Post on 15-Jan-2016
description
LAPORAN KASUS UJIAN PSIKIATRI
SKIZOFRENIA PARANOID
Oleh:
Nisia Putri Rinayu
H1A007046
Pembimbing
dr. Yolly Dahlia, Sp.KJ
DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA
BAGIAN / SMF ILMU PENYAKIT JIWA
RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
2014
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama Pasien : “Tn.M“
Umur : 35 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Gegutu Rebon, Lingsar
Agama : Islam
Suku : Sasak
Pendidikan : tamat SD
Pekerjaan : saat ini tidak bekerja
Status : Bercerai
Pasien MRS pada tanggal 22 Januari 2014, pukul 10.40 WITA diantar oleh ayah
dan sepupunya.
II. Riwayat Psikiatri
Data diperoleh dari:
Autoanamnesis pada tanggal 22, 23, dan 26 Januari 2014
Alloanamnesis dari :
1. Tn. M, ayah kandung pasien, berusia 65 tahun, tidak bersekolah, bekerja sebagai
petani, tinggal serumah dengan pasien, pada tanggal 22 Januari 2014.
2. Tn. M, sepupu pasien, berusia 35 tahun, tamat SMA, seorang pegawai swasta, tidak
tinggal serumah, pada tanggal 23 dan 26 Januari 2014.
1. Keluhan Utama
Pasien mengamuk sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit
2. Riwayat Gangguan Sekarang
Enam bulan sebelum masuk rumah sakit mantan istri pasien yang sudah
diceraikan sejak sekitar 4 tahun yang lalu kembali dari bekerja sebagai TKW di Arab
Saudi dan berniat untuk mengajak pasien menikah lagi. Istri pasien memberikan uang 1
juta pada pasien untuk biaya pernikahan tapi malah dipakai pasien untuk membeli
handphone. Menurut sepupu pasien, saat pasien ditanya kenapa pasien tidak mau rujuk
dengan istrinya pasien mengatakan bahwa dia tidak mau menikah supaya keluarga istri
bahagia. Sepupu pasien mengatakan memang hubungan dengan keluarga istri tidak baik
sejak pernikahan pasien dan masalah dengan keluarga istri inilah yang menyebabkan
perceraian mereka. Keluarga istri tidak menyukai pasien karena ekonomi pasien yang
tergolong miskin. Selain itu, sepupu pasien juga mengatakan bahwa sebenarnya pasien
menyukai orang lain dan ingin mengajaknya menikah. Pasien mengatakan bahwa
wanita yang ingin diajak menikah adalah seorang “bebalu” (janda karena bercerai) yang
memiliki satu anak dan sangat cantik. Pasien merasa tidak percaya diri dan takut untuk
mengajak wanita ini menikah karena merasa bahwa wanita itu sangat cantik dan diluar
jangkauannya. Lima bulan sebelum masuk rumah sakit pasien mulai sering
membangga-banggakan cincin yang dimiliki. Pasien mengatakan bahwa cincinnya
merupakan cincin terbaik dan memiliki kekuatan magis, meskipun pasien tidak pernah
mengatakan apa kekuatan tersebut. Selain cincin, pasien juga membangga-banggakan
semua barang yang dimilikinya seperti handphone miliknya yang menurut pasien
merupakan handphone paling bagus. Pasien juga merasa bahwa dirinya adalah orang
yang sangat tampan meskipun kurang mengurus diri, tapi ketampanannya tidak pernah
berkurang. Sekitar empat bulan sebelum masuk rumah sakit pasien terlihat mulai sering
bicara sendiri, tidak jelas apa yang dibicarakan dan sebagian besar pembicaraannya
tidak dimengerti keluarga. Pasien mengatakan saat itu dia mulai melihat jin Ifrit.
Menurut pasien jin Ifrit tampak sebagai seseorang yang sangat tampan dan rupawan,
mirip seperti dirinya hanya saja bedanya Jin Ifrit memiliki mata berwarna hijau dan
berbadan besar. Jin Ifrit sebenarnya adalah makhluk jahat yang selalu berniat
mengganggu pasien dan anak-anaknya tapi jin Ifrit tidak berani pada pasien sehingga
jin Ifrit selalu menjaga jarak dan tidak pernah berani berulah bila ada pasien. Pasien
mengatakan hal ini bukan karena dia memiliki kekuatan tertentu, dia hanya bergantung
pada Allah. Bahkan pasien mengatakan dia sendiri takut pada jin Ifrit karena badannya
yang besar, karena itu pasien berusaha untuk tidak mengganggu jin Ifrit sehingga si Jin
juga tidak mengganggunya. Pasien mengatakan kadang-kadang dia melihat tiga ekor
kucing yang berkeliaran dirumah sambil mengeong mengganggu pasien. Ketiga kucing
ini, masing-masing berwarna merah, hitam dan kuning, sebenarnya adalah jin Ifrit
sendiri yang brusaha mengganggu pasien. Hanya dia yang bisa melihat kucing-kucing
ini dan bila orang lain melihat akan membuat mereka ketakutan sehingga pasien tidak
mau memperlihatkan kucing tersebut pada orang lain.
Satu bulan sebelum masuk rumah sakit pasien semakin gelisah dan cepat marah.
Kadang-kadang sampai mengamuk dan merusak barang dirumah. Bahkan ayah pasien
mengatakan beberapa kali pasien memukul ayahnya karena melawan saat dinasehati.
