Post on 15-Jan-2016
LAPORAN KASUS
ABORTUS INKOMPLIT
Disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik
SMF Obsteri dan Ginekologi
RSD dr. Soebandi Jember
Oleh:Devita Tuty Anggraeni
102011101038
Pembimbing:
dr. Yonas Hadisubroto, Sp. OG
SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI RSD DR SOEBANDI
2015
1
BAB 1PENDAHULUAN
Abortus merupakan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di
luar kandungan yaitu berat badan kurang dari 500 gram atau usia kehamilan kurang dari
20 minggu. Berdasarkan aspek klinisnya, abortus spontan dibagi menjadi beberapa
kelompok, yaitu abortus imminens (threatened abortion), abortus insipiens (inevitable
abortion), abortus inkomplit, abortus komplit, missed abortion, dan abortus habitualis
(recurrent abortion), abortus servikalis, abortus infeksiosus, dan abortus septik
(Wibowo, 2002).
Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan
sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Reproduksi manusia
relatif tidak efisien, dan abortus adalah komplikasi tersering pada kehamilan, dengan
kejadian keseluruhan sekitar 15% dari kehamilan yang ditemukan. Namun angka
kejadian abortus sangat tergantung kepada riwayat obstetri terdahulu, dimana
kejadiannya lebih tinggi pada wanita yang sebelumnya mengalami keguguran daripada
pada wanita yang hamil dan berakhir dengan kelahiran hidup (Cuningham, 2005)
Prevalensi abortus juga meningkat dengan bertambahnya usia, dimana pada
wanita berusia 20 tahun adalah 12%, dan pada wanita diatas 45 tahun adalah 50%.
Delapan puluh persen abortus terjadi pada 12 minggu pertama kehamilan (Udayana,
2003)
Abortus inkomplit memiliki komplikasi yang dapat mengancam keselamatan ibu
karena adanya perdarahan masif yang bisa menimbulkan kematian akibat adanya syok
hipovolemik apabila keadaan ini tidak mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat.
Seorang ibu hamil yang mengalami abortus inkomplit dapat mengalami guncangan
psikis tidak hanya pada ibu namun juga pada keluarganya, terutama pada keluarga yang
sangat menginginkan anak.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum viabel, disertai atau tanpa
pengeluaran hasil konsepsi. Menurut WHO, abortus didefinisikan sebagai penghentian
kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar kandungan atau berat janin kurang dari 500
gram. Sedangkan, abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada
kehamilan sebelum 20 minggu dan masih ada sisa yang tertinggal di dalam uterus
(Wibowo, 2002).
2.2 Epidemiologi
Insiden abortus inkomplit belum diketahui secara pasti, namun demikian
disebutkan sekitar 60 persen dari wanita hamil dirawat dirumah sakit dengan perdarahan
akibat mengalami abortus inkomplit. Inisiden abortus spontan secara umum disebutkan
sebesar 10% dari seluruh kehamilan. Lebih dari 80% abortus terjadi dalam 12 minggu
pertama kehamilan dan angka tersebut kemudian menurun secara cepat pada umur
kehamilan selanjutnya. Anomali kromosom menyebabkan sekurang-kurangnya separuh
dari abortus pada trimester pertama, kemudian menurun menjadi 20-30% pada
trimester kedua dan 5-10 % pada trimester ketiga (Leveno, 2003).
Resiko abortus spontan semakin meningkat dengan bertambahnya paritas di
samping dengan semakin lanjutnya usia ibu serta ayah. Insiden abortus bertambah pada
kehamilan yang belum melebihi umur 3 bulan (Stovall, 2002)
2.3 Etiologi
Mekanisme pasti yang bertanggungjawab atas peristiwa abortus tidak selalu
tampak jelas. Kematian janin sering disebabkan oleh abnormalitas pada ovum atau zigot
atau oleh penyakit sistemik pada ibu, dan kadang-kadang mungkin juga disebabkan oleh
penyakit dari ayahnya (Leveno, 2003).
1. Faktor Genetik
3
Lima puluh persen sampai tujuh puluh persen abortus spontan terutama abortus
rekuren disebabkan oleh kelainan genetik. Kelainan genetik menjadi penyebab
70% 6 minggu pertama, 50% sebelum 10 minggu, dan 5% setelah 12 minggu.
