang sebenarnya tidak perlu terjadi. Oleh
karena itu, kami menyusun makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan
dengan Gangguan Muskuloskeletal: Gout dan Rheumatoid Arthritis“. Dengan
harapan sebagai perawat kita mampu memahami konsep penyakit yang
dialami klien dengan gangguan sistem Muskuloskeletal, khususnya Gout dan
Rheumatoid Arthristis, sehingga kita pun mampu memberi asuhan
keperawatan yang tepat dan kontrahensif, yang meliputi pengenalan konsep
anatomi fisiologi, dan patofisiologi sistem muskuloskeletal, pengkajian untuk
menegakkan masalah keperawatan, perencanaan dan tindakan keperawatan,
sampai mengevaluasi hasil asuhan keperawatan pada masalah sistem
muskuloskeletal.
1
1.2 Tujuan Umum
Diharapkan agar Mahasiswa/i tingkat II Program Studi SI Keperawatan,
mampu memahami tentang konsep asuhan keperawatan pada klien dengan
Arthritis Guot dan Rheumatoid Arthritis.
1.3 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa dapat memahami anatomi dan fisiologi system
musculoskeletal.
2. Mahasiswa dapat mengetahui konsep penyakit arthritis gout.
3. Mahasiswa dapat mengerti tentang konsep asuhan keperawatan pada
klien dengan arthritis gout.
4. Mahasiswa dapat mengetahui konsep penyakit rheumatoid arthritis.
5. Mahasiswa dapat mengerti tentang konsep asuhan keperawatan pada
klien dengan rheumatoid arthritis.
6. Mahasiswa dapat mengaplikasikan konsep asuhan keperawatan pada
klien dengan gangguan sistem muskuloskeletal : Arthritis Guot dan
Rheumatoid Arthritis
1.4 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari atritis gout ?
2. Bagaimana etiologi dari penyakit arthritis gout ?
3. Bagaimana manifestasi klinik pada klien dengan arthritis gout ?
4. Bagaimana pemeriksaan penunjang pada penyakit rheumatoid arthritis?
5. Bagaimana penatalaksanaan dari penyakit rheumatoid arthritis ?
6. Bagaimana prognosis dari penyakit rheumatoid arthritis ?
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Artritis gout adalah suatu sindrom klinis yang mempunyai gambaran
khusus, yaitu arthritis akut. Arthritis gout lebih banyak terdapat pada pria
daripada wanita. Pada pria sering mengenai usia pertengahan, sedangkan pada
wanita biasanya mendekati masa menopause.
2.2 Etiologi
Gejala arthritis akut disebabkan oleh reaksi inflamasi jaringan terhadap
pembentukan Kristal monosodium urat monohidrat. Karena itu, dilihat dari
penyebabnya, penyakit ini termasuk dalam golongan kelainan metabolic.
Kelainan ini berhubungan dengan gangguan kinetic asam urat yaitu
hiperurisemia. Hiperurisemia pada penyakit ini terjadi karena :
1. Pembentukan asam urat yang berlebihan
a. Gout primer metabolic, disebabkan sintesis langsung yang
bertambah.
b. Gout sekunder metabolic, disebabkan pembentukan asam urat
berlebihan karena penyakit lain seperti leukemia, terutama bila
diobati dengan sitostatika, psosiasis, polisitemia vera, dan
mielofibrosis.
2. Kurangnya pengeluaran asam urat melalui ginjal
a. Gout primer renal, terjadikarena gangguan ekskresi asam urat di
tubuli distal ginjal yang sehat. Penyebabnya tidak diketahui.
b. Gout sekunder renal, disebabkan oleh kerusakan ginjal, misalnya
pada glomerulonefritis kronik atau gagal ginjal kronik.
3. Perombakan dalam usus yang berkurang. Namun, secara klinis hal ini
tidak penting.
2.3 Manifestasi Klinis
Secara klinis ditandai dengan adanya arthritis, tofi, dan batu ginjal.