Menurut keluarga, setelah selesai mengamuk pasien tidak ingat kejadian saat dirinya
mengamuk. Jika tidak sedang mengamuk pasien masih bisa diajak bicara meskipun
sering pembicaraannya tidak nyambung. Pasien juga sering cepat marah dan selalu
curiga orang berniat jahat padanya. Pasien mengatakan bahwa adiknya Wildan merasa
iri pada pasien akibat masalah tanah warisan dari nenek-kakek mereka yang harusnya
jatuh menjadi hak milik pasien tapi malah diambil oleh adiknya tersebut. Pasien juga
mengatakan bahwa adiknya hanya tampak baik didepan saja, tapi sebenarnya hatinya
busuk, Bahkan saudaranya itu memiliki niat untuk menggoreng dan membunuh pasien.
Seminggu sebelum masuk rumah sakit ayah pasien mengatakan pasien semakin gelisah
bahkan pada malah hari pasien tidak tidur sama sekali dan hanya mondar-mandir di
sekitar rumah tanpa tujuan. Bila ditanya atau ditegur pasien malah marah-marah.
Sampai puncaknya pasien mengamuk sehari sebelum masuk rumah sakit. Pasien
dikatakan tiba-tiba mengamuk, merusak barang dirumah dan bahkan berniat membacok
ayahnya yang berusaha menahan amukan pasien. Keluarga dan tetangga berusaha
menenangkan pasien tapi malah dipukul oleh pasien. Hingga akhirnya pasien diringkus
oleh sepuluh orang dan akhirnya dirantai untuk menahan pasien agar tidak mengamuk
lagi. Pasien tidak ingat kejadian saat dirinya mengamuk. Menurut pasien dia sedang
bersemangat untuk bekerja membuat sesuatu dan saat dia tersadar tiba-tiba saja pasien
sudah dalam kondisi kaki dirantai. Pasien berusaha meminta keluarga membuka rantai
dikakinya karena dia harus menyelesaikan pekerjaannya yang banyak tertinggal. Tapi
pasien malah dibawa ke rumah sakit jiwa. Menurut pasien dirinya sebenarnya tidak
sakit. Malah orang yang membawa dan memborgol dirinya, yaitu adiknya Wildan—lah
yang sebenarnya punya masalah karena dia iri pada pasien.
Karena hal ini, keluarga akhirnya memutuskan untuk membawa pasien berobat ke
RSJ NTB. Sebelum muncul gejala, pasien tidak pernah mengalami trauma dan/atau
sakit yang dapat menyebabkan perubahan perilaku dan mental. Pasien juga tidak ada
mengkonsumsi alkohol atau obat-obatan terlarang lainnya yang dapat menyababkan
perubahan perilaku.
Pasien masuk rumah sakit pada tanggal 22 Januari 2014, selama tiga hari pertama
perawatan, pasien sudah mulai agak tenang tetapi masih sedikit inkoherensi, assosiasi
longgar, adanya waham kebesaran, waham kejar, halusinasi auditorik dan halusinasi
visual. Tidur pasien cukup. Pasien diberikan terapi dengan tiga macam obat, satu obat
warna merah mudah dan putih diminum tiga kali sehari dan satu obat warna putih
diminum satu kali sehari.
3. Riwayat Gangguan Sebelumnya
Riwayat Gangguan Psikiatri
Pasien belum pernah mengalami masalah kejiwaan sebelumnya. Ini adalah pertama
kali pasien dibawa berobat untuk keluhannya yang sekarang.
Riwayat Gangguan Medis
Pasien belum pernah menderita penyakit medik berat yang mengharuskannya
dirawat di rumah sakit atau yang secara fisiologis berhubungan dengan keadaan
pasien saat ini.
Riwayat Penggunaan Alkohol dan Zat lain
Pasien merupakan perokok aktif. Merokok sekitar 5-12 batang dalam sehari, tidak
pernah mengkonsumsi minuman beralkohol dan tidak pernah menggunakan zat
psikoaktif.
4. Riwayat Kehidupan Pribadi
a. Riwayat prenatal dan perinatal
Pasien merupakan anak ketiga dari empat bersaudara yang masih hidup. Pasien
merupakan anak yang tidak direncanakan, sama seperti semua kelahiran dalam
keluarga pasien. Kondisi ibu pada saat mengandung tidak diingat oleh ayah pasien,
tapi ibu pasien dalam keadaan sehat. Pasien lahir ditolong oleh dukun beranak.
Setelah lahir, pasien tinggal dan dibesarkan oleh kedua orang tuanya.
b. Masa kanak-kanak awal (0-3 tahun)
Pasien tumbuh dan berkembang sama seperti anak lain. Pasien mendapat ASI,
ayah pasien lupa sampai usia berapa tapi sampai pasien bisa berjalan pasien masih
menyusu. Perkembangannya hampir sama dengan teman sebayanya. Pasien lebih
dulu bisa berjalan daripada bicara. Pasien diasuh oleh kedua orangtuanya, pasien
mendapatkan kasih sayang yang cukup dari kedua orang tua dan saudara-saudaranya.
c. Riwayat masa kanak pertengahan (3-11 tahun)
Pasien tumbuh dan berkembang seperti anak-anak lain. Pasien dapat bermain dan
bersekolah seperti anak-anak yang lain. Pergaulan dengan teman seusianya cukup
baik, mempunyai prestasi sekolah yang cukup dan tidak pernah tinggal kelas.
Hubungan pasien dengan ayah dan ibunya serta saudara-saudaranya sangat baik.