Kelainan ini dapat disebabkan faktor maternal maupun paternal. Gamet jantan
berkontribusi pada 50% material genomik embrio. Mekanisme yang dapt
berkontribusi menyebabkan kelainan genetik adalah kelainan kromosom sperma,
kondensasi kromatin abnormal, fragmentasi DNA, peningkatan apoptosis, dan
morfologi sperma yang abormal. Sekitar 42% struktur vili korionik abnormal
akibat gangguan genetik.
2. Gangguan plasenta
Mayoritas kasus abortus berkaitan dengan kelainan genetik maupun kelainan
perkembangan plasenta terutama pada vili korionik yang berperan sebagai unit
fungsional plasenta dalam hal transpor oksigen dan nutrisi pada fetus. Penelitian
histologi Haque, et al. pada 128 sisa konsepsi abortus, ditunjukkan bahwa 97%
menunjukkan vili plasenta berkurang, 83% vili mengalami fibrosis stroma, 75%
mengalami degenerasi fibroid, dan 75% mengalami pengurangan pembuluh darah.
Inflamasi dan gangguan genetik dapat menyebabkan aktivasi proliferasi
mesenkim dan edema stroma vili. Keadaan ini akan berlanjut membentuk sisterna
dan digantikan dengan jaringan fibroid. Pada abortus, pendarahan yang merembes
melalui desidua akan membentuk lapisan di sekeliling vili korionik. Kemudian,
material pecah dan merangsang degenerasi fibrinoid.
3. Kelainan uterus
Kelainan uterus dapat dibagi menjadi kelainan akuisita dan kelainan yang timbul
dalam proses perkembangan janin. Cacat uterus akuisita yang berkaitan dengan
abortus adalah leiomioma dan perlekatan intrauteri. Miomektomi sering
mengakibatkan jaringan parut uterus yang dapat mengalami ruptur pada
kehamilan berikutnya, sebelum atau selama persalinan. Perlekatan intrauteri
(sinekia atau sindrom Ashennan) paling sering terjadi akibat tindakan kuretase
pada abortus yang terinfeksi atau pada missed abortus atau mungkin pula akibat
komplikasi postpartum. Keadaan tersebut disebabkan oleh destruksi endometrium
yang sangat luas. Selanjutnya keadaan ini mengakibatkan amenore dan abortus
4
habitualis yang diyakini terjadi akibat endometrium yang kurang memadai untuk
mendukung implatansi hasil pembuahan.
Inkomptensi serviks adalah ketidakmampuan serviks untuk mempertahankan
suatu kehamilan oleh karena defek fungsi maupun struktur pada serviks.
Inkompetensi serviks biasanya menyebabkan abortus pada trimester kedua dengan
insidensi 0,5-8%. Keadaan ini juga dapat menyebabkan hilangnya barrier mekanik
yang memisahkan kehamilan dari flora bakteri vagina dan kebanyakan
asimptomatik. Serviks merupakan barier mekanik yang memisahkan kehamilan
dari flora bakteri vagina.
4. Kelainan endokrin
a. Defek Fase Luteal dan Defisiensi Progesteron
Defek fase luteal disebut juga defisiensi progesteron merupakan suatu keadaan
dimana korpus luteum mengalami kerusakan sehingga produksi progesteron tidak
cukup dan mengakibatkan kurang berkembangnya dinding endometrium.
b. Sindrom ovarium polikistik, hipersekresi LH, dan hiperandrogenemia
Sindrom ovarium polikistik terkait dengan infertilitas dan abortus. Dua
mekanisme yang mungkin menyebabkan hal tersebut terjadi adalah peningkatan
hormon LH dan efek langsung hiperinsulinemia terhadap fungsi ovarium.
c. Faktor Endokrin Sistemik seperti DM atau hipotiroid.
d. Defisiensi progesteron karena kurangnya sekresi hormon tersebut dari korpus
luteum atau plasenta mempunyai hubungan dengan kenaikan insiden abortus.
