Abortus Inkomplit (Fix)

43
BAB I PENDAHULUAN Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Sampai saat ini janin yang terkecil yang dilaporkan dapat hidup diluar kandungan, mempunyai berat badan 297 gram waktu lahir. Akan tetapi karena jarangnya janin yang dilahirkan dengan berat badan dibawah 500 gram dapat hidup terus, maka abortus ditentukan sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 gram atau kurang dari 20 minggu. Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan. Abortus buatan adalah pengakhiran kehamilan sebelum 20 minggu akibat tindakan. Abortus terapeutik ialah abortus buatan yang dilakukan atas indikasi medik 1 . Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Abortus inkomplit sendiri merupakan salah satu bentuk klinis dari abortus spontan maupun sebagai komplikasi dari abortus provokatus kriminalis ataupun medisinalis. Insiden abortus inkompit sendiri belum diketahui secara pasti namun yang penting diketahui adalah sekitar 60% dari wanita hamil yang mengalami abortus inkomplit 1

description

ab in

Transcript of Abortus Inkomplit (Fix)

Page 1: Abortus Inkomplit (Fix)

BAB I

PENDAHULUAN

Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi sebelum

janin dapat hidup diluar kandungan. Sampai saat ini janin yang terkecil yang

dilaporkan dapat hidup diluar kandungan, mempunyai berat badan 297 gram

waktu lahir. Akan tetapi karena jarangnya janin yang dilahirkan dengan berat

badan dibawah 500 gram dapat hidup terus, maka abortus ditentukan sebagai

pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 gram atau kurang dari

20 minggu. Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan.

Abortus buatan adalah pengakhiran kehamilan sebelum 20 minggu akibat

tindakan. Abortus terapeutik ialah abortus buatan yang dilakukan atas indikasi

medik1.

Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada

kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus.

Abortus inkomplit sendiri merupakan salah satu bentuk klinis dari abortus spontan

maupun sebagai komplikasi dari abortus provokatus kriminalis ataupun

medisinalis. Insiden abortus inkompit sendiri belum diketahui secara pasti namun

yang penting diketahui adalah sekitar 60% dari wanita hamil yang mengalami

abortus inkomplit memerlukan perawatan rumah sakit akibat perdarahan yang

terjadi2,3,4.

Reproduksi manusia relatif tidak efisien, dan abortus adalah komplikasi

tersering pada kehamilan, dengan kejadian keseluruhan sekitar 15% dari

kehamilan yang ditemukan.3,4 Namun angka kejadian abortus sangat tergantung

pada riwayat obstetri terdahulu, dimana kejadiannya lebih tinggi pada wanita yang

sebelumnya mengalami keguguran daripada pada wanita yang hamil dan berakhir

dengan kelahiran hidup.4

Prevalensi abortus juga meningkat dengan bertambahnya usia, dimana

pada wanita berusia 20 tahun sebesar 12%, dan pada wanita diatas 45 tahun

sebesar 50%.4 Delapan puluh persen abortus terjadi pada 12 minggu pertama

1

Page 2: Abortus Inkomplit (Fix)

kehamilan.3

Abortus inkomplit memiliki komplikasi yang dapat mengancam

keselamatan ibu karena adanya perdarahan yang masif yang bisa menimbulkan

kematian akibat adanya syok hipovolemik apabila keadaan ini tidak mendapatkan

penanganan yang cepat dan tepat. Seorang ibu hamil yang mengalami abortus

inkomplit dapat mengalami guncangan psikis, tidak hanya pada ibu namun juga

pada keluarganya, terutama pada keluarga yang sangat menginginkan anak.

Mengenal lebih dekat tentang abortus inkomplit, menjadi penting bagi

para pelayan kesehatan agar mampu menegakkan diagnosis kemudian

memberikan penatalaksanaan yang sesuai dan akurat, serta mencegah terjadinya

komplikasi.

2

Page 3: Abortus Inkomplit (Fix)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi sebelum

janin dapat hidup diluar kandungan. Abortus adalah berakhirnya kehamilan

sebelum viabel, disertai atau tanpa pengeluaran hasil konsepsi. Sampai saat ini

janin yang terkecil dilaporkan dapat hidup diluar rahim, mempunyai berat badan

297 gram waktu lahir. Akan tetapi, karena jarangnya janin yang dilahirkan dengan

berat badan dibawah 500 gram dapat hidup terus maka abortus dapat ditentukan

sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin dapat mencapai berat 500 gram

atau kurang dari 20 minggu.1

Menurut World Health Organization (WHO), abortus didefinisikan

sebagai penghentian kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar kandungan atau

berat janin kurang dari 500 gram.

Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada

kehamilan sebelum 20 minggu dan masih ada sisa yang tertinggal di dalam uterus.

Abortus inkomplit sendiri merupakan salah satu bentuk klinis dari abortus spontan

maupun sebagai komplikasi dari abortus provokatus kriminalis ataupun

medisinalis1.

2.2 Epidemiologi

Insiden abortus inkomplit belum diketahui secara pasti, namun sekitar 60% dari

wanita hamil dirawat di rumah sakit dengan perdarahan akibat mengalami abortus

inkomplit. Abortus adalah komplikasi tersering pada kehamilan, dengan kejadian

keseluruhan sekitar 15% dari kehamilan yang ditemukan.3,4 Angka-angka tersebut

berasal dari data-data dengan sekurang-kurangnya ada dua hal yang selalu

berubah, kegagalan untuk menyertakan abortus dini yang tidak diketahui, dan

pengikutsertaan abortus yang ditimbulkan secara ilegal serta dinyatakan sebagai

3

Page 4: Abortus Inkomplit (Fix)

abortus spontan5.

Lebih dari 80% abortus terjadi dalam 12 minggu pertama kehamilan dan

angka tersebut kemudian menurun secara cepat pada umur kehamilan selanjutnya.

Anomali kromosom menyebabkan sekurang-kurangnya separuh dari abortus pada

trimester pertama, kemudian menurun menjadi 20-30% pada trimester kedua dan

5-10 % pada trimester ketiga5.

Resiko abortus spontan semakin meningkat dengan bertambahnya paritas

di samping dengan semakin lanjutnya usia ibu serta ayah. Frekuensi abortus yang

dikenali secara klinis bertambah dari 12% pada wanita yang berusia kurang dari

20 tahun, menjadi 26% pada wanita yang berumur di atas 40 tahun dan pada

wanita diatas 45 tahun adalah 50%. Untuk usia paternal yang sama, kenaikannya

adalah dari 12% menjadi 20%. Insiden abortus bertambah pada kehamilan yang

belum melebihi umur 3 bulan4,5,6.

2.3 Etiologi

Mekanisme pasti yang bertanggungjawab atas peristiwa abortus tidak selalu

tampak jelas. Pada beberapa bulan pertama kehamilan, ekspulsi hasil konsepsi

yang terjadi secara spontan hampir selalu didahului kematian embrio atau janin,

namun pada kehamilan beberapa bulan berikutnya, sering janin sebelum ekspulsi

masih hidup dalam uterus.