Pasien tampak sebagai anak yang ceria dan penurut. Orangtua dipandang sebagai
sosok yang harus di hormati, meskipun pasien lebih dekat dengan ibu
d. Masa Kanak-kanak akhir dan remaja (11-18 tahun)
Pasien dapat berinteraksi dengan teman sebaya. Tidak lagi melanjutkan sekolah
setelah lulus SD karena masalah biaya. Sejak saat itu mulai membantu orangtua
bekerja disawah.
e. Masa Dewasa
Riwayat Pendidikan
Pasien menyelesaikan sekolah SD tepat waktu dengan prestasi yang cukup dan tidak
terlalu menonjol. Pasien ingin melanjutkan sekolah hingga perguruan tinggi, tapi
terbentur dengan masalah biaya.
Riwayat Pekerjaan.
Setelah lulus SD, pasien bekerja menggarap sawah ayahnya. Pekerjaan sebagai
buruh sawah masih dikerjakan hingga sekarang. Pasien mengambil alih penuh
pekerjaan menggarap sawah sejak tahun 2002, sedangkan ayah beralih memelihara
sapi sebanyak dua ekor.
Riwayat Perkawinan
Pasien sudah bercerai dengan istri sekitar 4 tahun lalu. Pasien menikah tahun 2000
atas dasar suka sama suka. Sebelumnya sempat berpacaran selama 3 tahun sampai
akhirnya pasien mengajak menikah. Awal perkawinan hubungan cukup baik, tapi
lama kelamaan hubungan makin tidak bagus. Hal ini diperparah dengan pandangan
keluarga istri yang kurang baik terhadap pasien dikarenakan status ekonominya
yang rendah. Akibat campur tangan keluarga istri pasien akhirnya bercerai dengan
istri 4 tahun yang lalu (akhir tahun 2009). Istri kembali kerumah orangtuanya dan
kedua anak diurus oleh pasien.
Riwayat Agama
Pasien beragama Islam, pendidikan agama didapatkan dari ayah dan guru ngaji
Selama ini pasien rajin beribadah dan menjalankan kewajiban agamanya.
Riwayat Psikoseksual
Pendidikan seksual tidak pernah diberikan oleh orangtuanya. Pengetahuan tentang
pendidikan seksual didapat dari teman-temannya dan televisi. Pasien tidak pernah
melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Sepengetahuan keluarga, pasien
pernah berpacaran beberapa kali sebelum menikah dengan istrinya yang dulu.
Aktivitas Sosial
Pasien dapat bergaul dengan cukup baik di lingkungan rumahnya. Pergaulan dengan
tetangganya cukup baik. Pasien adalah orang yang supel dan mudah bergaul
sehingga mempunyai cukup banyak teman.
Riwayat Pelanggaran Hukum
Pasien belum pernah melakukan tindakan yang melanggar hukum selama ini.
5. Riwayat Keluarga
Pasien adalah anak ketiga dari empat bersaudara yang masih hidup, seorang kakak
pasien meninggal saat masih kecil. Sewaktu lahir sampai dengan sekarang tinggal
bersama orang tuanya dan dua orang anaknya dan adik laki-laki pasien. Ibu pasien
meninggal sekitar 5 tahun yang lalu karena sakit keras. Hubungan pasien dengan kakak-
kakaknya cukup baik, hubungan dengan adiknya tidak baik terutama semenjak beberapa
tahun terakhir dimana pasien dan adiknya memiliki masalah dengan tanah warisan.
Anak-anak pasien adalah anak yang penurut dan patuh. Hubungan dengan anak-
anaknya cukup baik dan semenjak bercerai dengan istri pasien bertanggung jawab
mengurus kedua anaknya.
Dikeluarga inti tidak ada yang menunjukan tanda-tanda masalah kejiwaan. Tapi
ditemukan adanya riwayat gangguan jiwa pada sepupu ayah pasien. Dirawat 4 bulan
yang lalu dan sampai sekarang masih berobat jalan.
Genogram keluarga pasien:
Keterangan:
: Laki-laki
: Perempuan
: Meninggal
: Pasien
: Tinggal serumah
------ : Bercerai
69thn 69 thn +2008 65thn
45thn 40thn 33thn 47thn 40thn +1990 35thn 28 thn
13thn 7thn
Menikah 1999, bercerai 2009
6. Situasi Kehidupan Sekarang
Pasien tinggal dengan kedua orang anak, ayahnya dan saudara laki-lakinya.
Kedua saudara perempuan pasien tinggal bersama keluarga mereka. Rumah yang dihuni
keluarga pasien adalah rumah sederhana berlantai satu, atap seng-genteng, lantai semen
dan ukuran sekitar 50 meter persegi dengan 3 kamar tidur, ruang keluarga dan dapur.
Penghasilan diperoleh dari pekerjaan pasien sebagai petani, ayahnya mengurus sapi dan
kadang-kadang dibantu adiknya yang bekerja sebagai buruh serabutan. Penghasilan
dirasa kurang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Pasien bertanggung jawab sebagai kepala keluarga yang harus memenuhi
kebutuhan ayah dan kedua anaknya. Adik laki-laki pasien hanya membantu sesekali
saja. Pekerjaan rumah kebanyakan dikerjakan oleh anak tertua pasien semenjak pasien
bercerai dengan istrinya.
7. Persepsi Pasien Tentang Diri dan Kehidupannya
Pasien tidak merasa dirinya memiliki gangguan jiwa. Pasien juga tidak merasa
pernah marah-marah apalagi mengamuk seperti yang dikatakan keluarganya. Pasien
juga merasa bingung kenapa dia dibawa ke RSJP. Menurut pasien saat dia sadar tiba-
tiba saja dia sudah dirantai dan dibawa ke RSJP.