Karena progesteron berfungsi mempertahankan desidua, defisiensi hormon
tersebut secara teoritis akan mengganggu nutrisi pada hasil konsepsi dan dengan
demikian turut berperan dalam peristiwa kematiannya.27,51
5. Kelainan Imunologi
Sekitar 15% dari 1000 wanita dengan abortus habitualis memiliki faktor
autoimun. Faktor autoimun misal SLE, APS, antikoagulan lupus, antibodi
antikardiolipin. Insidensi berkisar 1-5% tetapi risikonya mencapai 70%. Selain itu,
faktor alloimun dapat mempengaruhi melalui HLA. Bila kadar atau reseptor leptin
menurun, terjadi aktivasi sitrokin proinflamasi, dan terjadi peningkatan risiko
5
abortus. Mekanismenya berhubungan dengan timbal balik aktif reseptor di vili
dan ekstravili tropoblas.
6. Infeksi
Berbagai macam infeksi dapat menyebabkan abortus pada manusia, tetapi hal ini
tidak umum terjadi. Organisme seperti Treponema pallidum, Chlamydia
trachomatis, Neisseria gonorhoeae, Streptococcus agalactina, virus herpes
simpleks, sitomegalovirus, Listeria monocytogenes dicurigai berperan sebagai
penyebab abortus. Toxoplasma juga disebutkan dapat menyebabkan abortus.
Isolasi Mycoplasma hominis dan Ureaplasma urealyticum dari 4 traktus genetalia
sebagaian wanita yang mengalami abortus telah menghasilkan hipotesis yang
menyatakan bahwa infeksi mikoplasma yang menyangkut traktus genetalia dapat
menyebabkan abortus. Dari kedua organisme tersebut, Ureaplasma Urealyticum
merupakan penyebab utama.
7. Penyakit kronik
Pada awal kehamilan, penyakit-penyakit kronis yang melemahkan keadaan ibu
misalnya penyakit tuberkulosis atau karsinomatosis jarang menyebabkan abortus.
Hipertensi jarang disertai dengan abortus pada kehamilan sebelum 20 minggu,
tetapi keadaan ini dapat menyebabkan kematian janin dan persalinan prematur.
Pada saat ini, hanya malnutrisi umum sangat berat yang paling besar
kemungkinanya menjadi predisposisi meningkatnya kemungkinan abortus.
8. Trauma
Sekitar 7% wanita mengalami trauma selama kehamilan tetapi banyak kasus yang
tidak dilaporkan. Pada umumnya, mekanisme trauma yang paling banyak adalah
jatuh sendiri dan kesengajaan. Keadaan ini akan menyebabkan abrupsio plasenta,
pendarahan fetomaternal, rupture uteri, trauma janin langsung.
2.4. Faktor Risiko
Faktor risiko abortus yaitu:
1. Bertambahnya usia ibu.
Abortus meningkat dengan pertambahan umur setelah usia 30 tahun. Risiko
berkisar 13,3% pada usia 12-19 tahun; 11,1% pada usia 20-24 tahun; 11,9% pada
usia 25-29 tahun; 15% pada usia 30-34 tahun; 24,6% pada usia 35-39%; 51% usia
6
40-44 tahun; 93,4% pada usia 45 tahun ke atas. Baru-baru ini peningkatan usia
ayah dianggap sebagai suatu faktor risiko terjadinya abortus. Suatu penelitian
yang dilakukan di Eropa melaporkan bahwa risiko abortus tertinggi ditemukan
pada pasangan dimana usia wanita ≥35 tahun dan pria ≥40 tahun (Tien, 2007).
2. Riwayat reproduksi abortus. Risiko pasien dengan riwayat abortus untuk
kehamilan berikutnya ditentukan dari frekuensi riwayatnya. Pada pasien yang
baru mengalami riwayat 1 kali berisiko 19%, 2 kali berisiko 24%, 3 kali berisiko
30%, dan 4 kali berrisiko 40%.