Yang penting diketahui bahwa asam urat sendiri tidak akan mengakibatkan
3
apa – apa. Yang menimbulkan rasa sakit adalah terbentuk dan mengendapnya
Kristal monosodium urat. Pengendapanya dipengaruhi oleh suhu dan tekanan.
Oleh sebab itu, sering terbentuk tofi pada daerah – daerah telinga, siku, lutut,
dorsum pedis, dekat tendo Achilles pada metatarsofalangeal digiti I, dan
sebagainya.
Pada telinga misalnya, karena permukaannya yang lebar dan tipis serta
mudah tertiup angin, kristal – kristal tersebuit mudah mengendap dan menjadi
tofi. Demikian pula di dorsum pedis, kalkaneus, dan sebagainya karena sering
tertekan oleh sepatu. Tofi itu sendiri terdiri dari kristal – kristal urat yang
dikelilingi oleh benda – benda asing yang meradang, termasuk sel – sel
raksasa.
Serangan sering kali terjadi pada malam hari. Biasanya sehari
sebelumnya pasien tampak segar bugar tanpa keluhan. Tiba – tiba tengah
malam terbangun oleh rasa sakit yang hebat sekali.
Daerah khas yang sering mendapat serangan adalah pangkal ibu jari
kaki sebelah dalam, disebut padogra. Bagian ini tampak membengkak,
kemerahan, dan nyeri sekali bila disentuh. Rasa nyeri berlangsung beberapa
hari sampai satu minggu, lalu menghilang. Sedangkan tofi itu sendiri tidak
sakit, tapi dapat merusak tulang. Sendi lutut juga merupakan tempat predileksi
kedua untuk serangan ini.
Tofi merupakan penimbunan asam urat yang dikelilingi reaksi radang
pada sinovia, tulang rawan, bursa, dan jaringan lunak. Sering timbul di tulang
rawan telinga sebagai benjolan keras. Tofi ini merupakan manifestasi lanjut
dari gout yang timbul 5 – 10 tahun setelah serangan arthritis akut pertama.
Pada ginjal akan timbul sebagai berikut :
a. Mikrotofi, dapat terjadi di tubuli ginjal dan menimbulkan nefrosis.
b. Nefrolitiasis karena endapan asam urat
c. Pielonefritis kronis
d. Tanda – tanda aterosklerosis dan hipertensi
4
Tidak jarang ditemukan pasien dengan kadar asam urat tinggi dalam
darah, tanpa adanya riwayat gout, yang disebut hiperurisemia asimtomatik.
Pasien demikian sebaiknya dianjurkan mengurangi kadar asam uratnya
karena menjadi factor risiko dikemudian hari dan kemungkinan
terbentuknya batu urat di ginjal.
2.4 Pemeriksaan Penunjang
Pada pemerikasaan laboratorium didapatkan kadar asam urat yang
tinggi dalam darah (>6 mg%). Kadar asam urat normal dalam serum pada pria
8 mg% dan pada wanita 7 mg%. Pemeriksaan kadar asam urat ini akan lebih
tepat lagi bila dilakukan dengan cara enzimatik. Kadang – kadang didapatkan
leukositosis ringan dan LED meninggi sedikit. Kadar asam urat dalam urin
juga sering tinggi (500 mg%/liter per 24 jam).
Di samping pemeriksaan tersebut, pemeriksaan cairan tofi juga penting
untuk menegakkan diagnosis. Cairan tofi adalah cairan berwarna putih seperti
susu dan kental sekali sehingga sukar diaspirasi. Diagnosis dapat dipastikan
bila ditemukan gambaran Kristal asam urat (berbentuk lidi) pada sediaan
mikroskopik.
2.5 Penatalaksanaan
2.5.1 Penatalaksanaan serangan akut
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
penatalaksanaan pasien dengan serangan akut arthritis gout. Yang
pertama bahwa pengobatan serangan akut dengan atau tanpa
hiperurisemia tidak berbeda. Juga diperhatikan agar penurunan kadar
asam urat serum tidak dilakukan tergesa – gesa karena penurunan
secara mendadak sering kali mencetuskan serangan lain atau
mempersulit penyembuhan.