.
III. Status Mental
Berdasarkan pemeriksaan tanggal 22 januari 2014
1. Deskripsi Umum
a. Penampilan
Pasien seorang laki-laki berusia 35 tahun, tampak sesuai usianya, penampilan
kurang rapi, kesan rawat diri cukup.
b. Kesadaran
Jernih.
c. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor
Pasien cukup tenang selama wawancara, hanya sering menggertakkan gigi
kemungkinan bila pasien tidak menyukai atau tidak berkenan menjawab pertanyaan
pemeriksa. Kontak mata cukup, kadang pandangan beralih kesana kemari seperti
mengawasi.
d. Pembicaraan
Spontan, cukup lancar, volume cukup, artikulasi jelas, kadang jawaban tidak sesuai
dengan pertanyaan.
e. Sikap Terhadap Pemeriksa
Cukup kooperatif.
2. Alam Perasaan dan Hidup Emosi
a. Mood
Eutimik
b. Afek
Luas.
c. Keserasian
Serasi
3. Fungsi Intelektual
a. Taraf pendidikan pengetahuan dan kecerdasan
Pengetahuan dan kecerdasan sulit dievaluasi.
b. Daya Konsentrasi
Cukup baik. Mampu mengikuti wawancara dengan baik namun kadang-kadang
pandangan teralihkan kesana-kemari seperti pasien mengawasi.
c. Orientasi
Waktu: kesan baik, pasien tahu saat wawancara adalah pagi hari.
Tempat: kesan baik, pasien tahu bahwa tempatnya diwawancara adalah rumah
sakit jiwa
Orang: kesan baik, pasien tahu yang mengantar adalah ayah dan sepupu pasien.
d. Daya ingat
Daya ingat jangka panjang : baik, pasien masih ingat kehidupan masa kecilnya
Daya ingat masa lalu belum lama : baik, pasien masih ingat kejadian saat dia
bercerai dengan istrinya atau saat istrinya kembali untuk mengajak menikah
lagi.
Daya ingat baru saja : kurang pasien tidak ingat kejadian sebelum dibawa
kemari atau saat dia dikatakan mengamuk.
Daya ingat segera : kurang pasien hanya bisa menyebutkan dua dari tiga benda
yang disebutkan pemeriksa
e. Pikiran Abstrak
Terganggu. Pasien tidak bisa melanjutkan sebuah peribahasa yang disebutkan
pemeriksa juga tidak bisa menjelaskan artinya.
f. Bakat kreatif
Tidak ditemukan
g. Kemampuan menolong diri sendiri
Cukup, pasien mampu mengurus dirinya sendiri.
4. Gangguan Persepsi
a. Halusinasi
Halusinasi auditorik (+): suara jin Ifrit dan kucing mengeong.
Halusinasi visual (+): jin Ifrit dan tiga ekor kucing.
Halusinasi penghidu (-), halusinasi pengecapan (-), halusinasi taktil (-).
b. Ilusi: tidak ada.
c. Depersonalisasi: tidak ada.
d. Derealisasi : tidak ada.
5. Proses Pikir
a. Bentuk Pikir
Non-realistik.
b. Arus Pikir
Asosiasi longgar. Inkoherensi.
c. Isi Pikiran
Preokupasi: (-)
Waham:
o Waham kejar: pasien mengatakan bahwa saudaranya pak Wildan berniat
menggoreng dia.
o Waham kebesaran: jin Ifrit tidak berani mengganggu dirinya, pasien
merupakan orang yang tampan dan rupawan.
6. Pengendalian Impuls
Cukup. Selama wawancara pasien relatif tenang. Ada riwayat pengendalian impuls
sebelumnya.
7. Daya Nilai
a. Daya nilai sosial : saat ini cukup, ada riwayat daya nilai sosial terganggu karena
pasien sering tiba-tiba marah hingga memukul dan merusak barang.
b. Uji daya nilai : sulit dievaluasi, saat diberikan satu situasi pasien tidak menjawab
apa yang akan dilakukan malah jawabannya melantur dan tidak sesuai pertanyaan.
8. Tilikan
Tilikan derajat 1. Pasien menyangkal penuh bahwa dirinya sakit.
9. Penilaian Daya Realita (Reality Test Ability-RTA)
Terganggu. Adanya waham dan halusinasi.
10. Taraf Dapat Dipercaya
Secara umum tidak dapat dipercaya.
IV. Pemeriksaan Diagnostik Lebih Lanjut
1. Status Generalis
a. Tanda vital
Tekanan darah: 130/80 mmHg
Nadi: 88 x/menit
Pernapasan: 20x/menit
Suhu: 36,6 0C
b. Kepala-leher
Mata: anemis (-/-). ikterus (-/-), refleks pupil (+/+), isokor.
THT: telinga dbn, hidung tampak jejas (-), krepitasi (-), deviasi septum (-).
Leher: struma (-), pembesaran KGB (-).
c. Thoraks
Cor: S1S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-).
Pulmo: vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing(-/-).
d. Abdomen
Distensi (-), bising usus (+) normal, nyeri tekan (-), H/L/R :tidak teraba.
e. Sistem urogenital: tidak dievaluasi.
f. Ekstremitas: akral hangat (+), oedem (-).