3. Kebiasaan orang tua
a. Merokok dihubungkan dengan peningkatan risiko abortus. Risiko abortus
meningkat 1,2-1,4 kali lebih besar untuk setiap 10 batang rokok yang dikonsumsi
setiap hari. Asap rokok mengandung banyak ROS (Reactive Oxygen Spesies)
yang akan mendestruksi organel seluler melalui kerusakan mitrokondria, nukleus,
dan membran sel. Selain itu, secara tidak langsung ROS (Reactive Oxygen
Spesies) akan menyebabkan kerusakan sperma. Hal ini menyebabkan fragmentasi
DNA rantai tunggal maupun ganda sperma.
b. Konsumsi alkohol selama 8 minggu pertama kehamilan. Tingkat aborsi spontan
dua kali lebih tinggi pada wanita yang minum alkohol 2x/minggu dan tiga kali
lebih tinggi pada wanita yang mengkonsumsi alkohol setiap hari.
c. Kafein dosis rendah tidak mempunyai hubungan dengan abortus. Akan tetapi pada
wanita yang mengkonsumsi 5 cangkir (500mg kafein) kopi setiap hari
menunjukkan tingkat abortus yang sedikit lebih tinggi.
d. Radiasi juga dapat menyebabkan abortus pada dosis yang cukup. Akan tetapi,
jumlah dosis yang dapat menyebabkan abortus pada manusia tidak diketahui
secara pasti.
e. Alat kontrasepsi dalam rahim yang gagal mencegah kehamilan menyebabkan
risiko abortus, khususnya abortus septik meningkat.
2.5. Patogenesis
Proses abortus inkomplit dapat berlangsung secara spontan maupun sebagai
komplikasi dari abortus provokatus kriminalis ataupun medisinalis. Proses terjadinya
berawal dari pendarahan pada desidua basalis yang menyebabkan nekrosis jaringan 7
diatasnya. Selanjutnya sebagian atau seluruh hasil konsepsi terlepas dari dinding uterus.
Hasil konsepsi yang terlepas menjadi benda asing terhadap uterus sehingga akan
dikeluarkan langsung atau bertahan beberapa waktu.
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi biasanya dikeluarkan
seluruhnya karena villi korialies belum menembus desidua secara mendalam. Pada
kehamilan antara 8 minggu sampai 14 minggu villi koriales menembus desidua lebih
dalam sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna yang dapat menyebabkan
banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu umumnya yang mula-mula
dikeluarkan setelah ketuban pecah adalah janin, disusul kemudian oleh plasenta yang
telah lengkap terbentuk.
2.6. Gambaran Klinis
Gejala umum yang merupakan keluhan utama berupa perdarahan pervaginam
derajat sedang sampai berat disertai dengan kram pada perut bagian bawah, bahkan
sampai ke punggung. Janin kemungkinan sudah keluar bersama-sama plasenta pada
abortus yang terjadi sebelum minggu ke-10, tetapi sesudah usia kehamilan 10 minggu,
pengeluaran janin dan plasenta akan terpisah. Bila plasenta, seluruhnya atau sebagian
tetap tertinggal dalam uterus, maka pendarahan cepat atau lambat akan terjadi dan
memberikan gejala utama abortus inkomplet.
Sedangkan pada abortus dalam usia kehamilan yang lebih lanjut, sering
pendarahan berlangsung amat banyak dan kadang-kadang masif sehingga terjadi
hipovolemik berat.
2.7. Diagnosis
Diagnosis abortus inkomplit ditegakkan berdasarkan gambaran klinis melalui
anamnesis dan hasil pemeriksaan fisik, setelah menyingkirkan kemungkinan diagnosis
banding lain, serta dilengkapi dengan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik
mengenai status ginekologis meliputi pemeriksaan abdomen, inspikulo dan vaginal
toucher. Palpasi tinggi fundus uteri pada abortus inkomplit dapat sesuai dengan umur
kehamilan atau lebih rendah. Pemeriksaan penunjang berupa USG akan menunjukkan
adanya sisa jaringan.
8
Tidak ada nyeri tekan ataupun tanda cairan bebas seperti yang terlihat pada
kehamilan ektopik yang terganggu. Pemeriksaan dengan menggunakan spekulum akan
memperlihatkan adanya dilatasi serviks, mungkin disertai dengan keluarnya jaringan
konsepsi atau gumpalan-gumpalan darah. Bimanual palpasi untuk menentukan besar
dan bentuk uterus perlu dilakukan sebelum memulai tindakan evakuasi sisa hasil
konsepsi yang masih tertinggal. Menentukan ukuran sondase uterus juga penting
dilakukan untuk menentukan jenis tindakan yang sesuai.