Kematian janin sering disebabkan oleh abnormalitas pada ovum atau zigot

atau oleh penyakit sistemik pada ibu, dan kadang-kadang mungkin juga

disebabkan oleh penyakit dari ayahnya5.

2.3.1 Perkembangan Zigot yang Abnormal

Abnormalitas kromosom merupakan penyebab dari abortus spontan. Sebuah

penelitian meta-analisis menemukan kasus abnormalitas kromosom sekitar 49%

dari abortus spontan. Trisomi autosomal merupakan anomali yang paling sering

ditemukan (52%), kemudian diikuti oleh poliploidi (21%) dan monosomi X

(13%)7'8 .

4

Page 5: Abortus Inkomplit (Fix)

Gambar 1. Kromosom trisomi2

2.3.2 Faktor Maternal

Biasanya penyakit maternal berkaitan dengan abortus euploidi. Peristiwa abortus

tersebut mencapai puncaknya pada kehamilan 13 minggu, dan karena saat

terjadinya abortus lebih belakangan, pada sebagian kasus dapat ditentukan etiologi

abortus yang dapat dikoreksi. Sejumlah penyakit, kondisi kejiwaan dan kelainan

perkembangan pernah terlibat dalam peristiwa abortus euploidi5.

a. Infeksi

Organisme seperti Treponema pallidum, Chlamydia trachomatis, Neisseria

gonorhoeae, Streptococcus agalactina, virus herpes simplek, cytomegalovirus

Listeria monocytogenes dicurigai berperan sebagai penyebab abortus.

Toxoplasma juga disebutkan dapat menyebabkan abortus. Isolasi Mycoplasma

hominis dan Ureaplasma urealyticun dari traktus genetalia sebagaian wanita

yang mengalami abortus telah menghasilkan hipotesis yang menyatakan bahwa

infeksi mikoplasma yang menyangkut traktus genetalia dapat menyebabkan

abortus. Dari kedua organisme tersebut, Ureaplasma Urealyticum merupakan

penyebab utama5.

b. Penyakit-Penyakit Kronis yang Melemahkan

Pada awal kehamilan, penyakit-penyakit kronis yang melemahkan keadaan ibu

misalnya penyakit tuberculosis atau karsinomatosis jarang menyebabkan

abortus5'9.

5

Page 6: Abortus Inkomplit (Fix)

Hipertensi jarang disertai dengan abortus pada kehamilan sebelum 20

minggu, tetapi keadaan ini dapat menyebabkan kematian janin dan persalinan

prematur5'9. Diabetes maternal pernah ditemukan oleh sebagian peneliti sebagai

faktor predisposisi abortus spontan, tetapi kejadian ini tidak ditemukan oleh

peneliti lainnya5.

c. Pengaruh Endokrin

Kenaikan insiden abortus bisa disebabkan oleh hipertiroidisme, diabtetes

mellitus, dan defesiensi progesteron5'9. Diabetes tidak menyebabkan abortus

jika kadar gula dapat dikendalikan dengan baik. Defesiensi progesteron karena

kurangnya sekresi hormon tersebut dari korpus luteum atau plasenta

mempunyai hubungan dengan kenaikan insiden abortus. Karena progesteron

berfungsi mempertahankan desidua, defisiensi hormon tersebut secara teoritis

akan mengganggu nutrisi pada hasil konsepsi dan dengan demikian turut

berperan dalam peristiwa kematiannya5.

d. Nutrisi

Pada saat ini, malnutrisi umum yang sangat berat paling besar kemungkinanya

menjadi predisposisi meningkatnya kemungkinan abortus. Nausea serta

vomitus yang lebih sering ditemukan selama awal kehamilan dan setiap deplesi

nutrien yang ditimbulkan, jarang diikuti dengan abortus spontan. Sebagaian

besar mikronutrien pemah dilaporkan sebagai unsur yang penting untuk

mengurangi abortus spontan.

e. Obat-Obatan dan Toksin Lingkungan

Berbagai macam zat dilaporkan berhubungan dengan kenaikan insiden abortus.

Namun ternyata tidak semua laporan ini mudah dikonfirmasikan.

f. Faktor-faktor Imunologis

Faktor imunologis yang telah terbukti signifikan dapat menyebabkan abortus

spontan yang berulang antara lain: lupus anticoagulant (LAC) dan antibodi

anti cardiolipin (ACA) yang mengakibatkan destruksi vaskuler, trombosis,

abortus serta destruksi plasenta.

6

Page 7: Abortus Inkomplit (Fix)

g. Gamet yang Menua

Baik umur sperma maupun ovum dapat mempengaruhi angka insiden abortus

spontan. Insiden abortus meningkat terhadap kehamilan yang berhasil bila

inseminasi terjadi empat hari sebelum atau tiga hari sesudah peralihan

temperatur basal tubuh, karena itu disimpulkan bahwa garnet yang bertambah

tua di dalam traktus genitalis wanita sebelum fertilisasi dapat menaikkan

kemungkinan terjadinya abortus. Beberapa percobaan binatang juga selaras

dengan hasil observasi tersebut5,7.

h. Laparotomi

Trauma akibat laparotomi kadang-kadang dapat mencetuskan terjadinya

abortus. Pada umumnya, semakin dekat tempat pembedahan tersebut dengan

organ panggul, semakin besar kemungkinan terjadinya abortus. Meskipun

demikian, sering kali kista ovarii dan mioma bertangkai dapat diangkat pada

waktu kehamilan. Peritonitis dapat menambah besar kemungkinan abortus.

i. Trauma Fisik dan Trauma Emosional

Kebanyakan abortus spontan terjadi beberapa saat setelah kematian embrio

atau kematian janin. Jika abortus disebabkan khususnya oleh trauma,

kemungkinan kecelakaan tersebut bukan peristiwa yang baru terjadi tetapi lebih

merupakan kejadian yang terjadi beberapa minggu sebelum abortus. Abortus

yang disebabkan oleh trauma emosional bersifat spekulatif, tidak ada dasar

yang mendukung konsep abortus dipengaruhi oleh rasa ketakutan marah

ataupun cemas5,7,9.

j. Kelainan Uterus

Kelainan uterus dapat dibagi menjadi kelainan akuisita dan kelainan yang

timbul dalam proses perkembangan janin, defek duktus mulleri yang dapat

terjadi secara spontan atau yang ditimbulkan oleh pemberian dietilstilbestrol

(DES)5,7. Cacat uterus akuisita yang berkaitan dengan abortus adalah

leiomioma dan perlekatan intrauteri. Leiomioma uterus yang besar dan

majemuk sekalipun tidak selalu disertai dengan abortus, bahkan lokasi

leiomioma tampaknya lebih penting daripada ukurannya.