2. Status Neurologis
a. Pupil: bentuk bulat, isokor (+/+), refleks cahaya (+/+).
b. Gejala rangsangan selaput otak: tidak ditemukan.
c. Gejala peningkatan tekanan intrakranial: tidak didapatkan.
d. Motorik: Normal.
e. Tonus: Normal.
f. Koordinasi: Baik.
g. Turgor: Normal.
h. Refleks: Tidak dievaluasi.
i. Sensibilitas: Baik.
j. Susunan saraf vegetatif: Baik.
k. Fungsi-fungsi luhur: Baik.
l. Gangguan khusus: Tidak ada.
I. Ikhtisar Penemuan Bermakna
Telah diperiksa seorang pasien laki-laki, 35 tahun, agama Islam, suku Sasak, saat ini
tidak bekerja, status sudah bercerai, datang dengan keluha utama mengamuk sehari sebelum
masuk rumah sakit.
Enam bulan sebelum masuk rumah sakit mantan istri pasien yang sudah diceraikan sejak
sekitar 4 tahun yang lalu kembali dari bekerja sebagai TKW di Arab Saudi dan berniat untuk
mengajak pasien menikah lagi. Tetapi pasien tidak mau rujuk dengan istrinya pasien mengatakan
bahwa dia tidak mau menikah supaya keluarga istri bahagia. Hubungan dengan keluarga istri
yang buruk dan adanya wanita idaman pasien yang dirasa jauh dari jangkauan kemungkinan
menjadi pencetus gangguan jiwa.
Lima bulan sebelum masuk rumah sakit pasien mulai sering membangga-banggakan
cincin yang dimiliki. Pasien mengatakan bahwa cincinnya merupakan cincin terbaik dan
memiliki kekuatan magis, meskipun pasien tidak pernah mengatakan apa kekuatan tersebut.
Selain cincin, pasien juga membangga-banggakan semua barang yang dimilikinya seperti
handphone miliknya yang menurut pasien merupakan handphone paling bagus. Pasien juga
merasa bahwa dirinya adalah orang yang sangat tampan meskipun kurang mengurus diri, tapi
ketampanannya tidak pernah berkurang.
Sekitar empat bulan sebelum masuk rumah sakit pasien terlihat mulai sering bicara
sendiri, tidak jelas apa yang dibicarakan dan sebagian besar pembicaraannya tidak dimengerti
keluarga. Pasien mengatakan saat itu dia mulai melihat jin Ifrit. Menurut pasien jin Ifrit tampak
sebagai seseorang yang sangat tampan dan rupawan, mirip seperti dirinya hanya saja bedanya Jin
Ifrit memiliki mata berwarna hijau dan berbadan besar. Jin Ifrit sebenarnya adalah makhluk jahat
yang selalu berniat mengganggu pasien dan anak-anaknya tapi jin Ifrit tidak berani pada pasien
sehingga jin Ifrit selalu menjaga jarak dan tidak pernah berani berulah bila ada pasien. Pasien
mengatakan hal ini bukan karena dia memiliki kekuatan tertentu, dia hanya bergantung pada
Allah. Pasien mengatakan kadang-kadang dia melihat tiga ekor kucing yang berkeliaran dirumah
sambil mengeong mengganggu pasien. Ketiga kucing ini, masing-masing berwarna merah, hitam
dan kuning, sebenarnya adalah jin Ifrit sendiri yang brusaha mengganggu pasien.
Satu bulan sebelum masuk rumah sakit pasien semakin gelisah dan cepat marah. Kadang-
kadang sampai mengamuk dan merusak barang dirumah bahkan memukul ayahnya karena
melawan saat dinasehati. Setiap selesai mengamuk pasien tidak ingat kejadian saat dirinya
mengamuk. Pasien juga sering cepat marah dan selalu curiga orang berniat jahat padanya. Pasien
mengatakan bahwa adiknya Wildan merasa iri pada pasien akibat masalah tanah warisan dari
nenek-kakek mereka yang harusnya jatuh menjadi hak milik pasien tapi malah diambil oleh
adiknya tersebut. Pasien juga mengatakan bahwa adiknya hanya tampak baik didepan saja, tapi
sebenarnya hatinya busuk, Bahkan saudaranya itu memiliki niat untuk menggoreng dan
membunuh pasien.
Seminggu sebelum masuk rumah sakit pasien semakin gelisah bahkan pada malah hari
pasien tidak tidur sama sekali dan hanya mondar-mandir di sekitar rumah tanpa tujuan. Bila
ditanya atau ditegur pasien malah marah-marah. Sampai puncaknya pasien mengamuk sehari
sebelum masuk rumah sakit. Pasien dikatakan tiba-tiba mengamuk, merusak barang dirumah dan
bahkan berniat membacok ayahnya yang berusaha menahan amukan pasien. Keluarga dan
tetangga berusaha menenangkan pasien tapi malah dipukul oleh pasien. Hingga akhirnya pasien
diringkus oleh sepuluh orang dan akhirnya dirantai untuk menahan pasien agar tidak mengamuk
lagi. Pasien tidak ingat kejadian saat dirinya mengamuk. Menurut pasien dia sedang bersemangat
untuk bekerja membuat meubel dan saat dia tersadar tiba-tiba saja pasien sudah dalam kondisi
kaki dirantai.
Sebelum muncul gejala, pasien tidak pernah mengalami trauma dan/atau sakit yang dapat
menyebabkan perubahan perilaku dan mental. Pasien juga tidak ada mengkonsumsi alkohol atau
obat-obatan terlarang lainnya yang dapat menyababkan perubahan perilaku.