2.8. Diagnosis banding
Diagnosis banding
Gejala Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjang
Abortus iminens
-perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu berupa flek-flek
-nyeri perut ringan-keluar jaringan
(-)
-TFU sesuai dengan umur kehamilan
-Dilatasi serviks (-)
- tes kehamilan urin masih positif
- USG : gestasional sac (+), fetal plate (+), fetal movement (+), fetal heart movement (+)
Abortus insipient
-perdarahan banyak dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu
-nyeri perut berat-keluar jaringan (-)
-TFU sesuai dengan umur kehamilan
-Dilatasi serviks (+)
- tes kehamilan urin masih positif
- USG : gestasional sac (+), fetal plate (+), fetal movement (+/-), fetal heart movement (+/-)
Abortus inkomplit
-perdarahan banyak / sedang dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu
-nyeri perut ringan-keluar jaringan
sebagian (+)
-TFU kurang dari umur kehamilan
-Dilatasi serviks (+)- teraba jaringan dari
cavum uteri atau masih menonjol pada osteum uteri eksternum
- tes kehamilan urin masih positif
- USG : terdapat sisa hasil konsepsi (+)
Abortus komplit
-perdarahan (-)-nyeri perut (-)-keluar jaringan
(+)
-TFU kurang dari umur kehamilan
-Dilatasi serviks (-)
- tes kehamilan urin masih positif
bila terjadi 7-10 hari setelah abortus.
9
USG : sisa hasil konsepsi (-)
Missed abortion
-perdarahan (-)-nyeri perut (-)-biasanya tidak
merasakan keluhan apapun kecuali merasakan pertumbuhan kehamilannya tidak seperti yang diharapkan. Bila kehamilannya > 14 minggu sampai 20 minggu penderita merasakan rahimnya semakin mengecil, tanda-tanda kehamilan sekunder pada payudara mulai menghilang.
-TFU kurang dari umur kehamilan
-Dilatasi serviks (-)
- tes kehamilan urin negatif setelah 1 minggu dari terhentinya pertumbuhan kehamilan.
- USG : gestasional sac (+), fetal plate (+), fetal movement (-), fetal heart movement (-)
Mola hidatidosa
-Tanda kehamilan (+)
-Terdapat banyak atau sedikit gelembung mola
-Perdarahan banyak / sedikit
-Nyeri perut (+) ringan
-Mual - muntah (+)
-TFU lebih dari umur kehamilan
-Terdapat banyak atau sedikit gelembung mola
-DJJ (-)
- tes kehamilan urin masih positif
(Kadar HCG lebih dari 100,000 mIU/mL)
- USG : adanya pola badai salju (Snowstorm).
Blighted ovum
-Perdarahan berupa flek-flek
-Nyeri perut ringan
-Tanda kehamilan (+)
-TFU kurang dari usia kehamilan
-OUE menutup
- tes kehamilan urin positif
- USG : gestasional sac (+), namun kosong (tidak terisi janin).
KET -Nyeri abdomen (+)
-Tanda kehamilan (+)
-Nyeri abdomen (+)-Tanda-tanda syok
(+/-) : hipotensi, pucat, ekstremitas
- Lab darah : Hb rendah, eritrosit dapat meningkat, leukosit dapat
10
-Perdarahan pervaginam (+/-)
dingin.-Tanda-tanda akut
abdomen (+) : perut tegang bagian bawah, nyeri tekan dan nyeri lepas dinding abdomen.
-Rasa nyeri pada pergerakan servik.
-Uterus dapat teraba agak membesar dan teraba benjolan disamping uterus yang batasnya sukar ditentukan.
-Cavum douglas menonjol berisi darah dan nyeri bila diraba
meningkat.- Tes kehamilan
positif- USG : gestasional
sac diluar cavum uteri.
2.9. Penatalaksanaan
Terlebih dahulu dilakukan penilaian mengenai keadaan pasien dan diperiksa
apakah ada tanda-tanda syok. Penatalaksanaan abortus spontan dapat dilakukan dengan
menggunakan teknik pembedahan maupun medis. Teknik pembedahan dapat dilakukan
dengan pengosongan isi uterus baik dengan cara kuretase maupun aspirasi vakum.