7

Page 8: Abortus Inkomplit (Fix)

Mioma submokosa, tapi bukan mioma intramural atau subserosa, lebih

besar kemungkinannya imtuk menyebabkan abortus. Namun demikian,

leiomioma dapat dianggap sebagai faktor kausatif hanya bila hasil pemeriksaan

klinis lainnya temyata negatif dan histerogram menunjukkan adanya defek

pengisian dalam kavum endometrium. Miomektomi sering mengakibatkan

jaringan parut uterus yang dapat mengalami ruptur pada kehamilan berikutnya,

sebelum atau selama persalinan.

Perlekatan intrauteri (sinekia atau sindrom Ashennan) paling sering

terjadi akibat tindakan kuretase pada abortus yang terinfeksi atau pada missed

abortus atau mungkin pula akibat komplikasi postpartum. Keadaan tersebut

disebabkan oleh destruksi endometrium yang sangat luas. Selanjutnya keadaan

ini mengakibatkan amenore dan abortus habitualis yang diyakini terjadi akibat

endometrium yang kurang memadai untuk mendukung implatansi hasil

pembuahan.

k. Inkompetensi serviks

Kejadian abortus pada uterus dengan serviks yang inkompeten biasanya terjadi

pada trimester kedua. Ekspulsi jaringan konsepsi terjadi setelah membran

plasenta mengalami ruptur pada prolaps yang disertai dengan balloning

membran plasenta ke dalam vagina.

2.3.3 Faktor Paternal

Hanya sedikit yang diketahui tentang peranan faktor paternal dalam proses

timbulnya abortus spontan. Translokasi kromosom dalam sperma dalam

menimbulkan zigot yang mendapat bahan kromosom terlalu sedikit atau terlalu

banyak dapat menyebabkan abortus5,7.

2.4 Patogenesis

Setiap abortus spontan pada mulanya didahului oleh proses perdarahan dalam

desidua basalis kemudian diikuti oleh proses nekrosis pada jaringan sekitar daerah

yang mengalami perdarahan itu. Dengan demikian konseptus terlepas sebagian

atau seluruhnya dari tempat implantasinya. Konseptus yang telah lepas dari

8

Page 9: Abortus Inkomplit (Fix)

perlekatannya merupakan benda asing di dalam uterus dan merangsang rahum

untuk berkontraksi. Rangsangan yang terjadi semakin lama semakin bertambah

kuat dan terjadilah his yang memeras isi rahim keluar.

Pada keguguran yang terjadi sebelum kehamilan kurang dari 8 minggu

pelepasannya dapat terjadi sempurna sehingga terjadi abortus kompletus oleh

karena villi koreales belum tumbuh terlalu mendalam ke dalam lapisan desidua.

Pada kehamilan antara 8-14 minggu villi koriales menembus desidua lebih

dalam sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna oleh karena villi

koriales telah tumbuh dan menembus lapisan desidua jauh lebih tebal sehingga

ada bagian yang terisa melekat pada dinding rahim dan terjadilah abortus

inkomplit. yang dapat menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih

dari 14 minggu umumnya yang mula-mula dikeluarkan setelah ketuban pecah

adalah janin, disusul kemudian oleh plasenta yang telah lengkap terbentuk. Sisa

abortus yang tertahan didalam mengganggu kontraksi rahim yang menyebabkan

pengeluaran darah yang lebih banyak. Perdarahan tidak banyak jika plasenta

segera terlepas dengan lengkap1,5,9.

2.5 Gambaran klinis

Gejala umum yang merupakan keluhan utama berupa perdarahan pervaginam

derajat sedang sampai berat disertai dengan kram pada perut bagian bawah,

bahkan sampai ke punggung. Janin kemungkinan sudah keluar bersama-sama

plasenta pada abortus yang terjadi sebelum minggu ke-10, tetapi sesudah usia

kehamilan 10 minggu, pengeluaran janin dan plasenta akan terpisah. Bila plasenta,

seluruhnya atau sebagian tetap tertinggal dalam uterus, maka pendarahan cepat

atau lambat akan terjadi dan memberikan gejala utama abortus inkompletus.

Sedangkan pada abortus dalam usia kehamilan yang lebih lanjut, sering

pendarahan berlangsung amat banyak dan kadang-kadang masif sehingga terjadi

hipovolemik berat5'7.

9

Page 10: Abortus Inkomplit (Fix)

2.6 Diagnosis

Diagnosis abortus inkomplit ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan

fisik serta dilengkapi dengan pemeriksaan penunjang.

Anamnesa akan menunjukkan pasien mengeluarkan flek-flek atau

mengalami perdarahan pervaginam yang banyak, yang disertai dengan nyeri perut

bagian bawah yang hebat. Pasien juga dapat mengeluh mengeluarkan darah yang

bergumpal dan sesuatu yang menyerupai daging.

Pemeriksaan fisik mengenai status ginekologis meliputi pemeriksaan

abdomen, inspikulo dan vaginal toucher (VT).

1. Palpasi tinggi fundus uteri pada abortus inkomplit dapat sesuai dengan umur

kehamilan atau lebih rendah. Palpasi akan mendapatkan tinggi fundus uteri

yang sesuai dengan umur kehamilan atau lebih rendah dan terasa lunak. Tidak

ada nyeri tekan maupun tanda-tanda cairan bebas.

2. Melalui inspekulo terlihat adanya dilatasi serviks yang mungkin disertai

dengan keluarnya jaringan konsepsi atau gumpalan-gumpalan darah. Pemeriksa

juga mungkin dapat melihat adanya jaringan yang tertinggal dalam vagina.

Bimanual palpasi untuk menentukan besar dan bentuk uterus perlu dilakukan

sebelum memulai tindakan evakuasi sisa hasil konsepsi yang masih tertinggal.

Menentukan ukuran sondase uterus juga penting dilakukan untuk menentukan

jenis tindakan yang sesuai4.

3. Vaginal toucher (VT) akan mendapatkan terbukanya kanalis servikalis dan

teraba jaringan di dalamnya.

Pemeriksaan penunjang berupa ultrasonografi (USG) akan menunjukkan

adanya sisa jaringan dalam uterus berupa gambaran ekogenik.

2.7 Diagnosis banding

Diagnosis banding dari abortus inkomplit adalah:

a. Kehamilan ektopik terganggu

Kehamilan ektopik adalah kehamilan ovum yang dibuahi berimplantasi dan

tumbuh di tempat yang tidak normal, termasuk kehamilan servikal dan

kehamilan kornual.

10

Page 11: Abortus Inkomplit (Fix)

Diagnosis kehamilan ektopik terganggu :

o Bercak perdarahan hingga perdarahan sedang

o Serviks tertutup

o Uterus sedikit membesar dari usia kehamilan normal

o Gejala/tanda: limbung atau pingsan, nyeri perut bawah, nyeri goyang porsio,

massa adneksa, dan cairan bebas intra abdomen.

b. Mola hidatidosa

Mola hidatidosa adalah perdarahan pervaginam, yang muncul pada 20 minggu

kehamilan biasanya berulang dari bentuk spotting sampai dengan perdarahan

banyak. Pada kasus dengan perdarahan banyak sering disertai dengan

pengeluaran gelembung dan jaringan mola.14 Dan pada pemeriksaan fisik dan

USG tidak ditemukan ballotement dan detak jantung janin.