Obat yang diberikan pada serangan akut antara lain :
5
a. Kolkisin, merupakan obat pilihan utama dalam pengobatan
serangan arthritis gout maupun pencegahannya dengan dosis lebih
rendah. Efek samping yang sering ditemui di antaranya sakit
perut, diare, mual, atau muntah – muntah. Kolkisin bekerja pada
peradangan terhadap Kristal urat dengan menghambat kemotaksis
sel radang. Dosis oral 0,5 – 0,6 mg per jam sampai nyeri, mual,
muntah, atau diare hilang. Kemudia obat dihentikan, biasanya
pada dosis4-6 mg, maksimal 8 mg. Kontraindikasi pemberian oral
jika terdapat inflammatory bowel disease. Dapat diberikan
intravena pada pasien yang tidak dapat menelan dengan dosis 2-3
mg/hari, maksimal 4 mg. Hati – hati karena potensi toksisitas
berat. Kontraindikasinya pada pasien dengan gangguan ginjal atau
hati. Dosis profilaksi 0,5-1 mg/hari. Hasil dari obat ini sangat baik
bila diberikan segera setelah serangan.
b. OAINS
Semua jenis OAINS dapat diberikan, yang paling sering
digunakan adalah indometasin. Dosis awal indomestasin 25-50 mg
setiap 8 jam, diteruskan sampai gejala menghilang (5-10 hari).
Kontarindikasinya jika terdapat ulkus peptikum aktif, gangguan
fungsi ginjal, dan riwayat alergi terhadap OAINS.
Kolkisin dan OAINS tidak dapat mencegah akumulasi asam
urat, sehingga tofi, batu ginjal, dan arthritis gout menahun yang
destruktif dapat terjadi setelah beberapa tahun.
c. Kortikosteroid
Untuk pasien yang tidak dapat memakai OAINS ora, jika sendi
yang terserang monoartikular, pemberian intraartikular sangat
efektif, contohnya triamsinolon 10-40 mg intraartikular. Untuk
gout poliartikular, dapat diberikan secara intravena (metal
prednisolon 40 mg/hari, tapering off 7 hari) atau oral (prednison
40-60 mg/hari, tapering off 7 hari). Mengingat kemungkinan
terjadi arthritis gout bersamaan dengan arthritis septic, maka harus
dilakukan aspirasi sendi dan sediaan apus Gram dari cairan sendi
sebelum diberikan kortikosteroid.
6
d. Analgesic, diberikan bila rasa nyeri sangat berat. Jangan diberikan
Aspirin, karena dalam dosis rendah akan menghambat ekskresi
asam urat dari ginjal dan memperbesar hiperurisemia.
e. Tirah baring, merupakan suatu keharusan dan diteruskan sampai
24 jam setelah serangan menghilang. Arthritis gout dapat kambuh
bila terlalu cepat bergerak.
2.5.2 Penatalaksanaan periode antara
Bertujuan mengurangi endapan urat dalam jaringan dan menurunkan
frekuensi serta keparahan serangan.
a. Diet, dianjurkan menurunkan berat badan pada pasien yang
gemuk, serta diet rendah purin (tidak usah terlalu ketat). Hindari
alcohol dan makanan tinggi purin (hati, ginjal, ikan sarden, dagg
kambing, dan sebagainya), termasuk roti manis. Perbanyak
minum, pengeluaran urin 2 liter/hari atau lebih akan membantu
pengeluaran asam uarat dan mengurangi pembentukan endapan di
saluran kemih.
b. Hindari obat- obatan yang mengakibatkan hiperurisemia, seperti
tiazid, diuretic, aspirin, dan asam nikotinat yang menghambat
ekskresi asam urat dari ginjal.
c. Kolkisin secara teratur diindikasikan untuk :
1) Mencegah serangan gout yang akan dating.obat ini tidak
mempengaruhi tingginya kadar asam urat namun
menurunkan frekuensi terjadinya serangan.