Induksi abortus dengan tindakan medis menggunakan preparat antara lain : oksitosin
intravenus, larutan hiperosmotik intraamnion seperti larutan salin 20% atau urea 30%,
prostaglandin E2, F2a dan analog prostaglandin yang dapat berupa injeksi intraamnion,
injeksi ekstraokuler, insersi vagina, injeksi parenteral maupun per oral, antiprogesteron -
RU 486 (mefepriston), atau berbagai kombinasi tindakan tersebut diatas.
Pada kasus-kasus abortus inkomplit, dilatasi serviks sebelum tindakan kuretase
sering tidak diperlukan. Pada banyak kasus, jaringan plasenta yang tertinggal terletak
secara longgar dalam kanalis servikalis dan dapat diangkat dari ostium eksterna yang
sudah terbuka dengan memakai forsep ovum atau forsep cincin. Bila plasenta
seluruhnya atau sebagian tetap tertinggal di dalam uterus, induksi medis ataupun
11
tindakan kuretase untuk mengevakuasi jaringan tersebut diperlukan untuk mencegah
terjadinya perdarahan lanjut. Perdarahan pada abortus inkomplit kadang-kadang cukup
berat, tetapi jarang berakibat fatal. Evakuasi jaringan sisa di dalam uterus untuk
menghentikan perdarahan dilakukan dengan cara:
1. Evakuasi dapat dilakukan secara digital atau cunam ovum untuk mengeluarkan hasil
konsepsi yang keluar melalui serviks. Jika pendarahan berhenti, beri ergometrin 0,2 mg
intramuskular atau misoprostol 400 mcg per oral.
2. Evakuasi hasil konsepsi dengan:
· Aspirasi Vakum merupakan metode evakuasi yang terpilih.
Evakuasi dengan kuret tajam sebaiknya dilakukan jika aspirasi vakum manual tidak
tersedia.
· Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera, beri ergometrin 0,2 mg intramuskular
(diulangi setelah 15 menit jika perlu) atau misoprostol 400 mcg per oral (dapat diulangi
setelah 4 jam jika perlu).
2.9. Prognosis
Abortus inkomplit yang di evakuasi lebih dini tanpa disertai infeksi memberikan
prognosis yang baik terhadap ibu.
12
BAB 3LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. N
Umur : 28 tahun
Alamat : Kopang Komal 1/1 Arjasa, Jember
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
No. RM : 06.83.42
MRS : 02 Februari 2015 (pkl 17.15 wib)
HPHT : 10 Desember 2014
HPL : 17 September 2015
13
A. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Keluar darah dari jalan lahir
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien merasa hamil 3 bulan. Tadi pagi pasien pukul 06.00 (02-03-2015) pasien
mengeluarkan darah beserta gumpalan-gumpalan seperti daging dalam jumlah cukup
banyak. Pukul 13.30 pasien dibawa ke Puskesmas Arjasa. Teraba jaringan saat
pemeriksaan dalam. Lalu pukul 16.30 pasien dirujuk ke RS dr Soebandi karena
perdarahan banyak.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Hipertensi (-), Diabetes Melitus (-), Asma (-)
4. Riwayat Penyakit Keluarga dan Sosial
Ibu pasien pernah mengalami hal yang sama.
Suami pasien merokok.
5. Riwayat Pengobatan
(-)
6. Riwayat Menarche
Usia 15 tahun
7. Riwayat Menstruasi
7 hari/ teratur/ dismenorea (-)
8. Riwayat Marital
Menikah selama 9 tahun sejak usia 19 tahun
9. Riwayat Obstetri
I. Perempuan/8 tahun/RS/spontan/3600 gram
II. Hamil saat ini
10. Riwayat KB
Suntik 3 bulan. Selama 2 tahun, berhenti 1 tahun yang lalu
11. Riwayat ANC
Pasien periksa ke Bidan 1x selama kehamilan
14
B. Pemeriksaan Fisik
• Status Generalis
– Keadaan umum : Cukup
– Kesadaran : Kompos mentis
– Vital Sign :
Tekanan Darah : 100/60 mmHg
Nadi : 90 x/menit
Frekuensi nafas : 22 x/menit
Suhu axila : 36,2oC
– Kepala
• Mata : konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik
• Hidung : tidak ada sekret, tidak ada darah
• Mulut : tidak sianosis
• Telinga : tidak ada sekret, tidak ada darah
– Leher
• Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening dan kelenjar tyroid
Thoraks
Cor
– Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
– Palpasi : iktus kordis tidak teraba
– Perkusi : redup, batas jantung tidak melebar
– Auskultasi : S1S2 tunggal
Pulmo
– Inspeksi : simetris
– Palpasi : fremitus raba positif kedua lapang paru
– Perkusi : sonor
– Auskultasi : vesikular di kedua lapang paru, tidak ada
wheezing maupun rhonki.