Diagnosis mola hidatidosa:

Perdarahan sedang hingga masif (banyak)

Serviks terbuka

Uterus lunak dan lebih besar dari usia kehamilan

Gejala/tanda: mual/muntah, kram perut bawah, sindrom mirip pre

eklampsia, tidak ada janin, dan keluar jaringan seperti anggur.

2.8 Penatalaksanaan

Terlebih dahulu dilakukan penilaian mengenai keadaan pasien dan diperiksa

apakah ada tanda-tanda syok. Penatalaksanaan abortus spontan dapat dilakukan

dengan menggunakan teknik pembedahan maupun medis.

Teknik pembedahan dapat terdiri dari dilatasi serviks yang diikuti dengan

pengosongan isi uterus baik dengan cara kuretase, aspirasi vakum, dilatasi dan

evakuasi, maupun dilatasi dan ekstrasi, teknik induksi haid, dan laparotomi yang

dapat dilakukan dengan histerotomi maupun histerektomi.

Induksi abortus dengan tindakan medis menggunakan preparat antara lain

oksitosin intravenus, larutan hiperosmotik intraamnion seperti larutan salin 20%

atau urea 30%, prostaglandin Ez, F2a dan analog prostaglandin yang dapat berupa

11

Page 12: Abortus Inkomplit (Fix)

injeksi intraamnion, injeksi ekstraokuler, insersi vagina, injeksi parenteral maupun

per oral, antiprogesteron - RU 486 (meferiston), atau berbagai kombinasi tindakan

tersebut diatas.

Pada kasus-kasus abortus inkomplit, dilatasi serviks sebelum tindakan

kuretase sering tidak diperlukan. Pada banyak kasus, jaringan plasenta yang

tertinggal terletak secara longgar dalam kanalis servikalis dan dapat diangkat dari

ostium ekstema yang sudah terbuka dengan memakai forsep ovum atau forsep

cincin. Bila plasenta seluruhnya atau sebagian tetap tertinggal di dalam uterus,

induksi medis ataupun tindakan kuretase untuk mengevakuasi jaringan tersebut

diperlukan untuk mencegah terjadinya perdarahan lanjut.

Perdarahan pada abortus inkomplit kadang-kadang cukup berat, tetapi jarang

berakibat fatal5. Evakuasi jaringan sisa di dalam uterus untuk menghentikan

perdarahan dilakukan dengan cara13:

1. Jika perdarahan tidak seberapa banyak dan kehamilan kurang dari 16 minggu,

evakuasi dapat dilakukan secara digital atau cunam ovum untuk mengelaurkan

hasil konsepsi yang keluar melalui serviks. Jika pendarahan berhenti, beri

ergometrin 0,2 mg intramuskular atau misoprostol 400 mcg per oral.

2. Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung dan usia kehamilan kurang dari

16 minggu, evakuasi hasil konsepsi dengan:

Aspirasi vakum merupakan metode evakuasi yang terpilih. Evakuasi dengan

kuret tajam sebaiknya dilakukan jika aspirasi vakum manual tidak tersedia.

Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera, beri ergometrin 0,2 mg

intramuskular (diulangi setelah 15 menit jika perlu) atau misoprostol 400

mcg per oral (dapat diulangi setelah 4 jam jika perlu).

3. Jika kehamilan lebih dari 16 minggu:

Berikan infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml cairan intravena (garam

fisiologis atau Ringer Laktat) dengan kecepatan 40 tetes per menit sampai

terjadi ekspulsi hasil konsepsi.

Jika perlu berikan misoprostol 200 mcg pervaginam setiap 4 jam sampai

terjadi ekspulsi hasil konsepsi (maksimal 800 mcg).

Evakuasi sisa hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus.

12

Page 13: Abortus Inkomplit (Fix)

Teknik kuretase dengan penyedotan (aspirasi vakum) sangat bermanfaat

untuk mengosongkan uterus, dilakukan dengan menyedot isi uterus menggunakan

kanula yang terbuat dari bahan plastik atau metal dengan tekanan negatif.

Tekanan negatif dapat menggunakan pompa vakum listrik atau dengan syringe

pump 60 ml. Aspirasi vakum merupakan prosedur pilihan yang lebih aman jika

dibandingkan dengan teknik kuretase tajam, digunakan pada kehamilan kurang

dari 12 minggu, dapat dilakukan hanya dengan atau tanpa analgesia lokal pada

serviks maupun analgesia sistemik sedang. Aplikasi aspirasi vakum bahkan dapat

dilakukan sampai pada umur kehamilan 15 minggu, tergantung pada ketrampilan

dan pengalaman operator. Complete abortion rate aspirasi vakum berkisar antara

95-100%. Metode ini merupakan metode pilihan untuk mengatasi abortus

inkomplit.

Evakuasi jaringan sisa dapat dilakukan secara lengkap dalam waktu 3-10

menit3,5. Sebelum melakukan tindakan kuretase, pasien, tempat dan alat kuretase

disiapkan terlebih dahulu. Pada pasien yang mengalami syok, atasi syok terlebih

dahulu. Kosongkan kandung kencing, selanjutnya dapat diberikan anestesi (jika

diperlukan). Lakukan pemeriksaan ginekologik ulang untuk menentukan besar

dan bentuk uterus, kemudian lakukan tindakan antisepsis pada ginitalia ekstema,

vagina dan serviks. Spekulum vagina dipasang dan selanjutnya serviks

dipresentasikan dengan tenakulum. Uterus disoride dengan hati-hati untuk

menentukan besar dan arah uterus. Masukan kanula yang sesuai dengan dalam

kavum uteri melalui serviks yang telah berdilatasi (tersedia ukuran kanula dari 4

mm sampai 12 mm). Selanjutnya kanula dihubungkan dengan aspirator (60 Hg

pada aspirator listrik atau 0,6 atm pada syringe). Kanula digerakkan perlahan-

lahan dari atas kebawah dan sebaliknya, sambil diputar 360°. Bila kavum uteri

sudah bersih dari jaringan konsepsi, akan terasa dan terdengar gesekan kanula

dengan miometrium yang kasar, sedangkan dalam botol penampung jaringan akan

timbul gelembung udara. Pasca tindakan tanda-tanda vital diawasi selama 15-30

menit tanpa anestesi dan selama 1-2 jam bila dengan anestesi umum. Pemeriksaan

lanjut dapat dilakukan 1 - 2 minggu kemudian13.

13

Page 14: Abortus Inkomplit (Fix)

Penatalaksanaaan abortus dengan teknik medis dibuktikan aman dan efektif.