2) Menekan serangan akut yang dapat terjadi akibat
perubahan mendadak dari kadar asam urat serum dalam
pemakaian obat urikosurik atau alopurinol.
d. Penurunan kadar asam urat serum
Diindikasikan pada arthritis akut yang sering dan tidak
terkontrol dengan kolkisin, terdapat endapan tofi atau kerusakan
ginjal. Tujuannya untuk mempertahankan kadar asam urat serum
di bawah 6 mg/dL, agar tidak terbentuk kristalisasi urat.
7
Ada 2 jenis obat yang dapat digunakan, yaitu kelompok
urikosurik dan inhibitor xantin oksidase seperti alopurinol.
Pemilihannya tergantung dari hasil urin 24 jam. Kadar di bawah
1.000 mg/hari manandakan sekresi asam urat yang rendah,
sehingga harus diberikan obat urikosurik. Sedangkan untuk pasien
dengan kadar asam urat lebih dari 1.000 mg/hari diberikan
alopurinol karena terjadi produksi asam urat yang berlebihan.
1) Obat urikosurik, bekerja menghambat reabsorbsi tubulus
terhadap asam urat yang telah difiltrasi dan mengurangi
penyimpanannya, mencegah pembentukan tofi yang baru
dan mengurangi ukuran yang telah terbentuk. Bila
diberikan bersama kolkisin dapat mengurangi frekuensi
serangan. Indikasinya adalah peningkatan frekuensi
serangan atau keparahannya. Tidak efektif untuk pasien
dengan insufisiensi ginjal.
Jangan diberikan pada pasien dengan riwayat batu asam
urat. Jaga agar pengeluara urin pasien mencapai 2 liter/hari
untuk mencegah pengendapan. Bila perlu ditambahkan
obat alkalinisasi supaya pH di atas 6.
Pilihan obatnya adalah :
Probenesid, dosis awal 0,5 g/hari ditingkatkan secara
bertahap menjadi 1-2 g/hari. Obat ini berkompetisi
menghambat reabsorpsi urat oleh ginjal. Efek samping
yang mungkin terjadi di antaranya mual, muntah, dan
reaksi hipersensitif. Obat ini menghambat ekskresi
penisilin, indometasin, dapson, dan asetazolamid.
Sulfinpirazon, dosis awal 100 mg/hari, peningkatan
bertahap menjadi 200-400 mg/hari. Dapat pula
mengurangi agregasi dan memperpanjang masa hidup
trombosit. Efek samping mual, muntah, dan dapat
timbul ulkus peptic.
Bensbromaron, merupakan kelompok terbaru. Obat ini
meghambat penyerapan kembali asam urat pada bagian
8
proksimal tubulus renalis. Memiliki masa kerja yang
panjang sehingga cukup diberikan satu kali sehari.
Azapropazon, juga memiliki efek antiinflamasi.
2) Inhibitor xantin oksidase atau alopurinol, bekerja
menurunkan produksi asam urat dan meningkatkan
pembentukan xantin serta hipoxantin dengan cara
menghambat enzim xantin oksidase. Indikasinya adalah
pasien dengan produksi asam urat yang berlebihan, baik
primer maupun sekunder, nefropati yang asli disebabkan
asam urat, batu urat, tofi gout, dan pasien yang tidak
responsive dengan pengobatan urikosurik. Tidak diberikan
pada pasien hiperurisemia asimtomatik.
Efek samping paling sering adalah pencetusan serangan
gout akut. Kontraindkasi hanya untuk pasien dengan
riwayat hipersensitif dengan gejala rash pruritus. Pada
pasien hipersensitif ini dapat terjadi nekrolisis epidermal
toksik yang fatal.
Alopurinol diberikan dengan dosis awal 100 mg/hari
selama 1 minggu. Dosis dinaikkan bila asam urat serum
tetap tinggi. Biasanya diperlukan dosis per hari 200-300
mg. Terkadang dapat digunakan bersama obat urikosurik.