15
STATUS OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
• Payudara : papila mamae menonjol, hiperpigmentasi papila mamae
-/-, colostrum
• Abdomen:
Inspeksi : striae -, cembung, pendulum (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal, DJJ: (-)
Perkusi : timpani
Palpasi : soepel, tinggi fundus uteri tidak teraba
• Genitalia:
– Vulva dbn
– Vagina : laserasi (-), mass (-)
– Inspekulo : porsio rata, tidak bedungkul, fluksus (+),
leukorea (-)
– VT : dinding vagina rata, licin tidak berdungkul, porsio
permukaan rata licin tidak ada masa, pembukaan 1 cm, teraba jaringan
– Bimanual : tidak ditemukan masa di uterus, nyeri (-),
besar uterus 8 cm
• Ekstremitas:
Akral hangat di keempat ekstremitas, terdapat oedem di ekstremitas bawah.
Assesment
Abortus Inkomplit dengan Anemia
Planning Diagnostik
Lab: DL, plano test
USG
Terapi
Infus RL 20 tpm
Inj Cefotaxime 2x1 gram
16
Monitoring
Observasi TTV
Observasi perdarahan
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium 02 Februari 2015
PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL
Hematologi Lengkap
Hemoglobin 8,4 12,0-16,0
Leukosit 9,2 4,5-11,0
Hematokrit 23,9 36-46
Trombosit 240 150-450
Faal Hati
SGOT 12 10-31
SGPT 11 9-36
Gula Darah
Glukosa sewaktu 101 <200
Faal Ginjal
Kreatinin Serum 0,7 0,5-1,1
BUN 5 6-20
Hasil USG :
- Ada abortus
- Ada sisa jaringan
17
FOLLOW UP HARI 2
(03 Februari 2015, 06.00)
Subjektif: perut mules
Objektif:
Keadaan umum : cukup
Kesadaran : composmentis
Tekanan darah : 110/60 mmHg
Nadi : 77x/menit
RR : 18x/menit
Tax : 35,8
Thorax :cor s1 s2 tunggal
Pulmo vesikuler +/+ Wheezing -/- rhonki -/-
Abdomen :
Inspeksi : Cembung, bekas operasi (-)
Auskultasi : BU +
Perkusi : timpani
Palpasi : TFU tidak teraba, nyeri tekan (-)
Genitalia : perdarahan (+) sedikit
18
Ekstremitas : akral hangat dikeempat ekstremitas dan tidak didapatkan edema di
keempat ekstremitas
Assesment:
Abortus Inkomplete dengan Anemia
Planning:
Observasi TTV
Observasi perdarahan
Inj. Cefotaxime 2x1 gram
Tranfusi WB
Digital gagal
19
FOLLOW UP HARI 3
(4 Februari 2015, 06.00)
Subjektif: tidak ada keluhan
Objektif:
Keadaan umum : cukup
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi : 80x/menit
RR : 22x/menit
Tax : 36,1
Thorax :cor s1 s2 tunggal
Pulmo vesikuler +/+ Wheezing -/- rhonki -/-
Abdomen :
Inspeksi : Cembung, bekas operasi (-)
Auskultasi : BU +
Perkusi : timpani
Palpasi : TFU tidak teraba
Genitalia : fluxus (+) sedikit
Ekstremitas : akral hangat dikeempat ekstremitas dan tidak didapatkan edema di
keempat ekstremitas
Assesment:
Abortus Inkomplit dengan Anemia
Planning:
Observasi perdarahan
Inj. Cefotaxime 3x1 gram
Hb 8,4 transfusi 2 kolf
20
FOLLOW UP HARI 4
(5 Februari 2015, 06.00)
Subjektif: tidak ada keluhan
Objektif:
Keadaan umum : cukup
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80x/menit
RR : 18x/menit
Tax : 36,7
Thorax :cor s1 s2 tunggal
Pulmo vesikuler +/+ Wheezing -/- rhonki -/-
Abdomen :
Inspeksi : Cembung, bekas operasi (-)
Auskultasi : BU +
Perkusi : timpani