Efikasi terapi mifepriston dengan misoprostol dilaporkan sebesar 98% pada

kehamilan trimester pertama awal. Namun demikian, pada abortus inkomplit,

metode ini tidak memberikan keuntungan yang signifikan. Untuk mencapai

ekspulsi spontan yang lengkap dengan terapi prostaglandin (misoprostol)

diperlukan waktu rata-rata selama 9 hari. Regimen mefepriston, antiprogesteron

digunakan secara luas, bekeria dengan cara mengikat reseptor progesteron,

sehingga terjadi inhibisi efek progesteron untuk menjaga kehamilan. Dosis yang

digunakan 200 mg. Kombinasi selanjutnya (36-48 jam) dengan pemberian

prostaglandin 800 μg insersi vagina mengakibatkan kontraksi uterus lebih lanjut

yang kemudian diikuti dengan ekspulsi jaringan konsepsi.

Efek yang terjadi pada terapi dengan obat-obatan ini berupa kram pada perut

yang disertai dengan perdarahan yang menyerupai menstruasi namun dengan fase

yang memanjang, selama 9 hari bahkan dapat terjadi selama 45 hari.

Kontraindikasi penggunaan obat-obat tersebut adalah pada keadaan dengan gagal

ginjal akut, kelainan fungsi hati, perdarahan abnormal, perokok berat dan alergi3.

2.9 Prognosis

Abortus inkomplit yang dievakuasi lebih dini tanpa disertai infeksi memberikan

prognosis yang baik terhadap ibu. Kecuali adanya inkompetensi serviks, angka

kesembuhan yang terlihat sesudah mengalami tiga kali abortus spontan akan

berkisar antara 70 dan 85% tanpa tergantung pada pengobatan yang dilakukan 5,9.

2.10 Komplikasi

Abortus inkomplit yang tidak ditangani dengan baik dapat mengakibatkan syok

akibat perdarahan hebat dan terjadinya infeksi akibat retensi sisa hasil konsepsi

yang lama didalam uterus5. Sinekia intrauterine dan infertilitas juga merupakan

komplikasi dari abortus.

Komplikasi yang dapat terjadi akibat tindakan kuretase adalah:

1. Dapat terjadi refleks vagal yang menimbulkan muntah-muntah, bradikardi

dan cardiac arrest.

14

Page 15: Abortus Inkomplit (Fix)

2. Perforasi uterus yang dapat disebabkan oleh sonde atau dilatator. Bila

perforasi oleh kanula, segera diputuskan hubungan kanula dengan aspirator.

Selanjutnya kavum uteri dibersihkan sedapatnya. Pasien diberikan antibiotika

dosis tinggi. Biasanya pendarahan akan berhenti segera. Bila ada keraguan,

pasien dirawat.

3. Serviks robek yang biasanya disebabkan oleh tenakulum. Bila pendarahan

sedikit dan berhenti, tidak perlu dijahit.

4. Pendarahan yang biasanya disebabkan sisa jaringan konsepsi. Pengobatannya

adalah pembersihan sisa jaringan konsepsi.

5. Infeksi dapat terjadi sebagai salah satu komplikasi. Pengobatannya berupa

pemberian antibitoka yang sensitif terhadap kuman aerobik maupun

anaerobik. Bila ditemukan sisa jaringan konsepsi, dilakukan pembersihan

kavum uteri setelah pemberian antibiotika profilaksis minimal satu hari.

15

Page 16: Abortus Inkomplit (Fix)

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Penderita

Nama : KA

Umur : 17 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Hindu

Alamat : Banjar dinas Sumber Bunga, Desa Sumber Kima

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Status Perkawinan : Menikah

Tanggal MRS : 5 September 2013 ( 19.00 wita)

3.2 Anamnesis

Keluhan Utama:

Perdarahan pervaginam

Perjalanan Penyakit:

Pasien datang dengan keluhan perdarahan pervaginam sejak satu hari sebelum

masuk rumah sakit (04/09/13) dan dikatakan bahwa perdarahan awalnya berupa

flek-flek yang warnanya merah kecoklatan, kemudian bertambah berat sejak tadi

sore (05/09/2013) (± pk 16.00) sebelum masuk rumah sakit dan keluar darah

berupa gumpalan. Pasien juga mengeluh nyeri pada perut bagian bawah. Nyeri

dirasakan bertambah keras setelah keluar flek. Tes kehamilan pada urin positif

sebulan yang lalu dilakukan di bidan. Riwayat trauma dan panas badan disangkal.

Riwayat menstruasi :

Menarche umur 15 tahun, dengan siklus teratur setiap 30 hari, lamanya 3-4 hari

tiap kali menstruasi.

Hari pertama haid terakhir 15/07/2013.

16

Page 17: Abortus Inkomplit (Fix)

R iwayat perkawinan :

Pasien menikah satu kali dengan suami yang sekarang selama ± 2 minggu.

Riwayat kehamilan :

1. Hamil ini

Riwayat KB :

Penderita tidak pernah memakai KB .

Riwayat penyakit dahulu :

Riwayat asma, penyakit jantung, hipertensi, diabetes melitus disangkal.

Riwayat penyakit dalam keluarga:

Riwayat keluhan yang sama dalam keluarga disangkal. Pasien menyangkal dalam

keluarganya terdapat penyakit-penyakit yang berkaitan dengan kehamilannya,

seperti asma, hipertensi, penyakit jantung, maupun diabetes mellitus

Riwayat Sosial:

Pasien menyangkal memiliki kebiasaan meminum alkohol maupun merokok.

3.3 Pemeriksaan Fisik

1. Status Present

Keadaan umum : baik Kesadaran : E4V5M6(CM)

Tekanan Darah : 120/80 mmHg Nadi : 84 x/menit

Respirasi : 20 x/menit Suhu tubuh : 36,6 °C

Tinggi badan : 156 cm Berat badan : 52 kg

2. Status General

Kepala : Mata : anemia -/-, ikterus -/-, isokor

Jantung : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)

Pulmo : Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : ~ status ginekologi

Ekstremitas : oedema tidak ada pada keempat ekstremitas

3. Status Ginekologi

Abdomen : Fundus uteri tidak teraba, nyeri tekan tidak ada, ascites tidak

ada, massa tidak ada.

17

Page 18: Abortus Inkomplit (Fix)

Inspekulo : v/v fl (-), flx (+), pØ (+), livide (+), jaringan (+)

VT : Flx (+), fl (-), pØ (+), jaringan (+), perdarahan aktif (-),

corpus uteri antefleksi b/c ~ 10~12 mgg, cavum douglasi

dalam batas normal.

3.4 Diagnosis Kerja

- Abortus inkomplit

3.5 Pemeriksaan Penunjang

Darah Lengkap (5/9/2013)

WBC : 12.0 K/Ul

RBC : 4.53 M/uL

HGB :13.2 g/dL

HCT : 38.4 %

PLT : 250 K/uL

BT : 1’57”

CT : 8’45”

3.6 Penatalaksanaan

Tx:

Kuretase

Cefadroxil 3x 500 mg

Asam Mefenamat 3x500mg

Methyl Ergometrin 3 x 0.125mg

SF 2 x 200mg

Mx:

o Observasi 2 jam post kuretase

o Keluhan

o Vital Sign

o Setelah observasi selama 2 jam, dan tampak keadaan pasien baik pasien

boleh pulang.