Aropurinol akan meningkatkan waktu paruh probenesid,
sementara probenesid meningkatkan ekskresi oropurinol.
Oleh karena itu, alupurinol harus diberikan dalam dosis
sedikit lebih tinggi sedangkan dosis probenesid lebih
rendah.
9
2.6 Prognosis
Tanpa terapi yang adekuat, serangan dapat berlangsung berhari – hari,
bahkan beberapa minggu. Periode asimtomatik akan memendek apabila
penyakit menjadi progresif. Semakin muda usia pasien pada saat mulainya
penyakit, maka semakin besar kemungkinan menjadi progresif. Arthritis tofi
kronik terjadi setelah serangan akut berulang tanpa terapi yang adekuat.pada
pasien gout ditemukan peningkatan insidens hipertensi, penyakit ginjal,
diabetes mellitus, hipertrigliseridema, dan aterosklerosis. Penyebabnya belum
diketahui.
10
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GOUT
3.1 Pengkajian
a. Identitas pasien.
b. Keluhan utama.
Nyeri pada daerah persendian.
c. Riwayat kesehatan.
Riwayat adanya faktor resiko :
- Peningkatan kadar asam urat serum.
- Riwayat keluarga positif.
d. Pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan fisik berdasarkan pengkajin fungsi muskuluskletal
dapat menunjukan :
- Ukuran sendi normal dengan mobilitas penuh bila pada remisi.
- Tofu dengan gout kronis. Ini temuan paling bermakna.
- Laporan episode serangan gout.
e. Pemeriksaan diagnostik.
- Kadar asam urat serum meningkat.
- Laju sedimentasi eritrosit (LSE) meningkat.
- Kadar asam urat urine dapat normal atau meningkat.
- Analisis cairan sinovial dari sendi terinflamasi atau tofi
menunjukan kristal urat monosodium yang membuat diagnosis.
- Sinar X sendi menunjukan massa tofaseus dan destruksi tulang dan
perubahan sendi.
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri sendi b. d peradangan sendi, penimbunan kristal pada membrane
sinovia, tulang rawan artikular, erosi tulang rawan, prolifera sinovia
dan pembentukan panus.
11
2. Hambatan mobilisasi fisik b. d penurunaan rentang gerak, kelemahan
otot, pada gerakan, dan kekakuan pada sendi kaki sekunder akibat erosi
tulang rawan, proloferasi sinovia, dan pembentukan panus.
3. Gangguan citra diri b. d perubahan bentuk kakidan terbenuknya tofus.
4. Perubahan pola tidur b.d nyeri.
3.3 Rencana Dan Implementasi Keperawatan
Dx. I : Nyeri sendi b. d peradangan sendi, penimbunan Kristal pada
membrane sinovia, tulang rawan arikular, erosi tulang rawan, prolifera
sinovia dan pembentukan panus.
Tujuan keperawatan :Nyeri berkurang, hilang, teratasi.
Kriteria hasil :
Klien melaporkan penelusuran nyeri.
menunjukan perilaku yang lebiih rileks.
memperagakan keterampilan reduksi nyeri.
Skala nyeri 0 – 1 atau teratasi.
3.4 Intervensi Rasional Mandiri
Kaji lokasi, intensitas,an tipe nyeri. Observasi kemajuan nyeri ke
daerah yang baru. Kaji nyeri dengan skala0 – 4.
Bantu klien dalam mengidentifikasi factor pencetus.
Jelaskan dan bantu klien terkait dengan tindakan pereda nyeri
nonfamakologi dan non – invasif.
Ajarkan relaksasi: teknik terkait ketegangan otot rangka yang
dapat mengurangi intensitas nyeri.
Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut.
Tingkatkan pengetahuaan tentang penyebab nyeri dan hubungan
dengan berapa lama nyeri akan berlangsung.nHindarkan klien
meminum alcohol, kafein, dan obat diuretik.
3.5 Kolaborasi
12
Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian alopurinol
Nyeri merupakan respon subjektif yangbdapat dikaji dengan
menggunakan skala nyeri. Klien melaporkan nyeri biasanya di atas
tingkat cedera.