Palpasi : TFU tidak teraba
Genitalia : fluxus (+) sedikit
Ekstremitas : akral hangat dikeempat ekstremitas dan tidak didapatkan edema di
keempat ekstremitas
Assesment:
Abortus Inkomplit
Planning:
Observasi perdarahan
Inj. Cefotaxime 3x1 gram
Pro kuretase
21
TINDAKAN
Telah dilakukan kuretase oleh dr. Yonas, sp.OG. ditemukan jaringan 5 cc pada pukul
10.15
Assesment:
Post kuretase e.c Abortus Inkomplit H0
Planning:
Cefadroxyl 3x500 mg
Asam mefenamat 3x500 mg
Metil Ergometrin 3x1
Observasi 2 jam post partum perdarahan (-) boleh pulang
22
BAB 4
PEMBAHASAN
Pasien Ny. N usia 28 tahun datang ke IGD dr. Soebandi 02 Februari 2015 pukul 17.15
dengan keluhan utama keluar darah dari jalan lahir. Setelah melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang maka didapatkan diagnosis abortus inkomplit. Diagnosis abortus
inkomplit didapatkan dari pemeriksaan fisik berupa TFU yang tidak sesuai dengan kehamilan dan
pemeriksaan penunjang USG yang memperlihatkan adanya jaringan sisa pada kavum uteri.
Pada pemeriksaan fisik secara umum dalam batas normal, baik pemeriksaan tanda vital,
maupun status generalisata dari pasien. Pada pasien tidak didapatkan adanya tanda-tanda infeksi. Suhu
pasien normal yaitu 36,50C.
Pada abortus inkomplit tidak ada nyeri tekan ataupun tanda cairan bebas seperti
yang terlihat pada kehamilan ektopik yang terganggu. Pemeriksaan dengan
menggunakan spekulum akan memperlihatkan adanya dilatasi serviks, mungkin disertai
dengan keluarnya jaringan konsepsi atau gumpalan-gumpalan darah.
Penatalaksanaan
Pada kasus ini, keadaan umum pasien anemis sehingga diperlukan penambahan darah. Pasien
diterapi dengan infuse RL dan Cefotaxime untuk mencegah adanya infeksi. Serta dilakukan kuretase
pada tgl 5 Februari 2015
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Wibowo B. Wiknjosastro GH. Kelainan dalam Lamanya Kehamilan. Dalam : Wiknjosastro GH, Saifuddin AB, Rachimhadhi T, editor. Hmu Kebidanan.Edisi 5. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo ; 2002 : hal.302 - 312.
2. Pedoman Diagnosis – Terapi Dan Bagian Alir Pelayanan Pasien, Lab/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana RS Sanglah Denpasar. 2003
3. Abortion. In : Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Bilstrap LC, Wenstrom KD, editors. William Obsetrics. 22nd ed. USA : The McGraw-Hills Companies, Inc ; 2005 : p. 231-247.
4. Abortion. In: Leveno KJ, et all. Williams Manual of Obstetrics. USA:McGraw-Hill Companies, 2003 : p. 45 – 55
5. Stovall TG. Early Pregnancy Loss and Ectopic Pregnancy. In : Berek JS, et all. Novak's Gynaecology. 13th ed. Philadelphia; 2002 : p. 507 - 9.
6. Saifudin AB, Wiknjosastro GH, Affandi B, Waspodo D. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2002.
7. Wiknjosastro GH, Saifflidin AB, Rachimadhi T. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirorahardjo, 2000.
8. Tien JC & Tan TYT. Non surgical intervensions for threatened and recurrent miscarriages. Singapore Med J, 2007; 48(12): 1074.
24