18

Page 19: Abortus Inkomplit (Fix)

KIE :

o Pasien dan Keluarga

o Kontrol ke poli kebidanan

19

Page 20: Abortus Inkomplit (Fix)

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Diagnosis

Seorang pasien wanita 17 tahun, Hindu, Bali datang dengan keluhan perdarahan

pervaginam sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit (04/09/13) dan dikatakan

bahwa perdarahan awalnya berupa flek-flek yang warnanya merah kecoklatan,

kemudian bertambah berat sejak tadi sore (05/09/2013) pukul 16.00 sebelum

masuk rumah sakit dan keluar darah berupa gumpalan. Pasien juga mengeluh

nyeri pada perut bagian bawah. Nyeri dirasakan bertambah keras setelah keluar

flek. Tes kehamilan pada urin positif sebulan yang lalu dilakukan di bidan.

Riwayat trauma dan panas badan disangkal.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan status present dan general normal,

pemeriksaan abdomen fundus uteri tidak teraba, nyeri tekan tidak ada, tanda

cairan bebas tidak ada, massa tidak ada. Dari pemeriksaan dalam didapatkan,

terdapat fluxus, pembukaan ostium uteri eksternum (OUE) dan tampak jaringan.

Pada pasien tersebut, dari anamnesis jelas didapatkan adanya keluhan telat

haid (hari pertama haid terakhir 15/07/2013) yang mendukung bahwa pasien

sedang hamil. Disamping itu telah dilakukan tes kencing di bidan dengan hasil

positif hamil. Selain adanya keluhan perdarahan pervaginam yang banyak berupa

gumpalan, serta keluhan nyeri perut bagian bawah dan tidak ada riwayat trauma

fisik. Berdasarkan data anamnesis tersebut, maka dapat dipikirkan adanya

kecurigaan terhadap gejala abortus, terlebih lagi pasien sedang dalam masa

reproduksi. Pada kasus ini, setelah dilakukan pemeriksaan dalam ternyata

didapatkan adanya pembukaan ostium uteri eksternum (OUE) dan teraba

massa/jaringan besar dan konsistensi uterus sesuai dengan usia kehamilam 8-9

minggu.

Berdasarkan gambaran klinis yang jelas inilah kemudian dapat ditegakkan

diagnosanya menjadi abortus inkomplit.

20

Page 21: Abortus Inkomplit (Fix)

Walaupun demikian jika hanya dari anamnesa saja mungkin cukup sulit

untuk dapat yakin bahwa itu merupakan suatu abortus inkomplit oleh karena

adanya keluhan perdarahan pervaginam pada kehamilan muda, selain abortus

inkomplit perlu juga dipikirkan kemungkinan lain seperti: kehamilan ektopik,

mola hidatidosa, dan kehamilan dengan kelainan pada pelvis. Untuk abortus itu

sendiri, masih harus dipikirkan berdasarkan mekanismenya apakah abortus

spontan atau abortus provokatus oleh karena penatalaksanaannya yang berbeda.

Kemungkinan lainnya yang harus disingkirkan adalah kehamilan ektopik,

namun pada kehamilan ektopik, nyeri merupakan keluhan utamanya. Apalagi jika

sudah terjadi kehamilan ektopik terganggu. Perdarahan pervaginam merupakan

tanda penting kedua yang dapat menandakan kematian janin, dimana perdarahan

tidak banyak dan berwarna coklat tua. Meskipun gejala klinisnya dapat bervariasi

dari perdarahan yang banyak dan tiba-tiba dalam rongga perut sampai gejala yang

tidak jelas, ada trias klasik yang sering didapatkan yaitu, amenore, perdarahan dan

nyeri abdomen.

Sedangkan kemungkinan yang paling jauh yang dapat dipikirkan adalah

adanya suatu mola hidatidosa. Yang dimaksud dengan mola hidatidosa adalah

kehamilan yang berkembang tidak wajar, dimana tidak ditemukan janin dan

hampir seluruh vili korealis mengalami perubahan hidrotik. Pada mola perdarahan

merupakan gejala utama, dimana sifat perdarahannya bisa intermitten, sedikit-

sedikit atau sekaligus banyak yang dapat menyebabkan syok. Pada kasus dengan

perdarahan yang banyak sering disertai dengan pengeluaran gelembung dari

jaringan mola. Pada pemeriksaan fisik, besar uterus tidak sesuai dengan usia

kehamilan (50% kasus menunjukkan besar uterus lebih dari usia kehamilan

sesungguhnya), tidak ditemukan balottement dan denyut jantung janin. Selain itu

pada permulaan kehamilan biasanya pasien mengalami hiperemesis gravidarum,

mual, muntah pusing dengan derajat keluhan yang lebih berat. Perkembangan

kehamilan adalah lebih pesat sehingga pada umumnya didapatkan uterus lebih

besar dari umur kehamilan.

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain adalah

pemeriksaan laboratorium berupa darah lengkap dan tes kehamilan, dan

21

Page 22: Abortus Inkomplit (Fix)

ultrasonografi (USG). Pada pemeriksaan darah lengkap, dapat ditemukan Hb yang

rendah akibat dari perdarahan yang bermakna, tapi pada kasus ini kadar Hb

penderita masih berada pada batas normal. Hitung sel darah putih dan laju endap

darah meningkat bahkan tanpa adanya infeksi. Menurunnya atau kadar plasma

yang rendah dari β-hCG adalah penanda kehamilan abnormal, baik blighted ovum,

abotus spontan, ataupun kehamilan ektopik.2

Pemeriksaan ultrasonografi (USG) transvaginal berguna untuk

mendokumentasikan kehamilan intrauterin. Pada abortus inkomplit, sakus

gestasional biasanya terlihat gepeng dan ireguler, material ekogenik yang

mewakili jaringan plasenta terlihat dalam kavum uteri.2 Akan tetapi pada kasus ini

tidak dikerjakan.

Berdasarkan uraian diatas maka diagnosis cenderung mengarah ke abortus

inkomplit, karena dari anamnesis dan pemeriksaan fisik ginekologi jelas

didapatkan gejala klinis yang sesuai dengan abortus inkomplit. Adanya diagnosis

banding yaitu abortus iminens, kehamilan ektopik dan mola dapat disingkirkan.

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan hematologi

rutin yaitu untuk mencari terutama kadar hemoglobin yang bertujuan dengan

mengetahui adanya kadar hemoglobin dibawah normal berarti pasien dalam

keadaan anemia yang salah satunya dapat disebabkan oleh adanya perdarahan

banyak. Pada kasus ini hasil dari laboratorium darah rutin didapatkan dalam batas

normal, sehingga tidak perlu ditakutkan adanya keadaan anemia. Pemeriksaan

penunjang lainnya, USG dapat pula menyingkirkan adanya kehamilan ektopik

atau suatu mola hidatidosa. Dengan pemeriksaan USG pada trimester awal

kehamilan, dapat diketahui kehamilan tersebut intra atau ekstra uteri. Sedangkan

pada kasus mola, dengan pemeriksaan USG, menunjukkan gambaran yang khas

yaitu berupa badai salju (snow flake pattern). Pada kasus ini ditemukan

pemeriksaan USG berupa gambaran hypo/hyperdense intrauterine. Bahwa massa

intrauterine berbentuk tidak beraturan.