Nyeri dipengaruhi oleh kecemasan dan peradangan pada sendi.
Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan farmakologilain
menunjukan keefektifan dalam mengurangi nyeri.
Akan melancarkan peredaran darah sehingga kebutuhan oksigen
pada
jaringan terpenuhi dan mengurangi nyeri.
Mengalikan perhatian klien terhadap nyeri ke hal yang
menyenangkan.
pegetahuan tersebut membatu mengurangi nyeri dan dapat
menbatumeningkatkan kepatuhan klien terhadap rencana
terapeutik
pemakaian alkohol, kafein, dan obat-obatan diuretik akan
menambah peningkatan kadar asam urat dalam serum.
Alopurinol menghambat biosentesis asam urat sehingga
menurunkan kadar asam urat serum.
Dx. II : Hambatan mobilisasi fisik b. d penurunaan rentang gerak, kelemahan
otot, pada gerakan, dan kekakuan pada sendi kaki sekunder akibat erosi tulang
rawan, proloferasi sinovia, dan pembentukan panus.
Tujuan keperawatan : klien mampu melaksanakan aktifitas fisik sesuai
dengan kemampuannya.
Kreteria hasil :
o klien ikut dalam program latihan
o tidak mengalami kontraktur sendi
o kekuatan otot bertambah
o klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas dan
mempertahankan koordinasi optimal.
3.6 Intervensi Rasional Mandiri
13
Kaji mobilitas yang ada dan observasi adanya peningkatan
kerusakan.
Ajarkan klien melakukan latihan gerak aktif pada ekstermitas yang
tidak sakit.
Bantu klien melakukan latihan ROM dan perawatan diri sesuai
toleransi.
Pantau kemajuan dan perkembangan kemamapuan klien dalam
melakukan aktifitas
3.7 Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien.
Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktifitas.
Gerakan aktif memberi masa tonus, dan kekuatan otot, serta
memperbaiki fungsi jantung dan pernafasan.
Untuk mempertahankan fleksibilitas sendi sesuai kemampauan.
Untuk mendeteksi perkembangan klien.
Kemampuan mobilisasi ekstermitas dapat ditingkatkan dengan
latihan fisik dari tim fisioterapi.
Dk. III : Gangguan citra diri b. d perubahan bentuk kaki dan
terbenuknya tofus.
Tujuan perawatan : Citra diri klien meningkat
Kriteria hasil :
- Klien mampu mengatakan atau mengkomunikasikan dengan orang
terdekat tentang situasi dan perubahan yang terjadi.
- mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi
- mengakui dan menggabungkan perubhan dalam konsep diri dengan
cara yang Akurat tanpa merasakan harga dirinya negatif.
3.8 Kolaborasi
14
o Menetukan bantuan individual dalm menyusun rencana perawatan
atau pemilihan intervensi Kolaborasi denagn ahli neuropsikologi
dan konseling bila da indikasi.
o Membantu klien melihat bahwa peraat menerima kedua bagian dari
seluruh tubuh dan mulai menerima situasi baru.
o Membantu meningkatkan perasaan harga diri dan mengontrol lebih
dari satu area kehidupan.
o Menghidupkan kembali perasaan mandiri dn membatu
perkemabangan harga diri serta memengaruhi proses rehabilitasi.
o Dukungan perawat kepada klien dapat meningkat kan rasa percaya
diri klien.
o Klien dapat beradaptasi terhadap perubahan dan memahami peran
individu dimasa mendatang.
o Dapat memfasilitasi perubahan peran yang penting untuk
perkembangan perasaan.
DK IV :Perubahan Pola Tidur b/d Nyeri.
Kriteria Hasil : Klien dapat memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur.
3.9 Intervensi Rasional
Tentukan kebiasaan tidurnya dan perubahan saat tidur.
Buat rutinitas tidur baru yang dimasukkan dalam pola lama dan
lingkungan baru.
Tingkatkan regimen kenyamanan waktu tidur, misalnya mandi hangat
dan massage.