Pasien adalah anak ketiga dari empat bersaudara yang masih hidup, seorang kakak pasien
meninggal saat masih kecil. Sewaktu lahir sampai dengan sekarang tinggal bersama orang tuanya
dan dua orang anaknya dan adik laki-laki pasien. Ibu pasien meninggal sekitar 5 tahun yang lalu
karena sakit keras. Hubungan pasien dengan kakak-kakaknya cukup baik, hubungan dengan
adiknya tidak baik terutama semenjak beberapa tahun terakhir dimana pasien dan adiknya
memiliki masalah dengan tanah warisan. Anak-anak pasien adalah anak yang penurut dan patuh.
Hubungan dengan anak-anaknya cukup baik dan semenjak bercerai dengan istri pasien
bertanggung jawab mengurus kedua anaknya.
Dikeluarga inti tidak ada yang menunjukan tanda-tanda masalah kejiwaan. Tapi
ditemukan adanya riwayat gangguan jiwa pada sepupu ayah pasien. Dirawat 4 bulan yang lalu
dan sampai sekarang masih berobat jalan.
Pasien masuk rumah sakit pada tanggal 22 Januari 2014, selama tiga hari pertama
perawatan, pasien sudah mulai agak tenang tetapi masih sedikit inkoherensi, assosiasi longgar,
adanya waham kebesaran, waham kejar, halusinasi auditorik dan halusinasi visual. Tidur pasien
cukup. Pasien diberikan terapi dengan tiga macam obat, satu obat warna merah mudah dan putih
diminum tiga kali sehari dan satu obat warna putih diminum satu kali sehari.
Status mental yaitu penampilan: kurang rapi, kesan rawat diri cukup; kesadaran: jernih;
orientasi: cukup; mood: eutimik; afek: luas; gangguan persepsi: halusinasi auditorik (+), visual
(+); isi pikir: waham kebesaran (+), kejar (+); proses pikir: asosiasi longgar, inkoherensi; tilikan
derajat 1. Status generalis dan status neurologis dalam batas normal.
II. Diagnosis Multiaksial
Aksis I : Skizofrenia Paranoid
Aksis II : Tidak ditemukan gangguan kepribadian
Aksis III : Tidak ditemukan kelainan
Aksis IV : hubungan yang tidak baik dengan keluarga mantan istridan keinginan
menikah lagi namu calon yang diinginkan dirasa diluar jangkauan
Aksis V : GAF 20 – 11 (current)
: GAF 100 – 91 (HLPY)
III. Formulasi Diagnosis
Pada pasien ini ditemukan adanya pola prilaku atau psikologis yang secara klinis
bermakna dan secara khas berkaitan dengan suatu gejala yang menimbulkan penderitaan dan
hendaya dalam berbagai fungsi psikososial dan pekerjaan. Dengan demikian dapat disimpulkan
pasien ini mengalami gangguan jiwa.
Berdasarkan anamnesis mengenai riwayat penyakit medis, pasien pernah mengalami
trauma kepalasaat masih kecil, dirawat beberapa hari di RSUP NTB. Tapi setelah sembuh dapat
berfungsi dengan baik secara sosial dan pekerjaan. Riwayat kejang, hipertensi atau penyakit
lainnya yang dapat menimbulkan disfungsi otak tidak ditemukan sebelum menunjukkan gejala
gangguan jiwa. Oleh karena itu diagnosis gangguan mental organik (F00 – F09) dapat
disingkirkan. Riwayat penggunaan zat psikoaktif sebelum timbulnya gejala gangguan jiwa tidak
didapatkan. Sehingga diagnosis gangguan mental dan prilaku akibat penggunaan zat psikoaktif
(F10 – F19) dapat disingkirkan.
Pada pasien ini didapatkan gangguan proses pikir, penilaian realitas, dan nilai tilikan yang
terganggu, yaitu didapatkan waham kejar, halusinasi auditorik dan halusinasi visual. Oleh karena
itu pasien dapat dimasukkan kategori gangguan mental psikotik. Berdasarkan kriteria diagnosis
PPDGJ III, pasien dapat dimasukkan dalam Skizofrenia, gangguan skizotipal, dan gangguan
waham (F20 – F29). Pada pasien masih perlu diobservasi adanya gangguan suasana perasaan
(mood/afektif). Karena pada pasien sebulan belakangan didapatkan riwayat mood irritable
(mudah tersinggung). Selain itu didapatkan pula harga diri yang melambung atau kebesaran,
penurunan kebutuhan untuk tidur, dan pikiran yang meloncat-loncat. Meskipun belum memenuhi
kriteria diagnosis manik (diperlukan adanya mood meninggi, atau setidaknya empat kriteria
gejala B bersama mood irritable), observasi terhadap afektif pasien selama pengobatan
diperlukan untuk benar-benar menyingkirkan adanya kemungkinan gangguan afektif (F30 –
F39). Karena masih belum bisa menyingkirkan dengan penuh gangguan afektif, perlu didignosis
banding dengan kemungkinan Skizoafektif tipe manik pada pasien.
Secara khusus, pada pasien didapatkan waham kejar dimana pasien merasa bahwa
saudara sepupunya berniat membunuh dirinya. Pasien juga percaya bahwa semua wanita cantik
punya hati yang busuk/jahat. Terdapat pula waham kebesaran dimana pasien merasa bahwa jin
Ifrit yang sering mengganggu sebenarnya merasa takut pada dirinya. Pasien juga merasa bahwa
dirinya adalah sangat tampan dan rupawan. Terdapat pula halusinasi auditorik dan visual.