22

Page 23: Abortus Inkomplit (Fix)

4.2 Faktor predisposisi atau etiologi

Mekanisme pasti yang bertanggungjawab atas peristiwa abortus tidak selalu

tampak jelas. Kematian janin sering disebabkan oleh abnormalitas pada ovum atau

zigot atau oleh penyakit sistemik pada ibu, dan kadang-kadang mungkin juga

disebabkan oleh faktor paternal seperti translokasi kromosom.

Berdasarkan anamnesis kejadian abortus ini adalah kejadian yang pertama

kalinya. Penyebab terjadinya abortus inkomplit pada pasien ini belum dapat

dipastikan. Penyebab lain yang dapat dipertimbangkan adalah faktor nutrisi,

faktor paternal, serta paparan obat-obatan dan toksin lingkungan.

Pada kasus abortus inkomplit ini mungkin dapat lebih diperdalam lagi

sehingga dapat diketahui etiologinya (eksplorasi kausa). Disamping itu, faktor-

faktor lainnya juga harus ditelusuri seperti ada tidaknya kelainan pada plasenta

(end arteritis vili korealis yang dapat dipicu oleh karena hipertensi menahun) serta

adanya penyakit pada ibu antara lain pneumoni, tifus abdominalis, malaria dan

anemia berat, yang juga dapat menyebabkan abortus. Ini sangatlah perlu untuk

memahami faktor-faktor resiko tersebut sehingga dapat membantu memberikan

konseling kepada pasien. Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) kepada

pasien merupakan komponen penting untuk memberikan penjelasan yang benar

dan dapat dipahami oleh pasien tentang apa yang ia alami. Oleh karena itu dapat

dianjurkan kepada pasien untuk dilakukannya eksplorasi kausa. Secara garis

besar, terjadinya suatu abortus dapat disebabkan oleh keadaan dari hasil konsepsi

itu sendiri (zygote), adanya penyakit kronis dan infeksi yang diderita oleh ibu,

pengaruh lingkungan misalnya lingkungan fisik (paparan radiasi tertentu, infeksi

oleh toksoplasma, rubela, cytomegalovirus/CMV dan herpes simplex (TORCH) atau

adanya riwayat penggunaan obat-obat tertentu yang bersifat teratogenik dan

adanya trauma fisik. Selain itu adanya gangguan hormonal/endokrin juga

dikatakan sebagai salah satu faktor yang berpengaruh.

Disamping itu juga perlu dipikirkan kemungkinan adanya gangguan pada

uterus berupa kelainan hormonal yang mempengaruhi endometrium, kelainan oleh

karena factor mekanik (adanya mioma submukus) serta kelainan anatomis (serviks

23

Page 24: Abortus Inkomplit (Fix)

inkompeten, uterus bikornu, uterus arkuatus, dan lain-lain).

Jika ada kecurigaan bahwa kausanya adalah kelainan pada zigot dimana

defeknya bersifat genetikal maka usaha eksplorasinya bisa berupa pemeriksaan

kromosom (kariotype) karena mungkin saja kelainan genetik pada zigot ternyata

berasal dari gen-gen mutasi baik dari ibu ataupun ayah. Tetapi tentunya

pemeriksaan ini belum berkembang di Indonesia dan biayanya cukup tinggi.

Selain itu pemeriksaan patologi anatomi jaringan yang diklaim akan mengetahui

apakah ada tidaknya suatu keganasan. Namun pada kasus abortus inkomplit ini

tidak dilakukan pemeriksaan PA.

Adanya penyakit infeksi akut (pneumonia, malaria) atau penyakit kronis

(diabetes mellitus, Hipertensi kronis, penyakit liver/ginjal kronis) dapat diketahui

lebih mendalam melalui anamnesa yang baik dan terperinci. Penting juga

diketahui bagaimana perjalanan penyakitnya jika memang pernah menderita

infeksi berat, seperti apakah telah diterapi dengan tepat dan adekuat. Hal ini

penting sebagai data dasar untuk nantinya dapat membantu dalam

menghubungkan dengan kejadian riwayat obsetri buruk (ROB). Ketidakjelasan

secara klinis adanya diabetes melitus atau gangguan kronis pada hepar atau ginjal

dapat dibantu dengan pemeriksaan gula darah acak/ 2 jam pp, tes fungsi hati/ LFT

(AST/ALT) maupun tes fungsi ginjal/ RFT (BUN/SC). Untuk eksplorasi kausa,

pemeriksaan-pemeriksaan diatas dapat dikerjakan.

Jika ingin mengetahui pengaruh faktor lingkungan, maka perlu ditanyakan

tentang lingkungan tempat tinggal ibu, mungkin ada tidaknya riwayat

menjalankan radioterapi, maupun lingkungan kerjanya. Ada tidaknya binatang

seperti kucing yang dianggap sebagai vektor penularan TORCH, penting juga

diketahui. Oleh karena itu boleh disarankan pemeriksaan serologis TORCH untuk

mengetahui titer antibodi terhadap virus ini.

Demikian juga penggunaan obat–obatan tertentu yang dianggap

teratogenik harus dicari dari anamnesa karena jika ada mungkin hal ini merupakan

salah satu faktor yang berperan.

Adanya kelainan anatomis pada uterus misalnya serviks inkompeten

(mudah berdilatasi) atau kelainan bentuk uterus (bikornus) dapat diketahui dari

24

Page 25: Abortus Inkomplit (Fix)

pemeriksaan USG, HSG (histerosalfingografi), histeroskopi, dan laparoskopi

(prosedur diagnostik).

Pemeriksaan yang dapat dianjurkan kepada pasien ini adalah pemeriksaan

TORCH, laboratorium terhadap penyakit kelamin, USG. Pemeriksaan TORCH

dapat dilakukan untuk mengetahui infeksi dari virus-virus tersebut karena dapat

menyebabkan terjadinya abortus maka diperlukan pengobatan terlebih dahulu.

Infeksi dari kelamin juga dapat menyebabkan abortus karena kebanyakan infeksi

kelamin pada wanita bersifat asimtomatik sehingga memerlukan eksplorasi yang

lebih lanjut. Dari pemeriksaan USG sekaligus juga dapat mengetahui adanya suatu

mioma terutama jenis submukosa. Mioma submukosa merupakan salah satu faktor

mekanik yang dapat mengganggu implantasi hasil konsepsi. Jika terbukti adanya

mioma pada pasien ini maka perlu dieksplorasi lebih jauh mengenai keluhan dan

harus dipastikan apakah mioma ini berhubungan langsung dengan adanya riwayat

obstetri buruk pada pasien ini. Hal ini penting karena mioma yang mengganggu

mutlak dilakukan operasi.