Gunakan pagar tempat tidur sesuai indikasi ; rendahkan tempat tidur
jika memungkinkan.
Kolaborasi dalam pemberian obat sedative, hipnotik sesuai dengan
indikasi.
Mengkaji pola tidurnya dan mengidentifikasi intervensi yang tepat.
Bila rutinitas baru mengandung aspek sebanyak kebiasaan lama, stress
dan ansietas yang berhubungan dapat berkurang
Membantu menginduksi tidur
15
Dapat merasakan takut jatuh karena perubahan ukuran dan tinggi
tempat tidur, memberikan kenyamanan pagar tempat untuk membantu
mengubah posisi.
Tidur tanpa gangguan lebih menim- bulkan rasa segar, dan pasien
mungkin tidak mampu untuk kembali ke tempat tidur bila terbangun.
Di berikan untuk membantu pasien tidur atau istirahat.
3.10 Evaluasi
Hasil akhir yang diharapkan pada asuhan keperawatan klien gout adalah
sebagai berikut :
1) Nyeri berkurang atau terjadi perbaikan tingkat kenyamanan.
2) Meningkatkan atau mempertahankan tingkat mobilitas.
3) Mengalami perbaikan citra diri.
4) Kebutuhan istirahat dan tidur terpenuhi.
BAB IV
PENUTUP
16
4.1 Kesimpulan
Gout adalah penyakit metebolik yang ditandai dengan penumpukan
asam urat yang nyeri pada tulang sendi, sangat sering ditemukan pada kaki
bagian atas, pergelangan dan kaki bagian tengah. Artritis pirai (gout)
merupakan suatu sindrom klinik sebagai deposit kristal asam urat di daerah
persendian yang menyebabkan terjadinya serangan inflamasi akut.Penyebab
utama terjadinya gout adalah karena adanya deposit / penimbunan kristal asam
urat dalam sendi. Penimbunan asam urat sering terjadi pada penyakit dengan
metabolisme asam urat abnormal dan Kelainan metabolik dalam pembentukan
purin dan ekskresi asam urat yang kurang dari ginjal. Arthritis rheumatoid
adalah penyakit inflamasi nonbakterial yang bersifat sistemik, progresif,
cenderung kronis yang menyerang beberapa sistem organ, dan paling sering
ditemukan di sendi.Penyebab Artritis reumatoid masih belum diketahui secara
pasti walaupun banyak hal mengenai patologis penyakit ini telah terungkap.
Penyakit Artritis reumatoid belum dapat dipastikan mempunyai hubungan
dengan factor genetik . namun, berbagai faktor (termasuk kecenderungan
genetik) bisa mempengaruhi reaksi antoimun. Faktor – faktor yang berperan
antara lain adalah jenis kelamin, infeksi, keturunan dan lingkungan. Dari
penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor yang berperan dalam
timbulnya penyakit Artritis reumatoid adalah jenis kelamin, keturunan,
lingkungan, dan infeksi.
4.2 Saran
Diharapkan mahasiswa dapat memahami materi yang telah kami susun
ini, dan dapat menginterpretasikan di dalam melakukan tindakan keperawatan
dalam praktik, khususnya pada pasien yang menagalami gangguan sistem
muskuloskeletal, Gout dan Rheumatoid Arthritis, dan mampu memberikan
asuhan keperawatan yang sesuai.
17
DAFTAR PUSTAKA
Lukman, Ningsih, Nurna. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jilid 1.Jakarta : Salemba Medika.
18
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Aajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan
Muskuloskeletal. Cet.1. Jakarta : EGC.
Price, Sylvia.A. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.
Ed.6 ; Cet.1 ; Jil.II. Jakarta : EGC.
Setiadi. 2007. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Cet. 1.Yogyakarta : Graha
Ilmu.
Suratun. 2008. Asuhan Keperawatan Klein Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Cet. 1.Jakarta : EGC.
Syaifiddin. 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Ed.3 ;
Cet. 1. Jakarta : EGC.
19