Jadi, terdapat dua gejala yang menonjol yaitu gangguan isi pikir dan gangguan persepsi
(berupa waham kebesaran, waham kejar, halusinasi visual dan halusinasi auditorik). Aksis I
ditegakkan dengan diagnosis Skizofrenia Paranoid (F20). Untuk menegakan diagnosis
skizofrenia paranoid perlu dipastikan gejala akan bertahan lebih dari 6 bulan. Karena gejala
psikotik baru muncul sekitar 5 bulan yang lalu perlu dievaluasi lebih lama dan sementara masih
harus di DD dengan Skizofreniform sebelum terbukti tidak.
Pada Aksis II tidak didapatkan gangguan kepribadian maupun retardasi mental. Pada
Aksis III tidak ditemukan kelainan klinis yang bermakna. Pada Aksis IV didapatkan masalah
pada lingkungan keluarga, yaitu hubungan yang buruk antara pasien dengan keluarga mantan
istri dan keinginan untuk menikah dengan wanita yang dirasa diluar jangkauan..
Pada Aksis V berdasarkan Penilaian Fungsi Secara Global/GAF, saat ini pasien berada
pada nilai 20-11 (ada bahaya mencelakai diri dan/atau orang lain) dan nilai tertinggi untuk
sekurangnya satu bulan selama satu tahun terakhir yaitu 100-91 (tidak ditemukan adanya gejala,
pasien masih berfungsi dengan baik dalam sosial dan pekerjaan).
IV. Daftar Permasalahan
Organobiologik : tidak ditemukan.
Psikologis/Perilaku: perhatian yang kadang sering teralihkan; waham kejar (+);
waham kebesaran (+); halusinasi visual (+); halusinasi auditorik (+); proses pikir
assosiasi longgar dan inkoherensi; RTA terganggu; tilikan derajat 1.
Keluarga, Lingkungan dan Sosial Budaya: Hubungan dengan keluarga istri buruk;
hubungan dengan adik kurang baik; mengidamkan wanita yang dirasa diluar
jangkauan; ekonomi keluarga yang termasuk kelompok ekonomi menengah
kebawah.
V. Rencana Terapi
1. Psikofarmasi
Risperidon 2x1mg
Lorazepam 0 – 0 – 0,5 mg
Tryhexyphenidil: 2 x 2 mg
2. Psikoedukasi
Psikoedukasi pada pasien bertujuan untuk mendukung proses terapi, membantu
pasien dalam menemukan cara mengatasi masalahnya, dan mencegah timbulnya gejala
yang sama saat pasien mendapat stressor psikologis.
Edukasi terhadap pasien, yaitu:
Secara bertahap sesuai dengan kembalinya kemampuan penilaian realitas pada
pasien, memberi informasi dan edukasi kepada pasien mengenai penyakit yang
dideritanya, gejala-gejala, dampak, faktor-faktor penyebab, pengobatan,
komplikasi, prognosis, dan risiko kekambuhan agar pasien tetap taat meminum
obat dan segera datang ke dokter bila timbul gejala serupa di kemudian hari.
Meyakinkan bahwa semua gejala yang muncul dapat dihilangkan dengan minum
obat secara teratur.
Memotivasi pasien untuk berobat teratur.
Edukasi terhadap keluarga :
Memberikan edukasi dan informasi mengenai penyakit pasien, gejala, faktor-
faktor pemicu, pengobatan, komplikasi, prognosis, dan risiko kekambuhan di
kemudian hari.
Meminta keluarga untuk mendukung pasien pada saat-saat setelah sakit agar
pasien dapat mengalami sembuh remisi.
3. Psikoterapi
Psikoterapi yang diberikan kepada pasien adalah psikoterapi suportif yaitu yang
bertujuan untuk memperkuat fungsi defensif pasien terhadap keyakinannya yang non-
realistik, memperluas fungsi pengendalian dengan metode pengendalian baru,
memperbaiki kemampuan adaptif pasien. Psikoterapi ini dicapai dengan pendekatan
bimbingan dan reassurance.
4. Sosioterapi
Mengembalikan fungsi sosial pasien melalui latihan kembali untuk berinteraksi
dengan pasien-pasien lainnya selama perawatan, dan memberi pengertian pada pasien
bahwa tujuan perawatannya adalah untuk menghilangkan gejala penyakitnya dan berlatih
untuk bisa kembali bermasyarakat di lingkungannya setelah keluar dari rumah sakit.
Memberi penjelasan kepada keluarga mengenai keadaan yang dialami pasien sehingga
keluarga dapat menciptakan lingkungan yang optimal bagi pemulihan pasien,
menurunkan stigmatisasi dan diskriminasi terutama pada keluarga dan masyarakat
sekitar. Keluarga perlu diberi edukasi dalam upaya mendukung penyembuhan pasien
berupa terapi pasien yang akan membutuhkan waktu lama sehingga diharapkan dapat
berperan sebagai PMO bagi pasien.
VI. Prognosis
Faktor pendukung:
a. Faktor pencetus cukup jelas
b. Ini merupakan episode pertama
c. Gejala positif tanpa gejala negatif
Faktor penghambat:
a. Riwayat penyerangan
b. Bercerai dengan istri
Berdasarkan faktor-faktor di atas, prognosis pasien ini adalah:
Ad Vitam : bonam
Ad Functionam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad malam
VII. Pembahasan
Pada pasien ini ditemukan gejala bermakna berupa mengamuk, menyerang orang lain,
marah-marah, berkata kasar, bicara sendiri. Sedangkan dalam pemeriksaan status mental
didapatkan adanya waham kejar, waham kebesaran, dan halusinasi visual dan auditorik. Gejala-
gejala yang timbul pada pasien merupakan gejala psikotik, dan karena gangguan penilaian realita
telah mengganggu kehidupan dan fungsi global pasien, selama lebih dari satu bulan, maka
gejala-gejala tersebut memenuhi sebagian kriteria skizofrenia.