Uraian diatas penting disampaikan kepada pasien agar ia dapat memahami

apa kira-kira yang melatarbelakangi penyakitnya. Pilihan lain yang dapat

disarankan adalah mengenai adopsi anak. Maka dari itu, konseling pada pasien ini

perlu melibatkan pihak lain, khususnya suaminya untuk ikut memberi dukungan

kepada pasien.

4.3 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan kasus tersebut berupa kuretase sebagai terapi pilihan. Mengingat

komplikasi tindakan ini cukup banyak, maka perlu dilakukan dengan prosedur

yang benar dan hati-hati untuk mengurangi resiko tersebut seminimal mungkin.

Adapun penanganan kasus ini adalah dengan:

Kuretase

Cefadroxil 3x 500 mg

Asam Mefenamat 3x500mg

Methyl Ergometrin 3 x 0.125mg

SF 2 x 200mg

25

Page 26: Abortus Inkomplit (Fix)

KIE

Keadaan pasien stabil dan diberikan pengobatan cefadroxil untuk terapi

karena tindakan yang invasif pada kuretase dapat menyebabkan infeksi, Asam

mefenamat untuk mengurangi nyeri dan metergin untuk mempertahankan

kontraksi uterus yang mana berperan dalam mengurangi perdarahan. Setelah

diakukan kuretase, penderita diobservasi untuk dua jam dan jika keadaan

penderita baik, maka dipulangkan.

4.4 Prognosis

Prognosis pada pasien ini adalah mengarah ke baik, dubius ad bonam karena

dengan kuretase berhasil mengeluarkan semua sisa jaringan sehingga resiko

perdarahan menjadi sangat minimal, setlah observasi dua jam pasca kuretase tidak

didapatkan keluhan dan keadaan umum pasien stabil. Selain itu, pada pasien ini

tidak didapatkan adanya penyulit atau komplikasi yang berbahaya misalnya

perdarahan, perforasi, infeksi dan syok.

26

Page 27: Abortus Inkomplit (Fix)

BAB V

KESIMPULAN

Telah diuraikan kasus wanita 17 tahun, hamil muda 8-9 minggu yang mengalami

perdarahan pervaginam. Dari hasil pemeriksaan klinis didiagnosa dengan abortus

inkomplit. Setelah dilakukan kuretase dan post kuretase keadaan penderita baik

dan dipulangkan 2 jam setelah observasi post kuretase. Penderita diberikan obat

oral yaitu Cefadroxil 2x500 mg, metyl ergometrin 3x0.125mg, asam mefenamat

3x500mg, SF 2x200mg. Penderita disarankan untuk kontrol ke poliklinik satu

minggu kemudian untuk mengetahui perkembangan penderita.

Abortus inkomplit adalah berakhirnya kehamilan sebelum viable disertai

dengan pengeluaran sebagian hasil konsepsi dan sebagian lagi masih tertinggal

dalam uterus pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang

dari 500 gram. Insiden abortus inkomplit belum diketahui secara pasti, namun

demikian disebutkan sekitar 60 persen dari wanita hamil dirawat dirumah sakit

dengan perdarahan akibat mengalami abortus inkomplit Insiden abortus spontan

secara umum disebutkan sebesar 10% dari seluruh kehamilan.

Secara garis besar penyebab terjadinya abortus dapat dibagi menjadi faktor

fetal, maternal dan paternal. Patogenesis terjadinya abortus inkomplit, berawal

terjadinya perdarahan dalam desidua basalis yang diikuti nekrosis jaringan

sekitamya. Pada umur kehamilan 8 sampai 14 minggu vili korealis telah

menembus desidua terlalu dalam, sehingga sebagian keluar dan sebagian lagi akan

tertinggal, maka terjadilah abortus inkomplit. Sisa abortus yang tertahan di dalam

rahim mengganggu kontraksinya sehingga menyebabkan terjadinya perdarahan.

Penatalaksanaan awal pada kasus abortus adalah melakukan penilaian

secara cepat mengenai keadaan umum pasien dan selanjutnya diperiksa apkah ada

tanda-tanda syok. Untuk mengurangi resiko perdarahan dan komplikasi lain yang

mungkin timbul, maka pada kasus abortus inkomplit ini dilakukan pengeluaran

sisa jaringan dengan kuretase, kemudian diberikan medikamentosa seperti

golongan uterotonika, antibiotika dan analgetik. Abortus inkomplit yang di

evakuasi lebih dini tanpa disertai infeksi memberikan prognosis yang baik.

27

Page 28: Abortus Inkomplit (Fix)

DAFTAR PUSTAKA

1. Wibowo B. Wiknjosastro GH. Kelainan dalam Lamanya Kehamilan. Dalam : Wiknjosastro GH, Saifuddin AB, Rachimhadhi T, editor. Ilmu Kebidanan. Edisi 5. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo ; 2002 : hal. 302 - 312.

2. Ministry of Health Republic of Indonesia. Indonesia Reproductive Health Profile 2003. 2003.Available at: http:/w3.whosea.org/LinkFiles/Reproduc-tive_Health__Profile_RHP-Indonesia.pdf. Accessed November 17,2007.

3. Pedoman Diagnosis – Terapi Dan Bagian Alir Pelayanan Pasien, Lab/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana RS Sanglah Denpasar. 2003.

4. Abortion. In : Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Bilstrap LC, Wenstrom KD, editors. William Obsetrics. 22nd ed. USA : The McGraw-Hills Companies, Inc ; 2005 : p. 231-247.

5. Abortion. In: Leveno KJ, et all. Williams Manual of Obstetrics. USA: McGraw-Hill Companies, 2003 : p. 45 – 55.

6. Stovall TG. Early Pregnancy Loss and Ectopic Pregnancy. In : Berek JS, et all. Novak's Gynaecology. 13th ed. Philadelphia; 2002 : p. 507 – 9 :// www.emedicine.com/med/topic.

7. Griebel CP, Vorsen JH, Golemon TB, Day AA. Management of Spontaneus Abortion. AAFP Home Page>New & Publications>Joumals>American Family Physician. October 012005;72;1.

8. Rand SE. Recurrent spontaneous abortion: evaluation and management. In: American Family Physician. December 1993. http://www/findarticles.com/p/ articles/mi_m3255/is_n8_v48/ai_14674724/pg_1.

9. Disorder of Early Pregnancy (ectopic, miscarriage, GTI) In : Campbell S, Monga A, editors. Gynaecology. London : Arnold, 2000 ; p. 102-6.

10. Lindsey.J.L.Missed Abortion. Available from htpp last update : Juli 18, 2005

11. Saifudin AB, Wiknjosastro GH, Affandi B, Waspodo D. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2002.

12. Wiknjosastro GH, Saifflidin AB, Rachimadhi T. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirorahardjo, 2000.

13. Valley.V.T. Abortion Incomplete. In: Emedicine. http://www.emedicine.com/ emerg/obs-tetrics_and_gynecology.htm : last updated: 30 Mei 2006.

28