Sesuai dengan pedoman diagnosis berdasarkan PPDGJ III/ICD 10, beberapa
kemungkinan diagnosis dapat disingkirkan dari pasien. Tidak dijumpai adanya gangguan
neurologis, riwayat kejang, riwayat trauma, atau gangguan pada intelektual pasien, sehingga
gejala psikosis pada pasien tidak memenuhi kriteria diagnosis untuk gangguan mental organik.
Pada pengamatan selama perawatan, laporan keluarga, dan penjelasan dari pasien ditemukan
tidak adanya gejala gangguan mood pada pasien sehingga diagnosis Skizoafektif dapat
disingkirkan. Pasien bukan merupakan pengguna alkohol dan NAPZA sehingga gangguan
mental perilaku akibat penggunaaan zat dapat disingkirkan.
Permasalahan yang diduga merupakan pencetus gangguan psikotik pada pasien ini adalah
masalah hubungan dengan keluarga mantan istri pasien yang buruk dan keinginan menikahi
seorang wanita yang dirasa diluar jangkauan. Stressor jelas, lama penyakit yang tidak terlalu
lama dan gejala positif tanpa ada gejala negatif merupakan faktor pendukung untuk prognosis
baik. Namun masalah hubungan keluarga yang buruk, dan adanya kecendrungan sikap
menyerang merupakan faktor pendukung untuk prognosis buruk. Sehingga dengan pertimbangan
tersebut maka prognosis berulangnya gangguan pada pasien adalah cenderung baik, prognosis
pada fungsi vital kurang baik karena ada kecendrungan untuk bersikap agresif, dan prognosis
kembalinya fungsi pasien ke taraf normal kemungkinan adalah baik.
Pilihan terapi farmakologis untuk pasien ini yaitu risperidon dengan dosis 2x1 mg. Obat
ini adalah obat antipsikotik atipikal, memiliki afinitas tinggi terhadap reseptor serotonin dan
aktivitas menengah terhadap reseptor dopamin, alfa-adrenergik, dan histamin. Dengan demikian
obat ini efektif untuk gejala positif (waham, halusinasi) dan tidak memperburuk gejala kognitif
dan tidak menyebabkan gejala negatif. Dosis pemberian dimulai dari dosis awal, karena ini
merupakan episode pertama pasien. Efek samping sedasi, otonomik, dan ekstrapiramidal
minimal dibandingkan obat antipsikotik tipikal.
Untuk mengatasi kemungkinan efek samping penggunaan risperidon dan untuk
mengurangi gejala distonia pada pasien, ini dapat diatasi dengan pemberian Tryhexiphenidile
dosis 2 x 2 mg, dapat dinaikkan sampai 15 mg/hari. Bila pasien kaku sampai tidak bisa menelan,
dapat diberi injeksi difenhidramin 25 – 50 mg/hari secara IM atau IV. Untuk gangguan tidur pada
pasien, diberikan lorazepam 0,5mg pada malam hari. Lorazepam adalah golongan benzodiazepin
yang bekerja menginhibisi neuron GABA sebagai mediator.
Selain terapi medikamentosa, pada pasien gangguan psikotik perlu mendapat psikoterapi
dan sosioterapi. Psikoterapi bertujuan membantu menguatkan pikiran pasien mengenai mana
realita mana bukan realita sehingga dapat melawan gejalanya sendiri, menjelaskan mengenai
penyakitnya secara perlahan, sehingga pasien mengerti pentingnya minum obat secara teratur dan
tidak putus. Psikoedukasi juga perlu diberikan kepada keluarga dan lingkungan sekitar agar tidak
terjadi stigmatisasi terhadap pasien, dan membangun sistem pendukung yang kuat untuk
menunjang perbaikkan pasien.
Sosioedukasi mengajarkan pada pasien bagaimana cara untuk kembali pada masyarakat.
Pada sosioedukasi pasien diajarkan untuk tidak malu dengan penyakitnya, dan cara
bermasyarakat yang benar sehingga dirinya dapat diterima. Sosioedukasi juga seharusnya
dilakukan pada keluarga untuk dapat menerima pasien tanpa stigmatisasi, dan membantu
meningkatkan rasa penghargaan dirinya.
VIII. Riwayat Perjalanan Gangguan Pada Pasien
6 bulan SMRS
Mantan istri minta rujuk dengan pasien, pasien menolak
Pasien menyukai orang lain yang dirasa diluar jangkauan
1 hari SMRS
Pasien mengamuk dirumah, merusak barang dan mencoba memarang ayahnya.
Pasien dirantai kakinya untuk menahan saat mengamuk.
1 minggu SMRS
Pasien tidak bisa tidur malam, mondar-mandir tak menentu.
Sering marah-marah dan tiba-tiba mengamuk merusak barang.
1bulan SMRS
Pasien sering marah-marah dan ngomel sendiri.
Cepat tersinggung dan curiga pada semua orang.
4 bulan SMRS
Pasien sering bicara sendiri.
Mulai bertemu jin Ifrit.
Merasa curuga dengan orang-orang disekitarnya termasuk adiknya yang dirasa iri padanya.
5 bulan SMRS
Pasien mulai membangga-banggakan barag miliknya (cincin, handphone dll)
Merasa diri lebih tampan dan rupawan dibanding orang lain.